Makalah ini membahas tentang penilaian prestasi kerja sebagai salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia. Penilaian prestasi kerja digunakan untuk mengetahui kinerja pegawai dan mengembangkan potensi pegawai. Tujuan penilaian prestasi kerja antara lain untuk memberikan umpan balik, pengembangan karir, kompensasi, dan pengambilan keputusan manajemen sumber daya manusia lainnya. Penilaian prestasi kerja mempeng
1. MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Evaluasi kinerja dan kompensasi
Dosen Pengampu : Ade fauji S.E M.m
Oleh :
INDRI APRIANI(11140969)
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………….. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………
A. Penilaian prestasi kerja ……………………. 4
B.konsep dasar kompensasi ……………………… 5
C. langkah-langkah merumuskan kebijakan dan membuat system kompensasi
……………………… 6
D.survey back machring kompensasi ……………… 7
E.kompensasi financial langsung …………… 8
F.tunjangan non financial ………. 9
g.study kasus…………………………10
BAB III PENUTUP ……………………………………………… IV
A. Simpulan ………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….
3. KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami pajatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul … ini
meskipun dengan sangat sederhana.
Harapan saya semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,
sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik
lagi.
Sebagai penulis, saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang terkandung di
dalamnya. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya berharap kepada para pembaca
untuk memberikan kritik dan saran demi lebih memperbaiki makalah ini. Terima Kasih.
Serang, 22 Januari 2018
Penyusun
4. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan
inidisebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah menilai kinerja
pegawai.Evaluasi kinerja merupakan bagian esensial dari manajemen, khususnya
manajemensumber daya manusia. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk
mengetahui sejauhmana kadar profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah
menjalankanfungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis
perlakuanyang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan
harapan.Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh
terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerj
5. 9. PENILAIAN PRESTASI KERJA
Organisasi yang selalu berkembang merupakan dambaan semua orang. Baik pemerintah
maupun swasta mengharapkan organisasinya tumbuh dan berkembang dengan baik, sebab
dunia terus berkembang. Dengan perkembangan tersebut diharapkan organisasi mampu
bersaing dan berakselerasi dengan kemajuan zaman. Kenyataan menunjukkan bahwa
organisasi yang tidak mampu berakselerasi dengan kemajuan zaman akan tertinggal untuk
kemudian tenggelam tertelan zaman.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan suatu organisasi adalah
melalui hasil Penilaian Prestasi Kerja (PPK) yang ada pada organisasi tersebut. PPK dalam
bahasa Inggris dikenal dengan istilah Performance Appraisal. Dari PPK dapat dilihat kinerja
kerja organisasi yang dicerminkan oleh kinerja kerja pegawainya.
Hasil PPK dapat menunjukkan apakah SDM (pegawai) pada organisasi terebut telah
memenuhi sasaran/target sebagaimana yang dikehendaki oleh organisasi, baik secara
kuantitas maupun kualitas, bagaimana perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya,
apakah cara kerja tersebut sudah efektif dan efisien, bagaimana penggunaan waktu kerja dan
sebagainya. Dengan informasi tersebut berarti hasil PPK merupakan refleksi dari berkembang
atau tidaknya organisasi.
Pada organisasi yang cukup maju, hasil PPK digunakan sebagai bahan pertimbangan proses
manajemen SDM seperti promosi, demosi, diklat, kompensasi, pemutusan hubungan kerja
dan sebagainya. Dijadikannya PPK sebagai bahan perimbangan sedikit banyaknya
memotivasi pegawsai untuk bekerja lebih giat lagi. Dengan demikian PPK merupakan salah
satu faktor kunci tumbuh dan berkembangnya suatu organisasi.
Keinginan bangsa kita untuk menuju perbaikan kinerja kerja melalui PPK sudah ada. Hal
tersebut ditunjukkan oleh penggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) di
seluruh organisasi pemerintah dan sebagian besar organisasi swasta. Namun sayangnya
kebanyakan pengelola PPK (departemen SDM/personalia) masih belum siap.
Fenomena yang kemudian muncul ke permukaan adalah PPK masih belum dianggap penting.
Anggapan tersebut ditunjang oleh sistem penilaian PPK yang masih bersifat sembarangan
sebagai akibat dari hasil PPK yang belum dijadikan bahan pertimbangan proses manajemen
SDM selanjutnya, seperti perencanaan karier, diklat, kompensasi, PHK, dan sebagainya.
Di samping itu, PPK yang ada juga banyak memiliki kelemahan seperti : besarnya porsi poin
yang bersifat subyektif, penilaian yang dilakukan satu tahun sekali pada periode yang sama
dapat mengakibatkan bias, banyak organisasi yang belum memiliki uraian kerja yang mantap
yang mengakibatkan kesulitan di dalam membuat PPK, dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal di atas, maka materi Penilaian Prestasi Kerja (PPK) dalam
manajemen SDM merupakan bagian yang cukup penting untuk dikaji dan dipelajari.
Pembicaraan mengenai PPK memang menarik. Sebagai bagian dari Manajemen Sumber
Daya Manusia, PPK atau Performance Appraisal merupakan salah satu faktor kunci tumbuh
dan berkembangnya suatu organisas/perusahaan.
Hasil penilaian dapat menunjukkan apakah Sumber Daya Manusia (pegawai/karyawan) pada
organisasi/perusahaan tersebut sudah memenuhi target atau sasaran yang dikehendaki baik
secara kualitas maupun kuantitas, bagaimana perilaku pekerja dalam melakukan
6. pekerjaannya, apakah cara kerja tersebut sudah efektif dan efisien, bagaimana penggunaan
waktu kerja, dan sebagainya.
Ketidakakuratan hasil PPK dapat merusak atau mengganggu perencanaan sumber daya
manusia pada organisasi. Perencanaan karier, pengembangan karier, diklat, penambahan
tenaga kerja akan salah, bila hasil PPK tidak dapat menggambarkan kondisi pekerja yang
sebenarnya. Hasil PPK pegawai juga dapat dijadikan pertimbangan organisasi/perusahaan di
dalam memberikan kenaikan upah/bonus.
Hasil PPK tidak hanya berpengaruh pada organisasi, tapi juga berpengaruh pada individu
pegawai/ karyawan. PPK yang tidak didasarkan pada kriteria yang obyektifdapat
menimbulkan keresahan dan rasa tidak aman. Sebaliknya penilaian dengan cara yang tepat
dan standar atau target yang dinilai jelas dapat meningkatkan motivasi dan gairah kerja
pegawai.
Sehubungan dengan besarnya pengaruh hasil penilaian, maka perlu diupayakan agar
penilaian dilakukan seobyektif mungkin. Karenanya harus dihindari kemungkinan like or
slide dalam diri penilai saat melakukan penilaian prestasi kerja. Penghindaran tersebut dapat
dilakukan dengan pemilihan materi, teknik, metode dan frekuensi yang tetap dalam
melakukan penilaian prestasi kerja.
9.1. PENGERTIAN PENILAIAN PRESTASI KERJA
Penilaian Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap
prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan
berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya merupakan kajian
sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara formal. Menurut French,
kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar kerja yang dibangun, baik itu
standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak kalah pentingnya, organisasi harus
mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada pegawai yang bersangkutan.
Dengan demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecapakan/kemampuan
pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang diberikan, penampilan atau perilaku
dalam melaksanakan tugas, sikap dalam menjalankan tugas, cara yang digunakan dalam
melaksanakan tugas, ketegaran jasmani dan rohani di dalam menjalankan tugas, dan
sebagainya.
Penilaian atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh supervisor atau
atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal tersebut adalah spontanitas
dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang secara khusus sebagimana halnya PPK. Selain
itu penilaian atau evaluasi kerja secara informal cenderung lebih ke arah memperbaiki
pekerjaan keseharian dari pada penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai.
Sedangkan PPK adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.
7. 9.2. BEBERAPA TUJUAN PENILAIAN PRESTASI KERJA
PPK dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum penggunaan PPK dalan
organisasi industri maupun non indutri adalah :
· Peningkatan imbalan (dengan system merit),
· Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
· Promosi,
· PHK atau pemberhentian sementara,
· Melihat potensi kinerja pegawai,
· Rencana suksesi,
· Transfer/pemindahan pegawai
· Perencanaan pengadaan tenaga kerja
· Pemberian bonus
· Perencanaan karier
· Evaluasi dan pengembangan Diklat
· Komunikasi intenal
· Kriteria untuk validasi prosedur suksesi
· Kontrol pengeluaran.
Secara garis besar terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu :
Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup :
· Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.
· Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan promosi
serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.
· Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK dengan
memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka yang tidak
memuaskan. (Michael Beer dalam French, 1986).
Pengembangan tujuan (goal) organisasi, mencakup :
· Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan
pengembangan potensi di masa yang akan datang.
· Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan
perencanaan karier.
· Memotivasi pekerja
8. · Memperkuat hubungan atasan dengan bawahan.
· Mendiagnosis problem individu dan organisasi.
9.3. OBYEK PENILAIAN PRESTASI KERJA
· Hasil kerja individu
Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian prestasi kerja
dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada bagian produksi dengan indikator
penilaian output yang dihasilkan, sisa dan biaya per-unit yang dikeluarkan.
· Perilaku
Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka penilaian
prestasi kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti ketepatan waktu
memberikan laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan, efisiensi dan efektivitas pengambilan
keputusan, tingkat absensi.
· Sifat
Merupakan obyek penilaian yang dianggap paling lemah dari kriteria penilaian prestasi kerja,
karena sulit diukur atau tidak dapat dihubungkan dengan hasil tugas yang positif, seperti
sikap yang baik, rasa percaya diri, dapat diandalkan, mampu bekerja sama.
9.4. PENGARUH PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Terhadap Individu
Hasil PPK dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap moral kerja pekerja. Hal ini
dimungkinkan mengingat peranan hasil PPK yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan manajemen SDM.
Cara pandang pegawai terhadap PPK dan penggunaan hasil PPK menentukan positif atau
negatif pengaruh PPK pada pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika PPK lebih
dipandang sebagai kritik dari pada pertolongan perusahaan terhadap pegawai. Maka PPK
akan menumbuhkan rasa “was-was” pada diri pegawai yang bersangkutan saat dilakukan
PPK atau penerapan hasil PPK. Perasaan was-was ini pada gilirannya akan menurunkan
semangat kerja. Sebaliknya jika PPk lebih dipandang sebagai pertolongan atau pemberian
kesempatan pengembangan diri dari pada kritik, maka PPK akan membuat pegawai yang
bersangkutan bertambah giat dan selalu berupaya mengembangkan kreativitasnya di dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian sisi pandang atau interprestasi pegawai terhadap PPK merupakan hal yang
mendasari baik buruknya akibat perubahan sikap/moral pekerja setelah menerima hasil PPK.
Karenanya pemilihan metode yang tepat dengan tolok ukur yang tepat serta waktu yang tepat
merupakan kunci yang dapat mengeliminir kecurigaan pegawai terhadap subyektivitas penilai
saat melakukan PPK.
b. Terhadap Organisasi
9. PPK mempengaruhi orgnisasi, khususnya pada proses kegiatan SDM. Sebagaimana halnya
dengan pengaruh PPK terhadap individu, informasi hasil penilaian merupakan umpan balik
sukses tidanya fungsi personalia. Besar kecilnya pengaruh PPK pada organisasi tergantung
sedikit banyaknya pada informasi yang didapat dari hasil PPK tersebut. PPK yang
komprehensif dapat menghasilkan informasi yang cukup. Informasi yang bisa didapat antara
lain rekrutmen, seleksi, orientasi, kebutuhan diklat dan sebagainya.
Jika sejumlah besar pegawai menerima hasil PPK dengan nilai buruk, maka dapat diduga
kemungkinan adanya kelalaian atau kesalahan program perencanaan SDM pada organisasi
yang bersangkutan. Atau kungkin hal tersebut terjadi akibat target goal yang ditetapkan
terlalu tinggi, sementara kemampuan pegawai dan/atau fasilitas yang ada pada organisasi
tersebut belum memungkinkan untuk mencapai target goal terebut.
Selain untuk mengevaluasi program manajemen SDM. PPK juga dapat digunakan untuk
mengembangkan SDM organisai seperti promosi, kenaikan upah, bonus, pelatihan dan
sebagainya. Dengan perkataan lain, hasil Penilaian Prestasi Kerja dapat digunakan untuk
mengevaluasi dan mengembangkan SDM saat ini serta mengkaji kemampuan organisasi
untuk menentukan kebutuhan SDM di masa yang akan datang.
9.5. METODE PENILAIAN PRESTASI KERJA
Pendekatan yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat banyak. Dari
sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi dua bagian, yaitu 1)
metode yang berorientasi masa lalu, seperti : Skala Grafik dengan Rating, Metode Ceklis
(Checklist), Metode Essai, Metode Pencatatan Kejadian Kritis, dan Metode Wawancara; dan
2) metode yang berorientasi masa depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat
penilaian.
A. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu
1) Skala Grafik Dengan Rating
Skala grafik dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating konvensional, adalah
metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi tentang metode ini namun semuanya
berfokus pada perilaku spesifik atau karakteristik pegawai yang berkaiatan dengan kinerja
kerja. Contoh skala Rating dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Dalam versi terbaru skala
grafik dengan rating perilaku spesifik pegawai diuraikan kembali berdasarkan perbedaan
tingkatan dan perbedaan departemen/bagian pekerjaan untuk masing-masing karakteristik.
Kelemahan metode ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai cenderung
memberikan nilai rata-rata.
2) Metode Checklist
Metode checklist adalah metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada uraian perilaku
negatif atau positif pegawai/karyawan yang namanya tertera dalam daftar. Masing-msing
perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot nilai tergantung dari tingkat kepentingan
perilaku tersebut terhadap suksesnya suatu pekerjaan. Perhatikan contoh berikut :
Keuntungan dari metode ini mudah untuk digunakan dan dapat menghindari kecenderungan
pemberian nilai rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan hati. Namun karena
keharusan adanya relevansi antara item perilaku yang terdaftar dalam penilaian prestasi
10. dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan keahlian khusus untuk membangun
sejumlah item perilaku yang berbeda untuk jenis pekerjaan dan tingkatan yang berbeda. Oleh
karena itu dibutuhkan bantuan tenaga profesional yang andal di bidang ini. Ketidakandalan
dalam membuat item perilaku dan kesesuaian bobot nilai masing-masing item dapat
mengakibatkan ketidaksesuaian di dalam pemberian ukuran-ukuran item. Akibatnya para
supervisor kesulitan di dalam mengiterprestasikan hasilnya.
3) Metode Esai
Pada metode ini, penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi dalam
beberapa kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa digunakan :
1. Penilaian kinerja seluruh pekerjaan.
2. Kemungkinan pekerja dipromosikan
3. Kinerja kerja pegawai saat ini
4. Kekuatan dan kelemahan pegawai
5. Kebutuhan tambahan training
Pendekatan ini memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak memasyarakatkan
perhatian khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena metode ini menggunakan
pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan kesulitan untuk membandingkan dan
menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut. keberhasilan metode ini juga sangat
tergantung pada kemampuan dan kriativitas supervisor dalam mengajukan pertanyaan untuk
mendapatkan jawaban yang benar-benar dapat mewakili kondisi pegawai yang dinilai.
4) Metode Pencatatan Kejadian Kritis
Metode pencatatan kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang menggunakan
pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang menggambarkan perilaku karyawan
yang sangat baik atau yang sangat buruk. Perhatikan contoh berikut :
5) Metode Wawancara
Selain kelima metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan cara Wawancara.
Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai mengetahui posisi dan
bagaimana cara kerja mereka.
Selain itu wawancara juga dimaksudkan untuk :
a. Mendorong perilaku positif.
b. Menerangkan apa target/sasaran yang diharapkan dari pegawai.
c. Mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan upah dan promosi.
d. Rencana memperbaiki kinerja di masa yang akan datang.
e. Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan.
B. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Depan
11. a) Penilaian Diri (self appraisal)
Metode ini menekankan adanya penilaian yang dilakukan karyawan terhadap diri sendiri
dengan tujuan melihat potensi yang dapat dikembangkan dari diri mereka.
b) Tes Psikologi
Biasanya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam, tes psikologi, diskusi, review
terhadap hasil evaluasi pekerjaan karyawan. Tes ini dilakukan oleh psikolog untuk
mengetahui potensi karyawan yang dapat dikembangkan dimasa datang. Beberapa tes
psikologi yang dapat dilakukan, seperti tes intelektual, emosi, motivasi.
c) Management By Objectives (MBO)
Management By Objectives (MBO) yang diperkenalkan oleh Peter Drucker adalah sistem
yang menggambarkan kajian tentang target/sasaran yang hendak dicapai berdasarkan
kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Kajian tentang bagaimana baiknya bawahan
berprestasi selalu ditinjau ulang dan dilakukan secara periodik. Uji coba selalu dibuat untuk
menuliskan target/sasaran dari segi kuantitas. Para ahli percaya bahwa target/sasaran dapat
dan selayaknya ditetapkan secara kuantitatif.
Persyaratan Pelaksanaan Metode MBO
Untuk melaksanakan penilaian dengan metode MBO, secara umum terdapat sejumlah
ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu :
1. Supervisor dan bawahan sama-sama menyetujui elemen target pekerjaan bawahan yang
akan dinilai periode tertentu (6 bulan atau 1 tahun).
2. Bawahan sungguh-sungguh melakukan kegiatan untuk mencapai masing-masing target.
3. Selama periode tersebut bawahan secara periodik mereview perkembangan pekerjaan
ke arah target yang akan dicapai.
4. Pada akhir periode, supervisor dan bawahan sama-sama mengevaluasi hasil pencapaian
target.
Keuntungan MBO
Keuntungan terbesar dari metode MBO adalah teredianya target/sasaran panilaian kinerja
yang merupakan kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Pada tingkat individu,
MBO dapat menjadikan pegawai melakukan kontrol diri, membangun kepercayaan diri,
memotivasi diri, memperbaiki kinerja, mengembangkan masa depan dan mempunyai
pengetahuan penuh tentang kriteria yang akan dievaluasi.
Pada tingkatan sehubungan interpersonal, MBO dapat meningkatkan hubungan antara
bawahan dengan atasan, memperbaiki komunikasi, dan menyediakan kerangka kerja
(framework) yang lebih baik. Pada tingkat organisasi, perbaikkan kinerja kerja secara
keseluruhan, teridentifikasinya potensi manajemen dan kebutuhan pengembangan, koordinasi
12. sasaran/target yang lebih baik, dan terkuranginya duplikasi serta overlapping tugas dan
aktivitas merupakan keuntungan yang bisa didapat dari metode MBO.
· Kelemahan MBO
Pendekatan MBO bukanlah metode yang paling sempurna. MBO efektif bila sistematis dapat
menyatukan setting target yang dibuat oleh individu dan organisasi. Target yang dihasilkan
bersama antara supervisor dan bawahan dengan sendirinya berbeda dengan target yang telah
ditetapkan organisasi. Dengan demikian MBO juga merupakan autocritic organisasi.
Salah satu kelemahan MBO adalah : membutuhkan waktu yang cukup lama hingga terkesan
terjadi pemborosan waktu. Beberapa masalah yang mungkin timbul akibat diterapkannya
metode MBO adalah:
1. Terlalu banyak tekanan pada ukuran tujuan kuantitatif dapat membawa pada
pengabaian tanggung jawab penting lainnya.
2. Tekanan pada kuantitas mungkin akan mengorbankan kualitas.
3. Jika evaluasi didasarkan pada kesepakatan hasil yang dicapai, maka bawahan secara
sengaja atau tidak sengaja menset target yang rendah sebagai hasil yang mereka capai.
4. Memungkinkan adanya tendensi mengadopsi target/tujuan yang dianggap penting oleh
bawahan yang dominan.
5. Penyedia (supervisor) dapat mengasumsikan tidak ada Latihan dan Bimbingan.
Tim MBO
Dalam membangun dan mengembangkan target/sasaran, program MBO kebanyakan
menggunakan sistem one-on-one antara supervisor dengan bawahan. Pada kebanyakan
instansi, sistem one-on-one tidak dapat dilaksanakan pada kebanyakan pekerjaan yang
sifatnya interpenden, terutama pada tingkat manajer dan supervisor. Baik manajer maupun
supervisor kesulitan bila harus melakukan one-on-one pada seluruh bawahannya untuk
membangun dan mengkaji ulang target/sasaran yang hendak dicapai. Di samping memakan
waktu yang cukup lama, juga akan mengganggu kegiatan kerja. Karenanya pada kabanyakan
instansi, metode MBO ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan tim untuk mengkaji
ulang target-target tersebut. proses MBO dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
d) Pusat Penilaian (Assesment Centre)
Merupakan lembaga pusat penilaian prestasi kerja, dimana lembaga tersebut berfungsi
melakukan penilaian prestasi kerja terhadap karyawan suatu perusahaan. Lembaga ini
biasanya telah memiliki berbagai bentuk metode penilaian karyawan yang telah ditandarisasi,
seperti tes psikologi, diskusi, wawancara, simulasi.
9.6. PENILAI , VALIDITAS & RELIABILITAS DALAM PPK
Sebagimana diungkapkan di atas, departemen SDM atau personalia berperan di dalam
membuat rencana rancangan, memilih metode yang akan digunakan, serta memilih siapa
yang akan menilai karyawan. Keputusan yang diambil oleh Departemen SDM atau personalia
sangat berpengaruh pada hasil PPK. Rancangan yang salah dan/atau pemilihan metode serta
penilai yang salah akan mengakibatkan kesalahan informasi yang didapat dari hasil PPK.
13. Dengan perkataan lain, informasi hasil prestasi kerja dapat menjadi tidak absah (invalid) dan
tidak dipercaya (unreliable).
Dengan demikian selain metode Penilaian Prestasi Kerja yang digunakan, maka untuk
mengembangkan atau merancang PPK perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1)
Pemilihan Penilai, 2) Validitas (benar) dan 3) Reliabilitas (dapat dipercaya).
A. Pemilihan Penilai
Memutuskan siapa yang akan mengevaluasi pegawai adalah sesuatu yang sangat penting
dalam merancang program penilaian prestasi. Secara umum diakui bahwa penilaian oleh
penyelia (supervisor) sangat dilakukan dengan mengkombinasikan penilaian supervisor dan
nonsupervisor. Langkah tersebut diambil untuk menghindari subyektivitas dan/atau kesalahan
yang mungkin terjadi bila penilai hanya supervisor atau atasan pegawai yang bersangkutan
saja. Untuk DP3 pegawai negeri, penilai selain atasan langsung juga atasan dari atasan
pegawai yang bersangkutan.
Menurut French (1986) penilai dapat terdiri dari :
Supervisor/atasan pegawai yang bersangkutan.
Diri pegawai yang bersangkutan.
Teman sekerja.
Bawahan, dan
Grup/kelompok, atau
Kombinasi dari penilai-penilai di atas.
PPK pegawai yang dilakukan oleh atasan langsung paling banyak dijumpai. Atasan
merupakan orang yang diberikan otoritas formal untuk melakukan penilaian. Atasan selalu
memonitor kerja bawahannya serta mengawasi pemberian imbalan yang diakibatkan oleh
kinerja pegawai yang bersangkutan. Secara khusus, atasan adalah orang dengan posisi terbaik
yang mengawasi kinerja bawahan serta menilai sejauh mana kinerja yang disajikan sesuai
dengan target/sasaran yang ditetapkan oleh unit kerjanya maupun organisasi secara
keseluruhan.
Pada beberapa organisasi, pegawai yang bersangkutan menilai kinerja kerja dirinya sendiri
(self evaluation). Pendekatan ini dilakukan dalam kaitannya dengan upaya membangun moral
karyawan. PPK oleh diri sendiri dapat dikombinasikan dengan penilaian yang dilakukan oleh
atasan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Pendekatan ini lebih menjurus pada
penggunaan metode MBO. Atasan dan pegawai yang bersangkutan secara independen
melakukan persiapan evaluasi kerja. Kemudian keduanya bertemu untuk mendiskusikan
kajian mereka. Setelah itu mereka melengkapi kajian tentang tanggung jawab mendatang,
perbaikan rencana, membangun aktivitas, tujuan karier dan ringkasan kinerja. Satu
keuntungan dari pendekatan ini adalah tersedianya basis untuk mengklarifikasikan harapan
dan persepsi pegawai yang bersangkutan dan atasan.
Penilaian oleh teman sekerja, meskipun tidak biasa digunakan namun mempunyai kelebihan
yaitu relatif lebih dipercaya (reliable). Realibilitas ini didapat dari fakta di mana teman
14. sekerja selalu berinteraksi satu sama lain dalam kerja keseharian dan karena teman sekerja
dianggap sebagai penilai yang independen. Panilai oleh bawahan penting terutama yang
berkaitan dengan aspek kepemimpinan, karena bawahan adalah orang yang paling merasakan
dampak dari kepemimpinan atasannya. Sama halnya dengan penilaian yang dilakukan oleh
teman sekerja, panilaian oleh bawahan termasuk yang jarang digunakan.
Selain penilaian oleh atasan langsung, penilaian yang dilakukan oleh grup merupakan
pendekatan panilaian yang banyak digunakan. Orang-orang yang terkumpul dalam grup
penilaian ini adalah mereka yang mengetahui materi serta metode penilaian yang digunakan
yang dapat menyediakan data yang lebih dari penilaian oleh atasan.
B. Validitas (absah)
Berkaitan dengan perancangan dan penggunaan metode, maka absahan (validitas) merupakan
sesuatu yang harus dipertimbangkan. Yang dimaksud dengan keabsahan adalah bahwa nilai
yang didapat oleh seseorag, terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau dengan berbagai
kriteria obyektif lain yang telah ditentukan sebelumnya. Maksudnya data atau informasi yang
didapat harus aktual saat diperoleh. Sebagai contoh, prestasi kerja yang hanya dinilai satu
tahun sekali dan dilakukan pada akhir tahun, sedikit banyaknya akan mengurangi keabsahan
(validitas) panilaian karena kemungkinan besar, data atau informasi perilaku dan ketrampilan
yang didapat hanyalah terakhir.
C. Reliabilitas (dapat dipercaya)
Yang dimaksud dengan dipercaya (reliable) ialah bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap
kali diambil dari dan oleh orang yang sama. Skor atau hasil penilaian tetap sama walaupun
menggunakan metode yang berbeda. Reliabilitas metode penilaian dapat ditingkatkan dengan
melatih penilai untuk dapat menilai secara lebih baik.
D. Peranan Departemen SDM
Departemen SDM dalam kaitannya dengan PPK berperan sbb :
Merancang dan mengimplementasikan program Penilaian Prestasi Pegawai.
Menentukan siapa yang akan menilai, dan metode apa yang akan digunakan.
Memimpin sejumlah penelitian tentang cara atau metode penilaian yang lebih bersifat adil
(dapat dipercaya dan benar).
9.7. BERBAGAI KENDALA DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Pemilihan Metode Terbaik
Hingga saat ini tidak satupun dari metode panilaian prestasi di atas dikatakan sebagai yang
terbaik untuk semua kondisi dan sitasi organisasi. Kondisi dan situasi yang berbeda
menghendaki metode dan sistem yang berbeda. Menurut French (1986), metode PPK yang
terbaik tergantung pada :
15. a. Pendekatan pada metode penilaian pada pekerjaan yang akan dinilai.
b. Variasi faktor organisasi yang dapat menolong mengimplementasikan program penilaian
(Iklim organisasi, training prosedur penilaian, dan lain-lain).
b. Kesalahan Penilaian
Penilaian yang benar dan dapat dipercaya terutama penting di dalam menggunakan
kesempatan yang sama pada pekerja untuk mendapatkan petunjuk pelaksanaan (Juklak) atau
guidelines kerja. Sayangnya supervisor dapat membuat kesalahan yang mengakibatkan
peniaian menjadi kurang benar dan kurang dapat dipercaya.
Kesalahan yang mungkin dilakukan oleh penilai berkaitan dengan faktor manusia, dimana
penilai tidak dapat terlepas dari unsur subyektif dalam manusia. Kesalahan tersebut di
antaranya adalah :
1). Hallo Effect dan Horn Effect
Dalam bab 3 telah dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan yang disebut
dengan halo effect dan horn ffect. Kesalahan tersebut juga dapat dilakukan oleh penilai.
Kesalahan halo effect sangat dimungkinkan bila penilai terpesona oleh perilaku pegawai
seperti penampilan atau kepribadiannya. Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap
kelemahan pegawai yang lain. Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil namun
membekas di hati penilai, maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya buruk meskipun
sesungguhnya ia memiliki prestasi lebih.
2) Kecenderungan menilai rata-rata cukup atau menengah.
Kebanyakan penilai kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang tinggi. Sikap
ini merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam menilai. Penilaian yang
tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan lupa diri, sebaliknya penilaian
yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental pegawai. Karenanya seringkali penilai
mencantumkan nilai rata-rata atau nilai tengah.
3) Karena “kemurahan hati”
Subyektivitas lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega mencatumkan nilai
sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrol sebagai kemurahan hati.
Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena khawatir akan menjatuhkan
mental pegawai, juga karena penilai khawatir disalahkan oleh organisasi. Karena bisa jadi
rendahnya nilai bukan semata-mata kesalahan pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam
menilai (tidak valid dan tidak reliable) atau penetapan target yang salah.
16. 10.KONSEP DASAR KOMPENSASI
10.1. PENGERTIAN KOMPENSASI
Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi / perusahaan kepada
karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode yang tetap.
Sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan
memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan karyawan.
Bagi organisasi / perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi
mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan
karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak memadai dapat
menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat
menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari perusahaan.
10.2. FUNGSI KOMPENSASI
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat pengikat perusahaan
terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon karyawan dan faktor pendorong seseorang
menjadi karyawan. Dengan demikian kompensasi mempunyai fungsi yang cukup penting di
dalam memperlancar jalannya roda organisasi/ perusahaan. Menurut Martoyo (1994), fungsi
kompensasi adalah :
a. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif
Kompensasi yang tinggi pada seorang karyawan mempunyai implikasi bahwa organisasi
memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari karyawan yang bersangkutan karena
besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya produktivitas kerja karyawan
yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang diberi kompensasi yang tinggi berarti
semakin banyak karyawannya yang berprestasi tinggi. Banyaknya karyawan yang berprestasi
tinggi akan mengurangi pengeluaran biaya untuk kerja-kerja yang tidak perlu (yang
diakibatkan oleh kurang efisien dan efektifitasnya kerja). Dengan demikian pemberian
kompensasi dapat menjadikan penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif.
b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Sistem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat membantu stabilitas
organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya pemberian kompensasi yang kurang baik dapat menyebabkan gejolak di
kalangan karyawan akibat ketidakpuasan. Pada gilirannya gejolak ketidakpuasan ini akan
menimbulkan kerawanan ekonomi.
10.3. TUJUAN KOMPENSASI
Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi bertujuan untuk:
a) Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan.
Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan
(qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem kompensasi. Sistem kompensasi yang
baik merupakan faktor penarik masuknya karyawan qualified. Sebaliknya, sistem kompensasi
yang buruk dapat mengakibatkan keluarnya karyawan yang qualified dari suatu organisasi.
17. Sebagai contoh, eksodus secara besar-besaran karyawan dari perusahaan A ke perusahaan B
merupakan indikasi lebih baiknya sistem kompensasi yang ada pada perusahaan B daripada
perusahaan A.
b) Mempertahankan karyawan yang ada
Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga menunjukkan betapa besarnya
peranan kompensasi dalam mempertahankan karyawan yang qualified. Sistem kompensasi
yang kurang baik dengan iklim usaha yang kompetitif dapat menyulitkan
organisasi/perusahaan dalam mempertahankan karyawannya yang qualified.
c) Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan. Dalam arti,
perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau prestasi kerja yang
diberikan pada organisasi.
d) Menghargai perilaku yang diinginkan
Besar kecilnya pemberan kompensasi juga menunjukkan penghargaan organisasi terhadap
perilaku karyawan yang diinginkan. Bila karyawan berperilaku sesuai dengan harapan
organisasi, maka penilaian kinerja yang diberikan akan lebih baik daripada karyawan yang
berperilaku kurang sesuai dengan harapan organisasi. Pemberian nilai kinerja yang baik
diiringi dengan pemberian kompensasi yang baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan
bahwa perilakunya dinilai dan dihargai sehingga karywan akan selalu berusaha memperbaiki
perilakunya.
e) Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan
memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang, kerja karyawan yang lebih efektif dan
efisien akibat pemberian kompensasi yang baik dapat mengendalikan biaya-biaya yang tidak
perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan biaya-biaya yang tidak perlu akibat rendahnya
produktifitas atau kurang efekif dan efisiennya kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak
perlu ini besarnya melebihi biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat
mendorong karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja
sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.
f) Memenuhi peraturan-peraturan legal
Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan-peraturan
legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya. Sejalan dengan hal
tersebut, Martoyo (1994) berpendapat bahwa tujuan kompensasi adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic security bagi
karyawan.
2. Mendorong agar karyawan lebih baik dan lebih giat.
3. Menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kemajuan.
18. 4. Menunjukkan penghargaan dan perlakuan adil organisasi terhadap karyawannya (adanya
keseimbangan antara input yang diberikan karyawan terhadap perusahaan dan output atau
besarnya imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawan).
10.4. PENENTUAN KOMPENSASI
Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh 1) Harga / Nilai pekerjaan, 2) Sistem
kompensasi yang diterapkan, dan 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi.
1) Harga/ Nilai Pekerjaan
Penilaian harga suatu jenis pekerjaan merupakan tindakan pertama yang dilakukan dalam
menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan. Penilaain harga
pekerja dapat dilakukan dengan dua cara, sebagai berikut :
a. Melakukan analisis jabatan/pekerjaan
Berdasarkan analisis jabatan akan didapat informasi yang berkaitan dengan : 1) Jenis keahlian
yang dibutuhkan, 2) Tingkat kompeksitas pekerjaan, 3) Resiko pekerjaan, dan 4)
Perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dari informasi tersebut kemudian
ditentukan harga pekerjaan.
b. Melakukan survei “harga” pekerjaan sejenis pada organisasi lain.
Harga pekerjaan pada beberapa organisasi dapat dijadikan sebagai patokan dalam menetukan
harga pekerjaan sekaligus sebagai ukuran kelayakan kompensasi. Jika harga pekerjaan yang
diberikan lebih rendah dari organisasi lain, maka kecil kemungkinan organisasi tersebut
mampu menarik atau mempertahankan karyawan yang qualified. Sebaliknya bila harga
pekerjaan tersebut lebih tinggi dari organisasi lainnya, maka organisasi tersebut akan lebih
mudah menarik dan mempertahankan karyawan yang qualified.
2) Sistem kompensasi
Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah sistem prestasi, sistem
kontrak/borongan.
a. Sistem Prestasi
Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah sistem hasil. Pengupahan
dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara besarnya upah dengan prestasi kerja yang
ditujukan oleh karyawan yang bersangkutan. Sedikit banyaknya upah tersebut tergantung
pada sedikit banyaknya hasil yang dicapai karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat
diterapkan bila hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.
Cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang produktif menjadi lebih produktif. Cara ini
akan sangat menguntungkan bagi karyawan yang dapat bekerja cepat dan berkemampaun
tinggi. Contoh kompensasi sistem hasil : per potong, per meter, per kilo, per liter dan
sebagainya.
b. Sistem Waktu
Besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti Jam, Hari, Minggu, Bulan.
Besarnya Upah ditentukan oleh lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu
19. pekerjaan. Umumnya cara ini digunakan bila ada kesulitan dalam menerapkan cara
pengupahan berdasarkan prestasi.
Kelemahan dari sistem waktu adalah :
1. Mengakibatkan mengendornya semangat karyawan yang produktifitasnya tinggi (diatas
rata-rata ).
2. Tidak membedakan usia, pengalaman, dan kemampuan karyawan.
3. Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh- sungguh benerja.
4. Kurang mengakui adanya prestasi kerja karyawan.
Sedangkan kelebihan sistem waktu adalah :
1. Dapat mencegah hal- hal yang kurang diinginkan seperti pilih kasih, diskriminasi maupun
kompetisi yang kurang sehat.
2. Menjamin kepastian penerimaan upah secara periodik.
3. Tidak memandang rendah karyawan yang cukup lanjut usia.
c. Sistem kontrak/ borongan
Penetapan besarnya upah dengan sistem kontrak / borongan didasarkan atas kuantitas,
kualitas dan lamanya peyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan kontrak perjanjian. Untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam kontrak juga
dicantumkan ketentuan mengenai “konsekuensi” bila pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai
dengan perjanjian baik secara kuantitas, kualitas maupun lamanya penyelesaian pekerjaan.
Sistem ini biasanya digunakan untuk jenis pekerjaan yang dianggap merugikan bila
dikerjakan oleh karyawan tetap dan /atau jenis pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh
karyawan tetap.
10.5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPENSASI
Dalam pemberian kompensasi, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhinya. Secara garis
besar faktor-faktor tersebut terbagi tiga, yaitu faktor intern organisasi, pribadi karyawan yang
bersangkutan, dan faktor ekstern pegawai organisasi.
A. Faktor Intern Organisasi
B. Contoh faktor intern organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah
dana organsasi, dan serikat pekerja.
a. Dana Organisasi
Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung pada dana yang
terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat prestasi-
prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya prestasi kerja maka makin
besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besanya keuntungan perusahaan akan
memperbesar himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan kompensasi akan makin
baik. Begitu pula sebaliknya.
b. Serikat pekerja
20. Para pekerja yang tergabung dalam seikat pekerja juga dapat mempengaruhi pelaksanaan atau
penetapan kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat pekerja dapat menjadi simbol
kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan nasib. Keberadaan serikat pekerja perlu
mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak manajemen.
B. Faktor Pribadi Karyawan
Contoh faktor pribadi karyawan yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi adalah
produktifitas kerja, posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman serta jenis dan sifat
pekerjaan.
a. Produktifitas kerja
Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang
diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Pengaruh ini memungkinkan karyawan pada
posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompsasai yang berbeda. Pemberian kompesasi
ini dimaksud untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
b. Posisi dan Jabatan
Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya kompensasi. Posisi dan
jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan tanggung jawabnya dalam
hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi, semakin
besar tanggung jawabnya, maka semakin tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Hal
tersebut berlaku sebaliknya.
c. Pendidikan dan Pengalaman
Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan faktor yang
mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih berpengalaman dan berpndidikan
lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang lebih besar dari pegawai yang kurang
pengalaman dan atau lebih rendah tingkat pendidikannya. Pertimbangan faktor ini merupakan
wujud penghargaan organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat
memacu karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya.
d. Jenis dan Sifat Pekerjaan
Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan pekerjaan yang
bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk pekerjaan klerikal akan berbeda
dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu pula halnya dengan pekerjaan manajemen berbeda
dengan pekerjaan teknis. Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan
profesioalisme pegawai juga kerena besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikul oleh
pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, dikebanyakan organisasi/perusahaan pegawai
yang bertugas di lapangan biasanya mendaptkan kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari
pekerjaan di dalam ruangan/kantor. Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan
tanggung jawab yang dipikulnya.
C. Faktor Ekstern
Contoh faktor ekstern pegawai dan organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi
adalah sebagai berikut :
21. a. Penawaran dan Permintaan kerja
Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply) tenaga kerja
ebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya kompensasi yang diberikan.
Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan besarnya jumlah permintaan tenaga kerja
sementara penawaran hanya sedikit, maka kompensasi yang diberikan akan besar. Besarnya
nilai kompensasi yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai
untuk memasuki organisasi tersebut. Namun dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih
besar dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit banyak menjadi
terabaikan.
b. Biaya hidup
Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya hidup
(cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling tidak
kompensasi yang diberikan harus sama dengan atau di atas biaya hidup minimal. Jika
kompensasi yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah
proses pemiskinan bangsa.
c. Kebijaksanaan Pemerintah
Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenang-
wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi, pemerintah menentukan upah
minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan
tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat
mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa.
d. Kondisi Perekonomian Nasional
Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh lebih besar dari yang
diterima negara-negara berkembang dan atau negara miskin. Besarnya rata-rata kompensasi
yang diberikan oleh organsasi-organisasi dalam suatu negara mencerminkan kondisi
perekonomian negara tersebut dan penghargaan negara terhadap sumber daya manusianya.
10.6. KEADILAN DAN KELAYAKAN DALAM PEMBERIAN KOMPENSASI
Selain hal-hal diatas, dalam pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan unsur keadilan
dan kelayakan.
1. Keadilan
Dalam pemberian kompensasi apakah itu berupa upah, gaji, bonus atau bentuk-bentuk
lainnya, penting sekali diperhatikan masalah keadilan terebut. Keadilan bukan berarti sama
rasa sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait adanya hubungan antara pengorbanan
(input) dengan output.
Semakin tinggi pengorbanan, semakin tinggi penghasilan yang diharapkan, sehingga oleh
karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanan (input) yang diperlukan suatu jabatan. Input
dalam satu jabatan ditujukan dari persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi
oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula penghasilan
22. (output) yang diharapkan. Output ini ditunjukkan dari upah yang diterima para karyawan
yang bersangkutan, dimana didalamnya tercantum rasa keadilan yang sangat diperhatikan
oleh setiap karyawan penerima kompensasi tersebut. Bila tuntutan keadilan seperti seperti ini
telah terpenuhi ini berarti perusahaan telah memiliki internal consistency dalam sistem
kompensasinya.
makin tinggi nilai suatu jabatan, makin tinggi pula upah yang diterima. Keadilan dalam
pengupahan ini disebut internal consistency (konsistensi internal).
2. Kelayakan
Di samping masalah keadilan dalam pemberian kompensasi perlu diperhatikan masalah
kelayakan. Pengertian layak ini berkaitan dengan standar hidup seperti kebutuhan pokok
minuman atau upah minimum sesuai dengan ketentuan pemerintah. Kelayakan juga dilihat
dengan cara membandingkan pengupahan di perusahaan lain. Bila kelayakan ini sudah
tercapai, maka perusahaan sudah mencapai apa yang disebut external consistency
(Konsistensi Eksternal). Apabila upaya di dalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah
dari perusahaan-perusahaan lain, maka hal ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi
perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja. Oleh karena itu untuk memenuhi kedua
konsistensi tersebut (internal dan eksternal) perlu digunakan suatu evaluasi pekerjaan.
10.7. JENIS – JENIS KOMPENSASI
Sebagaimana telah diuraikan di atas, kompensasi adalah gaji/upah ditambah dengan fasilitas
dan insentif lainnya yang diterima pegawai dari organisasi. Pengertian ini menunjukkan
bahwa selain mendapatkan upah/gaji yang ditetapkan, pegawai juga mendapatkan
kompensasi. Jenis-jenis kompensasi selain upah/gaji tetap adalah 1) pengupahan insentif; 2)
kompensasi pelengkap; 3) keamanan/kesehatan.
1) Insentif
Yang dimaksud dengan insentif adalah memberikan upah/gaji berdasarkan perbedaan prestasi
kerja sehingga bisa jadi dua orang yang memiliki jabatan sama akan menerima upah yang
berbeda, karena prestasinya berbeda, meskipun gaji pokoknya/dasarnya sama. Perbedaan
tersebut merupakan tambahan upah (bonus) karena adanya kelebihan prestasi yang
membedakan satu pegawai dengan yang lain.
a. Sifat dasar Insentif
Beberapa sifat dasar dalam sistem pengupahan insentif adalah :
1. Sistem pembayaran agar diupayakan cukup sederhana, sehingga mudah dimengerti dan
dihitung oleh karyawan yang bersangkutan sendiri.
2. Upah insentif yang diterima benar-benar dapat menaikkan motivasi kerja mereka, sehingga
output dan efisensi kerjanya juga meningkat.
3. Pelaksanaan pengupahan insentif hendaknya cukup cepat, sehingga karyawan yang
berprestasi lebih cepat pula merasakan nikmatnya berprestasi.
23. 4. Penentuan standar kerja atau standar produksi hendaknya scermat mungkin dalam arti
tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh umumnya karyawan, atau tidak terlalu
rendah, sehingga tidak terlalu mudah dicapai karyawan.
5. Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup merangsang pekerja
atau karyawan untuk bekerja giat.
Menurut penelitian para ahli, penentuan besarnya insentif berlaku pula bagi tenaga pimpinan
yang besarnya 50-60% dari gaji bulanan. Jenis upah insentif macam-macam seperti Premi
(bonus Payment), stock option (hak untuk membeli/mendapatkan saham pada harga tertentu),
Phantom stock plan (dicatat sebagai pemegang saham), dsb.
b. Kesulitan Sistem Pengupahan Insentif
Menurut Heidjrachman dalam Susilo Martoyo (1994) terdapat delapan kesulitan dalam sistem
pengupahan insentif yaitu:
1. Alat ukur dari berbagai prestasi karyawan belum tentu dapat berhasil dibuat secara tepat
sebagaimana diharapkan, yakni wajar dan dapat diterima.
2. Alat ukur dan tujuan perusahaan harus terikat erat.
3. Data tentang prestasi kerja karyawan harus cepat dan teratur terkumpul setiap saat (hari,
minggu, bulan).
4. Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar/ tingkat kesulitan yang sama untuk
setiap kelompok kerja.
5. Gaji/ upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima haruslah konsisten di antara
berbagai kelompok pekerja yang menerima insentif dan antara kelompok yang menerima
insentif dengan yang tidak menerima insentif.
6. Standar prestasi haruslah disesuaikan secara periodic dengan adanya perubahan dalam
prosedur kerja.
7. Kemungkinan tantangan dari pihak serikat karyawan harus sudah diperhitungkan secara
matang.
8. Berbagai reaksi kariyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang diterapkan juga harus
diantisipasi kemungkinannya.
Dengan demikian perusahaan harus cukup cermat & hati2 sekali dalam menentukan sitem
pengupahan insentif ini.
2) Kompensasi pelengkap (Fringe Benefit).
Kompensasi pelengkap merupakan salah satu bentuk pemberian kompensasi berupa
penyediaan paket benefit dan program- program pelayanan karyawan, dengan maksud pokok
untuk mempertahankan keberadaan karyawan sebagai anggota organisasi dalam jangka
panjang. Kalau upah dan gaji merupakan kompensasi langsung karena sung berkaitan dengan
prestasi kerja, maka kompansasi pelengkap merupakan kompensasi tidak langsung berkaitan
dengan prestasi kerja.
24. Dengan perkataan lain kompensasi pelengkap adalah upaya penciptaan kondisi dan
lingkungan kerja yang menyenangkan dan tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi
kerja. Saat ini kompensasi pelengkap berkembang pesat terutama karena :
1. Perubahan sikap karyawan
2. Tuntutan serikat pakerja;
3. Persaingan yang memaksa perusahaan untuk menyediakan benefit yang menarik dan
menjaga karyawannya,
4. Persyaratan- persyaratan yang ditetapkan pemerintah,
5. Tuntutan kenaikan biaya hidup.
Kompensasi pelengkap meliputi :
a. Tunjangan antara lain berbentuk :
1. Pensiun
2. Pesangon
3. Tunjangan Kesehatan
4. Asuransi Kecelakaan Kerja.
b. Pelayanan yang meliputi :
1. Majalah,
2. Sarana Olah Raga,
3. Perayaan Hari Raya,
4. Program Sosial Lainnya
Dengan kata lain, jenis tunjangan dan pelayanan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Jaminan rasa aman karyawan (Employee Security) ,
2. Gaji dan upah yang dibayar pada saat karyawan tidak bekerja (Pay for time not worked),
3. Bonus dan penghargaan ( Bonuses and Rewards ),
4. Program Pelayanan ( Survices Program ).
Beberapa keuntungan atau manfaat yang didapat organisasi dengan pemberian kompensasi
pelengkap kepada karyawannya diantaranya adalah :
1. Peningkatan semangat kerja dan kesetiaan,
2. Penurunan turn over karyawan dan absensi,
3. Pengurangan kelelahan,
4. Pengurangan pengaruh serikat buruh/ pekerja,
5. Hubungan masyarakat yang lebih baik,
25. 6. Pemuasan kebutuhan- kebutuhan karyawan,
7. Meminimalkan biaya kerja lembur,
8. Mengurangi kemungkina intervensi pemerintah.
3) Keamanan serta kesehatan karyawan
Pembinaan kesehatan karyawan atau anggota organisasi merupakan suatu bentuk kompensasi
nonfinansial yang sangat penting dalam organisasi. Keadaan aman dan sehat seorang
karyawan / anggota organisasi tercermin dalam sikap individual dan aktivitas organisasi
karyawan yang bersangkutan.
Makin baik kondisi keamanan dan kesehatan, makin positif sumbangan mereka bagi
organisasi/perusahaan. Pada umumnya, perusahaan memperhatikan masalah keamanan dan
kesehatan karyawan justru untuk memungkinkan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik.
Hal ini penting sekali terutama bagi bagian-bagian organisasi yang memiliki resiko
kecelakaan tinggi. Biasanya tanggung jawab pembinaan keamanan dan kesehatan karyawan
tersebut terletak pada manajer operasional perusahaan atau organisasi yang bersangkutan,
antara lain meliputi :
1. Pemeliharaan peraturan-peraturan keamanan.
2. Standar kesehatan serta pencatatan dan pelaporan kecelakaan.
3. Pengaturan program-program kesehatan dan keamanan.
4. Pengaturan suhu udara dalam ruang kerja, ventilasi dan keberhasilan lingkungan kerja..
5. Program-program latihan keamanan bagi karyawan.
6. Pengaturan-pengaturan pencegahan kecelakaan kerja dan sebagainya.
Kesehatan karyawan yang dimaksud di sini adalah kesehatan jasmani dan rohani sedangkan
keamanan adalah keadaan karyawan yang terbebas dari rasa takut dan bebas dari segala
kemungkinan kecelakaan kerja.
Upaya memelihara keamanan dapat dilakukan dengan :
1. Menggunakan mesin yang dilengkapi mdg alat pengaman.
2. Menggunakan peralatan yang lebih baik.
3. Mengatur lay out pabrik dan penerangan yang sebaik mungkin.
4. Lantai-lantai, tangga-tangga dan lereng-lereng dijaga harus bebas dari air, minyak dan oli.
5. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik.
6. Menggunakan petunjuk-petunjuk dan peralatan-peralatan keamanan beserta larangan-
larangan yang dianggap perlu.
7. Mendidik para karyawan dalam hal keamanan.
26. 8. Membentuk komite manajemen serikat pekerja untuk memecahkan masalah-masalah
keamanan dan sebagainya.
11.LANGKAH LANGKAH MERUMUSKAN KEBIJAKAN DAN MEMBUAT
SISTEM KOMPENSASI
11.1 ANALISIS JABATAN (JOB ANALYSIS)
Adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh data/informasi yang tepat mengenai
hakekat dari suatu jabatan dan kondisi-kondisinya.
Analisis Jabatan akan sangat berguna bagi:
Rekrutmen dan seleksi pegawai.
Pedoman pegawai.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan.
Penentuan mutasi dan promosi pegawai.
Penyusunan program pendidikan dan pelatihan.
Penilaian jabatan dan penentuan gaji.
Konsultasi atasan terhadap bawahan.
Menghindari tumpang tindih (overlap) antar jabatan.
Memperbaiki hubungan antar pemegang jabatan.
Prosedur pelaksanaan Analisis Jabatan:
Identifikasi jabatan-jabatan yang akan dianalisis.
Menyusun Uraian Jabatan.
Menyusun Spesifikasi/Persyaratan Jabatan.
11.2. URAIAN JABATAN (JOB DESCRIPTION)
Adalah gambaran mengenai jabatan yang memuat unsur-unsur tugas, tanggung jawab,
wewenang serta hubungan antar jabatan baik horizontal maupun vertikal. Uraian Jabatan ini
berguna sebagai:
Pedoman kerja bagi pemegang jabatan.
Dasar untuk penilaian hasil kerja karyawan.
Uraian Jabatan yang baik haruslah memenuhi format sbb:
Identifikasi Jabatan.
Posisi jabatan dalam Organisasi.
Fungsi Jabatan.
Tugas-tugas.
27. Tanggung jawab.
Hubungan antar jabatan.
Kondisi-kondisi lingkungan.
Suatu uraian jabatan haruslah bersifat: menyeluruh, terbagi habis, tidak tumpang tindih
(overlap) dan rinci.
11.3. PERSYARATAN JABATAN (JOB SPESIFICATION)
Adalah kemampuan yang dipersyaratkan kepada seseorang pegawai agar dapat melakukan
tujuan-tujuan dalan jabatannya.
Kegunaan dari persyaratan jabatan ini adalah:
Sebagai pedoman untuk rekrutmen dan seleksi.
Sebagai penilaian jabatan dan penentuan gaji.
Penyusunan program pelatihan.
11.4. EVALUASI JABATAN (JOB EVALUATION)
Adalah merupakan proses penentuan kepentingan/bobot relatif suatu jabatan dibanding
jabatan lainnya.
Variabel-variabel yang dipertimbangkan dalam Evaluasi Jabatan:
Keahlian (Skill): pendidikan,pelatihan dan pengalaman.
Usaha (Effort): usaha fisik, usaha mental, penerimaan pengarahan, inisiatif.
Tanggung Jawab (Responsibilities): administratif, keuangan, mesin/alat/bahan, kerjasama,
pengawasan.
Lingkungan Pekerjaan (Working Conditions): Lingkungan kerja, kemungkinan kecelakaan.
Prosedur Pelaksanaan :
Penetapan jabatan-jabatan yang akan dinilai.
Penentuan faktor-faktor jabatan.
Perumusan faktor jabatan.
Penentuan Derajat Faktor Jabatan.
Penetapan Bobot Faktor Jabatan.
Penetapan Bobot Derajat Jabatan.
Penetapan Nilai Jabatan.
Beberapa macam teknik evaluasi jabatan.
Metode ranking.
Metode Classification/rating.
28. Metode Point System.
Metode Factor Comparison.
Metode Profiling.
Metode Survei Pasar (Market Rate System)
Sebainya dipakai 2 metode/teknik untuk saling check hasil evaluasi jabatan. Misalnya: point
system dengan market rate system.
Kegunaan Evaluasi Jabatan.
Untuk menentukan urutan bobot/nilai jabatan-jabatan dalam perusahaan, sehingga dapat
disusun struktur penggajian yang adil (berdasarkan nilai jabatan).
Menjamin bahwa penilaian jabatan dilakukan secara obyektif.
Sebagai dasar penentuan nilai jabatan yang mudah dimengerti dan dapat diterima oleh para
karyawan.
11.5. STRUKTUR GAJI
Adalah suatu struktur yang menggambarkan golongan-golongan gaji serta rentang (range)
minimum dan maksimum gaji setiap golongannya. Dalam hal golongan gaji tidak terdapat
patokan tetap mengenai berapa jumlah golongan yang ideal, dan pada umumnya semakin
banyak kemungkinan diperolehnya kesempatan promosi semakin banyak pula golongannya.
Penentuan Nilai Rupiah Gaji:
Setiap golongan gaji mempunyai nilai minimum dan maksimum.
Rentang minimum dan maksimum setiap golongan gaji ditentukan berdasar titik tengah
(midpoint) tiap golongan.
Karena titik tengah golongan gaji semakin besar, maka nilai rentang gaji dalam rupiah
semakin besar pula.
E. Menyusun Struktur Penggajian.
Proses menyusun struktur penggajian mencakup faktor-faktor pokok sbb:
Menentukan jumlah golongan yang sesuai,
Menentukan garis tendensi (trend linier),
Menentukan nilai rupiah dari setiap golongan; proses ini mencakup:
3.1. menentukan nilai minimum dan maksimum
3.2. menentukan tingkat overlapping antara golongan yang satu dengan golongan yang lain.
29. 12.SURVEY BENCHMARKING KOMPENSASI
Kegunaan:
Untuk memperoleh informasi yg akurat ttg tingkat gaji & upah yg berlaku dipasaran & ttg
kebiasaan yg berlaku umum ttg imbalan digunakan sebagai perbandingan bagi perusahaan yg
melakukan survey
Apa itu benchmarking? apa kegunaannya? dan manfaatnya? Benchmarkingadalah suatu
proses yang biasa digunakan dalam manajemen atau umumnya manajemen strategis, dimana
suatu unit/bagian/organisasi mengukur dan membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas
atau kegiatan serupa unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal maupun
eksternal.Dari hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh gambaran dalam
(insight) mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat mengadopsi best practice untuk
meraih sasaran yang diinginkan.
Kegiatan benchmarking tidaklah harus peristiwa yang dilakukan satu kali waktu, namun bisa
juga merupakan kegiatan berkesinambungan sehingga organisasi dapat memperoleh manfaat
dalam meraih praktek aktifitas organisasi yang terbaik untuk mereka.
Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling terkenal dan
banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp,
dalam bukunya The search for industry best practices that lead to superior performance.
Productivity Press .1989.
Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bisa
diringkas menjadi 6 bagian utama yakni :
1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses, fungsi, output
dsb.
2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa. Sebagai
contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan sukarela di perusahaan,
carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki informasi turnover karyawan sukarela.
3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa. Anda bisa
melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah finansial yang mana industri
yang menjadi top leader di bidang sejenis.
4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang dilakukan.Anda bisa
menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk mendapatkan data dan informasi yang
relevan sesuai problem yang diidentifikasi di langkah awal.
5. Kunjungi ’ best practice’ perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek usaha.
Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu konsorsium dan membagi
hasilnya didalam konsorsium tersebut.
6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya. Setelah
mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara
pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi untuk
implementasinya.
13.KOMPENSASI FINANSIAL LANGSUNG
Pengertian kompensasi langsung adalah kompensasi yang dirasakan secara langsung oleh
penerimanya, misalnya gaji, insentif, dan juga upah.
Gaji adalah balas jasa yang diterima oleh karyawan sebagai suatu konsekuensi dari
kedudukannya sebagai seorang karyawan yang dapat memberikan suatu sumbangan
tenaga dan juga pikiran dalam mencapai suatu tujuan perusahaan.
30. Upah adalah kompensasi yang diterima oleh karyawan yang didasarkan pada jam kerja,
jumlah barang yang dihasilkan ataupun dari banyaknya pelayanan yang dihasilkan.
Insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena dapat
menjadi suatu keberhasilan prestasinya di atas standar tertentu.
Jenis-Jenis Kompensasi Menurut Gugup Kismono (2011: 178)
Menurut Gugup Kismono bahwa kompensasi terdiri atas macam-macam kategori yakni
sebagai berikut..
Kompensasi Finansial. Kompensasi finansial terbagi dua macam yaitu, kompensasi
langsung yang berupa pembayaran upah (pembayaran atas tujuan jam kerjanya), gaji
(pembayaran secara tetap), dan insentif atau bonus. Sementara kompensasi tidak
langsung adalah berupa pemberian pelayanan dan fasilitas kepada karyawan misalnya
program beasiswa pendidikan, libur, perumahan dll.
Kompensasi Non Finansial. Kompensasi yang terdiri atas dua macam yakni kepuasan
dari pekerjaan itu sendiri dan kepuasaan yang diperoleh dari lingkungan
kerja. Kepuasan dari lingkungan pekerjaan itu sendiri adalah kepuasaan yang diberikan
berupa tugas-tugas menarik, tanggung jawab, tantangan, rasa pencapaian, dan juga
pengakuan. Sedangkan kepuasaan yang diperoleh dari lingkungan kerja karyawan
berupa kebijakan yang sehat, supervisi yang kompeten, kerabat kerja yang
menyenangkan, dan juga lingkungan kerja yang nyaman.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi
Sistem pemberian kompensasi oleh organisasi kepada karyawan dapat dipengaruhi dengan
berbagai faktor sebagai suatu tantangan setiap organisasi dalam menentukan kebijakan
kompensasi bagi karyawannya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi adalah
sebagai berikut..
Produktivitas. Organisasi berkeinginan untuk memperoleh keuntungan baik berupa
material atau non-material.
Kemampuan untuk Membayar. Pemberian kompensasi tergantung dari mampu
untuk membayar. Organisasi tidak memberikan kompensasi tidak melebihi
kemampuannya.
Kesediaan untuk Membayar. Kesediaan ini berpengaruh atas kebijaksanaan
pemberian kompensasi karyawannya.
Suplai dan Permintaan Tenaga Kerja. Banyak tidaknya tenaga kerja di pasaran
kerja, dapat mempengaruhi pemberian kompensasi.
Organisasi Karyawan. Adanya organisasi karyawan tersebu akan berpengaruh
terhadap kebijakan pemberian kompensasi.
Peraturan dan Perundang-Undangan. Hal demikian akan membantu bidang
perburuan (karyawan). Peraturan tersebut jelas mempengaruhi sistem pemberian
kompensasi bagi setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta.
Kriteria Pemberian Kompensasi
Kebijakan ini dapat memberikan kompensasi bagi perusahaan untuk berubah-ubah. Agar
perubahan tersebut tidak menimbulkan kegoncangan bagi perusahaan, maka menurut
Notoatmodjo (2003:159), kriteria yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut..
31. 1. Biaya Hidup. Kriteria ini berorientasi kepada kebutuhan karyawan yang dipentingkan
agar memiliki produktivitas yang optimal.
2. Produktivitas. Meningkatkan produktivitas karyawan akan meningkatkan penghasilan
organisasi.
3. Skala Upah atau Gaji Umum yang Berlaku. Kriteria yang terbilang sulit jika dilihat
dari besar kecilnya organisasi tersebut. Namun, organisasi tersebut dapat berkaca
kepada organisasi yang setingkat secara umum untuk memberikan kriteria pemberian
kompensasi bagi karyawannya.
4. Kemampuan Membayar. Setiap organisasi memperhitungkan biaya yang dikeluarkan
untuk membayar upah karyawannya, dikaitkan dengan keseluruhan organisasi.
5. Upah atau Gaji untuk Menarik, Mempertahankan dan Memotivasi
Karyawan. Organisasi yang baik selalu menarik calon karyawan bekerja di dalamnya,
serta mempertahankan karyawannya untuk betah bekerja didalamnya.
Demikianlah informasi mengenai Kompensasi. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua agar mampu mendalami pemberian kompensasi untuk kesuksesan sebuah
perusahaan, organisasi atau usaha anda dalam terciptanya sebuah keseimbangan yang baik
antara perusahaan atau organisasi dengan karyawan atau anggota. Sekian dan terima
kasih. Salam Berbagi Teman-Teman.
14.TUNJANGAN NON FIANSIAL
1. Tujangan (Kompensasi Finansial Tidak Langsung)
Kompensasi
32. Finansial :
Tidak Langsung (Tunjangan)
Tunjangan Wajib : Jaminan Sosial
Kompensasi Pengangguran
Kompensasi bagi Karyawan
Cuti Keluarga dan Pengobatan
Tunjangan Tidak Wajib : Bayaran saat Tidak Bekerja
Perawatan Kesehatan
Asuransi Jiwa
Rancangan Pensiun
Rancangan Opsi Saham Karyawan
Tunjangan Pengangguran Tambahan
Layanan Karyawan
Bayaran Premium
2. Tunjangan Wajib (Diharuskan oleh Hukum)
- Jaminan Sosial
- Kompensasi Pengangguran
- Kompensasi Karyawan
- Family and Medical Leave Act tahun 1993 (FMLA)
3. Tunjangan Tidak Wajib (Sukarela)
- Bayaran Saat Tidak Bekerja
- Cuti Dibayar
- Cuti Sakit Jeda Dibayar
- Cuti Panjang
- Jenis-jenis Lain Bayaran Saat Tidak Bekerja
- Perawatan Kesehatan
- Organisasi Pengelola Perawatan Kesehatan
- Perawatan Kesehatan di Tempat Kerja
- Tunjangan Kesehatan Utama
- Perawatan Gigi dan Mata
- Asuransi Perawatan Jangka Panjang
- Asuransi Jiwa
- Rancangan Pensiun
- Rancangan Tunjangan Pasti
- Rancangan Pendanaan Pasti
- Rancangan Saldo Kas
- Perlindungan Ketidakmampuan
- Older Workers Benefit Protection Act
- Pension Protection Act (PPA)
- Mengomunikasikan Informasi mengenai Paket Tunjangan
4. Kompensasi Nonfinansial
33. 5. Pekerjaan Itu Sendiri sebagai Faktor Kompensasi Nonfinansial
- Teori Karakteristk Pekerjaan
- Variasi Keterampilan
- Identitas Tugas
- Signifikansi Tugas
- Otonomi
- Umpan Balik
6. Lingkungan Kerja sebagai Faktor Kompensasi Nonfinansial
- Kebijakan yang Logis
- Manajer yang Berkemampuan
- Karyawan yang Kompeten
- Rekan Kerja yang Bersahabat
- Simbol Status yang Pantas
- Kondisi Kerja
7. Fleksibilitas Tempat Kerja (Keseimbangan Kerja-Kehidupan)
- Flextime
- Minggu Kerja yang Dipadatkan
- Pembagian Kerja
- Contoh-contoh Pembagian Kerja Eksekutif
- Telecommuting
- Kerja Paruh Waktu
- Lebih Banyak Kerja, Lebih Sedikit Jam
- Program Keseimbangan Kerja-Kehidupan yang Ideal
8. Isu-isu Kompensasi Lainnya.
- Pesangon
- Nilai Sebanding
- Kerahasiaan Bayaran
- Pemadatan Bayaran
15.STUDY KASUS
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang
menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu
keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang
sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan
pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang
mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat
digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis[1].
Pendapat lain menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu strategi riset,
penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata. Strategi ini
dapat menyertakan bukti kuatitatif yang bersandar pada berbagai sumber dan perkembangan
sebelumnya dari proposisi teoretis. Studi kasus dapat menggunakan bukti baik yang
34. bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dengan subjek tunggal memberikan kerangka
kerja statistik untuk membuat inferensi dari data studi kasus kuantitatif.[2][3]
Seperti halnya pada tujuan penelitian lain pada umumnya, pada dasarnya peneliti yang
menggunakan metode penelitian studi kasus bertujuan untuk memahami objek yang
ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda dengan penelitian yang lain, penelitian studi kasus
bertujuan secara khusus menjelaskan dan memahami objek yang ditelitinya secara khusus
sebagai suatu ‘kasus’. Berkaitan dengan hal tersebut, Yin (2003a, 2009) menyatakan bahwa
tujuan penggunaan penelitian studi kasus adalah tidak sekadar untuk menjelaskan seperti apa
objek yang diteliti, tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus
tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekadar menjawab
pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) objek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan
komprehensif lagi adalah tentang ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) objek tersebut
terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai suatu kasus. Sementara itu, strategi
atau metode penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana
(where), berapa (how many) dan seberapa besar (how much).
35. KESIMPULAN
SURVEY BENCHMARKING KOMPENSASI
Kegunaan:
Untuk memperoleh informasi yg akurat ttg tingkat gaji & upah yg berlaku dipasaran & ttg
kebiasaan yg berlaku umum ttg imbalan digunakan sebagai perbandingan bagi perusahaan yg
melakukan survey