1. Mini CEX Bedah
Pembimbing : dr. M. Arifin, Sp.B-KBD
Oleh : Yensen Yestianto
NIM: 406201040
Kepaniteraan Ilmu Bedah RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 14 Juni 2021 – 07 Agustus 2021
2. Nama : Tn. Y
Tanggal Lahir : 01-07-1938
Usia : 83 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Alamat : BRATI 06/1 KAYEN, Kayen, Pati, Jawa Tengah
IDENTITAS PASIEN
3. ANAMNESIS
Dilakukan anamnesa pada 30 Juni 2021 pukul 10:00 WIB secara
autoanamnesa di ruang rawat Edelways RSUD RAA Soewondo Pati
Keluhan
Utama
• Tidak dapat
BAK
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh susah buang air kecil. Pasien
harus mengedan dan menunggu lama untuk
memulai kencing. Ketika buang air kecil keluar
sedikit-sedikit dan pancaran kencing lemah
dan terputus-putus. Di akhir kencing air
menetes, dan pasien tidak merasa puas
karena pasien merasa masih ada air di dalam
kandung kemihnya.
April
Frekuensi BAB normal 1 kali
sehari. Frekuensi BAK 10-12 kali
perhari. Disertai nyeri dan
didahului oleh mengejan, dan
buang air kencing tidak lampias
Mei
Pasien mengatakan lebih
sering terbangun pada
malam hari untuk kencing
± 10 kali
Pasien merasa terganggu Ketika
malam dikarenakan harus bangun
untuk kencing ± 10 kali dan
kencing tidak lampias
Riwayat penurunan BB (-)
Jun
Pasien merasa nyeri pada
perut tengah bawah saat
memulai BAK dan saat
sedang BAK.
Nyeri terasa seperti tertusuk-
tusuk dan menjalar sampai
paha bagian atas.
9. Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang, Cemas
Kesadaran : Composmentis GCS = E4V5M6= 15
Tanda vital
TD : 180/100 mmHg
HR : 102 x / menit, isi cukup, reguler
RR : 20 x / menit , reguler
Suhu : 36,7 °C
SpO2: 100 %
Status Generalis
10. Kepala • Normosefali, benjolan (-), luka(-)
Mata
• Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-),pupil isokor ø
3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
Hidung
• Bentuk hidung normal, tidak ada nafas cuping hidung, deviasi septum (-), rinorhea
-/-,
Telinga • Normotia, otorhea -/-
Mulut • Lidah tidak tampak kotor, uvula ditengah, mukosa faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1
Leher • trakea ditengah, Pembesaran KGB (-)
PEMERIKSAAN FISIK - SISTEM
11. Jantung
• Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : Pulsasi iktus kordis teraba di ICS V
midclavicula line sinistra
• Perkusi :
• Batas jantung atas di ICS II parasternal line
sinistra
• Batas jantung kanan di ICS IV parasternal
line dextra
• Batas jantung kiri ICS V midclavicula line
sinistra
• Auskultasi : BJI-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
• Inspeksi : bentuk normal, simetris dalam
keadaan statis maupun dinamis, retraksi (-)
• Palpasi : tidak teraba massa, krepitasi (-),
stem fremitus kanan kiri sama kuat
• Perkusi : sonor di kedua lapang paru
• Auskultasi : vesikuler +/+, Rhonki -/-,
wheezing -/-
16. Laboratorium Darah
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 8.000 uL 3.8 – 10.6 x 103 / uL
Eritrosit 4.87 x 106 / uL 4.7 – 6.1 x 106 / uL
Hemoglobin 14.4 g/dL 13.2 – 17.3 g/dL
Hematokrit 42.5 % 40-52%
MCH 29.6 pg 26-34 pg
MCHC 33.9 % 32-36 %
MCV 87.3 fL 80 – 100 fL
Trombosit 303 x 103 / Ul 150 – 400 x103 / uL
RDW- CV 15.6 % (↑) 11.5 – 14.5 %
RDW- SD 49.3 fL (↑) 35- 47 fL
Hitung Jenis Hasil Nilai rujukan
Neutrofil 69.50 % 50 – 70%
Eosinofil 1.90 % (↓) 2 – 4 %
Limfosit 19.80 % (↓) 25 – 40%
Monosit 8.40 %(↑) 2 – 8%
Basofil 0.40 % 0 – 1 %
07-06-2021
17. Laboratorium Darah
Kimia Klinik Hasil Nilai Rujukan
GDS / PP 115 mg/dL 70 – 160 mg/dL
SGOT 25.4 U/L < 35 U/L
SGPT/ ALAT 16.8 U/L < 45 U/L
Creatinine 0.97 mg/dL 0.6 – 1.2 mg/dL
Ureum 23.1 mg/dL 10 – 50 mg/dL
Kalsium Darah 9.60 mg/dL 8.1 – 10.4 mg/dL
Natrium darah 138.0 mmol/L 135 – 155 mmol/L
Kalium darah 3.34 mmol/L (↓) 3.6 – 5.5 mmol/L
Chlorida darah 103.5 mmol/L 95 – 108 mmol/L
Hasil Nilai
Rujukan
APTT 34.2 20-40
PT 12.9 12-16,5
Hasil Nilai
Rujukan
HBsAg Non reaktif Non reaktif
Anti HIV Non reaktif Non reaktif
18. X Foto Thorax
06-01-2021
Cor
• Tak tampak membesar, bentuk dan letak
normal
Pulmo
• Corakan bronkovaskular normal, tak
tampak bercak kesuraman pada kedua
paru
• Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan
dan kiri normal
Kesan • Cor dan Pulmo dalam batas normal
19. USG
• Ginjal Kanan: Ukuran dan bentuk (N), differensiasi corticomedullar
normal, PCS tak melebar, ureter proksimal tak melebar, batu (-),
kista (3.11 cm)
• Ginjal Kiri: Ukuran dan bentuk normal, differensiasi
corticomedullar normal, PCS tak melebar, ureter proksimal tak
melebar, batu (-), kista (3.06 cm)
• Vesika Urinaria: Dinding tidak menebal, ireguler, batu (-)
• Prostat: Ukuran membesar (Vol 30.28 cc), nodul (-), kalsifikasi (-),
Cairan bebas intraabdomen / supradiafragma kanan kiri (-)
20. RESUME
•Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien laki-laki berusia 82
tahun dengan keluhan susah BAK sejak 2 bulan lalu. Awalnya
lancar, lama-lama buang air kecil menjadi semakin sulit. Sejak
2 bulan yang lalu, setiap buang air kecil pasien harus
mengedan dan menunggu lama untuk memulai kencing.
Ketika buang air kecil keluar sedikit-sedikit dan pancaran
kencing lemah dan terputus-putus. Di akhir BAK, kencing
masih menetes, dan pasien tidak merasa puas karena pasien
merasa masih ada air di dalam kandung kemihnya. Sejak 1
bulan yang lalu, pasien merasa lebih sering kencing pada
malam hari karena pasien bisa terbangun ± 10 kali untuk BAK.
Sejak 2 minggu SMRS pasien merasa nyeri pada perut tengah
bawah saat memulai BAK dan saat sedang BAK. Nyeri terasa
seperti tertusuk-tusuk dan menjalar sampai paha bagian atas.
21. RESUME
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis (e4v5m6), tekanan darah 180/100
mmhg, HR 102x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,7°c, saturasi
oksigen 100%.
• Riwayat kencing berwarna merah (-), kencing batu dan
berpasir (-), nyeri pinggang (-), riwayat jatuh dan kecelakaan
pada bagian perut dan kemaluan (-). Demam (-), Penurunan
berat badan secara cepat dan drastic (-).
• Pemeriksaan RT didapatkan: Massa dengan konsistensi
kenyal, batas tegas, permukaan licin, teraba simetris,
puncak (polus cranial) tidak teraba, nyeri tekan (-), nodul (-),
arah jam 11 - 1
23. Diagnosis Kerja
• BPH
Diagnosis Banding
• Sistitis
• Ca Prostat
• Neurogenic
Bladder
• Batu Saluran Kemih
(urolithiasis)
• Batu buli
• Batu Uretra
24. Tatalaksana :
• Bed Rest
• Diet rendah natrium
• Infus RL 20 TPM
• Captopril 3x12.5 mg
• Inj. Ezola 21x1 mg
• Inj. Ketorolac 2 x 1
• Edukasi mengenai Tindakan operasi
Rencana • TURP (Transurethral Resection of the Prostat)
25. Edukasi
• Menjelaskan tentang penyakit BPH kepada pasien
dan keluarga
• Menjelaskan rencana terapi farmakologi dan
nonfarmakologi yang akan dilakukan pada pasien
dan keluarganya
• Menjelaskan tentang tindakan pembedahan yang
akan dilakukan
Prognosis
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad functionam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
27. ANATOMI PROSTAT
• Organ genitalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli dan
membungkus uretra posterior.
• Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik (organ kelenjar fibromuskuler)
• Ukuran: 4x3x2,5 cm
• Berat : +/- 20 g
28. 5 zona pada kelenjar prostat
Zona Anterior atau Ventral
Kelenjar (X), terdiri atas stroma fibromuskular.
Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
Zona Perifer
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan
tempat asal karsinoma terbanyak.
Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius.
Zona Transisional
Merupakan bagian terkecil dari prostat, dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular
anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia
(BPH).
Zona Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan
susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang
segmen uretra proksimal.
29. Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat: Cairan seperti susu yang bersama dengan
sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari
cairan semen.
Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot
polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan
vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
30. Benign Prostatic Hyperplasia
Pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat, meliputi
jaringan kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan urethra pars prostatika.
31. Epidemiologi
• Menurut WHO (2016) di dunia penderita BPH (Benigna Prostatic
Hyperplasia) sebanyak 30 juta.
• Pada tahun 2017 di Indonesia terdapat 6,2 juta kasus, dengan rata-
rata kasus gangguan prostat di Jawa Tengah adalah 206,48
• Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 18 Maret 2018 di RSUD
dr. H Soewondo Kendal didapatkan data pasien bedah dengan
kategori Prostatektomy mengalami peningkatan setiap tahunnya.
• 103 pasien post-OP BPH (2015) 132 pasien post-OP BPH (2016) 156
pasien post-OP BPH (2017)
• Pada tahun 2018 dari bulan Januari - Maret 2018 terdapat 47 pasien yang
menjalani post operasi BPH.
35. Keluhan yang dirasakan dan berapa lama
keluhan itu telah mengganggu;
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada
saluran urogenitalia
Riwayat kesehatan secara umum dan
keadaan fungsi seksual
Riwayat konsumsi obat yang dapat
menimbulkan keluhan berkemih
Anamnesis
BPH
DIAGNOSIS
37. Skor Keluhan
Beberapa metode kuisioner yang tersedia saat ini bagi para klinisi untuk
mengukur tingkat gejala saluran kemih bagian bawah:
Boyarsky
Madsen–Iversen
Maine Medical Assessment Program (MMAP)
Danishsymptom score (DAN-PSS-1)
AUA symptom score
IPSS (International Prostate Symptom Score)
VPSS (Visual Prostatic Symptom Score)
Bolognese instrument
38. Skor Keluhan
Derajat gejala saluran kemih bagian
bawah:
Nilai 0-8 derajat ringan
Nilai 9-19 derajat sedang
Nilai 20 ke atas derajat berat
IPSS
(International
Prostate
Symptom
Score)
39. Catatan harian berkemih (voiding diaries)
• Pencatatan harian berkemih sangat berguna pada pasien yang
mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat
kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta
kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan
• Dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik,
instabilitas detrusor akibat obstruksi infravesika, atau karena poliuria
akibat asupan air yang berlebih.
• Sebaiknya pencatatan dikerjakan 3 hari berturut-turut untuk
mendapatkan hasil yang baik
40. Visual Prostatic Symptom Score (VPSS)
• VPSS memiliki keunggulan dibandingkan IPSS, antara lain, lebih
mudah digunakan oleh lansia yang mengalami gangguan penglihatan,
yang sulit membaca tulisan pada IPSS.
• VPSS juga lebih baik dibandingkan IPSS pada populasi dengan
diversitas bahasa yang luas, serta keterbatasan pendidikan.
41. Visual Prostatic Symptom Score (VPSS)
Gambar pada VPSS mewakili
Frekuensi
Nokturia
Pancaran lemah
Kualitas hidup
42. Pemeriksaan Fisik
• Ginjal
• Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk mengevaluasi adanya obstruksi
atau tanda infeksi.
• Kandung kemih
• Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan palpasi dan perkusi untuk
menilai isi kandung kemih, ada tidaknya tanda infeksi.
• Genitalia Eksterna
• Penilaian adanya meatal stenosis, fimosis, tumor penis serta urethral
discharge.
Pedoman Penatalaksanaan Pembesaran Prostat di Indonesia 2017
43. Pemeriksaan Fisik
Colok Dubur
• Pada pemeriksaan colok dubur juga perlu
menilai tonus sfingter ani dan refleks
bulbokavernosus yang dapat menunjukkan
adanya kelainan pada lengkung refleks di
daerah sakral.
• Prostat: Ukuran, konsistensi prostat,
permukaan, nyeri tekan, pole atas, bawah,
sulcus mediana dan adanya nodul (tanda dari
keganasan prostat).
Pedoman Penatalaksanaan Pembesaran Prostat di Indonesia 2017
44. Pemeriksaan Penunjang
• Darah Lengkap
• Urinalisis
• Menentukan adanya leukosituria dan hematuria.
• Hematuria Cari penyebabnya
• Curiga adanya ISK Kultur urine
• Pemeriksaan fungsi ginjal
• Obstruksi infravesika akibat BPH dapat menyebabkan gangguan pada saluran
kemih bagian atas. Gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan
rata-rata 13,6%.
• Pemeriksaan faal ginjal berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan
pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.
Pedoman Penatalaksanaan Pembesaran Prostat di Indonesia 2017
45. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan PSA (normal < 4 ng/ml)
• Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada peradangan,
setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine
akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua.
• Serum PSA (memperkirakan perjalanan penyakit dari BPH), kadar PSA tinggi
berarti:
a) Pertumbuhan volume prostat lebih cepat
b) Keluhan akibat BPH/ laju pancaran urine lebih jelek
c) Lebih mudah terjadi retensi urine akut
• Serum PSA dapat meningkat pada saat terjadi retensi urine akut dan kadarnya
perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 jam dilakukan kateterisasi.
Pedoman Penatalaksanaan Pembesaran Prostat di Indonesia 2017
Kadar PSA normal berdasarkan usia:
1. 40-49 tahun : 0-2,5 ng/mL
2. 50-59 tahun : 0-3,5 ng/mL
3. 60-69 tahun : 0-4,5 ng/mL
4. 70-79 tahun : 0-6,5 ng/mL
46. Pemeriksaan Radiologi
• Ultrasonografi (USG)
• Menilai konsistensi
• Volume prostat (0.52 x d1xd2xd3 mL)
• Patologis lain dalam buli
• IVP
• pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi
defek isian kontras (filling defect/indentasi prostat)
pada dasar kandung kemih
• mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun
ureter
• Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
47.
48. Pemeriksaan Penunjang Lain
• Pemeriksaan Uroflowmetri
• Menilai volume berkemih, laju pancaran maksimum (Qmax), laju pancaran
rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju pancaran
maksimum, dan lama pancaran.
• Pemeriksaan ini dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika, baik
sebelum maupun setelah terapi.
• Pemeriksaan uroflowmetry bermakna jika volume urine >150 mL
Derajat Obstruksi berdasarkan Qmax:
1. >15 mL/s : Non-Obstruktif
2. 10 – 15 mL/s : Borderline
3. <10 mL/s : Obstruktif
49. Pemeriksaan Penunjang Lain
• Residu urine atau Post voiding residual urine
• Sisa urine di kandung kemih setelah berkemih (normal ±12 mL)
• Pemeriksaan residu urine dapat dilakukan dengan cara USG, bladder scan
atau dengan kateter uretra.
• obstruksi saluran kemih bagian bawah atau kelemahan kontraksi otot
detrusor Peningkatan volume residu urine
51. Tatalaksana
• Konservatif (IPSS < 7)
• Watchful Waiting
• Life Style advice education
• Medikamentosa (IPSS >7)
• a1-blocker mengurangi keluhan storage symptom dan voiding symptom
dan mampu memperbaiki skor gejala berkemih
• 5a-reductase inhibitor menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga
mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan uretra
• Antagonis Reseptor Muskarinik memperbaiki gejala storage LUTS
• PDE5 Inhibitor mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat, dan uretra
• Fitoterapi
Pedoman Penatalaksanaan Pembesaran Prostat di Indonesia 2017
52. Tatalaksana (lanjutan)
• Pembedahan
• Indikasi tindakan pembedahan pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,
seperti:
• retensi urine akut
• gagal Trial Without Catheter (TWOC)
• infeksi saluran kemih berulang
• hematuria makroskopik berulang
• batu kandung kemih
• penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat BPH
• perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas.
• Indikasi relatif lain:
• keluhan sedang hingga berat
• tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah
• pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa
53. Tatalaksana (lanjutan)
• Pembedahan (Lanjutan)
• Invasif minimal
1. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
TURP merupakan tindakan baku emas pembedahan pada pasien BPH dengan volume prostat 30-80
ml.
Secara umum, TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90% dan meningkatkan laju pancaran
urine hingga 100%.
2. Laser Prostatektomi
Penggunaan laser pada terapi pembesaran prostat jinak dianjurkan khususnya pada pasien yang
terapi antikoagulannya tidak dapat dihentikan
Terdapat 5 jenis energi yang dipakai untuk terapi invasif BPH, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG,
KTP:YAG, Green Light Laser, Thulium:YAG (Tm:YAG), dan diode
3. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
1. insisi leher kandung kemih (bladder neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang
ukurannya kecil (kurang dari 30 ml) dantidak terdapat pembesaran lobus medius prostat
• Operasi Terbuka
• Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal (Hryntschack atau Freyer) dan
retropubik (Millin).
• Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat yang volumenya lebih dari 80 ml.
59. 1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
revisi, Jakarta : EGC, 1997.
2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi
Prostat, Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta :
IDI, 1998.
3. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah cetakan pertama, Jakarta :Binarupa Aksara, 1995.
4. Tjahjodjati, Doddy M. Soebadi, dkk. Panduan Penatalaksanaan Klinis
Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH) Edisi-
3, Jakarta : Ikatan Ahli Urologi Indonesia
Editor's Notes
Buang air kecil awalnya lancar, lama-lama buang air kecil menjadi semakin sulit. Sejak 2 bulan yang lalu, setiap buang air kecil pasien harus mengedan dan menunggu lama untuk memulai kencing. Ketika buang air kecil keluar sedikit-sedikit dan pancaran kencing lemah dan terputus-putus. Di akhir kencing air menetes, dan pasien tidak merasa puas karena pasien merasa masih ada air di dalam kandung kemihnya.
Sejak 1 bulan SMRS, Os merasa lebih sering kencing pada malam hari karena os bisa terbangun kurang lebih 10 kali untuk BAK.
Sejak 1 bulan terakhir SMRS os merasa nyeri pada perut tengah bawah saat memulai BAK dan saat sedang BAK. Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk dan menjalar sampai paha bagian atas.
Tidak teraba membesar pada submandibula, submental, cervical, aksila, supraklavikula, infra klavikula
KGB Tidak teraba membesar pada submandibula, submental, cervical, aksila, supraklavikula, infra klavikula
Trachea tampak ditengah
Cor : tak membesar, bentuk dan letak normal
Pulmo :
Corakan vaskuler normal
Tak tampak bercak pada kedua paru
Difragma kanan kiri normal
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
KESAN :
Cor tak membesar
Pulmo tak tampak kelainan
Ad Vitam : Pengaruh thdp khdpn,
Ad Functionam : Pengaruh thdp fx manusia
Ad Sanationam : Sanationam sembuh/tdk
Dubia : Ragu2
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, kencing berdarah (hematuria), kencing batu, atau pembedahan pada saluran kemih);
Pengukuran dengan kateter ini lebih akurat dibandingkan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera uretra, infeksi saluran kemih, hingga bakteremia.