1. ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS TERHADAP NY. S UMUR 32
TAHUN P2A0 3 HARI POSTPARTUM DENGAN PUTTING
SUSU LECET DI BPS HALIMAH KEMILING
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015
STUDI KASUS
Disusun Oleh :
N a m a : Eka Nila Wati
NIM : 2012 07077
AKADEMI KEBIDANAN ADILA
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015
2. ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS TERHADAP NY. S UMUR 32
TAHUN P2A0 3 HARI POSTPARTUM DENGAN PUTTING
SUSU LECET DI BPS HALIMAH KEMILING
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015
STUDI KASUS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Ahli Madya Kebidanan
Disusun Oleh :
N a m a : Eka Nila Wati
NIM : 2012 07077
AKADEMI KEBIDANAN ADILA
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015
3. LEMBAR PENGESAHAN
Diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Ujian Akhir Program Pendidikan
Diploma III Kebidanan Adila Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 28 Juli 2015
Penguji I Penguji II
Nesia Catur Hutami, S.ST.,M.Kes Ratnawati, S.ST
NIK. 0114028902 NIK. 11210042
Mengetahui,
Direktur Akademi Kebidanan Adila
Bandar Lampung
dr.Wazni Adila, MPH
NIK.2011041008
4. ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS TERHADAP NY. S UMUR 32
TAHUN P2A0 3 HARI POSTPARTUM DENGAN PUTTING
SUSU LECET DI BPS HALIMAH KEMILING
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015
Eka Nila Wati, Adhesty Novita Xanda, S.ST.,M.Kes, Sustiana, Amd.Keb.,SKM
INTISARI
Masa nifas (peurperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Menurut Word Health Organization (WHO), secara gobal hanya 38% bayi di
dunia yang mendapatkan ASI eksklusif hingga 6 bulan pertama seperti yang
dianjurkan.
Penulis melakukan survey di BPS Halimah, Amd.Keb Bandar Lampung pada
tanggal 28 April 2015, terdapat ibu nifas 3 hari postpartum dengan putting susu
lecet, berdasarkan asuhan kebidanan pada ibu nifas serta besarnya peran bidan
dalam pemberian asuhan kebidanan pada ibu nifas, sehingga penulis tertarik untuk
mengambil judul “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Terhadap Ny.S P2A0 3 Hari
Postpartum Dengan Putting SusuLecet Di BPS Halimah, Amd.Keb Bandar
Lampung Tahun 2015”.
Tujuan dilakukannya penelitian adalah diharapkan penulis mampu memberikan
asuhan kebidanan sesuai dengan manajemen kebidanan varney. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif dan tehnik memperoleh data, yaitu ibu
nifas dengan asuhan yang diberikan di BPS Halimah, Amd.Keb. Setelah
diaplikasikan manajemen varney diatas, diharapkan untuk kedepannya melakukan
asuhan kebidanan pada ibu nifas yang lebih baik lagi.
Kesimpulan dari studi kasus ini adalah penulis mampu memberikan Asuhan
Kebidanan Ibu Nifas Terhadap Ny S Umur 32 Tahun P2A0 3 Hari Postpartum
Dengan Putting Susu Lecet Di BPS Halimah, Amd.Keb. Bandar Lampung Tahun
2015 dengan tujuh langkah varney.
Saran yaitu diharapkan pada ibu nifas lebih baik lagi, melakukan perawatan
payudara dan tekhnik menyusui yang benar terutama pada ibu yang belum
mengetahui bagaimana cara perawatan payudara dan tekhnik menyusui yang
benar.
Kata kunci : Ibu Nifas, Putting Susu Lecet
Perpustakaan : (14 Kepustakaan) 2008-2013
Halaman : 139
5. CURRICULUM VITAE
Nama : Eka Nila Wati
Nim : 201207077
Tempat/Tanggal Lahir : Sidorejo, 02 juni 1993
Alamat : Sidorejo, Kabupaten Lampung Timur,
Kecamatan Sekampung udik.
Institusi : Akademi Kebidanan Adila
Angkatan : VII (2012/2013)
Biografi :
- SDN 1 Sidorejo tahun 2000- 2006
- SMP YPS Sidorejo tahun 2006- 2009
- SMA YPS Sidorejo tahun 2009- 2012
- Mahasiswa Akademi Kebidanan ADILA Bandar Lampung Pada
Tahun 2012 Hingga Sekarang
6. MOTTO
Untuk mendapatkan kesuksean, keberanian
harus lebih besar dari pada ketakutan.
Lebih baik merasakan sulitnya pendidikan
sekarang dari pada rasa pahitnya kebodohan
kelak.
By.
Eka Nila Wati
*******************
7. PERSEMBAHAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan Study Kasus ini, dan dibalik
penyelesaian tugas ini tidak lupa penulis memberikan persembahan kepada
orang-orang yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung.
1. Terima kasih buat Ayah Dasuki tercinta dan Ibu Sulastri tercinta yang selalu
memberikan semangat dan Do’a setiap kegiatan apapun yang terbaik bagi
penulis serta selalu mengharapkan setiap keberhasilan yang penulis lakukan.
2. Ibu Adhesty Novita Xanda, S.ST.,M.Kes dan Ibu Sustiana,Amd.Keb, SKM.
terima kasih atas bimbingannya selama ini, yang selalu sabar membimbing
penulis yang penuh kekurangan hingga terselesaikan tugas akhir ini.
8. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat TuhanYang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan study kasus yang berjudul :
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Terhadap Ny.S Umur 32 Tahun P2A0 3
Hari Postpartum Dengan puting susu lecet di BPS Halimah, Amd.Keb Bandar
Lampung Tahun 2015”
Dalam penulisan study kasus ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr.Wasni Adila, MPH selaku direktur Akademi Kebidanan Adila Bandar
Lampung
2. Ibu Adhesty Novita Xanda, S.ST.,M.Kes selaku pembimbing satu
3. Ibu Sustiana, Amd.Keb.,SKM. selaku pembimbing dua
4. Bidan Halimah, Amd.Keb Selaku Tempat pengambilan kasus
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan study kasus ini baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari dalam penyusunan study kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Akhirnya
penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
bagi pembaca.
Bandar Lampung, Agustus 2015
Penulis.
9. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................ ii
INTISARI........................................................................................... iii
CURICULUM VITAE....................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................. v
PERSEMBAHAN .............................................................................. vi
KATA PENGANTAR........................................................................ vii
DAFTAR ISI...................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 4
1.3 Tujuan...................................................................................... 4
1.4 Ruang Lingkup......................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................... 6
1.6 Metodelogi Dan Tehnik Memperoleh Data .............................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori Medis............................................................... 9
2.2 Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan ........................................... 14
2.3 Landasan Hukum Kewenangan Bidan ...................................... 60
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian................................................................................... 73
3.2 .Matrik.............................................................................. ........... 82
BAB IV PEMBAHASAN
10. 4.1 Pengkajian................................................................................ 97
4.2 Interpretasi Data Dasar............................................................. 116
4.3 Identifikasi Diagnosa/ Masalah Potensial ................................. 117
4.4 Tindakan Segera....................................................................... 118
4.5 Perencanaan ............................................................................. 119
4.6 Pelaksanaan.............................................................................. 121
4.7 Evaluasi ................................................................................... 133
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.............................................................................. 137
5.2 Saran ....................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
11. DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi ..........11
Tabel 2.2 Perubahan Involusi Uteri...............................................................70
Tabel 3.1 Matriks..........................................................................................82
12. LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat izin penelitian
Lampiran 2 : Lembar konsul
Lampiran 3 : Lembar perbaikan
Lampiran 4 : SAP (Satuan Acara Penyuluhan)
Lampiran 5 : Leaflet
Lampiran 6 : Dokumentasi
Lampiran 7 : Jadwal penelitian
13. DAFTAR GA MBAR
Gambar 2.1 Struktur Makroskopis ................................................................30
14. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Periode pascapersalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi, dan
keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial. Baik di Negara maju dan
Negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju
pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan sebenarnya justru
merupakan kebalikan nya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu dan
bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan
(Sarwono, 2010).
Puting susu lecet disebabkan oleh kesalahan dalam tekhnik menyusui, yaitu
bayi tidak mengisap puting sampai ke areola payudara. Bila bayi hanya
menyusu hanya pada puting, bayi akan mendapat ASI sedikit karena gusi
bayi tidak menekan pada daerah sinus laktiferus. Hal ini dapat menyebabkan
nyeri atau lecet pada puting ibu
(Bahiyatun, 2009).
Menurut Word Health Organization (WHO), secara global hanya 38% bayi di
dunia yang mendapatkan ASI ekslusif hingga 6 bulan pertama seperti yang
dianjurkan (UNICEF, 2014).
Berdasarkan laporan dari survey demografi dan kesalah indonesia (SDKI)
tahun 2012, hanya 27,1 % bayi yang mendapat Asi Eksklusif selama 6 bulan
sedangkan pemberian asi pada bayi usia 0-1 bulan sebesar 50,85% antara
15. usia 2-3 bulan sebesar 48,9% dan usia 7-9 bulan sebesar 4,5% pemberian asi
eklusif tahun 2012 lebih besar dari pada SDKI tahun 2007 (SDKI, 2012).
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan dari sarana kesehatan di Provinsi
Lampung, tampak bahwa cakupan pemberian ASI Ekslusif pada tahun 2008
sebesar 48,05% dengan target 60,5% tetapi target tersebut menurun pada
tahun 2009 yaitu hanya 30,06%. Dari data tersebut tampak bahwa cakupan
ASI Eksklusif di Provinsi Lampung belum mencapai target yang ditetapkan
yaitu dengan target 80%.
Pencapaian ASI Ekslusif di Kota Bandar Lampung pada tahun 2009 adalah
69,04%. Hasil ini bila dibandingkan dengan target Nasional masih dibawah
dari target yang di inginkan (80%).
Sedangkan Pencapaian ASI Eksklusif di Kota Bandar Lampung pada tahun 2012
adalah 69,04%. Hasil ini bila dibandingkan dengan target Nasional masih
dibawah dari target yang di inginkan (80%) (Dinkes Kota Bandar Lampung,
2012).
Pemberian air susu ibu yang benar merupakan praktik yang tepat serta sesuai
dengan perkembangan, fisiologi bayi selama masa prolaktin dan tahun
pertama kehidupan. Menyusu ketepatan waktu saja tidak cukup, tidak jarang
kegagalan dalam menyusui salah satu di antara nya adalah karena kurang atau
sama sekali tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang
bagaimana cara menyusui yang benar. Akibat dari tekhnik menyusui yang
salah menyebabkan nyeri dan lecet pada putting susu karena bayi tidak
menyusui sampai areola payudara, bila ia hanya menyusui pada putting susu,
maka bayi akan mendapat Asi sedikit karena gusi tidak menekan laktiferus
16. dan ibunya akan merasa nyeri karena adanya lecet pada putting susu (Reni
Yuli Astutik 2014).
Masalah dalam pemberian ASI yang biasanya terjadi adalah putting susu
lecet, sebanyak 57% ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita
kelecetan pada putting (Saleha, 2009 ).
Saat menyusui putting susu dapat mengalami lecet-lecet, retak, atau terbentuk
cela, biasanya keadaan ini terjadi dalam minggu pertama setelah bayi lahir
dengan insiden 23% ibu pada primipara dan 31% ibu pada multipara
(Reni Yuli Astutik, 2014).
Putting susu lecet dapat disebabkan oleh trauma saat menyusui. Selain itu,
dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada putting
susu dapat sembuh sendiri dalam waktu 48 jam. Beberapa penyebab putting
susu lecet antara lain tekhnik menyusui yang tidak benar, putting susu
terpapar oleh sabun, krim, alcohol, ataupun zat iritan lain saat ibu
membersihkan putting, moniliasis pada mulut bayi yang menular pada putting
susu ibu, bayi dengan lidak pendek, dampak pada bayi kekurangan nutrisi
karena ibu malas untuk menyusui bayinya di karenakan putting susu ibu lecet
(Vivian, 2011 hal 39).
Berdasarkan prasurvey pada tanggal 28 April 2015 di BPS Halimah Kemiling
terdapat 3 orang yang mengalami puting susu lecet sehingga penulis tertarik
untuk mengambil kasus tersebut untuk mencegah terjadinya infeksi pada ibu
nifas yang mengalami puting susu lecet.
17. Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk mengetahui tentang asuhan
kebidanan ibu nifas terhadap Ny S usia 32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan
putting susu lecet di BPS Halima Amd,Keb Kemiling Bandar Lampung Tahun
2015.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka di identifikasi rumusan masalah
kasus ini sebagai berikut “Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada Ny S usia
32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan putting susu lecet di BPS Halimah
Amd,Keb Kemiling Bandar LampungTahun 2015
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penulis mampu memberikan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas
Terhadap Ny S usia 32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan putting
susu lecet di BPS Halimah Amd,Keb Kemiling Bandar Lampung Tahun
2015.
1.3.2 Tujuan khusus
Diharapkan penulis dapat melakukan pengkajian data pada ibu nifas
terhadap Ny S usia 32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan putting
susu lecet di BPS Halimah Amd,Keb Kemiling Bandar Lampung Tahun
2015.
1.3.1.1 Penulis dapat melakukan interpretasi data dasar pada Asuhan
Kebidanan pada ibu nifas terhadap Ny S usia 32 tahun P2A0 3
18. hari post partum dengan putting susu lecet di BPS Halimah
Amd,Keb Kemiling Bandar Lampung tahun 2015.
1.3.1.2 Penulis dapat menentukan diagnosa atau masalah potensial
terhadap Ny S usia 32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan
putting susu lecet di BPS Halimah Amd,Keb Kemiling Bandar
Lampung tahun 2015.
1.3.1.3 Penulis dapat melakukan antisipasi masalah potensial Asuhan
Kebidanan pada ibu nifas terhadap Ny S usia 32 tahun P2A0 3
hari post partum dengan putting susu lecet di BPS Halimah
Amd,Keb Kemiling Bandar Lampung tahun 2015.
1.3.1.4 Penulis dapat menentukan rencana tindakan terhadap Ny S
usia 32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan putting susu
lecet di BPS HalimahAmd,Keb Kemiling Bandar Lampung
tahun.
1.3.1.5 Penulis dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan pada nifas
khususnya Ny S usia 32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan
putting susu lecet di BPS Halimah Amd,Keb Kemiling Bandar
Lampung tahun 2015.
1.3.1.6 Penulis mampu mengevaluasi Asuhan Kebidanan yang telah
dilakukan terhadap Ny S usia 32 tahun P2A0 3 hari post
partum dengan putting susu lecet di BPS Halimah Amd,Keb
KemilingBandar Lampung tahun 2015.
1.4 Ruang lingkup
1.4.1 Sasaran
19. Obyek penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah ibu nifas
terhadap Ny S umur 32 tahun P2A0 3 hari post partum dengan putting
susu lecet
1.4.2 Tempat
Dilaksanakan di rumah pasien
1.4.3 Waktu
Pada tanggal 28 April sampai tanggal 4 Mei tahun 2015.
1.5 Manfaat penulisan
1.5.1 Institusi pendidikan
Sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya.
1.5.2 Praktek
Dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan untuk meningkatkan
manajemen asuhan yang diterapkan.
1.5.3 Bagi pasien
Diharapkan dengan dilakukan penelitian tersebut ibu menyusui yang
mempunyai bayi mengetahui bahwa menyusui bayinya dengan tekhnik
menyusui yang benar sangat dianjurkan karena untuk mencegah
terjadinya masalah-masalah pada saat menyusui.
1.5.4 Bagi penulis
Memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan dilakukannya
penelitian dan sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan
yang telah didapat.
20. 1.6 Metode penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah:
1.6.1 Metode penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, menggunakan metode penelitian
deskriptif. Metode penulisan deskriptif adalah suatu metode penelitian
yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu
fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Metode penelitian
deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau memotret masalah
kesehatan serta yang terkait dengan kesehatan sekelompok penduduk
atau orang yang tinggal dalam komunitas tertentu
(Notoatmodjo,2012,hal:35-37).
1.6.2 Tekhnik memperoleh data
Untuk memperoleh data tehnik yang digunakan sebagai berikut:
1.6.2.1 Data primer
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk
menggumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari seseorang sasaran penelitian
(responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan
muka dengan orang tersebut (face to face) (Notoatmodjo,
2012).
2. Pengkajian Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada klien mulai
dari kepala sampai kaki (head to toe) dengan tekhnik inspeksi,
21. palpasi, perkusi, auskultasi serta ditunjang dengan perawatan
luka yang dialami oleh ibu postoperasi (Priharjo, 2006).
22. BAB II
LANDASAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Teori Medis
2.1.1 Masa Nifas
2.1.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (peurperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hami. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu (Saleha, 2009hal :2).
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti pra
hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Bahiyatun 2013,hal :2)
Masa nifas (peurperium) adalah masa yang di mulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Sulistiawati 2009,hal : 1).
Masa nifas di sebut juga masa post partum atau peurperium
adalah masa atau waktu sejak bayi di lahirkan dan plsenta
keluar lepas dari rahim, sampai enak minggu berikutnya, di
sertai dengan pulih nya kembali organ-organ yang berkaitan
dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
23. perlukaan dan lain nya berkaitan saat melahirkan (Suherni
2009,hal : 1).
2.1.2 Perubahan fisiologi masa nifas
2.1.2.1 Perubahan sistem reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna
berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum
hamil.Perubahan keseluruhan alat genetalia ini disebut involusi.
Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya,
perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut :
1. Uterus
Segera setelah plasenta lahir pada uterus yang berkontraksi
posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara
umbilicus dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari
kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut,
sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam
rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi
uterus melibatkan pengreorganisian dan pengguguran
desidua serta pengelupasan situs plasenta, sebagaimana
diperlihatkan dengan pengurangan dalam ukuran dan berat
serta oleh warna dan banyaknya lokea, banyaknya lokea
kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh pemberian
sejumlah preparat metergin dan lainnya dalam proses
persalinan. Involusi tersebut dapat dipercepat prosesnya bila
ibu menyusui bayinya (saleha, 2009, hal :54).
24. Tabel 2.1 Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi
Involusi TFU Berat
uterus
Bayi baru lahir Setinggi pusat 2 jari di bawah
pusat
1000 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simpisis 500 gram
6 minggu Normal 50 gram
8 minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gram
2. Lokia
Lokia adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri
dan vagina selama masa nifas. Lokia terbagi menjadi tiga
jenis, yaitu : lokia rubra, sangulenta, dan lokia serosa atau
alba.
a. Lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi
darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, set-set
desisdua, verniks caseosa, lanugo, dan mekonium selama
2 hari pascapersalinan. Inilah lokia yang akan keluar
selama dua sampai tiga hari postpartum.
b. Lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah
dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7
pascapersalinan.
c. Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Dimulai dengan
versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokia ini
berbentuk serum dan berwarna merah jambu kemudian
menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-
25. 7 sampai hari ke-14 pascapersalinan. Lokia alba
mengandung terutama cairan serum, jaringan desidua,
luekosit, dan eritrosit.
d. Lokia alba adalah lokia yang terakhir. Dimulai dari hari
ke-14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama
sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya
.bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim serta
terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua (saleha, 2009 hal
: 56).
3. Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis,
degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada
hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan
selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak
ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi
plasenta.
4. Serviks
Segera setelah berakhirnya kala TU, serviks menjadi sangat
lembek, kendur, dan terkulai.Serviks tersebut bisa melepuh
dan lecet, terutama di bagian anterior. Serviks akan terlihat
padat yang mencerminkan vaskularitasnya yang tinggi,
26. lubang serviks lambat laun mengecil, beberapa hari setelah
persalinan diri retak karena robekan dalam persalinan.
Rongga leher serviks bagian luar akan membentuk seperti
keadaan sebelum hamil pada saat empat minggu
postpartum.
5. Vagina
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium
merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis.Secara
berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang sekali
kembali seperti ukuran seorang nulipara.Rugae timbul
kembali pada minggu ketiga (saleha, 2009, hal 56-57).
6. Payudara
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi
terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua
mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut :
a. Produksi susu
b. Sekresi susu atau let down
Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara
tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan
makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika
hormone yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk
menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan
prolaktin (hormone laktogenik). Sampai hari ketiga setelah
27. melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa
dirasakan.Pembuluh darah payudara
2.2 Tinjauan Teori Medis
2.2.1 Masa Nifas
2.2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (peurperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hami. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu (Saleha, 2009hal :2).
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti pra
hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Bahiyatun 2013,hal :2)
Masa nifas (peurperium) adalah masa yang di mulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Sulistiawati 2009,hal : 1).
Menjadi bengkak, terisi darah, sehingga timbul rasa hangat,
bengkak, dan rasa sakit (saleha, 2009, hal 58).
2.2.1.2 Sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap
makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium amat penting
untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa
28. ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena
meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi
yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan janin juga pada
ibu dalam masa laktasi.
Pada ibu nifas terutama yang partus lama dan terlantar mudah
terjadi ileus paralitikus, yaitu adanya obstruksi usus akibat
tidak adanya peristaltic usus.Penyebabnya adalah penekanan
buah dada dalam kehamilan dan partus lama, sehingga
membatasi gerak peristaltic usus, serta bisa juga karena
pengaruh psikis takut BAB karena ada luka jahitan perineum
(Saleha, 2009, hal 58).
2.2.1.3 Perubahan system perkemihan
1. Mencapai hemostatis internal
a. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri atas air dan
unsur-unsur yang terlarut didalamnya. Sebanyak 70%
dari air tubuh terletak didalam sel-sel dan dikenal
sebagai cairan intraseluler. Kandungan air sisanya
disebut cairan ekstraseluler.
29. b. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.
c. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air
yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan
tidak diganti.
2. Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal ph cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila
ph>7,4 disebut alkalosis dan jika ph<7,35 disebut asidosis.
3. Mengeluarkan sisa metabolisme, racun, dan zat toksin
Ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang
mengandung nitrogen terutama : urea, asam urat, dan
kreatinin (Dewi, 2011, h. 62).
2.2.1.4 Perubahan tanda-tanda vital
1. Suhu badan
Dalam satu hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik
sedikit (37,50
C- 380
C) sebagai akibat kerja keras sewaktu
melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila
keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya, pada
hari ke-3 suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan
Asi. Payudara menjadi bengkak dan berwarna merah karena
30. banyaknya Asi. Bila suhu tidak turun, kemingkinan adanya
infeksi pada endometrium (Ambarwati, 2008; h.138 ).
2. Nadi
Nadi berkisar antara 60-80x/ menit. Denyut nadi diatas
100x/menit pada masa nifas adalah mengidentifikasikan
adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa diakibatkan
oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah
yang berlebihan (Ambarwati, 2008; h.138).
3. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan
terjadinya pre eklampsi post partum (Ambarwati, 2008;
h.85).
4. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka
pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali bila ada
gangguan khusus pada saluran pencernaan. Pernafasan
harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-
30x/menit (Ambarwati, 2008; h.138).
2.2.1.5 Perubahan system endokrin
1. Hormone plasenta
31. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormone
yang diproduksi oleh plasenta.Hormone plasenta menurun
dengan cepat pasca persalinan. HCG menurun dengan
cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari
ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae
pada hari ke-3 post partum.
2. Hormone pituitary
Hormone pituitary antara lain : hormone prolaktin, FSH
dan LH. Hormone prolaktin darah meningkat dengan
cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2
minggu.
3. Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi
lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang
menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita
menyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca
melahirkan, sedangkan pada wanita yang tidak menyusui,
akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6
minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4. Hormone oksitosin
Hormone oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan
payudara.Isapan bayi dapat merangasang produksi ASI dan
sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
32. 5. Hormone estrogen dan progesterone
Volume darah normal selama kehamilan , akan meningkat.
Hormone estrogen yang tinggi memperbesar hormone anti
diuretic yang dapat meningkatkan volume darah.
Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah.Hal ini mempengaruhi saluran kemih,
ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan
vulva serta vagina (Rukiyah, 2011, hal: 72).
2.2.1.6 Perubahan system musculoskletal
Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang
sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali
ke sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum mengendur,
sehingga uterus jatuh ke belakang. Fasia jaringan alat genetalia
yang mengendur dapat diatasi latihan-latihan tertentu.
Mobilitas sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara
perlahan-lahan (Saleha, 2009, hal 59).
2.2.1.7 Perubahan system kardiovaskuler
Setelah terjadi dieresis yang mencolok akibat penurunan kadar
estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil.
Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobulin kembali
normal pada hari ke 5. Kehilangan darah pada persalinan
pervaginan sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah
dengan persalinan seksio sesaria menjadi dua kali lipat.
33. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume darah dan
hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio sesaria,
hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah
4-6 minggu (Rukiyah, 2011, hal :70).
2.2.1.8 Perubahan system hematologi
Pada ibu masa nifas 72 jam pertama biasanya akan kehilangan
volume plasma daripada sel darah, penurunan plasma di
tambah peningkatan sel darah pada waktu kehamilan
diasosikan dengan peningkatan hematoktir, dan haemoglobin
pada hari ketiga sampai tujuh hari setelah persalinan. Jumlah
sel darah putih (leukosit) selama 10-12 setelah persalinan
umumnya berkisar antar 20.000-25.000/mm, faktor pembekuan
darah akan terjadi ekstensif setelah persalinan yang bersama
dengan pergerakan, trauma atau sepsis bisa menyebabkan
trombo emboli. Keadaan produksi tertinggi dan pemecahan
fibrin mungkin akibat pengeluaran tempat pelepasan plasenta
(Rukiah, 2011, hal :71).
2.2.1.9 Tahapan Masa Nifas
1. Tahapan masa nifas
Beberapa tahapan masa nifas adalah sebagai berikut :
a. Peurperium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan
berjalan, serta menjalankan aktivitasnya layaknya
wanita normal lainnya.
34. b. Peurperium intermediate
Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
c. Peurperium remote
Waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama waktu hamil
atau persalinan mempunyai komplikasi (Dewi, 2011,
hal :4).
2.2.2 Dasar Ibu Kebutuhan Masa Nifas
2.2.2.1 Nutrisi dan cairan
Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi
air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang janin.
1. Makanan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral.
2. Mengkonsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/ hari
pada 6 bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500 kalori dan
tahun kedua 400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah
tambahan dari kebutuhan per hari 1800 kalori artinya saat
nifas pada 6 bulan pertama dibutuhkan 1800 kalori plus
tambahan 800 kalori sehingga kalori yang dibutuhkan
sebanyak 2600 kalori. Demikian pula pada 6 bulan
35. selanjutnya dibutuhkan rata- rata 2300 kalori dan tahun
kedua 2200 kalori. Asupan cairan 3 liter/ hari, 2 liter
didapat dari air minum dan 1 liter dari cairan yang ada pada
kuah sayur, buah dan makanan yang lain. Mengkonsumsi
tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40 hari.
3. Mengkonsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A
dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas
ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan
kelangsungan hidup anak. Pada bulan- bulan pertama
kehidupan bayi bergantung pada vitamin A yang
terkandung dalam ASI. (Suhernik, 2009, hal 101)
Pemberian vitamin A dalam bentuk suplemen dapat
meningkatkan kualitas asi, meningkatkan daya tahan tubuh
dan maningkatkan kelangsungan hidup anak. Pada bulan-
bulan pertama kehidupan bayi bergantung pada vitamin A
yang terkandung dalam asi (Suherni, 2009, hal: 101).
2.2.2.2 Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin
membimbing ibu atau penderita keluar dari tempat tidur dan
membimbingnya secepat mungkin untuk dapat berjalan. Pada
persalinan normal sebaiknya ambulasi dikerjakan setelah 2 jam
(ibu boleh miring kekanan dan miring kekiriuntuk mencegah
adanya trombosit).
36. Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan yaitu
sebagai berikut :
1. Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
2. Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
3. Kesempatan yang baik untuk mengajarkan ibu bagaimana
merawat/memelihara anaknya.
4. Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal.
5. Tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau
luka perut.
6. Tidak memperbesar kemungkinan prolaps atau retrofleksi
(Dewi, 2011, hal: 72).
2.2.2.3 Eliminasi
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam.
Bila tidak maka dilakukan tindakan berikut ini :
1. Dirangsang dengan mengalirkan air keran didekat klien
2. Mengompres air hangat di atas simfisis
3. Saat site bath ( berendam air hangat ) klien disuruh
BAK.Bila tidak berhasil dengan cara di atas maka dilakukan
kateterisasi.karena dapat menimbulkan resiko infeksi saluran
kemih tinggi.
Defekasi (buang air besar) harus ada dalam 3 hari
postpartum. Bila ada obstipasi dan timbul koprostase hingga
skibala (feses mengeras) tertimbun di rektum, mungkin akan
terjadi febris.Bila terjadi hal demikian dapat dilakukan
37. klisma atau laksa per os (melalui mulut). Biasanya 2-3 hari
post partum masih susah BAB, maka sebaiknya diberikan
laksa atau paraffin (1-2 hari postpartum) atau pada hari ke-3
diberi laksa supositoria dan minum air hangat. Berikut
adalah cara agar dapat BAB dengan teratur :
a. Diet teratur
b. Pemberian cairan yang banyak
c. Ambulasi yang baik
d. Bila takit buang air besar secara episiotomi maka
diberikan laksa supposotria ( Dewi, 2011, h.73 ).
Ibu diminta untuk buang air kecil minimal 6 jam post
partum, apabila setelah 8 jam post partum ibu belum dapat
berkemih maka ibu hendaknya dilakukan katerisasi. Untuk
pola buang air besar, setelah 2 hari ibu diharapkan sudah
dapat buang air besar, jika pada hari ke 3 ibu belum dapat
buang air besar maka ibu diberi obat peroral atau perrektal
(Saleha, 2009, hal :73).
2.2.2.4 Istirahat
Istirahat sangat diperlukan bagi ibu di masa nifas agar
pegembalian fungsi organ-organ tubuh setelah 40 minggu
kehamilan mengalami beberapa perubahan baik anatomi
maupun fungsinya.Tidur pada malam hari selama 7-8 jam dan
tidur pada siang hari sebaiknya selama 1-2 jam ( Rukiyah,
2011, h.127 ).
38. Kurang istirahat akan memengaruhi ibu dalam beberapa hal,
diantaranya adalah :
1. Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi atau dihasilkan
dan menyebabkan kelelahan sehingga dapat timbul sering
pusing
2. Memperlambat proses involusi uterus dan dapat
memperbanyak perdarahan.
3. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri ( Dewi, 2011, h.76 ).
2.2.2.5 Personal hygiene
1. Putting susu
Harus di perhatikan kebersihan dan luka peacah harus
segera di obati karena kerusakan putting susu merupakan
port de entrée dan dapat menimbulkan mastitis. Air susu
yag menjadi kering akan menjadi kerak dan dapat
merangsang kulit sehingga timbul enzema. Oleh karena itu,
sebaiknya putting susu di bersihkan dengan air yang telah
di masak.
2. Patrum lokia
Lokia adalah cairan yang keluar dari vagina pada masa
nifas yang tidak lain adalah secret dari rahim terutama luka
plasenta (Dewi, 2011, hal. 75).
3. Kebersihan alat genetalia.
39. a. Menyarankan ibu mengganti pembalut setiap kali mandi,
BAB/BAK, paling tidak dalam waktu 3-4 jam supaya
ganti pembalut.
b. Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun
dan air sebelum menyentuh daerah kelamin.
c. Anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka episiotomi
dan laserasi.
d. Pada ibu post sectio caesaria (SC), luka tetap dijaga agar
tetap bersih dan kering, tiap hari diganti balutan
(Suherni,2009,hal:103)
2.2.2.6 Perineum
Bila sudah buang air besar atau buang air kecil, perineum harus
di bersihkan secara rutin. Caranya di bersihkan dengan sabun
yang lembut minimal sehari sekali. Biasanya ibu akan takut
akan jahitan yang lepas, juga merasa sakit sehingga perineum
tidak di bersihkan atau tidak di cuci (Dewi, 2011, hal. 75).
2.2.2.7 Seksual
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jari
ke dalam vagina tanpa rasa nyeri maka aman untuk memulai
hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Hubungan seksual
dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomi telah
sembuh dan lokia telah berhenti. Sebaiknya hubungan seksual
dapat ditunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah
40. persalinan karena saat itu diharapkan organ-organ tubuh telah
pulih kembali ( Dewi, 2011, h.77 ).
2.2.3 Proses laktasi dan menyusui
2.2.3.1 Anatomi payudara
Payudara yang matang adalah salah satu tanda kelamin
sekunder dari seseorang gadis dan merupakan salah satu organ
yang indah dan menarik. Lebih dari itu, untuk mempertahankan
kelangsungan hidup keturunannya, maka organ ini menjadi
sumber utama dari kehidupan karena Air Susu Ibu (ASI) adalah
makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupan bayi.
Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak dibawah
kulit, diatas otot dada. Fungsi dari payudara adalah
memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai
sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200
gram, saat hamil 600 gram, dan saat menyusui 800 gram
(Dewi, 2011,hal :7).
1. Letak : setiap payudara terletak pada sternum dan meluas
setinggi costa kedua dan keenam. Payudara ini terletak pada
fascia superficialis dinding rongga dada yang disangga oleh
ligamentum suspensorium.
2. Bentuk : masing-masing payudara berbentuk tonjolan
setengah bola dan mempunyai ekor (cauda) dari jaringan
yang meluas ke ketiak atau aksila.
41. 3. Ukuran : ukuran payudara berbeda pada setiap individu,
juga tergantung pada stadium perkembangan dan umur.
Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih
besar daripada yang lainnya (Dewi, 2011, hal :7).
2.2.3.2 Struktur makroskopis
Struktur makroskopis dari payudara adalah sebagai berikut :
1. Cauda aksilaris
Adalah jaringan payudara yang meluas kearah aksila.
2. Areola
Adalah daerah lingkaran yang terdiri dari kulit yang longgar
dan mengalami pigmentasi. Areola pada masing-masing
payudara memiliki garis tengah kira-kira 2,5 cm. letaknya
mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan yang
disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada
kulitnya (Dewi, 2011, hal :8).
3. Papilla mammae
Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya
variasi bentuk dan ukuran payudara, maka letaknya akan
bervariasi. Pada tempat ini terdapat, lubang-lubang kecil
yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung
serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening serat-
serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehingga bila
ada kontraksi duktus laktiferus akan memadat dan
42. menyebabkan putting susu ereksi sedangkan otot-otot yang
longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut.
Bentuk putting ada 4 macam yaitu bentuk yang normal,
pendek/datar, panjang dan terbenam (Dewi, 2011, hal :9).
Gambar 2.1 Struktur Makroskopis
2.2.3.3 Struktur mikroskopis
1. Alveoli
Alveolus merupakan unit terkecil yang memproduksi susu.
Bagian dari alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak, sel
plasma, sel otot polos, dan pembuluh darah.
2. Duktus laktiferus
Adalah saluran sentral yang merupakan muara beberapa
tubulus laktiferus.
3. Ampulla
Adalah bagian dari duktus laktiferus yang melebar,
merupakan tempat menyimpan air susu. Ampulla terletak
dibawah areola.
43. 4. Lanjutan setiap duktus laktiferus
Meluas dari ampulla sampai muara pailla mammae (Dewi,
2011, hal :9).
2.2.3.4 Fisiologi laktasi
Proses ini juga dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusui
dini, dimanan ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta
lepas. Plasenta mengandung hormone penghambat prolaktin
(hormone plasenta) yang menghambat pembentukan ASI
(Saleha, 2009 hal :11).
2.2.3.5 Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi
karena mengandung kebutuhan energy dan zat yang dibutuhkan
selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Namun, ada
kalanya seorang ibu mengalami masalah dalam pemberian ASI
tidak lancar (saleha, 2009 hal :11).
2.2.3.6 Pembentukan air susu
Pada ibu yang menyusui memiliki dua reflek yang masing-
masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air
susu yaitu sebagai berikut.
1. Reflek prolaktin
Pada akhir kehamilan, hormone prolaktin memegang
peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah
kolostrum terbatas karena aktivitas prolaktin di hambat oleh
estrogen dan progesterone yang kadarnya memang tinggi.
Setelah partus, lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya
44. korpus luteum membuat estrogen dan progesterone sangat
berkurang, di tambah dengan isapan bayi yang merangsang
putting susu dan kalang payudara yang akan merangsang
ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor
mekanik.Rangsangan ini di lanjutkan ke hipotalamus
melalui medulla spinalis hipotalamus yang akan menekan
pengeluaran factor-faktor yang menghambat sekresi
prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-
faktor yang memacu sekresi prolaktin . faktor-faktor yang
memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis
anterior sehingga keluar prolaktin. Hormone ini merangsang
sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.
2. Reflek let down
Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis
anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang
di lanjutkan ke hipofisis posterior (neurohipofisis) yang
kemudian di kelurakan oksitosin.
Melalui aliran darah, hormone ini di angkat menuju uterus
yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga
terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari sel akan
memeras air susu yang telah di produksi keluar dari alveoli
dan masuk ke dalam system duktus, selanjutnya mengalir
melaluiduktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
45. Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down adalah
sebagai berikut :
a. Melihat bayi
b. Mendengar suara bayi
c. Mencium bayi
d. Memikirkan untuk menyusui bayi (Dewi, 2011,hal.12-13).
2.2.3.7 Manfaat pemberian ASI
1. Bagi bayi
b. Komposisi sesuai kebutuhan
c. Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia
enam bulan
d. ASI mengandung zat pelindung
e. Perkembangan psikomotorik lebih cepat
f. Menunjang perkembangan kognitif
g. Menunjang perkembangan penglihatan
h. Memperkuat ikatan bati antara ibu dan anak
i. Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat
j. Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya
diri
2. Bagi ibu
a. Mencegah perdarahan pascapersalinan dan mempercepat
kembalinya rahim ke bentuk semula
b. Mencegah anemia defisiensi zat besi
c. Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil
46. d. Menunda kesuburan
e. Menimbulakan perasaan dibutuhkan
f. Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium
g. Manfaat bagi keluarga
1) Mudah dalam proses pemberiannya
2) Mengurangi biaya rumah tangga
3) Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat
menghemat biaya yang berobat
4) Manfaat bagi Negara
5) Penghematan untuk subsidi anak sakit dan pemakaian
obat-obatan
6) Pengematan devisa dalam hal pembelian susu formula
dan perlengkapan menyusui
7) Mengurangi polusi
8) Mendapatkan sumber daya manusia
2.2.3.8 Komposisi ASI
Komposisi gizi dalam ASI
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi.ASI khusus dibuat
untuk bayi manusia.Kandungan gizi dari ASI sangat khusus
dan sempurna, serta sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang
bayi (Dewi, 2011, h:19).
1. Protein
Keistimewaan protein dalam ASI dapat dilihat dari rasio
protein whey:kasein=60:40, dibandingkan dengan air susu
47. sapi yang rasionya=20:80. ASI mengandung alfa-
laktabumin, sedangkan air susu sapi mengandung beta-
laktoglobulin dan bovine serum albumin. ASI mengandung
asam amino esensial taurin yang tinggi. Kadar metiolin
dalam ASI lebih rendah daripada susu sapi, sedangkan
sisitin lebih tinggi. Kadar tirosindan fenilalanin pada ASI
rendah. Kadar poliamin dan nukleotid yang penting untuk
sisitesis protein pada ASI lebih tinggi dibandingkan air susu
sapi.
2. Karbohidrat
ASI mengandung karbohidrat lebih tinggi dari air susu sapi
(6,5-7 gram). Karbohidrat yang utama adalah laktosa.
3. Lemak
Bentuk emulsi lebih sempurna. Kadar lemak tak jenuh
dalam ASI 7-8 kali lebih besar dari susu sapi. Asam lemak
rantai panjang berperan dalam perkembangan
otak.Kolestrol yang diperlukan untuk mielinisasi susunan
saraf pusat dan diperkirakan juga berfungsi dalam
perkembangan pembentukan ensim.
4. Mineral
ASI mengandungmengandung mineral lengkap. Total
mineral selama laktasi adalah konstan. Fa dan Ca paling
stabil, tidak terpengaruh diet ibu.Garam organic yang
terdapat dalam ASI terutama kalsium, kalium, dan natrium
48. dari asam klorida dan fosfat. ASI memiliki kalsium, fosfor,
sodium potassium, dalam tingkat yang lebih rendah
dibandingkan dengan susu sapi. Bayi yang diberi ASI tidak
akan menerima pemasukan suatu muatan garam yang
berlebihan sehingga tidak memerlukan air tambahan di
bawah kondisi-kondisi umum.
5. Air
Kira-kira 88% ASI terdiri atas air yang berguna melarutkan
zat-zat yang terdapat didalamnya sekaligus juga dapat
meredakan rangsangan haus dari bayi.
6. Vitamin
Kandungan vitamin dalam ASI adalah lengkap, vitamin A,
D, dan C cukup. Sementara itu, golongan vitamin B kecuali
riboflavin dan sam penthotenik lebih kurang.
a. Vitamin A : air susu manusia sudah masak (dewasa
mengandung 280 IU) vitamin A dan kolustrum
mengandung sejumlah dua kali itu. Susu sapi hanya
mengandung 18 IU.
b. Vitamin D : vitamin D larut dalam air dan lemak,
terdalam air susu manusia.
c. Vitamin E : kolustrum manusia kaya akan vitamin E,
fungsinya adalah untuk mencegah hemolitik anemia,
akan tetapi juga membantu melindungi paru-paru dan
retina dari cedera akibat oxide.
49. d. Vitamin K : diperlukan untuk sintesis faktor-faktor
pembekuan darah, bayi yang mendapatkan ASI
mendapat vitamin K lebih banyak.
e. Vitamin B kompleks : semua vitamin B ada pada tingkat
yang diyakini memberikan kebutuhan harian yang
diperlukan.
f. Vitamin C : vitamin C sangat penting dalam sintesis
kolagen, ASI mengandung 43 mg/100 ml vitamin C
dibandingkan dengan susu sapi (Dewi, 2011, hal 19-20).
2.2.3.9 Stadium ASI
ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu sebagai berikut :
1. Kolustrum
Cairan pertama yang diperoleh bayi pada ibunya adalah
kolustrum, yang mengandung kaya akan protein, mineral,
dan antibody daripada ASI yang telah matang. ASI mulai
ada kira-kira pada hari ke-3 atau hari ke-4.Kolustrum
berubah menjadi ASI yang matang kira-kira 15 hari sesudah
bayi lahir.Kolustrum merupakan cairan dengan viskositas
kental, lengket, dan berwarna kekuningan.
2. ASI transisi/peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolustrum
sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai
50. hari ke-10. Selama dua minggu, volume air susu bertambah
banyak dan berubah warna, serta komposisinya. Kadar
immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak
dan laktosa meningkat.
3. ASI matrur
ASI matur disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya.ASI
matur tampak berwarna putih.Kandungan ASI matur relatif
konstan, tidak menggumpal bila dipanaskan. Air susu yang
mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama disebut
foremilk. Foremilk lebih encer, serta mempunyai
kandungan rendah lemak, tinggi laktosa, gula, protein,
mineral ,dan air (Dewi, 2011, h: 20).
2.2.3.10Tanda bayi cukup ASI
1. Bayi minum ASI tiap 2-3jam atau dalam 24 jam minimal
mendapat ASI 8 kali pada 2 sampai 3 minggu pertama
2. Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering dan
warna menjadi lebih muda pada hari kelima setelah lahir
3. Bayi akan BAK paling tidak 6-8 kali/hari
4. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI
5. Payudara terasa lebih lembek yang menandakan ASI telah
habis
6. Warna bayi merah dan kulit terasa kenyal
7. Pertumbuhan berat badan BB dan tinggi badan TB bayi
sesuai dengan grafik pertumbuhan
51. 8. Perkembangan monotorik bayi (bayi aktif dan
monotoriknya sesuai dengan rentan usianya
9. Bayi keliahatan puas sewaktu-waktu akan lapar akan
bangun dan tidur dengan cukup
10. Bayi menyusu dengan kuat (rakus) kemudian mengantuk
dan tertidur pulas (Dewi, 2011, hal :24).
2.2.3.11 Tujuan asuhan masa nifas
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya, di perkirakan
60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan
dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam jam pertama.
Kematian BBL terjadi pada 7 hari setelah lahir. Dengan
pemantauan yang melekat dan asuhan pada ibu dan bayi pada
masa nifas berdasaran sumber yaitu :
1. Tujuan asuhan masa nifas
a. Mendeteksi adanya perdarahan pada masa nifas adalah
untuk menghindarkan atau mendeteksi adanya
kemungkinan ada nya perdarahan post partum dan
infeksi. Oleh karna itu penolong sebaikanya tetap
waspada, sekurang-kurangnya 1 jam postpartum untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi
persalinan. Umumnya wanita sangat lemah setelah
melahirkan, terlebih bila partus berlangsung lama.
52. b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Menjaga kesehatan
ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus di
berikan oleh penolong persalinan. Ibu di anjurkan untuk
menjaga kebersihan seluruh tubuh. Bidan mengajarkan
kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah
kemaluan dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia
mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva
terlebih dahulu, dari depan ke belakang dan baru
membersihkan daerah sekitar anus. Sarankan ibu untuk
mecuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu
mempunyai luka episitomi atau laserasi sarankan ibu
untuk menghindari atau tidak menyentuh daerah luka.
c. Melakukan skrining secara komprehensif.
Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan
mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Pada hal
ini seorang bidan bertugas untuk melakukan
pengawasan kala IV yang meliputi pemeriksaan
plasenta, pengawasan TFU, pengawasan TTV,
pengawasan konsistensi rahim, dan pengawasan
keadaan umum ibu. Bila di temukan permasalahan,
maka harus segera melakukan tindakan tidakan sesuai
53. dengan standar pelayanan pada penatalaksanaan masa
nifas.
d. Memberikan pendidikan kesehatan diri. Memberikan
pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi KB,
menyusui, pemberian imunisai kepada bayinya, dan
perawatan bayi sehat. Ibu-ibu post partum harus di
berikan pendidikan mengenai pentingnya gizi antara
lain kebutuhan gizi ibu menyusui, yaitu sebagai berikut.
1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan
protein, mineral, dan vitamin yang cukup.
3) Minum sedikitnya 3 liter air setiap (anjurkan ibu
untuk minum sebelum menyusui).
e. Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan
perawatan payudara, yaitu sebagai berikut.
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering
2) Menggunakan bra yang menyokong payudara
3) Apabila putting susu lecet, oleskan kolostrum atau
asi yang keluar pada sekitar putting susu setiap kali
selesai menyusui. Menyusui tetap di mulai dari
putting susu yang tidak lecet.
4) Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadi
bendungan asi.
54. f. Konseling mengenai KB. Bidan memberikan konseling
mengenai KB (Dewi,2011 hal:2).
2.2.3.12 Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas dari
berbagai macam sember :
1. Peran dan tanggung jawab bidan adalah :
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan
selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk
mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama
masa nifas.
b. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayinya,
serta kelurga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan
meningkatkan rasa nyaman.
d. Mendorong kebijakan, perencanaan program kesehatan
yang berkaitan ibu dan anak serta mampy melakukan
kegiatan administrasi.
e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
f. Memberikan konseling untuk ibu dan kelurga mengenai
cara mencegah perdarahan, mengenai tanda-tanda
bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktikan
kebersihan yang aman.
g. Melakukan menajemen asuhan dengan cara
mengumpulkan data, menetapkan diagnosis dan rencana
tindakan juga melaksanakannya untuk mempercepat
55. proses pemulihan, serta mencegah komplikasi dengan
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
h. Memberikan asuhan secara professional (Dewi, 2011,
hal : 4).
2.2.3.13 Kunjungan masa nifas
Kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat
kali.Kunjungan ini bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi
baru lahir juga untuk mencegah, mendeteksi serta menangani
masalah-masalah yang terjadi.
1. 6-8 jam setelah persalinan
a. Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan
member rujukabila pendarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu
anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
e. Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan
bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermi. Jika bidan menolong persalinan, maka bidan
harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama
setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi
dalam keadaan stabil.
56. 2. Enam hari setelah persalinan
a. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus
berkontraksi, fundus bawah umbilicus tidak ada
perdarahan abnormal, dan tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam. Infeksi, atau
kelainan, pasca melahirkan.
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada
tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan
pada bayi, cara merawat tali pusat, dan bagaimana
menjaga bayi agar tetap hangat.
3. Dua minggu setelah persalinan sama seperti diatas (enam
hari setelah persalinan)
4. Enam minggu setelah persalinan
a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-prnyulit yang
dialami atau bayinya.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini (Dewi,
2011, hal :4-5).
2.2.4 Proses adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas
Dorongan dan perhatian dari seluruh anggota keluarga lainnya
merupakan dukungan yang positif bagi ibu. Dalam menjalani adaftasi
setelah melahirkan ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :
57. 1. Fase taking in
Fase taking in yaitu priode ketergantungan yang berlangsung ada
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan, pada sat itu
fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman ibu
selama proses persalinan berulang kali diceritakannya. Hal ini
membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungan
sekitar.Kemampuan mendengarkan dan menyediakan waktu yang
cukup merupakan dukungan yang tidak ternilai bagi ibu.Kehadiran
suami dan keluarga sangat diperlukan pada fase ini.
2. Fase taking hold
Fase taking hold adalah priode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan.pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayi. Ibu memiliki perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung sehingga kita perlu berhati-hati dalam berkomunikasi
dengan ibu berhati-hati dalam tindakan. Pada fase ini ibu
memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang
baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya sehingga timbul percaya diri.
3. Fase letting go
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan
peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. ibu
sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya. Serta
kepercayaan dirinya sudah meningkat. Pendidikan kesehatan yang
58. kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat berguna bagi ibu, ibu
lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan bayinya (Dewi,
2011, h. 65-66).
2.2.5 Masalah dalam menyusui
Beragam masalah sering terjadi pada saat menyusui, bidan/perawat
perlu mengetahui masalah-masalah yang sering terjadi ini, agar dapat
memberikan dukungan bagi ibu untuk menyusui secara berhasil
(Maryunani, 2009, h: 90).
Masalah-masalah menyusui pada ibu yang sering terjadi antara lain :
1. Stress
Ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai anak sering kali merasa
kurang percaya diri sehingga timbul stress. Masalah yang dihadapi
ibu yang kurang percaya diri dalam menyusui ini antara lain :
a. Ibu masih takut untuk memegang, menggendong maupun
menyusui bayinya
b. Lingkungan keluarga terdekat seperti suami, orang tua atau
saudara yang tinggal serumah tidak memberi dukungan
Cara mengatasinya :
Bidan/perawat dapat memberikan nasihat pada ibu dan keluarga
agar ibu berhasil menyusui dengan penuh rasa percaya diri dengan :
a. Meyakinkan ibu bahwa ibu dapat menyusui dan ibu harus yakin
bahwa ASI akan mencukupi kebutuhan bayinya dan produksi
ASI tidak tergantung pada besar kecilnya payudara
59. b. Menganjurkan suami dan keluarga terdekat untuk memberikan
dukungan dengan cara antara lain menenangkan atau membantu
perawatan sederhana seperti mengganti popok, menidurkan, dan
sebagainya (Maryunani, 2009 hal 90).
2. Putting susu datar atau terbenam
Untuk mengetahui apakah putting susu datar/terbenam yaitu dengan
cara menjepit areola antara ibu jari telunjuk dibelakang putting
susu. Bila putting susu menonjol berarti putting tersebut normal,
namun bila putting tidak menonjol berarti putting susu
datar/terbenam.
Cara mengatasinya :
Dengan menggunakan pompa putting. Putting susu yang datar dan
terbenam dapat dibantu agar menonjol dan dapat dihisap oleh mulut
bayi. Upaya ini dapat dimulai sejak kehamilan 3 dan biasanya hanya
perlu dibantu hingga bayi berusia 5-7 hari.
Putting juga bisa ditarik keluar secara teratur hingga putting akan
sedikit menonjol dan dapat diisapkan kemulut bayi, putting akan
lebih menonjol lagi (Maryunani, 2009, hal: 91).
3. Putting susu lecet/nyeri
Puting susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan
menjadi lecet. Umumnya menyusui kan menyakitkan dan kadang-
kadang meneluarkan darah. Puting susu lecet dapat disebabkan
oleeh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh
thrush (candidates) atau dermatitis ( Ambarwati, 2008, h: 46).
60. Putting susu lecet dapat disebabkan oleh trauma saat menyusui.
Selain itu, dapat pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah.
Retakan pada putting susu dapat sembuh sendiri dalam waktu 48
jam (Dewi, 2011, h: 39).
Putting susu lecet ini sering terjadi saat minggu pertama setelah
bayi lahir, hal ini biasanya disebabkan oleh :
a. Tehnik menyusui yang kurang benar.
b. Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohool, ataupun zat
iritan lain saat ibu membersihkan puting susu.
c. Moniliasis pada puting susu ibu yang menular pada puting susu
ibu.
d. Bayi dengan lidah pendek (frenulum lingue)
Cara mengatasinya :
f. Oleskan putting susu dengan ASI setiap kali hendak dan setelah
menyusui. Hal ini untuk mempercepat sembuhnya lecet dan
menghilangkan rasa nyeri/perih.
g. Perhatikan tekhnik menyusui termasuk posisi menyusui yang
baik dan benar.
h. Bila ditemukan gejala moniliasis pada bayi, segera berikan anti
jamur (sesuai petunjuk).
i. Jangan membersihkan putting susu dan areola dengan sabun,
alcohol dan zat iritan lainnya.
j. Lepaskan isapan bayi setelah menyusui dengan cara benar.
k. Jangan mengenakan BH yang terlalu kuat.
61. l. Jika rasa nyeri atau lecet tidak terlalu berat, ibu dapat terus
menyusui dengan memulai pada daerah yang tidak nyeri
terlebih dahulu untuk mengurangi rasa sakit.
m. Jika rasa nyeri berlangsung hebat atau lecet makin berat, putting
susu yang sakit diistirahatkan selama 24 jam. Bersamaan
dengan itu, ASI tetap dikeluarkan dengan tangan (diperah) dan
dapat diberikan pada bayi dengan sendok (Maryunani, 2009, hal
:92).
Cara mengatasinya:
a. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal
yang lecet nya lebih sedikit untuk menghindari tekanan lokal
pada puting, maka posisi menyusu harus sering diubah. Untuk
puting yang sakit dianjurkan mengurangi frekuensi dan lamanya
menyusui disamping itu benar, yaitu harus menyusu sampai ke
kalang payudara untuk menghindari payudara yang bengkak. Asi
dikeluarkan dengan tangan pompa, kemudian dengan sendok,
gelas, dan pipet.
b. Setiap kali selesai menyusu bekas Asi tidak perlu dibersihkan,
tetapi diangin- anginankan sebentar agar melembutkan puting
sekaligus sebagai anti- infeksi.
62. c. Jangan menggunakan sabun, alkohol, atau zat iritan lainnya untuk
membersihkan payudara.
d. Pada puting susu bisa dibubuhkan minyak lanolin atau minyak
kepala yang telah dimasak terlebih dahulu
e. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga
payudara tidak sampai terlalu penuh dan bayi tidak begitu lapar
juga tidak menyusu terlalu rakus.
f. Periksakanlah apakah bayi tidak menderita moniliasis yang dapat
menyebabkan lecet pada puting ibu susu. Jika ditemukan gejala
moniliasis dapat diberikan nistatin ( Saleha, 2009, hal:104).
Cara mengatasinya:
a. Bayi harus disusukan terlebih dahulu pada puting yang normal
atau yang lecetnya lebih sedikit.
b. Untuk menghindari tekanan lokal pada puting, posisi menyusui
harus sering diubah. Dianjurkan mengurangi frekuensi dan
lamanya menyusui bayi telah benar, yaitu bayi harus menyusui
sampai areola payudara
c. Setiap selesai menyusui, sisa ASI tidak perlu dibersihkan, tetapi
diangin- anginkan sebentar agar kering dengan sendirinya. Sisa
ASI berfungsi sebagai anti- infeksi. Hindari menggunakan sabun,
alkohol, atau zat iritan lain untuk membersihkan puting susu.
Puting susu dapat diolesi minyak. Lanolin atau minyak kelapa
yang telah dimasak terlebih dahulu. Ibu harus menyusui bayi
63. lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam), sehingga payudara tidak
menjadi penuh dan bayi perlu menyusu secara”rakus” karena
terlalu lapar
d. Periksa apakah bayi menderita moniliasis yang dapat
menyebabkan lecet pada puting susu ibu. Bila ditemukan gejala
moniliasis, segera berikan pengobatan nistatin (Bahiyatun, 2013,
hal 30).
Pencegahan :
a. Tidak membersihkan puting susu dengan sabun, alkohol, krim,
atau zat-zat iritan lainnya.
b. Sebaiknya untuk melepaskan puting dari isapan bayi pada saat
bayi selesai menyusu, tidak dengan memaksa menarik puting,
tetapi dengan menekan dagu atau dengan memasukkan jari
kelingking yang bersih ke mulut bayi.
c. Posisi menyusui harus benar yaitu bayi harus menyusu sampai
ke kalang payudara dan menggunakan kedua payudara (Saleha,
2009, h: 105).
4. Payudara bengkak
Pada payudara bengkak tampak payudara udema, sakit, putting
kencang, kulit mengkilap walau tidak merah, dan bila
diperiksa/dihisap ASI tidak keluar.Badan bisa demam setelah 24
jam, Hal ini terjadi pada hari ketiga setelah melahirkan.
Penyebab bengkak :
a. Menyusui yang tidak kontinu
64. b. Perlekatan saat menyusui kurang baik
c. Waktu menyusui yang terbatas
d. Terlambat menyusui
Cara mengatasinya :
a. Menyusui segera setelah lahir dengan posisi dan perlekatan
yang benar.
b. Menyusui bayi tanpa jadwal (nir-jadwal dan on demand).
c. Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi
kebutuhan bayi.
d. Jangan memberikan minuman lain pada bayi
e. Lakukan perawatan payudara pasca persalinan
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi payudara
bengkak adalah sebagai berikut:
a. Setiap 2 jam sekali sebelum menyusui kompreslah payudara
dengan lap bersih atau dengan daun pepaya basah.
b. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat dan
dingin (Dewi, 2011 hal :40).
5. Saluran susu tersumbat
Berikut ini akan dijelaskan mengenai penyebab, gejala,
penatalaksanaannya, dan pencegahan saluran susu yang tersumbat.
Penyebab :
Hal-hal yang menjadi penyebab saluran susu tersumbat adalah
sebagai berikut :
a. Tekanan jari ibu yang terlalu kuat pada waktu menyusui
65. b. Pemakaian bra yang terlalu ketat
c. Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu terkumpul tidak
segera dikeluarkan, sehingga terbentuklah sumbatan.
Gejala yang dirasakan adalah sebagai berikut :
a. Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan
lunak pada perabaan
b. Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa
nyeri dan bengkak yang terlokalisir
Penatalaksanaan :
Saluran susu yang tersumbat ini harus dirawat, sehingga benar-
benar sembuh, untuk menghindari terjadinya radang payudara
(mastitis).
a. Untuk mengurangi rasa nyeri dan bengkak, dapat dilakukan
masase serta kompres panas dan dingin secara bergantian
b. Bila payudara masih terasa penuh, ibu dianjurkan untuk
mengeluarkan ASI dengan tangan atau dengan pompa setiap
kali selesai menyusui
c. Ubah-ubah posisi menyusui untuk melancarkan aliran ASI
(Saleha, 2009, h:107).
Pencegahan :
Pencegahan yang dapat dilakukan agar payudara tidak tersumbat
adalah sebagai berikut :
a. Perawatan payudara pascapersalinan secara teratur, untuk
menghindari terjadinya statis aliran asi.
66. b. Posisi menyusui yang di ubah-ubah.
c. Mengenakan bra yang menyangga, bukan yang menekan.
6. Mastitis/radang payudara
Mastitis adalah peradangan pada payudara bagian yang terkena
menjadi merah, bengkak, nyeri dan panas.Ibu bisa mengalami
demam bahkan disertai menggigil. Mastitis biasanya terjadi pada
masa 1-3 minggu setelah melahirkan akibat saluran susu tersumbat
dan tidak segera diatasi (Maryunani, 2009, hal :95).
Penyebab :
a. Penyebab terjadinya mastitis adalah sebagai berikut:
1) Payudara bengkak yang tidak disusukan secara adekuat,
akhirnya terjadi mastitis.
2) Puting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak.
3) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan
mudah terkena infeksi (Saleha, 2009, hal 109).
Gejala :
Gejala-gejala dirasakan adalah sebagai berikut
1) Bengkak, nyeri pada payudara /nyeri lokal.
2) Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal.
3) Payudara keras.
4) Demam dan ras.a sakit umum (Saleha, 2009, h: 109).
Caramengatasinya :
1) Kompres hangat/panas dan pemijatan
67. 2) Rangsang oksitosin : dimulai pada payudara yang tidak
sakit, yaitu stimulasi putting, pijat leher-punggung, dan
lain-lain
3) Pemberian antibiotic : flucloxacilin atau erythromycin
selama 7-10 hari
4) Bila perlu bisa diberikan istirahat total dan obat untuk
penghilang rasa nyeri
5) Kalau sudah terjadi abses sebaiknya payudara yang sakit
tidak boleh disusukan karena mungkin memerlukan
tindakan bedah (Dewi, 2011 hal :41).
7. Abses payudara
Abses payudara dapat terjadi akibat mastitis yang terlambat
diobati.Ibu tampak kesakitan, payudara merah mengkilap dan
benjolan yang teraba mengandung cairan berupa nanah.
Cara mengatasinya :
a. Jika susu terjadi abses, payudara yang sakit tidak boleh
disusukan, mungkin perlu tindakan bedah. Tapi payudara yang
sehat harus tetap digunakan untuk menyusui dengan perawatan
dan kebersihan yang sebaik mungkin
b. Rujuk ibu ke dokter bedah untuk dilakukan insisi dan drainase
pus/nanah
c. Pemberian antibiotic dosis tinggi dan obat analgesic/antipiretik
oleh dokter
d. Ibu harus cukup istirahat (Maryunani, 2009 hal :96)
68. 2.2.6 Tekhnik menyusui
2.2.6.1 Pengertian tekhnik menyusui
Tekhnik menyusui yang benar adalah cara memberikan cara
memberikan ASI kepada bayi dengan benar (Dewi,2011, hal : 30).
Cara menyusui sangat mempengaruhi kenyamanan bayi
menghisap air susu. Bidan/perawat perlu memberikan
bimbingan pada ibu dalam minggu pertama setelah persalinan
(nifas) tentang cara-cara menyusui yang sebenarnya agar tidak
menimbulkan masalah. (Maryunani, 2009, h: 76).
a. Tekhnik menyusui yang benar
1) Cara menyusui dengan sikap duduk
Gunakan kursi yang nyaman, upayakan telapak kaki
menginjak lantai. Gunakan dingklik (bangku kecil)
sebagai pengganjal bila posisi kaki agak menggantung
(Maryunani, 2009, h: 80).
2) Cara menyusui yang baik dan benar
a) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit dan
dioleskan ke putting susu dan areola sekitarnya. Hal
ini bermanfaat sebagai desinfektan dan menjaga
kelembutan putting susu (Maryunani, 2009 hal :77).
b) Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
(1) Ibu duduk atau berbaring.
(2) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu dan bokong bayi
69. terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh
tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan
telapak tangan ibu.
(3) Bayi menempel pada ibu, kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala
bayi).
(4) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis
lurus.
(5) Ibu menatap bayi dengan penuh kasih sayang.
c) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari
yang lain menopang dibawah, jangan menekan
putting susu dan areolanya saja.
d) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut
(rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi bayi
dengan putting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
e) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala
bayi didekatkan ke payudara ibu dengan putting susu
serta areola dimasukkan kemulut bayi. Usahakan
sebagian besar areola dapat masuk kedalam mulut
bayi, sehingga putting susu berada dibawah langit-
langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari
tempat penampungan ASI yang terletak dibawah
areola.
70. f) Setelah bayi menyusu pada salah satu payudara
sampai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada
payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi, yaitu :
(1) Jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi
melalui sudut mulut.
(2) Dagu bawah bayi ditekan.
g) Menyusui berikutnya mulai dari payudara yang
belum terkosongkan (yang dihisap terakhir).
h) Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit,
kemudian dioleskan pada putting susu dan areolanya
sekitarnya, biarkan kering dengan sendirinya.
i) Setelah selesai menyusui, bayi disendawakan dengan
tujuan untuk mengeluarkan udara dari lambung supaya
bayi tidak muntah (Maryunani, 2009, hal :77-78).
b. Lama dan frekuensi menyusui
Sebaiknya tindakan menyusui bayi dilakukan setiap saat
bayi membutuhkan karena bayi akan menentukan sendiri
kebutuhannya. Bayi yang sehat akan mengosongkan satu
payudara sekitar 5-7 menit dan asi dalam lambung bayi
akan kosong dalam waktu 2 jam. Untuk menjaga
keseimbangan ukuran kedua payudara, maka sebaiknya
setiap kali menyusui harus dengan kedua payudara (Dewi,
2011, hal 36).
71. c. Apabila bayi telah menyusui dengan benar, maka akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :
1) Bayi tampak tenang
2) Badan bayi menempel pada perut ibu
3) Mulut bayi terbuka lebar
4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu
5) Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola
bawah lebih banyak yang masuk
6) Bayi nampak menghisap dengan ritme perlahan-lahan
7) Putting susu tidak terasa nyeri
8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
9) Kepala bayi tidak menengadah (Saleha, 2009, hal 37).
2.3 Teori Asuhan Kebidanan
2.3.1 Pengertian
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai
dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Proses manajemen merupakan proses
pemecahan masalah yang memperkenalkan sebuah metode pemikiran
dan tindakan-tindakan dengan urutan yang logis sehingga pelayanan
komprehensif dan aman dapat tercapai (Ambarwati,2008 hal: 130).
2.3.2 Langkah dalam manajemen kebidanan menurut varney
Langkah I: Pengumpulan data dasar
72. Pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah
pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.
Semua data dikumpulkan dari semua sumber yang berhubungan dengan
kondisi pasien:
A. Data subjektif
1. Biodata
Yang mencakup identitas pasien :
a. Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-
hari agar tidak keliru dalampemberian penanganan
(Ambarwati, 2008, hal: 131).
b. Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,
mental psikisnya belum siap, sedangkan umur lebih dari 35
tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa
nifas (Ambarwati, 2008, hal: 131).
c. Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien untuk membimbing
atau mengarahkan pasien dalam doa (Ambarwati, 2008, hal:
132).
73. d. Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya (Ambarwati,
2008, hal: 132).
e. Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari
(Ambarwati, 2008, hal: 132).
f. Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat social
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut (Ambarwati, 2008, hal: 132).
g. Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan (Ambarwati, 2008, hal: 132).
2. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan
dengan masa nifas (Ambarwati, 2008, hal: 132).
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : jantung, DM,
hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada masa nifas
ini (Ambarwati, 2008, hal: 132).
74. b. Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya dengan masa nifas (Ambarwati, 2008, hal:
133).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan
pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga
yang menyertainya (Ambarwati, 2008, h.133).
4. Riwayat obstetric
a. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak,
cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan
nifas yang lalu (Ambarwati, 2008, hal: 133).
b. Riwayat persalinan sekarang
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak,
keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini
perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan
mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada
masa nifas saat ini (Ambarwati, 2008, h. 134).
5. Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan
kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama
75. menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas
ini dan beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati, 2008, hal:134).
6. Data psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya.
Wanita mengalami banyak perubahan emosi/psikologi selama
masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang
ibu (Ambarwati, 2008, hal:135).
7. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi,
banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan
(Ambarwati, 2008, hal: 136).
b. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang
air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, dan bau
serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah. Buang air besar harus dilakukan 3-4 hari
pascapersalinan (Saleha, 2008, hal: 88).
c. Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam
pasien tidur. Istirahat sangat penting bagi ibu nifas karena
76. dengan istirahat yang cukup dapat mempecepat
penyembuhan (Ambarwati, 2008, hal: 136).
d. Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia, karena
pada masa nifas masih mengeluarkan lochea (Ambarwati,
2008, hal: 137).
e. Aktivitas
Menggambarkan pola aktifitas pasien sehari-hari.Pada pola
ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses
pengembalian alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan
ambulasi, seberapa sering, apakah kesulitan, dengan
bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan
ambulasi (Ambarwati, 2008, hal: 137).
B. Data obyektif
Untuk melengkapi data dalam menegakkan diagnosa, bidan harus
melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan insfeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi yang bidan lakukan secara berurutan.
Langkah-langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini, bidan perlu mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan ini
77. akan bidan laporkan dengan kriteria: baik atau lemah
(sulistyawati, 2009, hal : 122)
b. Vital sign
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan
kondisi yang dialaminya (Ambarwati, 2008;h.137).
1) Temperatut/suhu
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama
masa nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi,
yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu
melahirkan, selain itu juga bisa disebabkan karena
istirahat dan tidur yang diperpanjang selama awal
persalinan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam post
partum suhu tubuh kembali normal. Kenaikan suhu yang
mencapai > 380
C adalah mengarah ketanda-tanda infeksi
(Ambarwati, 2008, h.138).
2) Nadi dan pernafasan
a) Nadi berkisar antara 60-80x/m. denyut nadi diatas
100x/m pada masa nifas adalah mengindikasikan
adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa
diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena
kehilangan darah yang berlebihan.
b) Jika takikardi tidak disertai panas kemungkinan
disebabkan karena adanya vitium kordis.
78. c) Beberapa ibu post partum kadang-kadang
mengalami bradikardi puerperal, yang denyut
nadinya mencapai serendah rendahnya 40 sampai
50x/m, beberapa alasan telah diberikan sebagai
penyebab yang mungkin, tetapi belum ada
penelitian yang membuktikan bahwa hal itu adalah
suatu kelainan.
d) Pernafasan harus berada dalam rentang yang
normal, yaitu sekitar 20-30x/m (Ambarwati, 2008,
h.138-139).
3) Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi
postpartum, tetapi keadaan ini akan menghilang dengan
sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang
menyertainya dalam 2 bulan pengobatan (Ambarwati,
2008; h.139).
2. Pemeriksaan fisik
Kepala : Tujuan pengkajian kepala dilakukan untuk
mengetahui keadaan rambut, massa,
pembengkakan, nyeri tekan, dan kulit kepala
(Tambunan, 2011, h: 67).
Wajah : Pada daerah muka/wajah dilihat keadaan
normalnya kesimetrisan antara kanan dan kiri
dan tidak ada edema (Tambunan, 2011, h: 66).
79. Mata : Tujuan pengkajian mata adalah untuk
mengetahui bentuk dan fungsi mata dilihat
kelopak mata (edema/tidak), konjungtiva
(pucat/tidak), sklera kuning/tidak dan apakah
dalam keadaan normal (Tambunan, 2011, h:
67).
Hidung : Hidung dikaji untuk mengetahui bentuk dan
fungsi hidung apakah dalam keadaan normal
(simetris kanan dan kiri, tidak ada pembesaran
polip). Dimulai dari bagian luar hidung, bagian
dalam, lalu sinus-sinus (Tambunan, 2011, h:
79).
Mulut : Pemeriksaan mulut dilakukan dengan
pencahayaan yang baik sehingga dapat melihat
semua bagian dalam mulut. Tujuan dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui bentuk dan
kelainan pada mulut yang dapat diketahui
inspeksi yaitu mengkaji bagian bibir, gigi, gusi,
dan lidah (Tambunan, 2011, h: 81).
Telinga : Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran
telinga, gendang telinga/membrane timpani, dan
pendengaran. Teknik yang digunakan adalah
inspeksi dan palapasi (Tambunan,2011; h.73).
80. Leher : Tujuan pengkajian leher adalah untuk
mengetahui bentuk leher, pemeriksaan palpasi
ditujukan untuk melihat apakah ada masa yang
teraba pada kelenjar limfe dan kelenjar tiroid
(Tambunan, 2011, h: 83)
Dada : Menjelaskan pemeriksaan fisik, buah dada dan
keadaan putting.
a) Simetris/tidak
b) Konsistensi, ada pembengkakan/tidak
c) Putting menonjol/tidak,lecet/tidak
d) Pengeluaran ada/tidak (Ambarwati, 2008, hal
:139).
Abdomen : Proses involusi adalah proses kembalinya uterus
kedalam keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan; proses ini dimulai segera setelah
plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus (Dewi, 2011, h: 55).
Tabel 2.2 Perubahan Infolusi Uteri
Involusi TFU Berat Uterus
Bayi baru
lahir
Setinggi pusat 2 jari di bawah pusat 1000 gram
1 minggu Pertengahan pusat simpisis 750 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simpisis 500 gram
6 minggu Normal 50 gram
8 minggu Normal tapi sebelum hamil 30 gram
(Vivian, 2011, h: 55).
81. Genetalia : Mengkaji kebersihan, pengeluaran, massa, bau
a) Lochea
Normal (Merah hitam (lochea rubra), berbau
biasa, tidak ada bekuan darah atau butir-butir
darah beku (ukuran jeruk kecil, jumlah
perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya
perlu mengganti pembalut setiap 3-5 jam)
Abnormal (Merah terang, berbau busuk,
mengeluarkan darah beku, dan perdarahan
berat)
b) Keadaan perineum : oedema, hematoma,
bekas luka episiotomy/robekan, hecting.
c) Keadaan anus : hemoroid (Ambarwati, 2008,
h: 140-141).
Langkah II: Interpretasi data
Mengidentifikasi diagnose kebidanan dan masalah berdasarkan intepretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini data
yang telah dikumpulkan diintepretasikan menjadi diagnose kebidanan dan
masalah. Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang
dituangkan dalam rencana asuhan terhadap pasien, masalah sering
berkaitan dengan pengalaman wanita yang diidentifikasikan oleh bidan
(Ambarwati, 2008; h.141).
82. 1. Diagnosa Kebidanan
Diagnosis dapat di tegakkan berkaitan dengan para,abortus,anak
hidup,umur ibu,dan keadaan nifas (Ambarwati, 2009 h.141).
2. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien
(Ambarwati,2009 h.141).
3. Kebutuhan
Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan
keadaan dan masalahnya (Sulistyawati, 2009; hal.180).
Langkah III: Diagnosa potensial
Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial yang mungkin akan
terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnose potensial
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnose, hal ini membutuhkan
antisipasi, pencegahan. Bila memungkinkan menunggu mengamati dan
bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar terjadi. Melakukan asuhan
yang aman penting sekali dalam hal ini (Ambarwati, 2008; h.14).
Langkah IV: Antisipasi masalah/tindakan segera
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.
Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter dan atau dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien (Ambarwati, 2008;h.143).
Langkah V : Perencanaan
83. Berdasarkan diagnosa yang didapat, bidan dapat merencanakan asuhan
pada ibu. Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah-langkah sebelumnya (Dewi, 2011, hal: 88).
Langkah VI: Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada
klien dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan
secara efisien dan aman (Ambarwati, 2008, hal: 145).
Langkah VII: Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, ulangi
kembali proses menejemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan
yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali
asuhan yang belum terlaksana (Dewi, 2011, hal: 125).
84. BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS TERHADAP NY. S UMUR 32 TAHUN
P2A03 HARI POSTPARTUM DENGAN PUTTING SUSU LECET
DI BPS HALIMAH BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2015
3.1 Pengkajian
Nama Mahasiswa: Eka Nila Wati
Nim : 201207077
Tanggal : 28 April 2015
Jam : 15.30 wib
Tempat : BPS Halimah Bandar Lampung
3.1.1 Data subjektif
a. Identitas Pasien Penanggung Jawab
Nama : Ny S Tn H
Umur : 32 tahun 33 tahun
Agama : Islam Islam
Suku bangsa : Sunda Sunda
Pendidikan : SMP STM
Pekerjaan : IRT Karyawan Swasta
Alamat : Jl.Sepakat No.1 Kemiling Bandar Lampung Kemiling
Bandar Lampung.
b. Alasan datang
85. Ibu mengatakan ingin memeriksakan kondisinya
c. Keluhan utama
Ibu mengatakan putingnya terasa nyeri bagian kiri dan lecet pada
bagian puting sebelah kiri
d. Riwayat kesehatan
1. Sekarang
Ibu sedang tidak mengalami penyakit apapun seperti penyakit
menular maupun penyakit keturunan
2. Yang lalu
Ibu tidak pernah menderita penyakit menular maupun penyakit
menurun
3. Keluarga
Dalam keluarganya tidak ada/pernah menderita penyakit seperti
penyakit menular maupun keturunan
4. Riwayat obstetrik
1) Riwayat haid
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Teratur/tidak : tidak teratur
Lama : 5-7 hari
Volume : 100cc
Warna : merah kental
Disminore : tidak ada
Bau : anyir
86. Flour albus : tidak ada
2) Riwayat kehamilan sekarang
a) HPHT : 05-08-2014
b) Taksiran persalinan : 12-05-2015
c) Tanggal bersalin : 25-04-2015
d) Frekuensi ANC : 6 kali selama kehamilan
e) Penyuluhan yang sudah didapatkan : gizi, KB, tanda-
tanda persalinan, tanda bahaya persalinan, ASI eksklusif,
inisiasi menyusui dini.
3) Riwayat persalinan sekarang
a) IBU
Tempat melahirkan : Rumah Sakit Bayangkara
Penolong : Dokter
Jenis persalinan : Spontan
Lama persalinan : 9 jam 50 menit
Catatan waktu
Kala I : 7 jam 10 menit
Kala II : 0 jam 35 menit
Kala III : 0 jam 5 menit
Kala IV : 2 jam 0 menit
Jumlah : 9 jam 50 menit
Ketuban pecah pukul 21.00 wib, spontan.
Plasenta
Lahir secara : spontan, lengkap
87. Berat : 500 gram
Panjang tali pusat : 45 cm
Perineum : Ada luka perineum derajat 2
b) Bayi
Lahir tanggal/pukul : 25-04-2015/22.05 wib
Berat badan : 2900 gram
Nilai apgar : 9/10
Jenis kelamin : Laki- laki
Cacat bawaan : Tidak ada
Masa gestasi : 37 minggu 6 hari
c) Riwayat KB
Ibu sebelumnya menggunakan alat kontrasepsi suntik 3
bulan selama 2.5 tahun.
d) Pola kebutuhan sehari-hari
(1) Nutrisi
Selama hamil : Ibu makan dengan nasi, ikan,tempe,
dan sayur tumis kangkung porsi
sedang 3x/hari.
Selama nifas : Ibu makan dengan nasi, ayam goreng,
tahu bacem, sayur daun katuk dengan
porsi 1 piring 3x/hari, setiap harinya
ibu makan dengan menu yang
berbeda dan tidak ada pantangan
dalam makanan.
88. (2) Pola eliminasi
Selama hamil : Ibu BAK 7-8 kali/ hari bau khas,
warna kuning jernih, BAB 1-2
kali/hari konsistensi lunak warna
kekuningan.
Selama nifas : Ibu BAK 7-8 kali/ hari bau khas
warna kuning jernih, pertama kali
BAB yaitu hari ke 2 dan BAB 1x per
hari konsistensi lunak warna
kekuningan
(3) Pola istirahat
Selama hamil : Ibu tidur malam 7-8 jam, siang jarang
tidur.
Selama nifas : Ibu tidur malam5-6 jam, sering
terbangun pada malam hari karena
anak nya rewel siang 1-2 jam.
(4) Personal hygiene
Selama hamil : Ibu ganti celana dalam 2-3 kali/hari.
Selama nifas : Ibu ganti pembalut 4-5 kali/hari.
(5) Pola seksual
Selama hamil : Ibu melakukannya 2 kali/minggu.
Selama nifas : Ibu belum melakukannya
e) Riwayat psikososial
(1) Status perkawinan : Syah, 1 kali
89. (2) Status emosional : Stabil
f) Riwayat spiritual
(1) Selama hamil : Tidak ada
(2) Selama nifas : Tidak ada
3.1.2 Data obyektif
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Keadaan emosional : Stabil
d. Tanda vital
1. TD : 120/70 mmHg
2. Pernafasan : 20x/i
3. Nadi : 80x/i
4. Suhu : 36,5ºc
e. Pemeriksaan fisik
1. Kepala :
Warna rambut : hitam
Ketombe : bersih, tidak ada ketombe
Benjolan : tidak ada
2. Wajah :
Simetris : Simetris
Edema : Tidak edema
3. Mata :
Simetris : Ya, kanan kiri
Kelopak mata : Tidak edema
90. Konjungtiva : Merah muda
Sclera : Putih
4. Hidung
Simetris : ya, kanan dan kiri
Polip : Tidak ada
Kebersihan : Bersih
5. Mulut :
Warna bibir : Merah muda
Sariawan : Tidak ada
Gusi berdarah : Tidak ada
Gigi : Bersih
6. Telinga :
Simetris : Ya, kanan dan kiri
Gangguan pendengaran : Tidak ada
7. Leher :
Simetris : Ya, kanan dan kiri
Pembesaran kelenjar tyroid : Tidak ada
Pembesaran limfe : Tidak ada
8. Payudara :
Simetris : Ya, kanan dan kiri
Putting susu : Lecet bagian kir
Konsistensi : Lunak
Pengeluaran : Kolostrum
9. Abdomen
91. Pembesaran : Tidak ada
Konsistensi : Kuat
Kandung kemih : Kosong
Uterus : TFU : 3 jari dibawah pusat
Kontraksi : keras
10. Anogenital
Vulva : Warna merah kehitaman.
Perineum : Terdapat luka jahitan derajat 2
Pengeluaran pervaginam : Lochea rubra
Anus : Tidak ada hemoroid
11. Ekstremitas bawah
Oedema : Tidak oedema
Kemerahan : Tidak ada
Varices : Tidak ada
Reflex patella : Positif, kanan dan kiri
12. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboraturium
HB : Tidak dilakukan pemeriksaan
Protein urine : Tidak dilakukan pemeriksaan
Glukosa urine : Tidak dilakukan pemeriksaan
92. TGL/JAM Pengkajian
Interpretasi
data
Dx
potensial
Antisipasia
Potensial/
Tindakan
Segera
Intervensi Implementasi Evaluasi
28/04/15
16.00 wib
Subjektif :
Keluhan :
- Ibu
mengatakan
nyeri pada
putting susu
bagian kiri.
- Ibu melahirkan
pada tlg 25-
04-2015.
- Ibu mengatakan
pernah
melahirkan
2x ini dan
belum pernah
Keguguran.
Objektif :
K/U:baik
TTV:
Td : 120/70
N:80x/M
S:36,50
c
RR:20X/M
Payudara :
putting terlihat
lecet terjadi
retak dan
pembentukan
Dx : Ny S
P2AO 3 hari
post partum
dengan putting
susu lecet
Ds :
- Ibu
melahirkan
pada tgl 25-
04-2015
- Ibu
mengatakan
pernah
melahirkan
2x ini dan
belum
pernah
Keguguran
-Ibu
mengtakan
nyeri pada
putting susu
bagian kiri.
DO :
Tampak pada
bagian putting
susu ibu lecet
dibagian kiri.
Bendungan
ASI
Tekhnik
menyusui
yang benar
1.Beritahu kepada ibu
tentang keadaannya
saat ini
2.Beritahu kepada ibu
penyebab dari puting
susu lecet.
3.Beritahu ibu cara
perawatan puting
susu lecet.
1. Memberitahu kepada ibu
hasil pemeriksaannya yang
di lakukan secara head to
toe, keadaan umum
baik,normal.
2. Memberitahu kepada ibu
penyebab dari puting susu
lecet;yaitu:
a. Tehnik menyusui yang
kurang benar.
b. Putting susu terpapar
oleh sabun krim,
alkohol, ataupun, jat,
iritan, lain, saat, ibu
membersihkan putting
susu.
c. Moniliasis pada putting
susu ibu yang menular
pada putting susu ibu.
3. Memberitahu ibu cara
perawatan putting susu
lecet;
a. Selama putting susu
diistirahatkan, sebaiknya
ASI tetap dikeluarkan
1. ibu mengetahui tentang
keadaannya saat ini yaitu
keadaan ibu dalam batas
normal TFU 3 jari dibawah
pusat, kontraksi baik, dan
terdapat lecet pada putting
susu kiri.
2. Ibu mengetahui penyebab dari
puting susu lecet.
3.ibu mengetahui cara
melakukan perawatan putting
susu lecet
Table 3.1 matriks
93. celah-celah
Pengeluaran :
ada, kolustrum
TFU :3 jari
dibawah pusat
Kontraksi : baik
Lokhea rubra
Terdapat bekas
jahitan perinium
derajat 2.
Masalah :
Gangguan rasa
nyaman
terkiait dengan
nyeri pada
puting susu
sebelah kiri.
Kebutuhan
- Penjelasan
tentang
tekhnik
menyusui
dengan tangan dan tidak
dianjurkan dengan alat
pompa karena nyeri atau
bayi disusukan lebih
dulu pada putting susu
normal yang lecetnya
sedikit
b. Olesi putting susu
dengan ASI akhir (hind
milk), tidak
menggunakan sabun,
krim, alcohol, ataupun
zat iritan lain saat
membersihkan payudara
c. Menyusui lebih sering
(8-12 kali dalam 24 jam)
d. Putting susu yang sakit
dapat diistirahatkan
untuk sementara waktu
kurang lebih 1x24 jam,
dan biasanya akan
sembuh sendiri dalam
waktu sekitar 2x24 jam
e. Cuci payudara sekali
sehari dan tidak
dibenarkan untuk
menggunakan sabun
f. Posisi menyusui harus
benar, bayi menyusu
sampai ke kalang
payudara dan susukan
secara bergantian
diantara kedua payudara
g. Keluarkan sedikit ASI
94. 4.Beritahu dan ajarkan
kepada ibu tentang
tekhnik menyusui
yang benar
dan oleskan ke putting
yang lecet dan biarkan
kering
h. Pergunakan bra yang
menyangga.
4. Memberitahu dan
mengajarkan kepada ibu
tentang tekhnik menyusui
yang benar yaitu :
a. Duduk dengan posisi
santai dan tegak
b. Sebelum menyusui, ASI
dikeluarkan sedikit
kemudian dioleskan
pada putting susu dan
areola sekitarnya
c. Bayi dipegang dengan
satu lengan, kepala bayi
diletakkan pada
lengkung siku ibu dan
bokong bayi diletakkan
pada lengan. Kepala
bayi tidak boleh
tertengadah atau bokong
bayi ditahan dengan
telapak tangan ibu
d. Satu tangan bayi
diletakkan dibelakang
badan ibu dan yang satu
didepan
e. Perut bayi menempel
badan ibu, kepala bayi
menghadap payudara
4. ibu mengetahui dan mampu
melakukan dengan bantuan
tekhnik menyusui yang benar.
95. f. Telinga dan lengan bayi
terletak pada satu garis
lurus
g. Ibu menatap bayi dengan
kasih sayang
h. Tangan kanan
menyangga payudara
kiri dan keempat jari dan
ibu jari menekan
payudara bagian atas
areola
i. Bayi diberi rangsangan
untuk membuka mulut
(rooting reflex) dengan
cara menyentuh pipi
dengan putting susu atau
menyentuh sisi mulut
bayi
j. Setelah bayi membuka
mulut, dengan cepat
kepala bayi didekatkan
ke payudara ibu dengan
putting serta areola
dimasukkan ke mulut
bayi, usahakan sebagian
besar areola dapat masuk
kedalam mulut bayi
k. Setelah menyusui pada
satu payudara sampai
terasa kosong, sebaiknya
diganti menyusui pada
payudara yang lain
l. Melepaskan isapan bayi
dengan cara jari
96. 5.Beritahukan ibu
masalah menyusui.
kelingking ibu
dimasukkan kemulut
bayi melalui sudut mulut
dan dagu bayi ditekan
kebawah
m.Setelah selesai
menyusui, ASI
dikeluarkan sedikit
kemudian dioleskan
pada putting susu dan
areola sekitarnya.
Biarkan kering dengan
sendirinya
5. Memberitahu ibu masalah
dalam menyusui.
a. Kelainan Payudara
a.Mastitis/ radang
payudara
Mastitis adalah
peradangan pada
payudara bagian yang
terkena menjadi
merah, bengkak, dan
panas. Ibu bisa
mengalami demam
bahkan disertai
menggigil. Mastitis
biasanya terjadi pada
pada masa 1-3 minggu
setelah melahirkan
akibat saluran susu
tersumbat dan tidak
segera diatasi.
5. Ibu mengetahui masalah
menyusui diatas dan akan
segera memeriksakan ke
tenaga kesehatan jika terjadi
salah satu masalah diatas.
97. 6.Memberitaukan pada
ibu tentang personal
hygiene.
b. Abses payudara
Abses payudara dapat
terjadi akibat mastitis
yang terlambat diobati.
Ibu tampak kesakitan,
payudara merah
mengkilat dan
benjolan yang teraba
mengandung cairan
berupa nanah. Jika ada
tanda- tanda bahaya
masa nifas diatas
segera lakukan
pemeriksaan ke tenaga
kesehatan.
6. Memberitahukan pada ibu
tentang personal hygiene:
a. Puting susu.
Harus diperhatikan
kebersihan dan luka
pecah harus segera di
obati karena
kerusakan puting susu
merupakan port de
entree dan dapat
menimbulkan
mastitis. Air susu
yang menjadi kering
akan menjadi kerak
dan dapat merangsang
kulit sehingga timbul
enjema.Oleh karena
itu, sebaiknya puting
6. Ibu mengerti tentang
perawatan personal hygiene.
98. susu di bersihkan
dengan air yang telah
di masak.
b. Kebersihan alat
genetalia.
1) Menyarankan
ibu mengganti
pembalut setiap
kali mandi,
BAB/BAK,
paling tidak
dalam waktu 3-4
jam supaya ganti
pembalut.
2) Menyarankan ibu
untuk mencuci
tangan dengan
sabun dan air
sebelum
menyentuh
daerah kelamin.
3) Ajurkan ibu tidak
sering menyentuh
luka episiotomi
dan laserasi.
4) Pada ibu post
sectio caesaria
(SC), luka tetap
dijaga agar tetap
bersih dan kering,
tiap hari diganti
balutan.
99. 7.Beritahu ibu
kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan oleh
ibu nifas dan
menyusui
8.Beritahu kepada ibu
tentang kebutuhan
istirahat yang cukup
7. Memberitahu pada ibu
bahwa ibu nifas dan
menyusui membutuhkan
nutrisi yang cukup, gizi
seimbang, seperti :
- Karbohirat, misalnya:
nasi, roti, kentang, dan
singkong yang berguna
untuk melakukan
aktivitas, dan
metabolisme.
- Protein, misalnya : ikan,
daging, telur, susu, dan
tempe yang berguna
untuk pertumbuhan dan
penggantian sel-sel yang
rusak dan mati.
- Asupan cairan yang di
anjurkan mengkonsumsi
3 liter per hari, 2 liter
didapat dari air minum
dan 1 liter dari cairan
yang ada pada kuah
sayur, buah dan
makanan yang lain.
8. Memberitahu kepada ibu
tentang kebutuhan
istirahat yang cukup yaitu
tidur siang 1-2 jam dan
tidur malam 7-8 jam
dalam sehari karena
istirahat sangat diperlukan
bagi ibu di masa nifas agar
7. Ibu telah mengetahui tentang
kebutuhan nutrisi yang di
butuhkan oleh ibu nifas dan
menyusui.
8. Ibu mengerti tentang kebutuhan
istirahat yang cukup
100. pengembalian fungsi
organ-organ tubuh setelah
40 minggu kehamilan
mengalami beberapa
perubahan baik anatomi
maupun fungsinya.
01/05/15
12.00 wib
Subjektif:
Keluhan :
ibu mengatakan
nyeri pada
puting susu
sebelah kiri
sudah mulai
berkurang
merasakan.
Objektif :
TD :120/70
mmhg
N :80x/i
Rr :21x/i
T : 37,2ºc
Payudara :
puting susu
tampak lecet
pada puting
susu sebelah
kiri mulai
berkurang.
Pengeluaran :
ada,ASI transisi
TFU
:pertengahan
Dx: Ny S
P2AO 6 hari
post partum
dengan putting
susu lecet.
Ds :
Ibu
mengatakan
nyeri pada
putting susu
sebelah kiri
sudah mulai
berkurang.
Do :
Tampak lecet
pada putting
susu sebelah
kiri mulai
membaik
Masalah :
nyeri pada
putting susu
Kebutuhan :
Bendungan
ASI
Teknik
menyusui
yang benar
1.Beritahu pada ibu
tentang keadaannya
saat ini
2.Kaji ulang ibu
tentang perawatan
puting susu lecet.
3.Kaji ulang kembali
kepada ibu apakah
sudah melakukan
tekhnik menyusui
dengan benar.
4.Kaji ulang apakah
ibu mengalami
masalah dalam
menyusui.
5.Kaji ulang personal
hygiene.
1. Memberitahukan pada ibu
tentang keadaaannya saat
ini bahwa dalam keadaan
baik sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan normal
2. Mengkaji ulang ibu
apakah tentang perawatan
putting susu lecet sudah
dilakukan.
3. Mengkaji ulang ibu
apakah sudah melakukan
tekhnik menyusui dengan
benar.
4. Mengkaji ulang apakah
ibu mengalami masalah
dalam menyusui.
5. Mengkaji ulang tentang
personal hygiene.
1.Ibu mengetahui tentang
keadaannya saat ini bahwa ibu
dalam keadaan sehat
2.Ibu mengatakan sudah
melakukan perawatan putting
susu lecet pagi dan sore hari
dan lecet dan nyeri pada putting
sebelah kiri sudah berkurang.
3. Ibu sudah melakukan tekhnik
menyusui yang benar.
4.Ibu mengatakan bahwa ia tidak
mengalami masalah dalam
menyusui.
5.Ibu telah mengetahui tentang
personal hygiene.