2. Apa itu E-Gov?
E-Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah yang memungkinkan
pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis, dan pihak
yang berkepentingan (Worldbank, 2002 ).
Dalam prakteknya, e-Government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan urusan
pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada
pelayanan masyarakat.
Pada tahun 2007, 402 kabupaten/kota (84 persen) di Indonesia sudah memiliki website (jumlah
seluruh kabupaten/kota di 33 provinsi adalah 443).
3. Kewenangan dan Tanggungjawab
Perihal kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan E-Government di daerah dapat
diperhatikan dalam Pasal 12 ayat (2) huruf j Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014), yang di dalamnya mengatur
tentang salah satu urusan (baca: kewenangan) pemerintahan wajib yang tidak berkaitan
dengan pelayanan dasar yaitu komunikasi dan informatika. Selanjutnya dalam Lampiran
huruf P UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur tentang pembagian urusan pemerintahan
antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, penyelenggaran E-Government
diletakkan sebagai Sub- Urusan dari Urusan Komunikasi dan Informatika, yaitu sub-urusan
Aplikasi Informatika.
Dalam sub-urusan aplikasi informatika tersebut, ranah kewenangan kabupaten/kota
berkenaan atau mencakup: (1) pengelolaan nama domain yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat dan sub domain di lingkup Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan (2)
Pengelolaan Egovernment di lingkup Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
4. Penggunaan E-Gov di Pemerintahan
Daerah
Pada tingkat pemerintah daerah (pemda), masing-masing mengembangka situs resm daerahnya. Situs ini
berisi informasi mengenai daerah masing-masing, mulai dari sejarah profil pemerintahan, profil geografi,
sampai program dan kegiatan yang dilakukan termasuk menu interaktif didalamnya. Namun tiap daerah
menampilkannya secara berbeda, tergantung dari kemampuan masing-masing pemda. Dari 33 provinsi
dan 443 kabupaten/kota, 402 diantaranya sudah memiliki website (84 persen), dengan tingkat kemudahan
akses yang berbeda.
Pemerintah daerah telah mencoba untuk selalu berinovasi dengan menggunakan teknologi ini. Menurut
Ibenk (2007), bahkan selama ini terbukti beberapa terobosan lahir dari Pemerintah Daerah, seperti e-
procurement Surabaya, pelayanan satu pintu Sragen, jaringan enterprise jogja, administrasi kependudukan
Balikpapan dan banyak lagi. Implementasi integrasi database pun berjalan baik di beberapa daerah,
seperti Kebumen yang mampu mengintegrasikan database kepegawaian bagi 5 aplikasi, Kota Semarang
dan kota Magelang yang mengintegrasikan database kependudukan dan pendidikan, dan sebagainya.
Semua hasil kerja mandiri daerah tanpa ada campur tangan pusat. Dengan biaya yang jauh lebih efisien
namun efektif. Aturan yang diterapkan pun tidak atau belum diatur oleh Pusat. Akan tetapi semua itu
berjalan baik dan mendapat dukungan masyarakat penggunanya. (Sufianti, 2007)
5. Perkembangan E-Gov
Kemkominfo melalui Direktorat e-Government menyelenggarakan Pemeringkatan e-Government
Indonesia (PeGI), PeGI dilakukan dengan mengevaluasi pelaksanaan e-Government guna
mendapatkan peta kondisi pemanfaatan teknologi informasi secara nasional.
Dimensi yang diukur dalam PeGI terdiri dari kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi, dan
perencanaan (Direktorat e-Government, 2015). Instansi peserta mengirimkan 2 orang wakil yang
terdiri dari 1 pejabat dan 1 staf teknis yang dapat menjelaskan kondisi pengembangan teknologi
informasi di instansinya. Peserta membawa data inventaris SDM, daftar kebijakan terkait TI termasuk
peraturan, keputusan, pedoman, data inventarisasi aplikasi dan infrastruktur, topologi jaringan dan
struktur organisasi pengelola TI. Data-data ini nanti yang akan dinilai oleh tim asesor (Kemkominfo,
2013).
6. PeGI tingkat provinsi belum diikuti oleh seluruh pemerintah provinsi. Pada 2011 diikuti oleh 26 provinsi (Hernikawati, 2013),
diikuti oleh 24 pada 2012, diikuti oleh 21 provinsi pada 2013, diikuti oleh 22 provinsi pada 2014, dan 20 provinsi pada 2015
(Direktorat e-Government, 2015). Hasil rata-rata PeGI juga menunjukkan pola yang fluktuatif. e-Government dinilai ‘kurang’
pada 2012, ‘baik’ pada 2013, ‘kurang’ pada 2014, dan ‘baik’ pada 2015. Dari fakta ini diketahui bahwa tidak semua
pemerintah provinsi mengikuti evaluasi, ini berarti bahwa evaluasi PeGI bersifat opsional, pemerintah daerah memiliki
kewenangan untuk mengikuti atau tidak. Meskipun selalu diikuti oleh lebih dari 50% dari jumlah provinsi di Indonesia,
ketidakikutsertaan beberapa provinsi dalam PeGI menjadikan hasil evaluasi tidak menunjukkan kondisi nasional seperti
tujuan awal evaluasi PeGI.
Dalam konteks Indonesia, dipaparkan dalam Instruksi Presiden No 3 Tahun 2003 bahwa pengembangan e-Government
dilakukan melalui 4 tingkatan:
(1) persiapan,
(2) pematangan,
(3) pemantapan, dan
(4) pemanfaatan.
Saat ini sudah 14 tahun sejak dirilisnya Instruksi Presiden No 3 Tahun 2003. Meskipun evaluasi e-Government di Indonesia
dilakukan secara resmi oleh Kemkominfo melalui PeGI, hingga saat ini belum ada penelitian yang memetakan
perkembangan pelaksanaan e-Government dengan menggunakan 4 tahapan yang dibahas dalam Instruksi Presiden No 3
Tahun 2003. Penelitian ini adalah pendekatan lain yang bersifat indikatif, yang memungkinkan untuk diikuti oleh seluruh
pemerintah daerah di Indonesia sehingga dapat mengetahui kondisi e-Government di Indonesia.
7. Untuk penggunaan E-Gov kedepan
Untuk mendorong percepatan aplikasi e-Government dalam rangka peningkatan
kualitas pelayanan publik, disarankan agar pemerintah daerah:
(a) Meningkatkan kemampuan penggunaan internet baik di kalangan SDM
aparatur maupun masyarakat;
(b) Meningkatkan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses internet.
Mahalnya harga berlangganan internet merupakan kendala utama; dan
(c) Merubah pola pikir masyarakat berkaitan dengan digital knowledge, sehingga
pengaliran proses informasi dan pengetahuan yang semula bertumpu pada
media fisik (misalnya kertas) berubah menjadi melalui media digital.