Teks tersebut membahas pentingnya membangun budaya perusahaan yang sesuai dengan bisnis inti dan lingkup usaha perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Hal ini bertentangan dengan praktik manajemen yang hanya mengandalkan instruksi tanpa melibatkan seluruh jajaran. Teks tersebut juga menjelaskan proses pembentukan budaya perusahaan dan bagaimana mengukur hasil implementasinya."
Administrasi Kelompok Tani atau kelompok wanita tani
ย
Budaya perusahaan
1. #konsultanranahsejahtera
menanamkan
budaya
perusahaan
Masih banyak pelaku bisnis di indonesia yang tidak
setuju bahwa dengan membangun corporate culture
yang sesuai dengan business core dan lingkup bisnis
yang dijalankan dapat membantu Manajemen
meningkatkan capaian stratejik perusahaan secara
keseluruhan. Dan ketika terjadi perubahan situasi dan
kondisi yang harus disikapi dengan perubahan pola
manajemen, mereka merasa hanya perlu
mendiktekan yang perlu dilakukan dan seluruh lini
usaha wajib menyesuaikan diri secara langsung.
Praktik ini menurut pandangan dan pengamatan
akan lebih banyak berujung pada resistensi yang keras
dari bawah dan menyebabkan Perusahaan dalam
masa transisi mengalami kehilangan beberapa
sumber daya yang potensial atau bahkan
menyebabkan keterpurukan.
Praktik tersebut tidak sesuai dengan pengembangan
prinsip Good Corporate Governance yang diwajibkan
untuk diimplementasikan yang salah satunya
memberikan penekanan pada pengembangan
strategi sustainability dan continous improvement
agar kiranya Perusahaan dapat tetap bertahan
menghadapi perubahan.Berikut dijabarkan secara
sederhana proses pembentukan corporate culture
serta bagaimana menuangkan outcome dari
pengimplementasiannya ke dalam laporan kuantitatif
dan mengkomunikasikannya untuk meningkatkan
performa kerja seluruh lini usaha perusahaan.
D A L A M B E N T U K T E R T U L I ST E R S T A N D A R I S A S I
Budaya perusahaan merupakan suatu sikap mental dan perilaku yang
dipercayai dan diterapkan secara bersama oleh setiap anggotanya yang
mempengaruhi bagaimana setiap lini usaha bergerak dalam hal
pelaksanaan tanggung jawab mereka masing-masing. Untuk itu, faktor
utama dalam setiap keberhasilan pengimplementasian budaya usaha
adalah โrasa menerimaโ dan โmenyakiniโ bahwa budaya perusahaan
sesuai dengan budaya yang dianut oleh masing-masing anggota atau
setidaknya tidak bertentangan secara hal prinsipil. Sehingga adalah hal yang
berlaku lumrah dan berlaku umum; entah itu perusahaan yang menganut
manajemen bersifat mechanical maupun organic; apapun industri yang
dijalankan, agar seluruh lini usaha mematuhi dan menerapkan budaya
perusahaan maka budaya perusahaan itu haruslah merupakan MANDAT dari
top manajemen yang bertanggungjawab atas pengelolaan perusahaan.
Selain daripada itu, hal terpenting berikutnya adalah bagi Manajemen untuk
mengawasi dan mengevaluasi outcome yang diperoleh Perusahaan dalam
pengimplementasian corporate culture yang dipilih. Untuk itu maka
Manajemen perlu menginkorporasikan corporate culture tersebut ke dalam
sistem pengendalian manajemen sehingga dapat memaksimalkan fungsi
budaya perusahaan untuk meningkatkan kapabilitas setiap lini usaha serta
performa perusahan secara keseluruhan.
Setelah mengkoordinasi kinerja seluruh lini usaha melalui sistem pengendalian
yang memadai, maka Manajemen dapat melalui tahapan selanjutnya yaitu
Pengelolaan Perubahan yang meliputi pengendalian perilaku serta
peningkatan berkelanjutan. Dalam pelaksanaan keduanya, Manajemen
perlu memperhatikan terlebih dahulu bentuk manajemen yang mereka pilih,
organic atau mechanic. Hal ini penting mengingat bahwa bentuk
manajemen lazimnya mendiktekan bentuk komunikasi serta metode
manajemen untuk menggerakkan lini usaha.
INCHARGE
The easist way to communicate Corporate Value and Culture is using . Itโs cheap, easy to makeof๏ce poster
and change, but the most important thing is all employees see the poster every time. And without realize it,
those messages already inprinted in their subconcious and will active accordingly through the condition faced.
LEDW GO ENKFOREFSNART
Dalam konsep Lever of Control, Boundry System merupakan
batasan-batasan dari kebebasan bergerak seluruh lini usaha
dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Dalam upaya
membentuk sistem ini, Manajemen atau Pihak yang bertanggungjawab
atas pengelolaan Perusahaan wajib mende๏nisikan dengan jelas ruang
lingkup bisnis yang dijalankan serta batasan โnormalโ yang ditoleransi oleh
Perusahaan. Hal lain yang perlu dide๏nisikan dengan jelas kepada staf
adalah tugas dan tanggungjawab mereka dalam mendukung usaha
BOUNDRY SYSTEM
DIAGNOSTIC CONTROL SYSTEM
BELIEF SYSTEM
INTERACTIVE CONTROL SYSTEM
Salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG) adalah tersedianya panduan
yang jelas dan tegas dalam bentuk tertulis yang dapat mengarahkan setiap lini usaha
yang ada dalam Perusahaan untuk melakukan tugas dan tanggungjawab mereka
dalam pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari. Dalam perspektif Corporate
Culture, tanpa disadari oleh banyak pihak, sebenarnya warna dari Corporate Culture
sejatinya akan tercermin dengan jelas dalam SOP yang disusun dan disajikan oleh
Manajemen atau Pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan Perusahaan. Inilah
mengapa Penulis meletakkan Boundry System di urutan awal.
#ProfessionalBusinessAccountant
Sebagai contoh, konsep manajemen โOne-Man Showโ akan tercermin dengan jelas
dalam SOP dimana setiap aktivitas operasional menghadapi proses yang membutuhkan
pengambilan keputusan maka setiap lini usaha harus melalui pimpinan yang berwenang.
SK MENTERI KEUANGAN
No.62/KM1.PPPK/2015
Atau penekanan pada prinsip efisien dan efektif akan tercemin jelas bagaimana fungsi QC
dan Supervisor memperoleh proporsi yang signifikan dalam setiap pelaksanaan operasional
terlebih dalam hal pemanfaatan sumber daya perusahaan serta aktivitas yang bersinggungan
dengan pihak ketiga. Dan juga suatu Perusahaan bersifat agresif dalam hal pemasaran tentunya
dalam SOP akan terlihat bahwa terdapat keleluasaan dalam beroperasi bagi tim pemasaran dan
tim eksekusi di lapangan agar mereka dapat bekerja semudah dan secepat mungkin.
Mengapa hal itu mungkin terjadi? Alasan yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah Manajemen
atau Pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan perusahaan akan secara otomatis dan tanpa
sadar mempertimbangkan nilai, prinsip dan budaya serta batasan risiko yang dapat ditoleransi
ketika mereka menyusun dan menyajikan SOP. Terlebih lagi, bagaimana mereka mengharapkan
setiap lini usaha bersikap, berpikir dan bertingkah laku pada saat melaksanakan tugas mereka.
Interactive Control System dalam sistem pengendalian
manajemen berfungsi sebagai saluran komunikasi yang
ada dalam Perusahaan untuk mengumpulkan feedback
dari pelaksanaan strategi yang dipilih, pengantisipasian
risiko yang mungkin dapat menghambat pencapaian
strategi, mendorong terciptakan proses transfer of
knowledge dalam perusahaan untuk mendorong
peningkatkan performa perusahaan secara keseluruhan
dan pengkordinasian secara terpada terhadap seluruh lini
usaha agar bergerak secara harmonis dan searah. Saluran
dan proses komunikasi yang ada dalam Perusahaanlah
yang memungkinkan kebijakan-kebijakan dari Manajemen
tingkat atas dapat disampaikan ke seluruh anggota lini
usaha. Serta segala proses, progres serta hambatan dan
implikasi dari pelaksanaan strategi dan capaiannya dari
tim pelaksana diinformasikan kepada Manajemen atas
untuk dievaluasi.
Dalam praktiknya, terdapat dua penerapan saluran
komunikasi yaitu Komunikasi Tertutup dan Komunikasi
Terbuka. Komunikasi Tertutup merupakan bentuk
komunikasi dimana Manajemen Atas menyampaikan
instruksi-instruksi untuk dilaksanakan sedangkan seluruh
anggota lini usaha lainnya berkomunikasi untuk
melaporkan hasil pelaksanaannya atau ketika terdapat
permasalahan yang menghambat dan membutuhkan
pengambilan keputusan dari atas. Sedangkan Komunikasi
Terbuka memungkinkan anggota lini usaha memberikan
masukan-masukan kepada Manajemen Atas terdapat
kebijakan yang akan dilaksanakan atau bahkan
melakukan sebagian pengambilan keputusan. Bahkan
dalam Six Sigma, penerapan Komunikasi Terbuka terwujud
dengan pemberian penilaian kinerja dari bawahan
terhadap atasan.
Format komunikasi formal dalam suatu perusahaan dapat
berupa beberapa hal seperti (a) penilaian kinerja; (b) rapat
berjenjang yang dilakukan secara berkala; (c) internal
memo; dan berbagai bentuk lainnya. Format komunikasi
informal dapat berbentuk komunikasi yang lebih santai dan
biasanya dapat lebih bersifat personil untuk
menghilangkan rasa kecanggungan sehingga
Manajemen atas dapat memperoleh informasi yang lebih
mendalam tentang situasi dan kondisi personil mereka,
pribadi lepas pribadi.
Oleh: Richard M.M.,M.B.A.,Ak.,CA.,CPMA
PT. KONSULTAN RANAH SEJAHTERA
Kesemuanya itu pastilah mereka visualisasikan terlebih dahulu sebelum mereka menuangkannya
dalam suatu buku panduan, atau setidaknya proses yang baik dan benar akan melalui hal itu.
Dan satu hal lagi yang terkandung dalam SOP terkait dengan budaya perusahaan; meskipun
kebanyakan orang menganggap hal lebih bersifat tata administrasi; yaitu SOP dipersyaratkan
untuk diketahui dan disetujui oleh dewan direksi sebelum diterbitkan untuk dipahami
dan dipatuhi oleh seluruh lini usaha yang ada. Persyaratan itu bersifat mengikat
sebagai bentuk pertanggungjawaban akan GCG kepada para pemegang saham.
Voila! Mandat yang menjadi persyaratan utama dalam proses penanaman budaya
perusahaan pun tercipta dengan adanya SOP.
things
to do
t h i n g s
to avoid
PROCEDURES
STANDARD OPERATING
IT IS NOT AGAINST THE LAW
UNTIL THE LAW AGAINST IT!
BALANCE-SCORE CARD
READ BEHIND THE NUMBER
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan Penulis, pada
kenyataannya masih sebagian praktisi yang mengatakan bahwa
pengaruh budaya perusahaan terhadap performa masing-
masing karyawan maupun perusahaan secara keseluruhan.
Sebagian lagi, walaupun setuju budaya perusahaan dapat
mempengaruhi performa, mereka beranggapan bahwa
outcome dari pengaruh tersebut hanya bersifat kualitatif sehingga
tidak dapat diukur. Argumentasi sederhana yang patut kedua
kelompok ini pertanyakan pada diri mereka adalah apakah
mereka hanya mengendalikan usaha mereka di akhir|awal tahun
saja, sehingga mereka memilih mengabaikan upaya seluruh lini
dapat mencapai target yang ditetapkan?
Lever of Control menginkorporasi salah satu alat pengukuran
performa ke dalam sistem pengendalian manajemen yang telah
banyak dikenal dan digunakan oleh para pelaku usaha. Alat
tersebut dikenal sebagai (BSC), dimanaBalance Score Card
kinerja seluruh lini dalam perspektif Learning and Growth, Customer
Satisfactory, Internal Business Control serta Financial
dikuantitatifkan. Ketika Manajemen menyusun strategi dan
rencana kerja untuk merealisasikan target yang ditetapkan,
mereka tentu akan mendesain hal-hal apa saja yang perlu
dilakukan dan diprioritaskan ketika melakukan pekerjaan mereka.
Dan di akhir periode, BSC akan digunakan untuk mengukur
apakah strategi yang dipilih Manajemen dijalankan sesuai dengan
yang direncanakan dalam mencapai target yang direncanakan.
Pada saat perencanaan Manajemen akan menentukan perspektif
manakah yang akan menjadi fokus perhatian mereka yang
kemudian menjadi dasar pengembangan persepektif lainnya.
Dan pada saat itu pulalah, Manajemen telah menentukan upaya,
sikap mental, nilai-nilai serta prioritas (budaya perusahaan) yang
seluruh lini usaha perlu pahami dan patuhi dalam menjalankan
strategi yang ditetapkan.
KESALAHPAHAMAN PENERAPAN BSC
Coba diperhatikan lebih lanjut de๏nisi BSC yang disebutkan
sebelumnya, ada dua titik fokus pengevaluasian BSC yaitu
(1) strategi apa yang dipilih serta (2) bagaimana strategi tersebut
dijalankan. Namun kebanyakan Manajemen atau Pelaku Usaha
menggunakan BSC dengan memfokuskan pada apakah lini usaha
yang mereka kelola menjalankan kebijakan mereka sesuai
dengan harapan mereka sehingga ketika Perusahaan gagal
mencapai target stratejik yang ditetapkan mereka mencari rantai
operasional mana yang โterlihatโ gagal. Hal ini lazim di Indonesia
yang tanpa sadar menjunjung budaya โperaturan pertama:
atasan tidak pernah salahโ.
Dalam Lever of Control, Belief System dide๏nisikan sebagai suatu bentuk
komitmen dalam mencapai tujuan besar yang ditetapkan pada saat perusahaan
yang terwujudkan dalam visi, misi, dan rencana jangka panjang usaha yang dijalankan.
THE BIG PICTURE
LANGUAGE OF
OPERATIONAL
LANGUAGE OF
FINANCE AND
LANGUAGE OF
TAX & REGULATION
ACCOUNTANCY
PEOPLE WILL ACT
ACCORDINGLY
TO WHAT THEYโRE
THINKING.
PEOPLE THINK
SOLELY BASED ON
THE THINGS
THAT THEY VALUE
KEYPERFORMANCEINDEX
AKSIOMA 9:
TERDAPAT PERBEDAAN
KEPENTINGAN ANTARA
MANAJEMEN ATAU PIHAK
Y A N G M E N G E L O L A
PERUSAHAAN DENGAN
KEPENTINGAN PERUSAHAAN
IDE DASAR
โBadai yang besar akan menumbangkan
pohon besar yang terlihat kokoh dengan
mudahnya, namun tidak akan mampu
menjatuhkan pohon bambu yang dapat
bergerak dengan lugas dan dinamis sesuai
mengikuti arah badai yang berubah-ubah.โ
GOODCORPORATEGOVERNANCE
Dalam praktik bisnis saat ini, Manajemen
dan Para Pelaku Usaha dipersyaratkan
untuk mencanangkan strategi jangka
panjang guna menjaga ketahanan dan
dan kestabilan dalam situasi dan kondisi
yang berubah-ubah dan penuh ketidakpastian.
Selain dari ketiga hal tersebut, nilai-nilai inti budaya perusahaan juga terformulasi secara tidak
langsung, meskipun informal, ketika pada pemegang saham menyepakati pendirian perusahaan.
Disadari atau tidak disadari, mereka tidak akan menyepakati pendirian apabila proses pelaksanaan usaha
dirasakan sesuai dan/atau tidak melanggar dengan nilai-nilai budaya dan prinsip yang mereka junjung.
Atribut-atribut tersebut merupakan โgambaran besarโ yang menjadi target utama pendirian usaha yang
kemudian menjadi tanggungjawab Manajemen untuk mengejawantahkan serta menanamkannya kepada
kepada seluruh lini usaha dalam pelaksanaan kegiatan operasional keseharian sebagai identitas bersama.
TERBAIK|TERBESAR|TERLENGKAP|TERDEPAN
Agar kiranya proses tersebut berhasil maka ada tiga faktor psikologis yang lazim dijadikan dasar untuk budaya
perusahaan, yaitu (1) Sense of Satis๏ed; (2) Sense of Acceptance; and (3) Sense of Proud. Ketiga hal tersebut
merupakan fondasi bagi setiap anggota lini usaha untuk menumbuhkan Sense of Belonging; yang menurut
pendapat Penulis; merupakan wujud akhir dari keberhasilan penanaman nilai-nilai Perusahaan.
Sense of Satis๏ed merupakan ekspektasi psikologis dari anggota perusahaan bahwa imbalan atas jasa yang
mereka terima dari Perusahaan sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sense of Acceptance
merupakan suatu perasaan diterima yang muncul dari bagaimana mereka diperlakukan kesehariannya.
Sedangkan Sense of Proud adalah suatu perasaan bahwa orang sekitar mereka memandang lebih
ketika mengetahui bahwa mereka bekerja untuk Perusahaan. Sinkronisasi ketiga faktor tersebut dengan
kepentingan Perusahaan merupakan bagian penting dalam pengelolaan sumber daya manusia Perusahaan
untuk mengantisipasi AKSIOMA 9, dimana ketika perbedaan kepentingan menjadi timpang, maka lazimnya,
akan muncul praktik budaya negatif di antara anggota usaha. Sebut saja kecurangan dapat pemanfaatan
sumber daya Perusahaan atau praktik menerima kick-back atau bahkan yang lebih parah, pencurian. Yang
kesemua itu akan merugikan perusahaan.
Maka dari itu, maka visi, misi dan rencana jangka panjang Perusahaan kemudian dipecah menjadi rencana
pendek sehingga Manajemen atau Pihak yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan perusahaan
dapat mengukur kemampuan Perusahaan dalam mengakomodir ketiga faktor tersebut secara nyata.
Sedangkan untuk jangka panjang, sebagaimana juga diatur dalam peraturan perundangan,
komitmen perusahaan dalam mematuhi Imbalan Pasca Kerja merupakan wujud nyata bahwa
Perusahaan perduli dengan kepentingan karyawan dalam jangka panjang. Bahkan, terdapat
yang menunjukkan komitmen jangka panjang ini lebih jauh lagi, yaitu dengan menerapkan
kebijakan untuk mempermudah penerimaan bagi anggota keluarga, khususnya anak, pegawai.
serta kewenangan yang mereka miliki.
Dalam Boundry System ini, Manajemen menetapkan strategi besar usaha
dalam; jangka pendek dan jangka menengah; beserta harapan mereka
bagaimana posisi dan pergerakan karyawan dalam merealisasikan keberhasilan
dari strategi tersebut. Faktor utama yang diperlukan untuk hal tersebut adalah integritas
dan profesionalisme dari setiap pegawai dimana kedua hal tersebut sepenuhnya berlandaskan pada sikap mental dan perilaku
yang dimiliki oleh setiap lini usaha. Disinilah peran budaya perusahaan berperan untuk mempengaruhi dan mengarahkan ketiga
hal tersebut sehingga perusahaan memperoleh output yang diinginkan.
pengelolaan prilaku
โTODAY SOLUTION IS TOMMOROW PROBLEM!โ, itu merupakan ujar-ujar yang
telah dikenal yang mencerminkan bahwa para pelaku usaha dituntut untuk terus
melakukan penyesuaian dan adaptasi dalam mengelola usaha mereka mengikuti
perkembangan dan perubahan yang secara konstan dan pasti terjadi. Perubahan
tersebut dibutuhkan oleh setiap bisnis yang ada untuk menjaga keberlangsungan usaha serta
daya saing mereka dalam jangka menengah dan jangka panjang. Dan untuk itu, diperlukan
suatu pola pikir dan mentalitas untuk bergerak secara aktif dan dinamis dalam menyesuaikan
diri dengan perubahan arah dan praktik bisnis yang terjadi tanpa kehilangan keseimbangan
dan arah tujuan. Manajemen Level Atas, sebagai pihak yang sepenuhnya bertanggungjawab
atas pengendalian perusahaan perlu memastikan bahwa seluruh lini usaha dapat diandalkan
untuk bergerak sesuai dengan strategi yang ditetapkan secara profesional dan harmonis, sehingga perusahaan terhindar dari kegagalan
dalam mengantisipasi dan menyikapi perubahan yang terjadi dalam kancah persaingan usaha yang dapat menyebabkan kemunduran
dalam pencapaian tujuan strategis atau bahkan menjatuhkan perusahaan secara keseluruhan.
Sebelumnya telah diuraikan secara sederhana bahwa salah satu tahapan untuk menanamkan budaya perusahaan ke dalam operasional
dengan menanamkannya melalui keempat unsur sistem pengendalian manajemen. Proses selanjutnya adalah Pengelolaan Perubahaan
yang merupakan pengelolaan dan pengendalian pola pikir dan sikap mental seluruh lini usaha untuk bergerak sesuai dengan strategi yang
diterapkan, maupun perubahan serta penyesuaian, untuk mencapai tujuan strategi yang diinginkan. Tahap pertama dari proses ini adalah
Agar mampu bertahan dalam kondisi seperti itu
Manajemen harus mengkondisikan seluruh lini usaha
agar dapat menyesuaikan diri dengan strategi apapun
yang dipilih untuk menyikapi situasi dan kondisi yang
dihadapi. Salah satu alat yang memampukan hal itu
adalah budaya perusahaan.
Pengelolaan Prilaku. Praktik ini merupakan aktivitas pemodi๏kasian prilaku seluruh lini usaha melalui suatu bentuk sikap tingkah laku yang
terstandarisasi dan dilatih secara terus menerus. Praktik ini banyak dianggap sebagai suatu klise belaka, namun pada kenyataannya semakin
banyak perusahaan yang menerapkannya yang menunjukkan bahwa pengaruh dari Pengelolaan Prilaku bermanfaat bagi perusahaan.
Dari parktisi pemasaran, berkembang suatu proses yang disebut dengan โmengkonversi seluruh lini usaha menjadi lini depan pemasaranโ.
Sebut saja usaha perbankan atau otomotif, mereka melakukan pemodi๏kasian prilaku staf keamanan mereka sehingga tidak lagi HANYA
berdiam diri untuk menjaga keamaan namun berfungsi sebagai โpengendalian antrian pelangganโ, โpemberi informasi layanan (terbatas)โ,
dan bahkan dengan dibantu pam๏et yang ada mereka bergerak selaku โpemasaranโ. Atau bagaimana sebuah perusahaan angkutan umum
menciptakan brand equitynya melebihi para pesaingnya dengan membentuk prilaku ramah dan tidak berlaku curang dengan memilih jalur
yang jauh untuk memperoleh imbalan jasa yang lebih besar namun memilih jalur terpendek/tercepat untuk kenyamanan penumpang mereka.
Atau lihat bagaimana rasa kepercayaan warga Jakarta meningkat pesat kepada Pemprov hanya dengan menunjukkan perubahan sikap dan
mentalitas para pelayan masyarakat yang hadir sepanjang waktu sesuai peraturan dan melayani dengan lebih sigap. Belum lagi praktik bisnis
CONTINUOUS IMPROVEMENT
JAE HS TEH RA A
NARN
ATLUSNOK.TP
yang belakangan ini berkembang dimana perusahaan memberikan keleluasaan para karyawan mengatur jam kerja mereka selama tugas dan
tanggungjawab yang diberikan dapat mereka penuhi dengan tepat waktu dan sesuai dengan standar yang diharapkan. Praktik yang disebut
terakhir memicu para karyawan untuk mengejar learning curve mereka untuk bekerja e๏sien dan efektif atau bahkan melakukan inovasi yang
dapat membantu mereka mengerjakan tugas secara lebih ringkas sehingga mereka memiliki waktu luang lebih.
in need of professional help?
Dalam tahapan Pengelolaan Prilaku, tujuan akhir dari proses tersebut adalah membentuk
sikap dan pola pikir seluruh lini karyawan agar dapat cepat beradaptasi akan perubahan yang
harus dihadapi, baik di sisi internal maupun eksternal. Terlepas dari konsensus para ahli yang mengatakan
bahwa perusahaan yang menerapkan format manajemen organiklah yang dapat mengimplementasi
continuous improment dalam pengelolaannya, dibandingkan dengan format mekanikal, dengan alasan format tersebut
memberikan ruang bagi manajemen level bawah untuk berkreasi dan berinovasi sedangkan format mekanikal
yang memiliki kecenderungan bersifat kaku tidak. Namun menurut pendapat penulis, tingkat keberhasilan perusahaan
untuk mengimplementasikan continuous improvement apabila seluruh lini usaha memiliki sikap dan pola pikir yang dapat
menyesuaikan diri atas perubahan yang terjadi, terlepas perubahan tersebut terjadi merupakan usulan dan inovasi
dari lini bawah ataupun perintah atau mandat dari manajemen level atas. Mengapa? Karena prilaku tersebutlah
yang dapat menekan, atau bahkan menghilangkan, retensi ketika suatu perubahan terjadi.
id.linkedin.com/in/businessaccountant +6281 1860 1840
Memang benar dalam pelaksanaannya continuous improvement dapat dilakukan
dua (2) cara; yaitu Peremajaan teknologi yang digunakan serta inovasi cara kerja;
untuk meningkatkan performa keseluruhan. Namun keduanya tidak akan dapat
diterapkan ketika terbentuk retensi untuk mengadopsi cara-cara baru
sedemikian tingginya diantara para karyawan. Untuk itulah sikap dan
pola pikir seluruh lini usaha penting peranannya agar perusahaan
dapat terus berkembang menjadi lebih baik. Dan pengelolaan serta
pengkoordinasiannya dapat dilakukan dengan budaya perusahaan.
Retensi, yang merupakan hambatan dalam suksesi adaptasi perusahaan terhadap suatu
perubahaan, dapat diidenti๏kasi oleh manajemen melalui Learning Curve Analysis yang diterapkan bersamaan
ketika manajemen melakukan Diagnostic Control System (KPI). Ketika terdapat bagian dari lini usaha yang mengalami
pertumbuhan performa ketika terjadi suatu perubahan, maka hal tersebut merupakan sinyal bahwa
terdapat suatu hambatan dalam proses adaptasi yang dilalui oleh lini usaha sehingga memerlukan
perhatian dan tindak lanjut khusus dari manajemen untuk mengatasinya.
Ketika bicara Boundry System, maka tidak seharusnya kita bicara HANYA bagaimana seluruh lini usaha bersikap dan bertingkah laku untuk
mendukung capaian visi dan misi usaha yang ditetapkan. Namun kita tidak bisa lepas dari bagaimana Perusahaan membentuk dan
merencanakan program pengembangan karyawan dalam jangka panjang. Suatu perusahaan tidak mungkin menjadi โyang terbaikโ
ketika perusahaan tidak memberikan pelatihan dan kesempatan para karyawannya melalui proses pembelajaran dan pengembangan
potensi. Tidak mungkin perusahaan menjadi โyang terdepanโ ketika para karyawannya terengah-engah dikejar beban kehidupan dan
hanya dilengkapi dengan peralatan seadanya. Sisi terakhir inilah yang lebih sering dilupakan, khususnya di Indonesia, dalam pembentukan
budaya perusahaan. Karena lebih banyak pelaku usaha yang mengharapkan mendapatkan hasil dari para karyawannya tanpa
melakukan investasi lebih dari imbalan jasa yang diberikan.
THERE IS NO
S U C H T H I N G
A S C A N O R
CAN NOT DO IT.
IT IS SIMPLY
A MATTER OF
DOING IT OR
NOT DOING IT!
IN THIS LIFE,