1. Nama : Salsabila Azzahra
Nim : 1911102415112
Prodi : S1 Farmasi
Semester/Kelas: 1/G
TUGAS FARMAKOLOGI
1.Berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI nomor 917/Menkes/Per/X/1999 yang kini telah
diperbaiki dengan Permenkes RI nomor 949/Menkes/Per/2000, penggolongan obat berdasarkan
keamanannya terdiri dari: obat bebas, bebas terbatas, wajib apotek, keras, psikotropik, dan
narkotik.
A.Obat wajib apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa
resep dokter. Pada penyerahan obat wajib apotek ini oleh apoteker terdapat kewajibankewajiban
sebagai berikut: memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat perpasien yang disebutkan
dalam obat wajib apotek yang bersangkutan, membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan,
dan memberikan informasi mengenai dosis dan aturan pakai, kontra indikasi, efek samping, dan
lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Contoh analgetik yang termasuk dalam obat wajib
apotek adalah: antalgin dan asam mefenamat.
(Ariastuti, 2011)
Contoh Asma yang termasuk dalam obat wajib apotek adalah : salbutamol, terbutalin
Mekanisme Kerja Obat Analgesik dan Asma
a.Analgesik
Mekanisme analgesik di dalam tubuh yaitu dengan cara menghalangi pembentukan
rangsang dalam reseptor nyeri, saraf sensoris, dan sistem syaraf pusat (Arif, 2010). Analgesik
yang termasuk dalam golongan AINS bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase
yang akan mengubah asamMekanisme analgesik di dalam tubuh yaitu dengan cara menghalangi
pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri, saraf sensoris, dan sistem syarafpusat
(Arif, 2010).
Analgesik yang termasuk dalam golongan AINS bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase yang akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin di mana
prostaglandin adalah mediator nyeri, sedangkan analgesik golongan opioid bekerja di sentral
2. menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis yang menjaga pelepasan transmiter dan
rangsang nyeri sehingga terjadi penghambatan rasa nyeri (Ganiswarna dkk, 1995)
b. Asma
Mekanisme kerja dari obat ini adalah melalui stimulasi reseptor ß2 yang banyak terdapat di
trachea (batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari suatu enzim di bagian
dalam membran (adenilsiklase). Enzim ini memperkuat pengubahan adenosinetrifosfat (ATP)
yang kaya energi menjadi cyclic-adenosine-monophospate (cAMP) dengan pembebasan energi
yang digunakan untuk proses-proses dalam sel
(Tjay dan Rahardja, 2007).
B.Obat Keras
Obat Keras Obat keras merupakan jenis obat berkhasiat keras, yang untuk memperolehnya harus
dengan menggunakan resep dokter. Biasanya obat jenis ini ditandai dengan lingkaran merah
bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf “K” di dalamnya, seperti dalam gambar berikut.
Penandaan:
Obat Keras dalam hal ini terdiri dari beberapa jenis obat, antara lain :
a. Daftar G atau obat keras, seperti antibiotik, antihipertensi, antidiabetes, dan lain
sebagainya.
b. Daftar O atau obat bius/anestesi, sejenis golongan obat narkotika.
c. OKT (Obat Keras Tertentu) atau psikotropika, seperti obat sakit jiwa, obat penenang,
obat tidur dan lain sebagainya.
d. OWA (Obat Wajib Apotek) juga dikategorikan sebagai obat keras yang bisa dibeli
dengan menggunakan resep dokter. Tetapi berbeda dengan jenis obat keras lainnya,
OWA juga bisa dibeli dengan takaran tertentu tanpa harus menggunakan resep dari
dokter, seperti obat asma, pil anti hamil, antihistamin, beberapa obat kulit tertentu, dan
lain sebagainya.
3. Mekanisme Kerja Penisilin dan Antihipertensi
a.Penisilin
Penisilin mempunyai mekanisme kerja dengan cara mempengaruhi langkah akhir sintesis
dinding sel bakteri (transpepetidase atau ikatan silang), sehingga membran kurang stabil secara
osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga penisilin disebut bakterisida. Keberhasilan penisilin
menyebabkan kematian sel berkaitan denganukurannya, hanya defektif terhadap organisme yang
tumbuh secara cepat dan mensintesis peptidoglikan dinding sel
(Mycek et al., 2001).
b.Antihipertensi
Penghambat Adrenoreseptor β ( β -Bloker) Mekanisme kerjanya antara lain: (1) penurunan
frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, (2)
hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi
angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada
sensitifitas baroreseptor penurunan tekanan darah oleh β -bloker per oral berlangsung lambat
yaitu terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu
(Gunawan et al., 2007).
C.Psikotropika
Psikotropika merupakan sejenis zat atau obat alamiah atau sintesis, bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang mengakibatkan
timbulnya perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi empat
golongan, Psikotropika golongan I, golongan II, Golongan III dan Psikotropika golongan IV
Contoh : Diazepam, Phenobarbital.
(Dewi dkk, 2019)
Golongan I : yaitu psikotropika yang di pergunakan untuk pengembangn ilmu pengetahuan
dan tidak dipergunakan untuk terapi dan memiliki sindrom ketergantungan kuat, contoh: Extasi
Golongan II : yaitu psikotropika yang dipergunakakn untuk pengobatan dan dapat digunakan
sebagai terapi serta untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan memiliki sindrom
ketergantungan kuat, contoh : Amphetamine
4. Golongan III : yaitu psikotropika yang digunakan sebagai obat dan banyak digunakan sebagai
terapi serta untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan memiliki sindrom ketrgantungan
sedang, contoh : Phenobarbital
Golongan IV : yaitu psikotropika yang dipergunakan sebagai pengobatan dan dan banyak
dipergunakan untuk terapi serta digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
memilikisindroma ketergantungan ringan, contoh : Diazepem, Nitrazepam
(Anonim, 2019)
Mekanisme Kerja Diazepam dan Phenobarbital
a. Diazepam
Diazepam memberikan pengaruh pada sistem syaraf pusat, yaitu menekan kerja sistem
syaraf pusat,sehingga terjadi penurunan kerja dari sistem syaraf. Pemberian diazepam secara oral
akan melewati saluran pencernaan, hepar dan ren. Jalur distribusi diazepam dalam tubuh diawali
dengan proses absorbsi oleh intestinum. Penyerapan oleh intestinum terjadi secara cepat karena
diazepam mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi dalam lipid
(Katzung, 2002).
b.Fenobarbital
Fenobarbital dan obat golongan barbiturat lainya bekerja dengan mempengaruhi reseptor
GABA, resptor GABA yang dipengaruhi barbiturat adalah subtipe A (GABAA) dan B
(GABAB). Barbiturat akan memperpanjang pembukaan kanal ion klorida pada reseptor GABA,
yang akan mengakibatkan keadaan hiperpolariasi menjadi lebih panjang sehingga terjadi
peningkatan proses inhibisi. Barbiturat dapat mengurangi depolarisasi pada reseptor glutamat.
Pada dosis tinggi barbiturat dapat bersifat GABA mimetik, sehinga dapat mengaktfikan reseptor
GABA tanpa adanya GABA
(Katzung dan Masters 2012).
5. D.Narkotika
Narkotika merupakan sejenis obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang keberadaannya bisa mengakibatkan terjadinya penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan secara total rasa
nyeri. Selain itu narkotika juga bisa mangakibatkan timbulnyaketergantungan pemakai terhadap
keberadaan obat tersebut. Obat golongan ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang
didalamnya terdapat gambar palang merah, berwarna merah.
Penandaan:
Contoh : Morfin, Petidin
(Dewi dkk, 2019)
Narkotika terdiri dari tiga golongan, yaitu :
Golongan I : Narkotika yang hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
tidak dipergunakan untuk terapi, serta memiliki potensi ketergantungan sangat tinggi, contohnya:
Cocain, Ganja, dan Heroin
Golongan II : Narkotika yang dipergunakan sebagai obat, penggunaan sebagai terapi, atau
dengan tujuan pengebangan ilmu pengetahuan, serta memiliki potensi ketergantungan sangat
tinggi, contohnya : Morfin, Petidin
Golongan III : Narkotika yang digunakan sebagai obat dan penggunaannya banyak
dipergunakan untuk terapi, serta dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
memiliki potensi ketergantungan ringan, contoh: Codein
(Anonim, 2019)
6. Mekanisme Kerja Morfin dan Petidin
a.Morfin
Meningkatkan ambang rangsang nyeri
Mempengaruhi emosi : merubah reaksi yang timbul di kortek cerebri dithalamus
Memudahkan tidur : ambang rangsang meningkat (nyeri)
(Pratama, 2018)
b.Petidin
Mekanisme kerjanya adalah melalui blokade pada reseptor NMDA sehingga mengurangi
norepinefrin dan juga 5- hydroxytryptamine (5-HT), keduanya memiliki peranan dalam kontrol
termoregulasi. Suatu antagonis reseptor NMDA akan memodulasi termoregulasi pada area
preoptik hipotalamus anterior dan juga locus coeruleus. Mekanisme lain adalah dengan modulasi
reseptor NMDA pada tanduk dorsal dari medula spinalis yang memengaruhi transmisi nosiseptif
asenden.Obat ini tidak hanya memiliki efek sentral, tetapi juga memiliki efek relaksasi otot
ringan sehingga secara simultan akan mengurangi beratnya menggigil.
(Gunadi, 2015)
2. Obat Salmeterol dan (Tabri dkk, 2010) Obat Bronkodilator (Yuliana dkk, 2017)
7. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2019. Narkoba/Napza. https://rs.unud.ac.id/narkoba-napza/. Diakses pada 8
Maret 2020.
Ariastuti, R. 2011. Profil Swamedikasi dan Hubungan antara Tingkat Pengetahuan
dengan Swamedikasi Nyeri Kepala pada Masyarakat di Kecamatan Banyudono Kabupaten
Boyolali. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arif, M., 2010. Penggolongan Obat. 10th , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
9-10.
Dewi, A., Wardaniati, I., Pratiwi, D., Valzon, M. 2019. Sosialisasi Gerakan Masyarakat
Cerdas menggunakan Obat di Desa Kumain Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Multidisiplin. 3(1)
Ganiswarna G., Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi. 4 th, , Jakarta: Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 467-481.
Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Gunadi, M., Fuadi, I., Bisri, T. 2015. Perbandingan Efek Pencegahan Magnesium Sulfat
dengan Petidin Intravena terhadap Kejadian Menggigil Selama Operasi Reseksi Prostat
Transuretra dengan Anestesi Spinal. Jurnal Anestesi Perioperatif. 3(3).
Katzung BG, Masters SB, Trevor, AJ. 2012. Basic & clinical pharmacology.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Penerbit Salemba Medika,
Jakarta.
Pratama, D. 2018. Mekanisme Kerja Dari Morfin.
https://www.scribd.com/document/380864982/Mekanisme-Kerja-Dari-Morfin. diakses pada
tanggal 8 Maret 2020.
Mycek, Mary. J., R.A. Harvey, dan P.C. Champe. 1997. Lippincott’s Illustrated Reviews
: Pharmacology. 2nd ed. Lippincott-Raven Publishers. USA. Terjemahan A. Agoes. 2001.
Farmakologi : Ulasan Bergambar. Edisi Kedua. Widya Medika. Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta
Tabri, N., Supriyadi, M., Yunus, F., Wiyono, W. 2010. The Efficacy of Combination of
Inhalation Salmeterol and Fluticasone Compare with Budesonide Inhalation to Control Moderate
Persistent Asthma by The Use of Asthma Control Test as Evaluation Tool. J Respir Indo. 30(3)
8. Yuliana, A dan Agustina, S. 2017. Terapi Nebulizer Mengurangi Sesak Nafas pada
Serangan Asma Bronkiale di Ruang IGD RSUD dr. Loekmono Hadikudus. Jurnal Profesi
Keperawatan. 4(1)