2. Susunan saraf terdiri dari :
• Susunan saraf pusat : terdiri dari otak dan
sum sum tulang belakang.
• Susunan saraf perifer : susunan saraf otonom
dan susunan saraf motoris
3. Sistem saraf perifer berfungsi meneruskan impuls
saraf listrik dari dan ke susunan saraf pusat
melalui masing-masing neuron.
Impuls diterima oleh sel-sel penerima (reseptor)
untuk kemudian diteruskan ke otak atau sum
sum tulang belakang.
Impuls saraf yang berhubungan dengan pusat nyeri
(di otak),pusat tidur (di hipothalamus), dan
kapasitas mental yang menjadi fungsi dikulit
otak(cortex).
4. Kesadaran akan perasaan sakit terbentuk dari
dua proses yakni penerimaan perangsang
nyeri di otak besar dan reaksi emosional dari
individu terhadapnya.
Analgetika mempengaruhi proses pertama
dengan jalan meningkatkan ambang
kesadaran akan perasaan sakit.
Narkotika menekan reaksi psikis yang
diakibatkan oleh perangsang nyeri itu.
5. Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam
beberapa golongan besar :
1. Psikofarmaka yang meliputi :
a. Psikoleptika : jenis obat yang ada pada
umumnya menekan dan atau menghambat
fungsi2 tertentu dari SSP, yakni hipnotika,
sedative dan transquillizers
b. Psiko-analeptika : jenis obat yang menstimulisasi
seluruh SSP yakni antidepresiva dan
psikostimulansia.
6. 2. Jenis obat untuk gangguan neurologis seperti
antiepileptika dan penyakit parkinson.
3. Jenis obat yang menghalau atau memblokir
perasaan sakit yakni, analgetika dan
anastetika umum dan lokal.
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain.
7. ANALGETIKA
. Jenis obat untuk gangguan neurologis seperti
antiepileptika dan penyakit parkinson.
3. Jenis obat yang menghalau atau memblokir
perasaan sakit yakni, analgetika dan
anastetika umum dan lokal.
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain.
8. 2. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk
menghalau rasa nyeri hebat seperti fractura
dan kanker.
9. Penanganan rasa nyeri
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat di
lawan dengan bebearapa cara,yakni :
a. Merintangi terbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer dengan analgetika perifer.
b. Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf
sensoris, misalnya dengan anastetika lokal
c. Blokade pusat nyeri di SSP dengan analgetika
sentral (narkotik) atau dengan anestetika umum.
10. Analgetika perifer
Secara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi
dalam beberapa kelompok yakni :
a. Parasetamol
b. Salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c. Penghambat prostaglandin (NSAID’s): ibuprofen
d. Derivat-derivat antranilat : mefenamat, asam
niflumat glafenin, floktafenin.
e. Derivat-derivat pirazolinon:isopropilfenazon,
fenilbutazon, dan lain-lain.
11. Analgetik AntiRadang
dan Obat-obat Rema
Guna menanggulangi gejala nyeri,peradangan
dan kekakuan banyak digunakan analgetik
antiradang dan kortikosteroid.
a. NSAIDs
b. Kortikosteroid
12. NSAIDs berkhasiat analgetik, antipiretis, serta anti
radang dan sering sekali digunakan untuk
menghalau gejala penyakit rema.
Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat
trauma ( pukulan, benturan atau kecelakaan),
juga misalnya setelah pembedahan atau pada
memar akibat olahraga.
Obat ini dipakai juga untuk mencegah
pembengkakan, keluhan tulang pinggang dan
nyeri haid.
13. Penggolongan secara kimiawi
Obat-obat dibagi dalam beberapa kelompok :
a. Salisilat : asetosal
b. Asetat : diklofenac, indometasin, dan sulindac
c. Propionat : ibuprofen, ketoprofen,
flurbiprofen,dll
d. Oxicam : piroxicam, tenoxicam, meloxicam.
e. Antranilat : mefenaminat, nifluminat.
f. Pirazolon : fenilbutazon,
g. Lainnya : benzidamin krem 3 %
14. Kortikosteroida berdaya menghambat
fosfolipase, sehingga pembentukkan baik dari
prostaglandin maupun leukotrien dihalangi.
Oleh karena itu efeknya terhadap gejala rema
lebih baik dari NSAIDs. Tetapi efek sampingnya
yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan
penggunaan lama.
15. Analgetika Narkotik
Analgetika narkotik disebut juga opioida adalah
zat yang bekerja terhadap reseptor opioid
khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respon
emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi).
tetapi bila analgetika tersebut digunakan terus
menerus, pembentukan reseptor-reseptor
baru di stimulasi dan produksi endorfin di
ujung saraf otak dirintangi akibatnya terjadilah
kebiasaan dan ketagihan.
16. WHO telah menyusun suatu program
penggunaan analgetika untuk nyeri hebat
yang menggolongkan obat dalam 3 kelas :
1. non-opioida : NSAIDs termasuk asetosal da
kodein
2. Opioida lemah : tramadol, kodein, kombinasi
parasetamol dan kodein.
3. Opioida kuat : morfin dan derivat-derivatnya
serta zat-zat sintesis opioid.
17. Efek samping dari morfin dan opioid lainnya :
- Supresi SSP misalnya menekan pernapasan, dan batuk,
hipothermia, dan perubahan suasana jiwa (mood), mual dan
muntah serta menurunnya aktivitas mental dan mtoris.
- Saluran cerna : motilitas berkurang, kolik batu empedu.
- Saluran urogenital : retensi urin dan waktu persalinan
diperpanjang.
- Saluran napas : bronchkonstriksi, pernapasan menjadi lebih dangkal
dan frekuensinya menurun
- Sistem sirkulasi : vasodilatasi, hipertensi, dan bradycardia
- Histamin-liberator : gatal-gatal karena menstimulasi pelepasan
histamin.
- Kebiasaan dengan resiko adiksi pada penggunaan lama, bila terapi
dihentikan dapat terjadi gejala abstinensi.
18. Sedativa dan Hipnotika
Hipnotika atau obat tidur ( yun : hypnos = tidur)
adalah zat-zat yang dalam dosis
terapidiperuntukkan meningkatkan keinginan
faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur.
Termasuk dalam psikoleptika yang mencakup
obat-obat yang menekan atau menghambat
fungsi2 SSP tertentu.
19. Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas,
mengurangi ketegangan, dan menenangkan
penggunanya. Keadaan sedasi juga merupakan
efek samping dari banyak obat yang khasiat
utamanya tidak menekan SSP misalnya
antikolinergik.
Hipnotika menimbulkan rasa kantuk, mempercepat
tidur dan sepanjang malam mempertahankan
keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah.