Makalah ini membahas tentang evaluasi kinerja sumber daya manusia, dengan menjelaskan pengertian kinerja SDM, faktor yang mempengaruhinya, penilaian kinerja, tujuan penilaian kinerja dan manfaatnya. Kinerja SDM diukur berdasarkan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Faktor yang mempengaruhinya antara lain kemampuan dan motivasi. Penilaian kinerja bertuju
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Makalah dani andika
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
Dosen Pengampu : Ade Fauji, SE., MM
Di Susun Oleh
DANI ANDIKA
11140572
7P-MSDM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2017
2. i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyusun Makalah ini sebagai tugas dari Matakuliah Evaluasi Kinerja.
Makalah ini diharapkan Sebagai sumbangan pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu pengembangan sumber daya manusia dan
matakuliah evaluasi kinerja dan menjadi masukan informasi bagi perusahaan
dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kinerja.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini
memberikan manfaat yang besar bagi kita semua, Amin.
Serang, 19 November 2017
Penulis
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kinerja SDM .............................................................................................. 3
2.2 Pengukuran Kinerja (HR Scorecard) ......................................................... 8
2.3 Motivasi dan Kepuasan.............................................................................. 17
2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM................................ 19
2.5 Membangun Kapabilitas Kompetensi SDM ............................................. 24
2.6 Konsep Audit Kinerja ................................................................................ 26
2.7 Pelaksanaan Audit Kinerja......................................................................... 31
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 33
3.2 Saran........................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan
bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Sumber daya
manusia mempunyai peran utama dalam setiap kegiatan perusahaan.
Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang
berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal
kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan dengan baik. Hal ini
menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang
harus diperhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok,
sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan
perusahaan.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikanya.
Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan tentang definisi kinerja
karyawan menurut Bernandin & Russell (1993:135) yang dikutip oleh
Faustino cardoso gomes dalam bukunya yang berjudul Human Resource
Management, Performansi adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah kinerja SDM ?
2. Seperti apakah HR Scorecard ?
3. Apakah pengertian motivasi dan kepuasan kerja ?
4. Bagaimana mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM ?
5. Bagaimana membangun kapabilitas kompetensi SDM ?
5. 2
6. Seperti apakah konsep audit kinerja ?
7. Bagaiman pelaksanaan Audit Kinerja ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu n:
1. Untuk mengetahui apakah kinerja SDM ?
2. Untuk mengetahui seperti apakah HR Scorecard ?
3. Untuk mengetahui apakah pengertian motivasi dan kepuasan kerja ?
4. Untuk mengetahui bagaimana mengelola potensi kecerdasan dan
emosional SDM ?
5. Untuk mengetahui bagaimana membangun kapabilitas kompetensi
SDM ?
6. Untuk mengetahui seperti apakah konsep audit kinerja ?
7. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Audit Kinerja ?
6. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kinerja Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Mangkunegara (2001 :67) adalah “hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yanng
diberikan kepadanya”. Kualitas yang dimaksud disini adalah dilihat
dari kehalusan, kebersihan dan ketelitian dalam pekerjaan sedangkan
kuantitas dilihat dari jumlah atau banyaknya pekerjaan yang harus
diselesaikan karyawan
Tika (2006:121) mendenisikan kinerja sebagai hasil-hasil fungsi
pekerjaan seseorang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk
mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Sedangkan
Handoko (2000: 50), mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
a. Efektifitas dan efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh
mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-
akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil
yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif
dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari
7. 4
tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien
(Prawirosentono, 1999:27).
b. Otoritas (wewenang)
Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah
dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota
organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu
kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono,
1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan
dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.
c. Disiplin
Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku
(Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan
karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja
dengan organisasi dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam
membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan
dengan tujuan organisasi.
Tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan
oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67) menyatakan bahwa:
“Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Sedangkan
menurut Keith Davis dalam Anwar prabu Mangkunegara (2009:67)
dirumuskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
adalah :
Human Performance = Ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
8. 5
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge +
Skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ rata-rata (IQ 110 – 120)
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih
mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu,
pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
keahliannya (the right man on the right place, the right man on the
right job).
2. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi
situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja).
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri
pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.
Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara
psikofisik (sikap secara mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya
seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami
tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai serta mampu
memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja dapat bersumber dari dalam individu
pegawai maupun dari luar individu. Tinggal bagaimana kebijakan
organisasi mampu menyelaraskan antara faktor-faktor tersebut.
2.1.3 Penilaian Kinerja
Menurut Amstrong (dalam Irianto 2000 : 175) “ Penilaian kinerja
merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk melaporkan
prestasi kerja dan kemampuan dalam suatu periode waktu yang lebih
9. 6
menyeluruh, yang dapat digunakan untuk membentuk dasar
pertimbangan suatu tindakan.”
Penilaian kinerja yang objektif pada suatu organisasi atau perusahaan
sangat diperlukan. Bagaimanapun juga penilaian kinerja pada
dasarnya merupakan salah satu faktor kunci guna mengembangkan
suatu organisasi secara efektif dan efisien. Dengan melakukan suatu
penilaian kinerja, maka suatu organisasi atau perusahaan telah
memanfaatkan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi
mereka tersebut dengan baik
Menurut Mangkunegara (2001 : 67) obyektifitas penilai juga
diperlukan agar penilaian menjadi adil dan tidak subyektif dan
pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui ;
1. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas yaitu kesanggupan
karyawan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
2. Penyelesaian pekerjaan melebihi target yaitu apabila karyawan
menyelesaikan pekerjaan melebihi target yang ditentukan oleh
organisasi
3. Bekerja tanpa kesalahan yaitu tidak melakukan kesalahan terhadap
pekerjaan merupakan tuntutan bagi setiap karyawan
Menurut Mathis dan Jackson (dalam Yuli, 2005 :95) Penilaian
kinerja karyawan juga bisa didasarkan atas kemampuan mereka
dalam menyelesaikan pekerjaan mereka dengan indikator :
1. Kuantitas hasil kerja
2. Kualitas hasil kerja
3. Ketepatan waktu karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya
4. Tujuan Penilaian Kinerja
2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Syafarudin Alwi yang dikutip oleh Khaerul Umam
(2010:191), mengemukakan bahwa:
Secara teoritis, tujuan penilaian kinerja dikategorikan sebagai suatu
yang bersifat evaluation dan development.
10. 7
Suatu yang bersifat evaluation harus menyelesaikan:
a) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi
b) Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision
c) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi
Sedangkan yang bersifat development Penilai harus menyelesaikan:
a) Prestasi real yang dicapai individu
b) Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja
c) Prestasi-prestasi yang dikembangkan
Menurut Sedarmayanti (2011:262) menjelaskan bahwa tujuan penilaian
kinerja adalah:
1. Meningkatkan kinerja karyawan dengan cara membantu mereka agar
menyadari dan menggunakan seluruh potensi mereka dalam mewujudkan
tujuan organisasi.
2. Memberikan informasi kepada karyawan dan pimpinan sebagai dasar
untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa penilaian kinerja
merupakan serangkaian proses untuk mengevaluasi proses atau hasil
kerja seorang pegawai untuk memudahkan pimpinan (Kepala Bidang dan
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan) dalam
menentukan kebijakan bagi pegawai tersebut yang berkaitan dengan
pekerjaan atau jabatannya.
2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Khaerul Umam (2010:101), mengemukakan bahwa:
Kontribusi hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat
bagi perencanaan kebijakan organisasi.secara terperinci, penilaian
kinerja bagi organisasi adalah:
a) Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
b) Perbaikan kinerja
c) Kebutuhan latihan dan pengembangan
11. 8
d) pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi,
pemecatan, pemberhentian, dan perencanaan tenaga kerja
e) Untuk kepentingan penelitian pegawai
f) Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai..
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka kinerja individual dapat
diukur, dimana pada tingkat individu ini berhubungan dengan
pekerjaan, mengacu kepada tanggungjawab utama. Bidang kegiatan
utama atau tugas kunci yang merupakan bagian dari pekerjaan
seseorang. Fokusnya kepada hasil yang diharapkan dapat dicapai
seseorang dan bagaimana kontribusi mereka terhadap pencapaian
target per orang, tim, departemen dan instansi serta penegakan nilai
dasar Instansi.
2.2 Pengukuran Kinerja (HR Scorecard)
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human
Resources yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai
sesuatu yang selama ini dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap
pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan.“What Gets Measured, Get
Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem
pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran
ini merupakan pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana
pengukuran Human Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan
SDM atau menilai kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi
rantai nilai yang diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku
karyawan yang strategik.[1]
Karakteristik manusia pada dasarnya sulit dipahami, sulit dikelola,
apalagi diukur. Padahal kita tahu, sumber daya manusia adalah asset
terpenting yang sangat powerful dan penuh misteri dari sebuah perusahaan.
Oleh karena itu. HR Scorecard mencoba mengukur sumber daya manusia
12. 9
dengan mengkaitkan antara orang-strategi-kinerja untuk menghasilkan
perusahaan terbaik, dan juga menjabarkan misi, visi dan strategi, menjadi
aksi HR yang dapat diukur kontribusinya. Keduanya menggambarkan
hubungan sebab (leading/intangible) dan akibat (lagging/tangible), yang
kuncinya adalah disatu sisi ingin menggambarkan manusia dengan segala
potensinya, dan disisi lain ada konteribusi yang bisa diberikan dalam
pencapaian sasaran perusahaan.
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang
secara komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana
sistem pengelolaan SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi
organisasi. Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR
Scorecard bagi perusahaan sebagai berikut :
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak
mempengaruhi implementasi strategi perusahaan dengan HRD
Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai pengaruh terhadap
implementasi strategi perusahaan).
2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition) dengan
pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan disisi
lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor
kunci kesuksesan yang mendorong implementasi strategi perusahaan).
Model SDM strategik memberi kontribusi yang menghubungkan
keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable, dimana
mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strtaegi
perusahaan (misalnya: kepuasan pelanggan atau fokus peningkatan
kompetensi karyawan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab
terhadap implementasi strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
13. 10
2.2.1 Sistem pengukuran Human Resource Scorecard
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system pengukuran
Human Resource Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu
dilaksanakan adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan
strategi pengembangan perusahaan secara keseluruhan.
Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana
perusahaan perusahaan menciptakan nilai, strategi-strategi apa
yang dapat membuat perusahaan sukses, ukuran-ukuran apa yang
bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah
terformulasi dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan
baik keseluruh lapisan karyawan atau Organisasi. Departemen
SDM sebagai bagian dari perusahaan, mutlak dalam
mengembangkan strateginya harus mengacu pada arah dan
strategi yang telah ditetapkan perusahaan. Jadi strategi bisnis
harus diklarifikasi dengan terminology yang detail dan dapat
dilaksanakan oleh pelakunya. Kuncinya adalah membuat sasaran
perusahaan dimana karyawan memahami peran mereka dan
organisasi mengetahui bagaimana mengukur kesuksesan meraka
(kinerja karyawan) dalam mencapai sasaran tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal
strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk
mengetahui mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung
pencapaian strategi tersebut. Departemen SDM dapat menjadi
model strategi, apalagi bila manager lini dan manager SDM mau
berbagi tanggung jawab dalam poses implementasi strategi
tersebut. Dalam proses perumusan kasus bisnis, perlu dilakukan
suatu observasi pendahuluan untuk menyusun rekomendasi yang
14. 11
akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan
perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi mengeksekusi
strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu
sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu
melakukan serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan
akan membentuk suatu proses rantai penciptaan nilai. Proses
penciptaan nilai bagi pelanggan inilah yang disebut dengan model
rantai nilai, meski belum terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi
membagi proses penciptaan nilai menjadi empat pespektip, yaitu
pertumbuhan dan pembelajaran, proses internal, pelanggan dan
financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu
antara strategi bisnis perusahaan dengan programprogram yang
dijalankan oleh department SDM. Semakin sering titik temu
diantara keduanya terjadi, maka semakin strtaegis pula peran
SDM dalam perusahaan tersebut..Untuk merealisasikan hal ini,
para professional di departemen SDM harus mampu memahami
aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak
terpenuhi, para manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai
kebijakan yang diambil oleh departemen SDM. Berdasarkan
strategi perusahaan, department SDM kemudian membuat HR
Deliverables yang dirancang untuk mendukung realisasi dari
strategi dan kinerja perusahaan seperti apa yang memerlukan
kompetensi, reward dan tugas organisasi yang tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya
adalah menyesuaikan HR Deliverables tersebut dengan arsitektur
15. 12
SDM yang dimilki oleh departemen SDM yakni Fungsi, Sistem,
dan Perilaku karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan
arsitektur SDM, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan
ukuran-ukuran strategis (key performance indicator) untuk tiap
HR Deliverables. Dalam proses penyusunan HR Scorecard, HR
deliverabales merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh
departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang
digambarkan dalam model diatas, hasilnya menjadi alat yang
sangat berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM terhadap
kinerja organisasi..
Perlu di ingat bahwa elemen penting dari HR Scorecard adalah
indentifikasi HR Deliverable, penggunaan HPWS (High Performance
Work Systems), HR Sistim Alignment dan HR Efficiency. Hal
tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara kontrol biaya
dan penciptaan nilai (value creation). Kontrol biaya berasal dari
pengukuran HR Efficiency. Sedangkan penciptaan value (value
creation) berasal dari pengukuran HR Deliverable, kesejajaran sistim
SDM eksternal, dan HPWS. Ketiga hal terakhir adalah elemen penting
dari HR arsitektur yang membentuk rantai nilai dari fungsi ke sistim
lalu ke tingkah laku karyawan.
2.2.2 Penyusunan Balanced Scorecard Perusahaan
Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di perusahaan
adalah seluruh manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur
utama, direktur operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer
pemasaran, HR manajer dan manajer administrasi dan keuangan).
16. 13
Penyusunan Balanced Scorecard di perusahaan diawali dengan
penjabaran strategi perusahaan. Dalam Rencana Bisnis tahun depan
terlihat bahwa strategi bisnis yang dipilih perusahaan adalah Strategi
yang telah ditetapkan. Dengan strategi ini maka perusahaan mampu
membuat jasa dan produk yang mempunyai keunggulan unik sehingga
perusahaan dapat mengejar daya saing strategis dengan para pesaing
yang berkaliber internasional.
Untuk kebutuhan pengembangan Balanced Scorecard strategi tersebut
diperlukannya proses pengembangan yang terlihat pada Gambar 2.1
dan melaksanakan balance scorecard (Gambar 2.2) dan kemudian
proses diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih actionable.
Pembedaan terfokus dicapai dengan jenis dari strategy dan corporate.
Dari strategi tersebutlah dibangun Balanced Scorecard perusahaan
dikembangkan.
17. 14
Perusahaan menetapkan empat perspektif untuk pengukuran
kinerjanya dalam analisis Balanced Scorecard perusahaan yang dapat
dilihat pada Gambar 2.3, dimana dengan karyawan yang terampil akan
mendorong proses bisnis yang baik. Proses bisnis yang baik kemudian
akan menghasilkan produk yang bermutu yang memenuhi spesifikasi
kebutuhan pelanggan. Selanjutnya pelanggan yang terpuaskan akan
meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba baik
melalui pembelian berulang maupun melalui pangsa pasar yang
semakin meluas.
2.2.3 Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu
menggambarkan peran dan kontribusi sumber daya manusia kepada
pencapaian visi perusahaan secara jelas dan terukur, agar profesional
sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya yang
dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran
hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009:80-
82) sebagai berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara
deliverable, yang mempengaruhi implementasi strategi, dan do able
yang tidak. Sebagai contoh, implementasi kebijakan bukan suatu
18. 15
deliverable hingga ia menciptakan perilaku karyawan yang
mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir
secara strategis serta secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan.
Pada saat yang sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus
pula menciptakan nilai. HR Scorecard membantu para manajemen
sumber daya manusia untuk menyeimbangkan secara efektif kedua
tujuan tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk
menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka
mempertahankan “investasi” dengan menguraikan
manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-
keputusan dan sistem SDM dengan HR deliverable, yang
selanjutnya mempengarui pendorong kinerja kunci dalam
implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan
lagging indicator dalam sistem pengukuran kinerja seimbang
keseluruhan
perusahaan, di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver)
dan hasil (outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau
keselarasan antara keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur
sistem yang mendorong HR deliverable. Menilai keselarasan ini
memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju
deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi
SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi
dan pada akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran
kinerja strategi apapun harus memberikan jawaban bagi chief HR
19. 16
officer atas pertanyaannya, “apa kontribusi SDM terhadap kinerja
perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran HR
deliverable pada scorecard harus memberikan jawaban itu. Para
manajer SDM harus memiliki alasan strategi yang ringkas, kredibel
dan jelas, untuk semua ukuran deliverable. Jika alasan itu tidak ada,
begitu pula pada ukuran itu tidak ada. Pada manajer lini harus
menemukan ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang
dilakukan manajer SDM, sebab matrik-matriks itu
merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnis, bukan
persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara
efektiftanggung jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong
sumber daya manusia untuk fokus secara tepat pada bagaimana
keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi
strategi perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya
“fokus strategis karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR
Scorecard harus memperkuat fokus
strategis para manajer SDM dan karena para professional SDM
dapat mencapai pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara
mengadopsi perspektif sistemik dari pada dengan cara memainkan
kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh
untuk berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem
ini menjadi terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan.
Strategi - strategi tumbuh, organisasi perlu bergerak dalam arah
yang berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja yang sudah
tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara
status quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen
berdasarkan pengukuran ini ialah bahwa orang-orang menjadi
trampil dalam mencapai angka-angka yang diisyaratkan dalam
20. 17
sistem nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka ketika
kondisi yang bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan
fleksibilitas dan perubahan, sebab ia fokus pada implementasi
strategi perusahaan, yang akan secara konstan menuntut perubahan.
Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
2.3 Motivasi dan Kepuasan Kerja
2.3.1 Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”.
Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurangan psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu
dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif.
Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui hubungan
antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam
dunia kerja adalahsuatu yang dapat menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi
karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya
prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan
dengan prestasi kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar
motivasi kerja, kemampuan, dan peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja
seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi yang
proaktif à seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya atau
akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang
dimana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk
dapat berprestasi tinggi. Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif à
cenderung menunggu upaya ata tawaran dari lingkunganya.
21. 18
Motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja
bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam
yaitu :
1. Motivasi Finansial = dorongan yang dilakukan dengan
memberikan imbalan finansial kepada karyawan.
2. Motivasi nonfinansial = dorongan yang diwujudkan tidak dalam
bentuk finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti
penghargaan, pendekatan manusia dan lain – lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya
adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan
(action atau activities)dan memberikan kekuatan yang mengarahkan
kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurai
ketidakseimbangan.
2.3.2 Kepuasan Kerja
kepuasan kerja adalah sikap yang umum terhadap suatu pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang
dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan
mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000)
bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai hal seperti
kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang
menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung
menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan
keterampilan dan kemampuan dalam bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan
kebijakan promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan
pengharapan mereka.
22. 19
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik
untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan
mengerjakan tugas yang baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara
sesama pegawai yang saling mendukung meningkatkan kepuasan
kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan,
Holand dalam Robbin (2001) mengungkapkan bahwa kecocokan
yang tinggi antara kepribadian seorang pegawai dan pengharapan
akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat
dijelaskan oelh keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa
memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat
absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan dan masalah
personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi
personalia emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia
berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja
yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi anggota
organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota
organisasi.
2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa
Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima,
menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di
sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi
akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada
kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan orang
23. 20
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain.
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi,
menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan
pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi
dan intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan
emosi dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri,
mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang kain,
dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Seorang ahli
kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8) mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol
diri, memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecakapan
tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi baik yang positif maupun
negatif.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke
dalam lima wilayah utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri,
mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain,
dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang
dirasakan dalam dirinya dan menggunakannya untuk memandu
pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis
atas kemampuan diri sendiri dan kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan
dan menangani emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak
positif pada pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta
sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan
mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
24. 21
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun diri menuju sasaran, membantu
pengambilan inisiatif serta bertindak sangat efektif, dan mampu untuk
bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan
orang lain, mampu memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan
hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan
berbagai tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu
membaca situasi dan jaringan sosial secara cermat, berinteraksi dengan
lancar, menggunakan ketrampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta bekerja sama dalam
tim.
2.4.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki
dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani
adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan
kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan
mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis
mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan
berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana
kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1)
25. 22
Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam
memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2)
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
Gambar 2.1 Siklus Faktor Kecerdasan Emosional
2.4.2 Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa
yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara,
agar tidak terjadi salah paham serta dapat menjaga hubungan
baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah
paham.
4 . Tak usah takut ditolak
26. 23
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak,
jadi siapkan diri dan jangan takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu
berempati atau bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan
apa yang bisa ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan
mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat
salaing mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap
berpikir rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat
perhatian. Jangan memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah
secara bersamaan.
2.4.3 Pengukuran Kompetensi Emosional
EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja
maksimum dan memiliki hubungan yang kuat dengan kecerdasan
tradisional, sedangkan EI sifat biasanya diukur dengan menggunakan
kuesioner laporan diri dan memiliki hubungan yang kuat dengan
kepribadian.
Dua alat pengukuran didasarkan pada model Goleman:
1. Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada
tahun 1999, dan Inventarisasi Kompetensi Emosional dan Sosial
(ESCI), yang diciptakan pada tahun 2007.
27. 24
2. The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada
tahun 2001 dan yang dapat diambil sebagai laporan diri atau 360
derajat penilaian.
2.5 Membangun Kapabilitas dan Kompetensi
Untuk meningkatkan sumber daya manusia sebuah perusahaan sudah
selayaknya jika perusahaan memperhatikan kualitas sumber dayanya dalam
hal ini adalah kualias pegawainya, sehingga dapat diperoleh kualitas
pegawai yang berdaya saing tinggi.
Kompetensi dalam arti sebuah konsep yang mengandung arti untuk
menggabungkan SPKJ yaitu penggabungan antara Skill (Ketrampilan),
Personal`s Atribut (Atribut Perseorangan), Knowledge ( ilmu pengetahuan)
dan tercermin dari Job Behaviour (Perilaku Kinerja) yang terukur, dapat
diamati sehingga dapat dievaluasi.
28. 25
Boleh dibilang kompetensi sendiri adalah sebuah faktor yang dapat
menentukan keberhasilan kinerja seseorang. Jadi titik perhatian yang utama
dari sebuah kompetensi adalah sebuah perbuatan yang merupakan
perpaduan dari ketrampilan, atribut perseorangan dan ilmu pengetahuan.
Pemicu Utama – Pemicu utama timbulnya manajemen berbasis
kompetensi adalah karena adanya sebuah keinginan untuk menempatkan
posisi seorang karyawan pada tempat atau jabatan yang sesuai dengan
kualitas kemampuan karyawan tersebut istilah kerennya The Right Man on
The Right Place.
Jadi penjabaran secara lebih detail dari sebuah Manajemen Sumber
Daya Berbasis Kompetensi adalah sebuah proses untuk merencanakan,
mengorganisasi, melaksanakan serta mengendalikan semua aktifitas seorang
tenaga kerja yang dimulai sejak proses rekruitmen, pengembangan diri,
perencanaan karier, evaluasi kerja, rencana suksesi, maupun sistem
renumerasi hingga memasuki masa pensiun tenaga kerja tersebut, dimana
semua proses untuk mengambil sebuah keputusan didasari pada sebuah
informasi akan kebutuhan dari kompetensi sebuah jabatan, serta kompetensi
setiap individu guna menggapai tujuan perusahaan atau sebuah organisasi.
Tujuan – Sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi bertujuan
untuk menghasilkan hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta
sasaran perusahaan/ organisasi dengan menerapkan standar kinerja yang
sesuai denagn ketentuan yang telah ditetapkan.
Jenis Kompetensi – Ada dua macam kompetensi, yaitu :
1. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi
yang berhubungan dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta
membangun hubungan dengan orang lain., seperti kemampuan untuk
memecahkan masalah, kemampuan memimpin, dan kemampuan untuk
membangun komunikasi.
2. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi
yang berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang
29. 26
berkaitan dengan keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang
dilakoni., seperti kemampuan pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
adalah selalu fokus pada tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh
karyawan sebuah perusahaan/ organisasi dapat mencapai hasil seperti yang
sudah direncanakan dan diharapkan di awal waktu, dengan mereferensikan
karyawan yang memiliki etos kerja yang berkualitas kepada karyawan yang
lain sehingga tercipta persaingan yang sehat.
Langkah yang diperlukan – Untuk mencapai Manajemen Sumber Daya
Manusia Berbasis Kompetensi diperlukan beberapa hal seperti :
1. Pengidentifikasian posisi
2. Analisa kegiatan dan pekerjaan.
3. Pengenalan dan penelusuran secara terperinci sebagai sebuah
kebutuhan pertama
4. Pengenalan dan penelusuran kompetensi yang diperlukan untuk
sebuah posisi.
5. Prioritas kompetensi dengan memakai sistem peringkat dan
kualitas yang paling baik.
6. Membuat sebuah standar kinerja yang paling minim sehingga dapat
dijadikan sebagai acuan sebuah kompetensi.
7. Mengidentifikasikan kandidat yang berpotensi
8. Perbandingan antar kandidat, dengan prinsip penerapan standar
kinerja minimum yang telah ditetapkan.
2.6 Konsep Audit Kinerja
Menurut Anantawikrama, etc (2013) pengukuran kinerja sektor publik
merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik
dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non
finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan
menetapkan reward and punishment system.
30. 27
Menurut Mardiasmo dalam Anantawikrama, etc (2013) pengukuran
kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud:
1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja yang dimaksudkan
untuk dapat membantu pemerintah berfokus kepada tujuan dan sasaran
program unit kerja. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan efesiensi
dan efektivitas organisasi sektor publik.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber
daya dan pembuatan keputusan.
3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan
kelayakan
biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat
pengguna jasa publik. Masyarakat tentu tidak mau terus menerus ditarik
pungutan sementara pelayanan yang mereka terima tidak ada
peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Oleh karena itu pemerintah
berkewajiban untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pelayanan
publik.
Menurut Rai dalam Anantawikrama, etc (2013) pengukuran kinerja
pada sektor publik memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Menciptakan akuntabilitas publik. Dengan melakukan pengukuran
kinerja, akan diketahui apakah sumber daya digunakan secara
ekonomis, efesien, sesuai dengan peraturan, dan dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
2. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Pengukuran kinerja
sangat penting untuk melihat apakah suatu organisasi berjalan sesuai
dengan yang direncanakan atau menyimpang dari tujuan yang
ditetapkan.
31. 28
3. Memperbaiki kinerja periode berikutnya. Pengukuran kinerja akan
sangat membantu pencapaian tujuan organiasi dalam jangka panjang
serta membentuk upaya pencapaian budaya kerja yang lebih baik di
masa mendatang.
4. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Dengan adanya
pengukuran kinerja atas pegawai, dapat diketahui apakah mereka telah
bekerja dengan baik atau tidak. Pengukuran kinerja dapat menjadi
media pembelajaran bagi pegawai untuk meningkatkan kinerja masa
datang.
5. Memotivasi pegawai. Pengukuran kinerja dapat dijadikan alat untuk
memotivasi pegawai dengan memberikan imbalan kepada pegawai
yang memiliki kinerja baik.
2.6.1 Prosedur Audit Kinerja
Menurut Dista Amalia (2012) prosedur audit kinerja sektor publik
dibagi menjadi 4 tahap:
1. Tahap pengenalan dilakukan survei pendahuluan dan review
sistem pengendalian manajemen. Pekerjaan yang dilakukan pada
survei pendahuluan dan review sistem pengendalian manajemen
bertujuan untuk menghasilkan rencana penelitian yang detail yang
dapat membantu auditor dalam mengukur kinerja dan
mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara kinerja
dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Tahap pengauditan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen,
yaitu: telaah hasil-hasil program, telaah ekonomi dan efesiensi,
dan telaah kepatuhan, disusun untuk membantu auditor dalam
mencapai tujuan audit kinerja. Review atas hasil-hasil program
akan membant auditor untuk mengetahui apakah entitas telah
melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomis dan efisiensi
akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah
melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomis dan efesiensi
32. 29
akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah
melakukan sesuatu yang benar secara ekonomis dan efesien.
Review kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan
apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan cara-cara
yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri
atau secara bersama-sama, tergantung pada sumber daya yang ada
dan pertimbangan waktu.
3. Tahap pelaporan merupakan tahapan yang harus dilaksanakan
karena adanya tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas
pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut menjadi alasan
utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada
pihak manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat luas.
Penyampaian hasil-hasil pekerjaan audit dapat dilakukan secara
formal dalam bentuk laporan tertulis kepada lembaga legislati
maupun secara informal melalui diskusi dengan pihak
manajemen.
4. Tahapan yang terakhir adalah tahap penindaklanjutan, dimana
tahap ini didesain untuk memastikan/memberikan pendapat
apakah rekomendasi yang diusulkan oleh auditor sudah
diimplementasikan. Prosedur penindaklanjutan dimulai dengan
tahap perencanaan melalui pertemuan dengan pihak manajemen
untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi organisasi dalam
mengimplementasikan rekomendasi auditor. Selanjutnya, auditor
mengumpulkan data-data tersebut untuk kemudian disusun dalam
sebuah laporan.
Menurut Indra Bastian (2006) ketika standar audit menyajikan
kerangka berpikir yang umum mengenai audit kinerja, maka
perilaku nyata dari standar aplikasi praktis audit yang diperlukan
pada organisasi pemerintahan atau program diperiksa. Tahap
33. 30
audit dapat dikategorikan menjadi tahap perencanaan, tahap
pekerjaan lapangan, dan tahap pelaporan.
Tahap perencanaan sudah sangat dikenal oleh organisasi dan
dalam rincian program audit dinyatakan bahwa auditor dalam
mengukur kinerja dan mengembangkan temuan dasar untuk
dibandingkan dengan pengukuran kinerja harus berdasarkan pada
kriteria yang ditetapkan. Perencanaan audit seharusnya mencakup
:
1. Sasaran, luas, dan metodolog audit.
2. Kriteria pengukuran kinerja.
3. Koordinasi dengan auditor pemerintah lain jika dibutuhkan.
4. Pengetahuan dan keterampilan staf audit.
5. Kepatuhan dengan hukum, peraturan, dan aturan.
6. Pengukuran pengendalian internal.
Survei pendahuluan seharusnya digunakan dalam menyusun
perencanaan audit. Survei pendahuluan akan menyediakan informasi
mengenai metode dan sistem yang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja dan mengelola operasi serta keuangan organisasi. Informasi ini
dapat digunakan untuk dikembangkan untuk pemahaman atas
organisasi, sehingga audit dapat dilaksanakan dengan efesien,
termasuk penggunaan sumber daya audit di daerah yang penting.
Pelaksanaan pekerjaan selama tahap ini lebih berupa mencari
gambaran dibandingkan dengan analisis.
Salah satu cara untuk memperoleh pemahaman atas entitas adalah
melalui survei pendahuluan, di mana auditor mulai memeriksa sistem
pengendalian internal. Tahap ini sejenis dengan peninjauan atas
pengendalian internal pada audit keuangan. Sistem pengendalian
manajemen adalah bagaimana entitas dapat menjamin bahwa sasaran
dapat tercapai atau entitas beroperasi secara ekonomis, efisien, dan
patuh pada hukum dan peraturan. Dalam audit kinerja, dibutuhkan
34. 31
peninjauan terhadap pengendalian internal dan fokus pada tinjauan
terhadap berbagai variasi sasaran.
2.7 Pelaksanaan Audit
Menurut Arens (2007), tahapan dalam audit operasional adalah sebagai
berikut:
Tahap I : Perencanaan Audit
Tahap II : Pengumpulan dan Evaluasi Bukti
Tahap III : Pelaporan dan Tindak Lanjut
Meskipun tujuan audit dan jenis audit berbeda, menurut Taylor dan Glezen
(1997), secara umum tahapan audit mencakup hal-hal berikut:
1. Perencanaan audit
2. Pemahaman dan pengujian pengendalian intern
3. Pengujian substantive
4. Pelaporan
Jika digambarkan dengan bagan, tahapan audit adalah sebagai berikut:
Pengembangan tujuan dalam proses dimulai dari Potensial Audit
Objectives (PAO) yaitu pernyataan tujuan-tujuan audit dalam rumusan
umum seperti ketaatan, efektivitas dan efesiensi. Setelah tahap survey
pendahuluan, PAO dirinci menjadi Tentative Audit Objectives (TAO). TAO
telah merinci PAO menjadi tujuan-tujuan pengujian substantive. TAO akan
diseleksi dan disusun prioritas pengujian substansinya setelah evaluasi
35. 32
Sistem Pengendalian Intern (SPM) dilaksanakan. Setelah evaluasi SPM,
TAO menjadi Firm Audit Objectives (FAO) yaitu TAO yang telah diseleksi,
disusun prioritas pengujian substansinya dan dikumpulkan lebih banyak
bukti melalui tahap pengujian substansi dan pengembangan temuan.
36. 33
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan
pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja
dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau
tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan cara yang
paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja.
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan
tujuan perusahaan dan juga untuk mengetahui posisi perusahaan dan tingkat
pencapaian sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi
keterlambatan atau penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga
sasaran atau tujuan tercapai. Hasil evaluasi kinerja individu dapat
dimanfaatkan untuk banyak penggunaan.
3.2. Saran
Penulis merasa masih banyak kekurangan dan merasa jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu setelah makalah ini dibaca diharapkan
memberikan saran dan kritikan yang membangun.
37. 34
DAFTAR PUSTAKA
Sitohang, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Pradnya Paramita,
2007, hlm. 186.
A.A. Anwar Prabu mangkunegoro, Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika
aditama, 2007, hlm. 10
Spectra Jumadi Madi,2012. “Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan”.
Perpustakaan Ilmu.
http://jumadibismillahsukses.blogspot.com/2012/12/pengaruh-
kompensasi-terhadap-kinerja.html
Azmi Haral,2012. “Makalah Kompensasi”. Teorinya Manajemen.
http://blogharalazmi.blogspot.com/2012/06/makalah-kompensasi.html