Dokumen tersebut membahas hukuman bagi mereka yang memakan riba dan penceramah yang lupa diri. Secara bertahap, Al-Quran mengharamkan riba, mulai dari peringatan hingga larangan mutlak. Nabi Muhammad diperlihatkan hukuman bagi pemakan riba yaitu perut besar dan dilempar ke neraka. Pengharaman riba diturunkan secara bertahap di Makkah dan Madinah melalui beberapa ayat Al-Quran.
2.
Yang Diterima dan
Ditampakkan (Bagian 2)
Hukuman Bagi Pemakan Riba
Hukuman Bagi Penceramah yang Melupakan Dirinya
IQRO Foundation, Sydney, Australia
3.
Disebutkan dalam Ar-Rahiqul Makhtum:
ورأىأكلةيتحول أن ألجلها يقدرون ال كبيرة بطون لهم الرباعن وا
النار على يعرضون حين فرعون آل بهم ويمر ،أماكنهمفيطأونهم.
Nabi melihat orang-orang yang suka mengambil riba.
Mereka mempunyai perut besar, sehingga tidak beran-
jak dari tempatnya karena perutnya yang membesar itu.
Para Pengikut Fir’aun melewati mereka tatkala digiring
ke neraka, lalu mereka melemparkan orang-orang yang
mengambil riba ini ke neraka. [al-Mubarakfury]
IQRO Foundation, Sydney, Australia
Hukuman
Bagi Pemakan Riba
4. Bahaya riba; walau riba belum diharamkan, tapi Nabi
sudah diperlihatkan siksa yang dipersiapkan kelak.
Pengharaman riba sendiri diturunkan secara bertahap.
Tahap pertama (Surat Ar-Rum : 30):
اَمَوال ِلاَوْمَأ يِف َُوبْرَيِل ًاب ِر ْنِم ْمُتْيَتآِ َّاّلل َدْنِع ُوبْرَي ََلَف ِاسَّنْنِم ْمُتْيَتآ اَمَو
ْال ُمُه َكِئَلوُأَف ِ َّاّلل َهْجَو َونُدي ِرُت ٍةَاكَزَونُفِعْضُم(الروم:39)
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada Sisi Allah.
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.
Ayat ini turun di Makkah.
Secara zhahir tidak menunjukkan diharamkannya riba.
(Hanya) Ada isyarat Kemurkaan Allah (Riba itu tidak
ada pahalanya di Sisi Allah )
Ayat ini baru berupa ‘peringatan untuk berhenti dari riba
(mau’izhah salbiyah).’ [Ash-Shabuni]
IQRO Foundation, Sydney, Australia
5. Tahap kedua (Surat An-Nisa: 160-161), di Madinah:
َط ْمِهْيَلَع اَنْمَّرَح واُداَه َِينذَّال َنِم ٍمْلُظِبَفِدَصِبَو ْمُهَل ْتَّل ِحُأ ٍتاَبِيِ َّاّلل ِليِبَس َْنع ْمِه
اًيرِثَكُمِهِذْخَأَوْكَأَو ُهْنَع ُواهُن ْدَقَو اَب ِالرِلِاطَبْالِب ِاسَّنال َلاَوْمَأ ْمِهِلاَنْدَتْعَأَو
اًميِلَأ ًاباَذَع ْمُهْنِم َين ِرِفَاكْلِل(النساء:160،161)
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haram-
kan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan ri-
ba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya,
dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan
yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang ka-
fir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Tahap ketiga (Surat Ali ‘Imran : 130):
َعْضَأ اَب ِالر واُلُكْأَت ََل واُنَمآ َِينذَّال اَهُّيَأ اَيَل َ َّاّلل واَُُّتاَو ًًَفَعاَضُم اًافَُونحِلْفُت ْمُكَّلَع
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supa-
ya kamu mendapat keberuntungan”
IQRO Foundation, Sydney, Australia
6. Tahap keempat (Q.S. Al-Baqarah 275, 276, 278)
وَُُي اَمَك ََلِإ َونُموَُُي ََل اَب ِالر َونُلُكْأَي َِينذَّالَنِم ُانَطْيَّشال ُهُطَّبَخَتَي ِيذَّال ُمَكِلَذ ِسَمْال
َّلَحَأَو اَب ِالر ُلْثِم ُعْيَبْال اَمَّنِإ واُلاَق ْمُهَّنَأِبْنَمَف اَب ِالر َمَّرَحَو َعْيَبْال ُ َّاّللًٌَظِع ْوَم ُهَءاَجِهِبَر ْنِم
َع ْنَمَو ِ َّاّلل ىَلِإ ُهُرْمَأَو َفَلَس اَم ُهَلَف ىَهَتْناَفِف ْمُه ِارَّنال ُُاَحَْْأ َكِئَلوُأَف َدااَهيَونُدِلاَخ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lan-
taran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguh-
nya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah mengha-
lalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) ke-
pada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka o-
rang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di da-
lamnya.” (Q. S. 2:275)
Tahap ke-2, ke-3 & ke-4 turun di Madinah; Insya Allah,
akan disebutkan pada presentasi-presentasi selanjutnya.
IQRO Foundation, Sydney, Australia Lihat pula Tafsir Ayat
Ahkam Ash-Shabuni
7.
ْنَعَلاَق ،ٍكِلاَم ِْنب َِسنَأ:ِ َاّلل ُلوُس َر َلاَق:«ِب َي ِرْسُأ َةَلْيَل ُْتيَأَرااالَج ِر ي
ُقَف ، ٍَارن ْنِم َض ِارَقَمِب ْمُهُهاَفِش ُض َرْقُتُتْل:ُلي ِْرب ِج اَي ِء َالُؤَه ْنَم؟»،َلاَقَف:
«ِب َاسَنال َونُرُمْأَي ،َكِتَمُأ ْنِم ُءاَبَطُخْالُهَسُفْنَأ َن ْوَسْنَي َو ِرِبْالَونُلْتَي ْمُه َو ،ْم
َابَتِكْالَونُلِقْعَي ََلَفَأ»
Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, “Saat malam
Isra’ Mi’raj aku melintasi sekelompok orang yang bibirnya di-
gunting dengan gunting dari api neraka.” “siapakah mereka”, ta-
nyaku kepada Jibril. Jibril mengatakan, “mereka adalah orang-
orang yang dulunya menjadi penceramah ketika di dunia. Mereka
sering memerintahkan orang lain melakukan kebaikan tapi mereka
lupakan diri mereka sendiri padahal mereka membaca Firman-
Firman Allah, tidakkah mereka berpikir?” (HR. Ahmad, Abu
Nu’aim dan Abu Ya’la)
IQRO Foundation, Sydney, Australia
Hukuman Bagi Khathib
yang Melalaikan Dirinya
8. Sifat Orang Yahudi (Q.S. 2:44).
ْنَأ َن ْوَسْنَتَو ِرِبْالِب َاسَّنال َونُرُمْأَتَأَتِكْال َونُلْتَت ْمُتْنَأَو ْمُكَسُفَونُلُِْعَت ََلَفَأ َُا
“Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, se-
dang kalian melupakan diri-diri kalian sendiri, padahal kalian
membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?”
Hal yang amat dibenci (Q.S. 61:2-3)
اَهُّيَأاَيَت ََل اَم َونُلوَُُت َمِل واُنَماَء َينِذَّالَونُلَعْفِ َّاّلل َدْنِع اًتَُْم َُربَكْنَأ
َونُلَعْفَت ََل اَم واُلوَُُت
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa
yang tidak kalian perbuat? Amat besar kebencian di Sisi Allah
bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tiada kalian kerjakan.”
Perintah memenuhi janji.
Ilmu harus disertai amal.
Larangan mengatakan yang tidak dikerjakan. [Asy-Syaqawy]
IQRO Foundation, Sydney, Australia
9. Hadits Usamah bin Zaid secara marfu’:
ىَتْؤُيىَقْلُيَف ِةَماَيِقْال َم ْوَي ِلُجَالرِبَب ُابَتْقَأ ُقِلَدْنَتَف ِارَنال يِفاَمَك اَهِب ُُوردَيَف ِهِنْط
ِهْيَلِإ ُعِمَتْجَيَف ىَحَالرِب ُارَم ِحْال ُُوردَيََلُف اَي َونُلوُقَيَف ِارَنال ُلْهَأْنُكَت ْمَلَأ َكَل اَم ُن
ِرَكْنُمْال ْنَع ىَهْنَت َو ِوفُرْعَمْالِب ُرُمْأَتِب ُرُمآ ُتْنُك ْدَق ىَلَب ُلوُقَيَفَال َو ِوفُرْعَمْال
ِرَكْنُمْال ْنَع ىَهْنَأ َو ِهيِتآِهيِتآ َو
“Akan didatangkan seorang lelaki pada Hari Kiamat lalu dia
akan dilemparkan ke dalam neraka, maka keluarlah usus-usus
perutnya kemudian dia mengelilinginya seperti keledai mengelili-
ngi penggilingan. Maka penduduk nerakapun berkumpul di seki-
tarnya lalu mereka berkata, “Wahai fulan, ada apa denganmu?
Bukankan dulunya (di dunia) kamu memerintahkan kepada yang
ma’ruf dan melarang dari yang munkar?” Maka dia menjawab,
“Betul, dulu saya memerintahkan kepada yang ma’ruf tapi saya
sendiri tidak mengerjakannya dan saya melarang dari yang
munkar tapi saya sendiri yang melanggarnya”.” (Bukhari-Muslim)
IQRO Foundation, Sydney, Australia
10. Berkata Abu Darda’ : “Tanda kebodohan itu ada tiga; per-
tama mengagumi diri sendiri, kedua banyak bicara dalam hal
yang tidak manfaat, ketiga melarang sesuatu namun me-
langgarnya.” [Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlih, 1/569]
Berkata Ibnu Qudamah: “…Ketika berkhutbah seorang kha-
tib dianjurkan untuk turut khusyu’ dan mengambil pelajaran
dari apa yang dia nasihatkan kepada banyak orang.” [al-Mughni]
Hal ini secara umum, juga tidak disukai oleh kebanya-
kan manusia, terlihat dari syair-syair berikut:
َالُهَلْثَم َيِتْأَت َو ٍقُلُخ ْنَع َهْنَتْيَلَع ٌارَعَتْلَعَف اََِإ َكُمْيِظَع
“Janganlah engkau melarang dari suatu akhlak sedang engkau
sendiri melakukannya, suatu aib yang besar jika engkau mela-
kukan hal tersebut”. [Abu al-Aswad Ad-Duali]
ُْريَغ َوىَقُّتالِب َاسَنال ُرُمْأَي ٍيِقَتْيِبَطَوُه َو َاسَنال يِواَدُي ُبُْضي ِرَم
“Seorang yang tidak bertaqwa memerintahkan manusia un-
tuk bertakwa, (seperti) seorang dokter mengobati manusia se-
dang dia sendiri sedang sakit”. [Syu’abul Iman lil Baihaqi]
IQRO Foundation, Sydney, Australia
11.
Apakah untuk berdakwah seseorang harus menjadi
sempurna terlebih dahulu?
Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata kepada Mutharrif
bin Abdillah, “Wahai Mutharrif nasihatilah teman-teman-
mu.” Mutharrif mengatakan, “Aku khawatir mengatakan
yang tidak ku lakukan.” Mendengar hal tersebut, Hasan
Al-Bashri mengatakan, “Semoga Allah merahmatimu, sia-
pakah di antara kita yang mengerjakan apa yang dia
katakan, sungguh setan berharap bisa menjebak kalian
dengan hal ini sehingga tidak ada seorang pun yang berani
amar ma’ruf nahi munkar.” [Tafsir al-Qurthuby, 1/367]
IQRO Foundation, Sydney, Australia
Antara Kesempurnaan
Dan Kewajiban Dakwah
12. Sa’id bin Jubair mengatakan, “Jika tidak boleh melakukan
amar ma'ruf dan nahi munkar kecuali orang yang sempurna
niscaya tidak ada satupun orang yang boleh melakukannya.”
Berkata Malik saat menanggapi hal tsb: “Ia benar. Siapa-
kah orang yang tidak mempunyai dosa sama sekali ?”
Kompromi 2 hal tsb, sebagaimana perkataan Imam Na-
wawi: “Para ulama menjelaskan orang yang melakukan amar
ma’ruf dan nahi munkar tidaklah disyaratkan haruslah orang
yang sempurna, melaksanakan semua yang dia perintahkan
dan menjauhi semua yang dia larang. Bahkan kewajiban amar
ma’ruf itu tetap ada meski orang tersebut tidak melaksanakan
apa yang dia perintahkan. Demikian pula kewajiban nahi
munkar itu tetap ada meski orangnya masih mengerjakan apa
yang dia larang. Hal ini dikarenakan orang tersebut memiliki
dua kewajiban, pertama memerintah dan melarang diri
sendiri, kedua memerintah dan melarang orang lain. Jika salah
satu sudah ditinggalkan bagaimanakah mungkin hal itu
menjadi alasan untuk meninggalkan yang kedua.”
IQRO Foundation, Sydney, Australia
13. Dua kewajiban yang utama:
Kewajiban mengerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan
yang munkar.
Kewajiban memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar.
Seorang yang meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi
munkar karena alasan poin pertama, berarti ia telah me-
ninggalkan dua kewajiban sekaligus.
Meninggalkan dua kewajiban lebih buruk dibandingkan
meninggalkan satu kewajiban.
Imam Baihaqi berkata dalam hal semakna: “Sesungguh-
nya yang tidak tercela itu berlaku untuk orang yang ketaatan-
nya lebih dominan sedangkan kemaksiatannya jarang-jarang.
Di samping itu, maksiat tersebut pun sudah ditutup dengan
taubat. Sedangkan orang yang dicela adalah orang yang
maksiatnya lebih dominan dan ketaatannya jarang-jarang.”
IQRO Foundation, Sydney, Australia Sumber: Tafsir Qurthuby, Syu’abul
Iman, Syarah Nawawi ‘ala Muslim, dll
14. وعلى محمد على بارك و ،إبراهيم آل على صليت كما محمد آل وعلى محمد على صل اللهم
إبراهيم آل على باركت كما محمد آلفيالعــــــالمينمجيد حميد انك
Allahumma Shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa
shalaita’ala aali Ibraahiim wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali
Muhammad kamaa barakta ‘alaa aali Ibraahiim, fil ‘alaamiina innaKa
Hamiidum-Majiid
Semoga Allah Berkenan Menganugerahi kita Ampunan
dan Ridha Nya
Untuk Download Powerpoint, Kunjungi: