1. Peredaran obat palsu dan ilegal di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan, mencapai lebih dari 1000% antara tahun 2011-2013.
2. Banyak jenis obat yang sering dipalsukan seperti Ponstan, Viagra, serta kosmetik seperti Citra, Ponds, dan Olay.
3. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, industri farmasi, rumah sakit, dan masyarakat untuk mencegah dan memberantas obat palsu
1. *
ANGGOTA :
* Fitri liyani Nurvadila 23212010
* Nur Intan Oktaviani 25212463
* Orivona D. Talo 25212605
* Raesita Meilani 25212876
2. *
*UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak
konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa hak
untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
4. *
Kasus yang kami bahas yaitu mengenai Pemalsuan obat-obatan atau peredaran obat
ilegal.
Di ambil pada surat kabar TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat-obatan dan
Makanan (BPOM) mencatat pertumbuhan peredaran obat ilegal sudah sangat
mengkhawatirkan. Peningkatannya diperkirakan melampaui seribu persen. "Ada
peningkatan signifikan dari peredaran obat, kosmetik, dan penganan ilegal," kata Kepala
Pusat Informasi Obat dan Makanan BPOM Reri Indriyani, Selasa, 20 Mei 2014.
Ia menjelaskan, pada 2013, ada 830 jenis obat ilegal yang ditemukan BPOM. Angka itu
melonjak bila dibanding temuan tahun sebelumnya, yakni 2011 dan 2012, yang masing-
masing 57 jenis dan 60 jenis.
Yang dimaksud obat ilegal adalah obat palsu, kedaluwarsa, dan tidak
mengantongi izin beredar. Khusus obat palsu itu ada 13 jenis dan sudah berkali-kali
dipalsukan, seperti Ponstan, Viagra, dan lain-lain.
Sementara itu, kosmetik yang dipalsukan di antaranya bermerek Citra, Ponds, dan Olay.
"Karena tuntutan gaya hidup. Namun dengan cara membeli produk palsu yang harganya
murah," ujar Reri.
Reri mengatakan hasil temuan tahun ini akan dirilis segera karena saat ini data yang
ditemukan di lapangan sedang dalam tahan final. "Hari ini terakhir kita olah datanya.”
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengharapkan
pemberantasan obat ilegal dan palsu melalui website tidak hanya sampai tahap promosi
ataupun distribusi. Ketua YLKI Husna Zahir meminta BPOM memberantas sampai ke
tingkat produsen atau importir obat. "Harus ditelusuri lebih jauh sampai siapa otak
intelektualnya," tutur Husna ketika dihubungi beberapa waktu lalu.
Untuk menelusuri hal tersebut, BPOM disarankan bekerja sama dengan Kementerian
5. 1. Undang-undang (UU) Perlindungan Konsumen Tahun 1999 sebenarnya lumayan berat. Pelaku
diancam pidana maksimal lima tahun dan denda Rp 2 milyar.
2. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu Pasal 40 ayat (1), yang berbunyi
“Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia
dan atau buku standar lainnya”.
3. Pasal 63 ayat(1), yang berbunyi “Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi,
dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.”
4. Pasal 80 ayat (2) yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari
masyarakat untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan
hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dan ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
5. Pasal 80 ayat (4) Barang siapa dengan sengaja :
a. mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau
persyaratan dan ataumembahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (3);
b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat
yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) (Anonim c, 2008).
*
7. *
Untuk menghindari obat palsu maka diperlukan upaya
pencegahan sebagai berikut :
1. Adanya kerja sama antara pemerintah (Depkes, Badan
POM, kepolisian, pengadilan, dan kejaksaan) dengan
industri, importir, distributor, rumah sakit, organisasi profesi,
tenaga medis, apotek, toko obat, konsumen, dan juga
masyarakat.
2. Pemerintah harus memberikan jaminan kepada setiap
warganya untuk dapat hidup sehat serta fasilitas yang
memudahkan dalam mengakses kesehatan, termasuk
jaminan terhadap mutu dan kualitasnya.
3. Pengontrolan harga obat di pasaran oleh pemerintah.
4. Memberikan informasi yang benar kepada masyarakat
sehingga memeperluas pengetahuan tentang pemilihan
obat (Anonim i, 2008).
8. *
A. Hak dan kewajiban konsumen.
Hak dan kewajiban konsumen diatur dalam pasal 4 dan 5 UU No. 8 / 1999, sebagai berikut:
Hak konsumen antara lain:
1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
10. * Hak dan kewajiban pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8
/ 1999.
* Hak pelaku usaha adalah:
1) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
5) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan l
ainnya.