1. 1
DASAR
Undang Undang Dasar 1945 Amandemen
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya
Pasal 28H
Ayat (1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
UU HAM NO 39 TH 1999
Pasal 1 Ayat (6)
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja,
atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini
dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku
Pasal 4
Hak. untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan
oleh siapapun.
Intan Nursini Hapsari – G1G008042
INFORMED CONSENT
Menurut PERMENKES RI No.290/Menkes/Per/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan terhadap pasien. Istilah yang
sering kita dengar dengan sebutan Informed Consent.
Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau
ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara
kandung atau pengampunya. (Pasal 1 ayat 2);
Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu
tindakan medis berupa prev entif, diagnostik terapeutik
atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien. (Pasal 1 ayat 3);
Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau
bukan anak menurut peraturan perundang-undangan
atau telah/pernah menikah, tidak terganggu
kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara
wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan
(retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit
mental sehingga mampu membuat keputusan secara
bebas. (Pasal 1 ayat 7)
Yang dimaksud dengan penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran, artinya dokter yang
merawat pasien atau salah satu dari tim dokter wajib
memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga
terdekat. Adapun penjelasan secara lengkap yang
dimaksud dimuat pada Pasal 7 s.d Pasal 12.
Pada pasal 32 huruf j dan k mengatur : bahwa setiap
pasien mempunyai hak mendapat informasi yang
meliputi : diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan
biaya pengobatan; memberikan persetujuan atau
menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya.
Undang-Undang Kesehatan (UU No.36 Tahun 2009)
juga mengatur hal tersebut diatas, atau sekurang-
kurangnya dimuat pada Pasal 8 yang berbunyi : Setiap
orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan
yang telah maupun yang akan diterimanya dari
tenaga kesehatan. Pasal 56 ayat (1) berbunyi : Setiap
orang berhak menerima atau menolak sebagian atau
seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan
kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
Dari dua Undang-Undang yang baru terbit diatas,
konsekuensi tidak dilaksanakan penjelasan atau
informasi atas tindakan yang akan dilakukan oleh
Dokter/tenaga kesehatan sebagaimana yang
dimaksud, tidak menyebutkan konsekuensinya
termasuk sanksi administrasi sekalipun sebagaimana
secara tegas diatur dalam Permenkes No.290 Tahun
2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
UU KESEHATAN NO 36 TH 2009
Pasal 58
(1)Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
KELALAIAN RS
UU RUMAH SAKIT No.44 Tahun 2009
Pasal 13 ayat (3) berbunyi "Setiap tenaga kesehatan
yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan
keselamatan pasien.”
Pasal 46 “Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hUkum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan
atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
di Rumah Sakit.”
Pasal 16
Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) meliputi peralatan medis dan nonmedis
harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu,
keamanan, keselamatan dan laik pakai.
(2) Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai
Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi
pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
(3) Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus
memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga
yang berwenang.
(4) Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di
Rumah Sakit harus dilakukan sesuai dengan
indikasi medis pasien.
2. 2
(5) Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan
Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang
mempunyai kompetensi di bidangnya.
(6) Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan
diev aluasi secara berkala dan berkesinambungan
(7) Ketentuan mengenai pengujian dan/atau kalibrasi
peralatan medis, standar yang berkaitan dengan
keamanan, mutu, dan manfaat dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KUHP
Pasal 359 “Barang siapa karena kesalahannya
(kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. “
KELALAIAN DOKTER
UU PRAKTIK KEDOKTERAN No 29 Tahun 2004
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar
profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien atau keluarganya; dand. menerima imbalan
jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai denga standar
profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih
baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia;
d. melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur
tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter
gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana
pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima.
KUHP - Pasal 360
(1)Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2)Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timhul penyakit atau halangan menjalankan
pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu
tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama
enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah.
UU PRAKTIK KEDOKTERAN NO 29 TH 2004
Pasal 1
(14) Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan
ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan
dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran
dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
PENJELASAN AYAT 1 Pada prinsipnya yang berhak
memberikan persetujuan atau penolakan tindakan
medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun,
apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah
pengampuan (under curatele) persetujuan atau
penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh
keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu
kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara
kandung.
Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan
jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun,
setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah
memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan
dibuat persetujuan.
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang
tidak sadar, maka penjelasan diberikan kepada
keluarganya atau yang mengantar.
Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada
keluarganya sedangkan tindakan medis harus
dilakukan maka penjelasan diberikan kepada anak
yang bersangkutan atau pada kesempatan pertama
pasien sudah sadar.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara
lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sekurangkurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.
3. 3
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 66
(1) Setiap orang yang mengetahui atau
kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
memeriksa dan memberikan keputusan terhadap
pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan
dokter gigi.
Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran
etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
Pasal 69
(1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil
Kedokteran Indonesia.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 )
dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau
pemberian sanksi disiplin.
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau
urat izin praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 73
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas
berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan
kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki
surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode
atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah
yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi
yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau
surat izin praktik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan
yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-
undangan.
ABORSI
Aspek Hukum: Menurut hukum-hukum yang berlaku di
Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah "Abortus
Prov ocatus Criminalis"
UU KESEHATAN NO 36 TH 2009
Pasal 75 Ayat (1)
Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
KUHP
Pasal 512a
Barang siapa sebagai mata pencarian, baik khusus
maupun sebagai sambilan menjalankan pekerjaan
dokter atau dokter gigi dengan tidak mempunyai surat
izin, di dalam keadaan yang tidak memaksa, diancam
dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau
pidana denda setinggi-tingginya seratus lima puluh ribu
rupiah.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Yang dikenai hukuman dalam hal ini :
1. Ibu yang melakukan abortus
2. Dokter/bidan/dukun/tenaga kesehatan lain yang
melakukan aborsi
3. Orang-orang/pihak yang mendukung
terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang terkait adalah :
KUHP pasal 299, 346, 347, 348, 349 tentang
larangan pengguguran kandungan.
UU RI No. 1 tahun 1946 menyatakan aborsi
merupakan tindakan pelanggaran hukum.
UU RI No. 7 tahun 1984 tentanG menghapus
diskriminasi pada wanita.
UU RI No. 23 tahun 1992,
Pasal 15 : abortus diperbolehkan dengan alasan
medis.
Pasal 77c : kebebasan menentukan reproduksi
Pasal 80 : dokter boleh melakukan aborsi yang
aman.
Apabila ditinjau dari Human Rights (HAM) :
Setiap manusia berhak kapan mereka
bereproduksi
RUU pasal 7 : berhak menentukan kapan dan
jumlah reproduksi.
RUU Kesehatan pasal 63
Aspek Etika Kedokteran
Bunyi lafal sumpah dokter : Saya akan
merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
dari pasien bahkan hingga pasien meninggal.
Bunyi lafal sumpah dokter : Saya akan
menghormati setiap hidup insane mulai dari
pembuahan.
Penjelasan Pasal 7c KODEKI : Abortus Prov okatus
dapat dibenarkan dalam tindakan
pengobatan/media
Pasal 10 KODEKI : Dokter wajib mengingat akan
kewajibannya melindungi hidup tiap insani.
Jika dilihat dalam etika kedokteran maka dokter yang
melakukan aborsi tersebut telah melanggar kode etik
kedokteran yang berlaku di Indonesia karena dalam
Kode Etik jelas termuat bahwa seorang dokter dilarang
melakukan aborsi kecuali untuk alasan medis. Sehingga
dokter tersebut seharusnya dilaporkan kepada MKEK
agar mendapat tindakan dari majelis tersebut
sehingga ke depannya tidak akan terjadi lagi
Intan Nursini Hapsari – G1G008042