SlideShare a Scribd company logo
1 of 35
Download to read offline
L P A A HI
    A OR N K R
E au sK n r P mb n u a D ea
 v lai iej e a g n n a rh
           a
         P o isR a
          rvn i iu




              K RA A
               E J S MA
D P T B D N E A U S K N R AP MB N U A
 E U I IA G V L A I IE J E A G N N
    K ME T R A N G R P N/ A P N S
     E N E IN E A A P B P E A
               DN A
                 EG N
            U I E ST S I U
             N V R IA R A
 
                                                                                          




                                              BAB I
                                        PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pada
hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah
dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah
diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di
daerah masing-masing.
        Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai relevansi
dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga
dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang
diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai alat untuk
membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan dalam memahami,
mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.
        Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna
mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya,
termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).


1.2. Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
• Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Riau.
• Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Riau.




                                                        Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   1 

 
                                                    
 




    1.3. Metodologi Evaluasi
    1.3.1. Kerangka Kerja EKPD 2009
    Kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan
    indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan
    daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta
    penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga tahapan tersebut
    diuraikan sebagai berikut:


    (1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
           Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak
           (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih.
           Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan dengan
           memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
           • Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
           • Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output dalam
               rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcomes dalam
               rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
           • Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat
               berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
           • Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja;
           • Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
               menghasilkan indikator;
           • Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.

           Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran
           pembangunan daerah meliputi:
           A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
           B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
           C. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
           D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
           E. Tingkat Kesejahteraan sosial.



           2   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                       




                           Gambar 1. Kerangka Kerja EKPD 2009




(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
    Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat dilihat dalam
    Gambar 2 yaitu:
    • Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan terhadap
       sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
    • Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi terhadap
       pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan daerah.
    • Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi keluaran
       (outputs).



                                                     Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   3 

 
                                                    
 




           • Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan outcomes
               pembangunan.
           • Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil pembangunan dengan
               kebutuhan dan harapan masyarakat.
           • Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
           • Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses pembangunan
               dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.
           Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka
           pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian.
           Gambar 2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi




    (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan
           Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan utama
           pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah. Tahap kedua
           adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu
           melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas pencapaian. Tahap keempat
           adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang menyebabkan capaian
           pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan



           4   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                            




     “How and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan daerah. Tahap kelima adalah
     menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan
     periode berikutnya. Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil
     evaluasi di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai terendah.



1.3.2. Metodologi
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah sebagai
berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang memberikan
     kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung dengan
     nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak dimasukkan dalam
     rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif, maka
     sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu menjadi
     (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
     Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi,
     maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi jumlah dari
     penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator Tingkat
     Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
     • persentase penduduk miskin
     • tingkat pengangguran terbuka
     • persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
     • presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
     • presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial


     Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
     Sehingga:




                                                          Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   5 

 
                                                    
 




           Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% - tingkat
           pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak) +
           (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) + (100% - persentase
           pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5


           Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk masing-masing
           kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1.


           Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah Relevansi
           dan Efektivitas.
           Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan yang
           direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi
           pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih
           baik dari capaian pembangunan nasional.
           Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan
           dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat
           dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun
           sebelumnya.


           Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:

           Pengamatan langsung
           Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di daerah,
           diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan
           permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.


           Pengumpulan Data Primer

           Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah. Tim
           Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan
           peserta diskusi.




           6   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                          




     Pengumpulan Data Sekunder
     Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda
     dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
        1.1 Latar Belakang dan Tujuan
        1.2 Keluaran
        1.3 Metodologi
        1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
        Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan
        pembangunan daerah.
         2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
             2.1.1. Capaian Indikator
                   Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
                   indikator outcomes nasional dan analisa
                   Analisis Relevansi
                   Analisis efektifitas
             2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
                   Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang
                   spesifik dan menonjol
             2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
         2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
             2.2.1. Capaian Indikator
                   Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
                   indikator outcomes nasional dan analisa
                   Analisis Relevansi
                   Analisis efektifitas
             2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol



                                                        Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   7 

 
                                                     
 




                            Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan
                            menonjol
                      2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
                2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
                      2.3.1. Capaian Indikator
                            Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
                            indikator outcomes nasional dan analisa
                            Analisis Relevansi
                            Analisis efektifitas
                      2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
                            Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan
                            menonjol
                      2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
                2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
                      2.4.1 Capaian Indikator
                            Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
                            indikator outcomes nasional dan analisa
                            Analisis Relevansi
                            Analisis efektifitas
                      2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
                            Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang
                            spesifik dan menonjol
                      2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
           BAB III.      KESIMPULAN
           Menyimpulkan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah telah relevan dan efektif
           terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional




            8   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                            




                                              BAB II
                                        HASIL EVALUASI




Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategis
baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur perdagangan
Regional dan Internasional di kawasan ASEAN melalui kerjasama IMT-GT dan IMS-GT. Setelah
terjadi pemekaranan wilayah, Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16 Kabupaten/Kota, sekarang
hanya tinggal 11 Kabupaten/Kota setelah Kepulauan Riau resmi menjadi provinsi ke 32 di terhitung
1 Juli 2004.

Meskipun Administratif pemerintahan daerahnya terpisah, namun kami tetap bersebati dalam rekat
tamadun Melayu seperti semula. Nilai-nilai luhur kebudayaan Melayu sebagai kawasan lintas
budaya telah menjadi jati diri masyarakat Riau yang terungkap dari ucapan “Tuah Sakti Hamba
Negeri, Esa Hilang Dua Terbilang, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Tak Melayu Hilang di Bumi”.
Nilai-luhur kebudayaan Melayu itulah yang menjadi filosofi Visi Pembangunan Provinsi Riau
(Pemerintah Provinsi Riau, 2004).

Komitmen Provinsi terhadap peningkatan pendidikan dapat disimak melalui Visi Riau 2020 yang
telah dimulai perumusannya pada periode pembangunan Provinsi Riau 2000-2003. Impian kejayaan
Riau 13 tahun ke depan ini merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau yang
telah disepakati dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor: 36 Tahun 2001
tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Riau tahun 2001-2005 yaitu: “Terwujudnya
Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan
Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan Batin di Asia Tenggara Tahun 2020”.

Agar setiap tahap pembangunan jangka menengah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kondisi,
kemampuan dan harapan yang ditetapkan berdasarkan ukuran-ukuran kinerja pembangunan, telah
pula dirumuskan visi antara 5 tahun ke depan (2004-2008) yaitu: “Terwujudnya pembangunan
ekonomi yang mengentaskan kemiskinan, pembangunan pendidikan yang menjamin
kehidupan Masyarakat agamis dan kemudahan aksesibilitas, dan pengembangan kebudayaan
yang    menempatkan       kebudayaan      Melayu       secara   proporsional         dalam        kerangka
pemberdayaan”.



                                                          Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   9 

 
                                                     
 




    Merujuk kepada Visi Riau 2020, Provinsi Riau melalui Dinas Pendidikan Provinsi Riau sebagai
    leading sector kemajuan pendidikan di daerah telah merumuskan Visi: ”Terwujudnya lembaga
    pendidikan di Provinsi Riau yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang
    berkualitas, beriman dan bertaqwa, berbudaya Melayu serta memiliki daya saing tahun 2020”.
    Untuk mewujudkan visi tersebut misi yang akan dijalankan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau
    adalah : (1) meningkatkan mutu pendidikan, (2) meningkatkan akses pendidikan, (3)
    mengembangkan pendidikan yang berwawasan keunggulan dan teknologi, (4) meningkatkan
    manajemen pendidikan, (5) Meningkatkan jaringan kerjsama pendidikan secara regional, nasional
    maupun internasional, dan (6) Meningkatkan monitoring dan evaluasi.

    Menyiasati Visi Riau 16 tahun ke depan yang diperkuat dengan pemekaran wilayah kabupaten/kota,
    secara bertahap dan konsisten telah dimulai melalui RENSTRA Tahap Pertama tahun 2001-2003
    yang memberi perioritas pada 5 (lima) pilar pembangunan. Sedangkan Tahap Kedua, Pemerintah
    Provinsi Riau telah menyusun RENSTRA tahun 2004-2008 dengan prioritas pengengentasan
    Kebodohan, Kemiskinan dan Infrastruktur yang lebih populer dengan sebutan Program K2I.
    Dokumen perencanaan pembangunan yang bersifat taktis dan strategis tersebut merupakan
    kelanjutan serta bagian yang tak terpisahkan dari Pola Dasar Pembangunan Daerah (POLDAS) dan
    Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Provinsi Riau.

    2.2 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
    2.1.4 Aspek Politik, Hukum dan Keamanan

                Sebagai daerah penghasil terutama dari minyak dan gas bumi, hasil hutan, dan industri
                besar pulp and paper, serta perkebunan sawit yang terus berkembang saat ini. Riau
                termasuk daerah yang paling merasakan betapa buruknya sistem sentralisasi. Sumberdaya
                alam yang melimpah ternyata tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
                kesejahteraan masyarakat Riau khususnya dan Indonesia umumnya. Dampaknya, pasca
                reformasi resistensi masyarakat terhadap perusahaan-perusahaan besar di Riau semakin
                mengkristal. Hal ini sebagai akibat marjinalisasi masyarakat tempatan oleh kapital.

           •    Secara umum pilkada di Riau relatif aman. Sebagaimana fenomena di Indonesia yakni
                banyaknya pengangguran, pilkada menjadi ajang untuk menambah penghasilan dengan
                melibatkan diri sebagai tim sukses. Selain itu, pilkada juga memunculkan pendukung




           10   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                           




        fanatis. Hal ini jelas membuat proses demokrasi menjadi kontraproduktif. Dampaknya
        terhadap politik adalah munculnya fanatisme sempit; putra daerah dan non-putra daerah;
    •   Momen pilkada cenderung dijadikan ajang untuk menjatuhkan lawan secara tidak fair bukan
        sebagai pencerahan politik. Hampir sebagian besar yang mencalonkan diri dan dianggap
        dapat mempengaruhi suara secara signifikan maka kasus-kasus masa lalunya (jika ada)
        akan dipublikasikan (black campaign);
    •   Fenomena apatisme masyarakat terhadap pilkada di Riau mencemaskan karena tidak
        kurang dari 30-40 persen masyarakat yang tidak menggunakan hal pilihnya. Hal ini dapat
        disebabkan antara lain karena tidak terdaftar, apatisme secara sadar karena pergantian
        pemimpin tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kehidupan masyarakat secara
        umum;
    •   Pilkada di Riau banyak didominasi oleh calon dari birokrasi. Hal ini karena ketidaksiapan
        kader parpol. Ini berakibat jika kalah maka calon merasa terancam/tidak nyaman untuk
        berkarier di daerah tersebut. Dampaknya adalah banyak si calon berusaha pindah ke
        Pemerintah Provinsi. Tidak kurang 200 orang PNS yang menyatakan ingin pindah ke
        Pemprov;
    •   Terbukanya kran politik yang diiringi oleh banyaknya berdiri partai politik telah membuka
        peluang besar bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan diri. Ini berpengaruh terhadap
        sumberdaya politisi di legislatif daerah. Masih banyak politisi yang belum memahami peran
        dan fungsi parpol dengan baik. Parpol dianggap sebagai jalur untuk mencapai kekayaan
        secara cepat. Hal ini sebagai akibat dari dampak besarnya penghasilan anggota legislatif di
        Riau periode 1999-2004 sebelum keluar PP yang mengatur kedudukan keuangan dan
        protokoler DRPD. Input parpol yang lemah terefleksikan pada output ketika mereka duduk
        sebagai anggota legislatif;
    •   Sebagai isu sentral reformasi yakni pemberantasan kolusi, korupsi, dan nepotisme, hingga
        saat ini belum menunjukkan hasil maksimal. Secara internal, aparat penegak hukum;
        kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan belum satu visi dalam hal penegakan hukum. Banyak
        kasus korupsi di Riau tapi hanya segelintir koruptor yang divonis. Terkesan pemberantasan
        korupsi tebang pilih. Penegakan hukum belum sistemik karena masih bergantung kepada
        figur pimpinan pada lembaga penegak hukum. Jika pimpinannya tidak kompromi terhadap
        kasus KKN maka pelakunya dengan cepat akan menjadi terdakwa;



                                                         Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   11

 
                                                     
 




           •    Sebagai daerah yang terkenal kaya sumberdaya alam, Riau menjadi daerah yang menarik
                bagi investasi baik PMDN maupun PMA. Perkebunan sawit tersebar hampir di setiap
                kabupaten di Riau. Hal ini merupakan lahan bagi kejahatan antarprovinsi. Kasus-kasus
                perampokan uang gaji karyawan perkebunan acapkali terjadi karena relatif sepi dan tidak
                terpantau oleh aparat kepolisian;
           •    Adanya kebijakan pemberantasan judi oleh Kapolri, membawa dampak pada banyaknya
                pengangguran khususnya di Riau. Selama ini, Riau termasuk daerah yang menjadi basis
                judi. Akibatnya, para karyawan yang menggantungkan hidupnya menjadi pengangguran.
                Premanisme pun tidak terelakkan. Mereka bekerja menjadi backing proyek-proyek
                pemerintah dengan alasan mencari makan. Untuk pekerjaan tersebut mereka memperoleh
                fee yang besarnya tergantung pada kesepakatan. Kasus bom molotov sempat marak terjadi
                di Pekanbaru khususnya;
           •    Kasus kriminalitas yang sempat menghebohkan Kota Pekanbaru khususnya adalah sodomi
                dengan korban utama adalah pelajar Sekolah Dasar. Selain itu, kasus jambret juga sangat
                meresahkan masyarakat Kota Pekanbaru khususnya.



    2.1.5. Aspek Pemerintahan dan Pengembangan Otonomi Daerah

           •    Akses Masyarakat Terhadap Informasi Kebijakan
                10 tahun berlangsungnya reformasi politik di Indonesia, menyisakan banyak pekerjaan elite.
                Salah satu agenda besar yang harus sungguh-sungguh di implementisir adalah terbukanya
                akses informasi terhadap arus kebijakan yang dilahirkan oleh negara. Semangat tertutupnya
                arus informasi, menyuburkan sejumlah varian kemacetan. Semangat ketertutupan ini,
                secara eksplisit dapat dilihat pada minimnya unsur pemahaman massa terhadap semua
                informasi kebijakan Pemerintah Daerah.

           •    Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

                Penyelenggaraan tanggungjawab pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Riau dalam
                rangka desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
                Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
                Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah telah diwujudkan melalui keberadaan 11
                (sebelas) daerah otonom setingkat Kabupaten/Kota. Demikian pula sesuai dengan



           12   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                        




    Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2002 kelembagaan Pemerintah Provinsi didukung
    oleh 2 (dua) Sekretariat, 12 (duabelas) Badan, 33 (tigapuluh tiga) Dinas, dan 2 (dua) Kantor.
    Namun kinerja penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah Provinsi
    Riau masih menghadapi berbagai kendala terkait dengan belum optimalnya (i) koordinasi
    internal dan antar instansi pada pemerintah daerah, sehingga terjadi duplikasi atau
    kesenjangan dalam implementasi kebijakan daerah; (ii) transformasi birokrasi secara
    kultural sebagai bagian dari reformasi pelayanan publik; (iii) kinerja aparatur dalam
    menyelenggarakan pelayanan umum; dan (iv) pencegahan dan pemberantasan
    penyalahgunaan kewenangan.

    Tanggungjawab pelayanan kepada masyarakat mensyaratkan dukungan kelembagaan yang
    kuat, pembagian kewenangan dan kewajiban yang tepat, dan kebijakan yang terarah dan
    sesuai dengan kepentingan masyarakat. Berbagai kelemahan masih dihadapi oleh
    Pemerintah Provinsi Riau dalam rangka menanggapi tuntutan tersebut, terutama berkaitan
    dengan usia pengaturan struktur kelembagaan pemerintah daerah yang relatif masih muda.
    Untuk itu dibutuhkan upaya penataan dan perkuatan kelembagaan Pemerintah Provinsi
    Riau dari aspek organisasi beserta aparaturnya.

    Walaupun jumlah aparatur pemerintahan cukup memadai guna melaksanakan
    tanggungjawab pelayanan kepada masyarakat, namun masih dihadapi kendala dari segi
    kualifikasi, kompetensi, profesionalitas, dan integritas, sehingga belum menghasilkan kinerja
    yang prima. Kelemahan aparatur pemerintahan dalam penguasaan dan pemanfaatan ilmu
    pengetahuan dan teknologi maju menghambat perencanaan kegiatan satuan kerja; kurang
    responsif terhadap tuntutan keadaan yang membutuhkan penanganan cepat dan seketika;
    dan menurunkan sensitifitas dalam membangun perspektif perubahan ke masa depan.
    Selain kelemahan dari segi kapasitas intelektual, kinerja aparatur pemerintahan juga
    menghadapi kendala dari segi integritas yang diindikasikan oleh masih melekatnya budaya
    KKN. Hal tersebut menyebabkan menurunnya citra aparatur dan wibawa pemerintah.

    Dalam menyelenggarakan tanggungjawab pelayanan umum belum seluruhnya ditunjang
    oleh prasarana dan sarana yang memadai, terutama di kawasan perdesaan. Hal ini
    berkaitan dengan skala prioritas dalam pemrograman kegiatan pembangunan prasarana
    dan sarana pelayanan umum, kesiapan lembaga pemerintahan dalam menyelenggarakan



                                                      Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   13

 
                                                     
 




                pelayanan umum berbasis manajemen modern, dan kemampuan dan kompetensi aparatur
                dalam melaksanakan tanggungjawabnya.

                Walaupun belum tercapai kinerja yang optimal, namun upaya menuju pelayanan
                masyarakat yang prima telah diupayakan melalui partisipasi masyarakat dalam
                perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan; perkuatan struktur
                kelembagaan pemerintah provinsi; serta pembinaan dan peningkatan kemampuan aparatur
                pemerintah terutama dalam kegiatan pembangunan.

                Era globalisasi dan meningkatnya kesadaran masyarakat merupakan tantangan ke depan
                yang dihadapi pemerintah daerah dalam pembangunan. Selain menyiapkan pranata
                perijinan dan berbagai bentuk insentif yang memberikan peluang bagi dunia usaha untuk
                berinvestasi di Provinsi Riau, maka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;
                penumbuhan budaya birokrasi yang transparan dan akuntabel; serta pelibatan seluruh
                pemangku kepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan
                menjadi prasyarat utama dalam menghadapi perkembangan pada jangka panjang.

                Menuju pembangunan di masa depan, diupayakan pemantapan dan penataan kelembagaan
                Pemerintah Provinsi Riau sesuai kewenangan, urusan, dan fungsi sesuai peraturan-
                perundangan yang berlaku; peningkatan kualifikasi dan kompetensi aparatur pemerintah;
                perbaikan dan penyempurnaan pelayanan administrasi umum yang dibutuhkan masyarakat
                luas; dan penegakan supremasi hukum dan HAM dalam pelayanan umum.

                Pembangunan jangka panjang di bidang pemerintahan dapat mewujudkan kualitas
                pelayanan masyarakat yang prima dan sekaligus membantu terwujudnya masyarakat yang
                madani. Keberhasilan tersebut akan terwujud dalam bentuk penyelengaraan pemerintahan
                dan pelayanan umum yang akuntabel, berwibawa, dan berkeadilan; terselenggaranya
                birokrasi yang efektif, bersih, dan berwibawa; terbangunnya sistem pengawasan
                penyelenggaraan pemerintahan yang modern; terciptanya aparatur pemerintahan yang
                profesional, disiplin, bertanggungjawab, dan memiliki integritas; peningkatan kesejahteraan
                pegawai; peranserta wakil rakyat pada lembaga legislatif dan lembaga yudikatif dalam
                pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat luas dan penegakan
                hukum; kemitraan yang konstruktif antara pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta




           14   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                          




        dalam pembangunan daerah; serta penyelenggaraan pemerintahan yang kuat dan
        pelayanan masyarakat yang prima di kawasan perdesaan.

    •   Pengaturan Urusan Disetiap Tingkatan Pemerintahan.
        Sekalipun kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mengelola dan
        menyelenggarakan pemerintahan telah diatur dalam pasal 13 dan pasal 14 Undang-undang
        No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 25 Tahun 2000, namun dalam prakteknya persepsi tentang
        kewenangan ini selalu menjadi substansi permasalahan yang rumit. Paling tidak ada
        sejumlah masalah yang berhubungan dengan kewenangan tersebut antara lain: a).
        Perbedaan persepsi mengenai Kewenangan Pusat dan Daerah serta antar Provinsi dan
        Kabupaten/Kota, diterbitkannya PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
        dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom tetap saja mengalami kesulitan untuk
        menangkap isi dari kerangka regulasi yang mengatur tentang itu.

    •   Mekanisme Musrenbang
        Secara umum, pelaksanaan musrenbang adalah sebagai berikut: 1) Musrenbang
        Desa/Kelurahan 2) Musrenbang Kecamatan 3) Rapat Koordinasi Pusat (RKP) 4)
        Musrenbang Provinsi 5) Musrenbang Nasional (Musrenbangnas). Aktifitas Musrenbang di
        Provinsi Riau selalu dilaksanakan pada tingkat elit pemerintahan saja. Maksudnya,
        membangun sebuah musyawarah warga untuk melakukan pemetaan kepentingan warga,
        selalu gagal dilakukan. Pemetaan kepentingan dan kebutuhan selalu dipotret dari atas.
        Sehingga kedekatan kebutuhan masyarakat selalu tidak terakomodir dalam mesin
        Musrenbang.

    •   Partisipasi Masyarakat

        Apresiasi pemerintah daerah terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat masih perlu
        ditingkatkan. Sebagai langkah awal yang baik, pada saat ini telah diambil kebijakan
        pelayanan umum melalui partisipasi masyarakat. Pada jangka panjang, kebijakan
        community charter based tersebut perlu dimantapkan dalam rangka menyongsong
        terwujudnya masyarakat Riau yang madani dengan kemajuan di seluruh aspek kehidupan
        dan tuntutan peranserta yang demokratis dalam pembangunan daerah, sehingga pada
        masa mendatang terbangun kemitraan yang konstruktif antara pemerintah daerah dengan
        masyarakatnya.


                                                        Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   15

 
                                                     
 




           2.1.4. Capaian Indikator
                  Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator
                  outcomes nasional dan analisanya sebagai berikut:




                    Analisis Relevansi
                    Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan
                    yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini
                    pembangunan daerah Provinsi Riau pada tahun 2005-2006 termasuk kategori relevan,
                    hal ini dilihat dari tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari
                    capaian pembangunan nasional.


                    Analisis efektifitas
                    Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak
                    pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat
                    dikategorikan efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah membaik
                    dibandingkan dengan tahun sebelumnya.


    2.1.5. Rekomendasi Kebijakan
                Beberapa rekomendasi kebijakan yang rumuskan:
    •      Harus ada keberanian aparat untuk penegakan hukum.


           16   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                           




•   Harus ada sinkronisasi tahapan renstra Riau s/d 2010 dengan Rencana Induk Otonomi Daerah.
•   Adanya kejelasan kebijakan, proram dan kegiatan serta pembiayaan dalam mencapai visi
    otonomi yang diharapkan.
•   Memberikan kejelasan nilai-nilai sebagai kriteria dalam Sistem Politik, Hukum Otonomi Daerah.

2.4. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.1.9 Aspek Sumberdaya manusia, sosial dan kebudayaan
        Ada 14 isu strategis pembangunan SDM di Propinsi Riau melalui pendidikan: (1) Masih
tingginya angka kemiskinan di Propinsi Riau, (2) Banyaknya anak usia sekolah atau putus sekolah
terutama dipedesaan, (3) Masih rendahnya peningkatan kualifikasi dan kompensasi guru, (4) Masih
terbatasnya infrastruktur pendidikan, (5) Masih rendahnya relefansi hasil pendidikan bila diabnding
tingginya kebutuhan pendidikan masyarakat menuju Riau Cerdas 2020, 96) Masih rendahnya mutu
pendidikan di Provinsi Riau, (7) Belum oktimalnya pengawasan pendidikan sebagai wujud
akuntabilitas pendidikan, (8) 60 % sekolah (SD, SMP dan SMA) belum memiliki sarana pendidikan
yang memadai sesuai kebutuhan pendidikan bermutu, (8) Masih terdpat guru SD/MI (23%), SMP/
MTs (16%) dan SM/MA/SMK (80%) yang belum memiliki kualifikasi pendidikan sesuai stndar (SPM),
(9) Masih lemahnya koordinasi, integrasi, singkronnisasi, pengawasan dibidang pendidikan antara
Pemerinah Pusat, Provinsi dan kab/ kota dan (10) Belum optimalnya peran Dewan Pendidikan,
Komite Sekolah, Dunia Usaha dan Dunia Industri sebagai mitra menuju pendidikan bermutu, (11)
Masih belum seimbangnya keberadaan sekolah kejuruan dengan sekolah umum yang dapat
memberikan life skill dalam memasuki pasar kerja, (12) Belum masksimalnya pendidikan Lur
Sekolah untuk mewujudkan konsep relevansi dan pemerataan pendidikan, (13) Keterbatasan
tegnologi informasi dalam rangka percepatan data dan informasi pendidikan, (14) Masih terbatasnya
kualitas pendidikan tinggi di Proinsi Riau yang memenuhi standar Nasionl da Internasional yang
dapat menghasilkan lulusan sesuai kebutuhan pasar.
        Hasil observasi dan analisis situasi pelaksanaan pembangunan daerah Provinsi Riau
membawa kepada pengenalan isu-isu kunci dalam bidang pembangunan SDM, Sosial dan
kebudayaan di Provinsi Riau sebagai berikut:

    1) Masih tingginya angka kemiskinan di Provinsi Riau,
    2) Banyak anak usia sekolah SD, SMP dan SMA yang belum bersekolah atau putus sekolah
        terutama dipedesaan,
    3) Masih rendahnya peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru,
    4) Masih terbatasnya infrastruktur pendidikan,

                                                         Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   17

 
                                                     
 




           5) Masih rendahnya relevansi hasil pendidikan bila dibanding tingginya kebutuhan pendidikan
                masyarakat menuju Riau Cerdas 2020,
           6) Masih rendahnya mutu pendidikan di Provinsi Riau,
           7) belum optimalnya pengawasan pendidikana sebagai wujud akuntabilitas pendidikan,
           8) 60% sekolah (SD, SMP dan SMA) belum memiliki sarana pendidikan yang memadai sesuai
                kebutuhan pendidikan bermutu, Masih terdapat Guru SD/MI (23%), SMP/MTs (16%) dan
                SMA/MA/SMK (8%) yang belum memiliki kualifikasi pendidikan sesuai standar (SPM),
           9) Masih lemahnya Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan pengawasan dibidang pendidikan
                antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kab/Kota dan
           10) Belum optimalnya peran Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Dunia Usaha dan Dunia
                Industri sebagai mitra menuju pendidikan bermutu,
           11) Masih belum seimbangnya keberadaan sekolah kejuruan dengan sekolah umum yang dapat
                memberikan life skill dalam memasuki pasar kerja,
           12) Belum maksimalnya fungsi Pendidikan Luar Sekolah untuk mewujudkan konsep relevansi
                dan pemerataan pendidikan,
           13) Keterbatasan teknologi informasi dalam rangka percepatan data dan informasi pendidikan,
           14) Masih terbatasnya kualitas pendidikan tinggi di Provinsi Riau yang memenuhi Standar
                Nasional dan Internasional yang dapat menghasilkan lulusan sesuai kebutuhan pasar.


    2.4.1. Capaian Indikator
    Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes
    nasional sebagai berikut:




           18   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                           




Analisis Relevansi
Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang
direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembanguNan
daerah Provinsi Riau di bidang sumberdaya manusia termasuk kategori relevan, dilihat dari tren
capaian pembangunan daerah pada tahun 2008-2009 sejalan atau lebih baik dari capaian
pembangunan nasional.


Analisis efektifitas
Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak
pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat dikategorikan
efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.


2.4.2.     Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol sebagai
berikut:




Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa IPM provinsi Riau berada di atas IPM Nasional.
Hal ini disebabkan adanya program pemerintah Provinsi Riau terkait dengan K2I yang dilaksanakan
Dinas Pendidikan Provinsi Riau seperti: (1) meningkatkan mutu pendidikan, (2) meningkatkan akses
pendidikan, (3) mengembngkan pendidikan yang berwawasan keunggulan dan teknologi, (4)
meningkatkan manajemen pendidikan, (5) Meningkatkan jaringan kerjasama pendidikan secara
regional, nasional maupun internasional, da (6) Meningktkan monitoring dan evaluasi.




                                                         Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   19

 
                                                     
 




    2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
                 Berdasarkan analisis tingkat kualitas sumberdaya manusia dapat dirumuskan rekomendasi
    kebijakan sebagai berikut:
    •      Mengupayakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh masyarakat.
    •      Mengupayakan pembinaan dan pengembangan lembaga pendidikan usia dini dengan
           melaksanakan wajib belajar 9 tahun.
    •      Meningkatkan kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan.
    •      Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
           maupun masyarakat.
    •      Memantapkan pembinaan pendidikan berdasarkan asas desentralisasi, otonomi, keilmuan dan
           manajemen.
    •      Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta kesejahteraan tenaga pendidik dan
           kependidikan.
    •      Meningkatkan dan membantu pendidikan tinggi.
    •      Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
           yang sesuai dengan nilai agama dan kebudayaan Melayu.
    •      Memberdayakan lembaga pendidikan dalam dan luar sekolah sebagai pusat kegiatan belajar.
    •      Melakukan pembaharuan pengembangan sistem pendidikan, termasuk kurikulum muatan lokal
           yang lebih menekankan pada pendidikan sains yang bernuansa religius.
    •      Meningkatkan hubungan dengan dunia usaha dan industri serta menggalakkan partisipasi
           masyarakat dalam pendidikan.


    2.5. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
           •    PDRB
                Permasalahan yang terkait dengan PDRB Riau adalah masih tergantung kepada komoditas
                migas, walaupun kontribusinya cenderungan menurun sekitar 64 persen tahun 2000
                menjadi sekitar 42 persen pada tahun 2006. Namun penurunan itu diimbangi peningkatan
                komoditas lain yang memiliki arah positif dan menggembirakan seperti peran subsektor
                perkebunan, dan sektor industri pengolahan yang mulai meningkat. Bila sektor migas
                diabaikan dari perekonomian Riau, maka sektor pertanian dan sektor industri pengolahan
                (kertas dan minyak kelapa sawit) sangat mendominasi perekonomian Riau sekitar 47 persen
                ditahun 2000 menjadi sekitar 62 persen di tahun 2006


           20   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                           




    •   Investasi dan aktivitas ekspor-impor
        Permasalahan ekspor Riau adalah masih rendahnya kontribusi ekspor non migas terhadap
        ekspor nasional yakni 5,36 persen pada tahun 2006. Pertumbuhan nilai ekspor Riau selama
        tiga tahun terkhir didorong oleh peningkatan ekspor non migas, dimana pertumbuhan ekspor
        non migas Riau tahun 2006 sebesar 35,70 persen, sedangkan pertumbuhan ekspor migas
        sebesar 14,12 persen dibanding tahun sebelumnya. Ekspor non migas Riau utamanya
        didorong oleh ekspor minyak kelapa sawit, bubur kertas serta barang dari kertas.

2.1.7 Aspek Keuangan Daerah

    •   Pengelolaan Keuangan Daerah
        Permasalahan yang terkait dengan aspek perencanaan dalam pengelolaan keuangan
        daerah adalah masih belum sinkronnya antara kebijakan, perencanaan,dan penganggaran.
        Apa yang sudah ditetapkan dalam kebijakan pemerintahandaerah belum tentu sama dengan
        yang tertuang dokumen perencanaan (RPJPD,RPJMD, dan RKPD). Selanjutnya pada saat
        dilakukan pengganggaran, apa yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan
        seringkali diterjemahkan berbedadalam dokumen penganggaran. Akibatnya tidak dapat
        dilihat hubungan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran.
        Permasalahan ini tidak terlepas dari adanya ketidakkonsistenan peraturan yangmengatur
        mengenai perencanaan dan penganggaran ini.

    •   Pendapatan Asli Daerah
        Permasalahan Pendapatan Asli daerah masih skecilnya kontribusi PAD terhadap total
        pendapatan daerah. Hal disebabkan oleh masih belum tergarapnya secara maksimal
        potensi pajak dan retribusi, bagian penerimaan kekeyaan daerah yang dipisahkan. Kondisi
        ini terlihat dari masih banyak pos-pos tersebut yang tidak memenuhi target yang ditetapkan
        kecual Pajak Kendaraan Bermotor

    •   Dana Perimbangan
        Permasalahan umum yang sering dikeluhkan Daerah berkaitan dengan dana perimbangan
        (Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus) adalah kurangnya
        transparansi dan akuntabilitas dalam alokasi dan pengelolaan dana perimbangan, yang
        tidak jarang pula menimbulkan rasaketidakadilan di daerah, khususnya di daerah-daerah
        yang merasa dirugikan dengan sistem pendistribusian yang ada saat ini. Disamping itu


                                                         Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   21

 
                                                     
 




                menyangkut Bagi hasil Pajak PBB masih belum tergarap secara maksimal. Hal ini
                terkendala pada kebijakan terhadap pajak ini masih dalam kendali pemerintah pusat.

           •    Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan
                Salah satu masalah pokok yang berkaitan dengan dana dekonsentrasi adalah masih banyak
                ditemuinya dana dekonsentrasi yang dialokasikan untuk membiayai urusan yang
                sebenarnya sudah menjadi urusan daerah, bukan urusan Pusat yang dilimpahkan kepada
                Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah. Salah satu penyebabnya adalah masih
                belum jelasnya pembagian urusan antara pusat dan daerah serta belum adanya peraturan
                pelaksanaan dari UU tentang perimbangan keuangan diantaranya termasuk PP tentang
                dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Disamping itu disisi yang lain pembagian
                urusan wajib dan urusan pilihan mulai dari UU No. 32 tahun 2004, Permendagri No. 13
                tahun 2006 dan PP No. 3 tahun 2007 tidak sinkron satu sama lainnya, sehingga
                membingungkan pemerintah daerah. Pada sisi yang lain dalam konteks tugas pembantuan
                dan dekonsentrasi adalah terbatasnya kendali Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di
                daerah terhadap dana tugas pembantuan dan dekonsentrasi, karena transper dana tersebut
                langsung kepada dinas dan pemerintah daerah. Sehingga tidak jarang Gubernur tidak
                mengetahui secara persis proyek-proyek yang didanai tugas pembantuan dan
                dekonsentrasi.

           •    Pengelolaan Aset Daerah
                Aset daerah yang ada belum terinterventarisir dengan baik , sehingga aset daerah ini belum
                dapat memberikan kontrbusi yang maksimal bagi pendapatan daerah.

           •    Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD)
                Dalam menjalankan fungsinya untuk menyusun data keuangan daerah secara nasional
                yang bermanfaat bagi penetapan kebijakan fiskal daerah terdapat beberapa permasalahan
                yang dihadapi. Permasalahan tersebut, antara lain, ketidakseragaman input data dari
                daerah, keterlambatan penyampaian data dari daerah, dan kesenjangan penguasaan
                teknologi informasi.




           22   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                          




             2.5.1. Capaian Indikator
                   Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
                   indikator outcomes nasional dan analisa




Analisis Relevansi
Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang
direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembangunan
daerah Provinsi Riau dibidang ekonomi termasuk kategori relevan, dilihat dari tren capaian
pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.


Analisis efektifitas
Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak
pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat dikategorikan
kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah menurun dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal sebegai berikut:
• Masih kecilnya kontribusi sektor non migas terhadap PDRB dibandingkan sektor migas.
• Masih rendahnya ekspor non migas terhadap ekspor nasional yakni hanya 5,36 %
• Rendahnya kontribusi PAD terhadap total penerimaan pendapatan karena belum optimalnya
    pemanfaatan potensi daerah.
• Asset Daerah belum memberikan kontribusi maksimal bagi pendapatan daerah.
• Belum terkoordinasinya dengan baik pelaksanaan tugas pembantuan dan dekonsentasi.
• Belum optimalnya penerimaan bagi hasil pajak maupun bagi hasil migas.




                                                        Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   23

 
                                                     
 




    2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
                Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol
                sebagai berikut




                Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pendapatan perkapita Provinsi Riau
                berada di atas pendapatan perkapita Nasional.


    2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
                Berdasakan analisis dibidang pembangunan ekonomi dapat dirumuskan rekomendasi
    kebijakan sebagai berikut:
    •      Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus dalam peningkatan investasi pengolahan industri hilir
           kelapa sawit di Provinsi Riau,
    •      Mendorong perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk mengembangkan industri hilir di
           Provinsi Riau,
    •      Perlu evaluasi perda-perda tentang pajak dan retribusi daerah yang tidak efektif.
    •      Pajak Bumi dan Bangunan sebaiknya diserahkan kewenangan kepada pemerintah daerah.
    •      Perlu inventarisasi asset daerah.
    •      Transper dana tugas pembantuan perlu diketahui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di
           daeah.
    •      Pemberian akses yang seluas-luasnya bagi daerah penghasil migas terhadap informasi listing.




           24   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                            




2.5 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
• Di Riau saat ini terjadi perubahan fungsi lahan besar-besaran untuk pembukaan perkebunan
    kelapa sawit yang menyebabkan kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan.
    Daerah yang dulunya kawasan hutan (termasuk hutan ulayat, hutan lindung, dan hutan
    rawa/gambut) oleh masyarakat diubah menjadi daerah perkebunan kelapa sawit karena
    prospeknya cukup menjanjikan seiring dengan meningkatnya harga sawit di pasaran. Akan
    tetapi dari sisi lingkungan hidup, perkebunan kelapa sawit dalam skala besar mengakibatkan
    penurunan kualitas lingkungan karena akan menyebabkan: cadangan air tanah menjadi lebih
    sedikit karena tanaman sawit memerlukan volume air yang lebih besar untuk tumbuh, sehingga
    daerah-daerah di sekitar perkebunan sawit menjadi kesulitan air. Akar sawit yang dangkal (akar
    serabut) hanya bisa menahan sedikit air, hal ini berbeda dengan akar pohon lainnya yang berupa
    akat tunggang yang menghunjam jauh ke dalam tanah dan menahan lebih banyak air. Kejadian
    sebaliknya terjadi ketika musim hujan tiba, akibat tanaman sawit tidak bisa menahan air lebih
    banyak, maka air akan menggelontor cepat di atas tanah dan melaju dengan cepat menuju anak
    sungai sehingga menyebabkan volume air membesar dalam waktu singkat, jadilah banjir.
• Banjir yang semakin besar. Dalam waktu 10 tahun terakhir debit banjir di Riau semakin besar,
    semakin luas, dan semakin sering. Sedimentasi pada sungai yang diakibatkan oleh erosi lahan
    akibat perubahan fungsi lahan membuat aliran air melambat melambat dan pada akhirnya
    menyebabkan banjir yang lebih besar di bagian hulu. Fenomena ini terjadi di merata tempat di
    DAS di Provinsi Riau dan menjadi masalah rutin pada musim hujan.
• Illegal logging yang legal. Istilah ini lebih sesuai untuk dipakai karena secara administrasi dan
    perizinan semuanya sesuai dengan prosedur. Yang menjadi permasalahan adalah pada proses
    pemberian izin.   Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Riau ke lapangan,
    ditemukan bahwa banyak izin HPH dan penebangan lainnya diberikan pada daerah-daerah yang
    tidak diperbolehkan untuk ditebang seperti daerah hutan lindung, hutan bertanah rawa/gambut,
    dan hutan tanah ulayat.     Sementara itu, luas yang diizinkan untuk ditebang pun kurang
    pengawasan, akibatnya daerah yang ditebang menjadi luas sekali tanpa ada pengawasan yang
    serius dari pihak yang terkait. Juga tidak ada data yang resmi tentang luas hutan. Bahkan di
    dalam RPJP Provinsi Riau pun tidak ada data berapa sesungguhnya luas hutan Riau sekarang,
    berapa luas HTI, berapa luas lahan terbengkalai, dan berapa luas lahan tandus.




                                                          Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   25

 
                                                     
 




    • Kebakaran hutan di lahan gambut. Kebakaran hutan erat kaitannya dengan penebangan di
           lahan gambut yang semestinya tidak boleh ditebangi. Lahan gambut/rawa sifatnya harus terus
           menerus terendam atau lembab. Pada penebangan hutan di lahan bergambut/rawa, biasanya
           penebang membuat kanal-kanal untuk mempermudah mengeluarkan kayu dari tengah hutan.
           Dengan dibuatnya parit/kanal tersebut, maka lahan gambut yang tadinya basah/terendam
           menjadi kering karena airnya mengalir ke dalam kanal. Lahan gambut yang kering akan
           menyebabkannya rentan terhadap bahaya kebakaran, karena sifatnya yang seperti sabut,
           berongga, dan mudah terbakar. Ketika terbakar, tanah gambut susah dipadamkan karena
           kebakarannya juga terjadi menjalar dibawah permukaan tanah.           Umumnya hotspot terjadi
           didaerah yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki HPH. Hanya sebagian kecil
           hotspot ditemukan di daerah milik masyarakat.
    • Ketergantungan perekonomian dan PDRB pada produksi minyak bumi paling tinggi (44%)
           dari total keseluruhan sektor. Sementara itu, perkembangan sektor-sektor lain yang menonjol
           hanya pada sektor kehutanan dan perkebunan. Sektor kehutanan didominasi oleh perusahaan
           besar yakni PT RAPP dan PT IKPP, sedangkan sektor perkebunan didominasi oleh PTP V dan
           swasta lainnya yang umumnya sawit. Di lain pihak, perkembangan usaha ekonomi masyarakat
           tidak signifikan besarnya di dalam struktur perekonomian daerah. Trickle down effect yang
           diharapkan dari perusahaan-perusahaan besar ini tidak signifikan karena penggunaan tenaga
           kerja, tenaga ahli, material, dan kebutuhan keseharian tidak banyak menggunakan sumberdaya
           yang ada dari Riau.
    • Pada penataan ruang di Riau terdapat inkonsistensi antara perencanaan dengan implementasi di
           lapangan. Kelemahan terletak pada pengawasan untuk menyesuaikan antara peruntukan yang
           direncanakan dengan kenyataan yang dilakukan di lapangan.           Ketidakjelasan pengawasan
           terlihat mulai dari ketidakjelasan institusi yang mengawas, sanksi yang diberikan, dan kepedulian
           yang kurang dari stake holder.
    • Jalan-jalan negara (dibiayai oleh APBN) banyak yang rusak dan dinilai paling parah dibandingkan
           provinsi-provinsi lain di Indonesia. Jalan-jalan di Riau, khususnya jalan Nasional banyak yang
           rusak sebagai akibat lalu lalangnya truk pengangkut kayu, truk sawit, dan aktivitas
           pertambangan. Tetapi biaya perbaikan jalan di Riau tidak signifikan besarnya.        Seharusnya
           karena jalannya dibebani dengan beban lebih berat dan frekuensinya lebih tinggi, biaya
           perbaikan jalan pun sebagai kompensasinya harus lebih besar.




           26   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                             




• Pemerintah Provinsi pun tidak melakukan cukup pemeliharaan pada jalan provinsi. Kualitas
    jalannya sangat rendah sehingga cepat rusak. Pengawasan pembangunan jalan sangat lemah
    dan terkesan asal-asalan saja.      Jalan Provinsi di Provinsi Riau termasuk yang terburuk
    dibandingkan dengan di Provinsi-provinsi lain di Indonesia.
• Kebutuhan listrik masyarakat masih belum terpenuhi. Rasio elektrifikasi hanya sebesar 38% atau
    lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 57%.         Energi listrik disediakan oleh sistem
    interkoneksi Sumatera Barat – Riau. Dari transmisi ini Gardu induk di Bangkinang hanya
    berkapasitas 1x10 MW dan Pekanbaru berkapasitas 2x50 MW. Sisanya hanya menggunakan
    sistem terpisah dengan PLTD pada beberapa daerah di Provinsi Riau. Pemerintah pusat
    seharusnya membangun prasarana kelistrikan yang lebih memadai khususnya di Provinsi Riau
    untuk memenuhi kebutuhan ini.
• Faktor prioritas, efisiensi, dan efektifitas penggunaan anggaran untuk sarana dan prasarana
    sangat kurang. Banyak sarana dan prasarana yang dibangun tidak berdasarkan skala prioritas
    dan menelan banyak dana, tetapi tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. Contohnya adalah
    pembangunan Bandara Tempuling di Indragiri Hilir yang dibangun di lahan gambut dengan biaya
    tinggi, tetapi akses udaranya sepi. Selanjutnya dibangun pula Gedung Perkantoran Pemda 9
    tingkat, Kantor Perpustakaan, Kantor DPRD, dan bangunan megah lainnya dengan biaya yang
    jauh diatas standar harga tertinggi bangunan pemerintah yang telah ditetapkan oleh pemerintah
    sendiri.


2.5.1    Capaian Indikator
                    Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian
                    indikator outcomes nasional dan analisa




                                                           Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   27

 
                                                     
 




    Analisis Relevansi
    Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang
    direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembangunan
    daerah Provinsi Riau dibidang pengelolaan sumberdaya alam termasuk kategori relevan, dilihat dari
    tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.


    Analisis efektifitas
    Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak
    pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dibidang pengelolaan
    sumberdaya alam dapat dikategorikan kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan
    daerah berfluktuasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.


    2.5.2       Rekomendasi Kebijakan
                 Berdasarkan analisis data dibidang pengelolaan sumberdaya alam dapat dirumuskan
    rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
           •    Pengetatan berlakunya standar harga bangunan pemerintah tertinggi untuk menjadi acuan
                wajib bagi pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan fisik. Jika tidak, maka
                banyak sekali anggaran yang diboroskan untuk kemewahan bangunan yang tidak perlu
                ditengah-tengah usaha untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan.             Pemerintah
                melalui mekanisme regulasinya harus memberikan sanksi/hukuman terhadap instansi yang
                membangun bangunan dengan harga lebih tinggi dari standar.
           •    Pemerintah pusat harus membuat skenario penghitungan anggaran pembangunan dan
                pemeliharaan jalan untuk daerah-daerah yang kegiatan ekonominya cukup tinggi seperti
                Riau. Anggaran untuk infrastruktur ini disamping sebagai biaya pemeliharaan terhadap
                pemakaian infrastruktur yang sangat intensif, juga untuk biaya recovery lingkungan.
                Besarnya anggaran pemeliharaan dan pembangunan jalan bisa diambil dari besarnya
                setoran/pajak dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah ini.             Biaya
                pemeliharaan jalan negara di Riau harus lebih tinggi sebagai kompensasi dari lebih
                besarnya beban jalan dan frekuensi yang lebih tinggi. Jika tidak, maka jalan-jalan di Riau
                akan lebih cepat hancur dan kegiatan perekonomian menjadi terhalang dan mengakibatkan
                ekonomi biaya tinggi di Riau.




           28   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                              




      •    Hendaknya dibuat pembatasan berapa kali dalam setahun seorang pejabat daerah boleh
           melakukan perjalanan dinas, baik ke Jakarta, ataupun ke tempat lainnya.
      •    Dalam kasus penanganan illegal logging dan semua isu lain yang terkait dengan hal itu,
           masalah sebenarnya terletak pada keseriusan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam
           penanganannya. Pemainnya adalah pengusaha besar, pejabat daerah dan pusat, serta
           aparat hukum.Ketika ini masih belum duduk, maka penanganan illegal logging hanya
           sebatas lip service belaka.


2.6       TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT

      Jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau (Riau Daratan dengan 11 Kabupaten/Kota) masih
      cukup tinggi yaitu tahun 2000: 438.568 jiwa (11,7%), tahun 2002: 634.896 jiwa (15,4% ), dan
      tahun 2003: 661.677 jiwa (15,6%). Pada tahun 2004, hasil pendataan Balitbang Provinsi Riau
      bekerjasama dengan BPS diperoleh jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau sebanyak
      1.008.321 jiwa (22,19%) atau 231.508 rumah tangga            (22,68%). Hasil Pendataan Sosial
      Ekonomi/PSE untuk penyaluran Bantuan Langsung Tunai/BLT (kondisi Agustus 2006) yaitu
      sebanyak 290.213 rumah tangga (25,15%).

      Terbatasnya akses pangan penduduk, dimana tingkat konsumsi energi masih rendah (2.037
      kal/kap/hari). Mutu konsumsi pangan di Provinsi Riau menurut Badan Ketahanan Pangan
      Provinsi Riau, hanya 26,01% penduduk Riau yang mampu mengkonsumsi pangan 2.200
      kalori/kapita/hari, 49,21% mengkonsumsi antara 1.500 – 2.000 kalori/kapita/hari, dan 24,74%
      lainnya hanya mampu mengkonsumsi kurang dari 1.500 kalori/kapita/hari. Persediaan pangan
      Riau tergantungan pasokan dari daerah lain (baik impor beras maupun provinsi tetangga).
      Pasokan dari luar daerah untuk beras berkisar 13,98%, jagung 8,93%, kedelai 6,44%, sayuran
      4,36%, daging 19,98%, dan telur 25,00% (Riau Pos, 23 Desember 2004). Data Balitbang
      Provinsi Riau tahun 2004 menunjukkan bahwa 5,3% rumah tangga miskin tidak mengkonsumsi
      pangan cukup, dan 39,7% tidak mengkonsumsi protein cukup,

      Rendahnya kepemilikan aset penduduk miskin. Lapangan usaha yang banyak dikerjakan oleh
      penduduk miskin di pedesaan mayoritas adalah sektor pertanian/perkebunan. Penduduk miskin
      yang bergerak di lapangan usaha pertanian/perkebunan rata-rata sebanyak 50,7%, usaha jasa
      sebanyak 10,1%, usaha perdagangan 4,1%, dan industri pengolahan 2,6%. Kepemilikan aset


                                                            Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   29

 
                                                       
 




           produktif yang rendah dalam usaha pertanian menjadi salah satu sebab tingginya jumlah
           penduduk miskin pedesaan Luas lahan sawah yang dimiliki rumah tangga petani masih
           tergolong sempit, dengan luasan penguasaan 0,01 – 0,25 hektar. Namun disisi lain, masih
           banyak rumah tangga petani miskin yang memiliki lahan tidur. Rumah tangga petani miskin yang
           memiliki lahan tidur lebih dari 0,25 hektar. Kepemilikan aset tanaman karet dan kelapa sawit,
           rumah tangga miskin dibawah batas minimum usaha. Pada umumnya rumah rumah tangga
           miskin memiliki tanaman karet dan kelapa sawit dengan jumlah dibawah batas minimum usaha
           (1-150 pohon), sedangkan tanaman kelapa (< 26 pohon). Hal ini mengindikasikan bahwa
           perkebunan karet yang dimiliki rumah tangga miskin belum dapat dikategorikan sebagai usaha
           perkebunan karet, sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan untuk
           memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kepemilikan aset yang rendah telah menyebabkan
           tingginya jumlah penduduk miskin tidak bekerja yaitu 28,6%.
           Rumah tangga miskin masih tinggi yang memiliki kondisi atap rumah tidak layak (58,9%), rumah
           tangga miskin masih tinggi yang memiliki kondisi dinding rumah tidak layak (54,8%), sebanyak
           73,9% rumah tangga miskin tidak akses sumber penerangan lisktirk PLN, dan sebanyak 79,1%
           rumah tangga miskin tidak akses sumber air bersih.


    2.6.1 Capaian Indikator
                Grafik capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau dibandingkan dengan
    capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial nasional dapat dilihat sebagai berikut:




           30     Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                           




Analisis Relevansi
Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang
direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembangunan
daerah Provinsi Riau dibidang kesejahteraan sosial termasuk kategori relevan, dilihat dari tren
capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional, kecuali
pada tahun 2009.


Analisis Efektivitas
Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak
pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat dikategorikan
kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah berfluktuasi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
2.6.2   Rekomendasi Kebijakan
          Berdasarkan analisis terhadap tingkat kesejehteraan sosial, dapat dirumuskan
rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
• Peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas tanaman pangan utamanya
    padi perlu dilakukan melalui subsidi output oleh pemerintah daerah. Selain itu upaya
    pengembangan diversifikasi pangan, dan meningkatkan partisipasi pemerintah Provinsi Riau
    maupun pemerintah Kabupaten/Kota se Riau dalam program Raskin dan meninjau kembali
    mekanisme penetapan alokasi/plafon serta penyaluran Raskin juga diperlukan perhatian
    khususnya pemenuhan Raskin sampai 12 bulan.
• Untuk menjamin hak atas pekerjaan bagi penduduk miskin adalah meningkatkan akses
    masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja dan kesempatan untuk mengembangan usaha
    melalui langkah terpadu untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin dengan
    meningkatkan investasi yang padat karya, peningkatan akses terhadap permodalan, faktor
    produksi, informasi, teknologi dan pasar serta pengembangan lembaga keuangan mikro dan
    perlindungan bagi koperasi, usaha mikro dan kecil. Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja lebih
    diprioritaskan kepada angkatan kerja usia muda dari kalangan berpendapatan rendah yang
    berpotensi dapat diserap oleh pasar tenaga kerja.
• Peningkatan kapasitas keswadayaan masyarakat dalam penyediaan perumahan yang layak dan
    sehat perlu dilakukan melalui pengembangan skema pembiayaan pembangunan rumah yang
    dapat meningkatkan keterjangkauan keluarga miskin produktif terhadap fasilitas perumahan


                                                         Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   31

 
                                                     
 




           yang layak dan meningkatkan jumlah unit rumah layak huni yang dibangun melalui program
           pembangunan rumah layak huni yang dikhususkan bagi keluarga miskin tidak produktif.
    • Dalam upaya penanggulangan kemiskinan secara komprehensif diperlukan pendekatan
           pembangunan terpadu antar satuan kerja, karena permasalahan penduduk/rumah tangga miskin
           cukup kompleks, dan merupakan karakteristik rumah tangga miskin pedesaan dengan segala
           keterbatasannya.




           32   Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
 
                                                                                           




                                              BAB III
                                          KESIMPULAN




Berdasarkan hasil Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Riau dalam hal relevansi dan
efektifitas capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah terhadap tujuan/sasaran pembangunan
nasional dapat disimpulkan sebagai berikut:



      INDIKATOR OUTCOMES                                RELEVAN                     EFEKTIF


    1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi           RELEVAN                     EFEKTIF

    2. Tingkat Kualitas SDM                             RELEVAN                     EFEKTIF

    3. Tingkat Pembangunan Ekonomi                      RELEVAN                     KURANG EFEKTIF

    4. Tingkat Pengelolaan SDA                          RELEVAN                     KURANG EFEKTIF

    5. Tingkat Kesejahteraan Sosial                     RELEVAN                     KURANG EFEKTIF




                                                         Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009   33

 

More Related Content

What's hot

Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...
Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...
Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...Dadang Solihin
 
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar Dadang Solihin
 
Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017
Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017
Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017Yudiwid
 
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan PembangunanMonitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan PembangunanDadang Solihin
 
Penetapan Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Penetapan Tujuan dan Sasaran PembangunanPenetapan Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Penetapan Tujuan dan Sasaran Pembangunaninfosanitasi
 
Paparan indikator kinerja utama
Paparan indikator kinerja utamaPaparan indikator kinerja utama
Paparan indikator kinerja utamajhd
 
Indikator kinerja papua(1)
Indikator kinerja   papua(1)Indikator kinerja   papua(1)
Indikator kinerja papua(1)Yustus Rona
 
Unsur pokok perencanaan Pembangunan Daerah
Unsur pokok perencanaan Pembangunan DaerahUnsur pokok perencanaan Pembangunan Daerah
Unsur pokok perencanaan Pembangunan DaerahAnnisa Annisa
 
Evaluasi dan Pengendalian
Evaluasi dan PengendalianEvaluasi dan Pengendalian
Evaluasi dan PengendalianM Handoko
 
Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214
Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214
Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214PSEKP - UGM
 
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan  Indikator Kinerja PembangunanRencana Strategis dan  Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja PembangunanDadang Solihin
 
Evaluasi Kinerja Pembangunan Desa
Evaluasi Kinerja  Pembangunan DesaEvaluasi Kinerja  Pembangunan Desa
Evaluasi Kinerja Pembangunan DesaDadang Solihin
 
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan  Indikator Kinerja PembangunanRencana Strategis dan  Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja PembangunanDadang Solihin
 
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat DasarSistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat DasarDadang Solihin
 
Prinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Prinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan DaerahPrinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Prinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanPedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanDadang Solihin
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALU
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALULaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALU
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALUEKPD
 
Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)
Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)
Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)nurul khaiva
 
Teknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja Pembangunan
Teknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja PembangunanTeknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja Pembangunan
Teknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja PembangunanDadang Solihin
 

What's hot (20)

Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...
Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...
Optimalisasi Fungsi Perencanaan Anggaran dan Pengawasan terhadap Realisasi RP...
 
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
 
Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017
Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017
Perumusan Visi Misi Sesuai Permendagri 86/2017
 
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan PembangunanMonitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
 
Penetapan Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Penetapan Tujuan dan Sasaran PembangunanPenetapan Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Penetapan Tujuan dan Sasaran Pembangunan
 
Paparan indikator kinerja utama
Paparan indikator kinerja utamaPaparan indikator kinerja utama
Paparan indikator kinerja utama
 
Zopp otda bappenas giz
Zopp otda bappenas gizZopp otda bappenas giz
Zopp otda bappenas giz
 
Indikator kinerja papua(1)
Indikator kinerja   papua(1)Indikator kinerja   papua(1)
Indikator kinerja papua(1)
 
Unsur pokok perencanaan Pembangunan Daerah
Unsur pokok perencanaan Pembangunan DaerahUnsur pokok perencanaan Pembangunan Daerah
Unsur pokok perencanaan Pembangunan Daerah
 
Evaluasi dan Pengendalian
Evaluasi dan PengendalianEvaluasi dan Pengendalian
Evaluasi dan Pengendalian
 
Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214
Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214
Indikator dan Perencanaan Penetapan Kinerja Prov Kalimantan Barat 121214
 
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan  Indikator Kinerja PembangunanRencana Strategis dan  Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja Pembangunan
 
Evaluasi Kinerja Pembangunan Desa
Evaluasi Kinerja  Pembangunan DesaEvaluasi Kinerja  Pembangunan Desa
Evaluasi Kinerja Pembangunan Desa
 
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan  Indikator Kinerja PembangunanRencana Strategis dan  Indikator Kinerja Pembangunan
Rencana Strategis dan Indikator Kinerja Pembangunan
 
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat DasarSistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
Sistem Evaluasi Pembangunan Tingkat Dasar
 
Prinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Prinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan DaerahPrinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Prinsip dan Rumusan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
 
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanPedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALU
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALULaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALU
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tenggara - UNHALU
 
Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)
Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)
Pertemuan 6 (menentukan tujuan (goal) dan sasaran (objektif)
 
Teknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja Pembangunan
Teknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja PembangunanTeknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja Pembangunan
Teknik Penyusunan Kriteria dan Indikator Kinerja Pembangunan
 

Viewers also liked

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurEKPD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNGHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNGEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATEKPD
 
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBLapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNPLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNPEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - Unpatti
Laporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - UnpattiLaporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - Unpatti
Laporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - UnpattiEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAMLaporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAMEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANALaporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANAEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - UndanaLaporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - UndanaEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTANLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTANEKPD
 
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULLaporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULEKPD
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJALaporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJAEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaEKPD
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAUHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAUEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanEKPD
 

Viewers also liked (19)

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Timur
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNGHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI LAMPUNG
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRATLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Utara - UNSRAT
 
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBBLapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
Lapora Akhir EKPD 2009 Bangka Belitung - UBB
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNPLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua Barat - UNP
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAMLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - Unpatti
Laporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - UnpattiLaporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - Unpatti
Laporan Akhir EKPD 2010 - Maluku - Unpatti
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAMLaporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTB - UNRAM
 
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANALaporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
Laporan Akhir EKPD 2009 NTT - UNDANA
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - UndanaLaporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
Laporan Akhir EKPD 2010 - NTT - Undana
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTADLaporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
Laporan Akhir EKPD 2009 Sulawesi Tengah - UNTAD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BaliLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Bali
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTANLaporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Barat - UNTAN
 
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMULLaporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
Laporan EKPD 2009 Kalimantan Timur - UNMUL
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJALaporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
Laporan Akhir EKPD 2009 Jambi - UNJA
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi JambiLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jambi
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi PapuaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua
 
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAUHASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
HASIL EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2009 PROVINSI RIAU
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Selatan
 

Similar to Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI

Laporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIR
Laporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIRLaporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIR
Laporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIREKPD
 
Pedoman Penilaian Monitoring dan Evaluasi
Pedoman Penilaian Monitoring dan EvaluasiPedoman Penilaian Monitoring dan Evaluasi
Pedoman Penilaian Monitoring dan EvaluasiDadang Solihin
 
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerahKuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerahR Khairil Adi
 
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan KegiatanVisi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan KegiatanDadang Solihin
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTALaporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTAEKPD
 
Sistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang Efektif
Sistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang EfektifSistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang Efektif
Sistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang EfektifDadang Solihin
 
Evaluasi Proper Overview.pptx
Evaluasi Proper Overview.pptxEvaluasi Proper Overview.pptx
Evaluasi Proper Overview.pptxBustan6
 
Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah
Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah
Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah Dadang Solihin
 
Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014
Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014
Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014PSEKP - UGM
 
2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysis
2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysis2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysis
2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysispuput075
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - UncenLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - UncenEKPD
 
MONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptx
MONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptxMONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptx
MONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptxrudi bae
 
Aktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi Kebijakan
Aktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi KebijakanAktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi Kebijakan
Aktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi KebijakanDadang Solihin
 
5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptx
5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptx5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptx
5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptxArieAdie
 
Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010
Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010
Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010Dadang Solihin
 
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanPedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanDadang Solihin
 
Teori monitoring dan evaluasi
Teori monitoring dan evaluasiTeori monitoring dan evaluasi
Teori monitoring dan evaluasiArfan Fahmi
 
Laporan pak suaib
Laporan pak suaibLaporan pak suaib
Laporan pak suaibLiza Nasa'i
 
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanPedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanDadang Solihin
 

Similar to Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI (20)

Laporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIR
Laporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIRLaporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIR
Laporan Akhir EKPD 2009 Maluku Utara - UNKHAIR
 
Pedoman Penilaian Monitoring dan Evaluasi
Pedoman Penilaian Monitoring dan EvaluasiPedoman Penilaian Monitoring dan Evaluasi
Pedoman Penilaian Monitoring dan Evaluasi
 
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerahKuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
Kuliah ii evaluasi perencanaan pembangunan daerah
 
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan KegiatanVisi, Misi, Strategi, Kebijakan,  Program dan Kegiatan
Visi, Misi, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan
 
Laporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTALaporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTA
Laporan Akhir EKPD 2009 Banten - UNTIRTA
 
Sistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang Efektif
Sistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang EfektifSistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang Efektif
Sistem Monitoring Kinerja Kebijakan Program dan Kegiatan yang Efektif
 
Evaluasi Proper Overview.pptx
Evaluasi Proper Overview.pptxEvaluasi Proper Overview.pptx
Evaluasi Proper Overview.pptx
 
Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah
Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah
Sistem Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Sarpras Ekonomi Daerah
 
Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014
Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014
Prinsip Dasar Perencanaan Berbasis Hasil Prov Jawa Timur 211014
 
2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysis
2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysis2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysis
2903436 modul-9-benefit cost-ratio-analysis
 
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - UncenLaporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
Laporan Akhir EKPD 2010 - Papua - Uncen
 
MONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptx
MONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptxMONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptx
MONITORING-EVALUASI-PROMKES.pptx
 
Monev
MonevMonev
Monev
 
Aktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi Kebijakan
Aktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi KebijakanAktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi Kebijakan
Aktualisasi Hasil Monev sebagai Bahan Masukan Evaluasi Kebijakan
 
5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptx
5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptx5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptx
5b. Bahan Narasumber Monev Ketua TAPD.pptx
 
Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010
Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010
Kebijakan dan Kerangka Kerja EKPD 2010
 
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanPedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
 
Teori monitoring dan evaluasi
Teori monitoring dan evaluasiTeori monitoring dan evaluasi
Teori monitoring dan evaluasi
 
Laporan pak suaib
Laporan pak suaibLaporan pak suaib
Laporan pak suaib
 
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi PembangunanPedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
Pedoman Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan
 

More from EKPD

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaEKPD
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenEKPD
 

More from EKPD (20)

Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sulawesi Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Papua Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Nusa Tenggara Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi MalukuLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Maluku Utara
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi LampungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Lampung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan RiauLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Riau
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka BelitungLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TimurLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Timur
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan TenganLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Tengan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan SelatanLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Selatan
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan BaratLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Kalimantan Barat
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa TengahLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Jawa Tengah
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. YogyakartaLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi D.I. Yogyakarta
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi BantenLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Banten
 

Laporan Akhir EKPD 2009 Riau - UNRI

  • 1.
  • 2. L P A A HI A OR N K R E au sK n r P mb n u a D ea v lai iej e a g n n a rh a P o isR a rvn i iu K RA A E J S MA D P T B D N E A U S K N R AP MB N U A E U I IA G V L A I IE J E A G N N K ME T R A N G R P N/ A P N S E N E IN E A A P B P E A DN A EG N U I E ST S I U N V R IA R A
  • 3.     BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing. Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut. Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON). 1.2. Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi: • Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Riau. • Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Riau. Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 1   
  • 4.          1.3. Metodologi Evaluasi 1.3.1. Kerangka Kerja EKPD 2009 Kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1) Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Ketiga tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut: (1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes) Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil (outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut: • Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas; • Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan; • Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya; • Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja; • Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator; • Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data. Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi: A. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi. B. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia. C. Tingkat Pembangunan Ekonomi. D. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam. E. Tingkat Kesejahteraan sosial. 2 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 5.     Gambar 1. Kerangka Kerja EKPD 2009 (2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja dapat dilihat dalam Gambar 2 yaitu: • Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya. • Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan daerah. • Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi keluaran (outputs). Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 3   
  • 6.          • Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan outcomes pembangunan. • Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. • Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan. • Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan. Mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD 2009, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan efektivitas pencapaian. Gambar 2 . Hubungan antara Indikator dan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi (3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah. Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan efektivitas pencapaian. Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif. Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan 4 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 7.     “How and Why” berkaitan dengan capaian pembangunan daerah. Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan periode berikutnya. Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai terendah. 1.3.2. Metodologi Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah sebagai berikut: (1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes). (2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase. (3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri. (4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif). Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah. (5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh: • persentase penduduk miskin • tingkat pengangguran terbuka • persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak • presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia • presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4). Sehingga: Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 5   
  • 8.          Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% - tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5 Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk masing-masing kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui: Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait. Pengumpulan Data Primer Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi. 6 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 9.     Pengumpulan Data Sekunder Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait. 1.4. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Tujuan 1.2 Keluaran 1.3 Metodologi 1.4 Sistematika Penulisan Laporan BAB II HASIL EVALUASI Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan pembangunan daerah. 2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 2.1.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas 2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol 2.1.3. Rekomendasi Kebijakan 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 2.2.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas 2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 7   
  • 10.          Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol 2.2.3. Rekomendasi Kebijakan 2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI 2.3.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas 2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol 2.3.3. Rekomendasi Kebijakan 2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 2.4.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas 2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol 2.4.3 Rekomendasi Kebijakan BAB III. KESIMPULAN Menyimpulkan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah telah relevan dan efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional 8 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 11.     BAB II HASIL EVALUASI Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategis baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur perdagangan Regional dan Internasional di kawasan ASEAN melalui kerjasama IMT-GT dan IMS-GT. Setelah terjadi pemekaranan wilayah, Provinsi Riau yang dulunya terdiri dari 16 Kabupaten/Kota, sekarang hanya tinggal 11 Kabupaten/Kota setelah Kepulauan Riau resmi menjadi provinsi ke 32 di terhitung 1 Juli 2004. Meskipun Administratif pemerintahan daerahnya terpisah, namun kami tetap bersebati dalam rekat tamadun Melayu seperti semula. Nilai-nilai luhur kebudayaan Melayu sebagai kawasan lintas budaya telah menjadi jati diri masyarakat Riau yang terungkap dari ucapan “Tuah Sakti Hamba Negeri, Esa Hilang Dua Terbilang, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Tak Melayu Hilang di Bumi”. Nilai-luhur kebudayaan Melayu itulah yang menjadi filosofi Visi Pembangunan Provinsi Riau (Pemerintah Provinsi Riau, 2004). Komitmen Provinsi terhadap peningkatan pendidikan dapat disimak melalui Visi Riau 2020 yang telah dimulai perumusannya pada periode pembangunan Provinsi Riau 2000-2003. Impian kejayaan Riau 13 tahun ke depan ini merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau yang telah disepakati dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor: 36 Tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Riau tahun 2001-2005 yaitu: “Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan Batin di Asia Tenggara Tahun 2020”. Agar setiap tahap pembangunan jangka menengah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kondisi, kemampuan dan harapan yang ditetapkan berdasarkan ukuran-ukuran kinerja pembangunan, telah pula dirumuskan visi antara 5 tahun ke depan (2004-2008) yaitu: “Terwujudnya pembangunan ekonomi yang mengentaskan kemiskinan, pembangunan pendidikan yang menjamin kehidupan Masyarakat agamis dan kemudahan aksesibilitas, dan pengembangan kebudayaan yang menempatkan kebudayaan Melayu secara proporsional dalam kerangka pemberdayaan”. Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 9   
  • 12.          Merujuk kepada Visi Riau 2020, Provinsi Riau melalui Dinas Pendidikan Provinsi Riau sebagai leading sector kemajuan pendidikan di daerah telah merumuskan Visi: ”Terwujudnya lembaga pendidikan di Provinsi Riau yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, beriman dan bertaqwa, berbudaya Melayu serta memiliki daya saing tahun 2020”. Untuk mewujudkan visi tersebut misi yang akan dijalankan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Riau adalah : (1) meningkatkan mutu pendidikan, (2) meningkatkan akses pendidikan, (3) mengembangkan pendidikan yang berwawasan keunggulan dan teknologi, (4) meningkatkan manajemen pendidikan, (5) Meningkatkan jaringan kerjsama pendidikan secara regional, nasional maupun internasional, dan (6) Meningkatkan monitoring dan evaluasi. Menyiasati Visi Riau 16 tahun ke depan yang diperkuat dengan pemekaran wilayah kabupaten/kota, secara bertahap dan konsisten telah dimulai melalui RENSTRA Tahap Pertama tahun 2001-2003 yang memberi perioritas pada 5 (lima) pilar pembangunan. Sedangkan Tahap Kedua, Pemerintah Provinsi Riau telah menyusun RENSTRA tahun 2004-2008 dengan prioritas pengengentasan Kebodohan, Kemiskinan dan Infrastruktur yang lebih populer dengan sebutan Program K2I. Dokumen perencanaan pembangunan yang bersifat taktis dan strategis tersebut merupakan kelanjutan serta bagian yang tak terpisahkan dari Pola Dasar Pembangunan Daerah (POLDAS) dan Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Provinsi Riau. 2.2 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 2.1.4 Aspek Politik, Hukum dan Keamanan Sebagai daerah penghasil terutama dari minyak dan gas bumi, hasil hutan, dan industri besar pulp and paper, serta perkebunan sawit yang terus berkembang saat ini. Riau termasuk daerah yang paling merasakan betapa buruknya sistem sentralisasi. Sumberdaya alam yang melimpah ternyata tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Riau khususnya dan Indonesia umumnya. Dampaknya, pasca reformasi resistensi masyarakat terhadap perusahaan-perusahaan besar di Riau semakin mengkristal. Hal ini sebagai akibat marjinalisasi masyarakat tempatan oleh kapital. • Secara umum pilkada di Riau relatif aman. Sebagaimana fenomena di Indonesia yakni banyaknya pengangguran, pilkada menjadi ajang untuk menambah penghasilan dengan melibatkan diri sebagai tim sukses. Selain itu, pilkada juga memunculkan pendukung 10 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 13.     fanatis. Hal ini jelas membuat proses demokrasi menjadi kontraproduktif. Dampaknya terhadap politik adalah munculnya fanatisme sempit; putra daerah dan non-putra daerah; • Momen pilkada cenderung dijadikan ajang untuk menjatuhkan lawan secara tidak fair bukan sebagai pencerahan politik. Hampir sebagian besar yang mencalonkan diri dan dianggap dapat mempengaruhi suara secara signifikan maka kasus-kasus masa lalunya (jika ada) akan dipublikasikan (black campaign); • Fenomena apatisme masyarakat terhadap pilkada di Riau mencemaskan karena tidak kurang dari 30-40 persen masyarakat yang tidak menggunakan hal pilihnya. Hal ini dapat disebabkan antara lain karena tidak terdaftar, apatisme secara sadar karena pergantian pemimpin tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kehidupan masyarakat secara umum; • Pilkada di Riau banyak didominasi oleh calon dari birokrasi. Hal ini karena ketidaksiapan kader parpol. Ini berakibat jika kalah maka calon merasa terancam/tidak nyaman untuk berkarier di daerah tersebut. Dampaknya adalah banyak si calon berusaha pindah ke Pemerintah Provinsi. Tidak kurang 200 orang PNS yang menyatakan ingin pindah ke Pemprov; • Terbukanya kran politik yang diiringi oleh banyaknya berdiri partai politik telah membuka peluang besar bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan diri. Ini berpengaruh terhadap sumberdaya politisi di legislatif daerah. Masih banyak politisi yang belum memahami peran dan fungsi parpol dengan baik. Parpol dianggap sebagai jalur untuk mencapai kekayaan secara cepat. Hal ini sebagai akibat dari dampak besarnya penghasilan anggota legislatif di Riau periode 1999-2004 sebelum keluar PP yang mengatur kedudukan keuangan dan protokoler DRPD. Input parpol yang lemah terefleksikan pada output ketika mereka duduk sebagai anggota legislatif; • Sebagai isu sentral reformasi yakni pemberantasan kolusi, korupsi, dan nepotisme, hingga saat ini belum menunjukkan hasil maksimal. Secara internal, aparat penegak hukum; kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan belum satu visi dalam hal penegakan hukum. Banyak kasus korupsi di Riau tapi hanya segelintir koruptor yang divonis. Terkesan pemberantasan korupsi tebang pilih. Penegakan hukum belum sistemik karena masih bergantung kepada figur pimpinan pada lembaga penegak hukum. Jika pimpinannya tidak kompromi terhadap kasus KKN maka pelakunya dengan cepat akan menjadi terdakwa; Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 11  
  • 14.          • Sebagai daerah yang terkenal kaya sumberdaya alam, Riau menjadi daerah yang menarik bagi investasi baik PMDN maupun PMA. Perkebunan sawit tersebar hampir di setiap kabupaten di Riau. Hal ini merupakan lahan bagi kejahatan antarprovinsi. Kasus-kasus perampokan uang gaji karyawan perkebunan acapkali terjadi karena relatif sepi dan tidak terpantau oleh aparat kepolisian; • Adanya kebijakan pemberantasan judi oleh Kapolri, membawa dampak pada banyaknya pengangguran khususnya di Riau. Selama ini, Riau termasuk daerah yang menjadi basis judi. Akibatnya, para karyawan yang menggantungkan hidupnya menjadi pengangguran. Premanisme pun tidak terelakkan. Mereka bekerja menjadi backing proyek-proyek pemerintah dengan alasan mencari makan. Untuk pekerjaan tersebut mereka memperoleh fee yang besarnya tergantung pada kesepakatan. Kasus bom molotov sempat marak terjadi di Pekanbaru khususnya; • Kasus kriminalitas yang sempat menghebohkan Kota Pekanbaru khususnya adalah sodomi dengan korban utama adalah pelajar Sekolah Dasar. Selain itu, kasus jambret juga sangat meresahkan masyarakat Kota Pekanbaru khususnya. 2.1.5. Aspek Pemerintahan dan Pengembangan Otonomi Daerah • Akses Masyarakat Terhadap Informasi Kebijakan 10 tahun berlangsungnya reformasi politik di Indonesia, menyisakan banyak pekerjaan elite. Salah satu agenda besar yang harus sungguh-sungguh di implementisir adalah terbukanya akses informasi terhadap arus kebijakan yang dilahirkan oleh negara. Semangat tertutupnya arus informasi, menyuburkan sejumlah varian kemacetan. Semangat ketertutupan ini, secara eksplisit dapat dilihat pada minimnya unsur pemahaman massa terhadap semua informasi kebijakan Pemerintah Daerah. • Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan tanggungjawab pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Riau dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah telah diwujudkan melalui keberadaan 11 (sebelas) daerah otonom setingkat Kabupaten/Kota. Demikian pula sesuai dengan 12 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 15.     Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2002 kelembagaan Pemerintah Provinsi didukung oleh 2 (dua) Sekretariat, 12 (duabelas) Badan, 33 (tigapuluh tiga) Dinas, dan 2 (dua) Kantor. Namun kinerja penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat oleh Pemerintah Provinsi Riau masih menghadapi berbagai kendala terkait dengan belum optimalnya (i) koordinasi internal dan antar instansi pada pemerintah daerah, sehingga terjadi duplikasi atau kesenjangan dalam implementasi kebijakan daerah; (ii) transformasi birokrasi secara kultural sebagai bagian dari reformasi pelayanan publik; (iii) kinerja aparatur dalam menyelenggarakan pelayanan umum; dan (iv) pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan kewenangan. Tanggungjawab pelayanan kepada masyarakat mensyaratkan dukungan kelembagaan yang kuat, pembagian kewenangan dan kewajiban yang tepat, dan kebijakan yang terarah dan sesuai dengan kepentingan masyarakat. Berbagai kelemahan masih dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam rangka menanggapi tuntutan tersebut, terutama berkaitan dengan usia pengaturan struktur kelembagaan pemerintah daerah yang relatif masih muda. Untuk itu dibutuhkan upaya penataan dan perkuatan kelembagaan Pemerintah Provinsi Riau dari aspek organisasi beserta aparaturnya. Walaupun jumlah aparatur pemerintahan cukup memadai guna melaksanakan tanggungjawab pelayanan kepada masyarakat, namun masih dihadapi kendala dari segi kualifikasi, kompetensi, profesionalitas, dan integritas, sehingga belum menghasilkan kinerja yang prima. Kelemahan aparatur pemerintahan dalam penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maju menghambat perencanaan kegiatan satuan kerja; kurang responsif terhadap tuntutan keadaan yang membutuhkan penanganan cepat dan seketika; dan menurunkan sensitifitas dalam membangun perspektif perubahan ke masa depan. Selain kelemahan dari segi kapasitas intelektual, kinerja aparatur pemerintahan juga menghadapi kendala dari segi integritas yang diindikasikan oleh masih melekatnya budaya KKN. Hal tersebut menyebabkan menurunnya citra aparatur dan wibawa pemerintah. Dalam menyelenggarakan tanggungjawab pelayanan umum belum seluruhnya ditunjang oleh prasarana dan sarana yang memadai, terutama di kawasan perdesaan. Hal ini berkaitan dengan skala prioritas dalam pemrograman kegiatan pembangunan prasarana dan sarana pelayanan umum, kesiapan lembaga pemerintahan dalam menyelenggarakan Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 13  
  • 16.          pelayanan umum berbasis manajemen modern, dan kemampuan dan kompetensi aparatur dalam melaksanakan tanggungjawabnya. Walaupun belum tercapai kinerja yang optimal, namun upaya menuju pelayanan masyarakat yang prima telah diupayakan melalui partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan; perkuatan struktur kelembagaan pemerintah provinsi; serta pembinaan dan peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dalam kegiatan pembangunan. Era globalisasi dan meningkatnya kesadaran masyarakat merupakan tantangan ke depan yang dihadapi pemerintah daerah dalam pembangunan. Selain menyiapkan pranata perijinan dan berbagai bentuk insentif yang memberikan peluang bagi dunia usaha untuk berinvestasi di Provinsi Riau, maka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; penumbuhan budaya birokrasi yang transparan dan akuntabel; serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan menjadi prasyarat utama dalam menghadapi perkembangan pada jangka panjang. Menuju pembangunan di masa depan, diupayakan pemantapan dan penataan kelembagaan Pemerintah Provinsi Riau sesuai kewenangan, urusan, dan fungsi sesuai peraturan- perundangan yang berlaku; peningkatan kualifikasi dan kompetensi aparatur pemerintah; perbaikan dan penyempurnaan pelayanan administrasi umum yang dibutuhkan masyarakat luas; dan penegakan supremasi hukum dan HAM dalam pelayanan umum. Pembangunan jangka panjang di bidang pemerintahan dapat mewujudkan kualitas pelayanan masyarakat yang prima dan sekaligus membantu terwujudnya masyarakat yang madani. Keberhasilan tersebut akan terwujud dalam bentuk penyelengaraan pemerintahan dan pelayanan umum yang akuntabel, berwibawa, dan berkeadilan; terselenggaranya birokrasi yang efektif, bersih, dan berwibawa; terbangunnya sistem pengawasan penyelenggaraan pemerintahan yang modern; terciptanya aparatur pemerintahan yang profesional, disiplin, bertanggungjawab, dan memiliki integritas; peningkatan kesejahteraan pegawai; peranserta wakil rakyat pada lembaga legislatif dan lembaga yudikatif dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat luas dan penegakan hukum; kemitraan yang konstruktif antara pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta 14 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 17.     dalam pembangunan daerah; serta penyelenggaraan pemerintahan yang kuat dan pelayanan masyarakat yang prima di kawasan perdesaan. • Pengaturan Urusan Disetiap Tingkatan Pemerintahan. Sekalipun kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mengelola dan menyelenggarakan pemerintahan telah diatur dalam pasal 13 dan pasal 14 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 25 Tahun 2000, namun dalam prakteknya persepsi tentang kewenangan ini selalu menjadi substansi permasalahan yang rumit. Paling tidak ada sejumlah masalah yang berhubungan dengan kewenangan tersebut antara lain: a). Perbedaan persepsi mengenai Kewenangan Pusat dan Daerah serta antar Provinsi dan Kabupaten/Kota, diterbitkannya PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom tetap saja mengalami kesulitan untuk menangkap isi dari kerangka regulasi yang mengatur tentang itu. • Mekanisme Musrenbang Secara umum, pelaksanaan musrenbang adalah sebagai berikut: 1) Musrenbang Desa/Kelurahan 2) Musrenbang Kecamatan 3) Rapat Koordinasi Pusat (RKP) 4) Musrenbang Provinsi 5) Musrenbang Nasional (Musrenbangnas). Aktifitas Musrenbang di Provinsi Riau selalu dilaksanakan pada tingkat elit pemerintahan saja. Maksudnya, membangun sebuah musyawarah warga untuk melakukan pemetaan kepentingan warga, selalu gagal dilakukan. Pemetaan kepentingan dan kebutuhan selalu dipotret dari atas. Sehingga kedekatan kebutuhan masyarakat selalu tidak terakomodir dalam mesin Musrenbang. • Partisipasi Masyarakat Apresiasi pemerintah daerah terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat masih perlu ditingkatkan. Sebagai langkah awal yang baik, pada saat ini telah diambil kebijakan pelayanan umum melalui partisipasi masyarakat. Pada jangka panjang, kebijakan community charter based tersebut perlu dimantapkan dalam rangka menyongsong terwujudnya masyarakat Riau yang madani dengan kemajuan di seluruh aspek kehidupan dan tuntutan peranserta yang demokratis dalam pembangunan daerah, sehingga pada masa mendatang terbangun kemitraan yang konstruktif antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya. Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 15  
  • 18.          2.1.4. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisanya sebagai berikut: Analisis Relevansi Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembangunan daerah Provinsi Riau pada tahun 2005-2006 termasuk kategori relevan, hal ini dilihat dari tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Analisis efektifitas Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat dikategorikan efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 2.1.5. Rekomendasi Kebijakan Beberapa rekomendasi kebijakan yang rumuskan: • Harus ada keberanian aparat untuk penegakan hukum. 16 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 19.     • Harus ada sinkronisasi tahapan renstra Riau s/d 2010 dengan Rencana Induk Otonomi Daerah. • Adanya kejelasan kebijakan, proram dan kegiatan serta pembiayaan dalam mencapai visi otonomi yang diharapkan. • Memberikan kejelasan nilai-nilai sebagai kriteria dalam Sistem Politik, Hukum Otonomi Daerah. 2.4. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 2.1.9 Aspek Sumberdaya manusia, sosial dan kebudayaan Ada 14 isu strategis pembangunan SDM di Propinsi Riau melalui pendidikan: (1) Masih tingginya angka kemiskinan di Propinsi Riau, (2) Banyaknya anak usia sekolah atau putus sekolah terutama dipedesaan, (3) Masih rendahnya peningkatan kualifikasi dan kompensasi guru, (4) Masih terbatasnya infrastruktur pendidikan, (5) Masih rendahnya relefansi hasil pendidikan bila diabnding tingginya kebutuhan pendidikan masyarakat menuju Riau Cerdas 2020, 96) Masih rendahnya mutu pendidikan di Provinsi Riau, (7) Belum oktimalnya pengawasan pendidikan sebagai wujud akuntabilitas pendidikan, (8) 60 % sekolah (SD, SMP dan SMA) belum memiliki sarana pendidikan yang memadai sesuai kebutuhan pendidikan bermutu, (8) Masih terdpat guru SD/MI (23%), SMP/ MTs (16%) dan SM/MA/SMK (80%) yang belum memiliki kualifikasi pendidikan sesuai stndar (SPM), (9) Masih lemahnya koordinasi, integrasi, singkronnisasi, pengawasan dibidang pendidikan antara Pemerinah Pusat, Provinsi dan kab/ kota dan (10) Belum optimalnya peran Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Dunia Usaha dan Dunia Industri sebagai mitra menuju pendidikan bermutu, (11) Masih belum seimbangnya keberadaan sekolah kejuruan dengan sekolah umum yang dapat memberikan life skill dalam memasuki pasar kerja, (12) Belum masksimalnya pendidikan Lur Sekolah untuk mewujudkan konsep relevansi dan pemerataan pendidikan, (13) Keterbatasan tegnologi informasi dalam rangka percepatan data dan informasi pendidikan, (14) Masih terbatasnya kualitas pendidikan tinggi di Proinsi Riau yang memenuhi standar Nasionl da Internasional yang dapat menghasilkan lulusan sesuai kebutuhan pasar. Hasil observasi dan analisis situasi pelaksanaan pembangunan daerah Provinsi Riau membawa kepada pengenalan isu-isu kunci dalam bidang pembangunan SDM, Sosial dan kebudayaan di Provinsi Riau sebagai berikut: 1) Masih tingginya angka kemiskinan di Provinsi Riau, 2) Banyak anak usia sekolah SD, SMP dan SMA yang belum bersekolah atau putus sekolah terutama dipedesaan, 3) Masih rendahnya peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, 4) Masih terbatasnya infrastruktur pendidikan, Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 17  
  • 20.          5) Masih rendahnya relevansi hasil pendidikan bila dibanding tingginya kebutuhan pendidikan masyarakat menuju Riau Cerdas 2020, 6) Masih rendahnya mutu pendidikan di Provinsi Riau, 7) belum optimalnya pengawasan pendidikana sebagai wujud akuntabilitas pendidikan, 8) 60% sekolah (SD, SMP dan SMA) belum memiliki sarana pendidikan yang memadai sesuai kebutuhan pendidikan bermutu, Masih terdapat Guru SD/MI (23%), SMP/MTs (16%) dan SMA/MA/SMK (8%) yang belum memiliki kualifikasi pendidikan sesuai standar (SPM), 9) Masih lemahnya Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan pengawasan dibidang pendidikan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kab/Kota dan 10) Belum optimalnya peran Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Dunia Usaha dan Dunia Industri sebagai mitra menuju pendidikan bermutu, 11) Masih belum seimbangnya keberadaan sekolah kejuruan dengan sekolah umum yang dapat memberikan life skill dalam memasuki pasar kerja, 12) Belum maksimalnya fungsi Pendidikan Luar Sekolah untuk mewujudkan konsep relevansi dan pemerataan pendidikan, 13) Keterbatasan teknologi informasi dalam rangka percepatan data dan informasi pendidikan, 14) Masih terbatasnya kualitas pendidikan tinggi di Provinsi Riau yang memenuhi Standar Nasional dan Internasional yang dapat menghasilkan lulusan sesuai kebutuhan pasar. 2.4.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional sebagai berikut: 18 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 21.     Analisis Relevansi Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembanguNan daerah Provinsi Riau di bidang sumberdaya manusia termasuk kategori relevan, dilihat dari tren capaian pembangunan daerah pada tahun 2008-2009 sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Analisis efektifitas Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat dikategorikan efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol sebagai berikut: Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa IPM provinsi Riau berada di atas IPM Nasional. Hal ini disebabkan adanya program pemerintah Provinsi Riau terkait dengan K2I yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Provinsi Riau seperti: (1) meningkatkan mutu pendidikan, (2) meningkatkan akses pendidikan, (3) mengembngkan pendidikan yang berwawasan keunggulan dan teknologi, (4) meningkatkan manajemen pendidikan, (5) Meningkatkan jaringan kerjasama pendidikan secara regional, nasional maupun internasional, da (6) Meningktkan monitoring dan evaluasi. Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 19  
  • 22.          2.4.3. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis tingkat kualitas sumberdaya manusia dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: • Mengupayakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh masyarakat. • Mengupayakan pembinaan dan pengembangan lembaga pendidikan usia dini dengan melaksanakan wajib belajar 9 tahun. • Meningkatkan kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan. • Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. • Memantapkan pembinaan pendidikan berdasarkan asas desentralisasi, otonomi, keilmuan dan manajemen. • Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan. • Meningkatkan dan membantu pendidikan tinggi. • Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan nilai agama dan kebudayaan Melayu. • Memberdayakan lembaga pendidikan dalam dan luar sekolah sebagai pusat kegiatan belajar. • Melakukan pembaharuan pengembangan sistem pendidikan, termasuk kurikulum muatan lokal yang lebih menekankan pada pendidikan sains yang bernuansa religius. • Meningkatkan hubungan dengan dunia usaha dan industri serta menggalakkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. 2.5. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI • PDRB Permasalahan yang terkait dengan PDRB Riau adalah masih tergantung kepada komoditas migas, walaupun kontribusinya cenderungan menurun sekitar 64 persen tahun 2000 menjadi sekitar 42 persen pada tahun 2006. Namun penurunan itu diimbangi peningkatan komoditas lain yang memiliki arah positif dan menggembirakan seperti peran subsektor perkebunan, dan sektor industri pengolahan yang mulai meningkat. Bila sektor migas diabaikan dari perekonomian Riau, maka sektor pertanian dan sektor industri pengolahan (kertas dan minyak kelapa sawit) sangat mendominasi perekonomian Riau sekitar 47 persen ditahun 2000 menjadi sekitar 62 persen di tahun 2006 20 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 23.     • Investasi dan aktivitas ekspor-impor Permasalahan ekspor Riau adalah masih rendahnya kontribusi ekspor non migas terhadap ekspor nasional yakni 5,36 persen pada tahun 2006. Pertumbuhan nilai ekspor Riau selama tiga tahun terkhir didorong oleh peningkatan ekspor non migas, dimana pertumbuhan ekspor non migas Riau tahun 2006 sebesar 35,70 persen, sedangkan pertumbuhan ekspor migas sebesar 14,12 persen dibanding tahun sebelumnya. Ekspor non migas Riau utamanya didorong oleh ekspor minyak kelapa sawit, bubur kertas serta barang dari kertas. 2.1.7 Aspek Keuangan Daerah • Pengelolaan Keuangan Daerah Permasalahan yang terkait dengan aspek perencanaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah masih belum sinkronnya antara kebijakan, perencanaan,dan penganggaran. Apa yang sudah ditetapkan dalam kebijakan pemerintahandaerah belum tentu sama dengan yang tertuang dokumen perencanaan (RPJPD,RPJMD, dan RKPD). Selanjutnya pada saat dilakukan pengganggaran, apa yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan seringkali diterjemahkan berbedadalam dokumen penganggaran. Akibatnya tidak dapat dilihat hubungan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran. Permasalahan ini tidak terlepas dari adanya ketidakkonsistenan peraturan yangmengatur mengenai perencanaan dan penganggaran ini. • Pendapatan Asli Daerah Permasalahan Pendapatan Asli daerah masih skecilnya kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah. Hal disebabkan oleh masih belum tergarapnya secara maksimal potensi pajak dan retribusi, bagian penerimaan kekeyaan daerah yang dipisahkan. Kondisi ini terlihat dari masih banyak pos-pos tersebut yang tidak memenuhi target yang ditetapkan kecual Pajak Kendaraan Bermotor • Dana Perimbangan Permasalahan umum yang sering dikeluhkan Daerah berkaitan dengan dana perimbangan (Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus) adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam alokasi dan pengelolaan dana perimbangan, yang tidak jarang pula menimbulkan rasaketidakadilan di daerah, khususnya di daerah-daerah yang merasa dirugikan dengan sistem pendistribusian yang ada saat ini. Disamping itu Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 21  
  • 24.          menyangkut Bagi hasil Pajak PBB masih belum tergarap secara maksimal. Hal ini terkendala pada kebijakan terhadap pajak ini masih dalam kendali pemerintah pusat. • Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan Salah satu masalah pokok yang berkaitan dengan dana dekonsentrasi adalah masih banyak ditemuinya dana dekonsentrasi yang dialokasikan untuk membiayai urusan yang sebenarnya sudah menjadi urusan daerah, bukan urusan Pusat yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah. Salah satu penyebabnya adalah masih belum jelasnya pembagian urusan antara pusat dan daerah serta belum adanya peraturan pelaksanaan dari UU tentang perimbangan keuangan diantaranya termasuk PP tentang dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Disamping itu disisi yang lain pembagian urusan wajib dan urusan pilihan mulai dari UU No. 32 tahun 2004, Permendagri No. 13 tahun 2006 dan PP No. 3 tahun 2007 tidak sinkron satu sama lainnya, sehingga membingungkan pemerintah daerah. Pada sisi yang lain dalam konteks tugas pembantuan dan dekonsentrasi adalah terbatasnya kendali Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah terhadap dana tugas pembantuan dan dekonsentrasi, karena transper dana tersebut langsung kepada dinas dan pemerintah daerah. Sehingga tidak jarang Gubernur tidak mengetahui secara persis proyek-proyek yang didanai tugas pembantuan dan dekonsentrasi. • Pengelolaan Aset Daerah Aset daerah yang ada belum terinterventarisir dengan baik , sehingga aset daerah ini belum dapat memberikan kontrbusi yang maksimal bagi pendapatan daerah. • Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) Dalam menjalankan fungsinya untuk menyusun data keuangan daerah secara nasional yang bermanfaat bagi penetapan kebijakan fiskal daerah terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan tersebut, antara lain, ketidakseragaman input data dari daerah, keterlambatan penyampaian data dari daerah, dan kesenjangan penguasaan teknologi informasi. 22 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 25.     2.5.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembangunan daerah Provinsi Riau dibidang ekonomi termasuk kategori relevan, dilihat dari tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Analisis efektifitas Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat dikategorikan kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal sebegai berikut: • Masih kecilnya kontribusi sektor non migas terhadap PDRB dibandingkan sektor migas. • Masih rendahnya ekspor non migas terhadap ekspor nasional yakni hanya 5,36 % • Rendahnya kontribusi PAD terhadap total penerimaan pendapatan karena belum optimalnya pemanfaatan potensi daerah. • Asset Daerah belum memberikan kontribusi maksimal bagi pendapatan daerah. • Belum terkoordinasinya dengan baik pelaksanaan tugas pembantuan dan dekonsentasi. • Belum optimalnya penerimaan bagi hasil pajak maupun bagi hasil migas. Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 23  
  • 26.          2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol sebagai berikut Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa pendapatan perkapita Provinsi Riau berada di atas pendapatan perkapita Nasional. 2.5.3. Rekomendasi Kebijakan Berdasakan analisis dibidang pembangunan ekonomi dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: • Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus dalam peningkatan investasi pengolahan industri hilir kelapa sawit di Provinsi Riau, • Mendorong perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk mengembangkan industri hilir di Provinsi Riau, • Perlu evaluasi perda-perda tentang pajak dan retribusi daerah yang tidak efektif. • Pajak Bumi dan Bangunan sebaiknya diserahkan kewenangan kepada pemerintah daerah. • Perlu inventarisasi asset daerah. • Transper dana tugas pembantuan perlu diketahui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daeah. • Pemberian akses yang seluas-luasnya bagi daerah penghasil migas terhadap informasi listing. 24 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 27.     2.5 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM • Di Riau saat ini terjadi perubahan fungsi lahan besar-besaran untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Daerah yang dulunya kawasan hutan (termasuk hutan ulayat, hutan lindung, dan hutan rawa/gambut) oleh masyarakat diubah menjadi daerah perkebunan kelapa sawit karena prospeknya cukup menjanjikan seiring dengan meningkatnya harga sawit di pasaran. Akan tetapi dari sisi lingkungan hidup, perkebunan kelapa sawit dalam skala besar mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan karena akan menyebabkan: cadangan air tanah menjadi lebih sedikit karena tanaman sawit memerlukan volume air yang lebih besar untuk tumbuh, sehingga daerah-daerah di sekitar perkebunan sawit menjadi kesulitan air. Akar sawit yang dangkal (akar serabut) hanya bisa menahan sedikit air, hal ini berbeda dengan akar pohon lainnya yang berupa akat tunggang yang menghunjam jauh ke dalam tanah dan menahan lebih banyak air. Kejadian sebaliknya terjadi ketika musim hujan tiba, akibat tanaman sawit tidak bisa menahan air lebih banyak, maka air akan menggelontor cepat di atas tanah dan melaju dengan cepat menuju anak sungai sehingga menyebabkan volume air membesar dalam waktu singkat, jadilah banjir. • Banjir yang semakin besar. Dalam waktu 10 tahun terakhir debit banjir di Riau semakin besar, semakin luas, dan semakin sering. Sedimentasi pada sungai yang diakibatkan oleh erosi lahan akibat perubahan fungsi lahan membuat aliran air melambat melambat dan pada akhirnya menyebabkan banjir yang lebih besar di bagian hulu. Fenomena ini terjadi di merata tempat di DAS di Provinsi Riau dan menjadi masalah rutin pada musim hujan. • Illegal logging yang legal. Istilah ini lebih sesuai untuk dipakai karena secara administrasi dan perizinan semuanya sesuai dengan prosedur. Yang menjadi permasalahan adalah pada proses pemberian izin. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Riau ke lapangan, ditemukan bahwa banyak izin HPH dan penebangan lainnya diberikan pada daerah-daerah yang tidak diperbolehkan untuk ditebang seperti daerah hutan lindung, hutan bertanah rawa/gambut, dan hutan tanah ulayat. Sementara itu, luas yang diizinkan untuk ditebang pun kurang pengawasan, akibatnya daerah yang ditebang menjadi luas sekali tanpa ada pengawasan yang serius dari pihak yang terkait. Juga tidak ada data yang resmi tentang luas hutan. Bahkan di dalam RPJP Provinsi Riau pun tidak ada data berapa sesungguhnya luas hutan Riau sekarang, berapa luas HTI, berapa luas lahan terbengkalai, dan berapa luas lahan tandus. Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 25  
  • 28.          • Kebakaran hutan di lahan gambut. Kebakaran hutan erat kaitannya dengan penebangan di lahan gambut yang semestinya tidak boleh ditebangi. Lahan gambut/rawa sifatnya harus terus menerus terendam atau lembab. Pada penebangan hutan di lahan bergambut/rawa, biasanya penebang membuat kanal-kanal untuk mempermudah mengeluarkan kayu dari tengah hutan. Dengan dibuatnya parit/kanal tersebut, maka lahan gambut yang tadinya basah/terendam menjadi kering karena airnya mengalir ke dalam kanal. Lahan gambut yang kering akan menyebabkannya rentan terhadap bahaya kebakaran, karena sifatnya yang seperti sabut, berongga, dan mudah terbakar. Ketika terbakar, tanah gambut susah dipadamkan karena kebakarannya juga terjadi menjalar dibawah permukaan tanah. Umumnya hotspot terjadi didaerah yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki HPH. Hanya sebagian kecil hotspot ditemukan di daerah milik masyarakat. • Ketergantungan perekonomian dan PDRB pada produksi minyak bumi paling tinggi (44%) dari total keseluruhan sektor. Sementara itu, perkembangan sektor-sektor lain yang menonjol hanya pada sektor kehutanan dan perkebunan. Sektor kehutanan didominasi oleh perusahaan besar yakni PT RAPP dan PT IKPP, sedangkan sektor perkebunan didominasi oleh PTP V dan swasta lainnya yang umumnya sawit. Di lain pihak, perkembangan usaha ekonomi masyarakat tidak signifikan besarnya di dalam struktur perekonomian daerah. Trickle down effect yang diharapkan dari perusahaan-perusahaan besar ini tidak signifikan karena penggunaan tenaga kerja, tenaga ahli, material, dan kebutuhan keseharian tidak banyak menggunakan sumberdaya yang ada dari Riau. • Pada penataan ruang di Riau terdapat inkonsistensi antara perencanaan dengan implementasi di lapangan. Kelemahan terletak pada pengawasan untuk menyesuaikan antara peruntukan yang direncanakan dengan kenyataan yang dilakukan di lapangan. Ketidakjelasan pengawasan terlihat mulai dari ketidakjelasan institusi yang mengawas, sanksi yang diberikan, dan kepedulian yang kurang dari stake holder. • Jalan-jalan negara (dibiayai oleh APBN) banyak yang rusak dan dinilai paling parah dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Jalan-jalan di Riau, khususnya jalan Nasional banyak yang rusak sebagai akibat lalu lalangnya truk pengangkut kayu, truk sawit, dan aktivitas pertambangan. Tetapi biaya perbaikan jalan di Riau tidak signifikan besarnya. Seharusnya karena jalannya dibebani dengan beban lebih berat dan frekuensinya lebih tinggi, biaya perbaikan jalan pun sebagai kompensasinya harus lebih besar. 26 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 29.     • Pemerintah Provinsi pun tidak melakukan cukup pemeliharaan pada jalan provinsi. Kualitas jalannya sangat rendah sehingga cepat rusak. Pengawasan pembangunan jalan sangat lemah dan terkesan asal-asalan saja. Jalan Provinsi di Provinsi Riau termasuk yang terburuk dibandingkan dengan di Provinsi-provinsi lain di Indonesia. • Kebutuhan listrik masyarakat masih belum terpenuhi. Rasio elektrifikasi hanya sebesar 38% atau lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 57%. Energi listrik disediakan oleh sistem interkoneksi Sumatera Barat – Riau. Dari transmisi ini Gardu induk di Bangkinang hanya berkapasitas 1x10 MW dan Pekanbaru berkapasitas 2x50 MW. Sisanya hanya menggunakan sistem terpisah dengan PLTD pada beberapa daerah di Provinsi Riau. Pemerintah pusat seharusnya membangun prasarana kelistrikan yang lebih memadai khususnya di Provinsi Riau untuk memenuhi kebutuhan ini. • Faktor prioritas, efisiensi, dan efektifitas penggunaan anggaran untuk sarana dan prasarana sangat kurang. Banyak sarana dan prasarana yang dibangun tidak berdasarkan skala prioritas dan menelan banyak dana, tetapi tidak memenuhi kebutuhan masyarakat. Contohnya adalah pembangunan Bandara Tempuling di Indragiri Hilir yang dibangun di lahan gambut dengan biaya tinggi, tetapi akses udaranya sepi. Selanjutnya dibangun pula Gedung Perkantoran Pemda 9 tingkat, Kantor Perpustakaan, Kantor DPRD, dan bangunan megah lainnya dengan biaya yang jauh diatas standar harga tertinggi bangunan pemerintah yang telah ditetapkan oleh pemerintah sendiri. 2.5.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 27  
  • 30.          Analisis Relevansi Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembangunan daerah Provinsi Riau dibidang pengelolaan sumberdaya alam termasuk kategori relevan, dilihat dari tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional. Analisis efektifitas Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dibidang pengelolaan sumberdaya alam dapat dikategorikan kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah berfluktuasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 2.5.2 Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis data dibidang pengelolaan sumberdaya alam dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: • Pengetatan berlakunya standar harga bangunan pemerintah tertinggi untuk menjadi acuan wajib bagi pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan fisik. Jika tidak, maka banyak sekali anggaran yang diboroskan untuk kemewahan bangunan yang tidak perlu ditengah-tengah usaha untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan. Pemerintah melalui mekanisme regulasinya harus memberikan sanksi/hukuman terhadap instansi yang membangun bangunan dengan harga lebih tinggi dari standar. • Pemerintah pusat harus membuat skenario penghitungan anggaran pembangunan dan pemeliharaan jalan untuk daerah-daerah yang kegiatan ekonominya cukup tinggi seperti Riau. Anggaran untuk infrastruktur ini disamping sebagai biaya pemeliharaan terhadap pemakaian infrastruktur yang sangat intensif, juga untuk biaya recovery lingkungan. Besarnya anggaran pemeliharaan dan pembangunan jalan bisa diambil dari besarnya setoran/pajak dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah ini. Biaya pemeliharaan jalan negara di Riau harus lebih tinggi sebagai kompensasi dari lebih besarnya beban jalan dan frekuensi yang lebih tinggi. Jika tidak, maka jalan-jalan di Riau akan lebih cepat hancur dan kegiatan perekonomian menjadi terhalang dan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi di Riau. 28 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 31.     • Hendaknya dibuat pembatasan berapa kali dalam setahun seorang pejabat daerah boleh melakukan perjalanan dinas, baik ke Jakarta, ataupun ke tempat lainnya. • Dalam kasus penanganan illegal logging dan semua isu lain yang terkait dengan hal itu, masalah sebenarnya terletak pada keseriusan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam penanganannya. Pemainnya adalah pengusaha besar, pejabat daerah dan pusat, serta aparat hukum.Ketika ini masih belum duduk, maka penanganan illegal logging hanya sebatas lip service belaka. 2.6 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT Jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau (Riau Daratan dengan 11 Kabupaten/Kota) masih cukup tinggi yaitu tahun 2000: 438.568 jiwa (11,7%), tahun 2002: 634.896 jiwa (15,4% ), dan tahun 2003: 661.677 jiwa (15,6%). Pada tahun 2004, hasil pendataan Balitbang Provinsi Riau bekerjasama dengan BPS diperoleh jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau sebanyak 1.008.321 jiwa (22,19%) atau 231.508 rumah tangga (22,68%). Hasil Pendataan Sosial Ekonomi/PSE untuk penyaluran Bantuan Langsung Tunai/BLT (kondisi Agustus 2006) yaitu sebanyak 290.213 rumah tangga (25,15%). Terbatasnya akses pangan penduduk, dimana tingkat konsumsi energi masih rendah (2.037 kal/kap/hari). Mutu konsumsi pangan di Provinsi Riau menurut Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, hanya 26,01% penduduk Riau yang mampu mengkonsumsi pangan 2.200 kalori/kapita/hari, 49,21% mengkonsumsi antara 1.500 – 2.000 kalori/kapita/hari, dan 24,74% lainnya hanya mampu mengkonsumsi kurang dari 1.500 kalori/kapita/hari. Persediaan pangan Riau tergantungan pasokan dari daerah lain (baik impor beras maupun provinsi tetangga). Pasokan dari luar daerah untuk beras berkisar 13,98%, jagung 8,93%, kedelai 6,44%, sayuran 4,36%, daging 19,98%, dan telur 25,00% (Riau Pos, 23 Desember 2004). Data Balitbang Provinsi Riau tahun 2004 menunjukkan bahwa 5,3% rumah tangga miskin tidak mengkonsumsi pangan cukup, dan 39,7% tidak mengkonsumsi protein cukup, Rendahnya kepemilikan aset penduduk miskin. Lapangan usaha yang banyak dikerjakan oleh penduduk miskin di pedesaan mayoritas adalah sektor pertanian/perkebunan. Penduduk miskin yang bergerak di lapangan usaha pertanian/perkebunan rata-rata sebanyak 50,7%, usaha jasa sebanyak 10,1%, usaha perdagangan 4,1%, dan industri pengolahan 2,6%. Kepemilikan aset Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 29  
  • 32.          produktif yang rendah dalam usaha pertanian menjadi salah satu sebab tingginya jumlah penduduk miskin pedesaan Luas lahan sawah yang dimiliki rumah tangga petani masih tergolong sempit, dengan luasan penguasaan 0,01 – 0,25 hektar. Namun disisi lain, masih banyak rumah tangga petani miskin yang memiliki lahan tidur. Rumah tangga petani miskin yang memiliki lahan tidur lebih dari 0,25 hektar. Kepemilikan aset tanaman karet dan kelapa sawit, rumah tangga miskin dibawah batas minimum usaha. Pada umumnya rumah rumah tangga miskin memiliki tanaman karet dan kelapa sawit dengan jumlah dibawah batas minimum usaha (1-150 pohon), sedangkan tanaman kelapa (< 26 pohon). Hal ini mengindikasikan bahwa perkebunan karet yang dimiliki rumah tangga miskin belum dapat dikategorikan sebagai usaha perkebunan karet, sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kepemilikan aset yang rendah telah menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin tidak bekerja yaitu 28,6%. Rumah tangga miskin masih tinggi yang memiliki kondisi atap rumah tidak layak (58,9%), rumah tangga miskin masih tinggi yang memiliki kondisi dinding rumah tidak layak (54,8%), sebanyak 73,9% rumah tangga miskin tidak akses sumber penerangan lisktirk PLN, dan sebanyak 79,1% rumah tangga miskin tidak akses sumber air bersih. 2.6.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau dibandingkan dengan capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial nasional dapat dilihat sebagai berikut: 30 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 33.     Analisis Relevansi Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauhmana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini pembangunan daerah Provinsi Riau dibidang kesejahteraan sosial termasuk kategori relevan, dilihat dari tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional, kecuali pada tahun 2009. Analisis Efektivitas Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Pembangunan Provinsi Riau dapat dikategorikan kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari capaian pembangunan daerah berfluktuasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 2.6.2 Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan analisis terhadap tingkat kesejehteraan sosial, dapat dirumuskan rekomendasi kebijakan sebagai berikut: • Peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas tanaman pangan utamanya padi perlu dilakukan melalui subsidi output oleh pemerintah daerah. Selain itu upaya pengembangan diversifikasi pangan, dan meningkatkan partisipasi pemerintah Provinsi Riau maupun pemerintah Kabupaten/Kota se Riau dalam program Raskin dan meninjau kembali mekanisme penetapan alokasi/plafon serta penyaluran Raskin juga diperlukan perhatian khususnya pemenuhan Raskin sampai 12 bulan. • Untuk menjamin hak atas pekerjaan bagi penduduk miskin adalah meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kesempatan kerja dan kesempatan untuk mengembangan usaha melalui langkah terpadu untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin dengan meningkatkan investasi yang padat karya, peningkatan akses terhadap permodalan, faktor produksi, informasi, teknologi dan pasar serta pengembangan lembaga keuangan mikro dan perlindungan bagi koperasi, usaha mikro dan kecil. Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja lebih diprioritaskan kepada angkatan kerja usia muda dari kalangan berpendapatan rendah yang berpotensi dapat diserap oleh pasar tenaga kerja. • Peningkatan kapasitas keswadayaan masyarakat dalam penyediaan perumahan yang layak dan sehat perlu dilakukan melalui pengembangan skema pembiayaan pembangunan rumah yang dapat meningkatkan keterjangkauan keluarga miskin produktif terhadap fasilitas perumahan Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 31  
  • 34.          yang layak dan meningkatkan jumlah unit rumah layak huni yang dibangun melalui program pembangunan rumah layak huni yang dikhususkan bagi keluarga miskin tidak produktif. • Dalam upaya penanggulangan kemiskinan secara komprehensif diperlukan pendekatan pembangunan terpadu antar satuan kerja, karena permasalahan penduduk/rumah tangga miskin cukup kompleks, dan merupakan karakteristik rumah tangga miskin pedesaan dengan segala keterbatasannya. 32 Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009
  • 35.     BAB III KESIMPULAN Berdasarkan hasil Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Riau dalam hal relevansi dan efektifitas capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional dapat disimpulkan sebagai berikut: INDIKATOR OUTCOMES RELEVAN EFEKTIF 1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi RELEVAN EFEKTIF 2. Tingkat Kualitas SDM RELEVAN EFEKTIF 3. Tingkat Pembangunan Ekonomi RELEVAN KURANG EFEKTIF 4. Tingkat Pengelolaan SDA RELEVAN KURANG EFEKTIF 5. Tingkat Kesejahteraan Sosial RELEVAN KURANG EFEKTIF Laporan Akhir EKPD Provinsi Riau 2009 33