1. JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2002: 31-36
Perbedaan Individual dalam Proses Pembelajaran
di Sekolah Dasar
Yuliani Narzet
Abstract: Children grow and develop differently. Children differences at elementary
school level should be accommodated. Teachers need to understand the studens
characteristics, induvidual differences, and classroom management, so that they can
guide elementary school students to grow to the optimum level.
Kata kunci: perbedaan individual, pengelolaan kelas, pembelajaran, sekolah dasar
Anak-anak berkembang menurut pola-pola dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang
relatif sama. Sekolah sebagai lembaga formal dipercaya dapat memberikan kesempatan
kepada anak-anak untuk tumbuh dan berkembang serta memenuhi kebutuhan-kebutuh-
annya. Namun dalam mengemban tugas tersebut, sekolah sering menghadapi berbagai
masalah, terutama yang berhubungan dengan perbedaan kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan serta intensitas kebutuhan anak.
Banyak guru yang kurang memperhatikan atau menyadari masalah tersebut, ter-
utama bila diarahkan pada penerapannya dalam proses pembelajaran di kelas. Hal ini
dapat dilihat dari masih terus dipertahankannya pendekatan klasikal dalam sistem
penyampaian pelajaran di SD. Perbedaan individual tersebut dirasa kurang aspiratif,
karena perbedaan tersebut kurang diperhatikan. Perbedaan-perbedaan individual menu-
rut Sudjana (1989) dapat dilihat dalam perkembangan intelektual, kemampuan berbaha-
sa, dan latar belakang pengalaman, gaya belajar, bakat dan minat, dan kepribadian.
Karena adanya perbedaan individual tersebut, maka perlu ada pengajaran indi-
vidual. Menurut Slavin (1994: 330) pengajaran individual adalah “teaching approach in
which each student works at his or her own level and rate” (pendekatan mengajar yang
mana setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat dan kecepatannya masing-masing).
Pengajaran individual dapat dilakukan dengan cara mengangkat guru untuk memberikan
pengajaran kepada semua siswa pada tingkat yang sesuai. Dengan cara ini, tidak meng-
herankan pada program tutoring, satu orang dewasa satu orang siswa menentukan efek-
efek positif yang substansial dari tutoring terhadap hasil belajar siswa (Slavin, 1994:
330)
Sehubungan dengan itu, maka dalam tulisan ini akan dibahas karakteristik kognitif
murid SD, perbedaan indidual murid SD, pendekatan pengelolaan kelas, dan pendekatan
Yuliani Narzet adalah dosen PGSD Universitas Terbuka, UPBJJ-UT Palembang.
31
2. 32 JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2002: 31-36
klasikal yang individual, model rancangan pembelajaran individual, serta bagian
rancangan pembelajarannya.
KARAKTERISTIK KOGNITIF MURID SD
Murid SD dapat dipahami dengan cara mengenali karakteristiknya yang mem-
bedakan dirinya dari kelompok usia lainnya. Karakteristik murid SD antara lain digam-
barkan dari sudut karakteristik fisikal, sosial, emosional, dan kognitif. Dalam uraian ini
akan dibahas karakteristik kognitif saja.
Pengelompokan yang cukup akomodatif secara psikologis membagi dua usia
murid SD yaitu kelompok 6-10 tahun dan kelompok 10-13 tahun (Gunawan, 1992).
Perkembangan yang menonjol pada periode pertama ditandai dengan kegiatan belajar
membaca dan tercapainya penguasaan beberapa pengetahuan dan kecakapan. Oleh kare-
na itu, banyak ahli pendidikan menyarankan agar murid diberi kesempatan untuk belajar
sambil berbuat (learning by doing). Periode kedua usia sekolah dasar ditandai oleh
keinginan untuk belajar lebih dan tumbuhnya bermacam-macam minat. Misalnya: mulai
timbul minat terhadap hewan piaraan, hasil-hasil teknologi atau mulai terbentuknya
berbagai macam hobi. Murid juga mulai mengembangkan pengertian-pengertian tentang
sebab akibat, membentuk konsep dan mulai memecahkan persoalan-persoalan seder-
hana.
Selain apa yang diuraikan di atas, dapat dicatat juga pendapat Biehler dan Snow-
man (1982) tentang karakteristik kognitif murid sekolah dasar, yakni:
Siswa SD biasanya ingin menceritakan apakah mereka mengetahui jawaban yang
benar atau tidak. Konsep benar dan salah mulai berkembang. Biasanya, pada mula-
nya berkenaan dengan kegiatan tertentu dan secara bertahap menjadi tergenerali-
sasi. Ada perbedaan antara laki-laki dan peremluan akademik. Nyata jelas perbe-
daan dalam gaya kognitif. (Elementary school pupils are usually eager to recite
whether they know the right answer or not. Concepts of right and wrong begin
devekop. Usually these are concerned with specific act at first and only gradually
became generally become generalzed. These are sex differences in specific abilities
and in overall academic performance. Differences in cognitive style become
apparent).
Kedua pendapat di atas pada dasarnya mengemukakan secara kognitif anak-anak
usia sekolah dasar siap matang untuk ber-kembang sesuai dengan perkembangannya
masing-masing.
PERBEDAAN INDIVIDUAL MURID-MURID SD
Apresiasi kebutuhan-kebutuhan anak secara umum merupakan dasar untuk mema-
hami murid, walaupun tidak harus selalu demikian. Studi yang telah dilakukan oleh
psikolog (Vasta dkk., 1992), menunjukkan adanya pola umum dan lingkaran perkem-
bangan yang sama pada setiap anak, namun diikuti oleh hasil yang berbeda karena
faktor internal maupun eksternal, sering kita kenal dengan perbedaan individual.
Perbedaan individual dalam hal ini adalah perbedaan kemampuan anak yang
banyak di jumpai di sekolah dasar. Hal tersebut diperjelas dengan hasil pengukuran
psikologis (IQ). Sekalipun hasil pengukuran tersebut relatif sama pada beberapa orang
murid, maupun hasil tersebut menunjuk pada hasil belajar yang berbeda-beda. Hatch
3. Narzet, Perbedaan Individual dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar 33
dan Coster (1961) memberi contoh: area umum yang selalu berbeda pada tiap individu,
karena itu mendapat perhatian guru maupun orang tua, yaitu:
• Achievement : kinerja skolastik (scholastic performance);
• Anatomy : tinggi, berat, dan warna kulit (height,weight compelexion);
• Emotions : stabilitas, percaya diri, kebijaksanaan, dan ketekunan (stability, self-
reliance, noise, tact, persistance);
• Interest : hobi, sahabat, dan aktivitas (hobbies, friends, activities);
• Physiology : kemampuan menyimak, aktivitas visual, dan ketahanan (hearing,
visual activities, endurance);
• Psychology : kecepatan reaksi, kecepatan asosiasi dan koordinasi (speed of
reaction, speed of association and coordination);
• Sosial perspectives: suku, politik, agama dan sikap ekonomi (racial, political,
religion and economic aptitudes).
Dengan memahami setiap murid sebagai individu yang unik, berbeda antara yang
satu dengan yang lain, guru dalam mengajar dapat mendekatinya dengan keunikan-
keunikannya, tidak dengan pola umum, sekalipun perkembangan atau kebutuhan mere-
ka menunjukkan ragam dan pola yang sama.
PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS
Dalam pengelolaan kelas dikenal dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekat-
an klasikal dan individual. Masing-masing pendekatan mempunyai kelebihan dan keku-
rangan. Pendekatan klasikal dimaksudkan guru memperlakukan sejumlah murid sama
rata, sementara dalam pendekatan individual guru memperlakukan dan melayani murid
sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.
Pendekatan klasikal yang diadaptasi dalam sistem pengelolaan kelas di Indonesia,
khususnya di sekolah dasar kurang memberikan sumbangan yang kaya dalam pemben-
tukan perilaku murid-murid sebagai pribadi yang unik. Dalam artian kecepatan murid
dalam menginternalisasi bahan ajar atau materi kuran begitu dihiraukan guru. Guru
lebih banyak mengambil sikap seragam (jalan tengah). Tindakan seperti ini, terutama di
kelas-kelas SD sangat riskan. Sebagai contoh: masih lemahnya kemampuan baca-tulis-
hitung murid-murid di kelas-kelas awal disebabkan gagalnya guru melayani siswa
sesuai dengan individualitas kemampuan belajarnya. Pada akhirnya bermuara pada
tingginya angka tinggal kelas.
Jarolimek dan Foster (1960) menekankan bahwa baca-tulis-hitung (basic skill-
three R’s) merupakan kemampuan dasar yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus sece-
patnya dikuasai murid. Kegagalan menguasai kemampuan dasar ini akan cukup meng-
ganggu program-program kelas berikutnya. Menurut mereka salah satu kunci keber-
hasilan penguasaan kemampuan dasar tersebut bila guru mampu menyusun dan melak-
sanakan program pembelajaran yang individualized.
Untuk menyusun program individual diperlukan tujuan, bahan, dan kegiatn peng-
ajaran yang berlain-lainan. Setiap bahan dan kegiatan itupun memerlukan peralatan,
metode, dan media instrusional yang berbeda-beda pula. Guru harus mengontrol setiap
program siswa yang berbeda-beda sehingga betapa banyaknya siswa yang harus dila-
4. 34 JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2002: 31-36
yani apalagi dengan kondisi nyata di Indonesia, yakni ditandai oleh rasio guru-murid
yang cukup besar, misalnya 1 : 40. Dengan rasio sebesar itu sulit mendekati murid
secara individual. Akan tetapi tuntutan akan peningkatan mutu pendidikan, mau tidak
mau membutuhkan terobosan-terobosan yang dapat mempertajam kekurangan pende-
katan klasikal.
PENDEKATAN KLASIKAL YANG INDIVIDUAL
Pembahasan di atas menunjukkan seolah-olah pendekatan pengelolaan kelas yang
individual lebih unggul dari pada pendekatan klasikal. Namun demikian penilis juga
telah mencoba mengungkapkan bahwa kondisi persekolahan menuntut adanya adaptasi
sistem klasikal yang lebih komprehensif. Untuk itu pernyataan yang perlu dijawab ada-
lah upaya apa yang perlu dilakukan agar pendekatan klasikal tetap dapat mengakomo-
dasikan perbedaan individual, dalam arti individualitas yang merupakan potensi yang
layak untuk berkembang tetap tersalurkan dalam suasana klasikal yang ada. Untuk itu
kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana cara menyusun program perseorangan.
Dalam hubungan menyusun program perseorangan di atas menurut Charles (1980),
yang memperkenalkan istilah COATS yaitu “baju’ untuk semua siswa atau beberapa
siswa yang dipilih berdasarkan kemampuan dan kemandiriannya. Yang dimaksud de-
ngan “baju’ adalah satuan pelajaran untuk pembelajaran individual yang telah disesuai-
kan menurut kebutuhan, kemampuan, kecepatan beberapa siswa masing-masing atau
beberapa orang siswa yang dipilih berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
• C (content), materi/isi pembelajaran yang akan dipelajari siswa secara individual.
• O (objective), tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan dapat dicapai oleh sis-
wa setelah pembelajaran berlangsung.
• A (activities), merupakan prosedur kerja dan alat-alat bantu yang akan digunakan
oleh siswa dalam pembelajaran tersebut.
• T (time), waktu yang dipergunakan oleh siswa dalam menyelesaikan tugas atau ke-
giatan pembelajaran.
• S (supervision), cara guru melakukan kontrol atau bimbingan individual terhadap
para siswanya.
Dalam pelaksanaan pembelajarannya, mula-mula siswa memperoleh satuan pela-
jaran masing-masing secara individual. Kemudian guru memberikan penjelasan tentang
maksud pembelajaran individual yang akan dilaksanakan dan kegunaannya. Sela-
njutnya para siswa dipersilahkan belajar secara bebas menurut cara dan gaya belajarnya
masing-masing. Guru mengontrol siswa yang belajar, membantu atau membimbing
mereka seperlunya. Setelah pembelajaran individual berjalan kira-kira sepuluh atau dua
puluh menit, lalu bentuk pembelajaran individual diubah ke bentuk pembelajaran kla-
sikal biasa lagi. Begitu berulang-ulang dilakukan percobaan-percobaan dalam menganti-
sipasi perbedaan individual yang dimaksud dalam tulisan ini
Berikut disajikan salah satu model rancangan pembelajaran individual untuk
bidang studi PPKN kelas 4 cawu 1 yang menggunakan pendekatan COATS.
Bidang Studi : PPKN
Kelas Cawu : 4/1
Pokok Bahasan : Kedisiplinan
5. Narzet, Perbedaan Individual dalam Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar 35
Waktu : 2 x 40 menit
Jumlah Siswa : 30 orang
A. Pokok Bahasan:
1. Mengetahui perlunya sikap disiplin dalam melaksanakan tugas
2. Membiasakan melaksanakan tugas dan kewajiban selaku warga atau
masyarakat
B. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mengetahui perlunya sikap disiplin dalam melak-sanakan tugas
dari guru, orang tua dan keluarga
2. Siswa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dengan tepat
waktu
3. Siswa dapat melaksanakan tugas yang diberikan oleh orang tuanya
4. Siswa dapat membiasakan diri melaksanakan tugas dan kewajiban selaku
warga atau masyarakat dengan disiplin
C. Rincian Kegiatan Individual yang Akan Dilaksanakan:
1. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan tinjauan guru tentang pokok bahasan
kedisiplinan (kode A). Pengantar guru dalam memberi satuan tugas pelajaran
masing-masing secara individual yaitu: membaca buku teks dan mem-
perhatikan gambar yang ada (kode B)
2. Kemudian guru memberikan penjelasan tentang maksud pembelajaran
individual yang akan dilaksanakan dan kegunaannya (kode C). Bentuk-
bentuk tugas: diantaranya siswa diminta membuat laporan hasil bacaan buku
teks secara tertulis dalam bentuk contoh-contoh sikap dan perbuatan disiplin
dan kurang disiplin (E).
3. Tinjauan hasil pemberian tugas secara individual (F)
4. Selanjutnya guru mempersilahkan siswa belajar secara bebas menurut cara
dan gaya belajar masing-masing (kode G)
5. Guru mengontrol siswa yang belajar, membantu atau mem-bimbing mereka
seperlunya (kode H).
6. Setelah pembelajaran individual berjalan kira-kira sepuluh atau dua puluh
menit, lalu bentuk pembelajaran individual diubah ke bentuk pembelajaran
klasikal biasa lagi (kode I)
7. Pelaporan tugas individual (kode J)
8. Tinjauan hasil pelaporan individual (kode K)
9. Pembahasan materi-materi tugas yang dianggap sulit dalam pembelajaran
individual yang dilaksanakan (kode L)
10. Simulasi pengungkapan pengalaman siswa dalam me-nunjukkan sikap dan
perbuatan disiplin dan kurang disiplin (kode M).
11. Tes akhir kegiatan atau bentuk tidak lanjut lainnya (kode N).
6. 36 JURNAL PENDIDIKAN & PEMBELAJARAN, VOL. 9, NO. 1, APRIL 2002: 31-36
D. Bagan Rancangan Pembelajaran Individual Pokok Bahasan: Kedisiplinan
Langkah-langkah
Pembelajaran I
Individual
J
C
A
D
F G H N
K
B
E L
M
PENUTUP
Setiap anak berhak untuk mendapatkan kesempatan berkembang secara optimal,
menjadi pribadi yang mandiri dan menjadi dirinya sendiri, sekolah sebagai lembaga
yang bertanggung jawab terhadap pendidikan setiap warga negara, khususnya pendidik-
an dasar, perlu memperhatikankarakteristik murid-murid dalam proses pembelajaran.
Adanya sikap seperti ini menimbulkan kemungkinan bagi setiap murud untuk dapat
membentuk dirinya menjadi manusia yang mandiri sebagai ciri dari kedewasaan.
Pembelajaran individual merupakan suatu upaya untuk memberikan kesempatan
kepada siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, kecepatan, dan
caranya sendiri. Tujuan utama pembelajaran individual atau pembelajaran yang diindi-
vidualkan ini mempunyai makna yang luas yakni, bahwa setiap siswa diberi kesempatan
untuk maju berdasarkan kemampuan masing-masing.
DAFTAR RUJUKAN
Biehler, R.F. & Snowman, J. 1982. Psychology Applied to Teaching. Boston: Houfton
Mifflin Company.
Charles, C.M. 1980. Individualizing Instruction. S. Louis: The C.V. Mosby Company.
Hatch, R.N. & Costar, J.W. 1961. Guidance Service in the Elementary Sschool. Iowa:
WMC Brown Company Publisher.
Jarolimek, J. & Foster, C.D. 1976. Teaching and Learning in the Elementary School.
New York: Macmillan Publishing Co., Inc.
Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology: Theory and Practice (fourth edition).
Boston: Allyn and Bacon.
Vasta, H. & Miller, J. 1992. Child Psychology the Modern Science. New York: John
Wiley & Son, Inc.