SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Download to read offline
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13
ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615
9
Pendidikan Karakter Melalui Sains
Diana Chusnani
Guru Biologi SMA Negeri 1 Gresik
Email: dianachak86@gmail.com
Abstract: Some of the problems and conflicts that arise in social life due to the lack of strong
character. Students and school leavers often face problems in life, which caused less strong
character. Communities are now beginning to question the education system which assessed
student has not managed to strengthen character. On the other side of the school is also facing
difficulties in implementing character education. This study is an idea that is expected to provide
solutions to the implementation of character education through science learning. This study does
not propose character education as a stand-alone subject tetapui character education messages
through methods of science learning with hands-on and minds-on is considered strongly supports
strengthening the character of students. Learning science students have the right to direct the
character's curiosity, to think logically, critically and creatively innovative, honest, healthy living,
self-confidence, respect for diversity, discipline, self-reliant, responsible, caring environment and
love of science.
Keywords: character, science. hands-on, minds-on
Abstrak: Beberapa permasalahan dan konflik yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat
banyak disebabkan oleh kurang kuatnya karakter masyarakat. Siswa dan lulusan sekolah sering
menghadapi persoalan dalam kehidupan di antaranya disebabkan kurang kuatnya karakter diri
mereka. Masyarakat kini mulai mempertanyakan kembali tentang sistem pendidikan yang dinilai
berlum berhasil memperkuat karakter siswa. Di sisi lain sekolah juga menghadapi kesulitan dalam
menerapkan pendidikan karakter. Tulisan ini merupakan gagasan yang diharapkan dapat memberi
solusi bagi pelaksanan pendidikan karakter melalui pembelajaran sains. Gagasan ini tidak
mengusulkan pendidikan karakter sebagai suatu mata pelajaran yang berdiri sendiri tetapui pesan-
pesan pendidikan karakter dilakukan melalui pembelajaran sains dengan metode hands-on dan
minds-on yang dinilai sangat mendukung penguatan karakter siswa. Pembelajaran sains yang
benar akan mengarahkan siswa memiliki karakter rasa ingin tahu, berpikir logis, kritis kreatif dan
inovatif, jujur, hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri,
bertanggungjawab, peduli lingkungan dan cinta ilmu.
Kata kunci: karakter, pendidikan sains, hands-on, minds-on
Dewasa ini berkembang tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan
perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang
menurunnya kualitas sikap dan moral masyarakat, pejabat, anak-anak atau generasi muda. Yang
diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri
memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik.
Melihat situasi “produk” pendidikan dari dekade sebelumnya, para orang tua, secara subyektif,
sering membuat perbandingan antara situasi pendidikan masa kini dengan situasi di mana mereka dulu
mengalami pendidikan di sekolah. Atas situasi, sikap, perilaku sosial anak-anak, remaja, generasi
muda sekarang, sebagian orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap atau nilai-
nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan perilaku anak-anak yang lebih
berkarakter, kejujuran, memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya bangsa, dan bertindak
sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda
tetap memiliki sikap mental dan semangat juang yang menjunjung tinggi etika, moral, dan
melaksanakan ajaran agama.
Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi orang dewasa adalah produk
pendidikan pada beberapa dekade sebelumnya, maka yang dipertanyakan adalah kurikulum
pendidikan di masa sebelumnya itu.
Apa yang dilakukan oleh beberapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya salah. Ada baiknya
dilakukan review menyeluruh terhadap suatu kurikulum pendidikan. Kehendak untuk melakukan
peninjauan kurikulum, sesungguhnya, bukan hanya semata-mata atas desakan dan tuntutan para orang
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13
ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615
10
tua. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent),
bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan
mengadobsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik. Kunci
sukses implementasi kurikulum terutama adalah pada pendidik, kelembagaan sekolah, dukungan
kebijakan strategis, dan lingkungan pendidikan itu sendiri.
Pembahasan
Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit.
Tetapi untuk tujuan penulisan ini, kiranya perlu dikutip pernyataan Sukmadinata (2004) yang
mengatakan, kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman
belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai,
pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kurikulum, setidaknya ada tiga pengertian
yang harus dipahami, yaitu: 1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu rencana belajar; 2)
kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari sistem
persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat; 3) kurikulum sebagai suatu bidang
studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan
dan pengajaran.
Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum merupakan rancangan
pendidikan, yang berisi serangkaian proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara implisit
kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidikan. Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang
terkait dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa, orang tua, dan lingkungan.
Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
Bagaimana iklim sekolah diciptakan, turut berperan dalam mewarnai anak didik. Apakah iklim
kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas benar-benar tercipta di lingkungan sekolah.
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri,
yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau
pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan
sekolah.ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu natural sains ( Kimia, Fisika dan
Biologi) dan social sains.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”., karakter mengacu kepada serangkaian
sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak
jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang
yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pendidikan karakter menerapkan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of
all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau
pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di
samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13
ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615
11
menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Pendidikan karakter diawali dengan factor keluarga,
jika tidak diawali di keluaraga maka disekolah akan merasa kesulitan.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik
memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat. Indikator keberhasilan program pendidikan karakter oleh peserta didik, di antaranya
mencakup:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love Allah, trust, reverence, loyalty).
2. Tanggung jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian (responsibility, excellence, self reliance,
discipline, orderliness)
3. Kejujuran/Amanah dan Arif (trustworthines, honesty, and tactful)
4. Hormat dan Santun (respect, courtesy, obedience)
5. Dermawan, Suka menolong dan Gotongroyong/Kerjasama (love, compass-sion, caring, empathy,
generousity, moderation, cooperation)
6. Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity,
7. Resourcefulness, courage, determination, enthusiasm)
8. Kepemimpinan dan Keadilan (justice, fairness, mercy, leadership)
9. Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humility, modesty)
10. Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan pembelajaran yaitu adanya perubahan
kognitif, sikap, dan perilaku pebelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mata
pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan moral pebelajar, itu dimaksudkan
sebagai usaha untuk membentuk sikap warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya
bangsa, mempererat persatuan dan kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan
membangun moral bangsa. Faktanya, setelah berlangsung bertahun-tahun, “produk” penataran P4 itu
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penyakit sosial dan penyakit masyarakat masih saja merebak.
Sudah bukan lagi disebut sebagai kenakalan remaja. Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur,
korupsi, kolusi, nepotisme, suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme, hilangnya sikap
kesabaran, pelanggaran norma masyarakat, merosotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan, memudarnya
rasa malu, meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya.
Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya penghargaan terhadap karya sendiri
dan atau karya bangsa sendiri. Hal ini diindikasikan dengan tindakan pembajakan produk yang
melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam ujian, dan bahkan sikap mengagung-agungkan gelar,
telah melunturkan etos belajar, sehingga terjadi pemalsuan ijazah. Apalagi ditambah dengan sikap
konsumerisme dan gempuran iklan produk konsumtif yang menyerbu setiap hari melalui berbagai
media, kian menunjukkan betapa kita telah kehilangan jati diri dan tidak mempunyai karakter.
Pada tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan sebagai kebutuhan, tetapi hanya
merupakan wahana memburu status. Sekolah dipandang bukan sebagai wahana sosialisasi dan
membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang sebagai jembatan menuju “kemewahan”.
Menurut hemat penulis, pendidikan berbeda dengan indoktrinasi. Pendidikan lebih bermuatan
nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi berkaitan dengan kepentingan politik. Pendidikan
bukan untuk menciptakan kemakmuran lahiriah, karena kemakmuran itu hanya merupakan dampak
dari pendidikan.
Penerapan Pendidikan karakter di sains dapat diterapkan di silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yaitu tertulis di silabus dan RPP dapat berupa diskusi, percaya diri, beberapa
kegiatan yang diterapkan dalam pembelajaran dengan sharing, diskusi, ceramah singkat, tanya jawab,
latihan, simulasi dan pemberian tugas. Penilaiannya pun akan berbeda, bisa dilakukan dengan
pengamatan, teman sejawat, penilaian diri sendiri, penilaian kelompok, portofolio, analisis dan
simpulan fasilitator. Pendidikan karakter mengajarkan kejujuran, kedisiplinan, tanggungjawab,
patriotik, rasa hormat dan peduli sehingga benar-benar dapat diterima, dihayati dan
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di kelas, di rumah dan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13
ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615
12
Pendidikan Karakter Melalui Sains
Mencermati sembilan pilar karakter yang mendasari pendidikan karakter, ternyata sebagian
besar termasuk pada domain afektif atau terkait dengan self-system (Marzano & Kendall, 2008).
Padahal selama ini sebagian besar berpendapat yang penting dalam pendidikan sains adalah
penguasaan materi subyek (content, pengetahuan, konsep). Pengetahuan atau materi subyek hanyalah
wahana untuk mengembangkan proses berpikir dan hal-hal lain yang terkait di dalamnya. Apabila
dikatakan sains sebagai produk, proses dan aplikasi dengan sikap dan nilai-nilai di dalamnya barulah
menyangkut ketiga domain dalam pendidikan. Biasanya bobot terbesar diberikan pada aspek kognitif
yakni penalaran. Termasuk dalam bernalar adalah berpikir logis, berpikir rasional, berpikir kritis,
berpikir kreatif, mengambil keputusan. Bahkan ada pula yang membedakannya menjadi berpikir dasar
dan berpikir kompleks (Presseissen dalam Costa, 1985). Berpikir logis dan berpikir rasional termasuk
berpikir dasar, sedangkan berpikir kritis, berpikir kreatif, mengambil keputusan termasuk berpikir
kompleks. Ditambahkan pula bahwa berpikir kompleks terjadi setelah melalui berpikir dasar. Dalam
hubungannya dengan pembentukan karakter, berpikir manakah yang diperlukan atau dikembangkan?
Banyak saintis berpendapat bahwa siswa tidak dapat diharapkan untuk mengkonstruk gagasan
entitas ilmiah melalui penyelidikan bebas dan tidak dimediasi diskusi dengan sesamanya, karena siswa
merupakan pemula dalam masyarakat ilmiah. Guru sains dan penerbit buku teks seyogianya
me”match”kan cara-cara sehari-hari dengan cara-cara ilmiah untuk memahami suatu fenomena dalam
merancang dan memilih materi pembelajaran, merancang unit-unit kurikulum dan memilih strategi
pembelajaran.
Hanya sedikit pakar pendidikan sains yang akan tidak menyetujui bahwa tujuan pembelajaran
seyogianya mempromosikan pemahaman tentang proses inkuiri dan “domain specific scientific
concepts’’ daripada menghafal konsep, fakta dan algoritma (Aulls & Shore, 2008). Memorisasi dengan
bantuan akumulasi fakta, konsep dan algoritma yang lambat, tidak akan menggantikan belajar
bagaimana menggunakan pengetahuan dengan cara menghubungkannya untuk menginterpretasi gejala
alam, dan menggeneralisasi konsep sains yang baru kepada siswa, solusi pada masalah sains yang baru
bagi siswa, dan dalam suatu disiplin untuk menghasilkan konsep ilmiah atau teori baru.
Esensi dari hakikat sains adalah inkuiri itu sendiri. Inkuiri dalam pembelajaran sains dapat
berperan sebagai metode, sebagai pendekatan, sebagai model pembelajaran, sebagai ”tools” untuk
mengembangkan keperibadian dengan nilai-nilai dan sikap ilmiah tercakup di dalamnya, bahkan
sebagai kemampuan yang perlu dikembangkan dan diukur perolehannya (Rustaman, 2010).
Pembelajaran Sains yang Hands-on dan Minds-on
Pembelajaran sains sejak kurikulum 1975 hingga kurikulum berbasis kompetensi meminta siswa
mengembangkan kemampuannya melalui penggunaan metode ilmiah, kegiatan praktikum, pendekatan
keterampilan proses, pelaksanaan eksperimen, inkuiri dan pendekatan yang lainnya, termasuk
pendekatan konsep. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa pembelajaran sains hendaknya
melibatkan penggunaan tangan dan alat atau manipulatif. Pendekatan konsep yang ditekankan terus
menerus tidak dimaksudkan dengan memberikan konsep dalam bentuk yang sudah jadi. Dengan
rumusan konsep berupa working definition yang memberikan batas kedalaman dan keluasannya,
dimaksudkan agar pembelajaran sains di lapangan tidak diberikan dalam bentuk definisi. Tidak terjadi
proses berpikir apabila siswa belajar sains dengan mendapat definisinya langsung. Pembelajaran yang
demikianlah yang dimaksudkan dengan pembelajaran yang hands-on dan minds-on.
Pada pelaksanaannya keterkaitan antara mind dengan kegiatan manipulatif tidak selalu terjadi.
Siswa melakukan kegiatan pengamatan atau praktikum secara motorik. Alat-alat inderanya tidak
difungsikan secara optimal, jawaban yang dianggap benar adalah yang tertulis di dalam buku
pelajaran. Verifikasi konsep, prinsip, hukum atau teori tidak terjadi dalam kegiatan-kegiatan yang
hands-on. Kegiatan yang memerlukan waktu, tenaga dan biaya tak sedikit tersebut menjadi kurang
bermakna. Kegiatan demikian menjadi lebih-lebih tidak dirasakan manfaatnya oleh siswa yang belajar
sains, karena sistem pengujian yang hanya mengukur penguasaan konsep (sesungguhnya hanya
pengetahuan atau definisi-definisi).
Pentingnya keterkaitan antara mind dan kegiatan manipulatif dikemukakan bukan hanya oleh
orang-orang ynag menekuni bidang sains dan pendidikan sains. De Bono (1989) menekankan ada
keterkaitan yang sangat erat antara thinking and doing. Bahkan seperti telah dikemukakan di bagian
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan
Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13
ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615
13
depan tentang keterkaitan antara memori dan emosi, de Bono juga menekankan pentingnya emosi dan
berpikir. Ditekankan hubungan tersebut mungkin terjadi pada saat awal proses berpikir sebagai
persepsi, saat berlangsung dengan mengenali pola atau keteraturan, dan saat akhir berupa pengambilan
keputusan. Semua itu jelas didasarkan pada emosi atau feeling. Bilamanakah pembelajaran sains ingin
melibatkan emosi atau feeling?
Mengubah konsepsi (changing conception) sebagai ciri pembelajaran yang merujuk pada
pandangan konstruktivisme memang penting, tetapi hampir mustahil tanpa melibatkan emosi. Situasi
konflik dalam memori dan emosi perlu diciptakan pada pembelajaran konstruktivistik. Tanpa itu
semua, pencarian makna melalui kegiatan yang hands-on dan minds-on juga tidak akan berhasil
mengubah konsepsi mereka, terlebih-lebih jika mengubah konsepsi dilakukan terhadap mereka yang
mengalami miskonsepsi karena miskonsepsi cenderung sukar diubah.
Penutup
Ada kecenderungan menurunnya karakter bangsa terlihat dari perilaku pejabat, masyarakat,
pemuda dan pelajar kita akhir-akhir ini. Mata pelajaran sains sebelumnya sebagian besar berpendapat
yang penting adalah penguasaan materi subyek (content, pengetahuan, konsep) dengan masuknya
pendidikan karakter di dalamnya memungkinkan peserta didik tidak meninggalkan aspek afektif dalam
menguasai mata pelajaran. Salah satu metode yang dipakai adalah hands-on dan minds-on, sehingga
diharapkan siswa lebih memiliki rasa ingin tahu, berpikir logis, kritis kreatif dan inovatif, jujur, hidup
sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggungjawab, peduli lingkungan
dan cinta ilmu.
Daftar Pustaka
Anwar, C. (2005). Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment) dalam membentuk Habits
of Mind Siswa Pada Pembelajaran Konsep Lingkungan. Tesis Sekolah Pascasarjana Pendidikan
IPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Dwi Rohmadi Mustofa. (2010). Kurikulum Pendidikan yang Berkarakter. Makalah. Tidak Diterbitkan.
Nuryani Y. Rustaman, Pendidikan dan Penelitian Sains dalam Mengembangkan Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Karakter. Makalah. Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.
Rustaman, N. Y. (2010). “Pengembangan Pembelajaran Sains Berbasis Kemampuan Dasar Bekerja
Ilmiah”. Dalam Topik Hidayat et al., (Eds.). Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan
Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA, 211-247
Sriyati, S., Rustaman, N., & Zainul, A. (2010). “Kontribusi Asesmen Formatif terhadap Habits of
Mind Mahasiswa Biologi”. Artikel untuk dimuat dalam Jurnal Pengajaran MIPA. 15, (2). 77-
86.
Sriyati, S. (2011). Peran Asesmen Formatif dalam Membentuk Habits of Mind Mahasiswa Biologi.
Disertasi Doktor Kependidikan. Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.

More Related Content

What's hot

Tajuk 5 peranan guru sr
Tajuk 5 peranan guru srTajuk 5 peranan guru sr
Tajuk 5 peranan guru srEsTee Wang
 
implikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&p
implikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&pimplikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&p
implikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&pcik noorlyda
 
School based curriculum development
School based curriculum developmentSchool based curriculum development
School based curriculum developmenttitiwerdhy
 
Topik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budaya
Topik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budayaTopik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budaya
Topik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budayashare with me
 
Pedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompok
Pedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompokPedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompok
Pedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompokFazidah Abd Ghani
 
Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial mashmello2
 
peranan sekolah bagi fpk
peranan sekolah bagi fpkperanan sekolah bagi fpk
peranan sekolah bagi fpkMusaDiq YaaCob
 
Landasan pengemb kurikulum pai 2.
Landasan pengemb kurikulum pai  2.Landasan pengemb kurikulum pai  2.
Landasan pengemb kurikulum pai 2.Tatik Suwartinah
 
K01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hms
K01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hmsK01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hms
K01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hmsJANGAN TENGOK
 
Perencanaan pembelajaran tik
Perencanaan pembelajaran tikPerencanaan pembelajaran tik
Perencanaan pembelajaran tikDedi Koswara
 
Makalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhanaMakalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhanaiwayanredhana
 
http://www.slideshare.net/eenherlina
http://www.slideshare.net/eenherlinahttp://www.slideshare.net/eenherlina
http://www.slideshare.net/eenherlinaEen Herlina
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Irma Muthiara Sari
 
Konsep sekolah-unggul
Konsep sekolah-unggulKonsep sekolah-unggul
Konsep sekolah-unggulfathur80
 
4. Guru Dan Alam Pendidikan
4. Guru Dan Alam Pendidikan4. Guru Dan Alam Pendidikan
4. Guru Dan Alam PendidikanArthur Jupong
 

What's hot (19)

Tugas Kurikulum Asep
Tugas Kurikulum AsepTugas Kurikulum Asep
Tugas Kurikulum Asep
 
Tajuk 5 peranan guru sr
Tajuk 5 peranan guru srTajuk 5 peranan guru sr
Tajuk 5 peranan guru sr
 
implikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&p
implikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&pimplikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&p
implikasi kepelbagaian latar belakang pelajar terhadap p&p
 
Lamp. permendikbud no. 65 tahun 2013
Lamp. permendikbud no. 65  tahun 2013Lamp. permendikbud no. 65  tahun 2013
Lamp. permendikbud no. 65 tahun 2013
 
School based curriculum development
School based curriculum developmentSchool based curriculum development
School based curriculum development
 
Topik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budaya
Topik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budayaTopik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budaya
Topik 5 27268735 bilik-darjah-mesra-budaya
 
Pedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompok
Pedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompokPedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompok
Pedagogi relevan budaya dan kepelbagaian kelompok
 
Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial
 
peranan sekolah bagi fpk
peranan sekolah bagi fpkperanan sekolah bagi fpk
peranan sekolah bagi fpk
 
Makalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakterMakalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakter
 
Landasan pengemb kurikulum pai 2.
Landasan pengemb kurikulum pai  2.Landasan pengemb kurikulum pai  2.
Landasan pengemb kurikulum pai 2.
 
K01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hms
K01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hmsK01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hms
K01947 20180426221408 k 2 interaksi dan pembelajaran hms
 
Perencanaan pembelajaran tik
Perencanaan pembelajaran tikPerencanaan pembelajaran tik
Perencanaan pembelajaran tik
 
Makalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhanaMakalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhana
 
http://www.slideshare.net/eenherlina
http://www.slideshare.net/eenherlinahttp://www.slideshare.net/eenherlina
http://www.slideshare.net/eenherlina
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
 
29876007
2987600729876007
29876007
 
Konsep sekolah-unggul
Konsep sekolah-unggulKonsep sekolah-unggul
Konsep sekolah-unggul
 
4. Guru Dan Alam Pendidikan
4. Guru Dan Alam Pendidikan4. Guru Dan Alam Pendidikan
4. Guru Dan Alam Pendidikan
 

Viewers also liked

How to Build Your Mitochondrial Medical Home
How to Build Your Mitochondrial Medical HomeHow to Build Your Mitochondrial Medical Home
How to Build Your Mitochondrial Medical Homemitoaction
 
A quick start tutorial of zotero web library
A quick start tutorial of zotero web libraryA quick start tutorial of zotero web library
A quick start tutorial of zotero web libraryHelen Tang
 
11th Annual Biosimilars Uk (2012)
11th Annual Biosimilars Uk (2012)11th Annual Biosimilars Uk (2012)
11th Annual Biosimilars Uk (2012)shad121
 
Good file practice
Good file practiceGood file practice
Good file practiceamcsquared
 
Simple programming
Simple programmingSimple programming
Simple programmingamcsquared
 
9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Up
9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Up9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Up
9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Upmitoaction
 
Inequations and finding rule
Inequations and finding ruleInequations and finding rule
Inequations and finding ruleamcsquared
 
Bahan evaluasi pembelajarann 1 b u id
Bahan evaluasi pembelajarann 1 b u idBahan evaluasi pembelajarann 1 b u id
Bahan evaluasi pembelajarann 1 b u idNukhbatul Haka
 
одо
одоодо
одоltuya
 
Codes and Conventions
Codes and ConventionsCodes and Conventions
Codes and Conventionsaaqibrumbi
 
Social Impact Games - 7 Lesson Learned
Social Impact Games - 7 Lesson LearnedSocial Impact Games - 7 Lesson Learned
Social Impact Games - 7 Lesson Learnedmayurhpatel
 
Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014
Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014
Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014ryanvong
 
Koonsoor Kampuchea 2016
Koonsoor Kampuchea 2016Koonsoor Kampuchea 2016
Koonsoor Kampuchea 2016Ham Houn
 
Active Directory Change Auditing in the Enterprise
Active Directory Change Auditing in the EnterpriseActive Directory Change Auditing in the Enterprise
Active Directory Change Auditing in the EnterpriseNetwrix Corporation
 
At the dawn of the new laptops
At the dawn of the new laptopsAt the dawn of the new laptops
At the dawn of the new laptopsAdam Caplan
 

Viewers also liked (20)

How to Build Your Mitochondrial Medical Home
How to Build Your Mitochondrial Medical HomeHow to Build Your Mitochondrial Medical Home
How to Build Your Mitochondrial Medical Home
 
A quick start tutorial of zotero web library
A quick start tutorial of zotero web libraryA quick start tutorial of zotero web library
A quick start tutorial of zotero web library
 
Changes to ILM Apprenticeships
Changes to ILM ApprenticeshipsChanges to ILM Apprenticeships
Changes to ILM Apprenticeships
 
11th Annual Biosimilars Uk (2012)
11th Annual Biosimilars Uk (2012)11th Annual Biosimilars Uk (2012)
11th Annual Biosimilars Uk (2012)
 
Changes to apprenticeships Aug 2014
Changes to apprenticeships Aug 2014Changes to apprenticeships Aug 2014
Changes to apprenticeships Aug 2014
 
Good file practice
Good file practiceGood file practice
Good file practice
 
Simple programming
Simple programmingSimple programming
Simple programming
 
U7 1ME108
U7 1ME108 U7 1ME108
U7 1ME108
 
9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Up
9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Up9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Up
9 Tips to Ensure Your Insurer Pays Up
 
Inequations and finding rule
Inequations and finding ruleInequations and finding rule
Inequations and finding rule
 
Raj sekhar envc ppt article 15
Raj sekhar envc ppt article 15Raj sekhar envc ppt article 15
Raj sekhar envc ppt article 15
 
Bahan evaluasi pembelajarann 1 b u id
Bahan evaluasi pembelajarann 1 b u idBahan evaluasi pembelajarann 1 b u id
Bahan evaluasi pembelajarann 1 b u id
 
одо
одоодо
одо
 
Codes and Conventions
Codes and ConventionsCodes and Conventions
Codes and Conventions
 
Social Impact Games - 7 Lesson Learned
Social Impact Games - 7 Lesson LearnedSocial Impact Games - 7 Lesson Learned
Social Impact Games - 7 Lesson Learned
 
Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014
Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014
Silicon Valley Marketo User Group - May 8, 2014
 
Koonsoor Kampuchea 2016
Koonsoor Kampuchea 2016Koonsoor Kampuchea 2016
Koonsoor Kampuchea 2016
 
Dt3141 deady final
Dt3141 deady finalDt3141 deady final
Dt3141 deady final
 
Active Directory Change Auditing in the Enterprise
Active Directory Change Auditing in the EnterpriseActive Directory Change Auditing in the Enterprise
Active Directory Change Auditing in the Enterprise
 
At the dawn of the new laptops
At the dawn of the new laptopsAt the dawn of the new laptops
At the dawn of the new laptops
 

Similar to edukasi 1502 3462-1-pb

Integrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakterIntegrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakterSutikno Java
 
Pendidikan karakter
Pendidikan karakterPendidikan karakter
Pendidikan karakterBudi Suwarno
 
Kurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranKurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranDESYFITRIANI
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)Sariki Sarif
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Erlita Izzatunnisa
 
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiranPermendikbud tahun2014 nomor103_lampiran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiranIa Hidarya
 
Tugas kurpel
Tugas kurpelTugas kurpel
Tugas kurpelpurwa83
 
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTERJURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTERkrista yayang
 
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdfArtikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdfzuhriyahaminatus004
 
Makalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakterMakalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakterWarnet Raha
 
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaranPermendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaranWinarto Winartoap
 
MANAJEMEN PENDIDIKAN 3.pptx
MANAJEMEN PENDIDIKAN  3.pptxMANAJEMEN PENDIDIKAN  3.pptx
MANAJEMEN PENDIDIKAN 3.pptxilysugli2
 

Similar to edukasi 1502 3462-1-pb (20)

Makalah karakter
Makalah karakterMakalah karakter
Makalah karakter
 
Makalah karakter
Makalah karakterMakalah karakter
Makalah karakter
 
Integrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakterIntegrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakter
 
Pendidikan karakter
Pendidikan karakterPendidikan karakter
Pendidikan karakter
 
Makalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakterMakalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakter
 
Kurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan PembelajaranKurikulum Dan Pembelajaran
Kurikulum Dan Pembelajaran
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014(1)
 
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
Lampiran permendikbud-no-103-tahun-2014
 
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiranPermendikbud tahun2014 nomor103_lampiran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran
 
Tugas kurpel
Tugas kurpelTugas kurpel
Tugas kurpel
 
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTERJURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER
 
ARTIKEL jadi.pdf
ARTIKEL jadi.pdfARTIKEL jadi.pdf
ARTIKEL jadi.pdf
 
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdfArtikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
Artikel_vfgPenguatan Profil Pancasila.pdf
 
Makalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakterMakalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakter
 
Pengembangan Kurikulum
Pengembangan KurikulumPengembangan Kurikulum
Pengembangan Kurikulum
 
Hidden curriculum
Hidden curriculumHidden curriculum
Hidden curriculum
 
Hidden curriculum
Hidden curriculumHidden curriculum
Hidden curriculum
 
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaranPermendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaran
Permendikbud tahun2014 nomor103_lampiran pembelajaran
 
Andi alfina ulandari dpkb
Andi alfina ulandari dpkbAndi alfina ulandari dpkb
Andi alfina ulandari dpkb
 
MANAJEMEN PENDIDIKAN 3.pptx
MANAJEMEN PENDIDIKAN  3.pptxMANAJEMEN PENDIDIKAN  3.pptx
MANAJEMEN PENDIDIKAN 3.pptx
 

More from Nukhbatul Haka

More from Nukhbatul Haka (6)

biologi Template hasil pemikiran
biologi Template  hasil pemikiranbiologi Template  hasil pemikiran
biologi Template hasil pemikiran
 
Elemen perubahan kurikulum rev __9468
Elemen perubahan kurikulum rev  __9468Elemen perubahan kurikulum rev  __9468
Elemen perubahan kurikulum rev __9468
 
Silabus bio x sma
Silabus bio x smaSilabus bio x sma
Silabus bio x sma
 
Daftar pustaka
Daftar pustakaDaftar pustaka
Daftar pustaka
 
Artikel ppm wow
Artikel ppm wowArtikel ppm wow
Artikel ppm wow
 
Rpp (saraf)
Rpp (saraf)Rpp (saraf)
Rpp (saraf)
 

Recently uploaded

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 

Recently uploaded (20)

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 

edukasi 1502 3462-1-pb

  • 1. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13 ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615 9 Pendidikan Karakter Melalui Sains Diana Chusnani Guru Biologi SMA Negeri 1 Gresik Email: dianachak86@gmail.com Abstract: Some of the problems and conflicts that arise in social life due to the lack of strong character. Students and school leavers often face problems in life, which caused less strong character. Communities are now beginning to question the education system which assessed student has not managed to strengthen character. On the other side of the school is also facing difficulties in implementing character education. This study is an idea that is expected to provide solutions to the implementation of character education through science learning. This study does not propose character education as a stand-alone subject tetapui character education messages through methods of science learning with hands-on and minds-on is considered strongly supports strengthening the character of students. Learning science students have the right to direct the character's curiosity, to think logically, critically and creatively innovative, honest, healthy living, self-confidence, respect for diversity, discipline, self-reliant, responsible, caring environment and love of science. Keywords: character, science. hands-on, minds-on Abstrak: Beberapa permasalahan dan konflik yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat banyak disebabkan oleh kurang kuatnya karakter masyarakat. Siswa dan lulusan sekolah sering menghadapi persoalan dalam kehidupan di antaranya disebabkan kurang kuatnya karakter diri mereka. Masyarakat kini mulai mempertanyakan kembali tentang sistem pendidikan yang dinilai berlum berhasil memperkuat karakter siswa. Di sisi lain sekolah juga menghadapi kesulitan dalam menerapkan pendidikan karakter. Tulisan ini merupakan gagasan yang diharapkan dapat memberi solusi bagi pelaksanan pendidikan karakter melalui pembelajaran sains. Gagasan ini tidak mengusulkan pendidikan karakter sebagai suatu mata pelajaran yang berdiri sendiri tetapui pesan- pesan pendidikan karakter dilakukan melalui pembelajaran sains dengan metode hands-on dan minds-on yang dinilai sangat mendukung penguatan karakter siswa. Pembelajaran sains yang benar akan mengarahkan siswa memiliki karakter rasa ingin tahu, berpikir logis, kritis kreatif dan inovatif, jujur, hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggungjawab, peduli lingkungan dan cinta ilmu. Kata kunci: karakter, pendidikan sains, hands-on, minds-on Dewasa ini berkembang tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral masyarakat, pejabat, anak-anak atau generasi muda. Yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik. Melihat situasi “produk” pendidikan dari dekade sebelumnya, para orang tua, secara subyektif, sering membuat perbandingan antara situasi pendidikan masa kini dengan situasi di mana mereka dulu mengalami pendidikan di sekolah. Atas situasi, sikap, perilaku sosial anak-anak, remaja, generasi muda sekarang, sebagian orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap atau nilai- nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan perilaku anak-anak yang lebih berkarakter, kejujuran, memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya bangsa, dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap memiliki sikap mental dan semangat juang yang menjunjung tinggi etika, moral, dan melaksanakan ajaran agama. Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi orang dewasa adalah produk pendidikan pada beberapa dekade sebelumnya, maka yang dipertanyakan adalah kurikulum pendidikan di masa sebelumnya itu. Apa yang dilakukan oleh beberapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya salah. Ada baiknya dilakukan review menyeluruh terhadap suatu kurikulum pendidikan. Kehendak untuk melakukan peninjauan kurikulum, sesungguhnya, bukan hanya semata-mata atas desakan dan tuntutan para orang
  • 2. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13 ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615 10 tua. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadobsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik. Kunci sukses implementasi kurikulum terutama adalah pada pendidik, kelembagaan sekolah, dukungan kebijakan strategis, dan lingkungan pendidikan itu sendiri. Pembahasan Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Tetapi untuk tujuan penulisan ini, kiranya perlu dikutip pernyataan Sukmadinata (2004) yang mengatakan, kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kurikulum, setidaknya ada tiga pengertian yang harus dipahami, yaitu: 1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu rencana belajar; 2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari sistem persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat; 3) kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan pengajaran. Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum merupakan rancangan pendidikan, yang berisi serangkaian proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidikan. Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa, orang tua, dan lingkungan. Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Bagaimana iklim sekolah diciptakan, turut berperan dalam mewarnai anak didik. Apakah iklim kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas benar-benar tercipta di lingkungan sekolah. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu natural sains ( Kimia, Fisika dan Biologi) dan social sains. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”., karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Pendidikan karakter menerapkan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam
  • 3. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13 ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615 11 menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Pendidikan karakter diawali dengan factor keluarga, jika tidak diawali di keluaraga maka disekolah akan merasa kesulitan. Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Indikator keberhasilan program pendidikan karakter oleh peserta didik, di antaranya mencakup: 1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya (love Allah, trust, reverence, loyalty). 2. Tanggung jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness) 3. Kejujuran/Amanah dan Arif (trustworthines, honesty, and tactful) 4. Hormat dan Santun (respect, courtesy, obedience) 5. Dermawan, Suka menolong dan Gotongroyong/Kerjasama (love, compass-sion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation) 6. Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja keras (confidence, assertiveness, creativity, 7. Resourcefulness, courage, determination, enthusiasm) 8. Kepemimpinan dan Keadilan (justice, fairness, mercy, leadership) 9. Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humility, modesty) 10. Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan (tolerance, flexibility, peacefulness, unity). Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan pembelajaran yaitu adanya perubahan kognitif, sikap, dan perilaku pebelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan moral pebelajar, itu dimaksudkan sebagai usaha untuk membentuk sikap warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan membangun moral bangsa. Faktanya, setelah berlangsung bertahun-tahun, “produk” penataran P4 itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penyakit sosial dan penyakit masyarakat masih saja merebak. Sudah bukan lagi disebut sebagai kenakalan remaja. Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur, korupsi, kolusi, nepotisme, suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme, hilangnya sikap kesabaran, pelanggaran norma masyarakat, merosotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan, memudarnya rasa malu, meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya. Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya penghargaan terhadap karya sendiri dan atau karya bangsa sendiri. Hal ini diindikasikan dengan tindakan pembajakan produk yang melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam ujian, dan bahkan sikap mengagung-agungkan gelar, telah melunturkan etos belajar, sehingga terjadi pemalsuan ijazah. Apalagi ditambah dengan sikap konsumerisme dan gempuran iklan produk konsumtif yang menyerbu setiap hari melalui berbagai media, kian menunjukkan betapa kita telah kehilangan jati diri dan tidak mempunyai karakter. Pada tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan sebagai kebutuhan, tetapi hanya merupakan wahana memburu status. Sekolah dipandang bukan sebagai wahana sosialisasi dan membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang sebagai jembatan menuju “kemewahan”. Menurut hemat penulis, pendidikan berbeda dengan indoktrinasi. Pendidikan lebih bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi berkaitan dengan kepentingan politik. Pendidikan bukan untuk menciptakan kemakmuran lahiriah, karena kemakmuran itu hanya merupakan dampak dari pendidikan. Penerapan Pendidikan karakter di sains dapat diterapkan di silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu tertulis di silabus dan RPP dapat berupa diskusi, percaya diri, beberapa kegiatan yang diterapkan dalam pembelajaran dengan sharing, diskusi, ceramah singkat, tanya jawab, latihan, simulasi dan pemberian tugas. Penilaiannya pun akan berbeda, bisa dilakukan dengan pengamatan, teman sejawat, penilaian diri sendiri, penilaian kelompok, portofolio, analisis dan simpulan fasilitator. Pendidikan karakter mengajarkan kejujuran, kedisiplinan, tanggungjawab, patriotik, rasa hormat dan peduli sehingga benar-benar dapat diterima, dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di kelas, di rumah dan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
  • 4. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13 ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615 12 Pendidikan Karakter Melalui Sains Mencermati sembilan pilar karakter yang mendasari pendidikan karakter, ternyata sebagian besar termasuk pada domain afektif atau terkait dengan self-system (Marzano & Kendall, 2008). Padahal selama ini sebagian besar berpendapat yang penting dalam pendidikan sains adalah penguasaan materi subyek (content, pengetahuan, konsep). Pengetahuan atau materi subyek hanyalah wahana untuk mengembangkan proses berpikir dan hal-hal lain yang terkait di dalamnya. Apabila dikatakan sains sebagai produk, proses dan aplikasi dengan sikap dan nilai-nilai di dalamnya barulah menyangkut ketiga domain dalam pendidikan. Biasanya bobot terbesar diberikan pada aspek kognitif yakni penalaran. Termasuk dalam bernalar adalah berpikir logis, berpikir rasional, berpikir kritis, berpikir kreatif, mengambil keputusan. Bahkan ada pula yang membedakannya menjadi berpikir dasar dan berpikir kompleks (Presseissen dalam Costa, 1985). Berpikir logis dan berpikir rasional termasuk berpikir dasar, sedangkan berpikir kritis, berpikir kreatif, mengambil keputusan termasuk berpikir kompleks. Ditambahkan pula bahwa berpikir kompleks terjadi setelah melalui berpikir dasar. Dalam hubungannya dengan pembentukan karakter, berpikir manakah yang diperlukan atau dikembangkan? Banyak saintis berpendapat bahwa siswa tidak dapat diharapkan untuk mengkonstruk gagasan entitas ilmiah melalui penyelidikan bebas dan tidak dimediasi diskusi dengan sesamanya, karena siswa merupakan pemula dalam masyarakat ilmiah. Guru sains dan penerbit buku teks seyogianya me”match”kan cara-cara sehari-hari dengan cara-cara ilmiah untuk memahami suatu fenomena dalam merancang dan memilih materi pembelajaran, merancang unit-unit kurikulum dan memilih strategi pembelajaran. Hanya sedikit pakar pendidikan sains yang akan tidak menyetujui bahwa tujuan pembelajaran seyogianya mempromosikan pemahaman tentang proses inkuiri dan “domain specific scientific concepts’’ daripada menghafal konsep, fakta dan algoritma (Aulls & Shore, 2008). Memorisasi dengan bantuan akumulasi fakta, konsep dan algoritma yang lambat, tidak akan menggantikan belajar bagaimana menggunakan pengetahuan dengan cara menghubungkannya untuk menginterpretasi gejala alam, dan menggeneralisasi konsep sains yang baru kepada siswa, solusi pada masalah sains yang baru bagi siswa, dan dalam suatu disiplin untuk menghasilkan konsep ilmiah atau teori baru. Esensi dari hakikat sains adalah inkuiri itu sendiri. Inkuiri dalam pembelajaran sains dapat berperan sebagai metode, sebagai pendekatan, sebagai model pembelajaran, sebagai ”tools” untuk mengembangkan keperibadian dengan nilai-nilai dan sikap ilmiah tercakup di dalamnya, bahkan sebagai kemampuan yang perlu dikembangkan dan diukur perolehannya (Rustaman, 2010). Pembelajaran Sains yang Hands-on dan Minds-on Pembelajaran sains sejak kurikulum 1975 hingga kurikulum berbasis kompetensi meminta siswa mengembangkan kemampuannya melalui penggunaan metode ilmiah, kegiatan praktikum, pendekatan keterampilan proses, pelaksanaan eksperimen, inkuiri dan pendekatan yang lainnya, termasuk pendekatan konsep. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa pembelajaran sains hendaknya melibatkan penggunaan tangan dan alat atau manipulatif. Pendekatan konsep yang ditekankan terus menerus tidak dimaksudkan dengan memberikan konsep dalam bentuk yang sudah jadi. Dengan rumusan konsep berupa working definition yang memberikan batas kedalaman dan keluasannya, dimaksudkan agar pembelajaran sains di lapangan tidak diberikan dalam bentuk definisi. Tidak terjadi proses berpikir apabila siswa belajar sains dengan mendapat definisinya langsung. Pembelajaran yang demikianlah yang dimaksudkan dengan pembelajaran yang hands-on dan minds-on. Pada pelaksanaannya keterkaitan antara mind dengan kegiatan manipulatif tidak selalu terjadi. Siswa melakukan kegiatan pengamatan atau praktikum secara motorik. Alat-alat inderanya tidak difungsikan secara optimal, jawaban yang dianggap benar adalah yang tertulis di dalam buku pelajaran. Verifikasi konsep, prinsip, hukum atau teori tidak terjadi dalam kegiatan-kegiatan yang hands-on. Kegiatan yang memerlukan waktu, tenaga dan biaya tak sedikit tersebut menjadi kurang bermakna. Kegiatan demikian menjadi lebih-lebih tidak dirasakan manfaatnya oleh siswa yang belajar sains, karena sistem pengujian yang hanya mengukur penguasaan konsep (sesungguhnya hanya pengetahuan atau definisi-definisi). Pentingnya keterkaitan antara mind dan kegiatan manipulatif dikemukakan bukan hanya oleh orang-orang ynag menekuni bidang sains dan pendidikan sains. De Bono (1989) menekankan ada keterkaitan yang sangat erat antara thinking and doing. Bahkan seperti telah dikemukakan di bagian
  • 5. Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Volume 1, Nomor 1 Januari 2013,9-13 ISSN: 2337-7623; EISSN: 2337-7615 13 depan tentang keterkaitan antara memori dan emosi, de Bono juga menekankan pentingnya emosi dan berpikir. Ditekankan hubungan tersebut mungkin terjadi pada saat awal proses berpikir sebagai persepsi, saat berlangsung dengan mengenali pola atau keteraturan, dan saat akhir berupa pengambilan keputusan. Semua itu jelas didasarkan pada emosi atau feeling. Bilamanakah pembelajaran sains ingin melibatkan emosi atau feeling? Mengubah konsepsi (changing conception) sebagai ciri pembelajaran yang merujuk pada pandangan konstruktivisme memang penting, tetapi hampir mustahil tanpa melibatkan emosi. Situasi konflik dalam memori dan emosi perlu diciptakan pada pembelajaran konstruktivistik. Tanpa itu semua, pencarian makna melalui kegiatan yang hands-on dan minds-on juga tidak akan berhasil mengubah konsepsi mereka, terlebih-lebih jika mengubah konsepsi dilakukan terhadap mereka yang mengalami miskonsepsi karena miskonsepsi cenderung sukar diubah. Penutup Ada kecenderungan menurunnya karakter bangsa terlihat dari perilaku pejabat, masyarakat, pemuda dan pelajar kita akhir-akhir ini. Mata pelajaran sains sebelumnya sebagian besar berpendapat yang penting adalah penguasaan materi subyek (content, pengetahuan, konsep) dengan masuknya pendidikan karakter di dalamnya memungkinkan peserta didik tidak meninggalkan aspek afektif dalam menguasai mata pelajaran. Salah satu metode yang dipakai adalah hands-on dan minds-on, sehingga diharapkan siswa lebih memiliki rasa ingin tahu, berpikir logis, kritis kreatif dan inovatif, jujur, hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggungjawab, peduli lingkungan dan cinta ilmu. Daftar Pustaka Anwar, C. (2005). Penerapan Penilaian Kinerja (Performance Assessment) dalam membentuk Habits of Mind Siswa Pada Pembelajaran Konsep Lingkungan. Tesis Sekolah Pascasarjana Pendidikan IPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Dwi Rohmadi Mustofa. (2010). Kurikulum Pendidikan yang Berkarakter. Makalah. Tidak Diterbitkan. Nuryani Y. Rustaman, Pendidikan dan Penelitian Sains dalam Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi untuk Pembangunan Karakter. Makalah. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan. Rustaman, N. Y. (2010). “Pengembangan Pembelajaran Sains Berbasis Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah”. Dalam Topik Hidayat et al., (Eds.). Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA, 211-247 Sriyati, S., Rustaman, N., & Zainul, A. (2010). “Kontribusi Asesmen Formatif terhadap Habits of Mind Mahasiswa Biologi”. Artikel untuk dimuat dalam Jurnal Pengajaran MIPA. 15, (2). 77- 86. Sriyati, S. (2011). Peran Asesmen Formatif dalam Membentuk Habits of Mind Mahasiswa Biologi. Disertasi Doktor Kependidikan. Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.