Tenaga kependidikan merupakan unsur penting dalam pendidikan inklusif yang memiliki tanggung jawab berbeda dari pendidikan noninklusif. Guru sebagai tenaga kependidikan utama harus memiliki kompetensi untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus di kelas inklusi.
2. Sikap guru terhadap pendidikan inklusi adalah
gambaran yang positif dan negatif dari komitmen
guru dalam mengembangkan anak berkebutuhan
khusus yang menjadi tanggung jawab guru dan
juga menggambarkan sejauh mana anak
berkebutuhan khusus diterima di sebuah sekolah.
Melalui sikap positif dari guru, anak berkebutuhan
khusus akan lebih mendapatkan keuntungan
pendidikan semaksimal mungkin (Olson, 2003).
Sikap guru yang negatif menggambarkan harapan
yang rendah terhadap anak berkebutuhan khusus
di kelas inklusi (Elliot, 2008).
3. Avramidis dan Norwich (2002) merangkum berbagai penelitian
mengenai faktor yang mempengaruhi sikap guru, sebagai berikut
:
1.Siswa
Konsep guru terhadap siswa berkebutuhan khusus biasanya
bergantung pada jenis hambatan siswa, tingkat keparahan hambatan
siswa, dan kebutuhan siswa akan pendidikan (Clough and Lindsay,
1991 dalam Avramidis and Norwich, 2002). Persepsi guru mengenai
jenis hambatan siswa dapat dibedakan berdasarkan tiga dimensi,
yaitu hambatan fisik dan sensori, kognitif dan perilaku emosional
yang dimiliki siswa.
4. 2.Guru
Faktor guru terbagi dalam beberapa variabel, yaitu :
a. Gender
Faktor gender ini berkaitan dengan isu gender terhadapa inklusi.
Beberapa peneliti menemukan bahwa guru perempuan
memilikitoleransi yang lebih tinggi dibandingkan guru laki-laki
terhadap integrasi untuk siswa berkebutuhan khusus
b. Usia dan Pengalaman Mengajar
Guru yang lebih muda dan dengan pengalaman mengajar yang masih
sedikit memiliki sikap yang mendukung terhadap integrasi (Centerand
Ward, 1987; Berryman, 1989; Clough and Lindsay, 1991 dalam
Avramidis and Norwich, 2002). Harvey (1985 dalam Avramidis dan
Norwich, 2002) menemukan bahwa terdapat keengganan pada guru
yang telah berpengalaman dibandingkan dengan guru pelatihan yang
bersedia menerapkan program integrasi kepada siswa berkebutuhan
khusus. Hal ini dapat menjadi sebuah alasan bahwa guru baru yang
memenuhi syarat memiliki sikap yang positif terhadap program
integrasi.
5. c. Tingkat Kelas yang Diajar
Salvia dan Munson (1986 dalam Avramidis dan Norwich, 2002) menjelaskan
bahwa seiring dengan bertambahnya usia siswa, maka sikap positif yang dimiliki
guru akan berkunjung, dan menunjukkan fakta bahwa guru yang mengajda
materi pelajaran dan krang memperhatikan perbedaaan individu siswa.dan krang
memperhatikan perbedaaan individu siswa.
d. Pengalaman Kontak dengan Siswa Berkebutuhan Khusus
Sebuah hipotesis mengenai kontak dengan siswa berkebutuhan khusus
menyebutkan bahwa sejalan dengan pelaksanaan guru dalam program inklusi,
sehingga kontak dengan siswa berkebutuhan khusus semakin dekat, maka sikap
yang dimiliki guru semakin positif (Yukuer, 1988 dalam Avramidis dan Norwich,
2002).
e. Pelatihan
Faktor lain yang mempengaruhi sikap guru yang menarik adalah
pengetahuan yang dimiliki mengenai siswa berkebutuhan khusus yang
dikembangkan melalui pelatihan yang didapat. Faktor ini dipertimbangkan
menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap guru terhadap
pelaksanaan kebijakan inklusi. Tanpa rencana untuk memberikan pelatihan
kepada guru mengenai pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus, maka
akan sulit untuk mengikutsertakan siswa tersebut ke dalam kelas mainstream
6. f. Keyakinan Guru
Jordan, Lindsay, dan Stanovich (1997 dalam Avramidis and Norwich, 2002) menjelaskan
bahwa guru yang beranggapan bahwa kebutuhan khusus merupakan sesuatu yang melekat
dengan siswa, memiliki cara mengajar yang kurang efektif dibandingkan dengan guru yang
beranggapan bahwa lingkungan di sekitar siswa dapat menjadi pelengkap bagi masalah atau
hambatan yang dimiliki siswa.
3. Lingkungan Pendidikan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap positif guru adalah
ketersediaan dukunan fasilitas di dalam kelas dan level sekolah
(Centerand and Ward, 1987; Myles and Simpson, 1989; Clough and
Linsay, 1991 dalam Avramidis and Norwich, 2002). Dukungan yang
dimaksud dalam hal ini adalah, sumber daya fisik seperti, perlengkapan
mengajar, perlengkapan IT, lingkungan fisik yang mendukung, dan lain-
lain. Serta sumber daya manusia seperti guru khusus, terapis, kepala
sekolah, orangtua, dan lain-lain. Selain faktor yang disebutkan oleh
Avramidis dan Norwich, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi
sikap guru terhadap inklusi. Jobe Rust dan Bussie (1996) melihat sikap
guru terhadap inklusi melalui faktor jenis guru dan latar belakang
pendidikan guru. Jenis guru yang dimaksud adalah guru khusus atau
guru reguler, sedangkan latar belakang pendidikan guru terkait dengan
pendidikan terakhir yang dimiliki guru.
7. Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur
penting dalam pendidikan inklusif. Tenaga
kependidikan dalam pendidikan inklusif
mendapat porsi tanggung jawab yang jelas berbeda
dengan tenaga kependidikan pada pendidikan
noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada individu
meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari
tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan
secara umum memiliki tugas seperti
menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau
memberikan pelayanan teknis dalam bidang
pendidikan.
8. Membicarakan siapa yang diperlukan dalam sebuah
penyelenggaraan pendidikan pastinya adalah membicarakan
sumber daya manusia. Hal ini sangat memegang peranan
penting sekali atas berjalannya suatu sistem atau organisasi,
tanpa sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas baik
tentunya segala suatu tidak berjalan dengan baik pula.
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia (SDM) dalam
penyelenggraan pendidikan inklusi adalah seluruh pihak
yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam
pengelolaan dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan
dalam sebuah satuan pendidikan (sekolah). Dalam hal ini
tenaga pendidik (guru) adalah salah satu komponen yang
utama bersama kepala sekolah dan pihak-pihak pengambil
keputusan (stakeholder). Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah
9. Seorang guru senantiasa dituntut untuk selalu
mengembangkan pribadi dan profesinya secara
terus menerus, serta dituntut untuk mampu
dan siap berperan secara profesional dalam
lingkungan sekolah dan masyarakat. Hal ini
sudah jelas disebutkan di dalam empat
kompetensi guru yang harus dimiliki oleh
seorang guru, yaitukompetensi pedagogic,
kompetensi kepribadian, kompetensi social
dan kompetensi professional.
10. Pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus, sekarang
tidak lagi hanya dapat dilakukan di Sekolah Luar Biasa
(SLB) tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang
pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah
regular atau umum setelah dibukannya program
sekolah inklusi. Dengan adanya kecenderungan
kebijakan ini, para calon guru perlu dibekali materi
mengenai betapa pentingnya pendidikan inklusi ketika
mengajar nanti. Hal ini untuk mengantisipasi, jika
pada suatu saat nanti, anak-anak yang dihadapi
nantinya kemungkinan tidak semuanya anak normal
artinya ada anak yang memerlukan pelayanan dan
bimbingan khusus yang
diakibatkan karena disabilitas-nya.
11. Pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus, sekarang tidak lagi hanya dapat dilakukan
di Sekolah Luar Biasa (SLB) tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik
sekolah luar biasa maupun sekolah regular atau umum setelah dibukannya program
sekolah inklusi. Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, para calon guru perlu
dibekali materi mengenai betapa pentingnya pendidikan inklusi ketika mengajar nanti.
Hal ini untuk mengantisipasi, jika pada suatu saat nanti, anak-anak yang dihadapi
nantinya kemungkinan tidak semuanya anak normal artinya ada anak yang
memerlukan pelayanan dan bimbingan khusus yang diakibatkan karena disabilitas-
nya.
Sebelumnya, sebagai calon guru perlu menyadari adanya hal-hal sebagai berikut yaitu :
1. Semua anak mempunyai hak yang sama untuk tidak di-diskriminasi-kan dan
memperoleh pendidikan yang bermutu.
2. Semua anak mempunyai kemampuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat
kelainan dan kecacatannya.
3. Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi
semua anak.
4. Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan
pembelajaran yang berbeda.