SlideShare a Scribd company logo
1 of 91
Download to read offline
Jurnalistik Dakwah 1
Jurnalistik Dakwah 2
PERAN JURNALISTIK DAKWAH
MENCEGAH BENTURAN PERADABAN
Oleh: Syarifuddin
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Setengah abad yang lalu amat mudah mendapatkan kota
atau negeri yang homogen, dihuni oleh satu kelompok etnik,
budaya atau agama tertentu. Tapi sekarang tidak lagi. Mobilitas
penduduk yang bergerak sangat dinamis, didukung oleh
perkembangan iptek yang luar biasa, telah menyebabkan
struktur dan komposisi penduduk di berbagai daerah berubah
cepat. Jurnalistik dakwah lahir sebagai ilmu baru yang akan
memberikan pencerahan pada semua media di dunia ini. Hal ini
latarbelakangi akibat media dewasaini kurang mampu
memberikan kenyamanan di tengah masyarakat. Hal ini tampak
dari produksi berita yang disampaikan lebih pada penonjolan
erotisme, materialisem, sosialisme, kapitalisme, humanisme
yang merusak cakwala manusia sebagaimana yang pernah
terjadi pada masa lalu.
Menghindari hal tersebut terulang kembali maka lahirlah
jurnalistik dakwah yang akan menjadi ilmu penyeimbang dari
jurnalistik yang ada dewasa ini. Masyarakat multikultural, atau
masyarakat bhinneka dengan heterogenitas yang semakin tinggi,
cenderung rentang dengan konflik sehingga membutuhkan
media massa yang memiliki kepekaan sosial dalam
memberitakan setiap berita yang akan dipublikasikan.
Dalam masyarakat multicultural setiap kelompok berhak
mengembangkan diri sesuai dengan ‚jalan‛ jati diri atau
Jurnalistik Dakwah 3
karakteristik kelompoknya (HAR Tilaar, 2004). Faham ini tidak
menganggap cukup dengan adanya Hukum dalam suatu
demokrasi konstitusional, karena dalam masyarkat multicultural
dibutuhkan adanya jaminan terhadap hak-hak kelompok
minoritas untuk mengembangkan martabat atas dasar jati diri
mereka. Jadi dibutuhkan adanya kesadaran kolektif yang
mendorong munculnya kebudayaan politik yang ditandai oleh
adanya penghormatan timbal-balik atas hak-hak manusia, sebab
dengan demikianlah demokrasi konstitusional bisa menjamin
hak-hak kelompok minoritas untuk duduk bersama dengan
kebudayaan kelompok-kelompok lain, tanpa ada rasa takut akan
kehilangan identitas atau ‚ditelan‛ oleh kelompok mayoritas
yang dominan.
Apa relevansi multikulturalisme bagi kita sebagai muslim
dan warga bangsa Indonesia? Pertama, berangkat dari realita
kita sebagai bangsa yang penuh keragaman. De facto bangsa ini
tersebar di 17.000 lebih pulau, terdiri dari puluhan etnik dengan
bahasa, tradisi, dan agama yang tidak sama. De jure, kita
sebenarnya telah mengadopsi semangat multikulturalisme
sekalipun dengan aktualisasi yang masih gamang. Pancasila dan
UUD 1945 telah mencoba merangkul semua unsur keragaman
itu, sebagaimana teukir tegas pada simbol (Garuda) negara
dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika. ‚Berbeda-beda tetapi
tetap satu‛, sungguh merupakan semboyan yang paling pas
untuk merangkum prinsip-prinsip multikulturalisme. Nah .
Bagimana Peran jurnalistik dakwah dalam mencegah benturan
peradaban menghindari benturan peradaban di indoensia dan
bahkan dunia. Inilah yang akan menjadi kajian dalam jurnalistik
dakwah.
Jurnalistik Dakwah 4
B. PEMBAHASAN
Pengalaman pada masa pemerintahan yang lalu bisa
menjadi pelajaran berharga tentang perlunya sikap istiqomah
pada semangat multikulturalisme, demi kelangsungan hidup
bangsa yang memang bersifat multikultural. Kebijakan
pemerintah Orde Baru yang otoriter-sentralistik sejak lama telah
‚membongsai‛ kebhinnekaan daerah-daerah demi keTunggal
Ikaan yang semu. Atas nama persatuan dan kesatuan ruang
gerak keanekaragaman kultural yang terdapat di daerah-daerah
dipersempit, sehingga menghancurkan local cultural geniuses,
seperti tradisi pemerintahan nagari di Minangkabau, pela
gandong di Ambon, komunitas dalihan natolu di Tapanuli.
Padahal keanekaragaman tradisi sosio-kultural seperti ini
merupakan kekayaan kultural yang luar biasa, yang mengandung
pranata-pranata sosial yang antara lain berfungsi sebagai
defense mechanism untuk memelihara integrasi dan keutuhan
sosio-kultural masyarakat (Azyumardi Azra, 2003). Maka
pantas diduga jika kekerasan dan konflik bernuansa perbedaan
etnik-agama yang marak sejak tahun 1996, tidak lepas dari
kebijakan yang telah memandulkan local geniuses tersebut.
Ketiga, pengalaman pendek era Reformasi yang
mendebarkan karena kebijakan desentralisasi kekuasaan
pemerintah ke daerah-daerah cenderung memperlihatkan gejala
‚daerahisme‛ yang tampil tumpang tindih dengan
etnisitas‚sukuisme‛. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali,
mempunyai bobot ancaman yang lebih besar terhadap keutuhan
bangsa dibandingkan dengan pengalaman yang salah dari
pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Jika dulu
kebhinnekaan yang terancam, sekarang bandul ancaman itu
Jurnalistik Dakwah 5
bergerak ke sisi keTunggal Ikaan. Sesungguhnya tidak ada yang
salah dengan pengungkapan identitas etnik dan agama karena di
dalamnya ada kebanggan karakter diri dan kemartabatan
kultural yang diperlukan oleh tiap bangsa untuk maju dan kuat.
Namun dalam suatu masyarakat yang multikultural,
pengungkapan identitas yang sempit bisa menimbulkan
antiklimaks yang mengancam kepentingan bersama.
Keempat adalah posisi umat Islam yang mayoritas,
sehingga kelangsungan hidup bangsa ini tidak salah kalau
disandarkan pada kearifan orang-orang muslim dalam
menghargai keanekaragaman kultural tersebut. Apa yang
seharusnya kita lakukan dari jurnalistik dakwah? Harus disadari
bahwa keragaman atau pluralitas kultural itu sudah merupakan
suatu kenyataan yang umum, sejalan dengan arah perkembangan
masyarakat dari berbagai dimensi. Persoalannya adalah
bagaimana pluralitas itu disikapi dan dikonseptualisasikan tanpa
harus menghadang laju perkembangan masyarakat. Al-Qur’an
pun memastikan trend perkembangan ke arah masyarakat yang
multikultural itu, sekaligus mengajarkan bagaimana manusia
harus mensikapi keragaman tersebut sebagaimana tersurat pada
Al-Hujarat 13: ‚Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan
kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan
kamu berbagai bangsa dan kelompok agar kamu saling
mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah adalah mereka yang paling takwa. Allah Maha Tahu dan
Maha Teliti‛.
Jaidi sekalipun pada posisi minoritas, Nabi saw bersama
sahabat-sahabatnyas bukan hanya aktif berinteraksi dengan
warga kelompok mayoritas, tetapi bahkan mengambil inisiatif
Jurnalistik Dakwah 6
untuk membangun struktur masyarakat baru yang sesuai dengan
sikon zaman. Tetapi harus dicatat, awal dari semua langkah
inisiatif yang berani ini adalah dengan perhitungan atau siyasah
yang terukur. Dimulai dengan suatu cacah penduduk, lalu
melakukan konsolidasi internal untuk mengukuhkan soliditas
kaum muslim yang terdiri dari berbagai kelompok-suku. Pasal 3
sampai 23 dari Piagam Madinah dapat difahami sebagai upaya
konsolidasi internal, memperkuat sel-sel jaringan Ukhuwah
Islamiyah sebagai persiapan untuk memenangkan ‚pertarungan‛
interaksi sosial antarkelompok dalam kompleksitas masyarakat
yang multikultural. Ambil contoh dari pasal (17) ‚Perdamaian di
antara Muslimin adalah satu. Tidak seseorang muslim pun boleh
bersepakat untuk menyetujui perdamaian dengan mengenyahkan
muslim lainnya‛, dan pasal (23) ‚Bila terdapat perbedaan
tentang sesuatu hal, hendaklah diserahkan kepada Allah dan
Muhammad‛. Kedua dictum ini sangat jelas tertuju pada
maksud mempersatukan kaum Muslim yang memang berpotensi
konflik karena karakter heterogenitasnya.
Jadi, belajar dari apa yang dicontohkan Nabi dan para
sahabat di Madinah, salah satu persiapan untuk memasuki
masyarakat global yang multikultural itu adalah kemampuan
managerial untuk mempersatukan kaum muslim yang tidak
homogen. Kaum muslim yang terbelah-belah sudah merupakan
realitas sejarah, persoalannya adalah kepemimpinan siapa yang
mampu mempersatukan untuk membawa mereka dengan
percaya diri dan bermartabat ke kompleksitas masyarakat yang
multikulutral, bukan hanya sebagai obyek tetapi sebagai
inisiator yang mampu mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam
sebagai rahmat bagi semua kelompok masyarakat yang ada.
Jurnalistik Dakwah 7
Berikutnya adalah membangun ukhuwah wathoniyah &
bashariah di tengah pluralitas ummah yang ingin hidup bersama
secara damai, dengan cara saling menjaga diri (taqwa). Tiap
kelompok punya otonomi kultural sendiri, dan mereka berhak
mengekspresikan diri sesuai dengan kriteria-kriteria hukum
agama dan budayanya. Jaminan atas hak ini dalam Piagam
Madina antara lain terlihat pada pasal (25) ‚Agama orang-orang
Yahudi untuk mereka sendiri, agama kaum muslim untuk
mereka sendiri. Hal ini termasuk mawla mereka dan diri
(person) mereka sendiri‛. Diktum ini yang sekarang disebut
sebagai salah satu prinsip dalam Multikulturalisme, yaitu bisa
menghargai orang lain seperti apa adanya - you are what you
are, sebenarnya tak lebih dari upaya sosialisasi atas prinsip-
prinsip kebebasan serta oengakuan atas adanya perbedaan
agama seperti yang difirmankan Tuhan (S.al-Kafirun)
sebelumnya pada periode makkiyah dengan kalimat lakum
dienukum wa liyadien.
Bagaimana dengan tugas dakwah? Dakwah tetap
berlangsung wajar di tengah-tengah pluralitas yang saling
menghargai, untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah
terhadap warga masyarakat yang semakin kompleks. Dakwah
dalam masyarakat yang multikultural berakentuasi pada proses
interaksi antarkelompok yang ada, yaitu lewat perilaku-perilaku
warga muslim yang menimbulkan proses saling mempengaruhi
dengan warga dari kelompok lain. Tuntunan normatif yang
diberikan al-Qur’an untuk tampil dengan sikap terbuka, percaya
diri, dan menjaga dignity Islam, sebagaimana telah disebut di
atas, dimaksudkan untuk efektivitas penularan norma-norma
dan nilai Islam dalam proses interaksi antarkelompok tersebut.
Jurnalistik Dakwah 8
Sementara tuntunan tentang taqwa, sikap selalu menjaga diri,
dimaksudkan untuk memupuk pengendalian diri terhadap
potensi-potensi konflik yang lazim ada dalam proses interaksi
antarkelompok. Dengan demikian setiap muslim diharapkan bisa
tampil dengan perilaku interaksi yang berbobot dakwah bil haal,
baik dalam hubungan-hubungan yang bersifat asosiatif maupun
yang bersifat disasosiatif.
Fenomena global yang menumbuhkan masyarakat-
masyarakat multikultural meyakinkan orang mukmin akan
universalitas Islam, karena embrio pengembangan masyarakat
multikultural tersebut telah didemonstrasikan Nabi pada periode
Madina 1400 tahun yang lalu. Apa yang dituntunkan Nabi
adalah: (1) Keberanian untuk memasuki masyarakat
multikultural (ummah) secara terbuka, percaya diri, dan
menjunjung tinggi martabat Islam (2) Konsolidasi internal
dengan membangun ukhuwah Islamiyah. Berbeda pendapat
(khilafiyah) sudah merupakan keniscayaan, maka adagium yang
tepat adalah ‚bersatu dalam ushul, bertoleransi dalam furu’ ‚
(KHM Isa Anshary, 1984). (3) Interaksi sosial dengan
kelompok-kelompok lain atas dasar saling menjaga diri dengan
saling menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang
ada. (4) Membangun ukuwah wathoniyah wa bashariyah
antarkelompok etnik-agama yang ada. Kualifikasi dai
bagaimana yang dibutuhkan untuk bisa memenuhi empat
tuntunan di atas, antara lain dapat disebut beberapa hal.
Pertama harus beriman dan ikhlas terhadap agama yang
hendak didakwahkan, sebab keberanian, percaya diri, dan
kesetiaan untuk menjaga martabat Islam hanya muncul dari
iman serta sifat ikhlas tersebut. Perlu dibangun kesadaran baru
Jurnalistik Dakwah 9
tentang makna kewajiban dakwah sebagai tugas untuk
menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah secara hikmah
kepada semua orang. Keihlasan dalam dakwah membuat seorang
dai bisa lebih berlapang dada.
Kedua bersifat adil, dalam arti hanya mendakwahkan apa
yang sudah diamalkan (Al-Baqarah, 44), tidak menyembunyikan
kebenaran Tuhan (Al Imran, 187) karena berbagai kepentingan,
dan mendakwahkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Ketiga memiliki hikmah sehingga mampu berdakwah
sesuai dengan sikon obyeknya. Dakwah untuk masyarakat kota
yang mengalami rasionalisasi dan alienasi sudah tentu - dengan
sifat hikmah - didekati dengan cara yang berbeda jika
berhadapan dengan masyarakat desa yang stagnan. Dakwah
dengan pendekatan esoteris atau estetis dapat dilakukan untuk
masyarakat kota, sementara untuk masyarakat desa tersebut
dakwah dilakukan dengan pendekatan etis. Penyajian materi
dakwah pun tentu bilhikmati, yaitu ke masyarakat kota yang
dinamik-plural dengan hidayah sentris sementara ke masyarakat
desa yang stagnan dengan rasio sentris. Tetapi bagaimana
hikmah bisa dimiliki seseorang (dai), Al-Ghazali mengajukan
empat prasyarat: ‘ilmu, iffah, saja’ah, dan ‘adlu.
Keempat, berakhlaq karimah agar bisa tampil sebagai
sosok teladan seperti yang dicontohkan dan menjadi kunci
sukses dakwah Rasulullah Saw.
Nabi dan para sahabat tampil sebagai inisiator masyarakat
multicultural di Madinah dalam posisi sebagai kelompok
minoritas. Kaum muslim di Indonesia yang mayoritas (85%)
mestinya bisa lebih berhasil dengan menjadikan jejak-jejak
Jurnalistik Dakwah 10
sejarah Nabi tersebut sebagai model dakwah dalam membangun
masyarakat bangsa yang multikultural.
III. PENUTUP
Peran jurnalistik dakwah dalam mencegah benturan
peradaban adalah media jurnalistik dakwah karena memiliki
cakrawala dan idiologi rahmatalli’alamin. Filosofi inilah
sehingga jurnalistik dakwah mampu mewadahi semua
perbedaan, suku, bangsa, warna, dan ia berada di atas semua
perbedaan. Jurnalistik dakwah sebagai satu kekuatan untuk
mendesain berita yang mampu memberikan spirit pencerahan
kepada semua manusia. Ilmu jurnalistik dakwah laksana filosofi
air yang memberikan kelembutan, kesegaran, keceriaan,
kebugaran, dan kehidupan pada semua makhluk. Paradigma dan
filosofi air ini, tidak pernah mengeluh karena ia sadar bahwa
eksistensinya berbuat kebaikan adalah tujuan akhirnya.
Begitupulan idiologi jurnalistik dakwah dalam mencegah
terjadinya benturan peradaban perlu memberikan kemasan berita
yang dapat mengolah perbedaan sebagai kekuatan untuk
memberikan berita yang dapat mencerahkan manusia dari semua
warna menuju satu titik yakni adanya ekosisten hidup yang
saling membutuhkan dan saling ketergantungan. (QS Al-
Hujurat/49: 13).
Jurnalistik Dakwah
Jurnalistik Dakwah 11
Oleh: Ramlan M
A. Latar Belakang
‚Sesungguhnya yang pertama diciptakan Allah adalah al-
Qalam, kemudian Allah menciptakan Nûn, yakni tinta; lalu Ia
berkata padanya: Tulislah, al-Qalam bertanya: apa yang harus
kutulis? Ia berfirman: tulislah apa yang telah terjadi dan apa
yang akan terjadi sampai hari kiamat baik perbuatan,
peninggalan, maupun pemberian. Lalu al-Qalam pun menuliskan
apa yang telah terjadi sampai hari kiamat. Itulah maksud Allah-
‘Nûn’, perhatikan Alqalam dan apa yang dituliskannya, begitu
sabda Rasulullah Saw.‛1
Kajian tentang metode penelitian jurnalistik dakwah
relatif masih baru atau sebut saja masih balita. Hal ini
disebabkan karena disiplin ilmu jurnalistik dakwah juga relatif
masih sangat baru. Dakwah dan jurnalistik merupakan dua
kajian yang akan dikompromikan dalam tulisan ini. Setidaknya
ada dua hal yang harus diklarifikasi sebelum masuk pada
pembahasan. Pertama, kata Jurnalitik dalam terminologi
‚jurnalistik dakwah‛ berfungsi sebagai kata sifat sehingga bisa
dipahami bahwa kegiatan dakwah yang dimaksud adalah
bersifat atau melalui media jurnalistik. Kedua, oleh karena
jurnalistik bagian dari komunikasi maka metode penelitian
‚jurnalistik dakwah‛ dalam tulisan ini akan meminjam metode
(model) penelitian yang biasa dipakai dalam ilmu komunikasi.
Bagi penulis, hal ini tidaklah tabu karena dakwah itu sendiri
1 Ramlan M diakses dalam jurnal mujatahid STAIN Palopo.
Jurnalistik Dakwah 12
sangat erat kaitannya dengan komunikasi, bahkan boleh
dikatakan sangat mirip.
Salah satu tujuan tulisan ini adalah untuk menggugah
kesadaran orang Muslim bahwa aktifitas dakwah bukan hanya
terbatas pada dakwah bil Kalam (DBK) akan tetapi juga sebagai
Dakwah Bil Qalam (DBK). Kalau pegertian dakwah disepakati
sebagai proses mengajak, membimbing, mengarahkan,
memotivasi kaum Muslim untuk menjalankan syariat Islam
(Allah), maka media yang dipakai dalam proses itu bisa
bermacam-macam. Sebahagian dai (komunikator) lebih senang
menggunakan media oral sebagai cara untuk berdakwah, tetapi
sebahagian yang lain lebih suka berdakwah melalui tulisan. Dari
sinilah bisa dilihat hubungan antara dakwah dan jurnalistik.
Sehingga, seorang jurnalis sangat layak disebut sebagai seorang
dai.
Menurut A. Faisal Bakti, setidaknya ada beberapa alasan
kenapa jurnalistik dakwah menjadi penting. Pertama, objek
bacaan dalam perintah Tuhan yang pertama adalah keharusan
membaca alam raya (teks kauniyah) dan teks qauliyah (Alquran
dan Hadis). Perintah Allah swt untuk membaca teks qauliyah
dan alam raya menunjukkan pentingya dilakukan riset (research)
dan pengembangan (development). Kedua, signifikansi al-
Qalam (tulisan) ada pada fungsinya sebagai media sebagai
penghantar pesan-pesan. Ilmu tidak bisa ditangkap tanpa
pembacaan dan pemaknaan oleh manusia. Menurutnya goresan
qalam (tekstualitas) lebih kuat sebagai penghantar ilmu
dibanding dakwah verbal (oralitas). Jika produk DBQ terbaca
dengan baik, ia akan cenderung melahirkan kreatifitas dan
kultur baru (cree la culture). Sedangkan DBK lebih cenderung
Jurnalistik Dakwah 13
mewariskan kultur (heriter la culture). Ketiga, bahwa Alquran
adalah ‚kata Tuhan‛ sedangkan jurnalistik adalah ‚tulisan
tangan manusia‛ menunjukkan kelengkapan ‚persaudaraan‛.
Dalam hal ini, peran jurnalisitk sebagai karya tangan manusia
adalah mengolah, mencari dan mengekspresikan pesan-pesan
Tuhan (Suf Kasman, 2004: x-xi).
Al-Shabuny mengatakan ‚perhatikanlah Qalam dan segala
sesuatu yang ditulisnya‛ (Muhammad Ali al-Shabûniy, 1996:
529). Dalam ayat ini, Allah bersumpah dengan Qalam dan Kitab
yang ditulis, dengan maksud membuka pintu pengajaran
keduanya (Ahmad Musthâfa al-Marâgy, t.th: 27). Betapa Qalam
itu termasuk nikmat besar yang telah di anugrahkan oleh-Nya,
agar orang dapat menuliskan buah pikiran, keinginan, dan
perasaan seseorang (Departemen Agama RI, 1995: 287). Dengan
Qalam, ilmu pengetahuan tiada tersisa tercatat, (Hamka, 1983:
40). bahkan para pengarang dan pujangga telah mengantarkan
bangsanya untuk merdeka, di-sebabkan sari buah pena (M. Isa
Anshary, 1995: 34).
Tulisan seseorang dapat membentuk pendapat umum dan
mengubah pola pikir dapat menguncang dunia seketika, hal ini
membuat Presiden John Fitzgerald Kennedy pernah menyatakan
‚lebih takut pada seorang wartawan ketimbang seribu tentara‛
(Ainur Rafiq Sophiaan, 1993: vii). Dibantu oleh kekuatan pers,
Lenin juga mencapai suatu gerakan revolusi, ke titik puncak,
lalu mengingatkan ‚waspadalah terhadap kekuatan pers‛ (Albert
L. Hester dan Wai Lan J., 1997: 41). Karena tarikan pena sang
kuli tinta itu bisa merakit sederet tulisan sakti (Garin Nugroho,
1995: 47). Memang, tulisan adalah tamannya para ulama, begitu
Jurnalistik Dakwah 14
pameo klasik Ali bin Abi Thalib. (Rusjdi Hamka dan Rafiq,
1983: 40).
Umat Islam dalam perspektif kekinian harus semakin
kritis terhadap informasi yang tiap hari diterima. Salah satu dari
berbagai tantangan yang dihadapi umat Islam tersebut adalah
menumbuh kembangkan jurnalistik Islami, atau menjadikan pers
Islami sebagai ‚ideologi‛ para jurnalis muslim, demi membela
kepentingan Islam dan umatnya, dan juga mensosialisasikan
nilai-nilai Islam sekaligus meng-counter dan memfilter derasnya
arus informasi jahili dari Barat.
Pers (umum) sering didefinisikan sebagai proses meliput,
mengolah, dan menyebar luaskan peristiwa (berita) atau
opini/pandangan (views) kepada masyarakat luas. Bertolak dari
pengertian itulah maka pers Islami dapat dimaknai
sebagai‛suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan
berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya
yang menyangkut agama dan umat Islam kepada khalayak, serta
berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam‛ (Asep
Syamsul M. Romli, 2000: 85-86). Sebagai pers berkarakteristik
religius (bernafaskan ajaran Islam), Alamsyah Ratu
Perwiranegara yang dikutip Rusjdi Hamka dalam buku Islam
dan Era informasi mengatakan, seharusnya media massa Islam
memegang peranan penting dan berjasa besar dalam kehidupan
beragama masyarakat, terutama masyarakat Islami.
Sejarah telah membuktikan bagaimana kepeloporan media
massa Islam dalam sejarah peradaban masyarakat di dunia.
Sebelum Eropa menemukan tiga penemuan barunya, yaitu: seri
cetak, pemakaian mesin, dan kompas, yang menjadi motor
pemercepat tumbuhnya gerakan Renaisance, gerakan kelahiran
Jurnalistik Dakwah 15
kembali peradaban Eropa yang lahir sejak abad 14 Masehi yang
kelak menjadi titik awal jaman Kerajaan Abbasiah (pada abad
VIII dan X-an) telah banyak tumbuh industri-industri kertas
setempat. Pada abad XII-an baru masuk kedaratan Eropa. Hal
inilah satu realitas yang dapat dibanggakan oleh kaum
muslimin, yakni kontribusinya dalam membuat kertas yang
dihadiahkan sekaligus membuka peradaban baru bangsa Eropa
(Rusjdi Hamka dan Rafiq, 1983: 42-43). Itulah fakta sejarah,
yang secara historis telah menjadi saksi bagaimana peran pers
Islami dalam sejarah peradaban umat Islam melukis sejarah
peradaban modern yang kita saksikan dewasa ini.
Hanya saja umat Islam dewasa ini kerap di hadapkan suatu
dilema yang lumayan pelik, yaitu tidak memilikinya suatu
media massa yang memadai untuk memperjuangkan dan
menegakkan nilai-nilai Islam. Dampaknya, yang terjadi tidak
hanya kurang tersalurkannya aspirasi umat, tetapi juga umat
Islam hanya menjadi konsumen bagi media non-Islam massa lain
yang tidak jarang membawa informasi yang tidak relevan dalam
rangka pemberdayaan umat. (Asep Syamsul M. Romli, 2000:
81).
Jadi, kehadiran jurnalistik dakwah yang penulis angkat
sebagai titik acuan, selain berfungsi sebagai alat informasi
pendidikan dan hiburan, namun intinya sebagai pembimbing
kerohanian atau pengembangan misi ‘amar ma’ruf nahi munkar,
sesuai firman Allah dalam QS.Ali Imran [3]: 104.
Jurnalistik Dakwah 16
Pengertian Jurnalistik dakwah (DBQ)
1. Pengertian Dakwah
Dakwah; secara etimologis, perkataan dakwah berasal dari
bahasa Arab ‫دعا‬–‫يدعوا‬–‫دعوة‬ yang berarti menyeru,
memanggil, mengajak dan menjamu (Ibnu Manzur, 1998: 359-
360). Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan
tersebut dikenal dengan panggilan da’i (orang yang menyeru).
Tetapi mengingat bahwa proses penyampaian (tablîgh) atas
pesan-pesan tertentu, maka dikenal pula istilah muballig yaitu
orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan
pesan (message) kepada pihak komunikan (Toto Tasmara, 1997:
31).
Secara etimologis pengertian dakwah adalah mengajak
umat manusia kepada al-khaer dan al-huda serta me-
merintahkan mereka berbuat ma’rûf dan mencegah berbuat
mungkar agar mereka memperoleh hidup di dunia dan akhirat
(Ali Mahfuz, 1952: 17).
Kata da’ā pertama kali dipakai dalam Alquran dengan arti
mengaduh (meminta pertolongan kepada Allah) yang pelakunya
adalah Nabi Nuh as (QS. al-Qamar (54): 10) Lalu kata ini berarti
memohon pertolongann kepada Tuhan yang pelakunya adalah
manusia (dalam arti umum) (QS. al-Qamar (39): 8). Setelah itu,
kata da’ā berarti menyeru kepada Allah yang pelakunya adalah
kaum Muslimin (QS. Fushshilat (41): 33).
Kemudian kata yad’ū, pertama kali dipakai dalam Alquran
dengan arti mengajak ke neraka yang pelakunya adalah syaitan
(QS. Fathir (35): 6). Lalu kata itu berarti mengajak ke surga
yang pelakunya adalah Allah (QS. Yunus (10):25), bahkan
dalam ayat lain ditemukan bahwa kata yad’ū dipakai bersama
Jurnalistik Dakwah 17
untuk mengajak ke neraka yang pelakunya orang-orang musyrik
dan mengajak ke surga yang pelakunya Allah, sebagai dalam
QS. al-Baqarah (2):221. (Departemen Agama RI, 1989: 54).
Sedangkan kata dakwah atau da’watan sendiri, pertama
kali digunakan dalam Alquran dengan arti seruan yang
dilakukan oleh para Rasul Allah itu tidak berkenan kepada
obyeknya (QS. al-Mu’min (40):43). Namun kemudian kata itu
berarti panggilan yang juga disertai bentuk fi’il (da’ākum) dan
kali ini panggilan akan terwujud karena Tuhan yang memanggil
(QS. al-Rum (30):25). Lalu kata itu berarti permohonan yang
digunakan dalam bentuk doa kepada Tuhan dan Dia menjanjikan
akan mengabulkannya (QS. al-Baqarah (2):186).
Dari uraian-uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa
kata dakwah dalam pengertian terminologi adalah menyeru,
memanggil, mengajak dan menjamu. Adapun orang yang
melakukan ajakan atau seruan tersebut dikenal dengan da’i
(orang yang menyeru).
Pada sisi lain, karena penyampaian dakwah termasuk
tablīgh, maka pelaku dakwah tersebut di samping dapat disebut
sebagai da’i, dapat pula disebut sebagai muballig yaitu orang
yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan
(message) kepada pihak komunikan.
Sedangkan pengertian dakwah secara terminologis adalah
mengajak umat manusia kepada al-khaer serta memerintahkan
mereka berbuat ma’rūf dan mencegah berbuat munkar agar
mereka memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pengertian dakwah ini, berdasar pada QS. al-Imrān (3): 104
sebagai berikut:
Jurnalistik Dakwah 18
ُ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ك‬ِ‫ئ‬َ‫ل‬ُ‫أ‬ َ‫و‬ ِ‫ر‬َ‫ك‬ْ‫ن‬‫لم‬ْ‫ا‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬ ْ‫و‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ِ‫ف‬ ْ‫ُو‬‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬‫ل‬ْ‫ا‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ ْ‫ُو‬‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ِ‫ْر‬‫ي‬َ‫لخ‬ْ‫ا‬ ‫ي‬َ‫ل‬ِ‫ا‬ َ‫ن‬ ْ‫ُو‬‫ع‬ْ‫د‬َ‫ي‬ ٌ‫ّة‬‫م‬ُ‫ا‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ت‬ْ‫ل‬ َ‫و‬
َ‫ن‬ ْ‫ُو‬ ِ ْ ُ‫م‬‫ل‬ْ‫ا‬
Terjemahnya :
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung. (Departemen Agama RI, h. 93).
Pengertian dakwah di atas, agaknya cukup mewakili
pengertian-pengertian dakwah secara terminologis yang banyak
dikemukakan oleh ulama dan cendekiawan Muslim lainnya.
Sejalan dengan pengertian dakwah tersebut, Didin Hafiduddin
menyatakan bahwa makna dakwah ini, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan secara seksama, yakni :
a. Dakwah sering disalah mengertikan sebagai pesan yang
datang dari luar, sehingga langkah pendekatan lebih
diwarnai dengan interventif, dan para dai lebih
mendudukkan diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan
apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat.
b. Dakwah sering diartikan menjadi sekedar ceramah dalam
arti sempit, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal
yang bersifat rohani saja.
c. Masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering dianggap
vacuum, padahal dakwah berhadapan dengan setting
masyarakat dengan berbagai corak dan keadaannya.
Sehingga dakwah itu harus dinamis dan selalu berkembang
baik dalam hal materi, metode maupun strategi dakwah itu
sendiri.
d. Dakwah yang diartikan hanya sekedar menyampaikan dan
hasil akhirnya terserah kepada Allah, akan menafikan
Jurnalistik Dakwah 19
perencanaan, pelaksanan dan evaluasi dari kegiatan dakwah.
Oleh karena itu, tidak pada tempatnya bila kegiatan dakwah
hanya asal-asalan.
2. Jurnalistik
Jurnalistik berasal dari kata ‚jurnal‛ atau ‚dujour‛ yang
berarti hari, dimana segala berita atau warta sehari itu termuat
dalam lembaran yang tercetak (Asep Syamsul M. Romli, 68).
Dalam kamus Bahasa Inggris ‚Journal‛ diartikan sebagai
majalah, surat kabar, dan diary (buku catatan harian), sedangkan
‚journalistic‛ diartikan kewartawanan (warta=berita, kabar)
(Wojowasito dan W.J.S. Poerwadarminta, 1982: 93). Jadi
jurnalistik adalah salah satu bentuk publisistik/komunikasi yang
menyiarkan berita dan atau ulasan berita tentang peristiwa-
peristiwa sehari yang umum dan aktual dengan secepat-
cepatnya (Riyati Irawan dan Teguh Meinda, 1981: 1). Di
samping itu, jurnalistik diapandang sebagai suatu pengelolaan
laporan harian yang menarik minat khalayak mulai dari
peliputan berita sampai penyebarannya kepada masyarakat (
Onong Uchana Effendi, 2001: 151).
Argumen-argumen yang mendasari pentingnya penerapan
dakwah jurnalitik adalah untuk menumbuh kembangkan gerakan
dakwah Islam lewat media cetak. Karena selama dekade ini
pasaran pers Indonesia selalu ditandai dengan aneka ragam
penerbitan majalah, mulai majalah berita, hiburan, majalah
wanita dan anak-anak, begitupula olah raga, sastra sampai pada
yang lebih khas seperti, ‚motor dan mobil (otomotif). Di antara
aneka ragam itu yang barang kali bersamaan timbulnya dengan
sejarah pers Indonesia ialah majalah yang bernafaskan Islam
Jurnalistik Dakwah 20
diterbitkan oleh penerbit dan pengarang-pengarang Islam untuk
tujuan penyebaran dan pendalaman akhlak pembacanya.
Mengingat saat ini, bangsa Indonesia semakin terpuruk dan
gelisah hingga berusaha mencari ‚jawaban‛ terhadap persoalan
hidup atau problema kemasyarakatan lewat siraman rohani dari
jurnalistik dakwah.
Jadi, jurnalistik dakwah adalah suatu aktifitas dan proses
mengajak, membimbing, memotivasi, membina, menyampaikan
pesan-pesan agama kepada orang Muslim melalui media tulisan
(jurnalistik) baik majalah, surat kabar, bulletin, buku dan
sebagainya.
3. Metode Penelitian Jurnalistik Dakwah
Ada beberapa model metode penelitian yang bisa dipakai
dalam penelitian jurnalistik dakwah atau dakwah bil Qalam
(DBQ). Metode penelitian yang akan dipakai dalam jurnalistik
dakwah ini berasal dari metode penelitian yang biasa dipakai
dalam kajian komunikasi antara lain, model penelitian 1) Jarum
Hipodermik, 2) Use and Gratification, 3) Analisa Isi, 4)
Analisis Framing.
a. Metode Jarum Hipodermik
Penelitian model ini dilakukan oleh Hovland untuk
meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap.
Model ini berasumsi bahwa komponen komunikasi
(komunikator, pesan, dan media) sangat kuat dalam
mempengaruhi komunikasi. Disebut model ‚jarum hipodermik‛
karena seakan-akan komunikasi disuntikkan langsung ke dalam
jiwa komunikan (al-Mad’u). Model ini disebut juga sebagai
‚bullet theory‛ karena seakan-akan al-Mad’u (komunikan atau
Jurnalistik Dakwah 21
audiens) secara pasif menerima berondongan pesan dari
komunikator (al-Dai). Jika komunikator sudah dipilih dengan
tepat, pesan yang baik, serta media yang benar baik media
elektronik maupun media cetak, maka komunikan akan
diarahkan sekehendak komunikator (Jalaluddin Rakhmat, 2000:
62). Untuk mengetahui variabel efek (pengaruh) dapat dilihat
dari tiga kategori yakni segi kognitif (perubahan pendapat,
penambahan pengetahuan serta perubahan kepercayaan), segi
afektif (sikap, perasaan, dan kesukaan), segi behavioral yakni
prilaku atau kecenderungan prilaku (Jalaluddin Rakhmat, 2000:
64).
b. Model Penelitian Uses and Gratification (Penggunaan dan
Pemenuhan Kebutuhan).
Model ini merupakan antitesa dari model penelitian Jarum
Hipdermik yakni tidak tertarik untuk melihat apa yang
dilakukan atau pengaruh media pada diri seseorang, tetapi ia
tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media.
Misalnya, sejauh mana surat kabar membantu responden
memperjelas suatu maslaah atau menemukan masalah. Jadi,
model penelitian ini tidak akan melihat sejauh mana pengaruh
komunikator, pesan serta media dalam merubah sikap dan
prilaku audiens, akan tetapi bagaimana sikap responden
(komunikan) terhadap media, pesan, serta komnikator tersebut
(Jalaluddin Rakhmat, 2000: 65-67). Model penelitian ini
menempatkan materi dakwah, media dakwah sebagai objek
respond audiens. Maksudya, al-Mad’u (audiens) akan puas
terhadap seorang dai jika materi dakwah dan media yang
Jurnalistik Dakwah 22
digunakan dapat memenuhi apa yang dibutuhkan seorang al-
Mad’u (audiens).
c. Penelitian Model Analisis Isi dan Wacana
Penelitian ini tidak melihat dan terpengaruh kepada
komuikator, media, serta pesan dakwah. Tetapi untuk model
analisis isi, penelitian ini lebih melihat materi dakwah yang
diangkat oleh seorang dai. Aplikasi metode ini adalah seorang
peneliti jurnalistik dakwah akan melihat dan mencata tema-
tema inti yang diminati audiens dan yang sering dikemukakan
oleh seorang dai baik yang berkaitan dengan akidah, akhlak,
muamalah, serta ibadah. Sementara di lain sisi, analisis wacana
tidak melihat seberapa sering tema dakwah muncul dalam
jurnalistik dakwah. Fokus kajian analisis wacana terletak pad
ide, latar belakang serta konteks yang ada di luar dengan
pemilihan tema seorang dai (jurnalis).
Neuman menyebutkan bahwa ‚content analysis is a
technique for gathering and analyzing the content of text‛
maksudnya, analisis isi adalah teknik pengumpulan data serta
analisis terhadap isi suatu teks. Yang dimaksud teks di sini
bukan hanya sebatas tulisan tetapi juga termasuk ide, tema,
pesan, arti maupun symbol-simbol yang terdapat dalam teks
baik berupa tulisan, gambar maupun pidato (Bambang Prasetyo
dan Lina Miftahul Jannah, 2006: 167).
d. Model Penelitian Analisis Framing
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks
yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis.
Paradigma ini memandang realitas kehidupan social bukanlah
Jurnalistik Dakwah 23
realitas yang natural tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya,
analisis pada paradgima konstruksionis adalah menemukan
bagaimana pristiwa dan realitas tersebut dikonstruksi dan
dengan cara apa konstruksi itu dibentuk (Eriyanto, 2005: 37).
Jadi pesan yang dikirim dalam lalulintas komunikasi diproduksi
dan dipertukarkan makannya oleh pengirim, penerima, serta
dihubungkan dengan konteks social di mana mereka berada.
Analisis framing adalah suatu model penelitian dalam
komunikasi yang melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan
dikonstruksi oleh media. Framing adalah sebuah cara bagaimana
pristiwa disajikanoleh media. Penyajian tersebut dilakukan
dengan cara menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek
tertentu. Oleh karena itu, yang dilakukan oleh media adalah
menseleksi, menghubungkan, menonjolkan, serta menekankan
isu tertentu sehingga makna suatu pristiwa lebih mudah
menyentuh dan diingat oleh khalayak (Eriyanto, 1994: 368).
Model framing ini seringkali dipakai juga oleh seorang dai
dalam melaksanakan misi penyebaran agama Islam. Dalam
dunia tafsir, analisis framing hamper mirip dengan metode tafsir
maudhui yang mencoba mengkonstruksi, menghubungkan,
menseleksi teks-teks tertentu untuk memberikan pemahaman
yang lebih mudah dan tersentuh oleh audiens (al-mad’u).
Penutup
Setelah penulis memberikan penjelasan deskriptif tentang
jurnalistik dakwah atau Dakwah Bil Qalam yang diikuti dengan
inisiasi metode penelitian jurnalistik dakwah yang dipinjam dari
ranah ilmu psikologi, maka penulis mengemukakan beberapa
poin-poin singkat sebagai kesimpulan.
Jurnalistik Dakwah 24
1. Penelitian dan Pengembangan dakwah khususnya
Jurnalistik dakwah atau Dakwah Bil Qalam (DBQ)
merupakan perintah agama yang ditandai dengan
turunnya surah al-‘Alaq.
2. Jurnalistik dakwah atau Dakwah bil Qalam (DBQ)
suatu upaya aktifitas, proses mengajak, membimbing,
memotivasi, membina, menyampaikan pesan-pesan
agama kepada orang Muslim melalui media tulisan
(jurnalistik) baik majalah, surat kabar, bulletin, buku
dan sebagainya.
3. Dalam pengembangan jurnalistik dakwah, ada beberapa
tawaran metode yang bisa digunakan antara lain
penelitian model Jarum Hipodermik, Use and
Gratification, Analisis Isi dan Wacana, serta model
Analisis Framing.
DAFTAR RUJUKAN BUKU
Alamudi, Abdullah. Pedoman Untuk Wartawan, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1997.
al-Marâgy, Ahmad Musthâfa. Tafsîr al-Marâgiy, Beirut: Dâr
Ahyâ’ al-Turâts al-‘Arabiy, t.th.
al-Râziy, Imam Fakhr. Al-Tafsîr al-Kabîr ‘an Mafâtih al-Ghaib,
Cet.I; Bairut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiah, 1990.
Jurnalistik Dakwah 25
al-Shabûniy, Muhammad Ali. Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir,
Cet.I; Lubnân: Dâr al-Fikr, 1996.
al-Suyûtiy, al-Imâm ‘Abd. al-Rahmân Jalâl al-Din. Al-Dur al-
Mantsûr Fiy Tafsîr al-Ma’tsûr, jilid VIII, Cet.I; Bairut:
Dâr al-Fikr, 1983.
al-Tirmidziy, Imâm Muhammad Isâ bin Sûrah. Sunan al-
Tirmiziy, Beirut: Dâr al-Fikr, 1994.
Anshary, M. Isa Mujahid. Dakwah, Cet V; Bandung: CV
Diponegoro, 1995.
Effendi, Onong Uchjana. Komunikasi: Teori dan Praktek,
Bandung: Rosda Karya, 2001.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik
Media, Cet. III; Jogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005.
Hamka, Rusjdi dan Rafiq. Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1983.
Irawan, Riyati dan Teguh Meinda. Tanya Jawab Dasar-dasar
Jurnalistik, Cet. I; Bandung: Armico, 1981.
Kasma, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-prinsip
Dakwah bil Qalam dalam Al-Quran, Cet. I; Jakarta:
Teraju, 2004.
Mahfuz, Ali. Hidayat al-Murshidin, Kairo: Dar al-Kutub al-
Arabi’, 1952.
Manzur, Ibnu. Lisan al-Arab, Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turas al-
Arabiy, 1998.
Nugroho, Garin. Kekuasaan dan Hiburan, Cet. I; Yogyakarta:
Yayasan Benteng Budaya, 1995.
Poerwadarminta, W.J.S. dan Wojowasito. Kamus Lengkap
bahasa Inggeris – Indonesia, Bandung: Hasta, 1982.
Jurnalistik Dakwah 26
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, Metode
Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006.
Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung:
Rosdakarya, 2000.
Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Cet.
II; Bandung: Rajawali Rosdakarya, 2000.
Sophiaan, Ainur Rafiq. Tantangan Media informasi Islam;
Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis, Cet. I;
Surabaya: Risalah Gusti, 1993.
Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah, Cet.II; Jakarta: Gaya
Media Pratama, 1997.
Sumber Lain
Departemen Agama RI; Proyek Penggandaan Kitab Suci Al-
Quran, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: YPPA, 1995.
Departemen Agama RI, Al-Qu’an dan Terjemahnya, Surabaya:
Mahkota, 1989.
Soesilo, Arie S. dan Philo C.Wasburn, Constructing a Political
Spectacle: American and Indonesian Media Accounts of
the Crisis in the Gulf, The Sociological Quraterly, Vol. 35.
No. 2, 1994.
Jurnalistik Dakwah 27
MEDIA MASSA MASYARAKAT
Oleh: Wahyuni Husain
Abstrak : Media on-line on the Internet continues to
grow and to attract audiences to choose the media is a source of
information. This of course can disrupt the stability of other
traditional media in presenting the news that the actual
competition. However, despite news delivered via on-line media
is much faster than the newspapers published, but it does not
mean more complete. Also in the media on-line does not provide
much space discussing the news in detail, it is different in the
traditional media space for more news, so even a small problem
became news. These factors cause the print media still remains
as medium used by the public.
Kata kunci : media on-line, cyber, cyberspace, media
cetak, informasi.
A. Pendahuluan
Sumber informasi utama masyarakat adalah media massa.
Keterbatasan kemampuan manusia untuk memperoleh informasi
itulah sehingga manusia membutuhkan suatu media yang dapat
memenuhi kebutuhan informasinya. Pada saat ini telah terjadi
revolusi informasi dimana manusia dihadapkan pada banyak
pilihan media seperti media cetak dengan berbagai macam versi
penyajiannya, media elektronik televisi dan audio visualnya
serta media internet dengan megapustaka untuk berbagai
informasi yang dibutuhkan.
Jurnalistik Dakwah 28
Frederick William mengatakan bahwa kita dalam
kehidupn modern ini secara terus menerus memilih media
komunikasi mana yang dapat mewakili situasi yang ada. Ia juga
mengatakan bahwa salah satu hal yang membedakan gambaran
mengenai dunia kita dalam komunikasi modern adalah bahwa
kita memiliki banyak pilihan dalam menggunakan media
komunikasi. Tidak hanya itu saja, media menjadi bervariasi dan
isinya berhubungan pada teknologi komunikasi baru. Contohnya
televisi bisa kita terima di rumah hanya dengan kabel, disk atau
tape yang berhubungan langsung dengan satelit. Sebenarnya kita
hidup dalam dunia yang memiliki banyak alternatif komunikasi
yang mungkin mendorong kita untuk meningkatkan pilihan-
pilihan yang lebih banyak.
Era globalisasi muncul menyusul terjadinya revolusi
komunikasi dan informasi yang mulai menggejala sejak tahun
1970-an atau sekitar seperempat abad silam. Revolusi
komunikasi dan informasi dipicu oleh revolusi telekomunikasi
dengan berbagai perwujudannya. Fenomena tersebut kemudian
dikenal pula dengan nama Cybercommunication (Cybercom).
Sejarah menyaksikan munculnya komunikasi satelit, telepon
antarbenua, televisi, telepon selular, dan TV kabel hingga
jaringan internet sejagat (A. Muis, !999: 188– 189).
Pada saat revolusi komunikasi dan informasi seperti
dikatakan A. Muis di atas terdapat kecenderungan
bertambahnya jumlah masyarakat yang selalu ‚haus‛ akan
informasi baru serta menjamurnya industri media massa.
Tingkat ketergantungan masyarakat pada media massa pun
semakin meningkat. Maka dari itu komunikasi memiliki
kekuatan yang cukup luas di masyarakat dan berada pada setiap
Jurnalistik Dakwah 29
aspek – ekonomi, politik, sosial, budaya – yang dapat
mempengaruhi jalannya suatu negara. Komunikasi dalam hal ini
berhubungan dengan media massa yang dijadikan mediator
antara masyarakat juga antara masyarakat dengan pemerintah.
Media massa merupakan media komunikasi yang dijadikan
sumber informasi terbesar bagi masyarakat untuk memenuhi
rasa ingin tahunya. Media massa juga dijadikan jembatan
informasi antara satu tempat dengan tempat lain. Hal inilah
yang menyebabkan masyarakat sangat tergantung pada media
massa. Sehingga apapun yang disajikan akan dengan mudah
dipercayai oleh penerima. Karena masyarakat tidak memiliki
kesempatan untuk melakukan cek dan ricek atas apa yang
dikemukakan media massa. Saat itulah media massa akan
dengan mudah melakukan ‘brain washing’ pada pembaca dan
mengarahkan masyarakat sesuai dengan keinginan orang-orang
di belakang informasi.
Berbagai cara ditempuh untuk memenuhi kebutuhan
informasi masyarakat dengan menyajikan berita-berita yang up
to date, sehingga terjadilah persaingan antar media massa. Salah
satu cara yang digunakan media untuk memperoleh informasi
yang aktual adalah dengan menyebarkan koresponden ke seluruh
dunia. Dengan begitu, media massa akan lebih mudah
mendapatkan informasi aktual dari seluruh dunia dalam waktu
singkat. Cara lain yaitu dengan membentuk kantor berita seperti
kantor berita di Indonesia dengan nama Kantor Berita Antara
atau Reuters di Inggris dan NHK di Jepang.
Teknologi komunikasi dalam hal penyebaran informasi
melalui media massa semakin berkembang. Kali ini tidak hanya
melalui media cetak ataupun elektronik tetapi internet. Suatu
Jurnalistik Dakwah 30
media alternatif selain media massa yang telah ada, internet
merupakan suatu mega pustaka dimana seluruh informasi yang
dibutuhkan dapat diperoleh disana.
Berdasarkan artikel Charles Elliot (E-Paper in Asia, News
Flows and the Computer-Mediated Press, 1999), internet
merupakan hasil teknologi komunikasi yang menjadi jaring
penghubung terbesar di dunia. Ia sebagai perantara yang
menjembatani hubungan antara dunia Barat dan Timur sehingga
hanya dalam waktu yang relatif singkat dan biaya murah
seseorang dpaat membaca surat kabar berbagai terbitan dunia
dengan aktualitas yang terjamin.
Penggunaan internet sebagai media pengiriman informasi
mulai dilirik oleh para ‚pencinta‛ jurnalistik. Internet dianggap
sebagai suatu cara yang paling mudah dan murah dalam
penyampaian informasi dari pelosok manapun juga yang
memiliki jaringan internet. Maka telepon dan facsimile
walaupun masih digunakan tetapi dianggap tiak secepat internet
dalam penyampaian berita.
Dalam dunia jurnalistik, internet memberikan kekuasaan
pada individu dengan komputer untuk mengembangkan pusat
penerbitannya sendiri. Internet menawarkan suatu PC dasar
hanya dengan menggunakan telepon hubungan web serta
layanan sistem informasi global yang gratis.
Berkembangnya teknologi internet sebagai media
informasi elektronik yang akhir-akhir ini berkembang pesat di
negara maju sejak 35 tahun yang lalu dan mulai pula
berkembang di Indonesia, diperkirakan dapat mempengaruhi
teknologi penyebaran informasi dari teknik tradisional menjadi
teknik penyebaran melalui media elektronik (cyber). Revolusi
Jurnalistik Dakwah 31
teknologi informasi di Indonesia memang sedang terjadi,
walaupun agak terlambat dibanding dengan negara lain. Hal ini
dibuktikan dengan bertambah banyaknya jumlah pengguna
internet, perusahaan jasa provider dan merebaknya media on-
line membuktikan bahwa internet ini mulai membudaya di
Indonesia.
Perkembangan teknologi komunikasi juga mempengaruhi
kalangan praktisi pers. Saat ini terutama media cetak tidak lagi
dihadapi dengan media elektronik yang tentu saja memiliki
banyak kelebihan dibanding dengan media cetak dalam hal
visualisasi. Tapi tampaknya media cetak lagi-lagi harus ‘gigit
jari’ dengan munculnya media on-line di internet. Seperti yang
kita ketahui bahwa internet tidak memiliki hambatan dalam
penyampaian informasinya. Tidak ada yang membatasi ataupun
peraturan-peraturan tertulis yang mengaturnya.
Masuknya media baru ini di tengah-tengah masyarakat
yang sedang merangkak menuju kedewasaan berpikir pasti tidak
akan mudah. Perkembangan teknologi ini harus disesuaikan
dengan budaya pemakai dan konsumen. Sampai sejauh mana
inovasi ini dapat mempengaruhi cara mereka berpikir. Apalagi
kebebasan penyebaran informasi di internet yang seperti tanpa
penghalang. Pengawasan terhadap internet hampir tidak
mungkin karena begitu ramainya lalu lintas dan karena identitas
sangat mudah disamarkan. Bahkan salah seorang operator
Amerika menyediakan layanan anonimitas, menanggalkan
semua penanda dari pesan yang dikirim melalui servernya,
sehingga orang merasa bebas mengekspresikan diri.
George Owel seperti dikutip A. Muis (1999 : 193)
meramalkan media massa akan dikendalikan oleh sebuah
Jurnalistik Dakwah 32
kekuatan misterius yang otoriter pada saat memasuki era
globalisasi informasi. Karena pada saat ini dunia yang mulanya
terasa sangat luas akan menjadi kecil, modem serta jaringan
telepon kita akan dengan mudah meraih informasi apa saja tanpa
kita ketahui siapa di belakang semuanya.
Dilihat dari jumlah pengguna internet yang sudah
menjangkau sebagian besar kota-kota di Indonesia dan
menjamurnya Warnet (Warung Internet) di seluruh pelosok
membuktikan bahwa internet telah menjadi salah satu alternatif
masyarakat untuk memperoleh informasi. Apalagi nilai
aktualiatas berita di internet jauh lebih aktual dibandingkan
dengan media tradisional seperti media cetak dan media
elektronik. Hal ini disebabkan oleh proses penyampaian berita
pada media cetak dan elektronik melalui berbagai macam tahap,
sehingga waktu terus berjalan yang menyebabkan nilai
aktualitas suatu berita berkurang.
Melihat gejala seperti ini, maka mulai bermunculan media
interaktif internet, walau pada mulanya jarang dikenal oleh
masyarakat. Tetapi kemudian internet secara gradual menjadi
budaya baru di tengah-tengah masyarakat dan mulai diterima
serta dianggap sebagai salah satu alternatif sumber informasi.
Penyebaran informasi melalui internet yang tidak
mengenal batas negara dan peraturan-peraturan pemerintah
memang salah satu kelebihan selain aktualitas berita yang
tinggi. Kebebasan mengungkapkan pendapat dan menyebarkan
informasi secara global memang sangat menarik perhatian
masyarakat. Setidaknya mereka dapat memperoleh informasi
yang tidak atau belum disiarkan di media tradisional.
Jurnalistik Dakwah 33
Kecenderungan peralihan pemilihan sumber informasi
masyarakat menjadi salah satu sebab media tradisional untuk
melakukan peningkatan mutu. Bahkan ada beberapa media
menyajikan beberapa versi seperti dengan mengeluarkan versi
media ceta, elektronik dan internet. Sehingga muncullah istilah
media kembar, disebut demikian karena memang isi dari ketiga
versi itu tidak jauh berbeda. Hanya kelebihannya ketiga versi itu
dapat meraih lebih banyak audiens dari berbagai lapisan.
Terdapat kecenderungan, media on-line di internet terus
berkembang dan menjadi daya tarik khalayak untuk memilih
media ini menjadi sumber informasi. Hal ini tentu saja dapat
mengganggu stabilitas kerja media tradisional lainnya dalam
bersaing menyajikan berita yang aktual. Dengan demikian,
penulis membatasi masalah dengan memaparkan bagaimana
penerimaan masyarakat yang dihadapkan pada beberapa
alternatif sumber informasi terutama dengan kehadiran media
baru.
Dalam tulisan ini, penulis mengumpulkan data melalui
studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan
dari buku bacaan maupun artikel serta hasil penelitian yang
relevan dengan pembahasan dalam makalah ini. Dalam
menganalisisnya, penulis menggunakan metode analisis
deskriptif.
1. Teknologi Komunikasi dan Informasi
Teknologi komunikasi menurut Rogers dirumuskan
sebagai peralatan perangkat keras, setruktur-struktur
organisasional, dan nilai-nilai sosial dengan mana individu
mengumpulkan, mengolah dan saling bertukar informasi dengan
Jurnalistik Dakwah 34
individu lain. Adapun mengenai teknologi informasi mencakup
sistem-sestem komunikasi seperti satelit siaran langsung, kabel
interkatif dua arah, penyiaran bertenaga rendah (low power
broadcasting), komputer (termasuk PC dan komputer genggam
yang baru), dan televisi (termasuk video disk dan video tape
cassette)‛ (Ely, 1982: 5).
Memang ada pembahas yang membedakan antara
teknologi komunikasi dengan teknologi informasi dengan
menyatakan bahwa yang pertama mencakup pengertian yang
lebih luas, termasuk sistem, saluran, perangkat keras dan
perangkat lunak dari komunikasi modern, di mana teknologi
informasi merupakan bagian daripadanya. Sedangkan ilmuan
lainnya membedakan teknologi informasi dalam pengertian
hardware atau perangkat keras saja. Bahkan ada yang
menafsirkan teknologi informasi sebagai perangkat komputer
berikut segala kelengkapannya saja. Namun bila diamati dengan
lebih dalam, nyatalah bahwa di antara kedua bidang tersebut
saling berkaitan satu sama lain, bahkan seringkali digunakan
untuk menyebut hal yang sama secara bergantian.
Dalam mendefinisikan teknologi komunikasi selalu
berkaitan dengan istilah hardware dan software. Hardware
adalah bagian yang paling nyata dari sistem teknologi baru
dimulai dari hardware. Tetapi bagaimana pun dalam memahami
teknologi komunikasi tidak cukup hanya memahami hardware.
Sangatlah penting untuk memahami pesan-pesan komunikasi
yang disampaikan melalui sistem teknologi dimana pesan-pesan
ini dijadikan ‘software’ (August E. Grant, 1996 : 143).
Teknologi komunikasi merubah secara dramatis cara orang
mengirim dan menerima pesan. Media baru bukan mengenai
Jurnalistik Dakwah 35
meletakkan surat kabar, majalah, radio dan televisi di luar
bisnis. Tetapi saluran baru komunikasi menjadi sangat popular
dan menawarkan alternatif disamping media tradisional. Dalam
beberapa kasus, Anda perlu mempertimbangkan ‚media baru‛
ini (Jim Macnamara, 1999: ).
Kata cyber sejak tahun 1948 selalu dikaitkan dengan robot
dan komputer. Banyak sekali cyber seperti cyberspace,
cyberborg, dan lain-lain, tetapi yang kerap kali digunakan
adalah cyberspace yang diartikan sebagai kombinasi teknologi
komunikasi dan informasi.
Perputaran informasi sudah tidak lagi menggunakan
hitungan jam tetapi menggunakan hitungan detik. Peristiwa
akan terus terjadi pada saat wartawan sedang menulis berita dan
begitu selanjutnya. Aktualitas berita semakin tinggi diharapkan
sehingga persaingan antara media semakin ketat.
Teknologi komunikasi memang banyak menjanjikan
harapan (rising expectations) sekaligus menimbulkan frustasi
(rising frustrations). Banyak hal yang harus kita hadapi akibat
pesatnya teknologi komunikasi ini. Pertama, teknologi
komunikasi akan melahirkan kelas baru dalam masyarakat.
Kedua, teknologi komunikasi bisa membentuk nilai baru.
Ketiga, teknologi komunikasi bisa memperpendek jam kerja
kita, orang bisa kerja tanpa harus pergi ke kantor karena
dihubungkan oleh telekomunikasi. Keempat, pesatnya teknologi
komunikasi bisa dimanfaatkan para pengusaha sebagai arena
persuasi massal di media massa. Kelima, teknologi komunikasi
membawa ekses juga pada timbulnya ketergantungan pada
negara lain. Hingga sekarang, misalnya perangkat keras dan
Jurnalistik Dakwah 36
lunak (hardware dan software) dalam bidang komputer dan
teknologi komunikasi berasal dari negara Barat.
2. Media On-line
Media komunikasi di Indonesia sejak masa reformasi
khususnya media massa cetak sudah mulai membumi terutama
setelah MENPEN membebaskan penerbitan media cetak bagi
siapapun juga yang berkeinginan untuk menjadi Pemred
mendadak. Semakin banyak media cetak yang beredar tentu saja
semakin membingungkan masyarakat yang mulai tergantung
pada media tersebut. Kemudian kebebasan pers yang semula
dianggap sebagai barang langka di kalangan pers, sekarang
menjadi barang obralan yang tidak lagi memperhatikan
mutunya. Tak ada cek dan ricek atas penyajian informasi, tidak
ada lagi rasa ‘hormat’ pada pemerintah atau pejabat-pejabat.
Semua dianggap boleh dilakukan di media cetak.
Masyarakat yang mulanya menyambut baik kemunculan
media-media baru mulai meragukan nilai faktual dan etikanya.
Lalu terjadilah seleksi oleh khalayak dan mulai beberapa media
tidak terbit lagi karena ditinggalkan pembacanya. Kesempatan
kebebasan penyajian informasi ini juga dimanfaatkan oleh para
inovator Indonesia. Mereka mampu melihat sesuatu dari sisi
yang berbeda, sisi lain yang jarang disentuh orang yaitu
penerbitan Media On-line. Masyarakat yang semula saling
berebut menerbitkan media cetak, kemudian ‘berani’
menerbitkan media on-line yang tentu saja masih belum
membudaya dan masih jarang disentuh oleh para pemasang iklan
di Indonesia sebagai sumber pendapatan.
Jurnalistik Dakwah 37
Media on-line dapat dianggap sebagai media masa depan,
dan suatu saat masyarakat Indonesia akan menganggap media
on-line sebagai media alternatif selain media cetak dan
elektronik. Sekarang pun media on-line sudah mulai dikenal
oleh masyarakat banyak sebagai sumber yang terpercaya. Untuk
beberapa kalangan tertentu, informasi di internet dianggap
sebagai sumber informasi aktual dan tercepat.
Pada penelitian yang dilakukan oleh University of
Southern California (1998), disebutkan bahwa pada awal 90-an,
hanya setengah lusin surat kabar besar dan sedikit surat kabar
kecil saja yang memiliki Surat Kabar On-line atau interaktif
pada web atau internet provider seperti Amerika On-line.
Walaupun tanpa produk on-line, ratusan surat kabar memiliki
halaman web. Pertengahan 90-an Surat Kabar On-line baru
menawarkan untuk menyajikan berita utama surat kabar
tersebut untuk ditempatkan di web dan sebagian besar surat
kabar telah menempatkan semua isi surat kabar versi cetak pada
web. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Barret (1997)
ditemukan bahwa 67 % pembaca on-line secara kontinyu
membaca Surat Kabar On-line dan Majalah On-line di internet.
3. Media Modern dan Media Tradisional
Yang tergolong media modern adalah media on-line
sedangkan yang termasuk media tradisional adalah media cetak
dan elektronik. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
melihat perbedaan kedua media ini, salah satunya adalah yang
dilakukan oleh Christoph Neuberger, Jan Tannemacher,
Matthias Biebl dan Andre Duck (JCMC, 1998) dari Catholic
University di Jerman melakukan penelitian tentang media on-
Jurnalistik Dakwah 38
line sebagai media masa depan. Mereka melakukan penelitian
dengan cara membandingkan media cetak dan media on-line.
Variabel yang digunakan pada kuesioner untuk melihat
kelebihan dan kekurangan media on-line dibandingkan dengan
media cetak dengan menanyakan 2541 responden yaitu :
Kelebihan :
1) Digunakan secara gratis
2) Beritanya lebih aktual
3) Dapat menggunakan lingkup yang lebih luas
4) Menggunakan saluran
5) Dapat otomatis mencari informasi yang dibutuhkan
6) Dapat melihat berita dari surat kabar luar negeri
7) Dapat menghubungi editor melalui e-mail
8) Adanya forum diskusi
Kekurangan :
1) Laporan media on-line tidak seluruhnya informasi yang
disajikan
2) Menghabiskan waktu lama untuk mengakses
3) Tidak dapat dibaca saat perjalanan
4) Membaca di layar komputer sangat melelahkan
5) Akses internet menghabiskan biaya besar
6) Terlalu banyak ‘link’ jadi membingungkan
7) Menghabiskan waktu yang lama untuk berhubungan
dengan link yang tersedia.
Salah satu kesimpulan penelitian ini adalah bahwa updates
pada media on-line kerap kali terjadi. Dan satu dari dua belas
berita akan dilakukan perubahan lebih dari tiga kali dalam
Jurnalistik Dakwah 39
sehari, karena memang disitulah kelebihan media on-line yaitu
kecepatan penyampaian berita. Perilaku pembaca surat kabar
juga berubah. Menurut survei yang dibuat oleh Jupiter sebuah
perusahaan konsultan, menunjukkan bahwa 12 % orang melihat
breaking news melalui internet dulu, ketimbang melalui radio.
Tetapi mereka tidak menginginkan artikel panjang, mereka
ingin judul saja dan berita yang di-update secara rutin.
Selain internet orang banyak mencari breaking news dari
jaringan televisi 24 jam, sama dengan wire service yang
mensuplai berita ke AOL atau Yahoo, dua situs besar di
internet, sedangkan surat kabar berada di urutan paling akhir.
Berdasarkan penelitian yang dibuat Merce Management
Consulting beberapa tahun lalu, televisi dan radio menjadi
sumber yang lebih penting untuk berita yang aktual, sedangkan
surat kabar lebih berharga untuk berita property, pekerjaan,
olahraga, hiburan, seni, makanan, persoalan rumah tangga.
Tetapi kemudian mereka yang di internet mengambil bidang itu
yang menyajikannya lebih mendalam. Maka pencinta olahraga
lebih suka masuk web site tim favorit mereka dibandingkan
surat kabar.
Walaupun internet telah mengungguli media massa
tradisional, kebutuhan untuk berita yang ditulis dengan baik dan
berdasarkan penelitian mendalam tetap ada. ‚The easier it is to
publish, the more rubbish will get published‛ demikian pendapat
para jurnalis tradisional. Institusi media massa tradisional yang
sudah memiliki reputasi baik yang mempublikasikan isinya di
internet lebih dipercaya dibandingkan the cheap journalist.
(Kompas on-line).
Jurnalistik Dakwah 40
PENUTUP
Berita-berita yang disampaikan melalui media on-line
memang lebih cepat dibandingkan dengan surat kabar yang
diterbitkan, tetapi bukan berarti lebih lengkap. Juga pada media
on-line tidak menyediakan banyak ruang yang membahas berita
secara detail, lain halnya pada media tradisional yang ruang
untuk beritanya lebih banyak sehingga masalah kecil pun
diangkat menjadi beritanya.
Media on-line lebih mengutamakan agar pembaca
mengetahui peristiwa bukan memahami apa yang terjadi,
sedangkan pada media tradisional sebaliknya, berita tidak hanya
untuk diketahui tetapi dipahami juga. Pengaruh pemberitaan
melalui media on-line hanya pada kecepatan pemberitaan suatu
peristiwa, sehingga yang mengakses informasi melalui media ini
memperoleh informasi secara aktual tidak seperti pada media
tradisional.
Masyarakat cenderung menggunakan media on-line karena
keaktualan informasi yang disampaikan dan tidak
mempengaruhi penyebaran informasi melalui media tradisional.
Hal ini disebabkan karena media tradisional masih digunakan
luas di masyarakat karena biayanya relatif murah dan mudah
mengaksesnya. 
Jurnalistik Dakwah 41
Daftar Rujukan
Buick, Joanna dan Zaron Zevtic, Mengenal Cyberspace For
Beginners, Bandung : Mizan, 1997.
Ely, D.P., Information Technology in Education: The Best of
ERIC, New York: ERIC Clearinghouse on Information
Resources, 1982.
Grant, E August, Communication Technology Update, Fifth
Edition, Butterworth-Heinemann, 1996.
Koswara, E, Dinamika Informasi dalam Era Global, Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya, 1998.
Macmara, Jim, Strategi Jitu Menjinakkan Media, Jakarta : PT.
Mitra Media Publisher, 1999.
Muis, A., Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa, Jakarta : PT.
Dharu Anuttama, 1999.
Negroponte, Nicholas, Being Digital, Yogyakarta: Mizan, 1998.
Piliang, Amir Yasraf, Sebuah Dunia Yang Dilipat, Yogyakarta :
Mizan Pustaka, 1998.
William, Frederick, The New Communication, Third Edition,
California: Wadsworth Publishing Company, 1992.
Jurnalistik Dakwah 42
PENDEKATAN KOMUNIKASI DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
Oleh Kartini
Abstrak: Communicative approach (al-madhal al-ittishali)
in study of Arabic language that create to competition as
purpose study that direct to procedure of language skill, that
consist of attention (istima’), speaking (kalam), reading
(qiraah), and writing (kitabah). Communication approach (al-
madhal al-ittishal) to stimulate students to learning activity.
The used of communication approach activity, that is functional
of communication language that another to share information
and information process and social interaction activity that is
dialog, simulation, debating, and another discussion activity.
Kata kunci: Pendekatan Komunikatif (al-madhal al-ittishal),
Pembelajaran, Bahasa Arab.
A. Pendahuluan
Pendekatan komunikatif yang dalam bahasa Arab disebut
dengan al-madhal al-ittishali yaitu pendektan yang
mempokuskan pada kemampuan komunikasi aktif dan praktis.
Menurut pemerhati bahasa, pendekatan ini telah mengadakan
terobosan baru yang strategis dibidang pengajaran bahasa
kedua, dan dianggap sebagai pendekatan yang integral dan
memiliki cirri-ciri yang pasti. Hal ini karena ia merupakan
perpaduan strategi-strategi yang bertumpu pada suatu tujuan
Jurnalistik Dakwah 43
tertentu yang pasti, yaitu melatih menggunakan bahasa secara
spontanitas dan kreatif.
Sasaran pendekatan ini adalah memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menggunakan bahasa Arab pada
situasi yang alami dengan sikap spontanitas kreatif, disamping
penguasaan tata bahasa. Fokus pendekatan ini adalah
menyampaikan makna atau maksud yang tepat sesuai dengan
tuntunan dan fungsi komunikasi pada waktu tertentu.
B. Karakteristik Pendekatan Komunikatif
1. Sejarah Lahirnya Pendekatan Komunikatif
Pada tahun 1960-an tradisi pembelajaran bahasa di Inggris
mengalami perubahan cukup mendasar. Perubahan ini dipicu
oleh asumsi baru tentang hakikat pembelajaran bahasa yang
secara mendasar mengikuti asumsi-asumsi baru. Hal inilah yang
mendorong munculnya pembelajaran Bahasa Komunikatif
(Communikative Language Teaching).
Pada tahun-tahun sebelumnya, situasional Language
Teaching mendominasi percaturan pembelajaran bahasa Inggris.
Pada ‚Situasional Language Teaching‛ dalam hal ini tertentu
mirip dengan pendekatan komunikatif. Bahasa diajarkan dengan
cara melatih siswa tentang struktur dasar dalam berbagai
aktivitas yang didasarkan pada hal-hal yang bermakna.
Pendekatan pembelajaran bahasa tersebut tidak dapat bertahan
lama sebab ada bantahan-bantahan dari para pakar linguis di
Amerika. Dalam pendekatan audiolingual sebagai bagian dari
penerapan pendekatan Situasi Language Teaching. Selanjutnya,
Howatt (dalam Tolla,1996) mengatakakan pendekatan
Situasional Language Teaching merupakan suatu gagasan yang
Jurnalistik Dakwah 44
keliru karena memprediksi bahasa berdasarkan kejadian-
kejadian situasional atau situasional tertentu. Pendekatan
tersebut lebih seksama akan kembali pada konsep tradisional.
Hal yang sama diungkapkan oleh Noam Chomsky seorang
pakar linguistik Amerika Serikat dalam bukunya ‚Syntaktic
Struktures‛ yang diterbitkan 1957 menunjukkan bahwa teori
struktural terbukti tidak mampu menjelaskan karakteristik
bahasa yang fundamental kreativitas (Purwo, 1990). Di samping
itu, para pakar linguis terapan di Inggris menekankan pada
dimensi bahasa yang mendasar lainnya yang belum tergarap
secara memadai pada pendekatan pembelajaran bahasa yang
telah berlaku saat itu, yaitu dimensi fungsional dan komunikatif.
Menurut penilaian mereka, perlu ada pemberian perhatian yang
cukup memadai dalam pembelajaran bahasa dengan menekankan
pendekatan komunikatif daripada pendekatan struktural.
Para sarjana yang memprakarsai pandangan tersebut, yaitu
Christopher Candlin dan Henri Widdoson yang telah banyak
mengkaji karya-karya linguis Fungsional Inggris, seperti John
Firth, dan M.A.K. Halliday. Karya-karya yang bersifat
sosiolinguistik, seperti Dell Hymes, John Gumperz dan william
Labov dari Amerika. Karya-karya filsafat, seperti John Austin
dan John Searle dari Amerika dan London (Tolla, 1996).
Dalam pandangan fundamental dalam kaitannya dengan
hakikat pembelajaran bahasa merupakan embrio bagi
pendekatan lain dalam pembelajaran asing yang bersumber dari
perubahan realitas pembelajaran bahasa di Eropa dan
membentuk suatu dewan yang dinamakan ‚Dewan Eropa‛ yang
mendukung sepenuhnya terbentuknya Asosiasi Linguistik
Terapan Internasional (Internasional Assosiasi of Applied
Jurnalistik Dakwah 45
Linguistics). Assosiasi ini dianggap sangat penting untuk
mengembangkan dan menyebarluaskan metode-metode
pembelajaran bahasa.
Sebagai realisasi dari program-program perkumpulan
tersebut, tahun 1971 mulai dikembangkan pembelajaran bahasa
dalam suatu sistem kredit, yaitu sebuah sistem yang tugas-tugas
pembelajarannya dipecah-pecah ke dalam bagian atau unit-unit.
Setiap unit berhubungn dengan unit lainnya (Aleksander dalam
Azies, 1996 :2). Upaya tersebut mulai dipertajam oleh D.A.
Wilkins pada tahun 1972 dalam makalahnya berjudul
‚Grammatikal, Situasional an National Syllabus‛ yang
disampaikan dalam konfrensi Linguistik Terapan di
Copenhagen. Sejak itu kepopuleran pembelajaran bahasa secara
komunikatif menyebar ke seluruh penjuru dunia dan mampu
menggoyangkan konsep pembelajaran bahasa yang
dikembangkan oleh kaum struktural. Dalam konferensi tersebut,
Wilkins mendemonstrasikan sistem makna yang mendasari
penggunaan bahasa secara komunikatif. Wilkins menguraikan
dua jenis makna yaitu kategori nasional meliputi konsep-konsep
seperti waktu, urutan, kuantitas, lokasi, frekuensi dan kategori
fungsi komunikatif seperti penolakan, penawaran, keluhan dan
sebagainya. Wilkins kemudian merevisi dan melengkapi
makalahnya sehingga tersusun sebuah buku berjudul National
Syllabuses (1976) dan memiliki pengaruh besar terhadap
pembelajaran bahasa komunikatif (PBK).
Sekalipun pada mulanya gerakan ini tumbuh di Inggris,
tetapi pada umumnny pengaruhnya meluas sampai ke Amerika
pada pertengahan 1970-an. Para pendukungnya baik di Inggris
Jurnalistik Dakwah 46
maupun di Amerika sama-sama melihat sebagai suatu
pendekatan bukan metode.
2. Pengertian dan Hakikat Pendekatan Komunikatif
Istilah pendekatan komunikatif yang pertama kali muncul
di Inggris dengan nama Communicative Approach. Tujuan
pendekatan ini adalah (a) menciptakan kompetensi sebagai
tujuan pembelajaran bahasa dan (b) mengembangkan prosedur
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis (Tolla, 1996: 95). Selanjutnya, Littlewood (dalam
Azies,1996: 4) menjelaskan bahwa salah satu ciri khas utama
penmbelajaran bahasa komunikatif adalah pemberian perhatian
sistematis terhadap aspek-aspek fungsional dan struktural
bahasa. Berdasarkan ciri tersebut, maka ia menetapkan dua
dimensi yang perlu diperhatikan dalam menyusun program
pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif di
antaranya adalah :
a) Dimensi yang berkaitan dengan perumusan tujuan
keterampilan yang diperlukan pembelajar bahasa yang
tidak hanya terbatas pada pemakaian struktur bahasa,
tetapi juga penguasaan keterampilan yang lain, yaitu
keterampilan bagaimana menghubungkan struktur-
struktur tersebut dan fungsi-fungsi komunikasi sesuai
dengan situasi peristiwa bahasa.
b) Dimensi yang berkaitan dengan jenis-jenis kegiatan
belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan pertama.
Asumsinya adalah belajar berkomunikasi, tetapi yang
lebih penting ialah pembelajar mampu menggunakan
bahasa itu secara otomatis atau spontan.
Jurnalistik Dakwah 47
Berdasarkan kedua dimensi di atas dapat dipahami bahwa
kemahiran penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi yang
nyata sesungguhnya jauh lebih penting dimiliki oleh para siswa
dibandingkan dengan pengetahuan tentang kaidah-kaidah
bahasa (pendekatan struktural). Pendekatan komunikatif
memberikan tekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa atau
dari struktural ke fungsional.
Dalam hal ini, bahasa lebih tepat dipandang sebagai
sesuatu yang berkenaan dengan apa yang dapat dilakukan
(fungsi) atau berkenaan dengan makna apa yang dapat
diungkapkan (nosi) melalui bahasa dan bukan yang berkenaan
dengan butir-butir bahasa. Dengan demikian, penggunaan
bahasa untuk tujuan tertentu seperti: menyapa, meminta maaf,
menasihati, memuji atau mengungkapkan pesan tertentu dalam
kegiatan berkomunikasi (Pateda, 1991). Untuk lebih memahami
hakikat pendekatan komunikatif secara mendalam ada delapan
hal yang perlu dijelaskan yaitu:
(a) Teori Bahasa: Pendekatan komunikatif berdasarkan pada
teori bahasa yang menyatakan bahwa pada hakikatnya
bahasa itu merupakan suatu sistem untuk mengekspresikan
makna. Teori ini lebih memberi tekanan pada dimensi
semantik dan komunikatif dibandingkan pada ciri-ciri
gramatikal bahasa. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
bahasa yang berdasarkan pada pendekatan komunikatif
bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
(b) Teori Belajar; Kegiatan belajar dikembangkan dengan
mengarahkan pembelajar ke dalam komunikasi nyata.
Pembelajar dituntut pula untuk menggunakan bahasa yang
dipelajarinya. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan
Jurnalistik Dakwah 48
ini adalah pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Teori
ini beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif
apabila bahasa diajarkan secara informal melalui
komunikasi langsung di dalam bahasa yang sedang
dipelajari.
(c) Tujuan; yang ingin dicapai di dalam pembelajaran bahasa
yang berdasarkan pendekatan komunikatif merupakan
tujuan yang lebih mencerminkan kebutuhan siswa. Karena
kebutuhan siswa yang utama dalam belajar bahasa berkaitan
dengan kebutuhan komunikasi. Oleh karena itu, tujuan
umum pembelajaran bahasa adalah mengembangkan
kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompotensi dan
performansi komunikatif).
(d) Silabus; Silabus harus disusun searah dengan tujuan
pembelajaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan silabus
pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan
komunikatif yang harus diperhatikan ialah kebutuhan dan
materi-materi yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan
siswa.
(e) Tipe Kegiatan di dalam pembelajaran bahasa yang
menggunakan pendekatan komunikatif, pembelajar
diarahkan ke dalam situasi komunikasi nyata. Kegiatan
komunikasi tersebut dapat berupa kegiatan tukar informasi,
negoisasi makna, atau kegiatan berinteraksi.
(f) Peranan Guru; Dalam pembelajaran bahasa Arab, guru
dapat berperan sebagai fasilitator dalam proses komunikasi,
partisipan tugas dan teks, menganalisis kebutuhan,
konselor, dan manajer kegiatan belajar mengajar dalam
kelas.
Jurnalistik Dakwah 49
(g) Peranan Siswa; Dalam pembelajaran bahasa Arab
pembelajar berperan sebagi pemberi dan penerima, sebagai
negoisator dan interaktor dalam kegiatan pembeajaran
bahasa Arab dengan pendekatan komunikatif pembelajar.
Dengan demikian, para siswa tidak diharuskan menguasai
bentuk-bentuk dan makna-maknanya dalam kaitannya
dengan konteks pemakaiannya.
(h) Peranan materi; Dalam pembelajaran bahasa Araba materi
disusun dan disajikan dalam peranan sebagai pendukung
usaha peningkatan kemahiran berbahasa dalam tindak
komunikasi yang nyata. Materi ditempatkan sebagai bagian
yang memiliki andil besar dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan demikian, dalam pembelajaran
bahasa komunikatif materi berfungsi sebagai sarana yang
sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
(Sumardi, 1992).
Berdasarkan uraian di atas, maka pendekatan komunikatif
adalah pembelajaran bahasa yang berdasarkan pada tujuan
pembelajaran yang mementingkan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Siswa diarahkan untuk dapat menggunakan bahasa,
bukan mengetahui tentang bahasa dan bertujuan untuk
membentuk kompetensi komunikasi, bukan semata-mata
membentuk kompetensi kebahasaan, dengan memanfaatkan
seluruh sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar.
3. Ciri-ciri Pendekatan Komunikatif
Untuk menentukan ciri-ciri pendekatan komunikatif,
landasan pokok yang berkenaan hal tersebut, adalah hakikat
Jurnalistik Dakwah 50
teori bahasa, hakikat belajar bahasa, dan hakikat pembelajaran
bahasa.
a. Hakikat Teori Bahasa
Pendekatan komunikatif pertama-tama berdasarkan pada
teori bahasa sebagai komunikasi (language as communication).
Teori bahasa yang secara khusus merupakan pengembangan
pendekatan komunikatif. Teori ini bertentangan dari kebiasaan
penekanan struktur bahasa. Dalam teori bahasa tersebut bahasa
dilihat dari sistem gramatika sebagai sebuah sistem komunikasi
di tingkat teori bahasa, pendekatan komunikatif memiliki
landasan teoretis yang cukup kokoh (Pateda, 1991). Teori yang
melandasi pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: (a)
Bahasa adalah sistem untuk mengungkapkan makna. (b) Fungsi
utama bahasa adalah untuk interaksi dan komunikasi. (c)
Struktur bahasa mencerminkan kegunaan fungsional dan
komunikatifnya.
Teori lain yang juga melandasi pendekatan komunikatif
adalah tentang fungsi bahasa yang diketengahkan oleh Halliday
(dalam Pateda, 1991). Ketujuh fungsi bahasa tersebut sebagai
berikut: (a) Fungsi instrumental yaitu menggunakan bahasa
untuk memperoleh sesuatu. (b) Fungsi regulator yaitu
menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain. (c)
Fungsi interaksional yaitu menggunakan bahasa untuk
menciptakan interaksi dengan orang lain. (d) Fungsi personal
yaitu menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan
makna. (e) Fungsi teoristik yaitu menggunakan bahasa untuk
belajar dan menemukan makna. (f) Fungsi imajinatif yaitu
Jurnalistik Dakwah 51
menciptakan dunia imajinasi. (g) Fungsi representasional yaitu
menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi.
b. Hakikat Belajar Bahasa
Beberapa ahli ilmu bahasa terapan dalam pembelajaran
bahasa, antara lain Brumfit, Johnson, serta Littlewood (dalam
Syafi’ie, 1993) mengemukakan beberapa prinsip teori belajar
bahasa yang menjadi dasar pendekatan komunikatif sebagai
berikut:
1) Untuk mendorong kegiatan proses belajar bahasa
dibutuhkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
komunikasi yang sebenarnya. Berdasarkan prinsif ini,
tidak berarti bahwa pembelajaran bahasa selalu berupa
aktivitas berkomunikasi yang sebenarnya terjadi. Adapun
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang berupa latihan-
latihan pemakaian bahasa bukanlah tujuan pembelajaran
melainkan media untuk mencapai tujuan yakni
kemampuan berkomunikasi oleh karena latihan-latihan
menuju pendekatan komunikatif penggunaan bahasa
bukan pengetahuan kebahasaan.
2) Penciptaan kegiatan-kegiatan yang bermakna pada siswa
dengan penggunaan bahasa akan mendorong proses belajar
bahasa. Dari prinsif ini pembelajaran bahasa dengan
pendekatan komunikatif sangat mengutamakan berbagai
tugas yang bermakna bagi siswa.
3) Bahasa yang bermakna bagi siswa akan mendorong proses
belajar siswa. Berdasarkan prinsif ini, materi pembelajaran
bahasa melalui pendekatan komunikatif adalah bahasa
dalam pemakaian.
Jurnalistik Dakwah 52
Selanjutnya, Angela Scarino (dalam Azies, 1996: 28-32)
mengemukakan delapan prinsip belajar bahasa yang bercorak
komunikatif sebagai berikut : (a) Pembelajar akan belajar bahasa
dengan baik bila diperlakukan sebagai individu yang memiliki
kebutuhan dan minat. (b) Pembelajar akan belajar bahasa
dengan baik bila ia diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam menggunakan bahasa sasaran secara komunikatif dalam
berbagai aktivitas. (c) Pembelajar akan belajar bahasa dengan
baik jika ia dipajankan (exposed) ke dalam situasi komunikasi
yang dapat dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan
minatnya. (d) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik, bila
ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk,
keterampilan dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan
bahasa. (e) Pembelajar akan belajar dengan baik bila ia
memperoleh gambaran tentang data sosiokultural dan
pengalaman budaya yang merupakan bagian dari bahasa sasaran.
(f) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia
menyadari peran serta hakikat bahasa dan budaya. (g)
Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi umpan
balik yang tepat yang menyangkut kemajuan mereka.
c. Hakikat Pembelajaran Bahasa
Dalam pembelajaran bahasa, pembelajaran adalah untuk
mengembangkan kompetensi komunikatif para pembelajar yang
mencakup kemampuan menafsirkan bentuk-bentuk linguistik
baik yang dinyatakan eksplisit maupun implisit.
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa
sering diasosiasikan dengan silabus, tidak didasarkan pada
tingkat kesukaran dan kerumitan butir struktur, tetapi
Jurnalistik Dakwah 53
didasarkan pada kebutuhan pembelajar. Dengan demikian,
analisis kebutuhan merupakan hal yang mutlak perlu
dilaksanakan sebelum pembelajaran bahasa pendekatan
komunikatif.
Pendekatan komunikatif sebenarnya adalah pendekatan
pada desain silabus bukan pendekatan pada metode
pembelajaran bahasa. Dalam pendekatan tersebut materi disusun
dengan memperhatikan fungsi-fungsi bahasa atau pemakaian
bahasa. Materi yang baik untuk pendekatan pembelajaran yang
memperhatikan fungsi bahasa karena didasarkan pada
kebutuhan-kebutuhan komunikasi pembelajar dan tidak
didasarkan pada sistematika butir-butir bahasa.
Materi yang terdapat dalam pembelajaran bahasa adalah
materi yang berupa teks, materi yang berorientasi pada tugas,
dan materi yang berupa benda yang sebenarnya. Mengacu pada
ketiga bentuk materi tersebut, maka ada beberapa prinsip yang
perlu diketahui di antaranya: (a) Materi harus menunjang
tujuan-tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. (b) Materi
yang disusun mengacu pada keperluan dan autentik. (c) Materi
harus dapat menstimulasi terjadinya interaksi antara guru
dengan siswa dan interaksi antara siswa. (d) Materi yang
disajikan harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk
dapat memperhatikan bentuk-bentuk bahasa. (e) Materi harus
dapat memberikan dorongan pembelajar untuk mengembangkan
keterampilan belajar. (f) Materi harus dapat menciptakan
pembelajar menerapkan keterampilan berbahasa (Syafi’ie,
1997).
Berdasarkan uraian pada landasan pendekatan komunikatif
di atas, maka ciri-ciri pendekatan komunikatif dapat dinyatakan
Jurnalistik Dakwah 54
sebagai berikut: (a) Pendekatan komunikatif dapat menunjukkan
aktivitas yang realistis untuk mendorong pembelajar untuk
belajar. (b) Melalui aktivitas-aktivitas bahasa bertujuan untuk
mengerjakan tugas-tugas yang mendorong pembelajar untuk
belajar. (c) Materi dan silabus dipersiapkan setelah melakukan
analisis mengenai kebutuhan (needs) pembelajar. (d) Penyajian
materi dan aktivitas dalam kelas berorientasi pada pembelajar.
(e) Cara berperan sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan
pembelajar, dan manajer kelompok. Untuk berkomunikasi baik
lisan maupun tulis yang wajar. (f) Peranan materi dapat
menunjang komunikasi pembelajar secara aktif (Subiyakto,
1993: 70-73).
Prosedur Pembelajaran Bahasa dalam Pendekatan
Komunikatif. Secara umum, tujuan pembelajaran bahasa
berdasarkan pendekatan komunikatif adalah mempersiapkan
pembelajar untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan
cara mengikhtiarkan pembelajar untuk mampu memahami dan
menggunakan bahasa secara alamiah. Pengelolaan kelas bahasa
yang mencerminkan penggunaan bahasa yang alamiah, yakni
penggunaan bahasa yang nyata sesuai dengan penggunaan
bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Berkenaan dengan prosedur pembelajaran bahasa
berdasarkan pendekatan komunikatif ini, Finochiaro dan
Brumfit menawarkan garis besar pembelajaran pada tingkat
sekolah menengah pertama. Garis besar kegiatan pembelajaran
yang ditawarkan kedua tokoh tersebut dapat disimpukan sebagai
berikut: (a) Penyajian dialog singkat, yaitu penyajian dialog
singkat ini sebaiknya didahului dengan pemberian motivasi
dengan cara menghubungkan situasi dialog tersebut dengan
Jurnalistik Dakwah 55
pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. (b)
Pelatihan lisan dialog yang disajikan, yaitu pelatihan lisan
dialog ini biasanya diawali dengan contoh yang dilakukan oleh
guru.
Para siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara
bersama-sama dilakukan oleh seluruh siswa, setengahnya,
sekelompok kecil, maupun individual. (c) Tanya jawab, yaitu
tanya jawab ini dapat dilakukan pada dua fase. Pertama, tanya
jawab yang berdasarkan topik dan situasi dialog. Kedua, tanya
jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman-
pengalaman pribadi siswa. (d) Pengkajian, yaitu para siswa
diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam
dialog. Lalu para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh
ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama. (e) Penarikan
kesimpulan, yaitu para siswa diarahkan untuk membuat
kesimpulan tentang kaidah bahasa yang terkandung dalam
dialog. (f) Aktivitas Interpretatif, yaitu pada langkah ini, para
siswa diarahkan untuk menafsirkan (menginterpretasikan)
beberapa dialog yang dilisankan. (g) Aktivitas Produksi lisan,
yaitu Aktivitas produksi lisan (berbicara) dimulai dari aktivitas
komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas yang bebas. (h)
Pemberian Tugas, yaitu memberikan tugas tertulis sebagai
pekerjaan rumah. Dan (1) Evaluasi, yaitu evaluasi pembelajaran
dilakukan secara lisan (Tarigan, 1988: 280).
Harmer (dalam Pateda, 1991) mengemukakan pula bahwa
tahap-tahap pembelajaran bahasa komunikatif harus dimulai
dari aktivitas nonkomunikatif, menuju aktivitas komunikatif.
Dalam fase kegiatan untuk berkomunikasi dan tujuan
berkomunikasi. Selanjutnya, Littlewood mengatakan (dalam
Jurnalistik Dakwah 56
Saadie, 1998) bahwa penggunaan pendekatan komunikatif
dalam pembelajaran bahasa ada dua kegiatan yang harus
diketahui, yaitu kegiatan komunikasi fungsional dan kegiatan
interaksi sosial. Kegiatan komunikasi fungsional meliputi antara
lain kegiatan saling membagi informasi dan mengolah
informasi. Kegiatan interaksi sosial meliputi dialog, simulasi,
memerankan lakon pendek yang lucu, improvisasi, berdebat dan
melaksanakan berbagai bentuk diskusi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat memberikan suatu
indikasi bahwa dalam pembelajaran bahasa yang menggunakan
pendekatan komunikatif guru bahasa dapat menggunakan
alternatif prosedur yang memungkinkan terciptanya
pembelajaran yang dinamis.
Kesimpulan
Berdasarkan dengan uraian di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar
berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Arab
dalam pendekatan komunikatif diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun
tulisan.
2) Tujuan pendekatan komunikatif yaitu, membentuk
kompetensi sebagai tujuan penmbelajaran bahasa dan
mengembangkan prosedur keterampilan berbahasa.
3) Ciri khas pembelajaran bahasa Arab dalam pendekatan
komunikatif adalah pemberian perhatian sistematis
terhadap aspek fungsional dan struktur bahasa.
Jurnalistik Dakwah 57
4) Kemahiran menggunakan bahasa dalam situasi komunikasi
yang nyata sesungguhnya lebih penting dimiliki para siswa
disbanding dengan pengetahuan tentang kaidah-kaidah
bahasa.
5) Hakikat pendekatan komunikasi meliputi teori bahasa, teori
belajar, tujuan, silabus, tipe kegiatan, peranan guru, peranan
siswa, dan peranan materi.
6) Ciri-ciri pendekatan komunikatif di antaranya adalah : (a)
pendekatan komunikatif menunjukkan aktivitas yang
realistis untuk menstimulasi pembelajar untuk belajar, (b)
materi dari silabus dipersiapkan setelah dilakukan analisis
kebutuhan pembelajar, (c) penyajian materi dan aktivitas
dalam kelas berorientasi kepada pembelajar, (d) guru
berperan sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan
pembelajar dan menejer kelompok untuk berkomunikasi
baik secara lisan maupun tulisan. 
Daftar Rujukan
Azies, Furqanul dan A. Chaedar Alwasilah. 1996. Pengajaran
Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Pateda, Mansur. 1991. Linguistik Terapan. Flores: Nusa Indah.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran
Bahasa. Yogyakarta: Kanisius
Jurnalistik Dakwah 58
Saadie, Ma’mur. 1998. Pendekatan Komunikatif dalam
Penggunaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Proyek Penataran
Guru SLTP Setara D3 Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Depdikbud.
Subiyakto, Sri Utari N. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa.
Jakarta: Gramedia.
Sumardi, Muljanto. 1992. Berbagai Pendekatan dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Syafi’ie, Imam. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia 1;
Petunjuk Guru Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah
Umum Kelas 1. Jakarta: PT General Bhakti Pertama.
Syafi’ie, Imam. 1997. Pendekatan Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, H.G. 1988. Metode Pengajaran Bahasa. Bandung:
Angkasa.
Tolla, Ahmad. 1996. Kajian Pendekatan Komunikatif dalam
Pengajaran Bahasa Indonesia di SMU di Kotamadya
Ujung Pandang. Tesis. Malang: IKIP Malang.
Zainuddin, Radliyah. 2005. Metodologi dan Strategi Alternaif
Pembelajaran Bahasa Arab. Cirebon: STAIN Cirebon Pres.
Jurnalistik Dakwah 59
EKSISTENSI SURAT KABAR SEBAGAI
MEDIA DAKWAH
Oleh Efendi P.
Abstrak; The press is one of the media propaganda is very
effective in the delivery of religious messages to the public. In
the modern world human needs of the press described as the air,
where every time people will definitely need it. The press as
propaganda media have functions and goals include: educate,
inform, entertain, influence, and as social control. Thus, the
presence of newspapers as a medium of propaganda is very
strategic.
Kata kunci : dakwah, media, pengaruh
A. Pendahuluan
Dalam dunia modern kehidupan masyarakat tidak lagi
dapat dipisahkan dari jurnalistik dan pers. Secara ekstrem para
ahli jurnalistik menyamakan pers dengan udara yang dibutuhkan
manusia untuk hidup. Manusia modern tidak lagi dapat hidup
tanpa mendapatkan suguhan pers, yang memenuhi kebutuhan
masyarakat akan informasi (H. Assegaff, 1991: 9).
Keberhasilan dakwah tidak semata terletak pada format
dan isi, tetapi sangat tergantung pula pada metode dan media,
pengaruh media informasi sungguh makin nyata. Sementara di
kalangan umat Islam umumnya kita juga mulai menyaksikan
adanya semacam pergeseran proporsionalitas struktur
penggunaan media dakwah, yakni da’wah bil qalam (media
Jurnalistik Dakwah 60
cetak) mendapat posisi besar di samping dakwah billisan
(Hamka dan Rafiq, 1989:122).
Secara umum fungsi media komunikasi massa tersebut
adalah:
a. memberikan informasi
b. mendidik
c. menghibur dan
d. mempengaruhi (Effendy, 1986: 116).
Surat kabar sebagai salah satu media dakwah, baik surat
kabar harian maupun mingguan, keduanya telah memiliki fungsi
tersebut di atas. Persoalannya adalah apakah muballigh sudah
siap untuk menggunakan dan memanfaatkan surat kabar sebagai
media saluran dakwah? Ini adalah sebuah tantangan bagi para
muballigh dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada
masyarakat khususnya melalui media cetak (surat kabar).
Ciri masyarakat informasi ditandai dengan makin lebar
dan intensidnya kegiatan komunikasi, baik yang bersifat
interakatif maupun media massa. Teknologi informasi
merupakan ciri dominan kehidupan masyarakat dalam mencari,
memproses, dan menyajikan informasi (Firdaus, 2003: 12).
Dengan demikian tampak ada kesamaan antara fungsi
surat kabar (pers) dan fungsi dakwah. Hasanuddin mengatakan
bahwa persamaan antara dakwah dan publisistik yaitu sama-
sama menyampaikan isi pernyataan, objeknya sama-sama
manusia, sama-sama bertujuan agar manusia lain jadi
sependapat, selangkah dan serasi dengan orang yang
menyampaikan isi pernyataan (Ardhana, 199: 45).
Jurnalistik Dakwah 61
Surat kabar sebagai media informasi dan media dakwah
sangat besar pengaruhnya dalam penyiaran Islam kepada
masyarakat. Surat kabar sebagai media massa memuat dan
menyajikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat selalu konsumen. Makalah ini akan membahas
pengaruh dakwah melalui surat kabar.
B. Dakwah Melalui Surat Kabar
Dakwah adalah kewajiban yang harus ditegakkan oleh
umat Islam, kapan dan di manapun mereka berada. Dakwah
dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk, misalnya melalui
perbuatan (akhlak), tutur kata (lisan), dan melalui tulisan (surat
kabar). Untuk membahas dakwah melalui tulisan, maka di
bawah ini akan dikemukakan pengertian, beberapa media
dakwah dan pengaruhnya melalui surat kabar.
a. Pengertian media dakwah
Kata ‚media‛ berasal dari bahasa latin, yaitu
‚median‛ yang artinya alat perantara. Sedangkan kata media
merupakan jamak darikata median tersebut (Syukir, 1983:163).
Dari pengertian ini dipahami, bahwa yang dimaksud dengan
media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut H. Hamzah Ya’qub (1981: 47), bahwa media
dakwah adalah ‚alat obyektif yang menjadi saluran
menghubungkan ide dengan ummat, suatu elemen yang vital dan
merupakan urat nadi dalam totaliteit dakwah‛.
Asmuni Syukir (1983:163) menjelaskan bahwa media
dakwah adalah alat yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat
Jurnalistik Dakwah 62
berupa barang (material), manusia, tempat, kondisi tertentu dan
sebagainya.
Abd. Kadir Munsyi (1981: 41), menjelaskan bahwa media
dakwah adalah alat yang menjadi saluran penghubung ide
dengan umat, suatu elemen yang vital yang merupakan urat
nadi dalam totalitiet dakwah. Dari penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa media dakwah adalah segala sesuatu yang
dipergunakan dalam rangka pelaksanaan dakwah demi
tercapainya tujuan dari pada dakwah.
b. Beberapa media Dakwah
Mengingat banyak media yang dapat digunakan oleh para
da’i dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada
masyarakat, maka berikut akan dikemukakan beberapa pendapat
para ahli tentang media dakwah. H. Hamzah Ya’qub (1981: 47-
48) membagi media dakwah dalam lima (5) bahagian, yaitu:
1) Lisan, seperti khutbah, pidato, ceramah, kuliah diskusi,
seminar, musyawarah, nasehat, pidato radio, ramah tamah,
anjang sana, obrolan secara bebas dan lain sebagainya
yang menggunakan lidah dan suara.
2) Tulisan, misalnya menyampaikan dakwah lewat buku-
buku,
3) majalah, surat kabar, buletin, spanduk, dan lain-lainnya.
4) Lukisan, seperti gambar-gambar, foto, film cerita dan lain-
lain lukisan yang mengandung nilai-nilai dakwah.
5) Audio visual, yaitu yang dapat didengar dan dilihat.
Misalnya televisi dan lain-lain.
Jurnalistik Dakwah 63
6) Akhlak (uswatun hasanah), yakni menunjukkan perbuatan
nyata seperti mensiarhi orang sakit, membangun masjid,
sekolah, poliklinik dan lain-lain.
Menurut Abd. Kadir Munsyi, bahwa ada enam (6) macam
media dakwah yaitu:
a) Lisan
b) Tulisan
c) Lukisan atau gambar
d) Audio visual
e) Perbuatan
f) Organisasi (Munsyi, 1981: ix-x).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa,
media dakwah adalah alat yang digunakan sebagai perantara
dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. Meskipun hanya
sebagai alat perantara tetapi sangat berperan dalam pelaksanaan
dakwah. Hal tersebut menunjukkan bahwa media dakwah
sangat dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan aktivitas
dakwah di masyarakat. Dengan demikian media dakwah yang
meliputi segala sesuatu yang digunakan dalam hubungannya
dengan pelaksanaan dakwah, sekalipun hanya alat penunjang,
akan tetapi sangat besar pengaruhnya dalam pencapaian
tujuan yang ingin dicapai oleh dakwah.
Sekalipun media dakwah itu sangat banyak, tetapi tidak
ada media yang sempurna, masing-masing memiliki kelebihan
dan kekurangan, kekurangan yang ada pada media yang satu
akan disempurnakan oleh media lainnya. Makin banyak
menguasai penggunaan media dalam pelaksanaan dakwah, maka
Jurnalistik Dakwah 64
semakin mengantar kepada keberhasilan dan kesuksesan dalam
pelaksanaan dakwah. Oleh karena itu, dalam memilih media
dakwah sebaiknya selalu dikondisikan dengan objek dakwah,
sebab tidak semua media dakwah bisa digunakan dalam semua
kondisi dan situasi.
Media dakwah merupakan salah satu unsur dakwah yang
dapat menunjang suksesnya dakwah. Sebab itu, materi dakwah
yang akan disampaikan harus disesuaikan degan media yang
akan digunakan. Dengan demikian, dakwah yang disalurkan
lewat media lebih mudah mempengaruhi mad’u. Di sinilah
pentingnya media bagi juru dakwah dalam menyampaikan
materi dakwah terhadap mad’u.
Pesan yang akan disampaikan oleh komunikator melalui
media cetak (suarat kabar) sedapat mungkin dirumuskan sebagai
berikut:
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa,
sehingga dapat menarik perhatian komunikan.
2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju
kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan
komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi
komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk
memperoleh kebutuhan tersebut.
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh
kebutuhan yang layak bagi situasi komunikan (Effendy,
1986:39).
Jurnalistik Dakwah 65
C. Pengaruh Dakwah Melalui Surat Kabar
Akhir abad XX dewasa ini adalah masa terjadinya banjir
media massa dan menjurus kepada terjadinya kekerasan media
massa yang sukar diabaikan oleh pembentuk-pembentuk watak
manusia. Media massa seperti surat kabar, televisi, radio, film,
teater, majalah dan sebagainya. Oleh para da`i harus
dimanfaatkan seefektif mungkin, sebab bila tidak, media
tersebut akan cenderung berupa alat sekularistis yang akan
mendangkalkan penghayatan keagamaan umat Islam.
Surat kabar sebagai salah satu media dakwah sangat besar
peranannya dalam mentransformasikan nilai-nilai ajaran agama
kepada masyarakat. Peranan surat kabar antara lain dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1) Empat buah koran yang memusuhi lebih berbahaya
daripada seribu bayonet.
2) Dalam melaksanakan perjuangan meletakkan dasarnya
cita-cita atau penyebaran cita-cita maka koran merupakan
benteng pertahanan
3) Untuk mengetahui amanat penderitaan rakyat yang
sebenarnya dapat dicerminkan dalam koran
4) Apabila koran dibiarkan secara merdeka, saya tidak akan
bisa memerintah lebih dari 30 bulan (Napolion)
5) Koran dapat disamakan dengan mata, telinga, dan
lidahnya rakyat
6) Adapun yang tidak benar yang disiarkan oleh koran bisa
mengakibatkan benar dan rakyat akan mempercayainya
7) Koran langsung bisa menjadi pembunuh bila ia terlalu
dibebaskan berbicara
Jurnalistik Dakwah 66
8) Bila digunakan sebenarnya koran dapat menguasai dan
memerintah dunia Suatu negara bisa menjadi baik atau
buruk tergantung dari peranan korannya.
9) Bicara hanya menghasilkan sejumlah kecil manusia yang
terpengaruh, tetapi dengan koran jutaan manusia bisa
terpengaruh (H.M. Iskandar, 2008:58).
Fungsi dakwah adalah membentuk opini, merubah sikap
dan untuk mengarahkan tingkah perseorangan dan masyarakat.
Dakwah sebagai agen pembaharuan, perbaikan dan perubahan,
mempunyai sarana yang sama dengan pendidikan, yaitu
keluarga, pendidikan formal, lingkungan masyarakat dan media
massa (Habib, 1982:138). Sebagai agen perubahan, maka
sesungguhnya keluarga selain menempati tempat yang paling
penting, juga sebagai pendahuluan dan tahap awal pendidikan
manusia. Oleh karena itu, melalui fungsi keluarga dakwah
sangat penting artinya dalam pembentukan watak dan pribadi
muslim, sebagai benih terbentuknya masyarakat yang
dikendalikan oleh pola dakwah (Habib, 1982: 138).
Surat kabar sebagai media dan sarana dakwah diperlukan
oleh manusia yang akan berkembang terus-menerus sejalan
dengan laju dan perkembangan manusia. Apabila dikaitkan
dengan media dan sarana dakwah dalam al-Qur’an, maka akan
ditemukan sebagai contoh media dakwah, misalnya pentingnya
baca tulis sebagai media dakwah. Informasi tentang perintah
baca tulis dapat dilihat dalam al-Qur’an surah al-‘alaq: 1-5;
Terjemahnya:
Jurnalistik Dakwah 67
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (Departemen Agama RI., 1989:1079).
Media tulis, termasuk di dalamnya surat kabar sangat
membantu dalam pelaksanaan dakwah terutama yang ditujukan
kepada masyarakat dan kelompok-kelompok yang
berpendidikan. Di sini juru dakwah mesti proaktif mengambil
bagian dan betul-betul memanfaatkan media massa tersebut.
Berkaitan dengan itu, diperlukan teknik penyajian yang
menarik, seperti penggunaan bahasa, materi yang menarik dan
sebagainya. Karena itu pemanfaatan media secara efektif
memerlukan ketrampilan dan keahlian bagi pengguna media itu.
Di sini perlunya lembaga dakwah dan pendidikan membentuk
kader-kader da`i berupa:
1. Menyiapkan para pengarang, penerjemah dan penulis yang
memenuhi syarat untuk memenuhi pasaran bacaan ilmiah
sastra budaya yang di dalamnya ditemukan benih-benih
tauhid yang kuat dan kokoh.
2. Menyiapkan penyiaran dan perfilman, agar dunia film
suatu waktu akan dipengaruhi dengan cerita yang
menyebabkan orang asyik menontonnya dan barulah pada
akhirnya menarik nafas puas, karena film itu ternyata film
yang bernada agama.
Jurnalistik Dakwah 68
3. Menyiapkan seniman dalam segala macam jenisnya yang
mampu mengantarkan karya seninya untuk mendekatkan
diri kepada Allah, mengagumi keindahan dan menghargai
segala ciptaan Allah di alam raya ini.
Tenaga-tenaga seperti inilah yang diharapkan dapat
memanfaatkan media komunikasi massa sehingga dakwah dapat
berkembang dan turut mewarnai kehidupan umat manusia.
Sekarang media massa memasuki babak baru dengan istilah
abad informasi dan globalisasi. Media ini mempunyai efek yang
sangat luas, tidak terbatas pada suatu daerah, bahkan mungkin
sampai ke seluruh dunia. Karena itu materi dakwah melalui
media surat kabar akan dapat menjangkau sasaran yang luas.
Penutup
Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan
pokok-pokoknya sebagai berikut:
1. Surat kabar sebagai salah satu media massa, hanya
merupakan alat penunjang untuk mempercepat
sampainya informasi (pasan) yang disampaikan oleh
komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u).
2. Dakwah melalui surat kabar jaungkauannya lebih luas,
sehingga pengaruhnya juga lebih banyak. Adapun
hasilnya kembali kepada mad’unya, terima atau tidak,
mengamalkan atau tidak.
3. Keberadaan media cetak khususnya surat kabar menjadi
peluang emas bagi juru dakwah untuk mengambil bagian
di dalamnya dengan mengisi pesan-pesan agama bagi
masyarakat.
Jurnalistik Dakwah 69
DAFTAR RUJUKAN
Assegaff, Dja’far H. Jurnalistik Masa Kini. Cet. III; Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1991.
Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya:
Mahkota, 1989.
Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Cet.
II; Bandung: Alumni, 1986.
Eka Ardhana, Sutirman. Jurnalistik Dakwah. Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1995.
Firdaus, Haris. Generasi Muda Islam di Ambang Kehancuran.
Cet. II; Bandung: Mujahid, 2003.
Habib, M. Syafa’at. Buku Pedoman Da’wah. Cet. I; Jakarta:
Widjaya, 1982.
Hamka, Rusjdi dan Rafiq, Islam dan Era Informasi. Cet. I;
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989.
Iskandar, H.M. Ilmu Dakwah. Cet. I; Palopo: Lembaga
Penerbitan Kampus (LPK) STAIN, 2008.
Munsyi, Abdul Kadir. Metode Diskusi dalam Dakwah.
Surabaya: al-Ikhlas, 1981.
Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya:
al-Ikhlas, 1983.
Ya`qub, H. Hamzah. Publisistik Islam Teknik Da’wah dan
Leadership. Cet. II; Bandung: Diponegoro, 1981.
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah
Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah

More Related Content

What's hot

17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madanileojw
 
Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
Masyarakat Madani dan Kesejahteraan UmatMasyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
Masyarakat Madani dan Kesejahteraan UmatRizki Amalia
 
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnikHubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnikAsraf Rahmat
 
Filsafat pancasila, telaah arkeologis
Filsafat pancasila, telaah arkeologisFilsafat pancasila, telaah arkeologis
Filsafat pancasila, telaah arkeologisRafdhika Ramadhani
 
Bab 7 islam dan hubungan etnik
Bab 7 islam  dan hubungan etnikBab 7 islam  dan hubungan etnik
Bab 7 islam dan hubungan etnikkim rae KI
 
Hubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan Etnik
Hubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan EtnikHubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan Etnik
Hubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan EtnikMahyuddin Khalid
 
Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...
Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...
Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...fahmi firdaus
 
BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...
BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...
BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...primagraphology consulting
 
Hubungan etnik islam & hubungan etnik
Hubungan etnik   islam & hubungan etnikHubungan etnik   islam & hubungan etnik
Hubungan etnik islam & hubungan etnikMahyuddin Khalid
 
Syarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'iSyarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'iSyarifudin Amq
 
Makalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragamaMakalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragamaIrsal Shabirin
 
Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)Jejaka Indah
 
Peran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madani
Peran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madaniPeran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madani
Peran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madaniKartika Dwi Rachmawati
 
Presentasi Agama
Presentasi AgamaPresentasi Agama
Presentasi AgamaIndra West
 
Bab 7 islam hadari dan hubungan etnik
Bab 7 islam hadari dan hubungan etnikBab 7 islam hadari dan hubungan etnik
Bab 7 islam hadari dan hubungan etnikNur Az
 
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukPluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukIndraGunawan335
 

What's hot (18)

17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
17. kerukunan antarumat beragama masyarakat madani
 
Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
Masyarakat Madani dan Kesejahteraan UmatMasyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
Masyarakat Madani dan Kesejahteraan Umat
 
Islam dan hubungan etnik
Islam dan hubungan etnikIslam dan hubungan etnik
Islam dan hubungan etnik
 
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnikHubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
 
Filsafat pancasila, telaah arkeologis
Filsafat pancasila, telaah arkeologisFilsafat pancasila, telaah arkeologis
Filsafat pancasila, telaah arkeologis
 
Bab 7 islam dan hubungan etnik
Bab 7 islam  dan hubungan etnikBab 7 islam  dan hubungan etnik
Bab 7 islam dan hubungan etnik
 
Hubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan Etnik
Hubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan EtnikHubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan Etnik
Hubungan Etnik 2011 - Islam & Hubungan Etnik
 
Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...
Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...
Tugas_Pendidikan_Pancasila_Semangat_Nasionalis_Kaum_Intelek_Pancasilais_Fahmi...
 
BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...
BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...
BLACK WAHABI & ILLUMINATI : MENGUNGKAP KETERLIBATAN DAN KEMESRAAN NEGARA ARAB...
 
Hubungan etnik islam & hubungan etnik
Hubungan etnik   islam & hubungan etnikHubungan etnik   islam & hubungan etnik
Hubungan etnik islam & hubungan etnik
 
Syarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'iSyarifudin, juknis pembinaan da'i
Syarifudin, juknis pembinaan da'i
 
Makalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragamaMakalah kerukunan antar umat beragama
Makalah kerukunan antar umat beragama
 
Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)Bab 18-dialog-peradaban (1)
Bab 18-dialog-peradaban (1)
 
Paper pkn ina dewi
Paper pkn ina dewiPaper pkn ina dewi
Paper pkn ina dewi
 
Peran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madani
Peran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madaniPeran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madani
Peran umat islam_dalam_mewujudkan_masyarakat_madani
 
Presentasi Agama
Presentasi AgamaPresentasi Agama
Presentasi Agama
 
Bab 7 islam hadari dan hubungan etnik
Bab 7 islam hadari dan hubungan etnikBab 7 islam hadari dan hubungan etnik
Bab 7 islam hadari dan hubungan etnik
 
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukPluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
 

Similar to Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah

Makalah Multikuturalisme
Makalah MultikuturalismeMakalah Multikuturalisme
Makalah MultikuturalismeJuwita Yulianto
 
Dakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptx
Dakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptxDakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptx
Dakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptxIAIN Metro
 
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranpendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranAndy Wilson
 
Pengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikulturalPengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikulturalSalma Van Licht
 
METODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptx
METODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptxMETODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptx
METODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptxArdianAlaziz
 
keragaman dan kesetaraan.pptx
keragaman dan kesetaraan.pptxkeragaman dan kesetaraan.pptx
keragaman dan kesetaraan.pptxArdianAlaziz
 
Review Artikel Imaji Kebebasan Pluralitas
Review Artikel Imaji Kebebasan PluralitasReview Artikel Imaji Kebebasan Pluralitas
Review Artikel Imaji Kebebasan PluralitasNatalia Gultom
 
keanekaragaman Budaya
keanekaragaman Budayakeanekaragaman Budaya
keanekaragaman BudayaDini Saputri
 
Tugas agama kelompok 7
Tugas agama kelompok 7Tugas agama kelompok 7
Tugas agama kelompok 7Dia Cahyawati
 

Similar to Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah (20)

Makalah Multikuturalisme
Makalah MultikuturalismeMakalah Multikuturalisme
Makalah Multikuturalisme
 
Dakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptx
Dakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptxDakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptx
Dakwah pada Masyarakat Multikultural (.pptx
 
masyarakat madani
masyarakat madanimasyarakat madani
masyarakat madani
 
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranpendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
 
Makalah multikultural
Makalah multikulturalMakalah multikultural
Makalah multikultural
 
Pengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikulturalPengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikultural
 
METODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptx
METODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptxMETODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptx
METODE ILMIAH DALAM MEMECAHKAN MASALAH.pptx
 
keragaman dan kesetaraan.pptx
keragaman dan kesetaraan.pptxkeragaman dan kesetaraan.pptx
keragaman dan kesetaraan.pptx
 
Unit 1
Unit 1Unit 1
Unit 1
 
4-Masyarakat-.pptx
4-Masyarakat-.pptx4-Masyarakat-.pptx
4-Masyarakat-.pptx
 
4-Madani(1).pptx
4-Madani(1).pptx4-Madani(1).pptx
4-Madani(1).pptx
 
4-Masyarakat-Madani(1).pptx
4-Masyarakat-Madani(1).pptx4-Masyarakat-Madani(1).pptx
4-Masyarakat-Madani(1).pptx
 
Makalah multikultural
Makalah multikulturalMakalah multikultural
Makalah multikultural
 
Manusia dan Peradaban
Manusia dan PeradabanManusia dan Peradaban
Manusia dan Peradaban
 
Review Artikel Imaji Kebebasan Pluralitas
Review Artikel Imaji Kebebasan PluralitasReview Artikel Imaji Kebebasan Pluralitas
Review Artikel Imaji Kebebasan Pluralitas
 
Bab 6 (2)
Bab 6 (2)Bab 6 (2)
Bab 6 (2)
 
keanekaragaman Budaya
keanekaragaman Budayakeanekaragaman Budaya
keanekaragaman Budaya
 
MULTIKULTURALISME
MULTIKULTURALISMEMULTIKULTURALISME
MULTIKULTURALISME
 
Budaya konteks multikultural
Budaya konteks multikulturalBudaya konteks multikultural
Budaya konteks multikultural
 
Tugas agama kelompok 7
Tugas agama kelompok 7Tugas agama kelompok 7
Tugas agama kelompok 7
 

More from Syarifudin Amq

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015Syarifudin Amq
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin Amq
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin Amq
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin Amq
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin Amq
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin Amq
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin Amq
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin Amq
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin Amq
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin Amq
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin Amq
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin Amq
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin Amq
 

More from Syarifudin Amq (20)

Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015Syarifudin, Kurikulum Puasa  2015
Syarifudin, Kurikulum Puasa 2015
 
Syarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasiSyarifudin, teknologi komunikasi
Syarifudin, teknologi komunikasi
 
Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.Syarifudin, sejarah rasul.
Syarifudin, sejarah rasul.
 
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusiaSyarifudin, rumah pertobatan manusia
Syarifudin, rumah pertobatan manusia
 
Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013Syarifudin, qasidah 2013
Syarifudin, qasidah 2013
 
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijaliSyarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
Syarifudin, proposal pergerakan dakwah imam rijali
 
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalisSyarifudin, profesionalisne jurnalis
Syarifudin, profesionalisne jurnalis
 
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di malukuSyarifudin, problematika dakwah di maluku
Syarifudin, problematika dakwah di maluku
 
Syarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain coverSyarifudin, praktek desain cover
Syarifudin, praktek desain cover
 
Syarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwahSyarifudin, praktek dakwah
Syarifudin, praktek dakwah
 
Syarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan mediaSyarifudin, perencanaan media
Syarifudin, perencanaan media
 
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
Syarifudin, peradaban islam maluku 2014
 
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014Syarifudin, pemberdayaan  wakaf produktif, 3 mei 2014
Syarifudin, pemberdayaan wakaf produktif, 3 mei 2014
 
Syarifudin,zakat
Syarifudin,zakatSyarifudin,zakat
Syarifudin,zakat
 
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docxSyarifudin, paradigma ilmu.docx
Syarifudin, paradigma ilmu.docx
 
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswaSyarifudin, panduan praktikum mahasiswa
Syarifudin, panduan praktikum mahasiswa
 
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
Syarifudin, outline dakwah dan komunikasi 2012
 
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam malukuSyarifudin, mozaik peradaban islam maluku
Syarifudin, mozaik peradaban islam maluku
 

Syarifudin ambon, jurnalistik dakwah

  • 2. Jurnalistik Dakwah 2 PERAN JURNALISTIK DAKWAH MENCEGAH BENTURAN PERADABAN Oleh: Syarifuddin A. LATAR BELAKANG MASALAH Setengah abad yang lalu amat mudah mendapatkan kota atau negeri yang homogen, dihuni oleh satu kelompok etnik, budaya atau agama tertentu. Tapi sekarang tidak lagi. Mobilitas penduduk yang bergerak sangat dinamis, didukung oleh perkembangan iptek yang luar biasa, telah menyebabkan struktur dan komposisi penduduk di berbagai daerah berubah cepat. Jurnalistik dakwah lahir sebagai ilmu baru yang akan memberikan pencerahan pada semua media di dunia ini. Hal ini latarbelakangi akibat media dewasaini kurang mampu memberikan kenyamanan di tengah masyarakat. Hal ini tampak dari produksi berita yang disampaikan lebih pada penonjolan erotisme, materialisem, sosialisme, kapitalisme, humanisme yang merusak cakwala manusia sebagaimana yang pernah terjadi pada masa lalu. Menghindari hal tersebut terulang kembali maka lahirlah jurnalistik dakwah yang akan menjadi ilmu penyeimbang dari jurnalistik yang ada dewasa ini. Masyarakat multikultural, atau masyarakat bhinneka dengan heterogenitas yang semakin tinggi, cenderung rentang dengan konflik sehingga membutuhkan media massa yang memiliki kepekaan sosial dalam memberitakan setiap berita yang akan dipublikasikan. Dalam masyarakat multicultural setiap kelompok berhak mengembangkan diri sesuai dengan ‚jalan‛ jati diri atau
  • 3. Jurnalistik Dakwah 3 karakteristik kelompoknya (HAR Tilaar, 2004). Faham ini tidak menganggap cukup dengan adanya Hukum dalam suatu demokrasi konstitusional, karena dalam masyarkat multicultural dibutuhkan adanya jaminan terhadap hak-hak kelompok minoritas untuk mengembangkan martabat atas dasar jati diri mereka. Jadi dibutuhkan adanya kesadaran kolektif yang mendorong munculnya kebudayaan politik yang ditandai oleh adanya penghormatan timbal-balik atas hak-hak manusia, sebab dengan demikianlah demokrasi konstitusional bisa menjamin hak-hak kelompok minoritas untuk duduk bersama dengan kebudayaan kelompok-kelompok lain, tanpa ada rasa takut akan kehilangan identitas atau ‚ditelan‛ oleh kelompok mayoritas yang dominan. Apa relevansi multikulturalisme bagi kita sebagai muslim dan warga bangsa Indonesia? Pertama, berangkat dari realita kita sebagai bangsa yang penuh keragaman. De facto bangsa ini tersebar di 17.000 lebih pulau, terdiri dari puluhan etnik dengan bahasa, tradisi, dan agama yang tidak sama. De jure, kita sebenarnya telah mengadopsi semangat multikulturalisme sekalipun dengan aktualisasi yang masih gamang. Pancasila dan UUD 1945 telah mencoba merangkul semua unsur keragaman itu, sebagaimana teukir tegas pada simbol (Garuda) negara dengan kalimat Bhinneka Tunggal Ika. ‚Berbeda-beda tetapi tetap satu‛, sungguh merupakan semboyan yang paling pas untuk merangkum prinsip-prinsip multikulturalisme. Nah . Bagimana Peran jurnalistik dakwah dalam mencegah benturan peradaban menghindari benturan peradaban di indoensia dan bahkan dunia. Inilah yang akan menjadi kajian dalam jurnalistik dakwah.
  • 4. Jurnalistik Dakwah 4 B. PEMBAHASAN Pengalaman pada masa pemerintahan yang lalu bisa menjadi pelajaran berharga tentang perlunya sikap istiqomah pada semangat multikulturalisme, demi kelangsungan hidup bangsa yang memang bersifat multikultural. Kebijakan pemerintah Orde Baru yang otoriter-sentralistik sejak lama telah ‚membongsai‛ kebhinnekaan daerah-daerah demi keTunggal Ikaan yang semu. Atas nama persatuan dan kesatuan ruang gerak keanekaragaman kultural yang terdapat di daerah-daerah dipersempit, sehingga menghancurkan local cultural geniuses, seperti tradisi pemerintahan nagari di Minangkabau, pela gandong di Ambon, komunitas dalihan natolu di Tapanuli. Padahal keanekaragaman tradisi sosio-kultural seperti ini merupakan kekayaan kultural yang luar biasa, yang mengandung pranata-pranata sosial yang antara lain berfungsi sebagai defense mechanism untuk memelihara integrasi dan keutuhan sosio-kultural masyarakat (Azyumardi Azra, 2003). Maka pantas diduga jika kekerasan dan konflik bernuansa perbedaan etnik-agama yang marak sejak tahun 1996, tidak lepas dari kebijakan yang telah memandulkan local geniuses tersebut. Ketiga, pengalaman pendek era Reformasi yang mendebarkan karena kebijakan desentralisasi kekuasaan pemerintah ke daerah-daerah cenderung memperlihatkan gejala ‚daerahisme‛ yang tampil tumpang tindih dengan etnisitas‚sukuisme‛. Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, mempunyai bobot ancaman yang lebih besar terhadap keutuhan bangsa dibandingkan dengan pengalaman yang salah dari pemerintahan Orde Baru yang sentralistik. Jika dulu kebhinnekaan yang terancam, sekarang bandul ancaman itu
  • 5. Jurnalistik Dakwah 5 bergerak ke sisi keTunggal Ikaan. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan pengungkapan identitas etnik dan agama karena di dalamnya ada kebanggan karakter diri dan kemartabatan kultural yang diperlukan oleh tiap bangsa untuk maju dan kuat. Namun dalam suatu masyarakat yang multikultural, pengungkapan identitas yang sempit bisa menimbulkan antiklimaks yang mengancam kepentingan bersama. Keempat adalah posisi umat Islam yang mayoritas, sehingga kelangsungan hidup bangsa ini tidak salah kalau disandarkan pada kearifan orang-orang muslim dalam menghargai keanekaragaman kultural tersebut. Apa yang seharusnya kita lakukan dari jurnalistik dakwah? Harus disadari bahwa keragaman atau pluralitas kultural itu sudah merupakan suatu kenyataan yang umum, sejalan dengan arah perkembangan masyarakat dari berbagai dimensi. Persoalannya adalah bagaimana pluralitas itu disikapi dan dikonseptualisasikan tanpa harus menghadang laju perkembangan masyarakat. Al-Qur’an pun memastikan trend perkembangan ke arah masyarakat yang multikultural itu, sekaligus mengajarkan bagaimana manusia harus mensikapi keragaman tersebut sebagaimana tersurat pada Al-Hujarat 13: ‚Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbagai bangsa dan kelompok agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah mereka yang paling takwa. Allah Maha Tahu dan Maha Teliti‛. Jaidi sekalipun pada posisi minoritas, Nabi saw bersama sahabat-sahabatnyas bukan hanya aktif berinteraksi dengan warga kelompok mayoritas, tetapi bahkan mengambil inisiatif
  • 6. Jurnalistik Dakwah 6 untuk membangun struktur masyarakat baru yang sesuai dengan sikon zaman. Tetapi harus dicatat, awal dari semua langkah inisiatif yang berani ini adalah dengan perhitungan atau siyasah yang terukur. Dimulai dengan suatu cacah penduduk, lalu melakukan konsolidasi internal untuk mengukuhkan soliditas kaum muslim yang terdiri dari berbagai kelompok-suku. Pasal 3 sampai 23 dari Piagam Madinah dapat difahami sebagai upaya konsolidasi internal, memperkuat sel-sel jaringan Ukhuwah Islamiyah sebagai persiapan untuk memenangkan ‚pertarungan‛ interaksi sosial antarkelompok dalam kompleksitas masyarakat yang multikultural. Ambil contoh dari pasal (17) ‚Perdamaian di antara Muslimin adalah satu. Tidak seseorang muslim pun boleh bersepakat untuk menyetujui perdamaian dengan mengenyahkan muslim lainnya‛, dan pasal (23) ‚Bila terdapat perbedaan tentang sesuatu hal, hendaklah diserahkan kepada Allah dan Muhammad‛. Kedua dictum ini sangat jelas tertuju pada maksud mempersatukan kaum Muslim yang memang berpotensi konflik karena karakter heterogenitasnya. Jadi, belajar dari apa yang dicontohkan Nabi dan para sahabat di Madinah, salah satu persiapan untuk memasuki masyarakat global yang multikultural itu adalah kemampuan managerial untuk mempersatukan kaum muslim yang tidak homogen. Kaum muslim yang terbelah-belah sudah merupakan realitas sejarah, persoalannya adalah kepemimpinan siapa yang mampu mempersatukan untuk membawa mereka dengan percaya diri dan bermartabat ke kompleksitas masyarakat yang multikulutral, bukan hanya sebagai obyek tetapi sebagai inisiator yang mampu mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam sebagai rahmat bagi semua kelompok masyarakat yang ada.
  • 7. Jurnalistik Dakwah 7 Berikutnya adalah membangun ukhuwah wathoniyah & bashariah di tengah pluralitas ummah yang ingin hidup bersama secara damai, dengan cara saling menjaga diri (taqwa). Tiap kelompok punya otonomi kultural sendiri, dan mereka berhak mengekspresikan diri sesuai dengan kriteria-kriteria hukum agama dan budayanya. Jaminan atas hak ini dalam Piagam Madina antara lain terlihat pada pasal (25) ‚Agama orang-orang Yahudi untuk mereka sendiri, agama kaum muslim untuk mereka sendiri. Hal ini termasuk mawla mereka dan diri (person) mereka sendiri‛. Diktum ini yang sekarang disebut sebagai salah satu prinsip dalam Multikulturalisme, yaitu bisa menghargai orang lain seperti apa adanya - you are what you are, sebenarnya tak lebih dari upaya sosialisasi atas prinsip- prinsip kebebasan serta oengakuan atas adanya perbedaan agama seperti yang difirmankan Tuhan (S.al-Kafirun) sebelumnya pada periode makkiyah dengan kalimat lakum dienukum wa liyadien. Bagaimana dengan tugas dakwah? Dakwah tetap berlangsung wajar di tengah-tengah pluralitas yang saling menghargai, untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah terhadap warga masyarakat yang semakin kompleks. Dakwah dalam masyarakat yang multikultural berakentuasi pada proses interaksi antarkelompok yang ada, yaitu lewat perilaku-perilaku warga muslim yang menimbulkan proses saling mempengaruhi dengan warga dari kelompok lain. Tuntunan normatif yang diberikan al-Qur’an untuk tampil dengan sikap terbuka, percaya diri, dan menjaga dignity Islam, sebagaimana telah disebut di atas, dimaksudkan untuk efektivitas penularan norma-norma dan nilai Islam dalam proses interaksi antarkelompok tersebut.
  • 8. Jurnalistik Dakwah 8 Sementara tuntunan tentang taqwa, sikap selalu menjaga diri, dimaksudkan untuk memupuk pengendalian diri terhadap potensi-potensi konflik yang lazim ada dalam proses interaksi antarkelompok. Dengan demikian setiap muslim diharapkan bisa tampil dengan perilaku interaksi yang berbobot dakwah bil haal, baik dalam hubungan-hubungan yang bersifat asosiatif maupun yang bersifat disasosiatif. Fenomena global yang menumbuhkan masyarakat- masyarakat multikultural meyakinkan orang mukmin akan universalitas Islam, karena embrio pengembangan masyarakat multikultural tersebut telah didemonstrasikan Nabi pada periode Madina 1400 tahun yang lalu. Apa yang dituntunkan Nabi adalah: (1) Keberanian untuk memasuki masyarakat multikultural (ummah) secara terbuka, percaya diri, dan menjunjung tinggi martabat Islam (2) Konsolidasi internal dengan membangun ukhuwah Islamiyah. Berbeda pendapat (khilafiyah) sudah merupakan keniscayaan, maka adagium yang tepat adalah ‚bersatu dalam ushul, bertoleransi dalam furu’ ‚ (KHM Isa Anshary, 1984). (3) Interaksi sosial dengan kelompok-kelompok lain atas dasar saling menjaga diri dengan saling menghargai dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada. (4) Membangun ukuwah wathoniyah wa bashariyah antarkelompok etnik-agama yang ada. Kualifikasi dai bagaimana yang dibutuhkan untuk bisa memenuhi empat tuntunan di atas, antara lain dapat disebut beberapa hal. Pertama harus beriman dan ikhlas terhadap agama yang hendak didakwahkan, sebab keberanian, percaya diri, dan kesetiaan untuk menjaga martabat Islam hanya muncul dari iman serta sifat ikhlas tersebut. Perlu dibangun kesadaran baru
  • 9. Jurnalistik Dakwah 9 tentang makna kewajiban dakwah sebagai tugas untuk menyampaikan kebenaran-kebenaran ilahiah secara hikmah kepada semua orang. Keihlasan dalam dakwah membuat seorang dai bisa lebih berlapang dada. Kedua bersifat adil, dalam arti hanya mendakwahkan apa yang sudah diamalkan (Al-Baqarah, 44), tidak menyembunyikan kebenaran Tuhan (Al Imran, 187) karena berbagai kepentingan, dan mendakwahkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ketiga memiliki hikmah sehingga mampu berdakwah sesuai dengan sikon obyeknya. Dakwah untuk masyarakat kota yang mengalami rasionalisasi dan alienasi sudah tentu - dengan sifat hikmah - didekati dengan cara yang berbeda jika berhadapan dengan masyarakat desa yang stagnan. Dakwah dengan pendekatan esoteris atau estetis dapat dilakukan untuk masyarakat kota, sementara untuk masyarakat desa tersebut dakwah dilakukan dengan pendekatan etis. Penyajian materi dakwah pun tentu bilhikmati, yaitu ke masyarakat kota yang dinamik-plural dengan hidayah sentris sementara ke masyarakat desa yang stagnan dengan rasio sentris. Tetapi bagaimana hikmah bisa dimiliki seseorang (dai), Al-Ghazali mengajukan empat prasyarat: ‘ilmu, iffah, saja’ah, dan ‘adlu. Keempat, berakhlaq karimah agar bisa tampil sebagai sosok teladan seperti yang dicontohkan dan menjadi kunci sukses dakwah Rasulullah Saw. Nabi dan para sahabat tampil sebagai inisiator masyarakat multicultural di Madinah dalam posisi sebagai kelompok minoritas. Kaum muslim di Indonesia yang mayoritas (85%) mestinya bisa lebih berhasil dengan menjadikan jejak-jejak
  • 10. Jurnalistik Dakwah 10 sejarah Nabi tersebut sebagai model dakwah dalam membangun masyarakat bangsa yang multikultural. III. PENUTUP Peran jurnalistik dakwah dalam mencegah benturan peradaban adalah media jurnalistik dakwah karena memiliki cakrawala dan idiologi rahmatalli’alamin. Filosofi inilah sehingga jurnalistik dakwah mampu mewadahi semua perbedaan, suku, bangsa, warna, dan ia berada di atas semua perbedaan. Jurnalistik dakwah sebagai satu kekuatan untuk mendesain berita yang mampu memberikan spirit pencerahan kepada semua manusia. Ilmu jurnalistik dakwah laksana filosofi air yang memberikan kelembutan, kesegaran, keceriaan, kebugaran, dan kehidupan pada semua makhluk. Paradigma dan filosofi air ini, tidak pernah mengeluh karena ia sadar bahwa eksistensinya berbuat kebaikan adalah tujuan akhirnya. Begitupulan idiologi jurnalistik dakwah dalam mencegah terjadinya benturan peradaban perlu memberikan kemasan berita yang dapat mengolah perbedaan sebagai kekuatan untuk memberikan berita yang dapat mencerahkan manusia dari semua warna menuju satu titik yakni adanya ekosisten hidup yang saling membutuhkan dan saling ketergantungan. (QS Al- Hujurat/49: 13). Jurnalistik Dakwah
  • 11. Jurnalistik Dakwah 11 Oleh: Ramlan M A. Latar Belakang ‚Sesungguhnya yang pertama diciptakan Allah adalah al- Qalam, kemudian Allah menciptakan Nûn, yakni tinta; lalu Ia berkata padanya: Tulislah, al-Qalam bertanya: apa yang harus kutulis? Ia berfirman: tulislah apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi sampai hari kiamat baik perbuatan, peninggalan, maupun pemberian. Lalu al-Qalam pun menuliskan apa yang telah terjadi sampai hari kiamat. Itulah maksud Allah- ‘Nûn’, perhatikan Alqalam dan apa yang dituliskannya, begitu sabda Rasulullah Saw.‛1 Kajian tentang metode penelitian jurnalistik dakwah relatif masih baru atau sebut saja masih balita. Hal ini disebabkan karena disiplin ilmu jurnalistik dakwah juga relatif masih sangat baru. Dakwah dan jurnalistik merupakan dua kajian yang akan dikompromikan dalam tulisan ini. Setidaknya ada dua hal yang harus diklarifikasi sebelum masuk pada pembahasan. Pertama, kata Jurnalitik dalam terminologi ‚jurnalistik dakwah‛ berfungsi sebagai kata sifat sehingga bisa dipahami bahwa kegiatan dakwah yang dimaksud adalah bersifat atau melalui media jurnalistik. Kedua, oleh karena jurnalistik bagian dari komunikasi maka metode penelitian ‚jurnalistik dakwah‛ dalam tulisan ini akan meminjam metode (model) penelitian yang biasa dipakai dalam ilmu komunikasi. Bagi penulis, hal ini tidaklah tabu karena dakwah itu sendiri 1 Ramlan M diakses dalam jurnal mujatahid STAIN Palopo.
  • 12. Jurnalistik Dakwah 12 sangat erat kaitannya dengan komunikasi, bahkan boleh dikatakan sangat mirip. Salah satu tujuan tulisan ini adalah untuk menggugah kesadaran orang Muslim bahwa aktifitas dakwah bukan hanya terbatas pada dakwah bil Kalam (DBK) akan tetapi juga sebagai Dakwah Bil Qalam (DBK). Kalau pegertian dakwah disepakati sebagai proses mengajak, membimbing, mengarahkan, memotivasi kaum Muslim untuk menjalankan syariat Islam (Allah), maka media yang dipakai dalam proses itu bisa bermacam-macam. Sebahagian dai (komunikator) lebih senang menggunakan media oral sebagai cara untuk berdakwah, tetapi sebahagian yang lain lebih suka berdakwah melalui tulisan. Dari sinilah bisa dilihat hubungan antara dakwah dan jurnalistik. Sehingga, seorang jurnalis sangat layak disebut sebagai seorang dai. Menurut A. Faisal Bakti, setidaknya ada beberapa alasan kenapa jurnalistik dakwah menjadi penting. Pertama, objek bacaan dalam perintah Tuhan yang pertama adalah keharusan membaca alam raya (teks kauniyah) dan teks qauliyah (Alquran dan Hadis). Perintah Allah swt untuk membaca teks qauliyah dan alam raya menunjukkan pentingya dilakukan riset (research) dan pengembangan (development). Kedua, signifikansi al- Qalam (tulisan) ada pada fungsinya sebagai media sebagai penghantar pesan-pesan. Ilmu tidak bisa ditangkap tanpa pembacaan dan pemaknaan oleh manusia. Menurutnya goresan qalam (tekstualitas) lebih kuat sebagai penghantar ilmu dibanding dakwah verbal (oralitas). Jika produk DBQ terbaca dengan baik, ia akan cenderung melahirkan kreatifitas dan kultur baru (cree la culture). Sedangkan DBK lebih cenderung
  • 13. Jurnalistik Dakwah 13 mewariskan kultur (heriter la culture). Ketiga, bahwa Alquran adalah ‚kata Tuhan‛ sedangkan jurnalistik adalah ‚tulisan tangan manusia‛ menunjukkan kelengkapan ‚persaudaraan‛. Dalam hal ini, peran jurnalisitk sebagai karya tangan manusia adalah mengolah, mencari dan mengekspresikan pesan-pesan Tuhan (Suf Kasman, 2004: x-xi). Al-Shabuny mengatakan ‚perhatikanlah Qalam dan segala sesuatu yang ditulisnya‛ (Muhammad Ali al-Shabûniy, 1996: 529). Dalam ayat ini, Allah bersumpah dengan Qalam dan Kitab yang ditulis, dengan maksud membuka pintu pengajaran keduanya (Ahmad Musthâfa al-Marâgy, t.th: 27). Betapa Qalam itu termasuk nikmat besar yang telah di anugrahkan oleh-Nya, agar orang dapat menuliskan buah pikiran, keinginan, dan perasaan seseorang (Departemen Agama RI, 1995: 287). Dengan Qalam, ilmu pengetahuan tiada tersisa tercatat, (Hamka, 1983: 40). bahkan para pengarang dan pujangga telah mengantarkan bangsanya untuk merdeka, di-sebabkan sari buah pena (M. Isa Anshary, 1995: 34). Tulisan seseorang dapat membentuk pendapat umum dan mengubah pola pikir dapat menguncang dunia seketika, hal ini membuat Presiden John Fitzgerald Kennedy pernah menyatakan ‚lebih takut pada seorang wartawan ketimbang seribu tentara‛ (Ainur Rafiq Sophiaan, 1993: vii). Dibantu oleh kekuatan pers, Lenin juga mencapai suatu gerakan revolusi, ke titik puncak, lalu mengingatkan ‚waspadalah terhadap kekuatan pers‛ (Albert L. Hester dan Wai Lan J., 1997: 41). Karena tarikan pena sang kuli tinta itu bisa merakit sederet tulisan sakti (Garin Nugroho, 1995: 47). Memang, tulisan adalah tamannya para ulama, begitu
  • 14. Jurnalistik Dakwah 14 pameo klasik Ali bin Abi Thalib. (Rusjdi Hamka dan Rafiq, 1983: 40). Umat Islam dalam perspektif kekinian harus semakin kritis terhadap informasi yang tiap hari diterima. Salah satu dari berbagai tantangan yang dihadapi umat Islam tersebut adalah menumbuh kembangkan jurnalistik Islami, atau menjadikan pers Islami sebagai ‚ideologi‛ para jurnalis muslim, demi membela kepentingan Islam dan umatnya, dan juga mensosialisasikan nilai-nilai Islam sekaligus meng-counter dan memfilter derasnya arus informasi jahili dari Barat. Pers (umum) sering didefinisikan sebagai proses meliput, mengolah, dan menyebar luaskan peristiwa (berita) atau opini/pandangan (views) kepada masyarakat luas. Bertolak dari pengertian itulah maka pers Islami dapat dimaknai sebagai‛suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam‛ (Asep Syamsul M. Romli, 2000: 85-86). Sebagai pers berkarakteristik religius (bernafaskan ajaran Islam), Alamsyah Ratu Perwiranegara yang dikutip Rusjdi Hamka dalam buku Islam dan Era informasi mengatakan, seharusnya media massa Islam memegang peranan penting dan berjasa besar dalam kehidupan beragama masyarakat, terutama masyarakat Islami. Sejarah telah membuktikan bagaimana kepeloporan media massa Islam dalam sejarah peradaban masyarakat di dunia. Sebelum Eropa menemukan tiga penemuan barunya, yaitu: seri cetak, pemakaian mesin, dan kompas, yang menjadi motor pemercepat tumbuhnya gerakan Renaisance, gerakan kelahiran
  • 15. Jurnalistik Dakwah 15 kembali peradaban Eropa yang lahir sejak abad 14 Masehi yang kelak menjadi titik awal jaman Kerajaan Abbasiah (pada abad VIII dan X-an) telah banyak tumbuh industri-industri kertas setempat. Pada abad XII-an baru masuk kedaratan Eropa. Hal inilah satu realitas yang dapat dibanggakan oleh kaum muslimin, yakni kontribusinya dalam membuat kertas yang dihadiahkan sekaligus membuka peradaban baru bangsa Eropa (Rusjdi Hamka dan Rafiq, 1983: 42-43). Itulah fakta sejarah, yang secara historis telah menjadi saksi bagaimana peran pers Islami dalam sejarah peradaban umat Islam melukis sejarah peradaban modern yang kita saksikan dewasa ini. Hanya saja umat Islam dewasa ini kerap di hadapkan suatu dilema yang lumayan pelik, yaitu tidak memilikinya suatu media massa yang memadai untuk memperjuangkan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Dampaknya, yang terjadi tidak hanya kurang tersalurkannya aspirasi umat, tetapi juga umat Islam hanya menjadi konsumen bagi media non-Islam massa lain yang tidak jarang membawa informasi yang tidak relevan dalam rangka pemberdayaan umat. (Asep Syamsul M. Romli, 2000: 81). Jadi, kehadiran jurnalistik dakwah yang penulis angkat sebagai titik acuan, selain berfungsi sebagai alat informasi pendidikan dan hiburan, namun intinya sebagai pembimbing kerohanian atau pengembangan misi ‘amar ma’ruf nahi munkar, sesuai firman Allah dalam QS.Ali Imran [3]: 104.
  • 16. Jurnalistik Dakwah 16 Pengertian Jurnalistik dakwah (DBQ) 1. Pengertian Dakwah Dakwah; secara etimologis, perkataan dakwah berasal dari bahasa Arab ‫دعا‬–‫يدعوا‬–‫دعوة‬ yang berarti menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu (Ibnu Manzur, 1998: 359- 360). Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan tersebut dikenal dengan panggilan da’i (orang yang menyeru). Tetapi mengingat bahwa proses penyampaian (tablîgh) atas pesan-pesan tertentu, maka dikenal pula istilah muballig yaitu orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (message) kepada pihak komunikan (Toto Tasmara, 1997: 31). Secara etimologis pengertian dakwah adalah mengajak umat manusia kepada al-khaer dan al-huda serta me- merintahkan mereka berbuat ma’rûf dan mencegah berbuat mungkar agar mereka memperoleh hidup di dunia dan akhirat (Ali Mahfuz, 1952: 17). Kata da’ā pertama kali dipakai dalam Alquran dengan arti mengaduh (meminta pertolongan kepada Allah) yang pelakunya adalah Nabi Nuh as (QS. al-Qamar (54): 10) Lalu kata ini berarti memohon pertolongann kepada Tuhan yang pelakunya adalah manusia (dalam arti umum) (QS. al-Qamar (39): 8). Setelah itu, kata da’ā berarti menyeru kepada Allah yang pelakunya adalah kaum Muslimin (QS. Fushshilat (41): 33). Kemudian kata yad’ū, pertama kali dipakai dalam Alquran dengan arti mengajak ke neraka yang pelakunya adalah syaitan (QS. Fathir (35): 6). Lalu kata itu berarti mengajak ke surga yang pelakunya adalah Allah (QS. Yunus (10):25), bahkan dalam ayat lain ditemukan bahwa kata yad’ū dipakai bersama
  • 17. Jurnalistik Dakwah 17 untuk mengajak ke neraka yang pelakunya orang-orang musyrik dan mengajak ke surga yang pelakunya Allah, sebagai dalam QS. al-Baqarah (2):221. (Departemen Agama RI, 1989: 54). Sedangkan kata dakwah atau da’watan sendiri, pertama kali digunakan dalam Alquran dengan arti seruan yang dilakukan oleh para Rasul Allah itu tidak berkenan kepada obyeknya (QS. al-Mu’min (40):43). Namun kemudian kata itu berarti panggilan yang juga disertai bentuk fi’il (da’ākum) dan kali ini panggilan akan terwujud karena Tuhan yang memanggil (QS. al-Rum (30):25). Lalu kata itu berarti permohonan yang digunakan dalam bentuk doa kepada Tuhan dan Dia menjanjikan akan mengabulkannya (QS. al-Baqarah (2):186). Dari uraian-uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa kata dakwah dalam pengertian terminologi adalah menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu. Adapun orang yang melakukan ajakan atau seruan tersebut dikenal dengan da’i (orang yang menyeru). Pada sisi lain, karena penyampaian dakwah termasuk tablīgh, maka pelaku dakwah tersebut di samping dapat disebut sebagai da’i, dapat pula disebut sebagai muballig yaitu orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (message) kepada pihak komunikan. Sedangkan pengertian dakwah secara terminologis adalah mengajak umat manusia kepada al-khaer serta memerintahkan mereka berbuat ma’rūf dan mencegah berbuat munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pengertian dakwah ini, berdasar pada QS. al-Imrān (3): 104 sebagai berikut:
  • 18. Jurnalistik Dakwah 18 ُ‫م‬ُ‫ه‬ َ‫ك‬ِ‫ئ‬َ‫ل‬ُ‫أ‬ َ‫و‬ ِ‫ر‬َ‫ك‬ْ‫ن‬‫لم‬ْ‫ا‬ ِ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ن‬ ْ‫و‬َ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ِ‫ف‬ ْ‫ُو‬‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬‫ل‬ْ‫ا‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ ْ‫ُو‬‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ي‬ َ‫و‬ ِ‫ْر‬‫ي‬َ‫لخ‬ْ‫ا‬ ‫ي‬َ‫ل‬ِ‫ا‬ َ‫ن‬ ْ‫ُو‬‫ع‬ْ‫د‬َ‫ي‬ ٌ‫ّة‬‫م‬ُ‫ا‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ن‬ُ‫ك‬َ‫ت‬ْ‫ل‬ َ‫و‬ َ‫ن‬ ْ‫ُو‬ ِ ْ ُ‫م‬‫ل‬ْ‫ا‬ Terjemahnya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Departemen Agama RI, h. 93). Pengertian dakwah di atas, agaknya cukup mewakili pengertian-pengertian dakwah secara terminologis yang banyak dikemukakan oleh ulama dan cendekiawan Muslim lainnya. Sejalan dengan pengertian dakwah tersebut, Didin Hafiduddin menyatakan bahwa makna dakwah ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan secara seksama, yakni : a. Dakwah sering disalah mengertikan sebagai pesan yang datang dari luar, sehingga langkah pendekatan lebih diwarnai dengan interventif, dan para dai lebih mendudukkan diri sebagai orang asing, tidak terkait dengan apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh masyarakat. b. Dakwah sering diartikan menjadi sekedar ceramah dalam arti sempit, sehingga orientasi dakwah sering pada hal-hal yang bersifat rohani saja. c. Masyarakat yang dijadikan sasaran dakwah sering dianggap vacuum, padahal dakwah berhadapan dengan setting masyarakat dengan berbagai corak dan keadaannya. Sehingga dakwah itu harus dinamis dan selalu berkembang baik dalam hal materi, metode maupun strategi dakwah itu sendiri. d. Dakwah yang diartikan hanya sekedar menyampaikan dan hasil akhirnya terserah kepada Allah, akan menafikan
  • 19. Jurnalistik Dakwah 19 perencanaan, pelaksanan dan evaluasi dari kegiatan dakwah. Oleh karena itu, tidak pada tempatnya bila kegiatan dakwah hanya asal-asalan. 2. Jurnalistik Jurnalistik berasal dari kata ‚jurnal‛ atau ‚dujour‛ yang berarti hari, dimana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran yang tercetak (Asep Syamsul M. Romli, 68). Dalam kamus Bahasa Inggris ‚Journal‛ diartikan sebagai majalah, surat kabar, dan diary (buku catatan harian), sedangkan ‚journalistic‛ diartikan kewartawanan (warta=berita, kabar) (Wojowasito dan W.J.S. Poerwadarminta, 1982: 93). Jadi jurnalistik adalah salah satu bentuk publisistik/komunikasi yang menyiarkan berita dan atau ulasan berita tentang peristiwa- peristiwa sehari yang umum dan aktual dengan secepat- cepatnya (Riyati Irawan dan Teguh Meinda, 1981: 1). Di samping itu, jurnalistik diapandang sebagai suatu pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak mulai dari peliputan berita sampai penyebarannya kepada masyarakat ( Onong Uchana Effendi, 2001: 151). Argumen-argumen yang mendasari pentingnya penerapan dakwah jurnalitik adalah untuk menumbuh kembangkan gerakan dakwah Islam lewat media cetak. Karena selama dekade ini pasaran pers Indonesia selalu ditandai dengan aneka ragam penerbitan majalah, mulai majalah berita, hiburan, majalah wanita dan anak-anak, begitupula olah raga, sastra sampai pada yang lebih khas seperti, ‚motor dan mobil (otomotif). Di antara aneka ragam itu yang barang kali bersamaan timbulnya dengan sejarah pers Indonesia ialah majalah yang bernafaskan Islam
  • 20. Jurnalistik Dakwah 20 diterbitkan oleh penerbit dan pengarang-pengarang Islam untuk tujuan penyebaran dan pendalaman akhlak pembacanya. Mengingat saat ini, bangsa Indonesia semakin terpuruk dan gelisah hingga berusaha mencari ‚jawaban‛ terhadap persoalan hidup atau problema kemasyarakatan lewat siraman rohani dari jurnalistik dakwah. Jadi, jurnalistik dakwah adalah suatu aktifitas dan proses mengajak, membimbing, memotivasi, membina, menyampaikan pesan-pesan agama kepada orang Muslim melalui media tulisan (jurnalistik) baik majalah, surat kabar, bulletin, buku dan sebagainya. 3. Metode Penelitian Jurnalistik Dakwah Ada beberapa model metode penelitian yang bisa dipakai dalam penelitian jurnalistik dakwah atau dakwah bil Qalam (DBQ). Metode penelitian yang akan dipakai dalam jurnalistik dakwah ini berasal dari metode penelitian yang biasa dipakai dalam kajian komunikasi antara lain, model penelitian 1) Jarum Hipodermik, 2) Use and Gratification, 3) Analisa Isi, 4) Analisis Framing. a. Metode Jarum Hipodermik Penelitian model ini dilakukan oleh Hovland untuk meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Model ini berasumsi bahwa komponen komunikasi (komunikator, pesan, dan media) sangat kuat dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut model ‚jarum hipodermik‛ karena seakan-akan komunikasi disuntikkan langsung ke dalam jiwa komunikan (al-Mad’u). Model ini disebut juga sebagai ‚bullet theory‛ karena seakan-akan al-Mad’u (komunikan atau
  • 21. Jurnalistik Dakwah 21 audiens) secara pasif menerima berondongan pesan dari komunikator (al-Dai). Jika komunikator sudah dipilih dengan tepat, pesan yang baik, serta media yang benar baik media elektronik maupun media cetak, maka komunikan akan diarahkan sekehendak komunikator (Jalaluddin Rakhmat, 2000: 62). Untuk mengetahui variabel efek (pengaruh) dapat dilihat dari tiga kategori yakni segi kognitif (perubahan pendapat, penambahan pengetahuan serta perubahan kepercayaan), segi afektif (sikap, perasaan, dan kesukaan), segi behavioral yakni prilaku atau kecenderungan prilaku (Jalaluddin Rakhmat, 2000: 64). b. Model Penelitian Uses and Gratification (Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan). Model ini merupakan antitesa dari model penelitian Jarum Hipdermik yakni tidak tertarik untuk melihat apa yang dilakukan atau pengaruh media pada diri seseorang, tetapi ia tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Misalnya, sejauh mana surat kabar membantu responden memperjelas suatu maslaah atau menemukan masalah. Jadi, model penelitian ini tidak akan melihat sejauh mana pengaruh komunikator, pesan serta media dalam merubah sikap dan prilaku audiens, akan tetapi bagaimana sikap responden (komunikan) terhadap media, pesan, serta komnikator tersebut (Jalaluddin Rakhmat, 2000: 65-67). Model penelitian ini menempatkan materi dakwah, media dakwah sebagai objek respond audiens. Maksudya, al-Mad’u (audiens) akan puas terhadap seorang dai jika materi dakwah dan media yang
  • 22. Jurnalistik Dakwah 22 digunakan dapat memenuhi apa yang dibutuhkan seorang al- Mad’u (audiens). c. Penelitian Model Analisis Isi dan Wacana Penelitian ini tidak melihat dan terpengaruh kepada komuikator, media, serta pesan dakwah. Tetapi untuk model analisis isi, penelitian ini lebih melihat materi dakwah yang diangkat oleh seorang dai. Aplikasi metode ini adalah seorang peneliti jurnalistik dakwah akan melihat dan mencata tema- tema inti yang diminati audiens dan yang sering dikemukakan oleh seorang dai baik yang berkaitan dengan akidah, akhlak, muamalah, serta ibadah. Sementara di lain sisi, analisis wacana tidak melihat seberapa sering tema dakwah muncul dalam jurnalistik dakwah. Fokus kajian analisis wacana terletak pad ide, latar belakang serta konteks yang ada di luar dengan pemilihan tema seorang dai (jurnalis). Neuman menyebutkan bahwa ‚content analysis is a technique for gathering and analyzing the content of text‛ maksudnya, analisis isi adalah teknik pengumpulan data serta analisis terhadap isi suatu teks. Yang dimaksud teks di sini bukan hanya sebatas tulisan tetapi juga termasuk ide, tema, pesan, arti maupun symbol-simbol yang terdapat dalam teks baik berupa tulisan, gambar maupun pidato (Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2006: 167). d. Model Penelitian Analisis Framing Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam kategori penelitian konstruksionis. Paradigma ini memandang realitas kehidupan social bukanlah
  • 23. Jurnalistik Dakwah 23 realitas yang natural tetapi hasil dari konstruksi. Karenanya, analisis pada paradgima konstruksionis adalah menemukan bagaimana pristiwa dan realitas tersebut dikonstruksi dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk (Eriyanto, 2005: 37). Jadi pesan yang dikirim dalam lalulintas komunikasi diproduksi dan dipertukarkan makannya oleh pengirim, penerima, serta dihubungkan dengan konteks social di mana mereka berada. Analisis framing adalah suatu model penelitian dalam komunikasi yang melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Framing adalah sebuah cara bagaimana pristiwa disajikanoleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan cara menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu. Oleh karena itu, yang dilakukan oleh media adalah menseleksi, menghubungkan, menonjolkan, serta menekankan isu tertentu sehingga makna suatu pristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak (Eriyanto, 1994: 368). Model framing ini seringkali dipakai juga oleh seorang dai dalam melaksanakan misi penyebaran agama Islam. Dalam dunia tafsir, analisis framing hamper mirip dengan metode tafsir maudhui yang mencoba mengkonstruksi, menghubungkan, menseleksi teks-teks tertentu untuk memberikan pemahaman yang lebih mudah dan tersentuh oleh audiens (al-mad’u). Penutup Setelah penulis memberikan penjelasan deskriptif tentang jurnalistik dakwah atau Dakwah Bil Qalam yang diikuti dengan inisiasi metode penelitian jurnalistik dakwah yang dipinjam dari ranah ilmu psikologi, maka penulis mengemukakan beberapa poin-poin singkat sebagai kesimpulan.
  • 24. Jurnalistik Dakwah 24 1. Penelitian dan Pengembangan dakwah khususnya Jurnalistik dakwah atau Dakwah Bil Qalam (DBQ) merupakan perintah agama yang ditandai dengan turunnya surah al-‘Alaq. 2. Jurnalistik dakwah atau Dakwah bil Qalam (DBQ) suatu upaya aktifitas, proses mengajak, membimbing, memotivasi, membina, menyampaikan pesan-pesan agama kepada orang Muslim melalui media tulisan (jurnalistik) baik majalah, surat kabar, bulletin, buku dan sebagainya. 3. Dalam pengembangan jurnalistik dakwah, ada beberapa tawaran metode yang bisa digunakan antara lain penelitian model Jarum Hipodermik, Use and Gratification, Analisis Isi dan Wacana, serta model Analisis Framing. DAFTAR RUJUKAN BUKU Alamudi, Abdullah. Pedoman Untuk Wartawan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997. al-Marâgy, Ahmad Musthâfa. Tafsîr al-Marâgiy, Beirut: Dâr Ahyâ’ al-Turâts al-‘Arabiy, t.th. al-Râziy, Imam Fakhr. Al-Tafsîr al-Kabîr ‘an Mafâtih al-Ghaib, Cet.I; Bairut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiah, 1990.
  • 25. Jurnalistik Dakwah 25 al-Shabûniy, Muhammad Ali. Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Cet.I; Lubnân: Dâr al-Fikr, 1996. al-Suyûtiy, al-Imâm ‘Abd. al-Rahmân Jalâl al-Din. Al-Dur al- Mantsûr Fiy Tafsîr al-Ma’tsûr, jilid VIII, Cet.I; Bairut: Dâr al-Fikr, 1983. al-Tirmidziy, Imâm Muhammad Isâ bin Sûrah. Sunan al- Tirmiziy, Beirut: Dâr al-Fikr, 1994. Anshary, M. Isa Mujahid. Dakwah, Cet V; Bandung: CV Diponegoro, 1995. Effendi, Onong Uchjana. Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Rosda Karya, 2001. Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, Cet. III; Jogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2005. Hamka, Rusjdi dan Rafiq. Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983. Irawan, Riyati dan Teguh Meinda. Tanya Jawab Dasar-dasar Jurnalistik, Cet. I; Bandung: Armico, 1981. Kasma, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah bil Qalam dalam Al-Quran, Cet. I; Jakarta: Teraju, 2004. Mahfuz, Ali. Hidayat al-Murshidin, Kairo: Dar al-Kutub al- Arabi’, 1952. Manzur, Ibnu. Lisan al-Arab, Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turas al- Arabiy, 1998. Nugroho, Garin. Kekuasaan dan Hiburan, Cet. I; Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya, 1995. Poerwadarminta, W.J.S. dan Wojowasito. Kamus Lengkap bahasa Inggeris – Indonesia, Bandung: Hasta, 1982.
  • 26. Jurnalistik Dakwah 26 Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Rosdakarya, 2000. Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Cet. II; Bandung: Rajawali Rosdakarya, 2000. Sophiaan, Ainur Rafiq. Tantangan Media informasi Islam; Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis, Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1993. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah, Cet.II; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997. Sumber Lain Departemen Agama RI; Proyek Penggandaan Kitab Suci Al- Quran, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: YPPA, 1995. Departemen Agama RI, Al-Qu’an dan Terjemahnya, Surabaya: Mahkota, 1989. Soesilo, Arie S. dan Philo C.Wasburn, Constructing a Political Spectacle: American and Indonesian Media Accounts of the Crisis in the Gulf, The Sociological Quraterly, Vol. 35. No. 2, 1994.
  • 27. Jurnalistik Dakwah 27 MEDIA MASSA MASYARAKAT Oleh: Wahyuni Husain Abstrak : Media on-line on the Internet continues to grow and to attract audiences to choose the media is a source of information. This of course can disrupt the stability of other traditional media in presenting the news that the actual competition. However, despite news delivered via on-line media is much faster than the newspapers published, but it does not mean more complete. Also in the media on-line does not provide much space discussing the news in detail, it is different in the traditional media space for more news, so even a small problem became news. These factors cause the print media still remains as medium used by the public. Kata kunci : media on-line, cyber, cyberspace, media cetak, informasi. A. Pendahuluan Sumber informasi utama masyarakat adalah media massa. Keterbatasan kemampuan manusia untuk memperoleh informasi itulah sehingga manusia membutuhkan suatu media yang dapat memenuhi kebutuhan informasinya. Pada saat ini telah terjadi revolusi informasi dimana manusia dihadapkan pada banyak pilihan media seperti media cetak dengan berbagai macam versi penyajiannya, media elektronik televisi dan audio visualnya serta media internet dengan megapustaka untuk berbagai informasi yang dibutuhkan.
  • 28. Jurnalistik Dakwah 28 Frederick William mengatakan bahwa kita dalam kehidupn modern ini secara terus menerus memilih media komunikasi mana yang dapat mewakili situasi yang ada. Ia juga mengatakan bahwa salah satu hal yang membedakan gambaran mengenai dunia kita dalam komunikasi modern adalah bahwa kita memiliki banyak pilihan dalam menggunakan media komunikasi. Tidak hanya itu saja, media menjadi bervariasi dan isinya berhubungan pada teknologi komunikasi baru. Contohnya televisi bisa kita terima di rumah hanya dengan kabel, disk atau tape yang berhubungan langsung dengan satelit. Sebenarnya kita hidup dalam dunia yang memiliki banyak alternatif komunikasi yang mungkin mendorong kita untuk meningkatkan pilihan- pilihan yang lebih banyak. Era globalisasi muncul menyusul terjadinya revolusi komunikasi dan informasi yang mulai menggejala sejak tahun 1970-an atau sekitar seperempat abad silam. Revolusi komunikasi dan informasi dipicu oleh revolusi telekomunikasi dengan berbagai perwujudannya. Fenomena tersebut kemudian dikenal pula dengan nama Cybercommunication (Cybercom). Sejarah menyaksikan munculnya komunikasi satelit, telepon antarbenua, televisi, telepon selular, dan TV kabel hingga jaringan internet sejagat (A. Muis, !999: 188– 189). Pada saat revolusi komunikasi dan informasi seperti dikatakan A. Muis di atas terdapat kecenderungan bertambahnya jumlah masyarakat yang selalu ‚haus‛ akan informasi baru serta menjamurnya industri media massa. Tingkat ketergantungan masyarakat pada media massa pun semakin meningkat. Maka dari itu komunikasi memiliki kekuatan yang cukup luas di masyarakat dan berada pada setiap
  • 29. Jurnalistik Dakwah 29 aspek – ekonomi, politik, sosial, budaya – yang dapat mempengaruhi jalannya suatu negara. Komunikasi dalam hal ini berhubungan dengan media massa yang dijadikan mediator antara masyarakat juga antara masyarakat dengan pemerintah. Media massa merupakan media komunikasi yang dijadikan sumber informasi terbesar bagi masyarakat untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Media massa juga dijadikan jembatan informasi antara satu tempat dengan tempat lain. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat sangat tergantung pada media massa. Sehingga apapun yang disajikan akan dengan mudah dipercayai oleh penerima. Karena masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk melakukan cek dan ricek atas apa yang dikemukakan media massa. Saat itulah media massa akan dengan mudah melakukan ‘brain washing’ pada pembaca dan mengarahkan masyarakat sesuai dengan keinginan orang-orang di belakang informasi. Berbagai cara ditempuh untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat dengan menyajikan berita-berita yang up to date, sehingga terjadilah persaingan antar media massa. Salah satu cara yang digunakan media untuk memperoleh informasi yang aktual adalah dengan menyebarkan koresponden ke seluruh dunia. Dengan begitu, media massa akan lebih mudah mendapatkan informasi aktual dari seluruh dunia dalam waktu singkat. Cara lain yaitu dengan membentuk kantor berita seperti kantor berita di Indonesia dengan nama Kantor Berita Antara atau Reuters di Inggris dan NHK di Jepang. Teknologi komunikasi dalam hal penyebaran informasi melalui media massa semakin berkembang. Kali ini tidak hanya melalui media cetak ataupun elektronik tetapi internet. Suatu
  • 30. Jurnalistik Dakwah 30 media alternatif selain media massa yang telah ada, internet merupakan suatu mega pustaka dimana seluruh informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh disana. Berdasarkan artikel Charles Elliot (E-Paper in Asia, News Flows and the Computer-Mediated Press, 1999), internet merupakan hasil teknologi komunikasi yang menjadi jaring penghubung terbesar di dunia. Ia sebagai perantara yang menjembatani hubungan antara dunia Barat dan Timur sehingga hanya dalam waktu yang relatif singkat dan biaya murah seseorang dpaat membaca surat kabar berbagai terbitan dunia dengan aktualitas yang terjamin. Penggunaan internet sebagai media pengiriman informasi mulai dilirik oleh para ‚pencinta‛ jurnalistik. Internet dianggap sebagai suatu cara yang paling mudah dan murah dalam penyampaian informasi dari pelosok manapun juga yang memiliki jaringan internet. Maka telepon dan facsimile walaupun masih digunakan tetapi dianggap tiak secepat internet dalam penyampaian berita. Dalam dunia jurnalistik, internet memberikan kekuasaan pada individu dengan komputer untuk mengembangkan pusat penerbitannya sendiri. Internet menawarkan suatu PC dasar hanya dengan menggunakan telepon hubungan web serta layanan sistem informasi global yang gratis. Berkembangnya teknologi internet sebagai media informasi elektronik yang akhir-akhir ini berkembang pesat di negara maju sejak 35 tahun yang lalu dan mulai pula berkembang di Indonesia, diperkirakan dapat mempengaruhi teknologi penyebaran informasi dari teknik tradisional menjadi teknik penyebaran melalui media elektronik (cyber). Revolusi
  • 31. Jurnalistik Dakwah 31 teknologi informasi di Indonesia memang sedang terjadi, walaupun agak terlambat dibanding dengan negara lain. Hal ini dibuktikan dengan bertambah banyaknya jumlah pengguna internet, perusahaan jasa provider dan merebaknya media on- line membuktikan bahwa internet ini mulai membudaya di Indonesia. Perkembangan teknologi komunikasi juga mempengaruhi kalangan praktisi pers. Saat ini terutama media cetak tidak lagi dihadapi dengan media elektronik yang tentu saja memiliki banyak kelebihan dibanding dengan media cetak dalam hal visualisasi. Tapi tampaknya media cetak lagi-lagi harus ‘gigit jari’ dengan munculnya media on-line di internet. Seperti yang kita ketahui bahwa internet tidak memiliki hambatan dalam penyampaian informasinya. Tidak ada yang membatasi ataupun peraturan-peraturan tertulis yang mengaturnya. Masuknya media baru ini di tengah-tengah masyarakat yang sedang merangkak menuju kedewasaan berpikir pasti tidak akan mudah. Perkembangan teknologi ini harus disesuaikan dengan budaya pemakai dan konsumen. Sampai sejauh mana inovasi ini dapat mempengaruhi cara mereka berpikir. Apalagi kebebasan penyebaran informasi di internet yang seperti tanpa penghalang. Pengawasan terhadap internet hampir tidak mungkin karena begitu ramainya lalu lintas dan karena identitas sangat mudah disamarkan. Bahkan salah seorang operator Amerika menyediakan layanan anonimitas, menanggalkan semua penanda dari pesan yang dikirim melalui servernya, sehingga orang merasa bebas mengekspresikan diri. George Owel seperti dikutip A. Muis (1999 : 193) meramalkan media massa akan dikendalikan oleh sebuah
  • 32. Jurnalistik Dakwah 32 kekuatan misterius yang otoriter pada saat memasuki era globalisasi informasi. Karena pada saat ini dunia yang mulanya terasa sangat luas akan menjadi kecil, modem serta jaringan telepon kita akan dengan mudah meraih informasi apa saja tanpa kita ketahui siapa di belakang semuanya. Dilihat dari jumlah pengguna internet yang sudah menjangkau sebagian besar kota-kota di Indonesia dan menjamurnya Warnet (Warung Internet) di seluruh pelosok membuktikan bahwa internet telah menjadi salah satu alternatif masyarakat untuk memperoleh informasi. Apalagi nilai aktualiatas berita di internet jauh lebih aktual dibandingkan dengan media tradisional seperti media cetak dan media elektronik. Hal ini disebabkan oleh proses penyampaian berita pada media cetak dan elektronik melalui berbagai macam tahap, sehingga waktu terus berjalan yang menyebabkan nilai aktualitas suatu berita berkurang. Melihat gejala seperti ini, maka mulai bermunculan media interaktif internet, walau pada mulanya jarang dikenal oleh masyarakat. Tetapi kemudian internet secara gradual menjadi budaya baru di tengah-tengah masyarakat dan mulai diterima serta dianggap sebagai salah satu alternatif sumber informasi. Penyebaran informasi melalui internet yang tidak mengenal batas negara dan peraturan-peraturan pemerintah memang salah satu kelebihan selain aktualitas berita yang tinggi. Kebebasan mengungkapkan pendapat dan menyebarkan informasi secara global memang sangat menarik perhatian masyarakat. Setidaknya mereka dapat memperoleh informasi yang tidak atau belum disiarkan di media tradisional.
  • 33. Jurnalistik Dakwah 33 Kecenderungan peralihan pemilihan sumber informasi masyarakat menjadi salah satu sebab media tradisional untuk melakukan peningkatan mutu. Bahkan ada beberapa media menyajikan beberapa versi seperti dengan mengeluarkan versi media ceta, elektronik dan internet. Sehingga muncullah istilah media kembar, disebut demikian karena memang isi dari ketiga versi itu tidak jauh berbeda. Hanya kelebihannya ketiga versi itu dapat meraih lebih banyak audiens dari berbagai lapisan. Terdapat kecenderungan, media on-line di internet terus berkembang dan menjadi daya tarik khalayak untuk memilih media ini menjadi sumber informasi. Hal ini tentu saja dapat mengganggu stabilitas kerja media tradisional lainnya dalam bersaing menyajikan berita yang aktual. Dengan demikian, penulis membatasi masalah dengan memaparkan bagaimana penerimaan masyarakat yang dihadapkan pada beberapa alternatif sumber informasi terutama dengan kehadiran media baru. Dalam tulisan ini, penulis mengumpulkan data melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku bacaan maupun artikel serta hasil penelitian yang relevan dengan pembahasan dalam makalah ini. Dalam menganalisisnya, penulis menggunakan metode analisis deskriptif. 1. Teknologi Komunikasi dan Informasi Teknologi komunikasi menurut Rogers dirumuskan sebagai peralatan perangkat keras, setruktur-struktur organisasional, dan nilai-nilai sosial dengan mana individu mengumpulkan, mengolah dan saling bertukar informasi dengan
  • 34. Jurnalistik Dakwah 34 individu lain. Adapun mengenai teknologi informasi mencakup sistem-sestem komunikasi seperti satelit siaran langsung, kabel interkatif dua arah, penyiaran bertenaga rendah (low power broadcasting), komputer (termasuk PC dan komputer genggam yang baru), dan televisi (termasuk video disk dan video tape cassette)‛ (Ely, 1982: 5). Memang ada pembahas yang membedakan antara teknologi komunikasi dengan teknologi informasi dengan menyatakan bahwa yang pertama mencakup pengertian yang lebih luas, termasuk sistem, saluran, perangkat keras dan perangkat lunak dari komunikasi modern, di mana teknologi informasi merupakan bagian daripadanya. Sedangkan ilmuan lainnya membedakan teknologi informasi dalam pengertian hardware atau perangkat keras saja. Bahkan ada yang menafsirkan teknologi informasi sebagai perangkat komputer berikut segala kelengkapannya saja. Namun bila diamati dengan lebih dalam, nyatalah bahwa di antara kedua bidang tersebut saling berkaitan satu sama lain, bahkan seringkali digunakan untuk menyebut hal yang sama secara bergantian. Dalam mendefinisikan teknologi komunikasi selalu berkaitan dengan istilah hardware dan software. Hardware adalah bagian yang paling nyata dari sistem teknologi baru dimulai dari hardware. Tetapi bagaimana pun dalam memahami teknologi komunikasi tidak cukup hanya memahami hardware. Sangatlah penting untuk memahami pesan-pesan komunikasi yang disampaikan melalui sistem teknologi dimana pesan-pesan ini dijadikan ‘software’ (August E. Grant, 1996 : 143). Teknologi komunikasi merubah secara dramatis cara orang mengirim dan menerima pesan. Media baru bukan mengenai
  • 35. Jurnalistik Dakwah 35 meletakkan surat kabar, majalah, radio dan televisi di luar bisnis. Tetapi saluran baru komunikasi menjadi sangat popular dan menawarkan alternatif disamping media tradisional. Dalam beberapa kasus, Anda perlu mempertimbangkan ‚media baru‛ ini (Jim Macnamara, 1999: ). Kata cyber sejak tahun 1948 selalu dikaitkan dengan robot dan komputer. Banyak sekali cyber seperti cyberspace, cyberborg, dan lain-lain, tetapi yang kerap kali digunakan adalah cyberspace yang diartikan sebagai kombinasi teknologi komunikasi dan informasi. Perputaran informasi sudah tidak lagi menggunakan hitungan jam tetapi menggunakan hitungan detik. Peristiwa akan terus terjadi pada saat wartawan sedang menulis berita dan begitu selanjutnya. Aktualitas berita semakin tinggi diharapkan sehingga persaingan antara media semakin ketat. Teknologi komunikasi memang banyak menjanjikan harapan (rising expectations) sekaligus menimbulkan frustasi (rising frustrations). Banyak hal yang harus kita hadapi akibat pesatnya teknologi komunikasi ini. Pertama, teknologi komunikasi akan melahirkan kelas baru dalam masyarakat. Kedua, teknologi komunikasi bisa membentuk nilai baru. Ketiga, teknologi komunikasi bisa memperpendek jam kerja kita, orang bisa kerja tanpa harus pergi ke kantor karena dihubungkan oleh telekomunikasi. Keempat, pesatnya teknologi komunikasi bisa dimanfaatkan para pengusaha sebagai arena persuasi massal di media massa. Kelima, teknologi komunikasi membawa ekses juga pada timbulnya ketergantungan pada negara lain. Hingga sekarang, misalnya perangkat keras dan
  • 36. Jurnalistik Dakwah 36 lunak (hardware dan software) dalam bidang komputer dan teknologi komunikasi berasal dari negara Barat. 2. Media On-line Media komunikasi di Indonesia sejak masa reformasi khususnya media massa cetak sudah mulai membumi terutama setelah MENPEN membebaskan penerbitan media cetak bagi siapapun juga yang berkeinginan untuk menjadi Pemred mendadak. Semakin banyak media cetak yang beredar tentu saja semakin membingungkan masyarakat yang mulai tergantung pada media tersebut. Kemudian kebebasan pers yang semula dianggap sebagai barang langka di kalangan pers, sekarang menjadi barang obralan yang tidak lagi memperhatikan mutunya. Tak ada cek dan ricek atas penyajian informasi, tidak ada lagi rasa ‘hormat’ pada pemerintah atau pejabat-pejabat. Semua dianggap boleh dilakukan di media cetak. Masyarakat yang mulanya menyambut baik kemunculan media-media baru mulai meragukan nilai faktual dan etikanya. Lalu terjadilah seleksi oleh khalayak dan mulai beberapa media tidak terbit lagi karena ditinggalkan pembacanya. Kesempatan kebebasan penyajian informasi ini juga dimanfaatkan oleh para inovator Indonesia. Mereka mampu melihat sesuatu dari sisi yang berbeda, sisi lain yang jarang disentuh orang yaitu penerbitan Media On-line. Masyarakat yang semula saling berebut menerbitkan media cetak, kemudian ‘berani’ menerbitkan media on-line yang tentu saja masih belum membudaya dan masih jarang disentuh oleh para pemasang iklan di Indonesia sebagai sumber pendapatan.
  • 37. Jurnalistik Dakwah 37 Media on-line dapat dianggap sebagai media masa depan, dan suatu saat masyarakat Indonesia akan menganggap media on-line sebagai media alternatif selain media cetak dan elektronik. Sekarang pun media on-line sudah mulai dikenal oleh masyarakat banyak sebagai sumber yang terpercaya. Untuk beberapa kalangan tertentu, informasi di internet dianggap sebagai sumber informasi aktual dan tercepat. Pada penelitian yang dilakukan oleh University of Southern California (1998), disebutkan bahwa pada awal 90-an, hanya setengah lusin surat kabar besar dan sedikit surat kabar kecil saja yang memiliki Surat Kabar On-line atau interaktif pada web atau internet provider seperti Amerika On-line. Walaupun tanpa produk on-line, ratusan surat kabar memiliki halaman web. Pertengahan 90-an Surat Kabar On-line baru menawarkan untuk menyajikan berita utama surat kabar tersebut untuk ditempatkan di web dan sebagian besar surat kabar telah menempatkan semua isi surat kabar versi cetak pada web. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Barret (1997) ditemukan bahwa 67 % pembaca on-line secara kontinyu membaca Surat Kabar On-line dan Majalah On-line di internet. 3. Media Modern dan Media Tradisional Yang tergolong media modern adalah media on-line sedangkan yang termasuk media tradisional adalah media cetak dan elektronik. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat perbedaan kedua media ini, salah satunya adalah yang dilakukan oleh Christoph Neuberger, Jan Tannemacher, Matthias Biebl dan Andre Duck (JCMC, 1998) dari Catholic University di Jerman melakukan penelitian tentang media on-
  • 38. Jurnalistik Dakwah 38 line sebagai media masa depan. Mereka melakukan penelitian dengan cara membandingkan media cetak dan media on-line. Variabel yang digunakan pada kuesioner untuk melihat kelebihan dan kekurangan media on-line dibandingkan dengan media cetak dengan menanyakan 2541 responden yaitu : Kelebihan : 1) Digunakan secara gratis 2) Beritanya lebih aktual 3) Dapat menggunakan lingkup yang lebih luas 4) Menggunakan saluran 5) Dapat otomatis mencari informasi yang dibutuhkan 6) Dapat melihat berita dari surat kabar luar negeri 7) Dapat menghubungi editor melalui e-mail 8) Adanya forum diskusi Kekurangan : 1) Laporan media on-line tidak seluruhnya informasi yang disajikan 2) Menghabiskan waktu lama untuk mengakses 3) Tidak dapat dibaca saat perjalanan 4) Membaca di layar komputer sangat melelahkan 5) Akses internet menghabiskan biaya besar 6) Terlalu banyak ‘link’ jadi membingungkan 7) Menghabiskan waktu yang lama untuk berhubungan dengan link yang tersedia. Salah satu kesimpulan penelitian ini adalah bahwa updates pada media on-line kerap kali terjadi. Dan satu dari dua belas berita akan dilakukan perubahan lebih dari tiga kali dalam
  • 39. Jurnalistik Dakwah 39 sehari, karena memang disitulah kelebihan media on-line yaitu kecepatan penyampaian berita. Perilaku pembaca surat kabar juga berubah. Menurut survei yang dibuat oleh Jupiter sebuah perusahaan konsultan, menunjukkan bahwa 12 % orang melihat breaking news melalui internet dulu, ketimbang melalui radio. Tetapi mereka tidak menginginkan artikel panjang, mereka ingin judul saja dan berita yang di-update secara rutin. Selain internet orang banyak mencari breaking news dari jaringan televisi 24 jam, sama dengan wire service yang mensuplai berita ke AOL atau Yahoo, dua situs besar di internet, sedangkan surat kabar berada di urutan paling akhir. Berdasarkan penelitian yang dibuat Merce Management Consulting beberapa tahun lalu, televisi dan radio menjadi sumber yang lebih penting untuk berita yang aktual, sedangkan surat kabar lebih berharga untuk berita property, pekerjaan, olahraga, hiburan, seni, makanan, persoalan rumah tangga. Tetapi kemudian mereka yang di internet mengambil bidang itu yang menyajikannya lebih mendalam. Maka pencinta olahraga lebih suka masuk web site tim favorit mereka dibandingkan surat kabar. Walaupun internet telah mengungguli media massa tradisional, kebutuhan untuk berita yang ditulis dengan baik dan berdasarkan penelitian mendalam tetap ada. ‚The easier it is to publish, the more rubbish will get published‛ demikian pendapat para jurnalis tradisional. Institusi media massa tradisional yang sudah memiliki reputasi baik yang mempublikasikan isinya di internet lebih dipercaya dibandingkan the cheap journalist. (Kompas on-line).
  • 40. Jurnalistik Dakwah 40 PENUTUP Berita-berita yang disampaikan melalui media on-line memang lebih cepat dibandingkan dengan surat kabar yang diterbitkan, tetapi bukan berarti lebih lengkap. Juga pada media on-line tidak menyediakan banyak ruang yang membahas berita secara detail, lain halnya pada media tradisional yang ruang untuk beritanya lebih banyak sehingga masalah kecil pun diangkat menjadi beritanya. Media on-line lebih mengutamakan agar pembaca mengetahui peristiwa bukan memahami apa yang terjadi, sedangkan pada media tradisional sebaliknya, berita tidak hanya untuk diketahui tetapi dipahami juga. Pengaruh pemberitaan melalui media on-line hanya pada kecepatan pemberitaan suatu peristiwa, sehingga yang mengakses informasi melalui media ini memperoleh informasi secara aktual tidak seperti pada media tradisional. Masyarakat cenderung menggunakan media on-line karena keaktualan informasi yang disampaikan dan tidak mempengaruhi penyebaran informasi melalui media tradisional. Hal ini disebabkan karena media tradisional masih digunakan luas di masyarakat karena biayanya relatif murah dan mudah mengaksesnya. 
  • 41. Jurnalistik Dakwah 41 Daftar Rujukan Buick, Joanna dan Zaron Zevtic, Mengenal Cyberspace For Beginners, Bandung : Mizan, 1997. Ely, D.P., Information Technology in Education: The Best of ERIC, New York: ERIC Clearinghouse on Information Resources, 1982. Grant, E August, Communication Technology Update, Fifth Edition, Butterworth-Heinemann, 1996. Koswara, E, Dinamika Informasi dalam Era Global, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1998. Macmara, Jim, Strategi Jitu Menjinakkan Media, Jakarta : PT. Mitra Media Publisher, 1999. Muis, A., Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa, Jakarta : PT. Dharu Anuttama, 1999. Negroponte, Nicholas, Being Digital, Yogyakarta: Mizan, 1998. Piliang, Amir Yasraf, Sebuah Dunia Yang Dilipat, Yogyakarta : Mizan Pustaka, 1998. William, Frederick, The New Communication, Third Edition, California: Wadsworth Publishing Company, 1992.
  • 42. Jurnalistik Dakwah 42 PENDEKATAN KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB Oleh Kartini Abstrak: Communicative approach (al-madhal al-ittishali) in study of Arabic language that create to competition as purpose study that direct to procedure of language skill, that consist of attention (istima’), speaking (kalam), reading (qiraah), and writing (kitabah). Communication approach (al- madhal al-ittishal) to stimulate students to learning activity. The used of communication approach activity, that is functional of communication language that another to share information and information process and social interaction activity that is dialog, simulation, debating, and another discussion activity. Kata kunci: Pendekatan Komunikatif (al-madhal al-ittishal), Pembelajaran, Bahasa Arab. A. Pendahuluan Pendekatan komunikatif yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-madhal al-ittishali yaitu pendektan yang mempokuskan pada kemampuan komunikasi aktif dan praktis. Menurut pemerhati bahasa, pendekatan ini telah mengadakan terobosan baru yang strategis dibidang pengajaran bahasa kedua, dan dianggap sebagai pendekatan yang integral dan memiliki cirri-ciri yang pasti. Hal ini karena ia merupakan perpaduan strategi-strategi yang bertumpu pada suatu tujuan
  • 43. Jurnalistik Dakwah 43 tertentu yang pasti, yaitu melatih menggunakan bahasa secara spontanitas dan kreatif. Sasaran pendekatan ini adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan bahasa Arab pada situasi yang alami dengan sikap spontanitas kreatif, disamping penguasaan tata bahasa. Fokus pendekatan ini adalah menyampaikan makna atau maksud yang tepat sesuai dengan tuntunan dan fungsi komunikasi pada waktu tertentu. B. Karakteristik Pendekatan Komunikatif 1. Sejarah Lahirnya Pendekatan Komunikatif Pada tahun 1960-an tradisi pembelajaran bahasa di Inggris mengalami perubahan cukup mendasar. Perubahan ini dipicu oleh asumsi baru tentang hakikat pembelajaran bahasa yang secara mendasar mengikuti asumsi-asumsi baru. Hal inilah yang mendorong munculnya pembelajaran Bahasa Komunikatif (Communikative Language Teaching). Pada tahun-tahun sebelumnya, situasional Language Teaching mendominasi percaturan pembelajaran bahasa Inggris. Pada ‚Situasional Language Teaching‛ dalam hal ini tertentu mirip dengan pendekatan komunikatif. Bahasa diajarkan dengan cara melatih siswa tentang struktur dasar dalam berbagai aktivitas yang didasarkan pada hal-hal yang bermakna. Pendekatan pembelajaran bahasa tersebut tidak dapat bertahan lama sebab ada bantahan-bantahan dari para pakar linguis di Amerika. Dalam pendekatan audiolingual sebagai bagian dari penerapan pendekatan Situasi Language Teaching. Selanjutnya, Howatt (dalam Tolla,1996) mengatakakan pendekatan Situasional Language Teaching merupakan suatu gagasan yang
  • 44. Jurnalistik Dakwah 44 keliru karena memprediksi bahasa berdasarkan kejadian- kejadian situasional atau situasional tertentu. Pendekatan tersebut lebih seksama akan kembali pada konsep tradisional. Hal yang sama diungkapkan oleh Noam Chomsky seorang pakar linguistik Amerika Serikat dalam bukunya ‚Syntaktic Struktures‛ yang diterbitkan 1957 menunjukkan bahwa teori struktural terbukti tidak mampu menjelaskan karakteristik bahasa yang fundamental kreativitas (Purwo, 1990). Di samping itu, para pakar linguis terapan di Inggris menekankan pada dimensi bahasa yang mendasar lainnya yang belum tergarap secara memadai pada pendekatan pembelajaran bahasa yang telah berlaku saat itu, yaitu dimensi fungsional dan komunikatif. Menurut penilaian mereka, perlu ada pemberian perhatian yang cukup memadai dalam pembelajaran bahasa dengan menekankan pendekatan komunikatif daripada pendekatan struktural. Para sarjana yang memprakarsai pandangan tersebut, yaitu Christopher Candlin dan Henri Widdoson yang telah banyak mengkaji karya-karya linguis Fungsional Inggris, seperti John Firth, dan M.A.K. Halliday. Karya-karya yang bersifat sosiolinguistik, seperti Dell Hymes, John Gumperz dan william Labov dari Amerika. Karya-karya filsafat, seperti John Austin dan John Searle dari Amerika dan London (Tolla, 1996). Dalam pandangan fundamental dalam kaitannya dengan hakikat pembelajaran bahasa merupakan embrio bagi pendekatan lain dalam pembelajaran asing yang bersumber dari perubahan realitas pembelajaran bahasa di Eropa dan membentuk suatu dewan yang dinamakan ‚Dewan Eropa‛ yang mendukung sepenuhnya terbentuknya Asosiasi Linguistik Terapan Internasional (Internasional Assosiasi of Applied
  • 45. Jurnalistik Dakwah 45 Linguistics). Assosiasi ini dianggap sangat penting untuk mengembangkan dan menyebarluaskan metode-metode pembelajaran bahasa. Sebagai realisasi dari program-program perkumpulan tersebut, tahun 1971 mulai dikembangkan pembelajaran bahasa dalam suatu sistem kredit, yaitu sebuah sistem yang tugas-tugas pembelajarannya dipecah-pecah ke dalam bagian atau unit-unit. Setiap unit berhubungn dengan unit lainnya (Aleksander dalam Azies, 1996 :2). Upaya tersebut mulai dipertajam oleh D.A. Wilkins pada tahun 1972 dalam makalahnya berjudul ‚Grammatikal, Situasional an National Syllabus‛ yang disampaikan dalam konfrensi Linguistik Terapan di Copenhagen. Sejak itu kepopuleran pembelajaran bahasa secara komunikatif menyebar ke seluruh penjuru dunia dan mampu menggoyangkan konsep pembelajaran bahasa yang dikembangkan oleh kaum struktural. Dalam konferensi tersebut, Wilkins mendemonstrasikan sistem makna yang mendasari penggunaan bahasa secara komunikatif. Wilkins menguraikan dua jenis makna yaitu kategori nasional meliputi konsep-konsep seperti waktu, urutan, kuantitas, lokasi, frekuensi dan kategori fungsi komunikatif seperti penolakan, penawaran, keluhan dan sebagainya. Wilkins kemudian merevisi dan melengkapi makalahnya sehingga tersusun sebuah buku berjudul National Syllabuses (1976) dan memiliki pengaruh besar terhadap pembelajaran bahasa komunikatif (PBK). Sekalipun pada mulanya gerakan ini tumbuh di Inggris, tetapi pada umumnny pengaruhnya meluas sampai ke Amerika pada pertengahan 1970-an. Para pendukungnya baik di Inggris
  • 46. Jurnalistik Dakwah 46 maupun di Amerika sama-sama melihat sebagai suatu pendekatan bukan metode. 2. Pengertian dan Hakikat Pendekatan Komunikatif Istilah pendekatan komunikatif yang pertama kali muncul di Inggris dengan nama Communicative Approach. Tujuan pendekatan ini adalah (a) menciptakan kompetensi sebagai tujuan pembelajaran bahasa dan (b) mengembangkan prosedur keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Tolla, 1996: 95). Selanjutnya, Littlewood (dalam Azies,1996: 4) menjelaskan bahwa salah satu ciri khas utama penmbelajaran bahasa komunikatif adalah pemberian perhatian sistematis terhadap aspek-aspek fungsional dan struktural bahasa. Berdasarkan ciri tersebut, maka ia menetapkan dua dimensi yang perlu diperhatikan dalam menyusun program pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif di antaranya adalah : a) Dimensi yang berkaitan dengan perumusan tujuan keterampilan yang diperlukan pembelajar bahasa yang tidak hanya terbatas pada pemakaian struktur bahasa, tetapi juga penguasaan keterampilan yang lain, yaitu keterampilan bagaimana menghubungkan struktur- struktur tersebut dan fungsi-fungsi komunikasi sesuai dengan situasi peristiwa bahasa. b) Dimensi yang berkaitan dengan jenis-jenis kegiatan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan pertama. Asumsinya adalah belajar berkomunikasi, tetapi yang lebih penting ialah pembelajar mampu menggunakan bahasa itu secara otomatis atau spontan.
  • 47. Jurnalistik Dakwah 47 Berdasarkan kedua dimensi di atas dapat dipahami bahwa kemahiran penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi yang nyata sesungguhnya jauh lebih penting dimiliki oleh para siswa dibandingkan dengan pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa (pendekatan struktural). Pendekatan komunikatif memberikan tekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa atau dari struktural ke fungsional. Dalam hal ini, bahasa lebih tepat dipandang sebagai sesuatu yang berkenaan dengan apa yang dapat dilakukan (fungsi) atau berkenaan dengan makna apa yang dapat diungkapkan (nosi) melalui bahasa dan bukan yang berkenaan dengan butir-butir bahasa. Dengan demikian, penggunaan bahasa untuk tujuan tertentu seperti: menyapa, meminta maaf, menasihati, memuji atau mengungkapkan pesan tertentu dalam kegiatan berkomunikasi (Pateda, 1991). Untuk lebih memahami hakikat pendekatan komunikatif secara mendalam ada delapan hal yang perlu dijelaskan yaitu: (a) Teori Bahasa: Pendekatan komunikatif berdasarkan pada teori bahasa yang menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa itu merupakan suatu sistem untuk mengekspresikan makna. Teori ini lebih memberi tekanan pada dimensi semantik dan komunikatif dibandingkan pada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, dalam pembelajaran bahasa yang berdasarkan pada pendekatan komunikatif bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa. (b) Teori Belajar; Kegiatan belajar dikembangkan dengan mengarahkan pembelajar ke dalam komunikasi nyata. Pembelajar dituntut pula untuk menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan
  • 48. Jurnalistik Dakwah 48 ini adalah pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif apabila bahasa diajarkan secara informal melalui komunikasi langsung di dalam bahasa yang sedang dipelajari. (c) Tujuan; yang ingin dicapai di dalam pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif merupakan tujuan yang lebih mencerminkan kebutuhan siswa. Karena kebutuhan siswa yang utama dalam belajar bahasa berkaitan dengan kebutuhan komunikasi. Oleh karena itu, tujuan umum pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi (kompotensi dan performansi komunikatif). (d) Silabus; Silabus harus disusun searah dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan silabus pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif yang harus diperhatikan ialah kebutuhan dan materi-materi yang dipilih harus sesuai dengan kebutuhan siswa. (e) Tipe Kegiatan di dalam pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif, pembelajar diarahkan ke dalam situasi komunikasi nyata. Kegiatan komunikasi tersebut dapat berupa kegiatan tukar informasi, negoisasi makna, atau kegiatan berinteraksi. (f) Peranan Guru; Dalam pembelajaran bahasa Arab, guru dapat berperan sebagai fasilitator dalam proses komunikasi, partisipan tugas dan teks, menganalisis kebutuhan, konselor, dan manajer kegiatan belajar mengajar dalam kelas.
  • 49. Jurnalistik Dakwah 49 (g) Peranan Siswa; Dalam pembelajaran bahasa Arab pembelajar berperan sebagi pemberi dan penerima, sebagai negoisator dan interaktor dalam kegiatan pembeajaran bahasa Arab dengan pendekatan komunikatif pembelajar. Dengan demikian, para siswa tidak diharuskan menguasai bentuk-bentuk dan makna-maknanya dalam kaitannya dengan konteks pemakaiannya. (h) Peranan materi; Dalam pembelajaran bahasa Araba materi disusun dan disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha peningkatan kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi yang nyata. Materi ditempatkan sebagai bagian yang memiliki andil besar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, dalam pembelajaran bahasa komunikatif materi berfungsi sebagai sarana yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Sumardi, 1992). Berdasarkan uraian di atas, maka pendekatan komunikatif adalah pembelajaran bahasa yang berdasarkan pada tujuan pembelajaran yang mementingkan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Siswa diarahkan untuk dapat menggunakan bahasa, bukan mengetahui tentang bahasa dan bertujuan untuk membentuk kompetensi komunikasi, bukan semata-mata membentuk kompetensi kebahasaan, dengan memanfaatkan seluruh sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar. 3. Ciri-ciri Pendekatan Komunikatif Untuk menentukan ciri-ciri pendekatan komunikatif, landasan pokok yang berkenaan hal tersebut, adalah hakikat
  • 50. Jurnalistik Dakwah 50 teori bahasa, hakikat belajar bahasa, dan hakikat pembelajaran bahasa. a. Hakikat Teori Bahasa Pendekatan komunikatif pertama-tama berdasarkan pada teori bahasa sebagai komunikasi (language as communication). Teori bahasa yang secara khusus merupakan pengembangan pendekatan komunikatif. Teori ini bertentangan dari kebiasaan penekanan struktur bahasa. Dalam teori bahasa tersebut bahasa dilihat dari sistem gramatika sebagai sebuah sistem komunikasi di tingkat teori bahasa, pendekatan komunikatif memiliki landasan teoretis yang cukup kokoh (Pateda, 1991). Teori yang melandasi pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: (a) Bahasa adalah sistem untuk mengungkapkan makna. (b) Fungsi utama bahasa adalah untuk interaksi dan komunikasi. (c) Struktur bahasa mencerminkan kegunaan fungsional dan komunikatifnya. Teori lain yang juga melandasi pendekatan komunikatif adalah tentang fungsi bahasa yang diketengahkan oleh Halliday (dalam Pateda, 1991). Ketujuh fungsi bahasa tersebut sebagai berikut: (a) Fungsi instrumental yaitu menggunakan bahasa untuk memperoleh sesuatu. (b) Fungsi regulator yaitu menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain. (c) Fungsi interaksional yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan interaksi dengan orang lain. (d) Fungsi personal yaitu menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan makna. (e) Fungsi teoristik yaitu menggunakan bahasa untuk belajar dan menemukan makna. (f) Fungsi imajinatif yaitu
  • 51. Jurnalistik Dakwah 51 menciptakan dunia imajinasi. (g) Fungsi representasional yaitu menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi. b. Hakikat Belajar Bahasa Beberapa ahli ilmu bahasa terapan dalam pembelajaran bahasa, antara lain Brumfit, Johnson, serta Littlewood (dalam Syafi’ie, 1993) mengemukakan beberapa prinsip teori belajar bahasa yang menjadi dasar pendekatan komunikatif sebagai berikut: 1) Untuk mendorong kegiatan proses belajar bahasa dibutuhkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan komunikasi yang sebenarnya. Berdasarkan prinsif ini, tidak berarti bahwa pembelajaran bahasa selalu berupa aktivitas berkomunikasi yang sebenarnya terjadi. Adapun kegiatan-kegiatan pembelajaran yang berupa latihan- latihan pemakaian bahasa bukanlah tujuan pembelajaran melainkan media untuk mencapai tujuan yakni kemampuan berkomunikasi oleh karena latihan-latihan menuju pendekatan komunikatif penggunaan bahasa bukan pengetahuan kebahasaan. 2) Penciptaan kegiatan-kegiatan yang bermakna pada siswa dengan penggunaan bahasa akan mendorong proses belajar bahasa. Dari prinsif ini pembelajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif sangat mengutamakan berbagai tugas yang bermakna bagi siswa. 3) Bahasa yang bermakna bagi siswa akan mendorong proses belajar siswa. Berdasarkan prinsif ini, materi pembelajaran bahasa melalui pendekatan komunikatif adalah bahasa dalam pemakaian.
  • 52. Jurnalistik Dakwah 52 Selanjutnya, Angela Scarino (dalam Azies, 1996: 28-32) mengemukakan delapan prinsip belajar bahasa yang bercorak komunikatif sebagai berikut : (a) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat. (b) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam menggunakan bahasa sasaran secara komunikatif dalam berbagai aktivitas. (c) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia dipajankan (exposed) ke dalam situasi komunikasi yang dapat dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya. (d) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik, bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa. (e) Pembelajar akan belajar dengan baik bila ia memperoleh gambaran tentang data sosiokultural dan pengalaman budaya yang merupakan bagian dari bahasa sasaran. (f) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia menyadari peran serta hakikat bahasa dan budaya. (g) Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi umpan balik yang tepat yang menyangkut kemajuan mereka. c. Hakikat Pembelajaran Bahasa Dalam pembelajaran bahasa, pembelajaran adalah untuk mengembangkan kompetensi komunikatif para pembelajar yang mencakup kemampuan menafsirkan bentuk-bentuk linguistik baik yang dinyatakan eksplisit maupun implisit. Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa sering diasosiasikan dengan silabus, tidak didasarkan pada tingkat kesukaran dan kerumitan butir struktur, tetapi
  • 53. Jurnalistik Dakwah 53 didasarkan pada kebutuhan pembelajar. Dengan demikian, analisis kebutuhan merupakan hal yang mutlak perlu dilaksanakan sebelum pembelajaran bahasa pendekatan komunikatif. Pendekatan komunikatif sebenarnya adalah pendekatan pada desain silabus bukan pendekatan pada metode pembelajaran bahasa. Dalam pendekatan tersebut materi disusun dengan memperhatikan fungsi-fungsi bahasa atau pemakaian bahasa. Materi yang baik untuk pendekatan pembelajaran yang memperhatikan fungsi bahasa karena didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan komunikasi pembelajar dan tidak didasarkan pada sistematika butir-butir bahasa. Materi yang terdapat dalam pembelajaran bahasa adalah materi yang berupa teks, materi yang berorientasi pada tugas, dan materi yang berupa benda yang sebenarnya. Mengacu pada ketiga bentuk materi tersebut, maka ada beberapa prinsip yang perlu diketahui di antaranya: (a) Materi harus menunjang tujuan-tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. (b) Materi yang disusun mengacu pada keperluan dan autentik. (c) Materi harus dapat menstimulasi terjadinya interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antara siswa. (d) Materi yang disajikan harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memperhatikan bentuk-bentuk bahasa. (e) Materi harus dapat memberikan dorongan pembelajar untuk mengembangkan keterampilan belajar. (f) Materi harus dapat menciptakan pembelajar menerapkan keterampilan berbahasa (Syafi’ie, 1997). Berdasarkan uraian pada landasan pendekatan komunikatif di atas, maka ciri-ciri pendekatan komunikatif dapat dinyatakan
  • 54. Jurnalistik Dakwah 54 sebagai berikut: (a) Pendekatan komunikatif dapat menunjukkan aktivitas yang realistis untuk mendorong pembelajar untuk belajar. (b) Melalui aktivitas-aktivitas bahasa bertujuan untuk mengerjakan tugas-tugas yang mendorong pembelajar untuk belajar. (c) Materi dan silabus dipersiapkan setelah melakukan analisis mengenai kebutuhan (needs) pembelajar. (d) Penyajian materi dan aktivitas dalam kelas berorientasi pada pembelajar. (e) Cara berperan sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan pembelajar, dan manajer kelompok. Untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulis yang wajar. (f) Peranan materi dapat menunjang komunikasi pembelajar secara aktif (Subiyakto, 1993: 70-73). Prosedur Pembelajaran Bahasa dalam Pendekatan Komunikatif. Secara umum, tujuan pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif adalah mempersiapkan pembelajar untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan cara mengikhtiarkan pembelajar untuk mampu memahami dan menggunakan bahasa secara alamiah. Pengelolaan kelas bahasa yang mencerminkan penggunaan bahasa yang alamiah, yakni penggunaan bahasa yang nyata sesuai dengan penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Berkenaan dengan prosedur pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif ini, Finochiaro dan Brumfit menawarkan garis besar pembelajaran pada tingkat sekolah menengah pertama. Garis besar kegiatan pembelajaran yang ditawarkan kedua tokoh tersebut dapat disimpukan sebagai berikut: (a) Penyajian dialog singkat, yaitu penyajian dialog singkat ini sebaiknya didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan situasi dialog tersebut dengan
  • 55. Jurnalistik Dakwah 55 pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. (b) Pelatihan lisan dialog yang disajikan, yaitu pelatihan lisan dialog ini biasanya diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara bersama-sama dilakukan oleh seluruh siswa, setengahnya, sekelompok kecil, maupun individual. (c) Tanya jawab, yaitu tanya jawab ini dapat dilakukan pada dua fase. Pertama, tanya jawab yang berdasarkan topik dan situasi dialog. Kedua, tanya jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman- pengalaman pribadi siswa. (d) Pengkajian, yaitu para siswa diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog. Lalu para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang fungsi komunikatifnya sama. (e) Penarikan kesimpulan, yaitu para siswa diarahkan untuk membuat kesimpulan tentang kaidah bahasa yang terkandung dalam dialog. (f) Aktivitas Interpretatif, yaitu pada langkah ini, para siswa diarahkan untuk menafsirkan (menginterpretasikan) beberapa dialog yang dilisankan. (g) Aktivitas Produksi lisan, yaitu Aktivitas produksi lisan (berbicara) dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas yang bebas. (h) Pemberian Tugas, yaitu memberikan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah. Dan (1) Evaluasi, yaitu evaluasi pembelajaran dilakukan secara lisan (Tarigan, 1988: 280). Harmer (dalam Pateda, 1991) mengemukakan pula bahwa tahap-tahap pembelajaran bahasa komunikatif harus dimulai dari aktivitas nonkomunikatif, menuju aktivitas komunikatif. Dalam fase kegiatan untuk berkomunikasi dan tujuan berkomunikasi. Selanjutnya, Littlewood mengatakan (dalam
  • 56. Jurnalistik Dakwah 56 Saadie, 1998) bahwa penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa ada dua kegiatan yang harus diketahui, yaitu kegiatan komunikasi fungsional dan kegiatan interaksi sosial. Kegiatan komunikasi fungsional meliputi antara lain kegiatan saling membagi informasi dan mengolah informasi. Kegiatan interaksi sosial meliputi dialog, simulasi, memerankan lakon pendek yang lucu, improvisasi, berdebat dan melaksanakan berbagai bentuk diskusi. Berdasarkan uraian di atas, dapat memberikan suatu indikasi bahwa dalam pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif guru bahasa dapat menggunakan alternatif prosedur yang memungkinkan terciptanya pembelajaran yang dinamis. Kesimpulan Berdasarkan dengan uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Arab dalam pendekatan komunikatif diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulisan. 2) Tujuan pendekatan komunikatif yaitu, membentuk kompetensi sebagai tujuan penmbelajaran bahasa dan mengembangkan prosedur keterampilan berbahasa. 3) Ciri khas pembelajaran bahasa Arab dalam pendekatan komunikatif adalah pemberian perhatian sistematis terhadap aspek fungsional dan struktur bahasa.
  • 57. Jurnalistik Dakwah 57 4) Kemahiran menggunakan bahasa dalam situasi komunikasi yang nyata sesungguhnya lebih penting dimiliki para siswa disbanding dengan pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa. 5) Hakikat pendekatan komunikasi meliputi teori bahasa, teori belajar, tujuan, silabus, tipe kegiatan, peranan guru, peranan siswa, dan peranan materi. 6) Ciri-ciri pendekatan komunikatif di antaranya adalah : (a) pendekatan komunikatif menunjukkan aktivitas yang realistis untuk menstimulasi pembelajar untuk belajar, (b) materi dari silabus dipersiapkan setelah dilakukan analisis kebutuhan pembelajar, (c) penyajian materi dan aktivitas dalam kelas berorientasi kepada pembelajar, (d) guru berperan sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan pembelajar dan menejer kelompok untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.  Daftar Rujukan Azies, Furqanul dan A. Chaedar Alwasilah. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Pateda, Mansur. 1991. Linguistik Terapan. Flores: Nusa Indah. Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius
  • 58. Jurnalistik Dakwah 58 Saadie, Ma’mur. 1998. Pendekatan Komunikatif dalam Penggunaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Proyek Penataran Guru SLTP Setara D3 Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdikbud. Subiyakto, Sri Utari N. 1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia. Sumardi, Muljanto. 1992. Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Syafi’ie, Imam. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia 1; Petunjuk Guru Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 1. Jakarta: PT General Bhakti Pertama. Syafi’ie, Imam. 1997. Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka. Tarigan, H.G. 1988. Metode Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa. Tolla, Ahmad. 1996. Kajian Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di SMU di Kotamadya Ujung Pandang. Tesis. Malang: IKIP Malang. Zainuddin, Radliyah. 2005. Metodologi dan Strategi Alternaif Pembelajaran Bahasa Arab. Cirebon: STAIN Cirebon Pres.
  • 59. Jurnalistik Dakwah 59 EKSISTENSI SURAT KABAR SEBAGAI MEDIA DAKWAH Oleh Efendi P. Abstrak; The press is one of the media propaganda is very effective in the delivery of religious messages to the public. In the modern world human needs of the press described as the air, where every time people will definitely need it. The press as propaganda media have functions and goals include: educate, inform, entertain, influence, and as social control. Thus, the presence of newspapers as a medium of propaganda is very strategic. Kata kunci : dakwah, media, pengaruh A. Pendahuluan Dalam dunia modern kehidupan masyarakat tidak lagi dapat dipisahkan dari jurnalistik dan pers. Secara ekstrem para ahli jurnalistik menyamakan pers dengan udara yang dibutuhkan manusia untuk hidup. Manusia modern tidak lagi dapat hidup tanpa mendapatkan suguhan pers, yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi (H. Assegaff, 1991: 9). Keberhasilan dakwah tidak semata terletak pada format dan isi, tetapi sangat tergantung pula pada metode dan media, pengaruh media informasi sungguh makin nyata. Sementara di kalangan umat Islam umumnya kita juga mulai menyaksikan adanya semacam pergeseran proporsionalitas struktur penggunaan media dakwah, yakni da’wah bil qalam (media
  • 60. Jurnalistik Dakwah 60 cetak) mendapat posisi besar di samping dakwah billisan (Hamka dan Rafiq, 1989:122). Secara umum fungsi media komunikasi massa tersebut adalah: a. memberikan informasi b. mendidik c. menghibur dan d. mempengaruhi (Effendy, 1986: 116). Surat kabar sebagai salah satu media dakwah, baik surat kabar harian maupun mingguan, keduanya telah memiliki fungsi tersebut di atas. Persoalannya adalah apakah muballigh sudah siap untuk menggunakan dan memanfaatkan surat kabar sebagai media saluran dakwah? Ini adalah sebuah tantangan bagi para muballigh dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat khususnya melalui media cetak (surat kabar). Ciri masyarakat informasi ditandai dengan makin lebar dan intensidnya kegiatan komunikasi, baik yang bersifat interakatif maupun media massa. Teknologi informasi merupakan ciri dominan kehidupan masyarakat dalam mencari, memproses, dan menyajikan informasi (Firdaus, 2003: 12). Dengan demikian tampak ada kesamaan antara fungsi surat kabar (pers) dan fungsi dakwah. Hasanuddin mengatakan bahwa persamaan antara dakwah dan publisistik yaitu sama- sama menyampaikan isi pernyataan, objeknya sama-sama manusia, sama-sama bertujuan agar manusia lain jadi sependapat, selangkah dan serasi dengan orang yang menyampaikan isi pernyataan (Ardhana, 199: 45).
  • 61. Jurnalistik Dakwah 61 Surat kabar sebagai media informasi dan media dakwah sangat besar pengaruhnya dalam penyiaran Islam kepada masyarakat. Surat kabar sebagai media massa memuat dan menyajikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat selalu konsumen. Makalah ini akan membahas pengaruh dakwah melalui surat kabar. B. Dakwah Melalui Surat Kabar Dakwah adalah kewajiban yang harus ditegakkan oleh umat Islam, kapan dan di manapun mereka berada. Dakwah dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk, misalnya melalui perbuatan (akhlak), tutur kata (lisan), dan melalui tulisan (surat kabar). Untuk membahas dakwah melalui tulisan, maka di bawah ini akan dikemukakan pengertian, beberapa media dakwah dan pengaruhnya melalui surat kabar. a. Pengertian media dakwah Kata ‚media‛ berasal dari bahasa latin, yaitu ‚median‛ yang artinya alat perantara. Sedangkan kata media merupakan jamak darikata median tersebut (Syukir, 1983:163). Dari pengertian ini dipahami, bahwa yang dimaksud dengan media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut H. Hamzah Ya’qub (1981: 47), bahwa media dakwah adalah ‚alat obyektif yang menjadi saluran menghubungkan ide dengan ummat, suatu elemen yang vital dan merupakan urat nadi dalam totaliteit dakwah‛. Asmuni Syukir (1983:163) menjelaskan bahwa media dakwah adalah alat yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat
  • 62. Jurnalistik Dakwah 62 berupa barang (material), manusia, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya. Abd. Kadir Munsyi (1981: 41), menjelaskan bahwa media dakwah adalah alat yang menjadi saluran penghubung ide dengan umat, suatu elemen yang vital yang merupakan urat nadi dalam totalitiet dakwah. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media dakwah adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam rangka pelaksanaan dakwah demi tercapainya tujuan dari pada dakwah. b. Beberapa media Dakwah Mengingat banyak media yang dapat digunakan oleh para da’i dalam menyampaikan pesan-pesan agama kepada masyarakat, maka berikut akan dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang media dakwah. H. Hamzah Ya’qub (1981: 47- 48) membagi media dakwah dalam lima (5) bahagian, yaitu: 1) Lisan, seperti khutbah, pidato, ceramah, kuliah diskusi, seminar, musyawarah, nasehat, pidato radio, ramah tamah, anjang sana, obrolan secara bebas dan lain sebagainya yang menggunakan lidah dan suara. 2) Tulisan, misalnya menyampaikan dakwah lewat buku- buku, 3) majalah, surat kabar, buletin, spanduk, dan lain-lainnya. 4) Lukisan, seperti gambar-gambar, foto, film cerita dan lain- lain lukisan yang mengandung nilai-nilai dakwah. 5) Audio visual, yaitu yang dapat didengar dan dilihat. Misalnya televisi dan lain-lain.
  • 63. Jurnalistik Dakwah 63 6) Akhlak (uswatun hasanah), yakni menunjukkan perbuatan nyata seperti mensiarhi orang sakit, membangun masjid, sekolah, poliklinik dan lain-lain. Menurut Abd. Kadir Munsyi, bahwa ada enam (6) macam media dakwah yaitu: a) Lisan b) Tulisan c) Lukisan atau gambar d) Audio visual e) Perbuatan f) Organisasi (Munsyi, 1981: ix-x). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa, media dakwah adalah alat yang digunakan sebagai perantara dalam rangka pencapaian tujuan dakwah. Meskipun hanya sebagai alat perantara tetapi sangat berperan dalam pelaksanaan dakwah. Hal tersebut menunjukkan bahwa media dakwah sangat dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan aktivitas dakwah di masyarakat. Dengan demikian media dakwah yang meliputi segala sesuatu yang digunakan dalam hubungannya dengan pelaksanaan dakwah, sekalipun hanya alat penunjang, akan tetapi sangat besar pengaruhnya dalam pencapaian tujuan yang ingin dicapai oleh dakwah. Sekalipun media dakwah itu sangat banyak, tetapi tidak ada media yang sempurna, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, kekurangan yang ada pada media yang satu akan disempurnakan oleh media lainnya. Makin banyak menguasai penggunaan media dalam pelaksanaan dakwah, maka
  • 64. Jurnalistik Dakwah 64 semakin mengantar kepada keberhasilan dan kesuksesan dalam pelaksanaan dakwah. Oleh karena itu, dalam memilih media dakwah sebaiknya selalu dikondisikan dengan objek dakwah, sebab tidak semua media dakwah bisa digunakan dalam semua kondisi dan situasi. Media dakwah merupakan salah satu unsur dakwah yang dapat menunjang suksesnya dakwah. Sebab itu, materi dakwah yang akan disampaikan harus disesuaikan degan media yang akan digunakan. Dengan demikian, dakwah yang disalurkan lewat media lebih mudah mempengaruhi mad’u. Di sinilah pentingnya media bagi juru dakwah dalam menyampaikan materi dakwah terhadap mad’u. Pesan yang akan disampaikan oleh komunikator melalui media cetak (suarat kabar) sedapat mungkin dirumuskan sebagai berikut: 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan. 2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi komunikan (Effendy, 1986:39).
  • 65. Jurnalistik Dakwah 65 C. Pengaruh Dakwah Melalui Surat Kabar Akhir abad XX dewasa ini adalah masa terjadinya banjir media massa dan menjurus kepada terjadinya kekerasan media massa yang sukar diabaikan oleh pembentuk-pembentuk watak manusia. Media massa seperti surat kabar, televisi, radio, film, teater, majalah dan sebagainya. Oleh para da`i harus dimanfaatkan seefektif mungkin, sebab bila tidak, media tersebut akan cenderung berupa alat sekularistis yang akan mendangkalkan penghayatan keagamaan umat Islam. Surat kabar sebagai salah satu media dakwah sangat besar peranannya dalam mentransformasikan nilai-nilai ajaran agama kepada masyarakat. Peranan surat kabar antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Empat buah koran yang memusuhi lebih berbahaya daripada seribu bayonet. 2) Dalam melaksanakan perjuangan meletakkan dasarnya cita-cita atau penyebaran cita-cita maka koran merupakan benteng pertahanan 3) Untuk mengetahui amanat penderitaan rakyat yang sebenarnya dapat dicerminkan dalam koran 4) Apabila koran dibiarkan secara merdeka, saya tidak akan bisa memerintah lebih dari 30 bulan (Napolion) 5) Koran dapat disamakan dengan mata, telinga, dan lidahnya rakyat 6) Adapun yang tidak benar yang disiarkan oleh koran bisa mengakibatkan benar dan rakyat akan mempercayainya 7) Koran langsung bisa menjadi pembunuh bila ia terlalu dibebaskan berbicara
  • 66. Jurnalistik Dakwah 66 8) Bila digunakan sebenarnya koran dapat menguasai dan memerintah dunia Suatu negara bisa menjadi baik atau buruk tergantung dari peranan korannya. 9) Bicara hanya menghasilkan sejumlah kecil manusia yang terpengaruh, tetapi dengan koran jutaan manusia bisa terpengaruh (H.M. Iskandar, 2008:58). Fungsi dakwah adalah membentuk opini, merubah sikap dan untuk mengarahkan tingkah perseorangan dan masyarakat. Dakwah sebagai agen pembaharuan, perbaikan dan perubahan, mempunyai sarana yang sama dengan pendidikan, yaitu keluarga, pendidikan formal, lingkungan masyarakat dan media massa (Habib, 1982:138). Sebagai agen perubahan, maka sesungguhnya keluarga selain menempati tempat yang paling penting, juga sebagai pendahuluan dan tahap awal pendidikan manusia. Oleh karena itu, melalui fungsi keluarga dakwah sangat penting artinya dalam pembentukan watak dan pribadi muslim, sebagai benih terbentuknya masyarakat yang dikendalikan oleh pola dakwah (Habib, 1982: 138). Surat kabar sebagai media dan sarana dakwah diperlukan oleh manusia yang akan berkembang terus-menerus sejalan dengan laju dan perkembangan manusia. Apabila dikaitkan dengan media dan sarana dakwah dalam al-Qur’an, maka akan ditemukan sebagai contoh media dakwah, misalnya pentingnya baca tulis sebagai media dakwah. Informasi tentang perintah baca tulis dapat dilihat dalam al-Qur’an surah al-‘alaq: 1-5; Terjemahnya:
  • 67. Jurnalistik Dakwah 67 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Departemen Agama RI., 1989:1079). Media tulis, termasuk di dalamnya surat kabar sangat membantu dalam pelaksanaan dakwah terutama yang ditujukan kepada masyarakat dan kelompok-kelompok yang berpendidikan. Di sini juru dakwah mesti proaktif mengambil bagian dan betul-betul memanfaatkan media massa tersebut. Berkaitan dengan itu, diperlukan teknik penyajian yang menarik, seperti penggunaan bahasa, materi yang menarik dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan media secara efektif memerlukan ketrampilan dan keahlian bagi pengguna media itu. Di sini perlunya lembaga dakwah dan pendidikan membentuk kader-kader da`i berupa: 1. Menyiapkan para pengarang, penerjemah dan penulis yang memenuhi syarat untuk memenuhi pasaran bacaan ilmiah sastra budaya yang di dalamnya ditemukan benih-benih tauhid yang kuat dan kokoh. 2. Menyiapkan penyiaran dan perfilman, agar dunia film suatu waktu akan dipengaruhi dengan cerita yang menyebabkan orang asyik menontonnya dan barulah pada akhirnya menarik nafas puas, karena film itu ternyata film yang bernada agama.
  • 68. Jurnalistik Dakwah 68 3. Menyiapkan seniman dalam segala macam jenisnya yang mampu mengantarkan karya seninya untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengagumi keindahan dan menghargai segala ciptaan Allah di alam raya ini. Tenaga-tenaga seperti inilah yang diharapkan dapat memanfaatkan media komunikasi massa sehingga dakwah dapat berkembang dan turut mewarnai kehidupan umat manusia. Sekarang media massa memasuki babak baru dengan istilah abad informasi dan globalisasi. Media ini mempunyai efek yang sangat luas, tidak terbatas pada suatu daerah, bahkan mungkin sampai ke seluruh dunia. Karena itu materi dakwah melalui media surat kabar akan dapat menjangkau sasaran yang luas. Penutup Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan pokok-pokoknya sebagai berikut: 1. Surat kabar sebagai salah satu media massa, hanya merupakan alat penunjang untuk mempercepat sampainya informasi (pasan) yang disampaikan oleh komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u). 2. Dakwah melalui surat kabar jaungkauannya lebih luas, sehingga pengaruhnya juga lebih banyak. Adapun hasilnya kembali kepada mad’unya, terima atau tidak, mengamalkan atau tidak. 3. Keberadaan media cetak khususnya surat kabar menjadi peluang emas bagi juru dakwah untuk mengambil bagian di dalamnya dengan mengisi pesan-pesan agama bagi masyarakat.
  • 69. Jurnalistik Dakwah 69 DAFTAR RUJUKAN Assegaff, Dja’far H. Jurnalistik Masa Kini. Cet. III; Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991. Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Mahkota, 1989. Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Cet. II; Bandung: Alumni, 1986. Eka Ardhana, Sutirman. Jurnalistik Dakwah. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Firdaus, Haris. Generasi Muda Islam di Ambang Kehancuran. Cet. II; Bandung: Mujahid, 2003. Habib, M. Syafa’at. Buku Pedoman Da’wah. Cet. I; Jakarta: Widjaya, 1982. Hamka, Rusjdi dan Rafiq, Islam dan Era Informasi. Cet. I; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989. Iskandar, H.M. Ilmu Dakwah. Cet. I; Palopo: Lembaga Penerbitan Kampus (LPK) STAIN, 2008. Munsyi, Abdul Kadir. Metode Diskusi dalam Dakwah. Surabaya: al-Ikhlas, 1981. Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: al-Ikhlas, 1983. Ya`qub, H. Hamzah. Publisistik Islam Teknik Da’wah dan Leadership. Cet. II; Bandung: Diponegoro, 1981.