Praktikum triploidisasi ikan lele menunjukkan bahwa perlakuan suhu 38°C selama 4,5 menit memberikan tingkat kelangsungan hidup tertinggi, yaitu 78%. Triploidisasi dilakukan dengan memberikan kejutan suhu pada telur dan sperma untuk mencegah terbentuknya polar body kedua dan menghasilkan ikan steril dengan pertumbuhan cepat.
1. Laporan Praktikum 7 Mei 2017
MK Genetika Ikan, Budidaya Perairan Universitas Lampung
TRIPLOIDISASI
Ignatius Sandra Setyabudi
Abstrak
Pengelolaan budidaya perlu memperhatikan efisiensi dan produktivitas usaha serta kualitas ikan. Triploidisasi dilakukan
untuk memperoleh ikan dengan pertumbuhan yang cepat dengan menghambat berkembangnya organ reproduksi. Tujuan
dari praktikum ini adalah mengetahui pengaruh suhu dan lama kejutan panas pada telur yang tepat untuk menghasilkan
ikan lele triploid. Praktikum triploidisasi dilakukan pada Minggu 7 Mei 2017 pukul 06.00-08.00 WIB di Laboratorium
Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Praktikum ini dilakukan
dengan induk betina di suntik dengan ovaprim dengan dosis 0.5 ml/kg pada Pukul 22.00 WIB. Kemudian pada pagi hari
induk betina siap untuk di stripping sementara induk jantan di bedah untuk di ambil spremanya. Selanjutnya sperma
ditambahkan dengan larutan fisiologis, masukkan telur ke dalam cawan petri kemudian di tambahkan sprema dan di aduk
dengan bulu ayam. Selanjutnya dilakukan kejutan suhu dengan memasukkan telur ke dalam saringan yang diletakkan
pada waterbath dengan suhu yang 38o
C dan 40o
C dibiarkan selama beberapa menit (waktu yang telah ditentukan). Setelah
itu masukkan telur dipindahkan ke dalam akuarium yang telah di beri aerasi. Hasil yang diperoleh yaitu pada suhu 38o
C
dan lama penyinaran 4.5 menit memiliki tingkat kelangsungan hidup paling tinggi yaitu 78%.
Kata Kunci: Telur, sperma, kejutan panas, kelangsungan hidup
Pendahuluan
.
Pengelolaan budidaya perlu memperhatikan efisiensi
dan produktivitas usaha serta kualitas ikan. Hal ini harus
diimbangi dengan upaya perbaikan dan peningkatan
kualitas induk maupun benih ikan lele. Salah satu cara
penanggulangannnya dengan cara penerapan teknologi
pemijahan buatan yang memanfaatkan prinsip
bioteknologi yaitu rekayasa genetika. Salah satu teknik
rekayasa genetika adalah triploidisasi. Triploidisasi
merupakan salah satu teknik pemuliaan ikan melalui
manipulasi kromosom. Triplodisasi dapat menghasilkan
sebagian atau sepenuhnya ikan steril yaitu ikan yang
memiliki tiga set kromosom.
Perkembangan gonad ikan dapat menghambat atau
menjadi saingan dari pertumbuhan somatik karena
sebagian dari nutrien atau energi dipakai untuk
pematangan kelamin, Karena itu sterilisasi pada ikan
dapat mengatasi pengaruh dari pematangan gonad dan
dialihkan untuk pertumbuhan ikan. Sterilasi pada ikan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
rangsangan hormon dari luar atau dapat juga dilakukan
dengan induksi triploidisasi. Ikan triploid secara
komersil diproduksi dengan memberikan kejutan suhu
(termal) ke dalam telur dan sperma jantan yang telah
dicampurkan.
Waktu yang tepat dari pemisahan meiotik kedua adalah
merupakan indikasi dari beragamnya perlakuan yang
dapat dilakukan untuk menginduksi triploid pada ikan,
bergantung jenis ikan dan suhu air. Penggunaan kejutan
suhu merupakan cara yang termudah dan termurah
dalam induksi triploid pada ikan, sehingga banyak
dilakukan oleh petani ikan. Suhu panas atau suhu dingin
dapat dilakukan tergantung pada jenis ikan dan
kesukaan dan pembudidaya. Oleh karena itu dilakukan
praktikum ginogenesis dilakukan untuk mengetahui
waktu yang sesuai setelah sel telur dan sel sperma
bercampur untuk mengadapatkan ikan triploid.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
suhu dan lama kejutan panas pada telur yang tepat
terhadap tingkat kelulushidupan ikan lele triploid.
Metode
Praktikum triploidisasi dilaksanakan pada hari Minggu
7 Mei 2017 pukul 06.00-08.00 WIB di Laboratorium
Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan dan Kelautan,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bahan yang
digunakan antara lain indukan lele jantan dan betina,
larutan fisiologis, dan methylane blue, ovaprim.
Sedangkan alat yang digunakan pada praktikum ini
antara lain akuarium, aerasi, cawan petri, water bath,
baskom, saringan, suntikan, bulu ayam, stopwatch, alat
bedah dan alat tulis.
praktikum triploidisasi dilakukan dengan induk betina
yang akan dipijahkan terlebih dahulu di suntik dengan
ovaprim dengan dosis 0.5 ml/kg pada pukul 22.00 WIB.
Kemudian pada pukul 06.00 WIB induk betina
distripping dan induk jantan di bedah untuk diambil
spremanya. Kemudian sperma ditambahkan dengan
larutan fisiologis, masukkan telur ke dalam cawan petri
kemudian ditambahkan sprema dan diaduk dengan bulu
ayam. Selanjutnya dilakukan kejutan suhu dengan
memasukkan telur ke dalam saringan yang diletakkan
pada waterbath dengan suhu yang 38o
C dan 40o
C
dibiarkan selama beberapa menit. Setelah itu masukkan
telur di pindahkan ke dalam akuarium yang telah di beri
aerasi dan methylane blue.
2. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Pengamatan Triploidisasi
Kel Suhu
Waktu
Perendaman
(Menit)
Jumlah
Telur
Menetas
SR
Larva
4 38o
C 1.5 35 70%
5 40o
C 3 28 56%
6 38o
C 4.5 39 78%
Triploidisasi adalah salah satu teknik pemuliaan ikan
melalui manipulasi kromosom. Teknik ini dilakukan
untuk menghasilkan sebagian atau sepenuhnya ikan
steril yaitu ikan yang memiliki tiga set kromosom.
Sterilisasi pada ikan ini dapat mengatasi pengaruh
energi untuk pematangan gonad dan dialihkan untuk
pertumbuhan ikan yang lebih cepat. Ikan triploid secara
komersil diproduksi dengan memberikan kejutan suhu
setelah air ditambahkan ke dalam telur dan sperma
jantan dicampurkan. Penggunaan kejutan suhu
merupakan cara yang termudah dalam induksi triploid.
Suhu yang diberikan bergantung dai jenis ikan yang
diujikan (Alawi et al., 2009).
Pada proses triploidisasi dipengaruhi oleh tiga indikator
keberhasilan antara lain angka keberhasilan induksi
triploid, angka penetasan, dan angka kelulushidupan
larva sampai tahap penyerapan kuning telur dan 30 hari
pemeliharaan (Uzunova,2002). Angka pembuahan
dihitung dari perbandingan jumlah telur yang terbuahi
dengan jumlah telur yang diinkubasi. Angka kelulus
hidupan dihitung dari perbandingan dari jumlah larva
yang hidup pada umur 5 hari dan 30 hari dengan jumlah
telur menetas. Sedangkan angka penetasan dihitung dari
perbandingan jumlah telur yang menetas pada umur
larva dua hari dengan jumlah telur dibuahi.
Berdasarkan data praktikum dari tabel pengamatan
triploidisasi yang telah dilakukan diperoleh hasil yang
berbeda pada perlakuan kejut suhu panas 38o
C dan
40o
C. Namun kedua suhu tersebut dinyaakan telah
berhasil meginduksi triploid pada ikan lele karena
dihasilkan tingkat kelulushidupan larva ikan mencapai
lebih dari 50%. Hasil tersebut menunjukkan semakin
banyak jumlah telur yang menetas maka semakin tinggi
tingkat kelulushidupan ikan. Tingkat kelulusan tertinggi
yaitu pada perlakuan suhu 38o
C dibandingkan dengan
perlakuan menggunakan suhu 40o
C. Menurut
Emilda,(2003) Suhu yang biasa digunakan pada proses
triploid adalah 32o
C-40o
C dengan tingkat
kelulushidupan larva ikan yang lebih dari 50%
Kejut suhu dilakukan untuk mencegah terjadinya
pelepasan polar body II tanpa mengakibatkan kematian
total pada zigot yang dihasilkan. Sukarti et al. (2006)
menyebutkan bahwa peningkatan lama kejutan suhu
yang dilakukan akan meningkatkan induksi triploid.
Namun umumnya perlakuan lama kejutan suhu akan
memberikan efek terhadap angka penetasan dan
kelulushidupan dari larva ikan. Semakin lama kejutan
suhu yang diberikan maka akan semakin besar
kemungkinan ikan yang cacat. Perlakuan suhu pada
proses triploidisai mudah dalam pemakaiannya dan
dapat dipraktekkan. Keberhasilan pembetukan individu
triploid ditentukan oleh beberapa hal yaitu umur
zigotpada waktu kejutan dimulai, suhu kejutan, dan
lama waktu atau durasi kejutan yang diberikan. Ketiga
hal ini sangat spesifik untuk masing-masing spesies.
(Emilda,2003).
Individu triploid memiliki kemampuan di dalam
pembelahan sel yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan
dengan ikan normal diploid sehingga ikan triploid akan
memiliki jumlah sel yang lebih banyak jika
dibandingkan sengan ikan normal diploid. Individu
triploid merupakan individu yang steril dan mempunyai
laju pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan
dengan individu diploid (Mukti, 2001). Dalam proses
triploid pada ikan dimungkinkan dapat terjadi
kegagalan. Kegagalan triploid tersebut dikarenakan
tidak sesuainya kejutan suhu yang diberikan. Namun
setelah dilakukan praktikum triploidisasi maka
didapatkan waktu dan tinggi suhu yang tepat untuk
mendapatkan hasil triploidisasi yang baik. Faktor lain
juga dapat disebabkan oleh adanya persaingan antar
individu larva ikan untuk mengkonsumsi oksigen
terlarut dalam air media pemeliharaan sehingga
menyebabkan terbatasnya ketersediaan oksigen terlarut.
Kesimpulan
Simpulan dari praktikum triploidisasi yaitu triploidisasi
yang baik yaitu pada suhu 38o
Cdan lama penyinaran 4.5
menit memiliki tingkat kelangsungan hidup paling
tinggi yaitu 78%.
Daftar Pustaka
Alawi, et al. 2009. Induksi Triploid Ikan Selais
(Kryptopterus lympok) Menggunakan Kejutan
Panas. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 14:37-47.
Emilda. 2003. Tingkat Keberhasilan Triploidisasi Pada
Ikan Baung dengan Pemberian Kejutan Suhu Pada
Suhu yang Berbeda. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Mukti, A. T. et al. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas
(Cyprinus carpio L.). Jurnal Biosain. Vol. 1. No.
1.
Sukarti, et al. 2006. Pengaruh Lama Kejutan Panas
Terhadap Keberhasilan Triploidisasi Ikan Lele
(Clarias batrachus). Jurnal Sains dan Teknologi.
6(3):135-142.
Uzunova, E. 2002. Erythrocyte Measurements as a
Possible Approach for Disringushing Diploid and
Triploid Brook Trout (Salvelinus Fontinalis,
Mitchill, 1814). Acta Zool. Bulg. 54(1):79-86.