1. LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENETASAN DAN PEMULIAAN TERNAK UNGGAS
NAMA : BUDI RAHAYU
BP : 1710613097
PARALEL : 01
ASISTEN:
1. MUHAMMAD FAJAR 1610612167
2. MUHAMMAD DURASIDIN 1610612203
DOSEN:
1. Ir. H RIJAL ZEIN MS
2. Dr. Ir. TERTIA DELIA NOVA MSi
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penetasan telur merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan ternak unggas yang baru dari telur. Penetasan secara alami
dilakukan oleh induk unggas dengan cara mengerami telurnya, sedangkan yang
secara tiruan dapat dilakukan oleh manusia dengan bantuan alat penetasan. Alat
penetasan yang digunakan den berkembang pesat mulai dari manual sampai
otomatis.
Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein,
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan
embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah herus fertil atau telur
tetas. Telur tetas merupan telur yang dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi
oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau telur konsumsi, artinya
telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk di
konsumsi saja.
Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai
untuk perkembangan embrio unggas. Lama penetasan teler di dalam mesin tetas
tergantung dari jenis hewannya. Semakin kecil hewan maka semakin kecil telur
yang di hasilkan dan semakin tinggi suhu badan hewan maka semakin pendek
waktu penetasan telurnya. Bila benruk telur ukurannya seragam, maka waktu
penetasan akan selalu hampir bersamaan. Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain
seperti itik dan puyuh tidak memiliki sifat yang mengeram. Pada zaman dulu,
untuk memperbanyak populasi hanya dengan seleksi ala, baik oleh
induknyamaupun oleh lingkungan. Namun saat ini, dengan adanya alat mesin
tetas buatan akan mempermudah memperbanyak populasi unggas.
Di Indonesia, sebenarnya masin tetas buatan telah ada zaman sebelum
zaman kemerdekaan dengan prinsip dan cara pengoperasin mirip dengan mesin
tetas sekarang. Usaha iru mulai di kembangan pada akhir tahun 1959-an dan
berkembang terus hingga kini. Walupun masih dalam bentuk yang sederhana,
3. tetapi Indonesia sudah mampu membuatnya. Mulai dari kapasitas seratus hingga
ribuan karena memang prinsip sederhana.
1.2 Tujuan
Adapan tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk mengetahui
bagaimana cara penetasan telur yang baik.
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penetasan
Penetasan adalah usaha yang dilakukan untuk menetaskan telur unggas
dengan bantuan mesin tetas yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah
laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa pengeraman.
Perbanyakan populasi unggas biasanya ditempuh dengan cara menetaskan telur
yang sudah dibuahi. Penetasan telur ada dua cara yaitu penetasan alam (induk)
dan melalui penetasan buatan (mesin tetas). Kapasitas produksi unggas sekali
pengeraman hanya sekitar 10 – 15 butir telur. Akan tetapi, untuk masin tetas
sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya (Paimin, 2000).
Syarat-syarat penetasan telur agar mendapatan telur tetas yang baik adalah:
1. Suhu dan Perkembangan Embrio
Embrio akan berkembang cepat selama suhu telur tetap diatas 90°F
(32,22°C) dan akan berhenti berkembang jika suhu di bawah 80°F (26,66°C),
sesuai telur yang diletakan dalam alat penetasan atau masin tetas, pembelahan sel
segera berlangsung dan embrio akan terus berkembang sempurna dan menetas.
Perlu di perhatikan bahwa suhu ruang penetasan harus sedikit diatas sushu yang
dibutuhkan. Sehingga suhu yang di perlukan untuk penetasan telur ayam menurut
kondisi buatan dapat sedikit berbeda dengan suhu optimal telur untuk
mendapatkan hasil yang terbaik. Mulai hari pertama hingga hari ke-18 di prlukan
suhu rungan penetasan antara 99 – 100 °F (35 – 41,11°C), sedangkan pada hari
ke-19 hingga menetas, sebaiknya suhu di turunkan sekitar 2 – 3°F (0,55 –
1,11°C). Adapun suhu yang umum untuk penetasan telur adalah sekitar 101 –
105°F (38,33 – 40,55°C) atau rata-rata sekitar 100,4°F (Paimin, 2000).
2. Kelembapan dalam Induk Buatan
Selama penetasan berlangsung kelembapan yang sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan embrio. Kelembapan mesin tetas umun untuk
penetasan telur sekitar 60 – 70%. Kelembapan juga mempengaruhi proses
metabolisme kalsium (Ca) pada embrio. Saat kelembapan terlalu tinggi,
perpindahan Ca dari kerabang ke tulang-tulang dalam perkembangan emrio lebih
5. banyak. Pertumbuhan embrio dapat diperlambat oleh keadaan kelembapan udara
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Mulai hari pertama hingga ke-18
kelembapan yang diperlukan sebesar 60% sedangkan untuk hari-hari berikutnya
di perlukan 70%. Biasanya, kelembapan dapat diatur dengan memberikan air ke
dalam mesin tetas dengan cara meletakannya dalam wadah (Paimin, 2000).
3. Ventilasi
Menurut Paimin (2000), perkembangan embrio membutuhkan oksigen
(O2) dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) melalui pori-pori kerabang telur.
Menurut Yoyo (2009), beberapa faktor yang sangat berpengaruh dan harus
menjadi perhatian khusus selama proses penetasan berlangsung adalah :
1. Sumber panas, karena mesin tetas ini sumber panasnya dari energi listrik dan
sebagai media penghantar panasnya menggunakan lampu pijar, maka selama
proses penetasan berlansung lampu pijar harus diusahakan tidak terputus,
kalau lampu pijar terputus harus segera diganti. Lampu pijar harus mampu
menghantarkan panas yang dibutuhkan untuk penetasan yakni 101ºF (38,5ºC),
untuk menjaga kestabilan suhu digunakan alat yang namanya termoregulator.
2. Air, berfungsi sebagai bahan untuk mempertahankan kelembaban didalam
ruangan mesin tetas, oleh karena itu air didalam mesin selama proses
penetasan berlangsung tidak boleh kering. Kelembaban yang dibutuhkan pada
penetasan umur 1 hari – 25 hari adalah yang ideal antara 60% - 70%,
sedangkan pada hari ke 26 sampai menetas membutuhkan lebih tinggi yaitu
75%.
3. Operator, adalah orang yang mengoperasikan mesin tetas. Tugas operator
selama penetasan adalah :
a. Mengatur suhu ruangan mesin tetas sesuai dengan suhu yang ditentukan.
b. Mengatur dan mengontrol kelembaban ruangan mesin tetas.
c. Mengatur ventilasi mesin tetas.
d. Melakukan pembalikan / pemutaran telur.
e. Melakukan pemeriksaan telur dengan alat teropong.
f. Mencatat semua kegiatan yang dilakukan selama penetasan berlangsung.
4. Pemutaran telur, mempunyai tujuan untuk memberikan panas secara merata
pada permukaan telur, Selain itu untuk mencegah agar embrio tidak menempel
6. pada salah satu sisi kerabang telur. Pemutaran telur dilakukan dengan
mengubah posisi telur dari kiri ke kanan atau sebaliknya, untuk telur dengan
posisi mendatar yang bawah diputar menjadi diatas, apabila telur diberdirikan
bagian yang tumpul harus diatas.
5. Peneropongan, dilakukan karena untuk mengetahui keberadaan atau
perkembangan embrio secara dini. Peneropongan biasanya dilakukan
sebanyak 3 kali selama penetasan berlangsung yaitu pada hari ke 1, ke 7 dan
hari ke 25.
2.2 Pengertian Itik dan Telur
Itik adalah ungaas yang memiliki keunikan yang beragan seperti bulu pada
itik yang terdapat lapisan minyak sehingga membuat bulunya tidak basah dan
badannya bisa berenang di air. Jenis irtik mempengaruhi warna dan bentuk bulu
itik. Itik juga mempunya paruh yang berbentuk lempengan dan datar yang
berguna untuk menangkap mangsanya di air dan di lumpur dengan mudah. Itik
mempunya kaki yang berselaputn untuk mendorang itik berenang. Itik petelur
menghasilkan jumlah telur yang banyak. Adapun contok itik petelurnya adalah
itik mojosari, itik tegal, itik bali, itik alabio, itik kamang dan lainya (Supriyadi,
2011).
Telur adalah bakal calon indivuda yang dihasilkan dari individu betina.
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat,
mudah dicerna dan bergizi tinggi sehingga digemari banyak orang. Telur
berfungsi dalam berbagai aneka olahan. Umumnya telur yang di konsumsi
berasal dari unggas seperti ayam, itik, burung puyuh dan angsa (Suprapti, 2006).
Menurut Suprapti (2006), faktor yang mempengaruhi kualitas telur adalah:
1. Asupan nutrisi pada indik memenuhi syarat.
2. Kesehatan induknya bagus ( tidak sedang terserang penyakit ).
3. Ratio induk jantan dan betinanya 1 : 8 tidak lebih.
4. Umur induk jantan dan betina tidak boleh kurang dari 12 bulan.
5. Pola perkawinannya terkontrol atau terhindar dari kawin sedarah ( inbreading
terjadi rentang 6 generasi ).
7. Bagian- bagian telur diantaranya yaitu cangkang telur yang di dalamnya
mempunyai banyak pori yang penting untuk pertukan udara (di dalam cangkang
terdapat selaput tipis di salah satu ujung telurnya, selaput tidak dapat menempel
pada cangkang sehingga membentuk rongga udara), rongga udara sebagai sumber
oksigen bagi embrio, albumen (putih telur) untuk melindungi zat atau embrio dari
gonangan atau bahaya lain, kuning telur sebagai penyediaan makanan bagi
embrio, kalaza (tali kuning telur) berfungsi untuk menahan kuning telur supaya
pada tempatnya dan keping lembaga disebut sel embrio yang tumbuh menjadi
individu baru, kutikula merupakan lapisan paling luar (Rukamana,2003).
2.3 Pengertian Mesin Tetas
Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja
seperti pada induk ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan
memenuhi berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan
fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam pembuatan alat tetas perlu
dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter biologi yang
meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat penetasan
semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang
diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Hardini,2000).
Menurut Nuryati (2000), mesin tetas adalah alat yang di gunakan untuk
membantu proses penetasan telur tanpa induk tetapi di dalam mesin tetas di buat
seolah-olah ada induknya.
Menurut Nuryati (2000), macam-macam mesin tetas adalah:
1. Mesin Tetas Tradisional
Mesin tipe ini bekerja dengan sistem yang masih sederhana, dimna
sebagian besar terdiri dari ruangan atau wadah tempat telur dan sumber panas
tanpa komponen lainnya yang sangat cocok untuk skala produksi ayam/itik
(DOC/DOD) alam jumlah kecil atau rumah tangga. Biasanya berkapasitas sekitar
200-500 butir telur per unit. Sumber panas biasanya berasal dari bahan sederhana
dengan biaya yang terjangkau, seperti lampu minyak atau petromak yang
8. berbahan bakar minyak tanah, dimana pengontrolan kualitas telur dilakukan
secara manual dengan menggunakan tangan.
2. Mesin Telur Semi Otomatis
Mesin ini merupakan pengembangan dari mesin tradisional, dimana
komponen dan perlengakapannya lebih unggul dari pada mesin tetas tradisional
termasuk kapasitasnya lebih besar yaitu 200-700 butir telur dan dilengkapi dengan
wadah yang dipasangi tuas pemutar manual. Bahkan ada peternak yang
menggunakan tipe ini dengan kapasitas lebih besar lagi mencapai 1.000-1.200
butir telur, yang dilengkapi dengan pengatur sushu dan kelembapan.
4. Mesin Tetas Otomatis
Mesin tetas ini memiliki sistem kerja dan kelengkapan komponen yang
lebih mutakhir di bandingkan dengan kedua mesin diatas, dimana terdapat
pengatur suhu dan kelembapan yang bekerja digital dan serba otomatis. Kapasitas
mesin telur tetas ini 1.000-5000 butir telur per unit.
2.4 Pengertian Candling
Canling telur adalah peneropongan telur dengan menggunakan lampu pijar
25-60 watt atau peneropongan telur dengan diarahkan pada cahaya. Hal ini
bertujuan agar dapat teramati apakah telur baik atau rusak, bebas dari
pertumbuhan embrio, bebas dari benda asing atau noda darah, bintik dading noda
hitam, putih atau noda hijau. Kulit telur bersih atua utuh dan besar kecilnya
rongga atau kantong udara. Jadi candling adalah peneropongan telur dengan
menggunakan cahaya untuk memilih telur yang fertil atau infertil (Rasyaf,2000).
2.5 Pengertian Fertilitas
Fertilitas diartikan sebagai persentase telur-telur yang memperlihatkan
adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan tanpa
memperhatikan telur tersebut menetas atau tidak. Fertilitas telur diperoleh setelah
terjadi proses pembuahan yaitu penggabungan antara sperma dan ovum. Semakin
tinggi angka yang diperoleh maka semakin baik pula kemungkinan daya tetasnya.
9. Hal-hal yang mempengaruhi fertilitas antara lain : asal telur (hasil dari
perkawinan atau tidak), ransum induk, umur induk, kesehatan induk, rasio jantan
dan betina, umur telur, dan kebersihan telur (Septiwan, 2007).
2.6 Pengertian Daya Tetas
Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur
yang fertil.Daya tetas telur merupakan salah satu indikator di dalam menentukan
keberhasilan suatu penetasan. Penurunan daya tetas dapat disebabkan karena
tingginya kematian embrio dini.Kematian embrio tidak terjadi secara merata
selama masa pengeraman telur.Sekitar 65% kematian embrio terjadi pada dua fase
masa pengeraman.Pada fase awal, puncak kematian embrio terjadi hari keempat,
fase akhir, puncaknya terjadi pada hari ke-19.Kematian embrio dini meningkat
antara hari kedua dan keempat masa pengeraman (Saefuddin, 2000).
10. BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
Pada saat melakukan praktikum penetasan telur ini ada beberapa alat yang
di gunakan adalah mesin tetas untuk penetasan telur, kain lap atau canebo untuk
membersihkan telur, thermometer untuk mengukur suhu di dalam mesin tetas,
senter untuk mencandling telur, nampan air sebagai tempat air untuk mengatur
kelembapan mesin tetas dan lampu digunakan untuk sumber panas di dalam mesin
tetas. Bahan yang di gunakan dalam praktikum ini adalah telur itik 295 yang
terdiri dari itik mojosari dan kamang, yang terdiri dari telur fertil sebanyak 183
buah dan telur in fertil sebanyak 112 buah.
3.2 Metode
Pada hari pertama praktikum penetasan telur itik ini hal yang pertama kali
dilakukan adalah dilakukan sanitasi dan pemasukan telur ke dalam mesin tetas
sebanyak 295 buah telur itik. Sebelum pemasukan telur ke dalam mesin tetas yang
di lakukan adalah sanita mesin tetas dengan menggunakan formades dengan cara
menyemprotkannya di dalam kandang, selanjutnya yaitu fumigasi mesin tetas
dengan ganebo dan alkohol 70%, dengan cara yaitu menggosokan ganebo yang
telah direndam kemudian di peras ke telur tetas dengan cara menggosokannnya
dengan cara yang lembut dan hati-hati agar telurnya tidak pecah. Setelah itu
dilakukan pemberian tanda pada telur, tujuannya yaitu untuk membedakan jenis
telur antara telur mojosari dan kamang, di beri tanda merah untuk itik mojosari
dan warna hitam untuk itik kamang. Setelah diberi tanda telurnya kemudian telur
tersebut di masukan ke dalam mesin tetas yaitu dengan cara telurnya di tidurkan
dan yang bagian atasnya adalah yang telah diberi tanda. Selanjutnya dilakukan
pengoperasian mesin dengan cara mengatur suhu dan kelembapan pada mesin
tetas. Suhu yang diatur pada temperatur 38°C dan kelembapam sekitar 70%.
Pada hari ke-2, dilakukan pengukuran suhu mesin tetas yaitu 38°C lalu di
ukur kelembapannya yaitu sekitar 65% dalam keadaan ventilasi tertutup rapat lalu
telur di biarkan di dalam mesin tetas. Pada hari ke-3, dilakukan pengukuran suhu
mesin tetas yaitu 38°C dan kelembapannya yaitu 65% dalam keadaan ventilasi
tertutup rapat dan telurnya di biarkan di dalam mesin tetas. Pada hari ke-4,
11. dilakukan pengukuran suhu mesin tetas yaitu 38°C dan kelempaan 65% dalam
keadan ventilasi tertutup rapat lalu telurnya di biarkan di dalam mesin tetas.
Pada hari ke-3, kegiatan yang dilakukan adalah dilakukan candling telur
yaitu dilakukan pada jam 17.00 WIB, tujuannya adalah untuk memisahkan telur
yang fertil dengan telur yang infertil. Pertama-tama disiapkan peralatannya
terlebih dahulu seperti senter dan tray telur, kemudian telurnya dikeluarkan dari
mesin tetas dengan cara membuka pintu dan mengeluarkan rak berisikan telur,
kemudian baru dilakukan candling pada telur, lalu di lihat dari telur itu kalau
terdapat jaringan darah di dalam telur berarti telur itu fertil kalau di dalam telur
tidak terdpat jaringan darah berarti telur itu infertil. Setelah itu baru di pisahkan
telur yang fertil (sebanyak 183 buah) dengan telur yang infertil (sebanyak 112
buah). Kemudian diukur suhu mesin tetasnya yaitu 38°C dan kelembapan 65%
dalam keadaan ventilasi tertutup rapat.
Pada hari ke-6, dilakukan pengukuran suhu 36°C dan kelembapan 65%
dalam keadaan ventilasi terbuka ¼ bagian, lalu diukur ketinggian air nampannya
yaitu 1,5 cm, kemudian dilakukan pembalikan telur secara manual dengan
menggunakan tangan secara hati-hati. Pada hari ke-7 dilakukan pengukuran suhu
36°C dan kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi terbuka 1/3 bagian dan
ketinggian air nampannya 1,5 cm, kemudian baru dilakukan pembalikan telur
secara manual dengan menggunakan tangan secara hati-hati. Pada hari ke-8 dan
ke-9, dilakuakan pengukura suhu yaitu 36°C dan kelembapan 65%, pada hari ke-8
ventilasinya terbuka ½ bagian dan pada hari ke-9 terbuka penuh dengan
ketinggian air nampan di dalam mesin tetas 1,5 cm, kemudian dilakukan
pembalikan telur secara manual dengan menggunakan tangan secara hati-hati agar
telurnya tidak pecah.
Pada hari ke-10, dilakuakan pengukuran suhu yaitu 38°C, kelembapan
65% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh, kemudian dilakukan pembalikan
telur secara manual dengan menggunakan tangan, lalu perhatikan rongga
udaranya harus kebawah. Pada harik ke-11 dilakukan pengukuran suhu awal yaitu
37,5°C dan suhu akhir 38°C, kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi terbuka
penuh, kemudian dilakukan pembalikan telur secara manual dengan menggunakan
tangan, lalu di perhatikan rongga udaranya harus ke bawah. Pada hari ke-12 dan
12. hari ke-13, dilakukan pengukuran suhu awal yaitu 37°C dan suhu akhir 38°C dan
kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh, kemudian dilakukan
pembalikan telur. Pada hari ke-14, perbedaannya hanya di kelembapan yaitu 70%.
Pada hari ke-15, dilakukan pengukuran suhu yaitu 39°C dan kelembapan
65% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh dengan ketinggian air nampan 1,5
cm, kemudian dilakukan pendinginan mesin tetas selama 15 menit kemudian
kemudian baru dilakukan pembalikan telur secara manual dengan menggunkan
tanggan. Pada hari ke-16, dilakukan pengukuran suhu awal yaitu 37,5°C dan suhu
akhir 38°C dan kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh,
kemudian baru dilakukan pembalikan telur. Pada hari ke-17, dilakukan
pengukuran suhu yaitu 39°C dengan kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi
terbuka penuh, kemudian dilakukan pendinginan mesin tetas selama 15 menit,
kemudian dilakukan pembalikan telur secara manual dengan menggunakan
tangan. Pada hari ke-18, dilakukan pengukuran suhu awal yaitu 38,5°C dan suhu
akhir 39°C dan kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh,
kemudian dilakukan pembalikan telur secara manual dengan menggunakan
tangan.
Pada hari ke-19, dilakukan pengukuran suhu awal yaitu 37,5°C dan suhu
akhir 38 °C dan kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh,
kemudian dilakukan pembalikan telur. Pada hari ke-20, dilakukan pengukuran
suhu awal 37,8°C dan suhu akhir 38,5°C dan kelembapan 65% dalam keadaan
ventilasi terbuka penuh, kemudian dilakukan pembalikan telur secara perlahan.
Pada hari ke-21, dilakukan suhu awal yaitu 36,5°C dan suhu akhir 37,3°C dan
kelembapan 70% dalam keadan ventilasi terbuka penuh, kemudian dilakukan
pembalikan telur secara perlahan. Pada hari ke-22, dilakukan pengukuran suhu
awal yaitu 37,5°C dan suhu akhir 38°C dan kelembapan 65% dalam ventilasi
terbuka penuh, kemudian dilakukan pembalikan telur secara perlahan.
Pada hari ke-23, dilakukan pengukuran suhu awal yaitu 38,5°C dan subhu
akhir 39°C dan kelembapan 65% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh,
kemudian dilakukan pembalikan telur secar perlahan. Pada hari ke-24, dilkukan
pengukuran suhu awal 35°C dan suhu akhir 36,5°C engan kelembapan 65% dalam
keadaan ventilasi terbuka penuh. Pada hari ke-24, dilakukan pengukuran suhu
13. awal yaitu 35°C dan suhu akhir 36,5°C dengan kelembapan 65% dalam keadaan
ventilasi terbuka penuh, kemudian dilakukan pembalikan telur secara perlahan.
Pada hari ke-25, dilakukan pengukuran suhu awal yaitu 37,8°C dan suhu akhir
38,5°C dengan kelembapan 70% dalam keadaan ventilasi terbuka penuh,
kemudian dilakukan pendinginan mesin tetas selama 15 menit, setelah itu barulah
dilakukan pembalikan telur secara perlahan sambil menghitumg telur yang tersisa
yaitu jumlah telur itik mojosari 70 buah dan jumlah telur kamang 50 buah.
Pada hari ke-26, dilakukan pengukuran suhu awal 37,5°C dan suhu akhir
38°C dengan kelembapan 70% dalam keadaan terbuka penuh, kemudian
dilakukan pendinginan telur selama 15 menit, setelah itu baru di lakukan
pembalikan telur secara perlahan. Pada hari ke-27, dilakukan pengukuran suhu
awal yaitu 38,5°C dan suhu akhir 39,5°C dengan kelembapan 70% dalam keadaan
ventilasi terbuka penuh, kemudian dilakukan penyemprotan halus kepada telur
dan tidak dilakukan pembalikan telur. Pada hari ke-28, dilakukan pengukuran suu
awal 38,8°C dan suhu akhir 39,5°C dengan kelembapan 70% dalam keadaan
ventilasi terbuka penuh, kemudian dilakukan pembalikan telur secara perlahan.
14. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum yang telah dilakukan adalah:
Tabel 1. Pengamatan Suhu Mesin Tetas Per Hari
No. Hari (ke-) Tanggal Suhu Kelembapan
Pagi Siang Sore
1 Jumat 15 November
2019
38’C 38’ C 38’C 65%
2 Sabtu 16 November
2019
38’C 38’C 38’C
65%
3 Minggu 17 November
2019
38’C 38’C 38’C 65%
4 Senin 18 November
2019
38’C 38’C 38’C
65%
5 Selasa 19 November
2019
38’C 38’C 38’C
65%
6 Rabu 20 November
2019
36’C 36’C 36’C
65%
7 Kamis 21 November
2019
36’C 36’C 36’C
65%
8 Jumat 22 November
2019
36’C 36’C 36’C
65%
9 Sabtu 23 November
2019
36’C 36’C 36’C
65%
10 Minggu 24 November
2019
38’C 38’C 38’C
65%
11 Senin 25 November
2019
38’C 38’C 38’C
65%
12 Selasa 26 November
2019
38’C 38’C 38’C
65%
13 Rabu 27 November
2019
38’C 38’C 38’C
65%
14 Kamis 28 November
2019
38’C 38’C 38’C 65%
15 Jumat 29 November
2019
39’C 39’C 39’C
65%
16 Sabtu 30 November
2019
39’C 39’C 39’C 65%
17 Minggu 1 Desember 2019 39’C 39’C 39’C 65%
18 Senin 2 Desember 2019 38’C 38’C 38’C 65%
19 Selasa 3 Desember 2019 38’C 38’C 38’C 65%
20 Rabu 4 Desember 2019 38’C 38’C 38’C 65%
21 Kamis 5 Desember 2019 37’C 37’C 37’C 70%
15. 22 Jumat 6 Desember 2019 38’C 38’C 38’C 70%
23 Sabtu 7 Desember 2019 39’C 39’C 39’C 70%
24 Minggu 8 Desember 2019 35’C 35’C 35’C 70%
25 Senin 9 Desember 2019 38’C 38’C 38’C 70%
26 Selasa 10 Desember
2019
38’C 38’C 38’C
70%
27 Rabu 11 Desember 2019 39’C 39’C 39’C 70%
28 Kamis 12 Desember 2019 38’C 38’C 38’C 70%
Sumber : Fakultas Peternakan, Universitas Andalas
Tabel 2. Persentasi Fertilitas
No Fertilitas Jumlah Persentasi (%)
1 Fertil 183 62,03
2 Infertil 112 37,96
3 Total 295 -
Sumber : Fakultas Peternakan, Universitas Andalas
Tabel 3. Persentasi Daya Tetas
No Daya Tetas Jumlah Persentasi (%)
1 Menetas 90 49,18
2 Tidak Menetas 93 50,82
3 Total 183 100
Sumber: Fakultas Peternakan, Universitas Andalas
Tabel 4. Rata-Rata Suhu Mingguan
No Parameter Yang Diamati Rata-Rata Suhu (°C)
1 Suhu Minggu ke-1 37,8
2 Suhu Minggu ke-2 38
3 Suhu Minggu ke-3 38,2
Sumber: Fakultas Peternakan, Universitas Andalas
4.2 Pembahasan
Rendahnya fertilitas telur itik yang ditetaskan pada praktikum kali ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari faktor telurnya sendiri yang
16. mungkin memiliki daya tetas yang rendah karena berasal dari induk yang tidak
bagus atau pun karena manajemen pemeliharaan yang salah. Atau mungkin dari
faktor manajemen selama praktikum penetasan yang kurang baik. Terlebih lagi
terlihat bahwa selama 28 hari masa penetasan terjadi fluktuasi suhu dalam setter
yang cukup sering, dan suhu dalam setter cenderung naik melelebihi 380 C.
Sedangkan semestinya suhu dalam setter harus stabil atau konstan antara 370 C -
380 C, atau bisa lebih rendah dari suhu tersebut karena biasanya embrio akan lebih
toleran terhadap suhu yang lebih rendah.
Untuk kasus terlur fertil yang tidak bisa menetas dan setelah telur dibukak
cankangnya ternyata terdapat embrio bisa dikarenakan telur mengalami stress
panas dan gangguan pada saat masa – masa kritis penetasan. Masa – masa kritis
penetasan ini umumnya dimulai sekita 3 – 4 hari sebelum menetas. Di hari ke-7
sebelum menetas, telur diteropong kembali dan ditimbang berat akhirnya. Ketika
peneropongan mungkin saja telur mendapatkan paparan panas berlebih yang dapat
menggangu proses metabolisme dan perkembangan embrio dalam telur sehingga
telur tidak bisa berkembang dengan baik. Dan ketika dilakukan penimbangan,
mungkin saja telur mengalami tekanan dan digoyang – goyang terlalu kencang,
sehingga akibatnya proses metabolisme dan perkembangan embrio di dalam telur
terganggu, sama seperti ketika dilakukan peneropongan.
Adanya DOD yang mati dihari kedua setelah menetas mungkin
disebabkan DOD tersebut masih terlalu lemah dan sudah dipindahkan ke dalam
box atau kardus. Sehingga menyebabkan DOD terinjak dan terjepit oleh DOD
lainnya.
Dalam suatu usaha penetasan, masalah masalah yang selalu harus dijaga
adalah mencegah atau menekan kegagalan penetasan sekecil mungkin. Besar atau
kecilnya jumlah yang menetas menentukan kelangsungan usaha penetasan itu atau
menentukan usaha pemeliharaan selanjutnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah
sulitnya untuk mengetahui apakah usaha penetasan itu akan berhasil atau tidak.
Sebab, walaupun seorang pelaksana penetasan yang telah bekerja baik, semua
syarat diperhatikan dengan baik, seperti alat tetas, ruang penetasan dan lain-lain,
masih saja ada telur yang tidak menetas atau anak-anak ayam yang menetas dalam
wujud yang tidak normal (Rasyaf, 1990).
17. BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari 183 telur itik, yang menetas hanya 90 buah (49,18%) dan yang tidak
menetas 93 buah (50,82%). Rendahnya fertilitas telur itik yang ditetaskan pada
praktikum ini, bisa disebabkan karena daya tetas telur yang mungkin sudah tidak
bagus ataupun karena manajemen yang kurang baik selama praktikum penetasan
dilakukan. Adanya telur fertile yang tidak menetas bisa disebabkan telur
mengalami cekaman panas atau tekanan selama berada di mesin tetas, sehingga
embrio tidak memiliki energy untuk melakukan pipping.
5.2 Saran
Rendanya fertilitas telur itik yang ditetaskan dan terjadinya fluktuasi suhu
dalam mesin tetas yang terlalu sering, bahkan suhu dalam mesin tetas sempat
melampaui batas, menjadi bukti bahwa terjadi kesalahan dalam manajemen
selama praktikum dilaksanakan. Untuk kedepannya penulis menyarankan agar
lebih memerhatikan lagi manajemen dalam mesin tetas dan kondisi suhu dalam
mesin tetas, sehingga menghasilkan daya tetas yang lebih baik.
18. DAFTAR PUSTAKA
Hardini, A. 2000. Mesin Penetas Telur. Jakarta: Kanisius
Nuryati, T. 2000. Sukses Menetaskan Telur. Jakarta : PT Penebar Swadaya
Paimin, F. 2000. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Jakarta : Penebar
Swadaya
Rasyaf. 2000. Candling Telur. Jakarta : Penebar Swadaya
Rukmana, R. 2003. Bagian-Bagian Telur. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Saefuddin, 2000. Daya Tetas Telur. Jakarta : Penebar Swadaya
Septiwan, R. 2007. Ilmu Penetasan Telur. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Suprapti,L. 2006. Ilmu Penetasan dan Pemuliaan Ternak Unggas. Jakarta :
Kanisius
Supriyadi. 2011. Beternak Itik Hibrida Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya
Yoyo, J. 2009. Budidaya Penetasan Telur. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
19. LAMPIRAN GAMBAR
Telur di dalam mesin tetas Mesin Tetas
Alkohol 70% Canebo
Fumigasi Telur Candling Telur