Tes substitusi merupakan tes lanjutan untuk mengetahui gangguan faktor koagulasi secara lebih terinci. Tes ini dilakukan dengan mencampur plasma penderita dengan plasma kontrol, plasma yang mengandung faktor defisiensi, atau plasma tua/terabsorpsi untuk mengetahui faktor mana yang mengalami defisiensi. Hasil tes substitusi dapat menunjukkan defisiensi faktor VIII, IX, XI, XII, dan lainnya.
Dokumen ini membahas tentang kelompok 2 pada mata kuliah Hematologi II dan metode pengukuran clotting time (waktu pembekuan darah) menggunakan metode slide, tabung, dan tabung kapiler. Metode-metode tersebut digunakan untuk mengetahui aktivitas faktor-faktor pembekuan darah.
Dokumen tersebut membahas toksoplasmosis, termasuk siklus hidup parasit Toxoplasma gondii, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya pada berbagai kondisi seperti infeksi akut, infeksi kongenital, dan pasien imunokompromais."
Dokumen tersebut membahas dua metode untuk mengukur laju endap darah yaitu metode Westergreen dan Wintrobe. Kedua metode melibatkan pengambilan darah vena dan pencampurannya dengan antikoagulan sebelum dimasukkan ke dalam tabung untuk diukur kecepatan endapnya selama satu atau dua jam. Metode Westergreen menggunakan tabung dan rak Westergreen sementara metode Wintrobe menggunakan tabung dan rak Wintrobe
Pemeriksaan HIV dan Anti-T. pallidum Metode ImunokromatografiPatriciaGitaNaully
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang HIV dan penyakit sipilis, termasuk prevalensi, gejala, penularan, pemeriksaan laboratorium, dan interpretasi hasilnya.
2. HIV adalah virus penyebab AIDS yang menyerang sel T dan menurunkan kekebalan tubuh, sementara sipilis disebabkan bakteri Treponema pallidum yang ditularkan melalui kontak seksual.
3. Pemeriksaan laboratorium unt
Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis leukosit beserta penjelasan mengenai hitungan dan penyebab peningkatan atau penurunan jumlah masing-masing jenis leukosit."
Imunitas terhadap parasit kompleks dan bervariasi bergantung pada jenis parasitnya. Imunitas bawaan melibatkan fagositosis namun parasit dapat resisten. Imunitas dapatan melibatkan respons Th1 dan Th2 serta antibodi tetapi seringkali tidak mampu mengeliminasi parasit secara utuh sehingga menyebabkan infeksi kronis.
Dokumen ini membahas tentang kelompok 2 pada mata kuliah Hematologi II dan metode pengukuran clotting time (waktu pembekuan darah) menggunakan metode slide, tabung, dan tabung kapiler. Metode-metode tersebut digunakan untuk mengetahui aktivitas faktor-faktor pembekuan darah.
Dokumen tersebut membahas toksoplasmosis, termasuk siklus hidup parasit Toxoplasma gondii, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaannya pada berbagai kondisi seperti infeksi akut, infeksi kongenital, dan pasien imunokompromais."
Dokumen tersebut membahas dua metode untuk mengukur laju endap darah yaitu metode Westergreen dan Wintrobe. Kedua metode melibatkan pengambilan darah vena dan pencampurannya dengan antikoagulan sebelum dimasukkan ke dalam tabung untuk diukur kecepatan endapnya selama satu atau dua jam. Metode Westergreen menggunakan tabung dan rak Westergreen sementara metode Wintrobe menggunakan tabung dan rak Wintrobe
Pemeriksaan HIV dan Anti-T. pallidum Metode ImunokromatografiPatriciaGitaNaully
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang HIV dan penyakit sipilis, termasuk prevalensi, gejala, penularan, pemeriksaan laboratorium, dan interpretasi hasilnya.
2. HIV adalah virus penyebab AIDS yang menyerang sel T dan menurunkan kekebalan tubuh, sementara sipilis disebabkan bakteri Treponema pallidum yang ditularkan melalui kontak seksual.
3. Pemeriksaan laboratorium unt
Dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis leukosit beserta penjelasan mengenai hitungan dan penyebab peningkatan atau penurunan jumlah masing-masing jenis leukosit."
Imunitas terhadap parasit kompleks dan bervariasi bergantung pada jenis parasitnya. Imunitas bawaan melibatkan fagositosis namun parasit dapat resisten. Imunitas dapatan melibatkan respons Th1 dan Th2 serta antibodi tetapi seringkali tidak mampu mengeliminasi parasit secara utuh sehingga menyebabkan infeksi kronis.
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malariahersu12345
Buku pedoman ini memberikan panduan lengkap tentang pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis dan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT). Termasuk siklus hidup parasit, gejala klinis, alat dan prosedur pemeriksaan, interpretasi hasil, serta pengelolaan laboratorium malaria. Pedoman ini bertujuan meningkatkan mutu diagnosis malaria di seluruh fasilitas kesehatan.
Dokumen tersebut menjelaskan mekanisme pembentukan dan transportasi bilirubin di hati dan usus, serta mekanisme patofisiologi yang menyebabkan ikterus. Bilirubin dibentuk dari degradasi heme di hati, lalu dikonjugasi dan ditransportasi ke empedu. Di usus, bilirubin dihidrolisis menjadi senyawa lain dan sebagian kecil diserap kembali ke hati (siklus enterohepatik). Ikterus disebabkan oleh pemb
Dokumen tersebut membahas tentang beberapa jenis cacing parasit pada manusia seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Onchocerca volvulus, dan Loa loa. Dokumen juga menjelaskan morfologi, siklus hidup, penyebaran geografis, dan penyakit yang ditimbulkan oleh masing-masing jenis cacing tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Tes darah lengkap merupakan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis dan memantau penyakit. Pemeriksaan ini meliputi hitung sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit yang memberikan informasi mengenai kondisi sel darah dan produksi sumsum tulang. Hasil tes darah lengkap dapat membantu diagnosis penyakit seperti anemia dan infeksi.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai prosedur penentuan golongan darah ABO, yang meliputi tujuan pemeriksaan, metode forward dan reverse, pembuatan suspensi sel darah, dan interpretasi hasil reaksi untuk menentukan golongan darah pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang urinalisis atau analisis urine untuk tujuan diagnosis penyakit. Urinalisis meliputi pemeriksaan fisik, kimiawi, dan mikroskopik urine untuk mendeteksi berbagai kondisi kesehatan seperti infeksi saluran kemih, diabetes, dan kehamilan. Pemeriksaan urine merupakan uji penyaring yang bermanfaat untuk skrining awal berbagai penyakit.
Pemeriksaan anti sterptolisyn (asto) xi tlmmateripptgc
Ringkasan singkat dokumen tentang pemeriksaan antistreptolisin (ASTO) untuk mendeteksi infeksi bakteri Streptococcus yang menyebabkan demam rematik:
1. Pemeriksaan ASTO mengukur kadar antibodi terhadap streptolisin O yang dihasilkan bakteri Streptococcus
2. Cara kerjanya dengan melihat terjadinya aglutinasi antara partikel lateks yang dilapisi streptolisin O dengan serum pasien
3. Hasil positif menandakan adanya infeksi
1) Pemeriksaan feses berguna untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan. 2) Pemeriksaan meliputi makroskopis dan mikroskopis untuk menilai jumlah, warna, bau, konsistensi, darah, lendir, parasit, dan sel-sel dalam feses. 3) Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan kondisi seperti diare, konstipasi, perdarahan, infeksi parasit, dan gangguan pencernaan.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan jumlah trombosit dalam diagnosis laboratorium, termasuk bahan pemeriksaan, metode pemeriksaan secara langsung dan tidak langsung, serta estimasi jumlah trombosit pada sediaan apus darah tepi.
Dokumen tersebut membahas tentang hemostasis dan mekanisme pengendalian darah. Secara singkat, dokumen menjelaskan tiga hal utama: 1) Hemostasis mempertahankan aliran darah yang cair dengan mencegah perdarahan berlebihan melalui pembentukan sumbat darah, 2) Sistem hemostasis melibatkan trombosit, faktor koagulasi, pembuluh darah, dan inhibitor, 3) Kelainan hemostasis dapat menyebabkan perdarahan atau t
Acquired hemophilia is a rare disorder and if missed can cost lives. This presentation has been prepared keeping in view the non hematologist health care workers to broaden their index of suspicion and increase their awareness. The target people are medical residents those who work in ER and ICUs.
- A 55-year-old male presented with soft tissue bleeding and a prolonged activated partial thromboplastin time. He was diagnosed with acquired hemophilia caused by autoantibodies against factor VIII.
- Acquired hemophilia is a rare but serious condition typically treated initially with prednisolone and possibly cyclophosphamide. However, up to a third of patients may be refractory to this first-line treatment.
- Rituximab, a monoclonal antibody against CD20, shows promising evidence as an alternative treatment with similar remission rates to standard therapy and possible additional benefits, but randomized studies are still needed.
Buku pedoman teknis pemeriksaan parasit malariahersu12345
Buku pedoman ini memberikan panduan lengkap tentang pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis dan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT). Termasuk siklus hidup parasit, gejala klinis, alat dan prosedur pemeriksaan, interpretasi hasil, serta pengelolaan laboratorium malaria. Pedoman ini bertujuan meningkatkan mutu diagnosis malaria di seluruh fasilitas kesehatan.
Dokumen tersebut menjelaskan mekanisme pembentukan dan transportasi bilirubin di hati dan usus, serta mekanisme patofisiologi yang menyebabkan ikterus. Bilirubin dibentuk dari degradasi heme di hati, lalu dikonjugasi dan ditransportasi ke empedu. Di usus, bilirubin dihidrolisis menjadi senyawa lain dan sebagian kecil diserap kembali ke hati (siklus enterohepatik). Ikterus disebabkan oleh pemb
Dokumen tersebut membahas tentang beberapa jenis cacing parasit pada manusia seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Onchocerca volvulus, dan Loa loa. Dokumen juga menjelaskan morfologi, siklus hidup, penyebaran geografis, dan penyakit yang ditimbulkan oleh masing-masing jenis cacing tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang leukosit dan prosedur hitung jenis leukosit. Terdapat 6 jenis utama leukosit yaitu basofil, eosinofil, neutrofil batang, neutrofil segmen, limfosit, dan monosit. Prosedur hitung jenis leukosit meliputi pengambilan contoh darah, pemeriksaan di bawah mikroskop, dan pengelompokkan 100 sel leukosit berdasarkan jenisnya.
Tes darah lengkap merupakan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis dan memantau penyakit. Pemeriksaan ini meliputi hitung sel darah merah, sel darah putih, hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit yang memberikan informasi mengenai kondisi sel darah dan produksi sumsum tulang. Hasil tes darah lengkap dapat membantu diagnosis penyakit seperti anemia dan infeksi.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai prosedur penentuan golongan darah ABO, yang meliputi tujuan pemeriksaan, metode forward dan reverse, pembuatan suspensi sel darah, dan interpretasi hasil reaksi untuk menentukan golongan darah pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang urinalisis atau analisis urine untuk tujuan diagnosis penyakit. Urinalisis meliputi pemeriksaan fisik, kimiawi, dan mikroskopik urine untuk mendeteksi berbagai kondisi kesehatan seperti infeksi saluran kemih, diabetes, dan kehamilan. Pemeriksaan urine merupakan uji penyaring yang bermanfaat untuk skrining awal berbagai penyakit.
Pemeriksaan anti sterptolisyn (asto) xi tlmmateripptgc
Ringkasan singkat dokumen tentang pemeriksaan antistreptolisin (ASTO) untuk mendeteksi infeksi bakteri Streptococcus yang menyebabkan demam rematik:
1. Pemeriksaan ASTO mengukur kadar antibodi terhadap streptolisin O yang dihasilkan bakteri Streptococcus
2. Cara kerjanya dengan melihat terjadinya aglutinasi antara partikel lateks yang dilapisi streptolisin O dengan serum pasien
3. Hasil positif menandakan adanya infeksi
1) Pemeriksaan feses berguna untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan. 2) Pemeriksaan meliputi makroskopis dan mikroskopis untuk menilai jumlah, warna, bau, konsistensi, darah, lendir, parasit, dan sel-sel dalam feses. 3) Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan kondisi seperti diare, konstipasi, perdarahan, infeksi parasit, dan gangguan pencernaan.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan jumlah trombosit dalam diagnosis laboratorium, termasuk bahan pemeriksaan, metode pemeriksaan secara langsung dan tidak langsung, serta estimasi jumlah trombosit pada sediaan apus darah tepi.
Dokumen tersebut membahas tentang hemostasis dan mekanisme pengendalian darah. Secara singkat, dokumen menjelaskan tiga hal utama: 1) Hemostasis mempertahankan aliran darah yang cair dengan mencegah perdarahan berlebihan melalui pembentukan sumbat darah, 2) Sistem hemostasis melibatkan trombosit, faktor koagulasi, pembuluh darah, dan inhibitor, 3) Kelainan hemostasis dapat menyebabkan perdarahan atau t
Acquired hemophilia is a rare disorder and if missed can cost lives. This presentation has been prepared keeping in view the non hematologist health care workers to broaden their index of suspicion and increase their awareness. The target people are medical residents those who work in ER and ICUs.
- A 55-year-old male presented with soft tissue bleeding and a prolonged activated partial thromboplastin time. He was diagnosed with acquired hemophilia caused by autoantibodies against factor VIII.
- Acquired hemophilia is a rare but serious condition typically treated initially with prednisolone and possibly cyclophosphamide. However, up to a third of patients may be refractory to this first-line treatment.
- Rituximab, a monoclonal antibody against CD20, shows promising evidence as an alternative treatment with similar remission rates to standard therapy and possible additional benefits, but randomized studies are still needed.
Enfermedades por defectos en los factores plasmáticosMary Rodríguez
Las enfermedades por defectos en los factores plasmáticos pueden ser congénitas como la hemofilia A y B, o adquiridas como el déficit de vitamina K. La hemofilia es una enfermedad hemorrágica recesiva ligada al cromosoma X causada por mutaciones en los genes F8 o F9. Las deficiencias de otros factores como el XI, X, VII y V también pueden causar cuadros hemorrágicos. El déficit de vitamina K afecta la síntesis de los factores II, VII, IX
This document discusses inhibitors in congenital hemophilia and their treatment. It begins with an overview of hemophilia A and B, risk factors for inhibitor development like family history and treatment intensity, and mechanisms of inhibitor action. Treatment options discussed include high-dose factor replacement, bypassing agents like activated prothrombin complex concentrate and recombinant factor VIIa, and immune tolerance induction regimens to eradicate inhibitors. Two studies directly comparing aPCC and rFVIIa found they achieved similar rates of hemostasis, though one study found rFVIIa in a single 270 μg/kg dose was more effective than aPCC or multiple 90 μg/kg rFVIIa doses. Prophylaxis with
This document provides a summary of a tour guide's introduction and description of a tour of the Volkswagen factory in Wolfsburg, Germany. The summary is as follows:
[1] The tour guide, Torsten Cramm, greets the group of 25 visitors and provides an overview of the Volkswagen factory, where around 2,800 new vehicles leave the plant daily.
[2] The tour begins in the press shop, where large coils of steel are shaped into parts for vehicles using deep drawing presses in a precise process. Quality is emphasized from the start.
[3] In the body shop, robots assemble the vehicles from the bottom up in a rhythmic 30-second process
The document discusses various types of mutations and how they are induced. It describes three main types of mutations: chromosome mutations, genome mutations, and single-gene mutations. Single-gene mutations can be further divided into point mutations, deletions, additions, transitions, and transversions. Mutations can occur spontaneously due to errors in DNA replication or be induced by environmental mutagens like chemicals, radiation, and viruses. Mutations provide genetic variation but can also cause genetic disorders and diseases.
Mutations and genetic engineering can alter genes. There are different types of mutations like point mutations, frameshift mutations, and chromosomal inversions that can cause genetic disorders. The Human Genome Project mapped gene sequences to aid in diagnosing and treating diseases. Genetic engineering techniques allow manipulating genes and include gene therapy, transgenic organisms, cloning, and other applications that could help cure diseases but also raise safety concerns if not properly addressed.
Acquired hemophilia A is a rare bleeding disorder caused by autoantibodies against factor VIII. It most commonly presents in older patients as severe bleeding and has a high mortality rate if not properly treated. Evaluation involves testing for prolonged aPTT and ruling out an inhibitor through mixing studies. Treatment focuses on controlling bleeding with bypassing agents or factor VIII while also using immunosuppressants to eliminate the autoantibody inhibitor. Proper management can reduce bleeding and inhibitor levels, but monitoring is needed due to the slow response to therapy.
This document provides an overview of routine coagulation assays including PT, aPTT, fibrinogen, D-dimer, and mixing studies. It discusses the clinical utility and interpretation of these assays for monitoring coagulation and detecting coagulation disorders or abnormalities. Key points include that PT measures the extrinsic pathway and factors VII, X, and prothrombin, while aPTT is more sensitive to deficiencies in the intrinsic pathway and contact factors. D-dimer has high negative predictive value for ruling out VTE but low positive predictive value due to non-specific elevations. Mixing studies can help distinguish between factor deficiencies and inhibitors like lupus anticoagulant.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang mekanisme hemostasis sekunder melalui jalur ekstrinsik. Secara singkat, dokumen menjelaskan tiga komponen utama dalam mekanisme ini yaitu pembuluh darah, trombosit, dan sistem pembekuan darah. Ketiga komponen tersebut bekerja sama untuk mencegah dan menghentikan perdarahan melalui vasokonstriksi, aktivasi trombosit, dan pembentukan fibrin.
Dokumen tersebut memberikan ringkasan singkat tentang pemeriksaan Prothrombin Time (PTT) dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT) secara otomatis. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi koagulasi melalui jalur ekstrinsik, intrinsik, dan bersama dengan mengukur waktu pembekuan plasma menggunakan metode cahaya tersebar.
Sindroma antifosfolipid adalah penyakit otoimun yang ditandai adanya antibodi antifosfolipid dan sedikitnya 1 manifestasi klinis seperti trombosis atau abortus berulang. Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis meliputi tes antibodi anticardiolipin, antibodi anti-β2 glycoprotein 1, lupus antikoagulan, dan tes koagulasi seperti aPTT, DRVVT, dan PT."
Terdapat perbedaan ekspresi protein pada platelet pasien stroke akut dibandingkan kelompok normal. Penelitian menemukan 83 protein yang berbeda ekspresi, termasuk 16 protein yang signifikan mengalami over atau down regulasi. Protein-protein tersebut terkait dengan aktivasi platelet, inflamasi, dan interaksi antarsel yang dapat berperan sebagai biomarker untuk deteksi dini stroke.
Dokumen tersebut membahas tentang kasus pasien wanita berusia 42 tahun dengan diagnosa peptic ulcer disease (PUD) yang diderita. Pasien mengeluh nyeri perut, muntah, dan berat badan berkurang. Pemeriksaan menunjukkan ulcer pada lambung tetapi tes Helicobacter pylori negatif. Dokter meresepkan obat omeprazole, claritromycin, dan amoxicillin untuk pengobatan PUD meski tes H. pylori negatif.
1. Dokumen ini membahas tentang hemofilia A dan inhibitor FVIII. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi faktor VIII dan dapat diobati dengan terapi pengganti faktor VIII. Sayangnya, terapi ini dapat menimbulkan pembentukan inhibitor FVIII pada sebagian besar pasien. Inhibitor FVIII menghambat aktivitas faktor VIII dan menyebabkan perdarahan sulit diobati.
Dokumen tersebut membahas tentang pengolahan cryoprecipitate yang diperoleh dari fresh frozen plasma (FFP) dengan metode sentrifugasi. Prosesnya meliputi identifikasi donor darah, pengolahan FFP, dan pengolahan cryoprecipitate dengan melakukan pencairan dan sentrifugasi FFP untuk memisahkan cryoprecipitate. Cryoprecipitate kemudian disimpan pada suhu -30°C untuk menjaga kandungan faktor koagulasi.
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponennya dari donor ke pasien. Tujuannya antara lain mengganti kekurangan sel darah merah atau faktor pembekuan, serta meningkatkan oksigenasi jaringan. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatching harus dilakukan untuk mencegah reaksi transfusi seperti demam, alergi, atau hemolisis."
Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk mencegah dan menghentikan perdarahan. Terdiri dari tiga proses: vasokonstriksi, pembentukan sumbat platelet, dan pembekuan darah. Kelainan hemostasis dapat menyebabkan perdarahan berlebihan atau penyumbatan pembuluh darah.
managemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi (2).pptxzidnifatayan1
Manajemen anestesi pada pasien dengan gangguan faktor koagulasi memerlukan penilaian praoperasi yang mendetail untuk mengetahui jenis dan keparahan gangguan, serta respons terhadap produk darah dan faktor rekombinan. Pilihan anestesi dan manajemen pascaoperasi harus disesuaikan dengan hasil evaluasi praoperasi oleh tim multidisiplin."
Tinjauan pustaka ini membahas tentang inhibitor FVIII pada pasien hemofilia A. Ini mencakup definisi hemofilia A, manifestasi klinis, mekanisme kerja FVIII dan inhibitor, serta penatalaksanaan pasien dengan inhibitor FVIII.
Teks ini membahas tentang pengujian antibodi antinuklir (ANA) pada penyakit sistemik lupus eritematosus (SLE). Metode pengujian ANA meliputi pemeriksaan imunofluoresensi pada sel Hep-2, tes ELISA, dan tes strip Euroline. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendiagnosis dan memantau SLE karena keberadaan ANA dapat menunjukkan aktivitas penyakit.
The document discusses flow cytometry and its clinical application in monitoring CD4 T lymphocyte counts. Flow cytometry works by passing fluorescent-labeled cells in a fluid stream through a laser which causes fluorescence. Detectors then measure the cells' light scattering and fluorescence properties to characterize the cells and identify subsets. The document provides details on using the BD FACSCalibur flow cytometer to measure CD4 counts via two-color staining and gating on T lymphocyte populations. Normal CD4 values in adults and children are listed.
The document discusses viral load testing using NASBA (Nucleic Acid Sequence-Based Amplification) technology. It describes the NASBA process which uses 3 enzymes to amplify viral RNA or DNA in one temperature. The document provides examples of using NASBA to test viral load in HIV samples and discusses the benefits of NASBA including its high throughput, minimal hands-on time, and ability to detect down to 10-10^7 copies/ml.
This document summarizes methods for quantitatively determining serum immunoglobulin A (IgA) concentration, including radial immunodiffusion (RID), nephelometry, and enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). RID involves measuring the diameter of precipitation rings formed between serum IgA and antibody-containing agar. Nephelometry measures light scatter from immune complexes formed between serum IgA and anti-IgA antiserum. ELISA uses a capture antibody to bind serum IgA and a labeled secondary antibody for detection. ELISA provides the best sensitivity while nephelometry is most commonly used in clinical labs due to its rapid automation capabilities. Normal IgA levels, deficiencies, and causes of high values are also
Teks ini membahas tentang elektroforesis kapiler menggunakan alat Minicap untuk memisahkan molekul seperti protein, lipoprotein, isoenzim, dan hemoglobin. Metode ini bekerja dengan memisahkan molekul berdasarkan kecepatan elektroforesisnya dalam tabung kapiler dengan diameter 100 μm yang dipengaruhi pH elektrolit dan aliran elektroosmosis. Teks ini juga menjelaskan prosedur dan komponen elektroforesis protein, hemoglobin, dan immunotyping
This document discusses thyroid hormone tests (T3, T4, TSH, fT4) and their principles, procedures, and clinical significance. It describes the hormones T3 and T4, how they are regulated by the hypothalamus-pituitary-thyroid axis, and common thyroid disorders like hypothyroidism and hyperthyroidism. It provides details on specific assays for the hormones, including radioimmunoassay, immunoradiometric assay, enzyme immunoassay, and electrochemiluminescent assay. Reference ranges and clinical implications of test results are also covered.
1. Western Blot dan RIBA merupakan tes konfirmasi untuk infeksi HIV yang mendeteksi antibodi terhadap protein inti, polimerase, dan envelope virus HIV.
2. Terdapat perbedaan antara Western Blot dan RIBA dalam hal protein yang digunakan sebagai antigen.
3. Hasil tes dapat negatif palsu, indeterminate, atau positif tergantung pola protein HIV yang terdeteksi.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan kadar antigen CA 125 dengan metode ELISA untuk skrining, diagnosis, pemantauan terapi, dan prognosis kanker ovarium. Metode ELISA digunakan karena ekonomis dan sensitivitas yang tinggi. Kadar CA 125 yang meningkat dapat menandakan adanya kanker ovarium.
Tinjauan pustaka mengenai trombositopenia pada demam berdarah dengue membahas mekanisme penyebabnya yaitu supresi sumsum tulang, aktivasi dan destruksi trombosit oleh virus, serta disfungsi trombosit. Pemeriksaan jumlah trombosit penting untuk diagnosis dan pemantauan, dapat dilakukan secara manual maupun otomatis. Terapi trombositopenia meliputi transfusi trombosit dalam kondisi tertentu.
Thrombelastography (TEG) adalah tes koagulasi yang dilakukan di samping pasien untuk mengukur berbagai parameter koagulasi dalam 30 menit. TEG dapat digunakan untuk memantau koagulasi pada operasi jantung dan transplantasi hati serta mendeteksi gangguan koagulasi pada pasien trauma.
Tinjauan pustaka ini membahas patogenesis, diagnosis, dan klasifikasi paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH). PNH disebabkan oleh mutasi gen PIG-A yang mengakibatkan defisiensi protein yang terikat pada permukaan sel seperti DAF dan CD59. Ini menyebabkan aktivasi komplemen yang berlebihan dan hemolisis. Diagnosis didasarkan pada tes komplemen seperti sucrose lysis test dan flow sitometri untuk mengukur defisiensi CD55 dan CD59. PNH dik
Dokumen tersebut membahas sindrom mielodisplastik yang merupakan kelompok penyakit neoplastik pada sel induk hemopoietik yang ditandai oleh kegagalan sumsum tulang dan kelainan sel darah. Dibahas pula patogenesis, diagnosis, klasifikasi, dan prognosis sindrom mielodisplastik menurut WHO dan terapi yang diberikan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai prosedur hitung jenis lekosit secara manual dan otomatis. Secara manual melibatkan pembuatan hapusan darah, pewarnaan, dan perhitungan secara visual di bawah mikroskop. Secara otomatis menggunakan berbagai metode seperti impedansi, scatter cahaya, dan fluoresensi untuk menghitung dan membedakan jenis lekosit dengan lebih cepat dan akurat. Kedua metode memiliki kelebi
Dokumen tersebut memberikan penjelasan singkat tentang penggunaan alat otomatis Sysmex XE-2100 untuk pemeriksaan darah lengkap (CBC). Alat ini menggunakan teknologi kombinasi impedansi listrik dan aliran sitometri untuk menghitung parameter darah seperti eritrosit, leukosit, trombosit, hemoglobin, dan lainnya. Dokumen juga menjelaskan prinsip kerja, komponen utama, dan interferensi sampel yang dapat mempengaruhi
1. 1 TES SUBSTITUSI TUTOR HEMATOLOGI dr. Binawati / dr. Yolanda P , SpPK(K)
2. 2 PENDAHULUAN (1) Proses koagulasi merupakan gabungan dari jalur ekstrinsik dan intrinsik. Jalur intrinsik semua faktor dalam darah Jalur ekstrinsik tromboplastin jaringan dan faktor jaringan Px. Penyaring PPT, APTT dan TT
3. 3 PENDAHULUAN (2) hapusan darah tepi ( plt. ) abnormal normal hitung plt. APTT atau recalcification time trombositopenia normal memanjang kemungkinan: -immune thrombocytopenia -PNH -reaksi obat -familial thrombocytopenia -reaksi transfusi -keganasan -reaksi alergi -anemia aplastik -splenomegali -def.vitamin B12-folat -vaskulitis -hemoglobinuria -DIC - penyebab lain plt.comsumption
4. 4 PENDAHULUAN (3) APTT normal PT normal memanjang BT F.VII px. inhibitor normal abnormal kemungkinan: -inhibitor F.VII F.XIII kemungkinan: -def. -trombositopenia -fungsi plt. abnormal -peny. von Willebrand’s
6. 6 PENDAHULUAN (5) Tes substitusi : tes lanjutan untuk mengetahui gangguan faktor koagulasi secara lebih terinci. Tes substitusi dilakukan bila ada pemanjangan APTT setelah disingkirkan penyebab kel. koagulasi karena inhibitor (diketahui dari hasil mixing test). Selanjutnya akan dibahas px. penyaring hemostasis, mixing test dan tes substitusi.
7. 7 PENDAHULUAN (6) pemeriksaan penyaring hemostasis APTT memanjang PPT normal mixing test terkoreksi tidak terkoreksi tes substitusi inhibitor
8. 8 I. PEMERIKSAAN PENYARING HEMOSTASIS Sangat berguna untuk mengetahui adanya gangguan faktor koagulasi. Terdiri dari : 1. plasma prothrombin time (PPT) atau masa protrombin plasma (MPP), 2. activated partial thromboplastin time (APTT) atau masa tromboplastin parsial teraktivasi (MTPT), 3. thrombin time (TT) atau masa trombin (MT).
9. 9 I.A. PLASMA PROTHROMBIN TIME (PPT) –(1) Diukur masa bekuan plasma setelah penambahan konsentrasi tromboplastin optimal dan menilai fungsi jalur ekstrinsik. Px. ini juga mengukur faktor V, VII, X dan fibrinogen. PRINSIP : ukur waktu terbentuknya bekuan bila plasma yang diinkubasi pada 37ºC ditambahkan tromboplastin jar. dan ion Ca dalam jumlah optimal.
10. 10 I.A. PLASMA PROTHROMBIN TIME (PPT) -(2) REAGEN DAN BAHAN : a. plasma sitrat platelet poor plasma (PPP) : dari pl. kontrol dan penderita, b. tromboplastin jar.: berasal dari hewan ( ekstrak paru dan otak kelinci ) atau rekombinan manusia (dihasilkan E. coli ), c. CaCl2 0,025 mol/l.
11. 11 I.A. PLASMA PROTHROMBIN TIME (PPT) –(3) METODE: dilakukan duplo 0.1 ml tromboplastin Penangas air , 37ºC 0,1 ml pl. penderita 0,1 ml pl. kontrol tunggu 1-3 menit + 0,1 ml CaCl2 hangat tekan stopwatch
12. 12 I.A. PLASMA PROTHROMBIN TIME (PPT) –(4) Hasil : (dilaporkan) 1. hasil PPT penderita dan PPT kontrol dalam detik, 2. rasio = PPT penderita : PPT kontrol 3. INR = ( rasio )ISI Nilai normal : - tromboplastin kelinci : PPT 11-16 detik, - tromboplastin rekombinan manusia : PPT 10- 12 detik.
13. 13 I.A. PLASMA PROTHROMBIN TIME (PPT) –(5) INTERPRETASI : PPT memanjang dapat disebabkan : 1. antikoagulan oral (antagonis vit. K), 2. penyakit hati, sebagian karena obstruksi, 3. def. vit. K, 4. DIC, 5. jarang, def. faktor VII, X, V, atau protrombin.
14. 14 I.B. ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (APTT) -(1) PRINSIP : ukur waktu terbentuknya bekuan pada suhu 37ºC jika pada pl. ditambahkan aktivator, tromboplastin jar. sebagai pengganti PF3 dan ion Ca dalam jml. optimal. REAGEN DAN BAHAN : 1. PPP : dari pl. penderita dan kontrol, 2. kaolin aktivator, 3. fosfolipid, 4. CaCl2 0,025 mol/l.
15. 15 I.B. activated PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (APTT) –(2) METODE : dilakukan duplo 0,1 ml suspensi kaolin 0,1 ml reagen fosfolipid suspensi kaolin-fosfolipid 0,2 ml Penangas air , 37ºC 0,1 ml pl. penderita 0,1 ml pl. kontrol inkubasi 10 menit + 0,1 ml CaCl2 hangat tekan stopwatch
16. 16 I.B. ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (APTT)–(3) HASIL : mean hasil masa pembekuan NILAI NORMAL : 26-40 detik INTERPRETASI : pemanjangan APTT dapat disebabkan : a. DIC, b. transfusi massif dengan darah simpan lama, c. penyakit hati,
17. 17 I.B. ACTIVATED PARTIAL THROMBOPLASTIN TIME (APTT)–(4) d. kontaminasi dengan heparin atau antikoagulan lain, e. adanya circulating anticoagulant ( inhibitor), f. def. faktor koagulasi lain selain faktor VII.
18. 18 I.C. THROMBIN TIME ( TT ) – (1) PRINSIP : ukur waktu terbentuknya bekuan jika pl. ditambah trombin. REAGEN DAN BAHAN : 1. PPP : dari pl. penderita dan kontrol, 2. lar. trombin : digunakan lar. trombin komersial ( dari sapi )
19. 19 I.C. THROMBIN TIME (TT) –(2) METODE : dilakukan duplo 0,1 ml lar. trombin penangas air , 37ºC 0,1 ml pl. penderita + 0,1 ml BBS 0,1 ml pl. kontrol + 0,1 BBS tekan stopwatch
20. 20 I.C. THROMBIN TIME (TT) –(3) HASIL : mean hasil pemeriksaan. NILAI NORMAL : 12-15 detik. INTERPRETASI : pemanjangan TT dapat karena : a. hipofibrinogenemia, b. peningkatan konsentrasi FDP, c. adanya heparin, d. disfibrinogenemia, e. hipoalbuminemia.
21. 21 2. MIXING TEST Dilakukan bila pada px. penyaring hemostasis didapatkan hasil APTT yang abnormal sedangkan PPT normal. Dibedakan 2 yaitu : 1. mixing test menggunakan APTT, 2. mixing test menggunakan PPT.
22. 22 2.A. MIXING TEST MENGGUNAKAN APTT (1) PRINSIP : pl. penderita : pl. dengan def. faktor = 50:50 atau pl. penderita : aged pl. / absorbed pl. = 50 :50. REAGEN DAN BAHAN : 1. PPP : dari pl. penderita dan kontrol, 2. pl. dengan def.faktor VIII, IX dan XI, 3. aged pl., 4. absorbed pl.
23. 23 ABSORBED PLASMA Banyak mengandung faktor V,VIII,XI dan XII. Cara membuatnya : 1. 1 ml pl. oxalat normal segar + 100 mg BaSO4. 2. aduk 10' pada suhu kamar dan masukkan dalam tempat yang berisi es selama 10'., 3. sentrifugasi 2500 rpm selama 10', lalu supernatan dipindah ke tabung lain 4. bila akan digunakan, encerkan dengan NaCl 0,85% 5x.
24. 24 AGED SERUM Banyak mengandung faktor VII,IX,X,XI,XII Cara membuatnya : 1. darah normal yang dibiarkan beku diinkubasi pada suhu 37ºC selama semalam, 2. serum dipisahkan dengan sentrifugasi dan simpan pada suhu 4ºC selama 24 jam. 3. dapat disimpan membekukan aliquot.
25. 25 2.A. MIXING TEST MENGGUNAKAN APTT (2) METODE : (duplo) pl. defisiensi atau aged / absorbed plasma pl. penderita pl. kontrol periksa hasil APTT dan PPT inkubasi 2 jambaru baca hasil PPT dan APTT deteksi faktor VIII
26. 26 2.A. MIXING TEST MENGGUNAKAN APTT (3) APTT plasma penderita terkoreksi dengan: Interpretasi Aged plasma Al(OH)3 plasma tidak ya def. faktor VIII ya tidak def. faktor IX ya ya def. faktor XI dan XII INTERPRETASI:
27. 27 2.B. MIXING TEST MENGGUNAKAN PTT (1) PRINSIP : menentukan faktor def. dengan cara pl. penderita dicampur aged pl. dan absorbed pl. REAGEN DAN BAHAN : 1. PPP : dari pl. penderita dan kontrol, 2. absorbed pl., 3. aged pl., 4. reagen lain.
28. 28 2.B. MIXING TEST MENGGUNAKAN PTT (2) METODE : ukur PPT campuran pl. penderita dan pl. kontrol dengan aged pl. dan absorbed pl. = 50 : 50. (seperti mixing test menggunakan APTT, tapi disini yang diukur PPT nya)
29.
30. 30 3. TES SUBSTITUSI Dilakukan jika pada mixing test pl. penderita terkoreksi dengan pl. kontrol. Terdiri dari : 1. tes substitusi dengan APTT, 2. tes substitusi dengan PPT.
31. 31 3.A. TES SUBSTITUSI DENGAN APTT (1) REAGEN, BAHAN DAN PERALATAN : penangas air 37ºC, CaCl2 0,021 M, tromboplastin parsial yang berisi aktivator (komersial), plasma kontrol sitrat normal, NaCl 0.85%, sodium sitrat 0,1 M, tabung tes 13x100 mm,
32. 32 3.A. TES SUBSTITUSI DENGAN APTT (2) stopwatch, absorbed pl., aged serum, pl. sitrat penderita dengan perbandingan sodium sitrat 0,11 M : whole blood = 1:9.
33. 33 3.A. TES SUBSTITUSI DENGAN APTT (3) PRINSIP : (duplo) campur pl. penderita dengan perbandingan 1 :1, 1. absorbed pl., 2. aged serum, 3. NaCl 0,85%, 4. pl. kontrol normal. Kemudian catat hasil APTT nya.
34. 34 hasil plasma penderita ada yang abnormal P lasma P enderita P lasma Kontrol B ila hasil APTT pl. penderita terkoreksi P lasma P enderita P lasma Kontrol Absorbed pl. Aged serum. Absorbed pl. Aged serum. Catat APTT 3.A. TES SUBSTITUSI DENGAN APTT (4) +
35. 35 3.A. TES SUBSTITUSI DENGAN APTT (5) APTT PT absorbed pl. aged serum kemungkinan APTT APTT defisiensi N N N N tidak ditemukan defisiensi A N C C XI atau XII A N NC C IX A A NC C X A A C NC V A N C NC VIII A A NC NC II N : normal C : terkoreksi A : abnormal NC: tidak terkoreksi
36. 36 3.B. TES SUBSTITUSI DENGAN PPT (1) REAGEN, BAHAN DAN PERALATAN : 1. penangas air 37ºC, 2. campuran tromboplastin dan CaCl2, 3. pl. kontrol sitrat normal, 4. absorbed pl., 5. aged pl., 6. NaCl 0,85%, 7. tabung tes 13x100 mm, 8. stopwatch,
37. 37 3.B. TES SUBSTITUSI DENGAN PPT (2) 9. pl. sitrat penderita didapat dari perbandingan sodium sitrat : whole blood = 1 : 9. PRINSIP : (duplo) campurkan pl. penderita dengan perbandingan 1 : 1 , 1. aged serum., 2. absorbed pl.
38. 38 p eriksa PPT p l. penderita p l. k ontrol h asil abnormal periksa PPT pl.penderita (perbandingan 1:1) pl.kontrol (perbandingan 1:1) Aged serum Absorbed pl. NaCl 0,85% absorbed pl. Aged serum NaCl 0,85% 3.A. TES SUBSTITUSI DENGAN PPT (3)
39. 39 Kemungkinan Defisiensi APTT PPT PT APTT AgedSerum absorbed Plasma Aged Serum absorbed Plasma Tidak ditemukan defisiensi - - - - N N VIII NC C - - N A XI atau XII C C - - N A IX C NC - - N A VII - - C NC A N V NC C NC C A A X C NC C NC A A II NC NC NC NC A A 3.B. TES SUBSTITUSI DENGAN PPT DAN APTT(4) N : normal A : abnormalNC : tidak terkoreksiC : terkoreksi