Potensi peningkatan sampah elektronik yang tidak terkendali menjadi permasalahan serius namun belum mendapat perhatian yang cukup di Indonesia.
Sampah elektronik mengandung bahan berbahaya dan beracun yang harus ditangani secara khusus dan sebagian sampah elektronik memiliki nilai ekonomi yang terkumpul di tingkat pelaku reparasi barang elektronik, pengepul, dan pelaku daur ulang sampah elektronik.
Paparan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan permasalahan pengelolaan sampah elektronik di Indonesia dan mengusulkan kebijakan Sistem Pengelolaan Sampah Elektronik (SPSE).
2. Kilasan
1. Pendahuluan
2. Sampah Elektronik
3. Kaji Banding Pengelolaan Sampah Elektronik
4. Situasi Sampah Elektronik di Indonesia
5. Asesmen Draf Peraturan Pengelolaan Sampah Elektronik
6. Sistem Pengelolaan Sampah Elektronik
7. Penutup
2
4. Pendahuluan
• Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mendorong peningkatan
penggunaan barang-barang elektronik secara masif.
• Sampah elektronik (e-waste) adalah dampak yang dihasilkan dari pasca
penggunaan barang elektronik yang tidak terpakai atau habis masa pakainya.
• Potensi peningkatan sampah elektronik yang tidak terkendali menjadi
permasalahan serius namun belum mendapat perhatian yang cukup di Indonesia.
• Sampah elektronik mengandung bahan berbahaya dan beracun yang harus
ditangani secara khusus dan sebagian sampah elektronik memiliki nilai ekonomi
yang terkumpul di tingkat pelaku reparasi barang elektronik, pengepul, dan
pelaku daur ulang sampah elektronik.
• Paparan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan permasalahan pengelolaan
sampah elektronik di Indonesia dan mengusulkan kebijakan Sistem Pengelolaan
Sampah Elektronik (SPSE).
4
6. Pengertian Sampah Elektronik
• Peralatan elektronik dan elektrik termasuk komponen yang dibuang
oleh pemiliknya sebagai sampah tanpa maksud untuk digunakan lagi
(Step Initiative 2014)
• Peralatan dengan perangkat listrik yang usang, habis masa pakai, atau
disingkirkan dan dibuang (Directive 2002/96/EC)
• Sampah yang berasal dari peralatan elektronik dan elektrik bekas dan
alat-alat rumah tangga yang tidak lagi sesuai dengan maksud
penggunaan awal dan ditujukan untuk perbaikan, daur ulang, atau
pembuangan (India)
6
8. Kategori Sampah Elektronik
(The Global E-waste Monitor 2017)
1. Temperature exchange
equipment, more commonly
referred to as cooling and freezing
equipment
Typical equipment includes refrigerators, freezers, air conditioners, heat pumps.
2. Screens, monitors Typical equipment includes televisions, monitors, laptops, notebooks, and tablets.
3. Lamps Typical equipment includes fluorescent lamps, high intensity discharge lamps, and LED lamps.
4. Large equipment Typical equipment includes washing machines, clothes dryers, dish-washing machines, electric stoves, large printing
machines, copying equipment, and photovoltaic panels.
5. Small equipment Typical equipment includes vacuum cleaners, microwaves, ventilation equipment, toasters, electric kettles, electric
shavers, scales, calculators, radio sets, video cameras, electrical and electronic toys, small electrical and electronic tools,
small medical devices, small monitoring and control instruments.
6. Small IT and telecommunication
equipment
Typical equipment includes mobile phones, Global Positioning Systems (GPS), pocket calculators, routers, personal
computers, printers, telephones.
8
10. Kategori Sampah Elektronik (Australia)
Sumber: “A Victorian Ban on E-Waste Being Sent To Landfill Is Coming”, October 15, 2015 pada http://www.cmaecocycle.net/blog/a-victorian-
ban-on-e-waste-being-sent-to-landfill-is-coming/ 10
12. Sampah Elektronik di
Asia meningkat rata-
rata 33% per tahun
Sumber: https://samsolu.com/global-e-waste-in-asia-had-
exponentially-increased-y-33-per-year-on-average-2/
12
14. Transisi Sampah Elektronik sebagai “Polutan”
ke “Sumberdaya”
Sumber: “Welcome to the official portal of HOUSEHOLD E-WASTE MANAGEMENT in Malaysia” pada http://www.doe.gov.my/hhew/ 14
15. Tingkat Kematangan Sistem Pengelolaan
Sampah Elektronik
• Type 1: Advanced mechanism
• A strong legal framework for e-waste is backed by strong enforcement. In addition to legislation, there is also
an established and functional collection and recycling infrastructure, with high environmental health and
safety standards.
• Type 2: Voluntary initiative
• The private sector (mostly international manufacturers and recyclers) take the initiative to implement a take-
back and recycling program for e-waste that may or may not be in collaboration with or bestowed with
recognition by the government. As it is entirely voluntary, the system usually operates based on commercial
imperatives rather than regulatory requirements, and it therefore operates even in the absence of a legal
framework for e-waste.
• Type 3: In transition
• A system in transition is a Type 3 with a nascent legal framework that is still being tested. As the legislation is
being developed and implemented, the collection and treatment mechanisms may be in the process of being
established, with collection and processing infrastructure involving a mix of formal and informal actors, and
EHS standards in the low to medium range of sophistication.
• Type 4: Informal initiative
• When the informal sector is predominant in the collection, recycling and disposal of e-waste, the system is
considered a Type 4. Countries with a Type 4 system typically have no established legal frameworks for e-
waste yet, and they mostly lack formal recycling facilities or high environmental health and safety safeguards.
Sumber: “Regional E-waste Monitor: East and Southeast Asia” by Shunichi Honda, Deepali Sinha Khetriwal and Ruediger Kuehr
(2016) pada http://ewastemonitor.info/pdf/Regional-E-Waste-Monitor.pdf 15
16. Sumber: “NEA To Implement E-waste Management System For Singapore By 2021” pada http://www.nea.gov.sg/corporate-
functions/newsroom/news-releases/nea-to-implement-e-waste-management-system-for-singapore-by-2021
16
22. Proses sampah elektronik informal dan formal
(China)
Sumber: Xinwen Chi, Martin Streicher-Porte, Mark Y.L.Wang, Markus A. Reuter (2011), "Informal electronic waste
recycling: A sector review with special focus on China", Waste Management, Vol. 31, No. 4, pp. 731-742.
22
23. Pendanaan Pengelolaan Sampah Elektronik
(China)
Sumber: “To realize better extended producer responsibility: Redesign of WEEE fund mode in China” pada
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2017.06.168
23
24. Pendanaan Pengelolaan Sampah TV (China)
Sumber: Yifan Gu, Yufeng Wu, Ming Xu, Huaidong Wang, Tieyong Zuo (2016), "The stability and profitability of the informal WEEE
collector in developing countries: A case study of China", Resources, Conservation and Recycling, Vol. 107, pp. 18-26.
24
25. Sampah Elektronik Rumah Tangga (Jepang)
Sumber: “Home Appliance Recycling Law” pada https://panasonic.net/eco/petec/recycle/
25
26. Aliran proses formal
dan informal daur
ulang monitor TV
(Philipina)
Sumber: E-waste recycling processes in Indonesia, the Philippines,
and Vietnam: A case study of cathode ray tube TVs and monitors
(January 2016), Resources Conservation and Recycling, Vol. 106,
pp. 48-58.
26
27. Aliran proses formal
dan informal daur
ulang monitor TV
(Indonesia)
Sumber: E-waste recycling processes in Indonesia, the Philippines,
and Vietnam: A case study of cathode ray tube TVs and monitors
(January 2016), Resources Conservation and Recycling, Vol. 106,
pp. 48-58.
27
28. Mata Rantai Aliran Sampah Elektronik di
Yogyakarta (Indonesia)
Sumber: Fauziah F. Rochman, Weslynne S. Ashton, dan Mochamad G.M. Wiharjo (2017), "Environmental Development E-waste, money and
power: Mapping electronic waste flows in Yogyakarta, Indonesia", Environmental Development, Vol. 24, pp. 1-8. 28
30. Besaran Sampah Elektronik di Indonesia
• Indonesia menempati urutan kesembilan dunia dengan jumlah
sampah elektronik mencapai 1,3 juta ton atau rata-rata orang
Indonesia membuang sampah elektronik sekitar 4,9 kilogram per
kapita pada tahun 2016 .
• The Global E-Waste Monitor 2017
30
31. Isu Sampah Elektronik
• Sampah elektronik mengandung berbagai macam bahan yang
diklasifikasikan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3).
• Peredaran sampah elektronik di Indonesia sebagian besar dilakukan
oleh sektor informal yang tidak menangani dengan tepat dan telah
membahayakan kesehatan maupun lingkungan (pencemaran air,
pencemaran udara, dan asidifikasi tanah)
• Sampah elekronik memerlukan penanganan khusus bukan hanya
menghindari dampak bahayanya bagi lingkungan tapi juga agar dapat
dikelola sehingga dapat bermanfaat.
31
32. Rantai Pasok Sampah Elektronik di Indonesia
Produksi Penjualan Penggunaan Pengumpulan Pengolahan Penimbunan
Produsen
Importir
Distributor
Peritel
Rumah Tangga
Swasta
Pemerintah
Pengumpul Informal
Pengumpul Formal Pengolah Formal
Pengolah Informal Penimbun Informal
Penimbun Formal
Toko Reparasi
Barang Bekas
32
34. Pendapat Konsumen
• Konsumen cenderung menumpuk barang yang tidak terpakai di rumah dengan anggapan
masih mempunyai nilai ekonomi atau belum tahu mau diapakan sampah elektronik
tersebut
• Berharap adanya sistem pengumpulan dan mekanisme kompensasi ketika menyerahkan
sampah elektronik
• Minimnya informasi publik mengenai sampah elektronik
• Rendahnya kesadaran publik dalam mengelola sampah elektronik yang berasal dari
peralatan rumah tangga (home appliances)
• Konsumen belum menyadari bahaya sampah elektronik
• Konsumen membuang sampah elektronik bercampur dengan sampah domestik lainnya
• Konsumen beranggapan bahwa barang elektronik lebih murah jika membeli barang bekas
dan melakukan reparasi daripada membeli barang baru
• Konsumen menjual barang yang tidak terpakai kepada tukang reparasi atau pengepul
34
35. Pendapat Produsen
• Tidak wajib untuk menyediakan fasilitas daur ulang dari merek barang
yang dibuang
• Kuatir dengan peningkatan ongkos produksi dengan bertambahnya
biaya daur ulang dan pembuangan
• Kesulitan dalam melakukan kegiatan pengumpulan, penyimpanan,
pengangkutan, dan perlakuan
• Persaingan tidak sehat akibat lemahnya pelaksanaan aturan di daerah
35
36. Pendapat Pengepul
• Pengepul biasanya menerima komponen sisa-sisa barang elektronik
• Pengepul melakukan usaha jual beli barang elektronik bekas
• Di lokasi pengepul, komponen kecil-kecil yang tidak termanfaatkan
biasanya hanya dibuang begitu saja dan dibakar menjadi satu
• Pengepul tidak tahu tempat pembuangan khusus sampah elektronik
• Pengepul rentan terkena paparan bahaya dari sampah elektronik
36
37. Pendapat Tukang Reparasi
• Toko reparasi menerima barang bekas atau layanan perbaikan barang rusak
• Para pekerja mencari komponen-komponen yang rusak dan menggantinya
dengan komponen yang baru buatan lokal.
• Tukang reparasi belum menganggap barang elektronik bekas sebagai
sampah karena komponen yang rusaknya sudah parah dan tidak dapat
digunakan kembali, masih memiliki nilai jual karena masih dapat didaur
ulang.
• Banyaknya pasar barang bekas dan tempat reparasi membuat tingginya
penggunaan kembali barang-barang elektronik bekas yang memperpanjang
umur barang-barang elektronik
• Tukang reparasi dan pengepul rentan terkena paparan bahaya dari sampah
elektronik
37
38. Pendapat Pendaur Ulang
• Pelaku daur ulang skala menengah dan besar bekerja sama dengan
pengepul untuk mendapatkan sampah elektronik
• Sampah elektronik masih bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi
yang tinggi
• Pelaku daur ulang dapat mengekstrak emas, perak, dan logam berharga
lainnya
• Pendaur ulang membuang begitu saja logam berat dan polutan beracun
• Praktik daur ulang yang dilakukan oleh pelaku sektor informal tidak sesuai
dengan ketentuan sehingga memberi dampak buruk terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan
• Pelaku daur ulang sampah elektronik skala menengah hingga besar rentan
terkena paparan bahaya dari sampah elektronik karena memakai alat kerja
apa adanya dan tanpa pelindung tubuh yang aman
38
39. Pendapat Petugas Pembuangan Akhir
• Sampah elektronik secara utuh jarang ditemukan di TPA
• Sampah elektronik yang ditemukan biasanya hanya bagian dari
komponen elektronik
• Sampah elektronik tidak dianggap sebagai sampah yang berbahaya
karena tidak ada perlakuan yang aman untuk limbah berbahaya di
TPA
39
40. Pendapat Pemerintah
• Kegiatan perbaikan dan penggunaan kembali (daur ulang) barang-barang
elektronik bekas dalam jumlah yang tinggi di sektor informal.
• Belum tersedianya data yang akurat untuk jumlah penggunaan barang-
barang elektronik, sehingga belum diketahui potensi sampah elektronik
• Belum tersedianya ketentuan teknis lainnya seperti umur barang yang
dapat diolah kembali
• Pemerintah tidak mempunyai pengelolaan khusus untuk mengamankan
data dalam sampah elektronik
• Pemerintah tidak memantau mata rantai sampah elektronik yang panjang
sehingga menjadi permasalahan tersendiri bagi pengawasan akan bahaya
sampah elektronik tersebut
• Belum adanya solusi yang konkret terhadap permasalahan sampah
elektronik, baik untuk pemerintah maupun masyarakat
40
41. Kebutuhan Kebijakan Sampah Elektronik
• Sampah elektronik sulit dikelompokkan pada sampah padat pada jenis industri, rumah tangga, ataupun
barang berbahaya dan beracun
• Belum ada pengertian yang khusus untuk sampah elektronik dalam peraturan-peraturan yang ada di
Indonesia
• Pemanfaatan kembali sampah elektronik yang tidak terkontrol yang dilakukan oleh pelaku sektor informal
menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan lingkungan
• Belum adanya pelaku formal yang mengolah sampah elektronik
• Belum adanya mekanisme yang mengatur daur ulang sektor informal untuk mengurangi kegiatan daur ulang
yang tidak layak dan mengalihkan lebih banyak barang elektronik agar mengalir ke daur ulang sektor formal
• Belum tersedianya data yang akurat untuk jumlah penggunaan barang-barang elektronik maupun jumlah
sampah elektronik
• Pemahaman yang berbeda antar institusi mengenai sampah elektronik dan tata cara pengelolaannya di
tingkat pemerintahan
• Permasalahan sampah elektronik tidak dapat dipecahkan dengan baik karena kurangnya regulasi yang secara
khusus mengatur mengenai sampah elektronik dan peredarannya
41
43. Draf Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tentang Sampah Elektronik
1. Ketentuan umum
2. Ruang lingkup sumber limbah elektronik
3. Jenis limbah elektronik
4. Pengelolaan limbah elektronik melalui mekanisme pengelolaan
limbah B3
5. Kerjasama antara produsen barang elektronik dan pengelola limbah
B3 dan kompensasi serta pengawasannya
43
44. Draf Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Tentang Sampah Elektronik
Bab 1. Ketentuan
Umum (Pasal 1)
Bab 2. Tujuan (Pasal
2)
Bab 3. Hak dan
Tanggung Jawab
(Pasal 5-7)
Bab 4. Penampungan
dan Penyimpanan
Sampah Elektronik
(Pasal 8-10)
Bab 4. Pengangkutan
Sampah Elektronik
(Pasal 11-13)
Bab 5. Pencatatan
Permindahan
Sampah Elektronik
(Pasal 14)
Bab 6. Pelaporan
(Pasal 15)
Bab 7. Pembinaan
SKPD (Pasal 16-17)
Bab 8. Insentif (Pasal
18)
Bab 9. Pengawasan
(Pasal 19)
Bab 10. Penutup
(Pasal 20)
44
45. Komentar Peraturan Sampah Elektronik (1)
Pasal Isi Komentar
1. Pengertian
1. Sampah elektronik adalah barang elektronik yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun dan sudah tidak berfungsi dan/atau sudah tidak
digunakan lagi sesuai peruntukannya yang berasal dari kegiatan
perkantoran, kegiatan komersial, kegiatan rumah tangga dan/atau
kegiatan sejenis;
Ketentuan Umum
Sampah elektronik adalah barang elektronik dan peralatan
listrik yang sudah tidak berfungsi dan/atau sudah tidak
digunakan lagi sesuai peruntukannya;
2. Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan arahan pengelolaan
sampah elektronik kepada setiap orang, dan penampung dan pengangkut
Sampah Elektronik dalam melakukan pengelolaan lanjutan Sampah
Elektronik sebagai Limbah B3.
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan arahan
sistem pengelolaan sampah elektronik kepada setiap orang
dalam melakukan pengelolaan lanjutan Sampah Elektronik.
3. (1) Sampah Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasal dari:
a. Kegiatan perkantoran;
b. Kegiatan komersial;
c. Kegiatan rumah tangga; dan/atau
d. Kegiatan sejenis.
Rumah tangga; Pemerintah, Swasta
4. Sampah elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berupa antara
lain:
Jenis sampah elektronik sebaiknya terdiri dari peralatan
teknologi informasi dan telekomunikasi dan elektronik
konsumen
45
46. Komentar Peraturan Sampah Elektronik (2)
Pasal Isi Komentar
5. Setiap orang yang menghasilkan sampah elektronik wajib melakukan
pengelolaan Sampah Elektronik yang dihasilkannya.
Sudah memasukkan prinsip tanggang jawab tetapi khusus
untuk perluasan tanggung jawab produsen tidak ditetapkan
6. Pengelolaan Sampah Elektronik sebagaimaina dimaksud dalam Pasal 5
yang berasal dari:
a. perkantoran, dilakukan dengan cara menyerahkan Sampah Elektronik
yang dihasilkannya kepada pengelola Limbah B3 yang memiliki izin dari
Menteri;
Sebaiknya khusus “pengelola” sampah elektronik yang
memiliki izin dari Menteri?
7. (1) Penyerahan Sampah Elektronik yang berasal dari perkantoran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan melalui skema
penghapusan atau penjualan barang milik negara/daerah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pengelolaan barang
milik negara/daerah;
Cara penyerahan: penjualan, lelang, ekspor
8. (1) Fasilitas penampungan Sampah Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf c wajib terdaftar di Pemerintah Kabupaten/Kota
Pengertian fasilitas penampungan
9. Fasilitas penampungan Sampah Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 wajib memenuhi kriteria:
a. terlindung dari air hujan dan panas;
Kriteria fasilitas penampungan
10. Pasal 10
(1) Fasilitas penampungan Sampah Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dapat menampung Sampah Elektronik paling lama 90
(sembilan puluh) hari sejak Sampah Elektronik diterima.
Lama penyimpanan di fasilitas penampungan
46
47. Komentar Peraturan Sampah Elektronik (3)
Pasal Isi Komentar
11. Pengangkutan Sampah Elektronik dari fasilitas penampung Sampah
Elektronik oleh pengangkut Limbah B3 wajib memiliki rekomendasi
Pengangkutan Limbah B3 dan izin pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengangkutan Limbah B3.
Ijin pengangkutan sampah elektronik
12. (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikecualikan
terhadap pengangkutan Sampah Elektronik yang dilakukan oleh
penanggung jawab fasilitas penampungan Sampah Elektronik.
Pengangkutan oleh penanggung jawab fasilitas
penampungan
13. (1) Pengangkutan sampah elektronik oleh penanggung jawab fasilitas
penampungan Sampah Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1), hanya dapat dilakukan dari fasilitas penampungan sampah
elektronik ke lokasi pengumpul Limbah B3, pemanfaat Limbah B3,
dan/atau pengolah Limbah B3 yang memiliki izin dari Menteri.
Jalur pengangkutan sampah elektronik
14. Format pencatatan perpindahan Sampah Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), dan tanda terima pengiriman Sampah
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Format pencatatan perpindahan sampah elektronik atau
sistem informasi status dan peredaran sampah elektronik
47
48. Komentar Peraturan Sampah Elektronik (4)
Pasal Isi Komentar
15. (1) Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan tata kelola fasilitas
penampungan Sampah Elektronik di wilayahnya kepada Menteri melalui
Direktorat Jenderal yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan
sampah dan Limbah B3 paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
dengan tembusan kepada Gubernur melalui satuan kerja perangkat
daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tingkat
provinsi.
Laporan pelaksanaan tata kelola fasilitas penampungan
Sampah Elektronik
16. (1) Menteri melalui Direktorat Jenderal yang bertanggung jawab di bidang
pengelolaan sampah dan Limbah B3 melakukan pembinaan kepada:
a. satuan kerja perangkat daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tingkat provinsi; dan
b. satuan kerja perangkat daerah di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota.
Menteri melalui Dirjen membina SKPD
17. (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dilakukan
melalui antara lain:
a. pendidikan dan pelatihan pengelolaan sampah elektronik;
b. bimbingan teknis pengelolaan sampah elektronik; dan
c. penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria Pengelolaan
sampah elektronik.
Metode pembinaan kepada SKPD
48
49. Komentar Peraturan Sampah Elektronik (5)
Pasal Isi Komentar
18. (1) Insentif diberikan kepada:
a. Produsen yang mengelola fasilitas penampungan sampah elektronik
b. Pemerintah Daerah
c. Pengelola lainnya fasilitas sampah elektronik
...
(3) Pemerintah dan produsen menetapkan mekanisme pemotongan harga
untuk sampah elektronik yang dikumpulkan di droping point
Insentif kepada pelaku pengelola sampah elektronik dan
tidak jelas sumber daya pemotongan harga
19. Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya
menugaskan PPLH untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan
fasilitas penampungan Sampah Elektronik.
Pengawasan terhadap ketaatan atau kepatuhan fasilitas
penampungan sampah elektronik
20. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Masa mulai berlakunya peraturan
49
50. Asesmen Peraturan Pengelolaan Sampah Elektronik
Produsen
Importir
Distributor
Peritel
Rumah Tangga
Swasta
Pemerintah
Pengumpul Informal
Stasiun Pengumpulan
Sampah
Pemretel
Sampah
Penghancuran
Toko Reparasi
Stasion Pengumpulan
Formal
Pengolah
Formal
Pengumpulan Lelang
Pabrikan
Pengolah
Bahan Beracun
Penimbunan
atau Insinerasi
Komponen
Bengkel
Produksi Kecil
Barang Bekas
Pasar Barang
Bekas
Sampah
Elektronik
Pengertian
sampah
elektronik?
Mekanisme
penanganan kanal
informal?
Pendanaan
pengumpulan dan
pengolahan?
Perluasan
tanggung jawab
produsen?
Tanggung
jawab
konsumen?
Keselamatan dan
kesehatan kerja?
Tanggung jawab
pengumpul dan
pengolah?
Tanggung
jawab
penjual?
Sanksi dan
Insentif?
Sistem audit
pelaksanaan
pengelolaan?
Kesadaran dan
peningkatan
kapasitas?
Sistem informasi
sampah elektronik
dan monev?
Tanggung jawab
pemerintah
daerah?
Tanggung jawab
badan sertifkasi
dan standarisasi? 50
51. Asesmen Draf Peraturan Pengelolaan Sampah
Elektronik
1. Pengertian sampah elektronik yang menekankan B3
dan jenis sampah yang belum jelas
2. Sumber sampah tidak mencerminkan keadaan di
lapangan
3. Perluasan tanggung jawab produsen tidak dijabarkan
dalam aturan sebagai asas dan juga belum jelas sistem
operasionalnya
4. Kesulitan dalam menentukan tanggung jawab pelaku
mata rantai sampah elektronik antara lain konsumen,
produsen, pengepul, pendaur ulang, dan pemusnah
5. Kesulitan dalam menjamin dana pengumpulan,
perlakuan, dan pembuangan sampah elektronik
6. Kesulitan dalam memahami tanggung jawab
pemerintah daerah baik dalam perijinan, pembinaan,
maupun Peraturan Daerah (Perda) tentang biaya
pengangkutan (retribusi) sampah elektronik
7. Tidak ada mekanisme menangani pelaku sektor
informal
8. Belum menjamin keamanan dan kesehatan pekerja
9. Belum ada sistem audit
10. Belum ada sistem pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan
11. Belum ada sistem informasi sampah elektronik
12. Belum ada mekanisme kesadaran dan peningkatan
kapasitas
13. Belum ada ketentuan standar dan sertifikasi dan
kesulitan dalam menyertakan lembaga serifikasi dan
standarisasi
14. Belum ada penjabaran sanksi dan lemahnya
instrumen insentif belum jelas sumber dana untuk
kompensasi mendapatkan diskon atau pemotongan
biaya pengumpulan dan pengolahan
51
53. Dasar Hukum Pengelolaan Sampah Elektronik
• UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
• Lingkungan Hidup
• UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
• Kerpres 61/1993 tentang Ratifikasi Konvensi Basel
• Perpres 47/2005 tentang Amandemen Atas Konvensi Basel Tentang
Pengawasan Permindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan
Pembuangannya
• PP Nomor 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3
53
54. Urgensi Kebijakan Pengelolaan Sampah
Elektronik
• UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah:
• Pasal 15:
• Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai
oleh proses alam.
• Pasal 23:
1) Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan pemerintah.
• UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
• Pasal 58:
1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan,
mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3
wajib melakukan pengelolaan B3.
• Pasal 59
1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
54
55. Arah Kebijakan Pengelolaan Sampah
Elektronik
• Penentuan pengertian sampah elektronik, jenis, dan
sumbernya
• Produsen bertanggung jawab terhadap siklus hidup
barang mereknya melalui pengambilan kembali dan
pengolahan sampah elektronik
• Peran pemerintah dalam
• Pemberian kewenangan kepada produsen, agen
pengumpul, pemretel, dan pendaur ulang
• Penetapan prosedur registrasi atau daftar ulang dari
pendaur ulang
• Penjaminan pendanaan pengelolaan sampah elektronik
• Kewajiban tanggung jawab dari pelaku mata rantai
sampah elektronik
• Pengurangan bahan beracun dan berbahaya yang
terkandung pada barang elektronik
• Ketentuan sistem informasi sampah elektronik (SISE):
sampah elektronik rumah tangga, swasta, pemerintah,
dan impor
• Penanganan sektor informal: formalisasi sektor informal
menjadi sistem yang transparan
• Peningkatan kesadaran konsumen akibat cara
pembuangan yang salah
• Peningkatan pengetahuan tentang B3 dalam sampah
elektronik
• Peningkatan efisiensi daur ulang untuk mengurangi
kehilangan mineral yang berharga
• Peningkatan kesadaran konsumen dan lembaga swadaya
masyarakat untuk menekan eliminasi B3 dan mendukung
produk yang ramah lingkungan
• Pemberian insentif bagi pelaku yang sesuai dengan
standar lingkungan
55
56. Kerangka Kebijakan Pengelolaan Sampah
Elektronik
Pengertian
•Sampah Elektronik
•Jenis Sampah Elektronik
•Jenis Pengguna
Perluasan Tanggung
Jawab Produsen
•Skema
•Target
Pembagian Tanggung
Jawab
•Konsumen
•Penjual
•Pengumpul dan Pengolah
Skema Pendanaan atau
Pembiayaan
•Setoran produsen
•Deposit konsumen
•Subsidi pemerintah
•Kemitraan Pemerintah Swasta
(KPS)
Peran Pemerintah
Daerah
•Tugas
•Kewenangan
Penanganan Sektor
Informal
•Peningkatan kapasitas
•Disinsentif saluran sampah ke
sektor informal
Sistem Keamanan dan
Kesehatan
•Pembinaan
•Sertifikasi
Sistem Pemantauan,
Evaluasi, dan Pelaporan
•Pemantauan dan Evaluasi
•Pelaporan
Sistem Informasi
Sampah Elektronik dan
Sistem Audit
•SISA
•Sistem Audit
Peningkatan Kesadaran
dan Kapasitas
•Kampanye
•Program peningkatan kapasitas
Sertifikasi dan
Standarisasi
•Serifikasi
•Standarisasi
•Konsultasi
Sanksi dan Insentif
•Sangksi
•Insentif
56
57. Sistematika Perbaikan Peraturan
Bab 1. Ketentuan
Umum
Bab 2. Tujuan dan
Batasan
Pengaturan
Bab 3. Tugas dan
Wewenang
Pemerintahan
Bab 4. Hak dan
Kewajiban
Bab 5. Perizinan
Bab 6.
Penyelenggaraan
Pengelolaan
Sampah Elektronik
Bab 7. Pendanaan
dan Kompensasi
Bab 8. Kerjasama
dan Kemitraan
Bab 9. Sistem
Pemantauan,
Evaluasi, dan
Pelaporan
Bab 10. Sistem
Informasi Sampah
Elektronik
Bab 11. Sistem
Audit
Bab 12. Sanksi
Bab 13. Ketentuan
Penutup
57
58. Bab 1. Ketentuan Umum
• Sampah elektronik adalah barang-barang elektronik dan peralatan
elektrik baik dalam bentuk keseluruhan atau komponen rakitan yang
sudah tidak terpakai sesuai peruntukannya dan/atau sudah tidak
diinginkan karena usang dan perlu dibuang
• Istilah sampah elektronik dan bukan limbah elektronik lebih tepat digunakan
untuk barang-barang elektronik yang sudah tidak terpakai dan/atau habis
masa pakai yang sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2008.
• Sampah elektronik berupa antara lain
1. Peralatan teknologi informasi dan telekomunikasi
2. Peralatan elektronik konsumen
58
59. Bab 2. Tujuan dan Batasan Pengaturan
• Pengelolaan Sampah Elektronik berasal dari:
1. Rumah tangga
2. Swasta
3. Pemerintah
59
60. Bab 4. Hak dan Kewajiban
Konsumen
Retribusi
atau deposit
biaya buang
Penyerahan di
pusat
pengumpulan
Pembelian
produk
berlabel eko
Pengumpul
dan Pendaur
Ulang
Dokumentasi
Keselamatan
Pekerja
Kepatuhan
Perijinan
Keamanan
penyimpanan
Produsen
Perluasan
Tanggung
Jawab
Desain ramah
lingkungan
Setoran dana
sampah
elektronik
Lembaga
Pengelola
Dana Sampah
Elektronik
Pengelolaan
dana
Peningkatan
kesadaran
publik
Lembaga
Audit
Penelusuran
dan Audit
Pengumpulan
dan Daur
Ulang
Pemerintah
Perijinan
Sanksi
60
61. Bab 4. Hak dan Kewajiban:
Perluasan Tanggung Jawab Produsen
• Perluasan tanggung jawab produsen adalah
tanggung jawab setiap produsen barang
elektronik untuk menyalurkan sampah elektronik
kepada pendaur ulang atau penghancur yang
resmi untuk menjamin pengelolaan sampah yang
ramah lingkungan
• Perluasan tanggung jawab produsen untuk
menjaga lingkungan dengan melakukan:
• Mekanisme pengambilan kembali (take back)
sampah elektronik
• Pendirian Konsorsium Tanggung Jawab Produsen
atau Lembaga Pengelola Dana Sampah Elektronik
• Otorisasi penumpukan, penyimpanan,
pengangkutan, dan pendauran ulang
• Kepatuhan pada B3
• Sistem pembayaran kembali
• Pelaporan penjualan masa lalu
• Penetapan target pengelolaan sampah
Distribusi Konsumen
Pengumpulan
Pemilahan
Pengolahan Penguburan
Lembaga
Pengelola
Dana
Tempat
Pengumpulan
• Penjualan
Kembali
• Penggunaan
Kembali
Operator
Produk
Konsorsium
Produsen
Produsen
Kontrak
Deposit
Setoran
Pemerintah
Pendaftaran Rencana
Perluasan Tanggung
Jawab
Laporan
Deposit
(Advanced
Recycle Fee
or ARF)
Aliran barang
Aliran uang
Aliran informasi
Keterangan:
Auditor dan
Konsultan
Resmi
61
62. Bab 7. Pendanaan dan Kompensasi:
Lembaga Pengelola Dana Daur Ulang
Lembaga Pengelola Dana
Daur Ulang
Auditor Resmi
Perusahaan atau
Operator Daur Ulang
Komite Tinjauan Tarif
Setoran
Produsen
Pengumuman tarif setoran
tahun berjalan
Setoran
Audit
Laporan
Hasil Audit
Keputusan tarif
setoran dan
subsidi
Subsidi
• Rencana tanggung jawab produsen (EPR Plan)
mencakup:
• Target pengumpulan kategori produk dengan
basis penjualan masa lalu,
• Mekanisme pengumpulan pada setiap titik,
pengangkutan, penyimpanan, mitra sampah
elektronik, kesadaran pelanggan, alokasi
anggaran, logistik balik untuk mendapatkan
kembali produk dari pelanggan dan produk-
produk yang sudah tidak terpakai, dan
• Audit.
• Pemerintah dapat mencabut lisensi produsen
yang gagal memenuhi batas waktu
mendapatkan persetujuan.
EPR merupakan suatu sistem dimana produsen akan bertanggungjawab atas barang
yang dibuat sampai barang tersebut tidak dipakai lagi.
62
63. Bab 11. Penyelenggaraan Pengelolaan
Sampah Elektronik
1. Pengurangan dan Pemilahan Sampah Elektronik
2. Penyimpanan Sampah Elektronik
3. Pengangkutan Sampah Elektronik
4. Pengolahan Sampah Elektronik
5. Penguburan Sampah Elektronik
6. Penimbunan Sampah Elektronik
63
65. Manfaat Penyempurnaan Kebijakan Sistem
Pengelolaan Sampah Elektronik
Pembaharuan
(inovasi)
Peredaan
(mitigasi)
Jangka
Pendek
Jangka
Panjang
Pelestarian
• Dorongan untuk melakukan pameran
inovasi produk dan pengelolaan sampah
elektronik yang ramah lingkungan
• Kolaborasi meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas
• Partisipasi masyarakat dan investor
Penanganan Risiko
• Pemeliharaan lisensi untuk tetap
beroperasi
• Pertimbangan keberlanjutan dalam
risiko perusahaan
• Diversifikasi model bisnis dan operasi
Pengurangan Biaya
• Peningkatan keamanan dan keselamatan
kerja
• Potensi perampingan rantai pasok
distribusi dan logistik balik
• Kesempatan bermitra dengan pemasok
dan konsumen untuk pendanan
Peningkatan Pendapatan
• Penciptaan model bisnis baru dalam
pengelolaan sampah elektronik
• Kesempatan bermitra untuk penetrasi
pasar baru
• Inovasi produk baru dan jasa layanan
65
66. Peta Jalan Pengembangan Sistem Pengelolaan
Sampah Elektrik
Pembenahan
Peraturan
SPSE
Sosialisasi
Percontohan
Replikasi dan
Perluasan
Perbaikan
dan
Pemantapan
66