Buku ini membahas masalah lingkungan dan aktivitas ekonomi serta teori tentang produktivitas yang berhubungan dengan pengembangan berkelanjutan dengan fokus produktivitas hijau sehingga akan diperoleh pemahaman tentang konsep konsep yang mendasarinya
2. 2
BAGIAN SATU
LINGKUNGAN DAN PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR
Tujuan Instruksional
- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya perhatian terhadap
lingkungan terutama pada industri manufaktur.
- Mahasiswa mampu memahami meningkatnya perhatian konsumen internasional terhadap
kepedulian lingkungan pada setiap produk hasil industri manufaktur yang berpengaruh
pada regulasi-regulasi standar produk yang berwawasan lingkungan.
- Mahasiswa mampu memahami beberapa ketentuan green productivity sebagai issue
global terbaru yang harus dimiliki oleh industri manufaktur.
- Mahasiswa mampu memahami kerusakan-kerusakan lingkungan akibat dari produk yang
tidak memperhatikan lingkungan.
3. 3
DAFTAR ISI BAGIAN 1
BAB 1 LINGKUNGAN DAN AKTIVITAS EKONOMI 1
1.1 Aktivitas Ekonomi Dan Lingkungan 1
1.2 Perkembangan Pola Konsumsi 3
1.3 Perkembangan Industri Dan Penurunan Kualitas Lingkungan 3
1.4 Industri Dan Peraturan-Peraturan Mengenai Lingkungan 4
BAB 2 PRODUKTIVITAS 7
2.1 Definisi Umum Produktivitas 7
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas 8
2.3 Pengaruh Produktivitas Kerja Terhadap Pencapaian Tujuan Perusahaan 8
BAB 3 PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN 10
BAB 4 PRODUKTIVITAS HIJAU 12
4.1 Definisi Produktivitas Hijau (PH) 12
4.2 Paradigma Baru Produktivitas 12
4.3 Pemicu Timbulnya Produktivitas Hijau (PH) 13
4.5 Gp Memastikan Peningkatan Keuntungan Dan Meningkatkan Kualitas Hidup 13
BAB 5 LINGKUPAN KONSEP PRODUKTIVITAS HIJAU 16
5.2 Perlindungan Terhadap Polusi 16
5.3 Environment Management System (EMS) 17
5.3 Pengendalian Pencemaran 21
5.4 Produksi Bersih 25
5.5 Good House Keeping 29
5.6 Eco Design 35
5.7 Daur Sumberdaya Alam Dan Persoalan Lingkungan Hidup 51
BAB 6 STUDI KASUS 55
6.1 Studi Kasus 1 55
6.2 Studi Kasus 2 58
4. 4
BAB 1
LINGKUNGAN DAN AKTIVITAS EKONOMI
1.1 AKTIVITAS EKONOMI DAN LINGKUNGAN
Beberapa tahun terakhir, perkembangan perhatian terhadap kelestarian lingkungan sangat
gencar diberlakukan, survey yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Roberts (1992),
Cropper dan Oates (1992) , OECD (1993), Jaffe dan Stavins (1995), Glass (1996), dan Elkins
dan Spek (1998) berargumen bahwa tidak cukup bukti jika peraturan mengenai kelestarian
lingkungan memiliki efek pada perdagangan internasional. Produktivitas industri atau kegiatan
ekonomi harus bersaing dan lebih kompetitif.
Namun pada faktanya, peneliti lain seperti Porter dan Van der Linde (1995) melakukan
selangkah lebih maju, yaitu mencari fakta dan keuntungan dari aplikasi diawal dari teknologi
yang ramah lingkungan pada industri dan produksi. Mereka melakukan, serangkaian studi kasus
dimana implementasi teknologi ramah lingkungan digunakan telah membuktikan serangkaian
benefit dari mulai minimalisasi limbah, meningkatkan efisiensi dan kualitas. Mereka
berkesimpulan bahwa benefit dari penggunakan teknologi ramah lingkungn ini adalah bukti dari
aplikasi regulasi mengenai lingkungan hidup.
Gambar 1.1
Diagram aktivitas ekonomi dan dampak kepada lingkungan
Sumber: Berbagai Sumber Diolah
Pemicu
Aktivitas Ekonomi
Sumber daya yang didapat
dari alam
Dampak dari penggunaan
sumber daya , penggunaan
dan pembuangan
Pola
konsumsi
Pola
Produksi
Perdagangan
Pemicu
LINGKUNGAN
5. 5
Pada penelitian yang dilakukan oleh Portney, Oates dan Palmer (1994), mereka
mengamati “Porter Hypothesis” dimana asumsi yang diberikan oleh Porter yaitu dengan
investasi pada R & D, dan tdak akan mengurangi profit dan justru meningkatkan kompetitif.
Beberapa teori yang mereka lakukan diantaranya adalah teori X-inefisiensi, namun para ahli
ekonomi tetap berpendapat jika ingin meningkatkan margin keuntungan yang harus dilakukan
adalah menekan biaya produksi. Jika ada teknologi yang mempu meningkatkan efisiensi, maka
mereka akan menggunakannya dan menjadikan investasi biasa. Teori “Innovation offset” oleh
Porter, juga termasuk biaya lingkungan. Biaya pembuangan limbah, yang dicontohkan oleh
Porter, dapat dikurangi melalui penggunaan teknologi baru yang ramah lingkungan, reorganize,
restructured, dan retrofitting. Teknologi end of pipe (akhir daur hidup), disisi lain, tidak
memberikan efisiensi yang diharapkan, terutama untuk jangka panjang.
Lebih jauh, teori rasional ekonomi benar adanya, bahwa variasi pada perlindungan
lingkungan dan berbagai peraturan akan memiliki efek pada divisi internasional buruh dan
alokasi faktor produksi. Jika mengabaikan standar lingkungn justru akan meningkatkan biaya
yang disebut “Polluting Industries” yang mengantarkan pada penurunan produktivitas.
Sampah Teknologi Elektronika Dan Komputer (Electronic-Waste)
Pernahkah terbayang berapa tinggi gundukan yang dihasilkan oleh sampah teknologi seperti
komputer, monitor, printer dan produk-produk teknologi lain setiap tahunnya? Di Kanada saja,
menurut konsultan lingkungan Kanada Enviros RIS, sebanyak 67.324 ton perangkat teknologi
informasi, seperti PC, monitor, notebook dan pelengkapnya akan terbuang di tahun 2005. Belum
yang terdapat di belahan bumi lain.
Untuk menghindari penumpukan limbah teknologi tersebut Hewlett-Packard Canada Ltd.
meluncurkan layanan "take-back” atau layanan menerima kembali komputer dan perangkat yang
tidak lagi diinginkan pengguna, sehingga menghindarkan sampah itu diekspor ke negara
berkembang. Adapun sampah itu nantinya akan dievaluasi apakah akan digunakan ulang,
didonasikan, atau didaurulang secara aman.
"Take-back program” di Kanada dilaksanakan mengikuti suksesnya layanan serupa di
Amerika Serikat tahun lalu," kata Paul Tsaparis, president dan chief executive officer, HP
Canada. Komitmen HP untuk mengurangi electronic waste tidak hanya dengan program daur
ulang sebagai Planet Partners, tetapi juga dengan merancang produk-produk yang menggunakan
6. 6
seminimal mungkin materi berbahaya yang tidak dapat didaur atau digunakan ulang. Layanan
program HP ini mencakup pengambilan barang, transportasi, dan evaluasi terhadap sampah
teknologi, mulai dari PC dan printer sampai ke server dan scanner. Mereka yang ingin
membuang sampah teknologinya diminta membayar antara 20 hingga 52 dollar Kanada sesuai
jumlah dan jenis produk. Dikatakan pihak HP, harga ini menutupi biaya pelayananan semata dan
tidak menghasilkan keuntungan bagi HP. Seluruh perangkat komputer yang diterima akan
dievaluasi terlebih dahulu untuk penggunaan ulang. Produk yang masih berfungsi akan
didonasikan ke suatu program pemerintah "Computer for Schools", yang menyediakan komputer
gratis bagi sekolah di Kanada. Sisanya akan didaur ulang melalui proses yang dirancang untuk
memaksimalkan materi yang masih dapat dipakai. Seluruh produk yang sama sekali tak dapat
digunakan akan dikirim ke Nashville, Tennesse, fasifitas daur ulang dengan teknologi canggih.
Tempat ini dikelola oleh HP dan Noranda Inc. Fasilitas yang dibuka sejak Juli 2001 ini mampu
memproses kurang lebih 680.389 kilogram e-waste per bulannya.
HP dan Noranda telah mengembangkan proses unik yang mengevaluasi perangkat yang akan
diproses, memisahkan bagian yang masih dapat digunakan, dan mendaur ulang sisa-sisa produk
beserta komponennya. Fasilitas seharga 3 juta dollar Kanada ini memiliki shredder canggih
untuk menggiling menjadi berkeping-keping. Dari sana, baru dipisahkan melalui magnet yang
memisahkan metal dan plastik untuk daur ulang. Layanan baru ini menunjang program
lingkungan HP lainnya seperti HP Planet Partners LaserJet supplies program dan Inkjet
supplies, yang beroperasi sejak 1992 dan telah membantu pelanggan mendaur ulang lebih dari 39
juta HP LaserJet cartridges atau 50.000 ton material di seluruh dunia.
Sebagai catatan, dalam program ini HP menerima produk-produk dari produsen lain
untuk didaur ulang. Sejauh ini program baru dilakukan di beberapa negara di Amerika dan
Eropa, namun akan diperluas jangkauannya.
1.2 PERKEMBANGAN POLA KONSUMSI
Komersialisme
Pada dasarnya, usaha-usaha untuk meningkatkan nilai desain lebih dari sekedar benda-
pakai. sekedar pekerjaan menghias atau sekedar penciptaan simbol status, terus berlangsung
dengan berbagai label. "Good Design" yang dipromosikan di Museum of Modern Art, di
Merchandise Mart, Chicago serta Design Council di London, 1950 - 1960 merupakan suatu
7. 7
doktrin atau kredo yang memberi penilaian tinggi kepada produk desain yang berhasil
memadukan ekonomi, teknologi dan estetika secara utuh sehingga dapat diterima pasar. Dogma
ini diangkat untuk meningkatkan aspirasi dan selera publik yang terlalu lama dicekoki strategi
komersialisasi yang dianggap membodohi masyarakat. Dengan bentuk yang ditawarkan, bom
iklan-iklan yang gencar ditayangkan selalu menonjolkan kelebihan dan menutupi kekurangan
produk. Maka dengan sikap estetik baru transaksi antara produk dan pembelinya diangkat lebih
tinggi rnenjadi suatu peristiwa intelektual. Transaksi seperti ini, merupakan akomodasi
masyarakat berpendidikan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas. Komersialisme
dianggap oleh kalangan berpendidikan sebagai “bad taste” dan “low Quality”. Tetapi para
pelaku pasar mampu menyedot perhatian dan mempengaruhi masyarakat luas.
Konsumerisme
Akibat dari aksi komersialisme adalah konsumerisme yang muncul karena pengusaha
terlalu mengeksploitasi calon konsumen sehingga melakukan manipulasi berlebihan dalam
penjelasan kualitas dan volume produknya. Industri yang mendukung aksi komersialisme dan
konsumerisme adalah media massa yang menyebar iklan-iklan mereka. Pada kenyataanya, di
pasar kita menemukan produk yang berkualitas rendah, produk yang berbahaya, produk yang
tidak susila, produk yang menyebabkan kecanduan, produk yang dipalsukan, produk yang cepat
rusak, produk yang menipu dan yang menjebak. Dan orang-orang yang bertanggung jawab pada
kondisi ini adalah para desainer komunikasi dengan iklan mereka.
Dalam manipulasi ini korban terbesar adalah golongan menengah ke bawah serta anak-
anak dan orang tuanya. Daftarnya bisa sangat panjang. Meskipun sudah terdapat Lembaga
Perlindungan Konsumen di Indonesia dan lembaga seperti itu telah mendunia, namun praktek
penipuan, manipulasi dan siasat dagang yang menjebak tidak berkurang terutama di negara-
negara yang sistem kontrol dan hukumnya lemah. Gerakan ini merupakan reaksi sosial langsung
dari pasar yang merasa dirugikan.
1.3 PERKEMBANGAN INDUSTRI DAN PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN
Penggunaan material mentah melalui proses penebangan hutan, penambangan liar,
penggunaan air, pengurangan energi sebagai upaya untuk mencari material mentah sebagai
bahan produksi industri untuk memenuhi permintaan pasar terhadap kebutuhan akan produk.
Pemanfaatan sumber daya menyebabkan peningkatan emisi, wastewater, dan solidwaste
artinya pemanfaatan ini tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan meningkatnya
8. 8
emisi, air limbah dan limbah padat, jelas akan sangat merusak lingkungan. Dampak yang terlihat
dari peningkatan emisi seperti rusaknya lapisan ozon, dan rusaknya lapisan ozon ini
menimbulkan efek pemanasan global yang berdampak sangat luas pada kerusakan lingkungan.
Dengan meningkatnya jumlah air limbah akan mencemari air tanah, akibatnya jumlah air
tanah yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan mahluk hidup tercemari dan dampaknya sangat
besar pada kesehatan manusia, dan keberlangsungan hidup hewan dan tanaman.
Peningkatan permintaan selama proses distribusi,menimbulkan sampah dari barang dan
jasa. Artinya selama proses distribusi, setiap produk membutuhkan salah satunya adalah
kemasan. Dimana kemasan ini menggunakan kertas dan plastik sebagai bahan baku utama
sebagian besar kemasan produk. Dengan jumlah peningkatan permintaan produk yang
meningkat, maka kebutuhan akan kertas kemasan pun akan meningkat. Artinya kebutuhan pulp
seabagai bahan utama pembuatan kertas pun meningkat. Dan ujungnya adalah peningkatan
penebangan hutan untuk memenuhi kebutuhan kemasan berbahan kertas pada produk.
Sedangkan kemasan plastik, terdapat berbagai jenis plastik yang bisa didaur ulang, dan yang
tidak bisa didaur ulang. Dan yang lebih berbahaya adalah bahan plastik adalah bahan yang tidak
dapat diproses secara alami oleh tanah.
1.4 INDUSTRI DAN PERATURAN-PERATURAN MENGENAI LINGKUNGAN
Industri dan peraturan-peraturan mengenai lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
- Level Makro dan
- Level Mikro
Level Makro
Richardson dan Multi (1976) menggunakan model general equilibrum untuk analisis mereka.
Pada penelitian mereka, mereka memperkirakan tingkat demand pasar dan suply untuk 81
industri, dengan variasi konsumsi dan elastisitas suplai. Mereka menggunakan input-output
matrix untuk menghitung control direct dan indirect cost. Lebih jauh mereka membangun teori
mereka dengan tiga skenario yaitu:
- The polluter pays principle
- Full subsidization through a Value Added Tax
- Full subsidization by a production tax
9. 9
Perbedaan yang mereka temukan sangat signifikan (2.5% dibawah subsidi, namun 5%
dibawah polluter pays principle). Penyebabnya adalah sektor industri bidang kimia, pemurnian
minyak, industri logam. Dalam rangka menangkap perbedaan tersebut, Richardson dan Mutti
menggunakan model kedua pada tahun berikutnya (1977). Pada waktu ini mereka mencoba
untuk melihat perbedaan diantara kebijakan makro lintas negara dan kontrol lingkungan,
pembiayaan atas kontrol tersebut, nilai tukar dan tingkat fleksibilitasnya. Pada saat ini mereka
menggunakan pendekatan partial equilibrum untuk menghitung biaya langsung pada kontrol
lingkungan dan menghitung tingkat elastisitas efek keluarannya. Hasilnya dampak lebih sedikit
dibandingkan penelitian pertama. Hasil yang lebih baik ini dikarenakan mereka melakukan
penelitian lintas negara dimana biaya didistribusikan pada semua negara. Bagaimanapun efek
biaya kontrol lingkungan dapat dikontrol lebih baik dengan menggunakan instrumen makro
ekonomi.
Model Computable General Equilibrium (CGE) seringkali digunakan untuk menghitung
efek dalam berbagai sektor yang memungkinkan memberi efek pada seluruh aspek ekonomi.
Hazilla dan Kopp (1990) menggunakan model CGE pada ekonomi Amerika untuk menghitung
efek pada Clean Air and Clean Water Acts. Hasilnya $28,3 billion jauh dibawah biaya EPA
($42,5billion). Mereka membuat klaim bahwa input subtitut pada produksi energi dapat
menghemat dana industri daripada mereka membeli peralatan pengolah limbah.
Jorgenson dan Wilcoxen (1990) menghitung biaya pada pollution control, pada tingkat
makro, dengan melaporkan hasil simulasi pada tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika dengan
dan tanpa peraturan mengenai undang-undang perlindungan lingkungan pada periode 1973-1985.
Mereka menggunakan general-equilibrium econometric model, dimana determinan pada
perkembangan jangka panjang dianggap sebagai interaksi antara industri untuk melihat perhatian
mereka pada peraturan pada lingkungan. Biaya yang dibutuhkan lebih dari 10% dari keseluruhan
pengaluaran negara dan hasilnya justru penurunan GNP sebesar 0,19% pertahun. Pada tahun
1997, Chaston dkk, mengembangkan pengukuran total factor productivity growth, yang
dirancang untuk menghitung beneficial effect terhadap peraturan pada lingkungan. Untuk
mencari poin-poin terpenting, mereka menggunakan deskripsi sederhana pada ekonomi, layanan
publik, ekspor dan impor, skala pengembalian non konstan, dan non competitive pricing. The
welfare-based measure of productivity growth dipresentasikan untuk mengeneralisasi semua
faktor ini. Untuk lebih lebih operational pada welfare-based measure of productivity growth,
10. 10
tidak hanya membutuhkan faktor-faktor ini, namun mereka harus menghitung keuntungan non
ekonomis dari peningkatan kualitas lingkungan yang sudah jelas sulit.
Level Mikro
Pada tahun 1990, Barbera dan McConnel mengembangkan pendekatan pada dampak
peraturan pada lingkungan menggunakan Total Factor Productivity (TFP) growth . Mereka
membagi menjadi lima industri paling berpolusi diantaranya (iron & steel, pulp & paper,
chemicals, nonferrous metals, dan stone, clay, glass industries).
Model dampak pada TFP ini, mereka mencari investasi terpenting antara kapital yang
lebih sedikit dan lebih produktif. Dari sini, mereka mampu menghitung efek dari keberadaan dan
ketiadaan peraturan tentang lingkungan. Lebih penting lagi, mereka juga menghitung efek tidak
langsung dengan adanya peraturan tentang lingkungan. Hal ini mungkin saja termasuh
mereorganisasi proses, penekanan pada input, peningkatan dan penurunan tenaga kerja, dan
sebagainya. Hasilnya koefisien yang dihasilkan bisa jadi negatif dan positif.
Seperti pada kasus proses logam non besi atau beberapa produksi kimia, efisiensi telah
ditingkatkan dengan input menggunakan air daur ulang, pengelolaan industri yang lebih baik dan
mampu meningkatkan investasi yang lebih produktif, juga emisi yang mampu dikurangi secara
dramatis hal yang sama terjadi juga pada industri kertas.
Pada tahun 1983, Gollop dan Roberts memperkirakan efek terhadap peraturan pada
lingkungan pada industri utilitas listrik menggunakan pendekatan fungsi biaya. Dengan cara
mengukur tingkat kekuatan hukum lingkungan pada fasilitas pabrik mereka meneliti efek
kekuatan dan input konvensional. Namun mereka tidak memisahkan efek langsung dan tidak
langsung. Barbera dan McConnel (1985) memiliki asumsi bahwa peraturan pada lingkungan
mampu mengurangi kapital yang tidak produktif, namun kapital ini juga dikombinasi dengan
input konvensional untuk menghasilkan output dan mengurangi polusi secara simultan.
Metodologi yang digunakan berbeda namun hasilnya sama yaitu koefisien negatif pada
produktivitas, bahkan mampu meningkatkan produktifitas secara besar pada industri listrik
sebesar 0,59% per tahun.
Persoalan utama bagi pada pengembang model adalah hubungan yang sangat kompleks
diantara banyak variabel penting dan korelasi yang sangat tinggi diantara input price membuat
semakin sulit untuk memperkirakan mana yang mampu menjadi cost function. Solusi yang
11. 11
ditawarkan oleh Barberra dan McConnel didapat dengan cara diferensiasi cost function dan share
equations. Dengan cara memperkirakan cara ini mengurangi ketidaklinieran dan memaksimalkan
jumlah data poin.
Satish Joshi pada tahun 1995 mengatakan dalam model sederhana peraturan pada
lingkungan dimana translog function dan factor share equation digunakan dan diuji dengan
berbagai hipotesis dengan efek peraturan, skale effect, dan technical change effects untuk sektor
industri baja US. Bagaimanapun juga peraturan ini mampu menekan penggunaan material,
melalui dampak netral untuk minimills. Meskipun pada pengeluaran operasional lingkungan
secara signifikan berbeda antara steel plant dan minimills, biaya tingkat elastisitas dari peraturan
ini mirip antara kedua sektor.
12. 12
BAB 2
PRODUKTIVITAS
2.1 DEFINISI UMUM PRODUKTIVITAS
Produktivitas adalah salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi proses
kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas berarti
meningkatkan kesejahteraan dan mutu perusahaan. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu
pengukuran produktivitas di perusahaan yang bertujuan untuk mengetahui tolak ukur
produktivitas yang telah dicapai dan merupakan dasar dari perencanaan bagi peningkatan
produktivitas di masa datang
Program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai dengan adanya andil yang
luas dari karyawan atau pekerja yang baik, sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik dan
hal tersebut akan menghasilkan produktivitas yang optimal. Secara umum produktivitas
diartikan sebagai efisien dari penggunaan sumber daya yang menghasilkan. Sedangkan ukuran
produktivitas pada umumnya adalah rasio yang berhubungan dengan keluaran terhadap satu atau
lebih masukan yang mengeluarkan keluaran (barang dan jasa) tersebut.
Menurut Sukotjo (1995) mengemukakkan bahwa produktivitas adalah sebuah konsep
yang menggambarkan antara hasil dengan sumber modal, tanah, energi dan sebagainya. Ravianto
(1990) mengemukakan produktivitas adalah hubungan kerja antara jumlah produk yang
dihasilkan dengan jumlah sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut
atau dengan rumusan umum yang lebih rasio antara keputusan kebutuhan dan pengorbanan yang
diberikan. Menurut berbagai pendapat di atas mengenai produktivitas, maka untuk mencapai
produktivitas harus dengan cara tepat memastikan sumber-sumber daya harus dipergunakan.
Secara umum produktivitas mencerminkan efisiensi dari penggunaan sumber daya yang
menghasilkan. Ukuran tenaga kerja, modal dan energi yang menghasilkan keluaran tersebut.
Atas dasar masukan dan keluaran tersebut, dicantumkan beberapa rumusan produktivitas yang
dikemukakan oleh Ravianto (1992) yaitu :
Produktivitas Total (PT) = Output/Input (2.1)
13. 13
Berdasarkan uraian mengenai pengertian-pengertian produktivitas diatas dapat
disimpulkan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan
(input) pada perusahaan industri dan ekonomi secara keseluruhan. Penghargaan serta
penggunaan motivator yang tepat akan menimbulkan produktivitas yang lebih tinggi. Semua ini
mencakup pemberian insentif dan usaha-usaha menambah kepuasan kerja melalui sarana yang
beraneka macam.
Produktivitas merupakan sesuatu yang sangat penting dan mempunyai peranan besar
dalam perkembangan perusahaan. Peningkatan produktivitas akan menghasilkan peningkatan
pada standart hidup dan kualitas hidup pada suatu perusahaan atau negara. Kuncoro (1999)
menyebutkaan bahwa perbaikan produktivitas perusahaan sebagai upaya untuk bertahan,
mengembangkan usaha dan mengoptimalkan keuntungan dapat dilakukan dengan perbaikan
produktivitas partial tenaga kerja, material, energi dan modal.
Sejak awal perkembangannya sampai saat ini telah banyak definisi produktivitas yang
telah dikembangkan. Menurut Summanth (1984), menyatakan definisi produktivitas adalah:
1.Produktivitas partial, perbandingan antara keluaran terhadap salah satu faktor masukkan.
2.Produktivitas faktor total, perbandingan antara keluaran bersih terhadap jumlah masukkan
tenaga kerja dan modal.
3.Produktivitas total, perbandingan antara keluaran dangan jumlah seluruh faktor–faktor
masukkan.
Pengertian produktivitas yang lain dijelaskan oleh Cascio (1998), produktivitas sebagai
pengukuran output berupa barang atau jasa dalam hubungannya dengan input yang berupa
karyawan, modal, materi atau bahan baku dan peralatan. Sejalan dengan pandangan di atas,
Sedarmayanti (2001) menyebutkan produktivitas kerja menunjukkan bahwa individu merupakan
perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan efisiensi salah
satu masukan (tenaga kerja) yang mencangkup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Nuzsep
(2004) menyebutkan bahwa produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau
kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang
merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk
mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Beberapa unsur dalam produktivitas antara lain: efisiensi, efektivitas dan kualitas.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukkan (input) yang
14. 14
direncanakan dengan penggunaan masukkan yang sebenarnya dilaksanakan. Efektifitas
merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai baik
secara kualitas atau waktu. Sedangkan kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi atau harapan konsumen.
Gambaran ruang lingkup produktivitas terdapat pada skema pada gambar 2.1.
Produktivitas digunakan sebagai sarana manajemen untuk mengevaluasi, menganalisa
dan mendorong efisiensi produksi, serta menempatakan perusahaan pada posisi yang tepat
berkaitan dengan penentuan target/ sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara
tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap massalah-masalah yang saling
berhubungan.
Gambar 2.1.
Framework produktivitas
15. 15
Gambar 2.2
Siklus produktivitas
Pada umumnya terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menyusun perbaikan
produktivitas Jonas, dkk (2005) yaitu:
1. Meningkatkan input dan output, dimana peningkatan output lebih besar daripada
peningkatan input.
2. Menurunkan input dan output, dimana penurunan input lebih besar daripada penurunan
output.
3. Input tetap tatapi output meningkat.
4. Input menurun tetapi output tetap.
5. Input turun dan output meningkat.
Terdapat tiga prinsip dasar yang digunakan dalam konsep pengukuran produktivitas
perusahaan, yaitu:
1. Manajer departemen hendaknya diminta untuk mengembangkan ukuran produktivitas
mereka sendiri. Penetapan ini seharusnya melibatkan menajer lini sebagai penanggung
jawab seringkali mengetahui cara terbaik dalam mendefinisikan keluaran dan masukan
pada perusahaan tersebut.
16. 16
2. Semua pengukuran produktivitas hendaknya dikaitkan pada suatu kebiasaan hierarki. Hal
ini untuk memastikan konsistensi rasio pada tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah.
Manajer departemen hendaknya tidak membuat rasio sendiri tetapi menggunakan rasio
yang telah ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi.
3. Rasio produktivitas sebaiknya memasukkan semua tanggung jawab kerja sampai pada
tingkat yang memungkinkan. Untuk setiap rasio yang didefinisikan, harus mewakili suatu
ukuran total pekerjaan yang dapat diterima.
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS
Perusahaan mempunyai peranan yang sangat besar terhadap produktivitas kerja
karyawan. Perusahaan harus dapat menjaga agar prodiktivitas kerja karyawan tidak megalami
penurunan dari waktu sebelumnya. Untuk dapat mengetaui turun atau tidaknya produktivitas
perusahaan harus dapat membuat standar kerja yang ditetapkan oleh pihak perusahaan dengan
standar kerja. Sedangkan factor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yaitu:
a. Karyawan :
1) Motivasi diri, integritas
2) Kompensasi
3) Pengetahuan
4) Keterampilan
5) Pengalaman
6) Pendidikan dan pengalaman
7) Kesehatan dan keamanan
b. Suasana kerja
1) Hubungan sesama pegawai
2) Hubungan atasan dengan bawahan
c. Budaya kerja
1) Disiplin
2) Gugus kendali mutu
d. Manajemen
1) Gaya kepemimpinan
2) Kompetensi
17. 17
3) Manajerial
4) Memimpin
5) Mengendalikan dan operasional
2.3 PENGARUH PRODUKTIVITAS KERJA TERHADAP PENCAPAIAN TUJUAN
PERUSAHAAN
Suatu perusahaan dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini perlu dilakukan agar
perusahaan tersebut dapat melangsungkan kegiatan operasionalnya di masa yang akan datang.
Tujuan peningkatan produktivitas ini dapat dilihat dari beberapa sisi, bagi suatu perusahaan
peningkatan produktivitas ini mempunyai tujuan antara lain:
a. Agar perusahaan tersebut mempunyai daya saing pasar
b. Untuk menjamin kelangsungan kegiatan di perusahaan tersebut
c. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan
d. Agar perusahaan tersebut memungkinkan memperluas perusahaan
e. Agar perusahaan tersebut dapat meningkatkan volume produksinya
Sedangkan untuk tingkat individu, tujuan dan peningkatan produktivitas ini adalah untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta mempunyai kesempatan untuk berperan aktif
di dalam perusahaan. Peningkatan produktivitas karyawan dapat dilihat dari bentuk :
a. Jumlah produksi meningkat dengsn menggunakan masukan yang sama
b. Jumlah produksi meningkat yang dicapai dengan menggunakan masukan yang turun
c. Jumlah produksi yang lebih besar yang diperoleh dengan tambahan masukan yang relatif kecil
Dari pembahasan di atas perusahaan akan dengan mudah mencapai tujuannya dengan
adanya produktivitas kerja yang tinggi dari karyawan perusahaan tersebut. Dengan adanya
pemberian insentif maka pengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan akan sangat
mendorong pencapaian tujuan perusahaan itu sendiri dan pemberian insentif ini merupakan salah
satu faktor dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
Produktivitas merupakan salah satu indikator yang sangat dekat dengan prospek ekonomi
jangka panjang. Produktivitas adalah rasio dari output terhadap input untuk situasi produksi yang
spesifik. Peningkatan produktivitas mengimplikasikan lebih banyak output yang dihasilkan
dengan jumlah input yang sama, atau lebih sedikit input yang digunakan untuk memproduksi
jumlah output yang sama. Menurut Sumanth (1985) produktivitas pada dasarnya adalah
18. 18
hubungan antara input dan output dalam pengertian bahwa hubungan antara jumlah output yang
dihasilkan dan jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Produktivitas
mengukur hubungan antara input aktual dengan output aktual dalam dua atau lebih periode.
Pengukuran produktivitas tidak menggunakan informasi dari anggaran ataupun standar.
Produktivitas ini membandingkan hubungan antara input dan output aktual dengan organisasi
sejenis atau dengan periode waktu yang berbeda.
Mahoney (Dalam Campbell and campbell, 1990) mendefenisikan produktivitas sebagai
suatu pengertian efisiensi secara umum yaitu sebagai rasio antara hasil dan masukan dalam suatu
proses yang menghasilkan suatu produk atau jasa. Hasil (output) itu meliputi penjualan, laba,
kepuasan konsumen, sedangkan masukan meliputi alat yang digunakan, biaya, tenaga,
keterampilan dan jumlah hasil individu.
Hadipranata (1987) menjelaskan produktivitas kerja selalu disoroti dari dua segi, segi
masukan atau input dan segi hasil atau output. Perbandingan antara kedua segi itu akan menjadi
ukuran dari produktivitas. Pengertian produktivitas secara teknis, ekonomis, dan psikologis
adalah rangkuman atau gabungan antara unsur efektivitas, efisiensi dan kepuasan kerja yang
harus mengandung volume produksi, hemat masukan serta optimalisasi kepuasan kerja secara
manusiawi. Meier (dalam Martaniah, 1990) mengemukakan bahwa kriteria produktivitas antara
lain adalah kualitas, waktu yang dipakai, absensi dan keselamatan dalam menjalankan tugas
pekerjaan. Untuk memudahkan pengukuran produktivitas kerja, pekerjaan dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu : (1) pekerjaan produksi yang hasilnya dapat langsung dihitung dan mutunya
dapat dinilai melalui pengujian hasil sehingga standar yang objektif dapat dibuat secara
kuantitatif, (2) pekerjaan yang non produksi yang hasilnya hanya diperoleh melalui
pertimbangan-pertimbangan subjektif, misalnya penilaian atasan, teman, dan diri sendiri.
Menurut Sinungan (1987), produktivitas diartikan sebagai perbandingan ukuran antara
harga masukan dan hasil. Produktivitas diartikan juga sebagai perbedaan antara jumlah
pengeluaran dengan jumlah masukan. Berbagai ungkapan seperti output, kinerja, efisiensi, dan
efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Secara umum, pengertian produktivitas
dikemukakan orang dengan menunjukan kepada rasio output terhadap input. Input bisa
mencakup biaya produksi dan biaya peralatan. Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan,
pendapatan, market share dan kerusakan. Bahkan ada yang melihat pada performansi dengan
memberikan penekanan pada nilai efisiensi. Efisiensi diukur sebagi rasio output dan input.
19. 19
Dengan kata lain, pengukuran efisiensi menghendaki penentuan outcome, dan penentuan jumlah
sumber daya yang dipakai untuk menghasilkan outcome tersebut. Selain efisiensi, produktivitas
juga dikaitkan dengan kualitas output, yang diukur berdasarkan beberapa standar yang telah
ditetapkan sebelumnya (Bernanden Jhon H, Russell Joice E. A, 1993).
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan
menurut Joseph (2005) dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.3
Cara Meningkatkan Produktivitas
(Joseph, 2005)
1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas
Produktivitas dipengaruhi oleh perubahan teknologi, investasi modal, pembelian input dari
luar, penggunaan kapasitas, return to scale, dan keahlian dan tenaga kerja (Filberck dan
Gorman).Menurut Sumanth (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain:
Investasi
Apabila investasi dalam suatu perusahaan meningkat, produktivitas perusahaan juga akan
meningkat.
Rasio Modal/Tenaga Kerja
Apabila rasio modal/tenaga kerja semakin tinggi, produktivitas akan semakin tinggi.
Riset dan Pengembangan
20. 20
Jika riset dan pengembangan semakin sering dilakukan dan diterapkan secara
berkesinambungan, produktivitas akan meningkat.
Pemanfaatan Kapasitas
Dengan mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas secara efektif, produktivitas akan
meningkat.
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah dapat bersifat mendukung ataupun menghambat perusahaan. Hal
ini tergantung sudut pandang yang digunakan dan posisi perusahaan. Peraturan
pemerintah yang mendukung kinerja perusahaan menyebabkan peningkatan
produktivitas.
Umur Pabrik dan Peralatan
Umur pabrik dan peralatan yang semakin tua menyebabkan kinerjanya tidak sebagus saat
masih baru, apalagi bila telah melampaui umur ekonomisnya. Kinerja yang tidak bagus
menyebabkan pabrik dan peralaan tidak produktif dan produktivitas kseluruhan semakin
menurun.
Biaya Energi
Semakin besar biaya energi yang dikeluarkan, produktivitas semakin menurun. Karena
itu, penting untuk meminimasi biaya energi ini.
Workforce Mix
Workforce mix dalam pengaruhnya terhadap produktivitas sangat tregantung pada jenis
perusahaannya. Pada perusahaan yang pekerjaannya cenderung dilakukan oleh satu
gender saja, keberadaan workforce mix justru akan berpengaruh negatif terhadap
produktivitas. Sebaliknya, pada pekerjaan yang bisa dilakukan siapa saja, keberadaan
workforce mix bisa meningkatkan produktivitas.
Etika Kerja
Etika kerja yang baik membuat pekerja bekerja dengan baik pula dan produktivitas dapat
ditingkatkan. Etika kerja yang buruk menurunkan produktivitas dan harus segera diubah
agar perusahaan dapat bertahan.
Rasa Takut Kehilangan Pekerjaan
Adanya rasa takut kehilangan pekerjaan yang dimiliki pekerja akan menyebabkan mereka
bekerja dengan lebih giat. Dengan demikian produktivitas akan meningkat.
21. 21
Pengaruh Serikat Pekerja
Serikat Pekerja biasanya memberikan pengaruh yang buruk terhadap produktivitas
pekerja. Semakin besar pengaruh serikat pekerja, produktivitas akan menurun. Karena iu
diperlukan kerjasama yang baik antara pihak manajemen dengan pekerja.
Manajemen Perusahaan
Semakin baik manajemen perusahaan, semakin bagus pula produktivitas perusahaan
tersebut.
Menurut Bhaskoro (2005) faktor yang berpengaruh pada produktivitas dapat dibedakan
menjadi tiga tingkat, yaitu:
Tingkat makro terdiri dari:
- Stabilitas politik dan keamanan,
- Kondisi sumber daya (SDM, alam dan Energi),
- Pelaksanaan pemerintah,
- Kondisi infrastruktur berupa transportasi dan komunikasi, dan
- Perubahan struktural dalam bidang sosial dan budaya.
Tingkat mikro terdiri dari:
- Faktor internal meliputi: sumber daya manusia, teknologi, manajemen, demand intensity,
dan struktur modal.
- Faktor eksternal meliputi produktivitas di tingkat mikro level diantaranya kebijaksanaan
pemerintah, kondisi politik, sosial, ekonomi dan hankam serta tersedianya sumber daya
alam.
Tingkat individu terdiri dari:
Sikap mental (budaya produktif), pendidikan, ketrampilan, kompetensi dan apresiasi
terhadap kinerja
Sejalan dengan pendapat-pendapat diatas, Joseph (2005) mengemukakan sebuah model
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu perusahaan seperti pada gambar dibawah
ini.
22. 22
Gambar 2.4
Model Faktor Produktivitas Perusahaan
(Joseph, 2005)
Bagaimanapun, terdapat banyak faktor, baik input maupun output, yang mempengaruhi
pengukuran produktivitas dalam suatu perusahaan. Dari dalam perusahaan itu sendiri antara lain
produk, pabrik dan peralatan/perlengkapannya, teknologi, bahan dan energi, sumber daya
manusia, organisasi dan sistem, metoda kerja, dan manajemen. Sedangkan dari eksternal
meliputi kebijaksanaan pemerintah, kondisi politik, social, ekonomi, dan hankam, serta
ketersediaan sumber daya alam.
23. 23
BAB 3
PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN
3.1 Usaha Menuju Pengembangan Berkelanjutan
Seperti dipaparkan oleh Tolba (1992) bahwa lingkungan adalah sebuah konsep yang
kompleks dan dinamis dan disusun dari komponen interaktif. Pengetahuan manusia tentang
komponen ini dan cara mereka berinteraksi diantara manusia, antara sumber daya alam dan
lingkungan telah berkembang menjadi sangat signifikan. Maka usaha manusia untuk bisa selaras
dengan lingkungan dan sejahtera dalam planet bumi, masih memerlukan kesepakatan dan
komitmen bersama seperti yang yang tertuang dalam Agenda 21 yang melahirkan konsep
"sustainable development", inisiatif tumbuhnya komiment baru dari berbagai industri dan
perusahaan besar terhadap lingkungan seperti "The World Business Council for Sustainable
Development" (WBCSD), "World Industry Council for the Environment"(WICE), dan the
"International Chamber of Commerce"(ICC) dan sebagainya
Skenario model dunia untuk evaluasi dampak dari pola konsumsi dunia yang dirancang
oleh The Club of Rome (Meadow et.al, 1972) dan kemudian diperbaruhi oleh Meadow (1992).
Model dunia dari group periset MIT ini mensimulasikan dinamika perubahan dunia yang
memasukkan 2250 variabel perubahan dengan simulasi sebanyak 90.000 kali menghasilkan
rekomendasi sebagai berikut
1. Untuk mencegah penurunan output produksi makanan , energi, dan produk industri
maka pertumbuhan permintaan material dan populasi penduduk bumi harus diturunkan
dalam saat yang bersamaan perlu peningkatan efisiensi penggunaan material dan energi.
2. Mempertahankan kelestarian planet bumi perlu persyaratan kelayakan ekonomis dan
teknologis.
Aktivitas industri yang ada saat ini bisa dipandang sebagai suatu "ekosistem industri",
karena melibatkan arus material dan energi yang berasal dari lingkungan. Sehingga industri yang
menyebabkan percepatan aliran material dan energi dari sumbernya di ekosistem sekaligus
mengancam keberadaan planet bumi. Karena industri membuang emisi pollutant ke udara,
limbah cair dan padat, B3, dan pollutant lain masuk dalam rantai sistem makanan. Sekali masuk
dalam ekosistem dalam rantau makanan, seperti pollutant beracun, logam berat, peptisida dan
herbisida dalam produk pertanian, menyebabkan penyakit dan kanker bagai manusia.
24. 24
Sedemikian juga bila merusak lapisan ozone, dan membuat penumpukan gas rumah kaca yang
menyebabkan pemanasan global dan seterusnya.
Seperti digambarkan pada gambar 3.1 berikut industri manufaktur memiliki kontribusi
yang signikan menghancurkan ekosistem dan merusak lingkungan disaat melakukan proses
manufakturnya, menggunakan atau saat membuang produk tersebut, bila tingkat percepatan
pertumbuhannya melebihi kecepatan pemulihan sumber daya alam mensuplai bahan baku
industri. Setelah revolusi industri, lebih 60 % sumber daya alam di planet bumi mengalami
deplesi yang sangat kritis. Ini artinya tidak lebih dari 200 tahun, manusia dan aktivitas
industrinya telah menghabiskan cadangan sumber daya alam produksi sistem alami yang proses
pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun, juga yang bumi menjadikan menjadi planet
rapuh dengan kualitas lingkungan yang memburuk. Karenanya "sustainability" dari industri atau
industri yang berwawasan lingkungan menjadi suatu "condition sine quo none" bagi
mempertahankan kehidupan manusia di planet bumi.
Gambar 3.1 .
Ekosistem Industri berupa Aliran Material dan Energi
(Sumber: Ciptomulyono, 2000)
L i n g k u n g a n
Mineral
Deposit
Barang logam
SDA lain
Refining,
Pemurnian,
Pemrosesan
Produk
Antara
Proses Produksi
Pemabrikan
(manufacturing)
Produk dan
Material Jadi
Consumer
produks
Industri
EMISI GAS DAN PARTIKEL DEBU
Produk
Terbuang
Limbah
Padat ke
tanah
Komponen rebuild
Refubish
Pemilahan material
Dismantling
Disassembly
Daur-ulang
Pemulihan
Energi
Daur ulang
material skrap
Daur ulang
material skrap
Daur ulang
material skrap
KEBOCORAN ENERGI DA N LIMBAH: ENERGI PANAS,
LIMBAH CAIR DAN PADAT
Energi Primer
Minyak mentah
Batu bara
Hidro
Solar,
OTEC,
Geothermal
Energi Angin
Refineries
Distribusi
Pembangkit
Listrik
Saluran
transmisi
Energi yang
disalurkan :
BBM
Gas, Listerik
Transportasi
Ankutan,
Industri
Domestik
Energi terpakai
Penggerak
Pemanas
Pendingin
Output:
Perpindahan
Material
Konversi
Penerangan
Pendingin,
pemanas
Dimodifikasi dari Tipnis[1995]
25. 25
Hentschl (1993) menggagas konsep "ecomanufacturing" mendasarkan pada sistem
produksi yang berkelanjutan (sustainable production system) untuk menghasilkan sebuah
produk. Produk industri hasil proses manufacturing tersebut didisain, diproduksi, didistribusi,
dimanfaatkan dan kemudian dibuang sebagi sampah yang dapat meminimalkan dampak
kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan serta dengan mengkonsumsi sumber daya alam
seminimalnya mungkin (material dan energi). Dalam sistem manufacturing semacam ini akan
diperoleh performance industri/ organisasi yang "eco-efficiency", secara ekologis aman dan
secara ekonomis efisien (DeSimone dan Popoff,1998).
Dalam sejarah industri manufaktur beberapa evolusi teknologi maupun proses
manufacturing terjadi perubahan mendasar yang ditemui. Misalnya dari mulai industri
manufaktur senjata api pada abab XV hingga sekarang menurut Tipnis (1995) terjadi pergeseran
yang nyata. Perubahan industri manufaktur diketemukan dalam hal pengerahan mesin yang
dipergunakan, variasi jumlah komponen, perbandingan karyawan dan manajer juga dalam proses
manufaktur yang berbasiskan kerajinan menjadi mass production (interchangability: go/no go),
dari sistem Taylor (Motion Time Study) menjadi Sistem dinamis pengendalian proses statistik
dan CIM (Computer Integrated Manufacturing) dan seterusnya. Paradigma ini juga menggeser
ethos kerja, pengendalian proses, standart kerja, kompetensi, perilaku organisasi dan sebagainya.
Bilamana paradigma berubah terlihat bahwa banyak hal atribut industri manufactur juga berubah,
karenanya perlu dipertanyakan paradigma apa yang berkembang di awal abad XXI ini.
3.2. USAHA PENERAPAN PRODUKTIVITAS BERKELANJUTAN UNTUK USAHA KECIL
DAN MENENGAH DI JAWA TIMUR
Pengembangan desain produk saat ini menjadi issue sentral dalam setiap pembicaraan
pengembangan di industri kreatif di Indonesia, tidak terlepas dalam perhatian kita perkembangan
industri kreatif yang langsung bersentuhan dengan desain produk terutama produk manufaktur
yang dibuat oleh pengusaha kecil dan menengah.
Di Indonesia sudah terbukti bahwa Industri kecil dan menengah sangat kuat dalam
menahan desakan krisis ekonomi mulai tahun 1998, dan terjadi krisis global tahun 2006-2008
lalu. Namun nyatanya perkembangan mereka masih belum dapat terlihat secara signifikan.
Desa Ngingas Kecamatan Waru merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Sidoarjo-Jawa
Timur yang banyak didirikan unit logam dan furnicraft (UKM Logam). Koperasi Koperasi Waru
26. 26
Buana Putra (WBP) mendapatkan status badan hukum pada tanggal 26 Desember 1978 dengan
surat no: 4132/BH/II/tg 26 Desember 1978. Letak desa dimana koperasi berada adalah di
perbatasan antara kota Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo, yaitu dekat bundaran Waru.
Anggotanya tersebar di tiga desa yaitu di Ngingas, Kureksari dan Wedoro. Di desa ini
terdapat unit usaha sebanyak 300 unit lebih. Tenaga kerja yang ditampung bervariasi antara 5–0
orang per unit , sehingga diperkirakan tenaga kerja keseluruh an adalah 3000 orang. Pada tahun
2009 omset sentra per bulan berkisar antara Rp.10 – Rp.15 Milyard. Di era 1980 hingga awal
1990-an koperasi tersebut memiliki peran penting dan menonjol bagi para pengrajin logam
setempat. Jumlah anggota yang semula 24 orang dalam perkembangannya bertambah menjadi
180 orang hingga saat sekarang yang tersebar ke tiga desa. Hal itu menunjukkan bahwa
masyarakat menarik kepercayaan cukup besar terhadap koperasi yang tergabung dalam Kopeasi
Industri dan Kerajinan (Kopinkra) Sidoarjo itu.
Berdasarkan penjelasan Ketua Koperasi WBP, Abdul Muchit Adnan, koperasi tersebut
telah mengalami jatuh bangun dalam memberdayakan perekonomian masyarakat. Pada saat
terjadinya proses transisi dari koperasi binaan pemerintah menjadi koperasi mandiri pada 1992,
situasinya cukup sulit. Untuk membesarkan koperasi, pihak Koperasi WBP membentuk jaringan
usaha dengan mitra bisnis lainnya. Upaya itu dinilai mutlak perlu, karena tidak mungkin koperasi
bisa besar hanya dengan berdiri sendiri.
Karena itu, kata Bapak Abdul Muchit Adnan, Koperasi WBP diarahkan untuk
membangun hubungan bisnis dengan sejumlah perusahaan besar, dan sejauh ini telah terjalin
kemitraan usaha saling membutuhkan antara koperasi tersebut dengan PT Surabaya Industrial
Estate Rungkut (SIER), PT Semen Gresik (Persero), PT PLN (Persero) dan lainnya lagi.
Langkah-langkah tersebut dilakukan demi melayani kebutuhan anggota dan masyarakat
sekitar, agar loyalitas yang selama ini terbangun dapat dilestarikan, namun diakui oleh beliau,
jika sebagian besar tukang yang bekerja di sentra industri Ngingas adalah tukang yang berdasar
pengalaman saja. Mereka belajar secara otodidak, sehingga jika ada beberapa kesalahan teknik
pengelasan, mereka merasa tidak tahu menahu karena memang mereka tidak pernah mengikuti
pelatihan formal dan tidak tersertifikasi. Melalui kelompok pengusaha kecil desa Ngingas
diharapkan terdapat penyebaran ilmu/informasi kepada para pengusaha desa lainnya yang telah
menjadi anggota koperasi WBP. Ketua koperasi, Bpk. Abd. Muchit Adnan, menjelaskan bahwa
27. 27
sampai dengan saat ini koperasi telah berperan aktif dalam meningkatkan kinerja pengusaha
kecil melalui kegiatan Manajemen UKM antara lain :
1) Sebagai tempat berkumpulnya para pengusaha kecil untuk membahas permasalahan usaha
2) Membantu mendatangkan bahan baku
3) Memberikan contoh model pekerjaan logam yang sedang diminati oleh pasar
4) Membantu memasarkan produk
Namun Koperasi WBP kesulitan untuk melaksanakan pelatihan desain produk dan peningkatan
ketrampilan las bagi anggotanya. Beberapa kegiatan Anggota Koperasi WBP yang berhasil
didokumentasikan oleh tim dalam survey awal antara lain :
Gambar 3.2.
Para Foto Koperasi Waru Buana Putra, Ngingas, Sidoarjo
Gambar 3.3.
Proses pengelasan di salah satu anggota WBP
28. 28
Gambar 3 .4
Proses mengebor di salah satu anggota WBP
UKM las logam dan furnicraft desa Ngingas dan sekitarnya telah dilakukan secara turun-
temurun. Para pengrajin membuka usaha bengkel las secara berjajar di sepanjang jalan desa
Ngingas, dengan berbagai jenis produk yang dibuat mulai dari furnicraft sampai pada produk
komponen alat berat yang biasa digunakan oleh PLN yang membutuhkan mesin-mesin bertonase
besar, mampu diproduksi oleh pengrajin di Ngingas. Untuk pembelian secara partai, biasanya
konsumen langsung menghubungi pengrajin melalui produk pesanan. Model beserta karateristik
barang ditentukan berdasarkan kriteria pemesan.
Sebelum musibah lumpur lapindo menimpa daerah Sidoarjo, sentra pemasaran tersebut
banyak dikunjungi pelanggan dari berbagai daerah (dalam dan luar Jawa Timur). Para pengusaha
kecilpun banyak yang menggantungkan hidupnya pada hasil penjualan aneka produk logam.
Tetapi sejak musibah lumpur lapindo sejak Desember 2006, terjadi penurunan omzet penjualan
sebesar 60%. Media massa nasional sangat gencar memberitakan dampak sosial dari luapan
lumpur lapindo ini beserta kerusakan fasilitas umum di sekitar semburan, sehingga sangat cepat
diketahui oleh masyarakat Indonesia. Ketika diberitakan bahwa yang rusak adalah jalan tol
Porong Sidoarjo maka terbayanglah kemacetan lalu lintas wilayah tersebut, yang pada dasarnya
merupakan akses utama menuju sentra pemasaran produk logam tersebut. Akibatnya, orang
menjadi malas untuk memesan produk logam di sana. Sepinya bengkel las di Ngingas
berdampak langsung pada image pasar bahwa produk logam daerah ini kurang bisa diterima
pasar. Pembelian eceran berkurang, pemesanpun berkurang drastis. Dari hasil wawancara
dengan ketua koperasi diperoleh informasi bahwa sebetulnya para pengusaha kecil telah
mencoba menawarkan produk ke berbagai toko logam di luar Sidoarjo, khususnya Surabaya dan
29. 29
Malang. Usaha ini mengalami kendala karena model yang ditawarkan tidak sesuai dengan selera
pasar (tidak up-to-date) dan kurang inovatif. Wajar sekali kalau kendala tersebut mereka temui
karena selama ini mereka telah terbiasa menerima order dalam bentuk pesanan, di mana
seringkali bentuk dan bahan baku produk logam sudah ditetapkan oleh pemesan. Akibatnya,
kreativitas pengusaha kecil dalam mendesain produk logam menjadi terhambat. Turunnya omzet
penjualan tentunya juga berdampak pada turunnya pendapatan yang diterima para pengrajin.
Agar omzet penjualan tidak terus menurun, beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para pengrajin
antara lain :
1. Membuat pengembangan perancangan model produk logam yang inovatif dan orisinil hasil
karya pengrajin bukan hasil meniru yang disesuaikan dengan permintaan atau selera pasar.
2. Meningkatkan skill pekerja dengan cara melakukan pelatihan las dan sertifikasi las logam
yaitu SMAW dan GTAW.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan mendasar yang dialami oleh
para pengusaha logam Ngingas adalah :
1. Belum mampu mendesain produk logam yang up-to-date dan inovatif sesuai dengan selera
pasar sehingga terus kalah bersaing dengan produk kompetitor.
2. Tidak mampu mengembangkan produk karena keterbatasan pengetahuan tentang teknologi
logam dan las logam yang tepat, karena tidak pernah mengikuti sertifikasi.
Permasalahan tersebut telah dibahas dalam pertemuan rutin anggota koperasi. Tetapi
karena keterbatasan kemampuan pengurus, maka sampai dengan saat ini belum ditemukan solusi
yang tepat untuk mengatasinya. Peningkatan kegiatan pengembangan ilmu dan teknologi
perguruan tinggi melalui penyuluhan dan pelatihan desain produk untuk selalu berinovasi pada
produk yang dibuat, serta pelatihan las logam dengan kompetensi SMAW dan GTAW. Secara
sistimatis target keberhasilan pencapaian tujuan adalah ditujukkan di Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Target keberhasilan pencapaian tujuan
INDIKATOR BASELINE MIDLE FINISH
Kemampuan strategi pemasaran Rendah (20%) 60% mampu 80% mampu
Kemampuan dasar mendesain Rendah (20%) 40% mampu 80% mampu
Kompetensi las SMAW Rendah (20%) 40% mampu 75% mampu
Kompetensi las GTAW Rendah (20%) 40% mampu 75% mampu
30. 30
Dari pengalaman yang dijalankan oleh penulis, ternyata sebagian besar pekerja di Desa
Ngingas Kecamatan Waru Sidoarjo memang belum pernah memiliki pelatihan terstruktur
terutama pengelasan SMAW dan GTAW yang menjadi keterampilan wajib untuk
mengembangkan desain dan rancangan logam seperti yang diproduksi Ngingas dan pangsa pasar
yang diincar oleh Kelompok KUD Wirabuana.
31. 31
BAB 4
PRODUKTIVITAS HIJAU
4.1 DEFINISI PRODUKTIVITAS HIJAU
Sebuah paradigma baru dari socio economic development menjadi bagian dari perkembangan
ekonomi dan peningkatan produktifitas sejalan bersama dengan perlindungan lingkungan.
4.2 PARADIGMA BARU PRODUKTIVITAS
Sebuah konsep integrasi dari produktivitas, produktivitas dipandang dengan dua cara yaitu
sebagai sebuah tujuan dan sebagai sebuah cara. Produktivitas adalah sebuah tujuan dijelaskan
dari segi konsep sosialnya. Dan sebagai sebuah metode, produktivitas dilihat dari tehnik,
ekonomi dan konsep manajemen.
Tradisional terfokus pada produktivitas untuk memastikan keefektifan biaya melalui
pengurangan biaya
Peningkatan Kualitas dan kepuasan pelanggan menjadi fokus selanjutnya.
Dalam green productivity, fokus tidak hanya peningkatan produktivitas untuk lebih efisien biaya
dan peningkatan kualitas, namun juga memasukkan unsur kelestarian lingkungan dalam
prosesnya. Seperti yang terlihat pada diagram dibawah ini.
Gambar 4.1.
Dasar dari Green Productivity
produktivitas
as
kualitas
biaya
Langkah selanjutnya membutuhkan integrasi
dengan “lingkungan” kedalam program
pengembangan produktivitas
lingkungan
PRODUKTIVITAS HIJAU
32. 32
Ignore
Dilution and Dispersion
Treatment
Prevention
GP
1990s
1980s
1970s
1960s
1950s
Perkembangan mengenai pengertian produktivitas sudah bergeser dari masa ke masa, mulai dari
tahun 1960an, dimana industri tidak mempedulikan lingkungan, sampai pada era tahun 90an
yang sudah mulai memperhatikan lingkungan dalam industri.
Gambar 4.2
Perkembangan produktivitas dari masa ke masa
4.3 PEMICU TIMBULNYA PRODUKTIVITAS HIJAU
Berikut ini adalah aktivitas-aktivitas sebagai pemicu timbulnya produktifitas hijau:
Dimulai dari Rio Earth Summit, kegiatan ini intinya adalah timbulnya komitmen bersama
terutama negara-negara industri untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan, terutama
untuk mengurangi emisi dan polutan yang ditimbulkan dari proses industri dan kegiatan lain
yang menimbulkan polusi yang merusak lingkungan. Kemudian dikembangkan konsep green
productivity berdasarkan konsep produktivitas dan peraturan-peraturan perlindungan lingkungan
.Konteksnya dibuat oleh APO dan aktivitas GP mulai tahun 1993 kedepan, aktivitas ini fokus
pada demonstrasi, diseminasi dan promosi terutama kegiatan yang lebih memperhatikan
kelestarian lingkungan.
Sehingga definisi green productivity lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut; Green
Productivity (GP) adalah strategi untuk meningkatkan produktivitas dan performa lingkungan
sekaligus untuk pengembangan ekonomi secara utuh. GP adalah aplikasi dari produktivitas yang
33. 33
sebenarnya dan sebagai tool manajemen lingkungan, tehnik, teknologi untuk mengurangi
dampak lingkungan dari aktivitas organisasi, barang dan jasa.
4.4 KONSEP GREEN PRODUCTIVITY (GP)
Konsep dari GP didasari dari integrasi dua strategi pengembangan yang penting yaitu
strategi pengembnangan kualitas lingkungan dan peningkatan produktivitas, sehingga dengan
gabungan dua strategi ini diperoleh kerangka kerja untuk dilakukan contious improvement,
sekaligus untuk sustainable development.
Tujuan dari GP adalah
- Mengidentifikasi cara untuk menghindari polusi dari sumber/akarnya
- Mengurangi level input sumberdaya melalui optimasi dan atau rasionalisasi
- Meningkatkan efisiensi sumberdaya untuk melindungi sumberdaya alam dan meningkatkan
produktivitas sekaligus
Pengertian produktivitas sebelumnya hanya melihat dengan perbandingan output dan input,
sedangkan pada green productivity perbandingan antara output dan inputnya terdiri dari raw
material, tenaga kerja, pengendalian energi, kesehatan dan keselamatan kerja, biaya yang timbul
karena lingkungan dan sebagainya
(4.1)
(4.2)
4.5 GP MEMASTIKAN PENINGKATAN KEUNTUNGAN DAN MENINGKATKAN
KUALITAS HIDUP
Konvensional manufaktur memiliki langkah kerja sebagai berikut, dengan input antara lain
raw material, energi, air dan tenaga kerja, peningkatan produktivitas dilakukan dengan cara
mengurangi input, setelah itu memasuki proses produksi dan menghasilkan produk demi produk
seiring dengan limbah yang juga ditimbulkan.
34. 34
Sedangkan untuk proses green productivity, dipikirkan mulai pengurangan input material,
lebih hemat nenergi, lebih efisien tenaga kerja, setelah itu memasuki proses produksi, dengan GP
proses produksi lebih efisien hasilnya adalah diprodua penguran produksi barang-barang yang
lebih aman terhadap konsumen dan lebih aman terhadap pengguna, sekaligus lebih aman
terhadap lingkungan karena adanya sistem perlindungan lingkungan.
Gambar 4.3.
Perlindungan Lingkungan dengan Green Productivity
Konsep green productivity ini meliputi beberapa pemikiran didalamnya yaitu :
• Pollution Prevention
• Environment Management System
• Pollution Control
• Occupational Safety & Health
• Cleaner Production
• Eco- efficiency
• Responsible Care
• Environment Stewardship
35. 35
• Social Accountability
• Corporate Environment Response
• Eco-design
• Dan sebagainya
PRODUKTIVITAS HIJAU
Produktivitas hijau (Green productivity) adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas
bisnis dan kinerja lingkungan pada saat yang bersamaan dalam pengembangan kinerja
lingkungan d dan pengembangan sosial ekonomi secara keselutuhan. Metode ini
mengapliukasikan teknik, teknologi dan sistem manajemen untuk menghasilkan barang dan jasa
yang sesuai dengan lingkungan atau ramah lingkungan (APO,2003).
Green productivity merupakan bagian dari progtram peningkatan produktivitas yang
ramah longkungan berkelanjutan (sustainable development). Green productivity adalah suatu
konsep peningkatan produktivitas yang berorientasi pada perlindungan lingkungan yang
didasarkan atas keseimbangan antara peningkatan produktivitas dan pebangunan berkelanjutan.
Hubungan antara produktivitas dan lingkungan dapat dilihat dari gambar 2.1
Gambar 4.4.
Hubungan produktivitas dengan lingkungan
Konsep dasar green productivity diambil dari penggabungan dua hal penting dalam strategi
pembangunan, yaitu:
- Perbaikan produktivitas
- Perlindungan lingkungan
36. 36
Green engineering atau green productivity mempunyai empat tujuan umum (Billatos, 1997)
dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan ekonomi produksi ketika
diimplementasikan pada lantai produksi yaitu:
1. Pengurangan limbah (Waste Reduction)
2. Manajemen material (Material Management)
3. Pencegahan polusi (Pollution Prevention)
4. Peningkatan nilai produk (Product Enhancement)
4.6.MAANFAAT PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY
Penerapan green productivity akan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak
(stakeholder), antara lain:
Bagi perusahaan
- Penurunan waste dengan adanya efisiensi penggunaan sumber daya
- Penurunan biaya operasi dan biaya pengolahan lingkungan
- Pengurangan atau bahkan eliminasi dari hutang-hutang jangka panjang
- Peningkatan produktivitas
- Mendukung regulasi pemerintah
- Image yang lebih baik dimata masyarakat
- Meningkatkan keuntungan bersaing
- Meningkatkan profit dan pangsa pasar
Bagi karyawan:
- Meningkatkan partisipasi para pekerja
- Meningkatkan kesehatan lebih baik
- Kualitas kerja lebih baik
Bagi konsumen:
- Produk dan jasa memiliki kualitas tringgi
- Tingkat harga yang terjangkau
- Pengiriman barang tepat waktu
METODOLOGI GREEN PRODUCT
Bagian penting dari metodologi green productivity adalah pemeriksaan dan evaluasi ulang dari
proses produksi untuk mereduksi beban lingkungan dan jalan terbaik menuju perbaikan
37. 37
produktivitas serta kualitas produk. Metodologi Green Productivity terdiri dari 6 tahapan
(APO,2001) sebagai berikut:
Tahap1 : Getting Started
Tahap awal dalam penerapan green productivity merupakan proses pengumpulan informasi dasar
dan proses identifikasi ruang lingkup permasalahan. Dimana proses ini perlu mendapatkan
dukungan dari manajemen senior untuk memastikan bahwa sumber daya yang dimiliki
perusahaan telah memadai demi kesuksesan penerapan Green Productivity. Oleh sebab itu
diperlukan adanya tim tersendiri dalam penerapan Green Productivity. Terdapat 2 aktivitas
utama pada tahap ini, yaitu
a. Membentuk tim Green Productivity (GP)
Tim GP bertanggungjawab untuk mengatur dan mengkoordinasikan keseluruhan program
GP. Tim GP juga bertanggungjawab dalam mengidentifikasi dengan tepat. Tim harus
mampu mengidentifikasikan area-area yang potensial, mengembangkan solusi dan
memfasilitasi dalam mengimplementasikan solusi GP.
b. Walk through survey
Walk through survey dilakukan untuk mengidentifikasikan rangkaian proses produksi.
Pada tahap ini ditentukan process diagram alir, initial layout dan material balance.
Kemudian tim GP harus mengetahui operasi-operasi yang menghasilkan waste termasuk
estimasi atau perkiraan mengenai waste yang dihasilkan dari tiap-tiap proses yang
berbeda. Berikut ini adalah tool yang dipergunakan beserta jenis data yang diperlukan:
- Flowchart
Merupakan diagram yang menjelaskan tentang aktivitas yang berkelanjutan seperti
pengumpulan informasi, analisis, operasi dan membuat keputusan. Dalam kerja GP ini
flowchart digunakan untuk mengidentifikasikan proses produksi mulai bahan jadi sampai
siap dipasarkan.
- Material Balance
Berfungsi untuk proses evaluasi kualitatif terhadap material input dan output. Bentuk dari
material balance dapat dilihat dari gambar 2.2.
Data yang diperlukan antara lain:
1. Jumlah bahan baku.
2. Jumlah material pendukung.
38. 38
3. Jumlah sisa hasil produksi.
Prinsip dasar dari material balance untuk sebuah sistem produksi adalah sebagai berikut:
Material = Produk+waste
Keterangan:
- Input material meliputi raw material, bahan kimia, energi dll
- Produk adalah output akhir yang baik dari proses produksi pabrik
- Waste meliputi limbah padat, limbah cair, limbah panas, produk cacat, dan sebagainya
gambar material balance di HP.
Tahap 2. Planning
Pada tahap planning ini terdapat 2 langkah utama yaitu sbb:
a. Identifikasi masalah dan penyebabnya
Data dan informasi yang didapatkan dari proses walk through survey kemudian
digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dan penyebabnya. Hal ini dilakukan
dalam tahap planning ini, dimana tools yang digunakan adalah brainsorming dan
diagram sebab akibat (cause effect diagram).
- Brainstorming
Merupakan tool yang sering digunakan untuk memunculkan ide-ide dimana dilakukan
pertukaran pikiran atau ide. Tool ini dilaksanakan dan digunakan oleh anggota tim untuk
mengidentifikasikan akar penyebab suatu permasalahan atau untuk menemukan solusi
dari permasalahan tersebut.
- Diagram sebab akibat (cause effect diagram)
Diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan
dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu
masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Bentuk umum diagram sebab
akibat ditunjukkan pada gambar berikut:
b. Menentukan tujuan dan target
Setelah akar permasalahan dan penyebabnya diketahui, maka berikutnya ditentukan
tujuan dan target yang ingin dicapai perusahaan sebagai petunjuk bagi tim GP untuk
memilih alternatif yang dapat mengurangi penyebab permasalahan. Prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan antara lain adalah:
- Tujuan harus didasarkan pada masalah yang telah teridentifikasi
39. 39
- Tujuan mungkin akan menghasilkan lebih dari satu target
- Target yang diinginkan harus sesuai dengan kebutuhan
- Harus ada indikator yang dipakai untuk mengetahui pencapaian target dan tujuan dalam
suatu satuan waktu
Tujuan dan target diatur dalam ruang lingkup masalah. Angka produktivitas dan Indikator
Performasi Lingkungan (EPI) juga diidentifikasi pada tahap ini. Disamping itu, untuk
mengurangi unsur subyektifitas dalam mengidentifikasi kriteria input EPI harus dilakukan
penyebaran kuisioner dan studi literatur.
Tahap 3: Generation And Evaluation
Tahapan ini memiliki 2 langkah utama yaitu sebagai berikut:
1. Menyusun alternatif-alternatif GP
Langkah ini sangat krusial sekaligus memerkulan kreativitas yang tinggi untuk menemukan
metode-metode yang memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas. Dalam hal ini,
proses brainstorming akan sangat membantu untuk menciptakan ide-ide perbaikan.
2. Screening, evaluation dan prioritization dari alternatif-alternatif GP
Di saat alternatif-alternatif GP telah teridentifikasi, maka tim akan memilih dan
memprioritaskan alternatif yang paling memungkinkan. Alternatif tersebut diuji
kelayakannya baik secara teknis maupun secara finansial. Salah satu metode yang digunakan
dalam pemilihan alternatif solusi adalah metode annual worth (metode deret seragam).
Pengertian metode Annual Worth, dalam metode ini semua aliran kas yang terjadi selama
horizon perencanaan dikonversikan ke dalam deret seragam dengan tingkat bunga sebesar
MARR (Pujawan, 1995). Biasanya akan lebih mudah kalau perhitungan deret seragam ini
dilakukan dari P(present) sehingga akan berlaku hubungan:
A(i)=p(i)(A/P,i%,N)… (4.3)
A=Abenefit - Acost
Keterngan:
A = Nilai Deret Seragam
i% = Tingkat Bunga
N = Perencaan Horizontal (Horizon Planning)
Bila alternatif-alternatif yang dibandingkan bersifat mutually exlusive, maka yang dipilih adalah
alternatif yang memiliki deret seragam yang terbesar. Dengan kata lain, bila aliran kas hanya
40. 40
terdiri atas biaya, maka yang dipilih adalah alternatif yang membutuhkan biaya seragam yang
paling kecil.
Tahap 4: Implementation of GP options
Terdapat beberapa langkah-langkah dalam mengimplementasikan alternatif soluasi dari GP,
yaitu sebagai berikut:
a. Merencanakan implementasi GP
Perencanaan implementasi ini merupakan detail kegiatan yang akan dilakukan, batasan waktu
pelaksanaan, dan personel yang akan terlibat didalamnya yang akan menjamin proses
implementasi berlangsung dengan baik.
b. Mengimplementasikan Alternatif terpilih
Jika segala hal dalam tahap perencanaan telah dilakukan dengan baik, maka tim GP dapat
melaksanakan solusi terpilih secara simultan.
c. Pelatihan, awarness building, dan mengembangkan kompetensi
Untuk dapat menjamin pelaksanaan solusi terpilih, maka perlu dilakukan pelatihan bagi tenaga
kerja untuk memberikan gambaran mengenai konsep GP serta mengerti peran serta masing-
masing.
Tahap 5: Monitoring and review
Pada tahapan ini dilakukan beberapa aktivitas seperti berikut :
a. Memonitor dan mengevaluasi hasil
Kinerja dari solusi yang dilaksanakan harus dimonitor agar dapat dibandingkan dengan target
dan tujuan yang telah ditentukan pada tahap awal, sehingga pihak manajemen dapat melakukan
perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk meminimalkan deviasi
b. Management review
Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah seluruh metodologi GP ini dilaksanakan dengan
efentif. Review tersebut meliputi: efektifitas pelaksanaan GP, benefit yang diperoleh, cost
savings yang dicapai, kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pelaksanaan dan identifikasi
untuk perbaikan selanjutnya.
Tahap 6. Sustaining Green Productivity
Dalam tahapan ini terdapat dua hal penting yang harus dilakukan yaitu:
a. Menggabungkan perubahan-perubahan dalam sistem manajemen organisasi
41. 41
GP harus diintegrasikan menjadi bagian-bagian dari manajemen harian. Tim GP harus
membentuk sistem terstruktur agar sistem tersebut berjalan efentif, maka perlu untuk terus
memperbarui kebijakan , target, tujuan, dan prosedur saat diperlukan.
b. Identifikasi permasalahan baru untuk continus improvement
Saat siklus pertama selesai dilakukan maka permasalahan dapat muncul karena beberapa
faktor, antara lain perubahan harga dan ketersediaan resources, kompetisi baru, adanya
produk dan pasar baru, dan sebagainya. Oleh sebab itu akan ada kesempatan baru dalam
perbaikan produktivitas dan penurunan dampak limbah.
ENVIRONMENTAL PERFORMANCE INDIATOR (EPI)
Indikator dapat diartikan sebagai parameter atau jumlah terukur yang didasarkan pada jumlah
yang diteliti atau dihitung. Sebuah indikator lingkungan merupakan suatu hal yang diperkirakan
dapat menggambarkan berbagai dampak dari suatu aktivitas pada lingkungan serta usaha untuk
mereduksinya. EPI menggambarkan efisiensi lingkungan dari proses produksi dengan
melibatkan jumlah input dan output. Secara umum indikator dapat dievaluasi dari dua kategori
sesuai dengan ruang lingkupnya.
Kategori Fisik adalah menghubungkan performasi terhadap jumlah meterial input yang
digunakan, aliran limbah, konsumsi energi, kualitas udara dan air.
Kategori Finansial adalah meliputi penilaian keuangan terhadap dampak fisik atau aktivitas
keseluruhan proses.
Pada akhirnya, indikator performasi dapat menggabungkan indikator sistem, guna
menggambarkan usaha perbaikan oleh sebuah unit proses untuk mengurai dampak
lingkungannya. Indeks EPI dapat dihitung menggunakan rumusan:
Indeks EPI=∑i-1
k
WiPi (4.4)
Dimana k adalah jumlah kriteria limbah yang diajukan dan Wi adalah bobot dari masing-
masing kriteria. Bobot ini diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada para ahli kimia
lingkungan. Bobot yang dimaksud diatas adalah berdasarkan parameter kesehatan manusia dan
keseimbangan lingkungan. Kedua parameter tersebut diberikan prosentase yang sama sebab
apabila suatu zat kimia dinyatakan berbahaya bagi lingkungan, maka akan berbahaya bagi
kesehatan masusia, karena manusia mengkonsumsi makanan dari hewan dan tumbuhan. Nilai Pi
merupakan prosentase penyimpangan antara standar BAPEDAL dengan hasil analisa perusahaan
:
42. 42
Pi = (standar - analisa )/standar x 100% (4.5)
KONSEP WASTE REDUCTION
Waste reduction adalah pengurangan sejumlah limbah padat atau limbah yang berbahaya yang
ditimbulkan oleh perusahaan. Pengurangan limbah ini meliputi reduksi sumber limbah dan daur
ulang. Waste reduction dapat dicapai dengan beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Melakukan setiap proses dalam sistem sebaik-baiknya
Proses dilakukan dengan baik dapat mengurangi timbulnya limbah serta membuat proses
menjadi lebih efisien. Hal ini dapat menguntungkan bagi perusahaan.
- Penggantian material
Penggunaan bahan yang lebih sedikit atau tidak berbahaya dalam pembuatan produk dan
jasa dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan limbah
- Memodifikasi proses atau teknologi dalam sistem
Memodifikasi teknologi dalam sistem dapat mengurangi limbah yang ditimbulkan oleh
perusahaan, hal ini dapat dilakukan dengan pengubahan proses produksi, perubahan
penempatan atau layout peralatan, mengganti peralatan yang ada saat ini dengan
peralatan sejenis yang lebih efisien, atau dengan otomatisasi proses produksi.
- Pengurangan konsentrasi limbah
Reduksi limbah juga dilakuykan dengan penggunaan peralatan sepertu filter atau sludge
dryers untuk mengurangi konsentrasi lilmbah dalam air sekaligus jumlah dan beratnya.
- Penggunaan kembali, daur ulang, atau pemulihan
Material yang dapat dipulihkan dapat digunakan kembali, misalnya larutan yang sudah
didestilasi atau disaring. Selain itu daur ulang material dapat juga mengurangi limbah
yang timbul, misalnya daur ulang kertas.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mereduksi limbah:
1. Mendapatkan dukungan dari top manajemen
2. Mengkomunikasikan rencana secara tertulis dan lisan kepada karyawan
3. Menggambarkan proses untuk mengetahui sumber limbah
4. Menentukan peluang potensial pengurangan limbah
43. 43
5. Menghitung biaya yang timbul akibat adanya limbah saat ini dan membangun sistem
pembebanan biaya akibat limbah tersebut secara proporsional untuk departemen
penghasil limbah tersebut.
6. Memilih alternatif terbaik dan melaksanakannya
7. Mengevaluasi program pengurangan limbah tersebut
8. Memelihara dan mengembangkan terus-menerus program pengurangan limbah
tersebut.
44. 44
BAB 5
LINGKUPAN KONSEP PRODUKTIVITAS HIJAU
5.1 Perlindungan Pada Polusi
Bahasan ini dimulai dengan paparan singkat mengenai pengolahan limbah yang selama
ini kita kenal dan pahami, diteruskan dengan penjetasan singkat mengenai prinsip dasar Cleaner
Production (Produksi Bersih), teknik Cleaner Production dan terakhir pengaiaman kisah sukses
beberapa industri yang menerapkan Cleaner Production.
Gambar 5.1
Total Quality Environmental Management
Pengolahan Limbah! Sebuah Lingkaran Setan?
Pengolahan limbah (end-of-pipe) pada prinsipnya adalah proses perubehan dari satu jenis fasa ke
fasa yang lain. Misainya pada pengolahan limbah cair industri, kandungan pencemar dalam
limbah umumnya diupayakan agar mengendap, sehingga cairan yang ketuar dari sistem
pengolahan limbah sudah berkurang kandungan pencemarannya. Namun masalahnya tidak
selesai begitu saja.
45. 45
Endapan hasil olahan tersebut pada dasamya adalah limbah cair yang lebih kental (konsentrasi
pencemarya lebih tinggi) yang berbentuk lumpur. Lumpur ini umumnya akan dikurangi kadar
aimya sehingga menghasikan suatu padatan, yang masih mengandung pencemar dengan
konsentrasi tinggi. Dalam hal ini teejadi proses perubahan dari fasa cair ke fasa padat. Contoh
lain yang lebih menarik adalah pembakaran (inceneraton) limbah padat sampah. Pembakaran
tersebut akan mengubah limbah padat menjadi limbah gas dan partikulat yang akan dilepaskan
ke udara sekitar. Dengan kata lain, proses insenerasi ini akan menimbulkan permasalahan
pencemaran udara, umumnya scrubber. Scrubber ini akan menyemprotkan air hingga gas dan
partikulat akan melarut. Larutan, yang mengandung pencemar ini, kemudian ditampung untuk
kemudian diolah dan diperlakukan sebagai limbah cair. Sebuah lingkaran setan?
Selain sebagai suatu sistem yang mengubah fasa, pengolahan limbah seringkali menjadi
bentuk perpindahan pencemaran dari suatu media ke media lainnya. Pada contoh pengolahan
limbah cair diatas, hasil olahan yang berbentuk padatan harus dibuang ke landfill. Hal ini berarti
memindahkan permasalahan dari pencemaran air ke media lain, dalam hal ini tanah. Sedangkan
pada contoh insinerator, permasalahannya ternyata febih kompleks. lnsenerasi limbah pada yang
bertujuan manghindari terjadinya pencemaran tanah ternyata memindahkan masalah ke media
lain, yaitu udara dan air.
Dari sisi ekonomi, pengolahan limbah juga kurang menguntungkan. Untuk membangun suatu
sistem pengolahan limbah yang baik, dipadukan biaya investasi yang besar. Pada kasus industri
kecil dan menengah, sering terjadi biaya pembangunan instalasi lebih mahal dari investasi untuk
industri itu sendiri. Di sisi lain, pada saat pengoperasian sistem pengolahan, diperlukan biaya
yang cukup besar. Pembelian bahan kimia, listrik, air bersih, dan operator adalah beban yang
hanis ditanggung oleh perusahaan. Celakanya, biaya-biaya ini pada dasarnya adalah waste,
karena tidak memberikan nilai tambah kepada efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Permasalahan menjadi bertambah rumit karena pada saat ini di Indonesia sangat sulit ditemukan
pengolahan limbah yang mampu memberikan hasil yang memuaskan dan mampu mencapai
baku mutu secara konsisten yang semakin lama akan semakin ketat.
5.2 ENVIRONMENT MANAGEMENT SYSTEM (EMS)
Green productivity meliputi baik pengukuran dan implementasi, seringkali implementasi green
productivity ini berhubungan dengan Environmental Management System (EMS) yang digunakan
untuk mencari pola perhatian pada lingkungan oleh organisasi, jadi mereka tidak hanya
46. 46
menggunakan sistem end of pipe atau tahapan hubungan publik, namun menggunakan elemen
integral pada bisnis dan pada strategi front-end.
EMS adalah tool manajemen yang mendorong organisasi pada ukuran berapapun untuk
memanaje dampak pada lingkungan pada setiap aktifitasnya, produk atau layanannya. Hal ini
menyediakan pendekatan terstruktur untuk mengatur, mendapat dan mengkonfirmasi
perkembangan melalui tujuan dan target lingkungan.
Salah satu tujuan dari tool ini adalah untuk membantu mengintegrasikan tujuan lingkungan
pada lingkungan bisnis praktis. Dari pada mencari hubungan legal (hukum lingkungan), EMS
menggunakan perkembangan berkelanjutan pada kinerja lingkungannya. EMS mencari cara pada
keseluruhan proses pada perusahaan untuk mencapai tujuan lingkungan.
EMS secara eksplisit fokus pada tujuan perusahaan akan lingkungan. Agak berbeda dengan
Green Productivity yang meningkatkan baik produktivitas dan performa lingkungan, pada sudut
pandang ini, manajemen lingkungan adalah sebuah subsistem pada keseluruhan manajemen
perusahaan. Dengan cara fokus pada GP, organisasi dapat menyokong EMS pada seluruh sistem
manajemen, dan mampu meningkatkan produktifitas dan mencapai tujuan kelestarian
lingkungan. EMS tidak berdiri sendiri, namun mereka menyediakan kerangka kerja yang dapat
disesuaikan dengan standar perusahaan dan hukum negara, sebagai contoh ustainable
development.
STRUKTUR DASAR EMS
EMS pertama yang paling dikenal adalah ISO 14000, dibuat pada tahun 1996 oleh
International Organization for Standardization (ISO). ISO 14000 adalah sistem standar
lingkungan yang ekivalen dengan sistem untuk manajemen kualitas, ISO 9000, karena secara
teori dengan standar yang sama, dapat diaplikasikan untuk semua organisasi, kecil atau besar,
baik produk atau servis, dalam sektor dan aktivitas apapun.
ISO dibentuk tahun 1947 untuk mengembangkan standar teknis untuk keteknikan dan
part industri dan proses. Tujuan utama standar ISO adalah merupakan spesifikasi teknis atau
kriteria ketepatan lain untuk memastikan bahwa material, produk, proses dan layanan sudah
sesuai dengan tujuan mereka. Standar ISO seperti bagian sekrup, mur, baur dan lain sebagainya
cocok lada desain dan produknya. ISO memiliki 11.400 standar teknis, sekitar 350 diantaranya
memonitor kualitas standar udara, air dan tanah. ISO membuat standar ISO 14000 sebagai
47. 47
Seluruh ISO14000 sub-categories.
ISO 14001 Environmental management systems – Specification with guidance for use
ISO 14004 Environmental management systems – General guidelines on principles, systems and supporting techniques
ISO 14010 Guidelines for environmental auditing – General principles
ISO 14011 Guidelines for environmental auditing – Audit procedures and EMS
ISO 14012 Guidelines for environmental auditing – Qualification criteria
ISO 14020 Environmental labels and declarations – General principles
ISO 14021 Environmental labels and declarations – Self-declared environmental claims (Type II environmental labeling)
ISO 14024 Environmental labels and declarations – Type I environmental labeling – Principles and procedures
ISO 14025 Environmental labels and declarations – Type III environmenta declarations
ISO 14031 Environmental management – Environmental performance evaluation
ISO 14032 Environmental management – Examples of environmental performance evaluation (EPE)
ISO 14040 Environmental management – Life cycle assessment – Principles and framework
ISO 14041 Environmental management – Life cycle assessment – Goal and scope definition and inventory analysis
ISO 14042 Environmental management – Life cycle assessment – Life cycle impact assessment
ISO 14043 Environmental management – Life cycle assessment – Life cycle interpretation
ISO 14049 Environmental management – Life cycle assessment – Examples of application of ISO 14041.
ISO 14050 Environmental management – Vocabulary
ISO 14061 Information to assist forestry organisations in the use of Environmental Management System standards
ISO 14001 and
ISO 14004
kelanjutan dari kesuksesan standar ISO 9000 series pada manajemen kualitas standar. ISO 9000
fokus pada manajemen kualitas – dimana organisasi harus memastikan hasil produknya sesuai
dengan kebutuhan dari kostumer. ISO 14000 lebih memperhatikan standar lingkungan - dimana
organisasi harus meminimumkan efek yang berbahaya terhadap lingkungan. Hanya saja ISO
9000 tidak terlalu siginifikan pada hal ini, dan ISO 14000 pun juga tidak terlalu mendukung
“green” atau “ environmentally friendly” pada produk.
Baik ISO 9000 dan ISO 14000 terfokus pada proses dan bukan hasil, setidaknya tidak
secara langsung. Mereka membuat spesifiikasi bagaimana organisasi mengatur proses standar
yang berpengaruh pada ISO 9000 (kualitas) dan ISO 14000 (lingkungan). Mereka tidak secara
langsung mengatakan bahwa organisasi harus mencapai benchmark spesifik pada kualitas atau
pada performa lingkungan. Performasi aktual difungsikan untuk mendapatkan kepentingan
konsumen dalam kasus ISO 9000, dan keinginan komunitas untuk memberi mandat dalam ISO
14000. Kritik pada sistem ini adalah perusahaan dapat membuat polutan pada semua proses
semau mereka. ISO 14000 tumbuh dalam diskusi sustainable development dalam konferensi
PBB pada Conference on Environment and Development, di Rio de Janeiro, tahun 1992. Dan
pada tahun 1993, ISO diluncurkan dengan pendekatan strategi yang lebih baik, untuk mencapai
sustainable development. ISO menyusul komite teknis baru yaitu ISO/TC 207 tentang
Environmental Management, untuk membuat standar ISO 14000.
Tabel 5.1
Seluruh ISO 14000 dan Sub Kategorinya
48. 48
5.4 SERTIFIKASI, REGISTRASI DAN AKREDITASI ISO
Saat sebuah organisasi mengatakan bahwa mereka sudah memiliki sertifikasi ISO 14000 atau
teregistrasi pada ISO 14000, artinya ada pihak ketiga yang telah menilai sistem manajemennya
yang tidak sesuai dengan ISO 14001, dan isu sudah tersertifikasi adalah sebuah konfirmasi
bahwa mereka masih terkonfirmasi dengan standar yang ditentukan. Artinya organisasi ini sudah
memiliki sistem manajemen, Namun tidak menggambarkan bahwa organisasi ini telah mencapai
tingkat sebenarnya pada performa lingkungan. Namun perusahaan sudah memiliki sistem untuk
mencapai kearah sana. Sedangkan konteks sertifikasi dan registrai mudah diubah tergantung dari
budaya dari perusahaan yang dimaksud.
Dalam bahasa ISO, akreditasi merupakan proses berbeda lainnya. Hal ini merupakan
prosedur dimana badan yang berotoritas memberi penilaian pada organisasi atau individual yang
berhak membawa sertifikat ISO 14000 pada sektor bisnis tertentu. Mungkin masih mengambang
istilah ISO-certified” atau “ISO-registeredatau menggunakan frase seperti “ISO certification,”
“ISO certificates” and “ISO registration.”
Karena ISO sendiri tidak melakukan audit pada sertifikasi, namun sertifikasi dilakukan oleh
badan yang diberi kewenangan untuk itu.
5.4.1 MODEL EMS LAIN : EMAS DAN RESPONSIBLE CARE
Mengikuti kesuksesan ISO, the European Economic Union (EEU) mendirikan sistem
sendiri dan disebut EMAS. EMAS dimodelkan seperti ISO 14000. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan efisiensi lingkungan dan performanya melalui pengembangan yang berkelanjutan
dengan menggunakan tool manajemen evaluasi periodik, dan tujuan, dengan verifikasi laporan
publik, program, sistem dan hasil.
Hampir sama seperti pendahulunya yaitu ISO 14000 dan EMAS, adalah Responsible
Care, diciptakan pada Oktober 1989 sebagai respon menurunnya dukungan publik untuk industri
kimia. Pada tahun 1980an , setelah bencara bocornya pabrik kimia di Union Carbide yang
membunuh ribuan orang di Bhopal, India, kepercayaan publik menurun drastis dari 30% di tahun
80an menjadi 14 % di tahun 1990an. Publik percaya bahwa industri kimia tidak memiliki
manajemen yang baik, tidak mendengarkan suara publik, tidak melakukan prosedur keamanan
dan tidak bertanggungjawab terhadap bisnisnya. Dan kemarahan publik ini mendorong sebagian
49. 49
industri kimia bergabung dalam Chemical Manufacturing Association (CMA) untuk mendirikan
Responsible Care untuk meningkatkan kelestarian lingkungan dan performa keamanan bagi
semua anggota CMA untuk mengubah persepsi publik.
5.4.2 BENEFIT BISNIS DENGAN EMS
Berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan perusahaan, EMS bermaksud untuk membuat
benefit pada perusahaan, mulai dari kesesuaian dengan hukum lingkungan, mengurangi biaya
untuk energi, material, dan limbah dengan cara menyederhanakan operasi, meningkatkan image
dari pemberi keputusan, konsumen dan publik.
BENEFIT EMS
Sebagai Indikator Manajemen Kualitas
Perusahaan dengan EMS lebih termanage dengan baik. Pabrik dengan EMS dan Pollution
Prevention (P2) mempunyai dua kali lipat kualitas total daripada pabrik lain dengan program
Total Quality Management lain.
Superior Community and Stakeholder Relationships
Perusahaan dengan EMS atau program P2 memiliki informasi 3 kali lebih banyak daripada yang
tidak menggunakan program EMS.
Superior Environmental Performance
Pabrik dengan EMS dan P2 lebih mampu memperhatikan lingkungan sekitar dan masyarakat
selama operasinya.
5.4.3 ATURAN GREEN PRODUCTIVITY DALAM EMS
EMS terfokus pada performa lingkungan. GP mengkombinalisannya dengan fokus dengan
produktivitas. Bersama, keduanya dapat bekerja sama sebagai pendekatan terintegrasi untuk
meningkatkan performa perusahaan secara luas. Contohnya, performa perusahaan sangat buruk
dengan berbagai kerusakan yang disebabkan, pasti lebih dalam ada pengaruhnya dari organisasi
dan manajemen perusahaan tersebut. Kerusakan ini lebih menjadi akibat dari buruknya
manajemen , sistem perusahaan yang kuno, atau ketenagakerjaan yang tidak terlatih dengan baik.
Karena GP fokus pada peningkatan produktivitas yang lebih baik
50. 50
5.5 POLLUTION CONTROL (PENGENDALIAN PENCEMARAN)
Pengendalian pencemaran adalah kegiatan yang mengancam lingkungan fisik dinyatakan
sebagai pencemaran lingkungan (environmenal pollution) yang dapat berubah ke pengotoran
lingkungan (environmental contamination). Pencemaran dapat didefinisikan sebagai masuknya
zat, energi, dan makhluk asing ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan itu menurun
dan tidak sesuai lagi dengan peruntukkannya.
Pengendalian kegiatan yang mengancam lingkungan ini terdiri atas kegiatan pengendalian
pemanfaatan sumber dan pencemaran berupa pengendalian pencemaran lingkungan, penyusutan
pencemaran (pollution mitigation) atau penanggulangan pencemaran (pollution abatement).
Pengendalian pencemaran adalah melindungi lingkungan penerima beban dari kegiatan
manusia dengan cara penurunan volum limbah dan penurunan konsentrasi zat pencemar baik
limbah fasa gas atau limbah fasa cair. Konsep pengendalian pencemaran umumnya ditujukan
pada satu media saja, misal udara (air pollution control), air (water pollution control), atau tanah
(terrestrial pollution control). Konsep yang hadir adalah pengendalian kualitas limbah yang
dikenal sebagai control and command yang membutuhkan pedoman/acuan untuk digunakan
dalam penilaian (evaluation) dan penaatan (compliance). Nilai numerik yang berupa konsentrasi
pencemar yang diizinkan hadir dibutuhkan untuk penilaian keadaan lingkungan dan watak
limbah yang diizinkan untuk dibuang ke lingkungan.
Hal ini berarti bahwa kondisi lingkungan yang menerima beban limbah dan watak limbah
itu sendiri harus dinilai.
Pedoman/Acuan Yang Dibutuhkan Untuk Penilaian (Evaluation) Dan Penaatan
(Compliance)
- Pedoman kualitas udara
Berupa ambient air quality standards (baku mutu udara sekeliling) dan emissions quality
standard (baku emisi udara) yang ditujukan untuk sumber baru (sumber tak-bergerak misal
ketel pembangkit steam) dan sumber bergerak (misal kendaraan bermotor).
51. 51
- Pedoman kualitas air
Berupa stream quality standards (baku mutu badan air) dan effluent quality standard [baku
mutu limbah cair] baik oleh kegiatan baik industri maupun kegiatan di perkotaan.
Peraturan pendukung undang-undang yang diterbitkan di antaranya adalah :
- Peraturan pemerintah no. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air (yang
diterbitkan atas dasar uu no. 4 tahun 1982)
- Peraturan pemerintah no. 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan
- Peraturan pemerintah no. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3).
Dan berbagai s.k. menteri negara lingkungan hidup misal :
- Baku Mutu Emisi Sumber Tak-bergerak
- Baku Mutu Limbah Cair.
Pengendalian pencemaran dengan penerapan teknologi yang dikenal saat ini adalah ‘teknologi
perlakuan akhir’ atau ‘end-of-pipe treatment technology’.
- Konsep ini merupakan konsep perintah dan pengendalian (command and control) yang hanya
meninjau pembebanan pada salah satu media udara, air, atau tanah dan menyelesaikan satu
masalah yang tertuju pada suatu kegiatan.
- Pemikiran yang parsial ini sering menimbulkan masalah, karena penanganan hanya
berdasarkan pada pengelolaan yang paling mudah.
“Yesterday”s Need“ tidak hanya menghadirkan “Yesterday Solution” tetapi “Today’s
Problems” (Graedel dan Allenby, 1995).
Penemuan internal combustion engine membutuhkan bahan bakar bensin yang tidak
menimbulkan knocking, dengan penambahan Tetra Ethyl Lead (TEL) pada bensin untuk
meningkatkan angka oktan agar knocking tidak terjadi. Emisi gas buang hasil pembakaran bahan
bakar yang mengandung TEL menimbulkan uap timbal yang beracun. Pemakaian Dichloro
Diphenyl Trichloro-ethane (DDT) yang bertujuan untuk memusnahkan jentik nyamuk [malaria]
akan memusnahkan pula jasad lain yang berguna bagi manusia dan hewan, karena DDT tidak
spesifik (non-targeted insecticide) dan persistent dalam tubuh hewan yang memakan serangga
yang mati karena terkena DDT hingga akumulatif.
Hal positif dari pengembangan konsep ‘end-of’pipe treatment technology’ adalah memacu
pertumbuhan konsultan teknik dan pembuat peralatan yang berkaitan dengan unit pengolahan
52. 52
baik limbah fasa gas atau limbah fasa cair. Hal yang menggembirakan ini jarang didukung oleh
kemampuan analisis yang memadai dari konsultan untuk menyelesaikan masalah pada kegagalan
operasi, karena seringkali konsultan teknik ini hanya sebagai penjual teknologi atau peralatan
saja. Sebagai akibatnya, sasaran pengelolaan lingkungan dengan pengendalian pencemaran ini
tidak dapat dicapai secara menyeluruh.
Penyebab lainnya adalah kegagalan sistem cost accounting yang belum dapat menilai biaya
kerugian lingkungan sehingga pengusaha, pemilik, dan pengelola industri berpendapat bahwa
biaya pembangunan dan pelaksanaan suatu pengolah limbah adalah biaya tambahan (external
cost).
Konsep Yang Berkembang Setelah End-Of-pipe Treatment Technology : Environmental
Impact Assessment (EIA)
Konsep ini dikenal sebagai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Indonesia menerapkan
konsep ini dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 1993. Penerapan EIA
menghasilkan EIS – Environmental Impact Statement yang harus dipatuhi oleh pemrakarsa dan
pengelola lingkungan untuk menerapkan hasil-hasil yang disepakati. Konsep EIA kemudian
disusul dengan Waste Minimization yang berakar pada konsep pengelolaan limbah B-3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun). Waste minimization memiliki tahap-tahap pelaksanaan [hierarchy]
yang dapat dilaksanakan tanpa berurutan di mana peluang yang lebih menguntungkan akan
dipilih lebih dulu. Konsep ini banyak berkembang di Amerika Serikat. UNEP–United Nations
Environment Program mengajukan konsep ‘Cleaner Production’ atau produksi bersih dan
diterapkan oleh United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO). Konsep
Pollution Prevention dikembangkan oleh US – EPA (Amerika Serikat) dalam dasawarsa yang
sama akibat dari kegagalan pemantauan pelepasan bahan berbahaya dan beracun serta kehadiran
Pollution Prevention Act – Undang-undang Pencegahan Pencemaran dan kemudian penerbitan
Right to Know Act. Konsep Pencegahan Pencemaran memiliki hirarki pula dan menyatakan
bahwa daur ulang harus dilakukan langsung atau in-pipe recycle.
53. 53
Gambar 5.2 .
Hierarki Pollution Prevention
Kemudian dunia usaha untuk perdagangan global memiliki gagasan untuk memperbaiki kualitas
lingkungan global dan mengajukan konsep eco-efficiency untuk mencapai Pembangunan
Berkelanjutan. Konsep ini diajukan atas permintaan Perserikatan Bangsa Bangsa yang
menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, 1992. Apa yang
diinginkan oleh ahli lingkungan, pejabat pemerintah, dan masyarakat dalam masalah pengelolaan
lingkungan ?
Keinginan untuk memperoleh piranti pengujian yang menyeluruh (holistic) dan menyusutkan
dampak lingkungan ‘from cradle to grave’ suatu produk, kemasan, proses, dan kegiatan. Konsep
life-cycle assessment merupakan piranti analitik yang dapat digunakan untuk memahami dampak
tersebut mulai dari cara untuk memperoleh bahan baku hingga pembuangan akhir bahan ke
lingkungan (SETAC, 1993) atau LCA adalah teknik yang sistematik untuk melakukan analisis
suatu produk dari ayunan hingga kubur. Konsep ini memiliki sasaran global yang meliputi (1)
perbaikan kesehatan manusia, (2) perbaikan kualitas ekologi, dan (3) perlindungan sumber daya
alam. alam (Owens,1997).
54. 54
International Organization for Standarisation (ISO) menyusun pembakuan Sistem
Pengelolaan Lingkungan (Standards for Environmental Management System) yang dikenal
dengan ISO 14000
Penerapan sistem ini adalah sukarela yang berarti konsep control and command tidak dianut lagi
oleh berbagai negara dalam pengelolaan lingkungan. Seri ISO 14000 ini mencakup penerapan
Life-cycle Assessment – Penilaian Daur Hidup - suatu produk, proses, atau kegiatan adalah
complex dan membutuhkan waktu. Berbagai teknik telah diajukan dan diterapkan oleh pelaku
penilaian daur hidup .
Indonesia dalam dasawarsa ’80 dan ’90 telah menerima berbagai konsep yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan, yaitu di antaranya :
- cleaner production
- from cradle to grave
- waste minimization
- pollution prevention
- environmental management system [EMS] – ISO 14000
- Jika konsep-konsep lain langsung berkaitan dengan perangkat keras, tetapi penerapan ISO
14000 dilakukan tahap demi tahap dan tidak langsung dengan pengubahan dan penerapan
perangkat keras.
5.6 PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION)
Pendekatan end-of-pipe seperti yang dipaparkan diatas adalah pusat biaya (cost center) yang
membebani perusahaan. Pendekatan ini tidak mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan
secara tuntas. Sebuah pendekatan baru akhirnya diperkenalkan, yaitu cleaner production
(produksi bersih). Cleaner production (CP) perdefinisi menurut UNEP (United Nation
Development Program) adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan
terpadu dan diterapkan secara kontinyu pada proses produksi dan produk untuk mengurangi
resiko terihadap manusia dan ingkungan. CP mengintegrasikan faktor lingkungan ke dalam
seluruh aspek bisnis, terutama efisiensi. Karena mencegah timbulnya limbah, maka pendekatan
ini relatif lebih mampu mengatasi permasalahan limbah dibanding pendekatan lain. Dari sisi
proses produksi CP difokuskan pada peningkatan efisiensi dan efektif penggunaan bahan baku,
energi dan sumber daya lainnya serta mengganti atau mengurangi penggunaan B3 sehinggga
55. 55
mengurangi jumlah dan toksisitas seluruh emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. Dari sisi
produk CP difokuskan pada pengurangan dampak diseluruh daur hidup produk mulai dari
pengambilan bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan lagi.
Kedua fokus dapat dilakukan oleh industri baik secara partial rnaupun secara terintegratif. Dari
pandangan bisnis dan lingkungan penerapan CP akan memberikan beberapa keuntungan, yaitu:
1. Peningkatan efisiensi produksi
2. Penghematan biaya
3. Kemampuan untuk memenuhi baku mutu dan regulasi lingkungan
4. Sejalan dengan standar ISO 14000
5. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja
6. Peningkatan citra perusahaan Pendekatan CP merupakan sebuah konsep yang mencakup tiga
hal yang saling berhubungan, yaitu:
- Lebih sedikit pencemar yang dibuang ke lingkungan alamiah
- Lebih sedikit limbah yang ditimbulkan
- Lebih sedikit menggunakan sumber daya alam (air, energi,dan bahan baku)
- CP mengurangi jumlah limbah yang harus diolah, sekaligus mengurangi limbah yang
dibuang ke lingkungan.
Limbah umumnya ditimbulkan dari suatu sistem yang kurang efisien. Peningkatan efisiensi
proses produksi berarti akan mengurangi jumlah limbah yang ditimbulkan, sekaligus mengurangi
sumberdaya yang dipergunakan. Dengan demikian, peningkatan efisiensi merupakan tulang
punggung dari CP. Teknik CP secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pengurangan
limbah pada sumbernya (source reduction) dan daur ulang (recycle). Source reduction
merupakan pengurangan atau eliminasi limbah pada sumbernya, biasanya dalam satu proses.
Upaya ini meliputi hal sebagai berikut:
- Perubahan produk (product changes)
- Perubahan material (input material changes) .
- Perubahan teknologi (technology changes),
- Penerapan operasi yang baik (good operating practices.)
Wamer-Lambert (di New York, USA) telah melakukan perubahan produk pada produk
Novon, sejenis polimer. Pada awalnya produk ini ditujukan untuk menggantikan material kapsul
yang berbahan gelatin. Inovasi ini telah melahirkan material pengganti yang berbahan startch
56. 56
(sejenis polisakarida). Starch diperoleh dari kentang atau jagung, sumber daya alam yang dapat
diperbarui. Wamer-Lambert akhimya merekayasa Novon menjadi beberapa produk turunan yang
dapat diterapkan untuk berbagai jenis penggunaan. Diantaranya sebagai bahan pengganti plastik.
Polimer ini bersifat biodegradable sehingga dapat didaurulang, dalam hal ini sebagai kompos.
Produk ini juga tidak beracun (non toxic).
Penggunaan komersial awal dari produk ini meliputi kapsul, stick golf, dan tempat lilin.
Polimer ini juga berpotensi sebagai bahan kemasan. Produk ini telah dipasarkan ke seluruh
dunia. Kasus tersebut diatas menggambarkan suatu jenis produk yang berwawasan lingkungan.
Untuk kasus tersebut, produk memiliki ciri sebagai berikut:
Menggunakan bahan baku dah sumber daya alam yang terbaharukan (renewable resources)
Dapat didaur ulang (recycable), dan
Dapat diuraikan secara biologis (biodegradable).
Pilihan lain dalam sources reduction, selain perubahan produk, meliputi perubahan
material input, perubahan teknologi (proses), dan praktek operasi yang baik. Contoh dari
perubahan material input adalah penggantian pelarut organik dengan pelarut berbasis air, pada
industri farmasi. Pendekatan ini mampu meminimalkan limbah sampai 100%. Upaya
penggantian dengan pelarut berbasis air juga telah dilakukan pada industri percetakan dan
pengecatan mobil. Pada industri air conditioner, perubahan dilakukan dengan mengganti
adhesive berbasis solvent dengan produk yang berbasis air. Substitusi material-material seperti
timbal, raksa, DDT, dan CFCs telah diterapkan di banyak perusahaan, dan telah mengeliminasi
permasalahan limbah yang ditimbulkannya. Perubahan material input juga dapat dilakukan
dengan melakukan pemurnian. Sebagai contoh adalah menghilangkan kandungan Sulfur dan
batubara, pada pembangkit listrik bertenaga batubara.
Pendekatan ini akan menghilangkan emisi sulfur ke udara, sekaligus mengeliminasi
sistem pengolahan sulfur. Timbulan limbah juga dapat diminimalkan dengan menginstalasikan
peralatan proses yang lebih efisien atau memodifikasi sistem yang ada. Penggunaan peralatan
yang lebih efisien akan mampu menghasilkan beberapa keuntungan, diantaranya produktifitas
yang lebih tinggi, mengurangi biaya bahan baku, dan mengurangi biaya pengolahan limbah.
Praktek operasi yang baik (Good Operating Process/GOP) adalah pilihan lain dari sources
reduction. GOP melibatkan unsur-unsur .
- Pengawasan terhadap prosedur-prosedur operasi
57. 57
- Loss prevention
- Praktek manejemen
- Segregasi limbah
- Perbaikan penanganan material
- Penjadwalan produk
Tujuan dari GOP adalah untuk mengoperasikan peralatan dan sistem produksi secara
optimal. Hal ini adalah tugas paling mendasar dari manajemen. Sebagai contoh, pengoperasian
secara tepat dan pemeliharaan secara berkala dari peralatan dapat mengurangi, secara substantif,
kebocoran dan pemborosan material. Peningkatan GOP umumnya dapat menurunkan jumlah
limbah antara 20% s/d 30%, dengan biaya yang rendah.
GOP memerlukan perhatian secara detail dan pemantauan secara konstan terhadap aliran
bahan baku den dampaknya. Pendekatan ini membuat perusahaan dapat mengetahui secara tepat
jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan pada setiap tahapan proses produksi. Daur ulang
merupakan penggunaan kembali limbah dalam berbagai bentuk, diantaranya:
Dikembalikan lagi ke proses semula sebagai bahan baku pengganti untuk proses produksi
lain,
Diubah untuk diambil kembali bagian yang bermanfaat, atau
Diolah sebagai produk samping
Walaupun daur ulang limbah cenderung cost effective dibandingkan pengolahan limbah,
salah satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa proses daur ulang limbah (dalam bentuk
recovery material misalnya) sebaiknya dipertimbangkan setelah seluruh upaya pengurangan
jumlah limbah pada sumber akan lebih cost effective dibandingkan daur ulang. Hal ini karena
daur ulang limbah cenderung lebih memerlukan waktu dan biaya dalam pengelolaanya.
Literatur-literatur umumnya meletakkan daur ulang pada pilihan terakhir dalam hirarki CP.
Pendekatan daur ulang dianggap sebagai pendekatan reaktif dan bukan proaktif. Hal ini karena
pendekatan murni dari daur ulang seakan membiarkan timbul limbah, dan baru melakukan upaya
pengelolaan setelahnya. Terlepas masalah tersebut diatas, pendekatan daur ulang mampu
membantu menyelesaikan permasalahan limbah dan pengehematan sumber daya.
Sebagai contoh, daur ulang satu ton kertas akan menghemat 17 pohon, 7000 galon air, 14
KVVH listrik, dibandingkan dengan memproduksinya secara konvensional. Contoh-contoh
Penerapan Cleaner Production di lndustri Manufacturing Pulp and Paper (China), melalui