1. 1
Setan: “Sang Pecundang atau Pemenang?”
SETAN adalah kekuatan jahat yang merasuk dalam pribadi Jin dan
Manusia. Mereka diciptakan oleh Allah sebagai penggoda umat manusia
hingga akhir zaman. Berawal dari peran yang dimainkan oleh Iblis (Sang
Penggoda), semula pada dasarnya dirinya diciptakan untuk mengabdi kepada
Allah SWT — sebagaimana manusia (yang direpresentasikan oleh Adam dan
Hawa) – yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Karena sikap enggan
dan sombongnya, Iblis menjadi ‘pembangkang’ dan berperan menjadi setan”
dari golongan Jin yang berhasil menjadi penggoda Adam-Hawa dengan
instrumen buah “khuldi” yang cukup efektif membuat keduanya (Adam-Hawa)
lupa atas larangan Allah dalam QS al-Baqarah/2: 35,
ا
َ
ن
ْ
ل
ُ
قَواَيُم
َ
آدْن
ُ
ك
ْ
اسَنت
َ
أ
َ
كُجْوَزَو
َ
ة
َ
نَْ
اْل
َ ُ
ُكَواَه
ْ
نِما
ً
د
َ
غَر
ُ
ث
ْ
يَحِشاَمُت
ْ
ئ
َ
لَو
اَبَر
ْ
ق
َ
تٰـ
َ
هِهِذ
َ
ةَرَج
َ
الّشا
َ
ون
ُ
كَت
َ
فَنِمَيِمِلا
َ
الّظ
“Dan Kami (Allah) berfirman: Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini,
dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu
sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini [pohon yang dilarang Allah untuk didekati
oleh keduanya, yang namanya tidak dijelaskan dalam ayat ini dan Hadis Nabi s.a.w.;
tetapi ada yang menamakannya dengan sebutan “khuldi” sebagaimana tersebut dalam
QS Thâhâ, 20: 120, tetapi itu adalah nama yang diberikan setan.], yang menyebabkan
kamu termasuk orang-orang yang zalim.” dan QS al-A’raf/7: 19,
اَيَوُم
َ
آدْن
ُ
ك
ْ
اسَنت
َ
أ
َ
كُجْوَزَو
َ
ة
َ
نَْ
اْل
َ ُ
ُك
َ
فْنِم
ُ
ث
ْ
يَحاَمُت
ْ
ئ ِش
َ
لَواَبَر
ْ
ق
َ
تٰـ
َ
هِهِذ
َ
ةَرَج
َ
الّشا
َ
ون
ُ
كَت
َ
فَنِمِمِلا
َ
الّظَي
“(Dan Allah berfirman): "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga,
serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk
orang-orang yang zalim.”
Dari kedua ayat tersebut, jelaslah pelajaran Allah bagi kita bahwa setan
akan menjadi pemenang bila kita lengah sedetik pun, dan sebaliknya kita akan
menjadikannya sebagai pecundang bila kita tetap ingat kepada Allah, kapan
pun dan di mana pun kita berada.
Ketika menginterpretasikan rangkaian kalimat akhir pada QS al-
An’âm/6: 142,
...
َ
لَوواُعِب
َ
ّت
َ
تِاتَو ُط
ُ
خِان َط
ْ
ي
َ
الّشۚ
ُ
ه
َ
نِإْم
ُ
ك
َ
لّوُدَعنيِب
ُ
م
2. 2
“… janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh
yang nyata bagimu”, pada umumnya para mufassir (pakar tafsir) al-Quran
menyatakan bahwa “jangan sampai kita (umat manusia) “sedikit pun”
mengikuti bujuk-rayu setan. Sebab – bagaimanapun juga – setan tidak akan
pernah mengajak berbuat baik dan mengajak kepada kebaikan.” Secara a priori,
mereka bersepakat bahwa tidak ada yang perlu diikuti setiap langkah setan”.
Pertanyaan lanjutnya adalah: (1) “apa saja langkah-langkah setan itu?”;
(2) bagaimana kita menahan diri untuk tidak mengikutinya?; (3) apa hikmah di
balik larangan itu?
Di negeri kita tercinta – Indonesia – berbagai ragam kemaksiatan
terpampang jelas di depan mata, bahkan terhiasi oleh berbagai macam
perhiasan yang dapat mengaburkan pandangan mata kita, meskipun mata-hati
kita pedih merasakannya. Tampilan kosmetikal – misalnya — para badut
politik pun tak kalah menariknya, yang oleh pak Taufiq Ismail – dalam sebuah
puisinya yang berjudul “Tuhan Sembilan Senti” – disindir dengan satu
ungkapan: “dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan
indah dan cerdasnya”. Pemandangan serupa sekarang ini bukan merupapan
sesuatu yang asing lagi di layar televisi, misalnya. Dahulu, kata Ibu saya – yang
pernah berpuluh tahun menjadi guru Sekolah Dasar Muhammadiyah —
perilaku semacam ini dirasa aneh. Tetapi, kini orang – pada umumnya —
menganggap sebagai sesuatu yang wajar, sekalipun taruhannya adalah: “kita
menjadi semakin bersahabat dengan ketidak-benaran dan ketidak baikan, yang
karena kita anggap sebagai sesuatu yang wajar, kita semakin tidak memiliki
kepekaan untuk membedakan: mana yang haq dan mana yang bathil. Setan,
yang semula menjadi musuh kita, tiba-tiba – secara tidak sadar — kita jadikan
sebagai sahabat kita. Setan, kekuatan jahat yang ada di seputar kita, akhirnya
menjadi panglima kita. Mengendalikan diri kita untuk menjadi sahabatnya,
yang ujung-ujungnya menjadikan diri kita menjadi semakin bersahabat dengan
berbagai bentuk kemaksiatan!
Setan memang tidak mengenal pilih kasih; semua orang menjadi target
“bujuk-rayu” mereka; bukan hanya para badut politik yang sangat piawai
bersenandung dengan kata-kata dan penampilan indah, bahkan para mubaligh
dan pendidik yang bergerak di dunia dakwah dan pendidikan pun ‘bisa’
digoyang imannya dengan modus operansi yang beragam, secara sistemik dan
sistematik, sebagaimana peringatan Allah pada firman-Nya dalam QS al-
A’râf/7: 16-17,
َ
ال
َ
قاَمِب
َ
فِن
َ
ّتْيَو
ْ
غ
َ
أ
َ
ن
َ
دُع
ْ
ق
َ َ
َلْمُه
َ
ل
َ
ك َاطَ
ِِصَيمِقَت ْسُم
ْ
ال﴿٦١﴾َم
ُ
ث
َ
لمُه
َ
نَيِتن
ّ
ِمِ
ْ
يَب
ْمِيهِدْي
َ
أْنِمَوْمِهِف
ْ
ل
َ
خْن
َ
عَوْمِهِناَم
ْ
ي
َ
أنَعَوْمِهِلِئاَم
َ
شۖ
َ
لَوُدِ
َ
َتْم
ُ
هَ َ
َث
ْ
ك
َ
أَينِرِكا
َ
ش
﴿٦١﴾
3. 3
“Iblis pun menjawab: Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar
akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan
mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”
‘Setan’, yang dalam hal ini diwakili oleh Jenderal Besarnya (Iblis) tidak
akan pandang bulu dalam menyesatkan umat manusia. Manusia akan digoda
dari depan, belakang, kanan dan kiri. Para setan – pengikut Iblis – akan selalu
berjuang mati-matian untuk menyesatkan kita, di kala bangun, selagi tidur,
pada waktu sekolah, kerja, istirahat, makan, minum, ke toilet, bahkan di saat
kita melaksanakan shalat sekali pun. Kalau perlu, kata Rasulllah s.a.w. dalam
salah satu hadisnya yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dari Anas bin
Malik, “masuk ke dalam pembuluh darah kita”!
Rasululullah saw -- di dalam sebuah sabdanya -- mengingatkan kepada
diri kita, bahwa godaan setan itu sangat lembut, dengan salah satu haditsnya:
َ
نِإ
َ
ان َط
ْ
ي
َ
الّشيِر
ْ َ
َيَنِمِان َس
ْ
نِاإلَر
ْ َ
َمىِمَاّدل
ِ
ّنِإَوُيت ِّش
َ
خ
ْ
ن
َ
أ
َ
فِذ
ْ
ق
َ
يِف
اَم
ُ
كِوب
ُ
ل
ُ
قاًوءُس،ْو
َ
أ
َ
ال
َ
ق-اًئ
ْ
ي
َ
ش.
“Sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah. Aku
khawatir sekiranya setan itu menyusupkan kejelekan dalam hati kalian berdua.”
(Hadits Riwayat al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 65 dan juz IV, hal.
150, hadits no. 3281, hadits no. 2038 dari Shafiyyah binti Huyay; dan Hadits
Riwayat Muslim, Shahîh Muslim, juz VII, hal. 8, hadits no. 5807 dari Anas bin
Malik dan 5808, dari Shafiyyah binti Huyay)
Kelembutan rayuan komunitas setan, yang bisa berwujud Jin dan (juga)
Manusia diilustrasikan oleh Allah dalam QS al-An’âm/6: 112,
َ
ذ
َ
كَوٰٰ
َ
كِلا
َ
ن
ْ
لَعَج
ّ
ِ
ُ
كِلّ
ي ِب
َ
ناًوُدَعَيِاطَي
َ
شِنسِ
ْ
اإلّ
ِنِ
ْ
اْلَوِوحُيْمُه ُض
ْ
عَبٰ
َ
لِإيض
ْ
عَب
ُر
ْ
خُز
َ
فِلْو
َ
ق
ْ
الاًورُر
ُ
غْۚو
َ
لَوَاء
َ
ش
َ
كُبَراَمُوه
ُ
لَع
َ
فْۖم
ُ
هْر
َ
ذ
َ
فاَمَو
َ
ونُ َ
َت
ْ
ف
َ
ي
“Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari
jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan).”
Dan dalam QS an-Nisâ’/4: 118-119,
4. 4
ُ
ه
َ
نَع
َ
لُ َ
اّللۘ
َ
قَو
َ
ال
َ
ن
َ
ذِ
َ
َّت
َ َ
َلْنِمَكِداَبِعاًيب ِص
َ
نا
ً
وضُر
ْ
ف
َ
م﴿٦٦١﴾ْمُه
َ
ن
َ
ل ِض
ُ َ
َلَو
ْمُه
َ
نَي
ّ
ِنَم
ُ َ
َلَوْمُه
َ
ّنَرُم
َ
لَوَن
ُ
ك
ّ
ِتَبُي
َ
ل
َ
ف
َ
ان
َ
آذِامَع
ْ
ّن
َ ْ
اَلْمُه
َ
ّنَرُم
َ
لَو
َ
نُ ّ
ِِي
َ
غُي
َ
ل
َ
فَق
ْ
ل
َ
خِ
َ
اّللۚ
نَمَوِذِخ
َ
ت
َ
ي
َ
ان َط
ْ
ي
َ
الّشاً ِيِلَون
ّ
ِمِون
ُ
داِ
َ
ّلل
ْ
د
َ
ق
َ
فَ
ِس
َ
خا
ً
انَ ْ
س
ُ
خا
ً
ينِب
ُ
م﴿٦٦١﴾
“Allah pun melaknatnya, dan setan itu mengatakan: “Saya benar-benar akan
mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya),
dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-
angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah
ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan
setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang
nyata).”
Sebegitu lembut dan memukaunya godaan ‘setan’, sehingga mereka pun
diberi predikat oleh manusia sebagai ‘makhluk halus’.
Dan yang perlu diingat, bahwa semua aktivitas kita tidak akan pernah
lepas dari lirikan ketajaman mata setan. Dan, hanya orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Allahlah yang tak akan ‘goyah’ oleh godaan setan,
sebagaimana firman Allah – dalam QS an-Nahl, 16: 99,
ُ
ه
َ
نِإَس
ْ
ي
َ
لُ َ
ل
ْ
لُس
ن
ان َط
َ ََعَينِ
َ
اَّلواُنَآمٰ َ ََعَوْمِهّ
ِبَر
َ
ون
ُ َ
َّكَوَت
َ
ي
“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Tuhannya.”
Dan juga firmanNya dalam QS Shâd/38: 82-83,
َ
ال
َ
ق
َ
كِتَّزِعِب
َ
فُه
َ
نَيِو
ْ
غ
ُ َ
َلْمَيِعَ ْ
ْج
َ
أ﴿١٨﴾
َ
لِإَك
َ
ادَبِعُمُه
ْ
نِمَي ِص
َ
ل
ْ
خُم
ْ
ال﴿١٨﴾
“Iblis pun menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlish di antara mereka [Yang dimaksud
dengan mukhlish ialah: “orang-orang yang telah diberi taufiq untuk menaati segala
petunjuk dan perintah Allah SWT].
Di dalam kedua ayat tersebut di atas, kita bisa memahami, bahwa tidak
akan mampu menghindarkan diri dari tipu daya mereka (para setan) dengan
kepiawaian mereka dalam melakukan tipu-daya, kecuali orang-orang yang
tawakal dan ikhlas. Ibaratnya, jadilah kita, manusia ini, mainan setan, kecuali
orang-orang yang beriman. Seperti komentar Harun Yahya (2003) pun – ketika
menginterpretasikan QS al-Hijr/15: 39-42 menyatakan: “I will make things on
5. 5
earth seem good to them and I will misled them all, every one of them except your
servants among them who are sincere” (Akan kujadikan serasa indah semua yang
ada di dunia ini bagi para manusia dan akan kusesatkan mereka semuanya
(tanpa kecuali); dan semuanya akan menjadi manusia-manusia sesat kecuali
mereka yang benar-benar memiliki kesetiaan penuh untuk menjadi hamba
Allah. Demikian kata setan kepada Allah SWT. Dan kita pun di negeri ini,
boleh jadi tengah menjadi ‘sasaran empuk’ Iblis – yang pernah sukses mengoda
Adam-Hawa — dengan “Tim Sukses”-nya yang lebih canggih dalam mengoda
umat manusia di zaman yang serba-terbuka.
Dari uraian di atas, kita bisa ‘faham’ bahwa memang berat sekali untuk
menghindari godaan para setan ini. Kalau menghadiri pesta ulang tahun, tanpa
harus diingatkan, kita bisa berdatangan on time. Menghadiri pertandingan
sepak bola, bergerombol partisipannya. Apalagi pesta “umbar-syahwat” di
berbagai tempat dan kesempatan. Tetapi, begitu diundang untuk menghadiri
“undangan” Allah yang ditandai dengan suara azan para muazin, apakah kita
telah terbiasa bergegas untuk mendatanginya? Apalagi di waktu subuh, “Setan”
lebih sering menjadi pemenang, dan kita pun terkapar di tempat tidur menjadi
pecundang!
Ada saja alasan orang-orang untuk menghindar, tidak menghadiri
undangan Allah. Pendeknya, jika diinvetarisasi, seribu satu lebih alasan.
Padahal jadwal waktu shalat sudah kita ketahui. Hingga saya berpikir untuk
belajar kepada Iblis dan “Tim Sukses”nya, kenapa mereka bisa seberhasil itu.
Hebat benar cara kerja mereka dalam membujuk menusia agar jauh dari Allah.
Seperti tim sukses partai-partai politik kita, Tim Sukses setan tak mengenal
lelah. Mereka bekerja pagi, siang dan malam.
Setan-setan ini ternyata hebat sekali. Keberhasilan mereka nampak
nyata kala kita lihat dalam angka kehadiran umat Islam ke masjid-masjid,
dengan sampel “jamaah shalat subuh” yang selalu sepi. Seperti layaknya Tim
Kampanye Pemilu saja, setan-setan ini bekerja ekstra keras untuk medorong
diri kita untuk besikap malas dalam beribadah. Bedanya, Tim Kampanye
Pemilu biasanya bekerja untuk kepentingan politik jangka pendek, sedangkan
setan bekerja untuk kepentingan yang lebih strategis: “menyesatkan umat
manusia sepanjang masa!”
Tengoklah pusat-pusat perbelanjaan dan tempat-tempat hiburan. Penuh
dengan manusia dengan berbagai dandanan. Kesederhanaan nyaris sirna di
antara kerumunan manusia yang mengunjungi tempat-tempat hiburan ini.
Mereka menganggap tempat-tempat ini sebagai pelepas lelah spiritual. Jutaan
rupiah dikeluarkan dengan tanpa tujuan yang jelas. Mengengok keberhasilan
setan seperti ini, saya kira akan membuat Ketua Tim Sukses Setan pun tertawa,
dan berteriak: “Kita Berhasil!” kata Iblis, sang Komandan, dengan sangat
bangga. Dan ternyata karya Tim Sukses Setan di negeri kita tercinta ini boleh
dibilang cukup berhasil, jika melihat polah-tingkah para pelaku maksiat yang
6. 6
berulah di depan kita. Setan telah berhasil menjadi pemenang, dan kita pun
menjadi pecundang!
Sudahkah kita “sadar” bahwa kita tengah dan selalu digoda oleh setan?
Kita mengenal sejarah godaan setan kepada manusia bermula interaksi
anergis antara Adam-Hawa dengan Iblis. Adam-Hawa berasal dari golongan
manusia, sedang Iblis berasal dari golongan jin.
Disebutkan dalam firman Allah SWT:
ْ
ذِإَوا
َ
ن
ْ
ل
ُ
قِة
َ
كِئ
َ
َلَم
ْ
لِلواُدُج
ْ
اسَم
َ
د ِلواُدَج َس
َ
ف
َ
لِإَيسِلْبِإ
َ
ن
َ
َكَنِمّ
ِنِ
ْ
اْلَق َس
َ
ف
َ
ف
ْن
َ
عِر
ْ
م
َ
أِهّ
ِبَرۗ
ُ
ه
َ
ون
ُ
ذِخ
َ
تَت
َ
ف
َ
أ
ُ
هَتَيّ
ِر
ُ
ذَوَاءَ ِيِلْو
َ
أنِمِون
ُ
دْم
ُ
هَوْم
ُ
ك
َ
لّوُدَعَۚس
ْ
ئِب
َيِمِلا
َ
لّظِل
ً
ل
َ
دَب
“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: “sujudlah kamu kepada
Adam. Maka sujudlah mereka kecuali iblis. dia adalah dari golongan jin, maka ia
mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-
turunannya sebagai pemimpin selain Aku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat
buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS al-
Kahfi/18: 50).
Di dalam al-Quran, Allah SWT mengemukakan sikap-sikap yang
ditunjukkan oleh manusia terhadap setan dan menunjukkan kepada kita
bagaimana seharusnya kita bersikap kepadanya agar dapat mewujudkan
kehidupan yang baik di dunia ini sehingga membawa kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat.
Dalam bersikap kepada setan, ada manusia yang menjadikannya seperti
saudara sehingga ia memiliki sifat-sifat yang sama sebagaimana yang dimiliki
oleh setan, satu diantaranya adalah melakukan apa yang disebut dengan tabdzîr
dalam penggunaan harta, yakni menggunakan atau membelanjakan harta
untuk sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik sedikit
apalagi banyak. Dalam bahasa kita hal ini diistilahkan dengan pemborosan,
karena mengandung kesia-siaan.
Orang yang melakukan hal ini disebut dengan mubazir. Harta yang kita
miliki, sebanyak apapun dia sangat banyak yang membutuhkannya baik untuk
keluarga sendiri yang memang sangat berhak maupun orang lain seperti orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan.
Allah SWT berfirman:
7. 7
ِآتَوا
َ
ذٰ َ
بْر
ُ
ق
ْ
ال
ُ
ه
َ
قَحَيِكْسِم
ْ
الَوَنْابَوِيلِب َالس
َ
لَوَب
ُ
تْر
ّ
ِذاًيرِذ
ْ
ب
َ
ت﴿٨١﴾
َ
نِإ
َينِر
ّ
ِذَبُم
ْ
الوا
ُ
ن
َ
َك
َ
انَو
ْ
خِإِيِاطَي
َ
الّشۖ
َ
ن
َ
َكَو
ُ
ان َط
ْ
ي
َ
الّشِهّ
ِبَرِلاًور
ُ
ف
َ
ك﴿٨١﴾
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS al-
Isrâ’/17: 26-27).
Dalam kehidupan ini, manusia membutuhkan pemimpin, namun
manusia tidak boleh sembarangan memilih pemimpin, karena hal itu bisa
mengakibatkan persoalan yang sangat pelik. Namun yang amat disayangkan
adalah ada manusia yang menjadikan setan atau orang-orang yang berwatak
setan sebagai pemimpin sehingga kepemimpinan itu membawa akibat negatif
yang sangat besar.
Allah SWT berfirman:
ُ
ه
َ
نِإَس
ْ
ي
َ
لُ َ
ل
ن
ان َط
ْ
لُس
َ ََعَينِ
َ
اَّلواُنَآمٰ َ ََعَوْمِهّ
ِبَر
َ
ون
ُ َ
َّكَوَت
َ
ي﴿١١﴾اَم
َ
ّنِإ
ُ
ه
ُ
ان َط
ْ
لُس
َ ََعَينِ
َ
اَّل
ُ
ه
َ
نْو
َ
لَوَت
َ
يَينِ
َ
اَّلَوم
ُ
هِهِب
َ
ون
ُ
كِ
ْ
ْشُم﴿٦١١﴾
“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas
orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang
memersekutukannya dengan Allah.” (QS an-Nahl/16: 99-100).
Kata sulthân (kekuasaan) dalam ayat di atas berasal dari kata as-Sâlith
yang maksudnya adalah minyak yang digunakan untuk menyalakan lampu
yang menggunakan sumbu. Ini berarti sulthân adalah keterangan atau bukti
yang menjelaskan sesuatu dengan terang dan mampu meyakinkan pihak lain,
baik benar maupun salah. Setan memang memiliki kemampuan untuk
memperdaya manusia, namun yang bisa diperdaya oleh Setan hanyalah orang-
orang yang lemah imannya, yang menjadikannya sebagai pemimpin, sama
seperti virus sebuah penyakit yang hanya akan menimpa orang-orang yang
tidak memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Penggunaan kata “wali” (pelindung) terhadap setan juga disebutkan
dalam firman Allah SWT:
8. 8
ُ َ
اّللُ
ِِلَوَينِ
َ
اَّلواُنَآمُجِر
ْ ُ
ُيمُهَن
ّ
ِمِاتَم
ُ
ل
ُ
الّظ
َ
لِإِورُاّنلَۖينِ
َ
اَّلَوواُر
َ
ف
َ
كُم
ُ
ه
ُ
اؤَ ِيِلْو
َ
أ
ُ
وت
ُ
اغ َالطمُه
َ
وّنُجِر
ْ ُ
ُيَن
ّ
ِمِورُاّنل
َ
لِإِاتَم
ُ
ل
ُ
الّظٰۗـ
َ
ول
ُ
أ
َ
كِئُابَح
ْ
ص
َ
أِارَاّنلْۖم
ُ
هاَيهِف
َ
ونُ
ِاّدل
َ
خ
“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
(kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-
pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan
(kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-
Baqarah/2: 257).
Ini berarti ada manusia yang menjadikan setan sebagai pemimpin dan
pelindung. Kata “wali” bermaksud sesuatu yang langsung datang atau berada
sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perantara di antara keduanya. Ketika
Allah SWT atau setan yang dijadikan sebagai wali oleh manusia, itu artinya
manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sehingga langsung ditolong,
dibantu dan dilindungi. Ketika Allah SWT yang dijadikan sebagai wali
(pemimpin dan pelindung), maka Allah SWT akan mengeluarkan manusia dari
kegelapan dan kesesatan kepada cahaya yang terang, yakni petunjuk hidup
yang benar, namun ketika manusia menjadikan setan sebagai wali, maka setan
akan mengeluarkan manusia dari jalan hidup yang benar (cahaya) kepada
kegelapan atau kesesatan yang banyak.
Dalam kehidupan ini, manusia tidak bisa hidup sendirian, ia
membutuhkan kawan yang dapat menghibur dikala duka, yang dapat
membantu dikala susah dan menemaninya dikala sepi, bahkan memecahkan
persoalan saat menghadapi masalah. Karena itu, manusia seharusnya
menjadikan orang-orang yang baik dan shaleh sebagai kawan, karenanya Allah
SWT berpesan kepada setiap mukmin untuk selalu berkawan kepada orang-
orang yang shiddîq (benar).
Allah SWT berfirman:
اَياَه
ُ
ي
َ
أَينِ
َ
اَّلواُنَآموا
ُ
ق
َ
اتَ َ
اّلل
ُ
كَووا
ُ
ونَعَمَيِقِدا َالص
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS at-Taubah/9: 119).
Karena itu amat disayangkan bila manusia menjadikan setan atau orang-
orang yang berwatak setan sebagai kawan dekatnya, akibatnya merebaklah
berbagai kejahatan yang disebarluaskan oleh setan, karena setan dan pengikut-
pengikutnya hanya akan membuat manusia menempuh jalan hidup yang sesat
hingga berujung ke neraka.
9. 9
Allah SWT berfirman:
َنِمَوَاّنلِاسنَم
ُ
لِداَ ُ
َيِفِ
َ
اّللِ
ْ
ِي
َ
غِبيم
ْ
لِعُعِب
َ
ّتَيَو
َ ُ
ُكيان َط
ْ
ي
َ
شييدِر
َ
م﴿٨﴾َبِت
ُ
ك
ِه
ْ
ي
َ
لَع
ُ
ه
َ
ن
َ
أنَمُه
َ
لَو
َ
ت
ُ
ه
َ
ن
َ
أ
َ
ف
ُ
ه
ُ
ل ِضُيِهيِد
ْ
هَيَوٰ
َ
لِإِاب
َ
ذَعِِيِع َالس﴿٤﴾
“Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan
dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan itu,
bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya dan
membawanya ke azab neraka.” (QS al-Hajj/22: 3-4).
Sikap terbaik yang harus ditunjukkan oleh manusia terhadap setan
adalah menganggap dan menjadikannya sebagai musuh yang harus diperangi
dan diwaspadai setiap saat. Setan harus diperlakukan sebagai musuh karena
sepak terjangnya dalam kehidupan kita menjadi kendala besar bagi kita untuk
bisa menjadi muslim yang sejati.
Allah SWT berfirman:
اَياَه
ُ
ي
َ
أَينِ
َ
اَّلواُنَآموا
ُ
ل
ُ
خ
ْ
ادِفِم
ْ
ل ّ
ِالس
ً
ة
َ
ف
َ
َك
َ
لَوواُعِب
َ
ّت
َ
تِاتَو ُط
ُ
خِان َط
ْ
ي
َ
الّشۚ
ُ
ه
َ
نِإ
ْم
ُ
ك
َ
لّوُدَعنيِب
ُ
م
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan
itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah/2: 208).
Disamping itu, seruan Allah SWT untuk memperlakukan setan sebagai
musuh tidak hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tapi juga
kepada seluruh umat manusia, karena ada kebutuhan-kebutuhan manusia yang
harus dipenuhinya dan ia tidak boleh menghalalkan segala cara dalam upaya
mencapainya, Hal ini karena, meskipun manusia tidak beriman kepada Allah
SWT atau tidak menjadi muslim, dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya, tetap saja mereka yang tidak beriman kepada Allah-pun tidak
membenarkan upaya yang menghalalkan segala cara.
Allah SWT berfirman:
اَي
ُ
ي
َ
أاَهُاسَاّنلوا
ُ ُ
ُكاَمِمِفِضْر
َ ْ
اَل
ً
ل
َ
َلَحاًبّ
ِي َط
َ
لَوواُعِب
َ
ّت
َ
تِاتَو ُط
ُ
خِان َط
ْ
ي
َ
الّشۚ
ُ
ه
َ
نِإْم
ُ
ك
َ
لّوُدَعنيِب
ُ
م
10. 10
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu
musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah/2: 168).
Keharusan manusia menjadikan setan sebagai musuh juga karena dalam
kehidupan bersama, manusia sangat mendambakan kedamaian hidup,
sedangkan setan selalu menanamkan perselisihan, permusuhan ke dalam jiwa
manusia hingga akhirnya terjadi peperangan; tidak hanya dengan kata-kata tapi
juga perang secara fisik dengan korban harta dan jiwa yang sedemikian banyak
serta membawa dampak kejiwaan yang negatif, dan ini sebenarnya tidak
dikehendaki oleh manusia.
Allah SWT berfirman:
ل
ُ
قَويِداَبِع
ّ
ِلوا
ُ
ول
ُ
ق
َ
يِت
َ
الَ ِهُن َس
ْ
ح
َ
أۚ
َ
نِإ
َ
ان َط
ْ
ي
َ
الّش
ُ
غَزنَيْمُه
َ
ن
ْ
يَبۚ
َ
نِإ
َ
ان َط
ْ
ي
َ
الّش
َ
ن
َ
َكِان َنسِ
ْ
ْلِلاًوُدَعا
ً
ينِب
ُ
م
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan
diantara mereka. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi manusia.” (QS al-
Isrâ’/17: 53).
Manakala kita siap menjadikan setan sebagai musuh, maka setiap kita
harus waspada 24 jam setiap harinya, memiliki kesiapan untuk “berperang”
dengannya dalam arti: “zero lolerance” (tidak ada kompromi) dengan setan,
memiliki daya tahan yang kuat untuk menghalau godaan setan dan memohon
perlindungan kepada Allah SWT dari gangguan-gangguan setan, bila ini yang
kita lakukan, maka kita bisa menjadi orang yang bertakwa dengan sebenar-
benar takwa.
Dan hanya ketakwaan kitalah “instrumen” yang dapat menjamin diri
kita menjadi “Sang Pemenang” dalam setiap pergumulan “melawan setan”,
dan sekaligus menjadikan para setan terkapar menjadi “Sang Pecundang” di
hadapan kita!
(Disampaikan dalam acara Pengajian Rutin Ahad Pagi (Ba’da Subuh), di
Masjid Margo Mulyo, Nagan Tengah, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton,
Yogyakarta, Ahad - 7 Februari 2016)