Ini fakta tentang syarat beramal dengan mafhum dalam kebanyakan kondisi, bahwa mafhum itu diabaikan, jika dinyatakan untuk menyatakan kondisi galibnya. Atau, jika dibatalkan oleh nash, misalnya, Allah berfirman,
]وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ[
_"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan." (TQS al-Isra’: 31)_
Takut kemiskinan (khasyyah imlaq) merupakan sifat yang memberikan pemahaman (washfun mufhimun), yaitu khasyyatul faqri (takut kemiskinan). Demikian juga pernyataan itu menunjukkan kondisi pada galibnya. Mereka membunuh anak-anak karena takut miskin. Kemudian bahwa mafhum tersebut telah dibatalkan dengan nash,
]وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ[
_"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam." (TQS an-Nisa’: 93)_
Oleh karena itu, mafhum ini diabaikan. Tidak bisa dikatakan bahwa "yang haram adalah membunuh anak-anak karena takut kemiskinan, dan menjadi halal jika ia membunuhnya karena kaya!" Akan tetapi pembunuhan itu tetap haram dalam dua kondisi itu, baik karena kemiskinan ataupun karena kaya.
Demikian juga ayat,
]لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً[
_"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda." (TQS Ali Imran: 130)_
Kata adh'afan mudha'afatan (berlipat ganda) merupakan washfun mufhimun (sifat yang memberikan pemahaman), dan demikian juga menyatakan kondisi pada galibnya. Mereka mengambil riba berlipat ganda. Kemudian mafhum ini diabaikan dengan nash,
_"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS al-Baqarah: 275)_
Oleh karena itu, mafhum ini diabaikan. Tidak bisa dikatakan "yang haram adalah riba yang banyak/berlipat ganda, sedangkan riba yang sedikit maka boleh!" Akan tetapi, berapa pun banyaknya riba, adalah haram, sebab mafhum (adh'afan mudha'afatan) diabaikan seperti yang kami katakan.
Begitulah. Jadi, mafhum kata "ummiyah" pada hadis di atas diabaikan seperti yang sudah kami jelaskan, yaitu bahwa rukyat hilal jika terhalang mendung atau hujan, maka wajib menggenapkan hitungan bulan menjadi tiga puluh hari, baik kita mengetahui hisab (perhitungan) ataupun tidak mengetahui.
*KEDUA,*
Pendapat mereka, jika hisab dijadikan sandaran untuk penetapan waktu-waktu shalat, dan jika demikian, maka penetapan waktu puasa juga disandarkan pada hisab, maka jawaban hal itu adalah sebagai berikut.
Siapa yang menelaah dalil-dalil yang menyatakan tentang puasa, maka ia akan mendapati hal itu berbeda dari dalil-dalil yang menyatakan tentang shalat. Artinya, dalil yang digunakan untuk penetapan puasa dan shalat itu berbeda. Puasa dikaitkan dengan berbuka dan dengan rukyat.
]مَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ (
_"Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." (TQS al-Baqarah: 185)_
Tempat yang di janjikan oleh Allah yaitu surga firdaus
2. َع ََانكَو ٍامَّيَأ ِةَّتِس يِف َ
ضْاألرَو ِتاَاوَمَّسال َقَلَخ ِيذَّلا َوُهَو
ْمُكُّيَأ ْمُكَوُلْبَيِل ِاءَمْلا ىَلَع ُهُشْر
ُنَسْحَأ
الَمَع
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah Arasy-
Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya,…(TQS. Hud; 7)
ْمُكُّيَأ ْمُكَوُلْبَيِل َةاَيَحْلاَو َت ْوَمْلا َقَلَخ ِيذَّلا
َع ُنَسْحَأ
ًالَم
ُورُفَغْلا ُيز ِ
زَعْلا َوُهَو
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (TQS. Al-Mulk;2)
5. 1. Ikhlas
memurnikan amal sholeh hanya untuk Allah
Hati dipenuhi oleh Allah tidak ada ruang untuk manusia
6. ُح َِّينِدال ُهَل َين ِ
صِلْخُم َ َّ
َّللا ُوادُبْعَيِل الِإ واُرِمُأ اَمَو
َءاَفََن
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus
(QS. Al-Bayyinah :5)
7. ََن اَم ٍئ ِ
رْام ِِّلُكِل اَمََّنِإَو ِتاَّيَِِّنالِب ُلاَمْعَ ْ
األ اَمََّنِإ
ُي اَيَْنُد ىَلِإ ُهُتَرْجِه ْتََناَك ْنَمَف ىَو
اَهُبي ِ
ص
َلِإ َرَجاَه اَم ىَلِإ ُهُتَرْجِهَف اَهُحِكَْنَي ٍةَأَرْام ىَلِإ ْوَأ
ِهْي
"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang
(tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang
ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka
hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan“ (HR. Bukhari)
12. (Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Habib Al Haritsi telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al Harits telah
menceritakan kepada kami Ibnu Juraij telah menceritakan kepadaku Yunus bin Yusuf dari Sulaiman bin Yasar dia berkata,
"Orang-orang berpencar dari hadapan Abu Hurairah, setelah itu Natil, seorang penduduk Syam, bertanya, "Wahai Syaikh,
ceritakanlah kepada kami hadits yang pernah kamu dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!" dia menjawab,
"Ya, saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya manusia yang pertama
kali dihisap pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia
mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: 'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia
menjawab: 'Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.' Allah berfirman: 'Dusta
kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani.
Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan
ke dalam neraka. Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan
kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, Allah bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat? ' Dia
menjawab, 'Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur'an demi Engkau.' Allah berfirman:
'Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an agar dikatakan seorang yang
mahir dalam membaca, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu, kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia
dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. Dan seorang laki-laki yang di beri keluasan rizki oleh Allah, kemudian dia
menginfakkan hartanya semua, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas.' Allah
bertanya: 'Apa yang telah kamu perbuat dengannya? ' dia menjawab, 'Saya tidak meninggalkannya sedikit pun melainkan
saya infakkan harta benda tersebut di jalan yang Engkau ridlai." Allah berfirman: 'Dusta kamu, akan tetapi kamu
melakukan hal itu supaya kamu dikatakan seorang yang dermawan, dan kini kamu telah dikatakan seperti itu.' Kemudian
diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka." Dan telah menceritakan kepadaku
Ali bin Khasyram telah mengabarkan kepada kami Al Hajjaj -yaitu Ibnu Muhammad- dari Ibnu Juraij telah menceritakan
kepadaku Yunus bin Yusuf dari Sulaiman bin Yasar dia berkata, "Orang-orang berpencar dari hadapan Abu Hurairah,
lantas Natil As Syami …kemudian dia menyebutkan hadits tersebut seperti haditsnya Khalid bin Al Harits.“ (HR. Musilm)
14. َع ْمُكاَهََن اَم َو ُهوُذُخَف ُلوُسَالر ُمُكاَتآ اَم َو
ا ْوُهَتَْناَف ُهَْن
"Apa-apa yang diberikan/diperintahkan Rasul kepada-mu maka terimalah/laksankanlah,
dan apa yang dila-rangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Al-Hasyr 7)
15. َفاَنُرْمَأ َ
سْي
َ
ل ًالَمَع َ
لِمَع ْ
نَم
ٌََّ ََُُه
"Siapa saja yang melakukan suatu perbuatan yang tak ada
perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak." (HR.
Muslim)
ٌََّ ََُُهَف ُهْنِم َ
سْي
َ
لاَمأ َذَهاَنِرْمَأ ْيِف َ
ث َدْحَأ ْ
نَم
"Siapa saja yang mengada-adakan —dalam urusan (agama)
kami ini— sesuatu yang tidak berasal darinya, maka hal itu
tertolak." (HR. Bukhari)