SlideShare a Scribd company logo
1 of 102
LAPORAN KASUS
Pembimbing: dr Indra Wahyu S., Sp.JP
Oleh Kelompok 11: Anggun – Irma – Rizka – Nila - Hanif
Acute Decompensated Heart Failure dengan NSTEMI,
Hipertensi, Hiperurisemia, Dislipidemia dan Transaminitis
DEPARTEMEN KARDIOLOGI
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FKIK UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
RSU KARSA HUSADA KOTA BATU
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Heart Failure (HF) atau gagal jantung merupakan sindrom
klinis yang terdiri dari gejala utama seperti sesak, ankle
swelling dan fatigue yang mungkin disertai dengan tanda-
tanda seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru,
dan edema perifer, oleh karena peningkatan tekanan
intrakardiak dan/atau curah jantung yang tidak seimbang
APA ITU HEART
FAILURE?
HEART FAILURE
CHRONIC
HEART FAILURE
ACUTE
HEART FAILURE
Penderita yang telah memiliki diagnosis
tetap HF atau yang memiliki gejala yang
lebih bertahap (gradual)
Perubahan yang cepat dari tanda
dan gejala gagal jantung
ACUTE DECOMPENSATED
HEART FAILURE
ACUTE PULMONARY
OEDEMA (APO/ALO)
ISOLATED RIGHT
VENTRICLE FAILURE
CARDIOGENIC SHOCK
• Presentasi klinis terbanyak dari AHF yaitu ADHF dengan prevalensi sebesar 50-70%
dari presetasi keseluruhan
ACUTE HEART FAILURE
• Penyebab utama rawat inap pada subjek berusia> 65 tahun
• Angka kematian dan rehospitalisasi yang tinggi
• Mortalitas di rumah sakit berkisar antara 4% hingga 10%
• Mortalitas pada penderita HF setelah 1 tahun keluar dari rumah sakit dapat mencapai
25-30% dengan lebih dari45% kematian atau rehospitalisasi
ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE
 Tanda atau gejala dekompensasi gagal jantung dengan onset tiba-tiba atau bertahap
sehingga memerlukan kunjungan ke dokter yang tidak direncanakan, kunjungan ruang
gawat darurat, atau rawat inap
 Kongesti paru dan sistemik karena peningkatan tekanan pengisian jantung kiri dan kanan
adalah temuan yang hampir universal pada ADHF
 Identifikasi penyebab atau presipitan utama dan pemberian tatalaksana sesuai penyebab
tersebut harus segera dilakukan untuk mecegah deteriorasi lebih lanjut
 Sindroma koronaria akut (SKA), hipertensi emergensi, aritmia, penyebab mekanik akut,
dan emboli paru akut adalah presipitan utama yang menyebabkan AHF
 Oleh karena itu, kasus ADHF menarik untuk dibahas terkait pemberian tatalaksana yang
sesuai dengan presipitan utamanya
TUJUAN DAN MANFAAT
 Mengetahui deskripsi dan pemilihan terapi pada kasus ADHF dengan NSTEMI,
Hipertensi, Hiperurisemia, Dislipidemia dan Transaminitis
 Memberikan informasi mengenai pemilihan terapi ADHF sesuai penyebab dan
penyakit penyerta
 Membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas ADHF di Indonesia
TUJUAN
MANFAAT
Tinjauan Pustaka
ADHF
(Gagal jantung akut dekompensasi)
Definisi
• Gagal jantung akut dekompensasi (ADHF) adalah onset cepat, atau perubahan,
gejala dan tanda gagal jantung. Ini bisa menjadi kondisi yang mengancam jiwa
yang memerlukan perhatian medis segera dan biasanya menyebabkan rawat
inap. Gagal jantung akut dekompensasi terus meningkat prevalensinya dan
dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas yang substansial
(Teerlink et al., 2015)
Memburuknya gagal jantung kronis
- Kecerobohan diet (kelebihan cairan atau asupan garam)
- Terkait obat-obatan
- Ketidakpatuhan obat
- Penggunaan obat-obatan dengan sifat inotropik negatif (misalnya diltiazem, verapamil)
- Penggunaan obat yang dibuat dengan natrium atau dengan terapi penahan natrium (mis., Piperacillin-tazobactam, agen antiinflamasi nonsteriodal)
- Hipertensi yang tidak terkontrol
- Penyalahgunaan zat (misalnya, alkohol, lainnya)
- Penyakit non-jantung bersamaan (misalnya, infeksi terutama pneumonia, emboli paru, penyakit tiroid, gagal ginjal)
Onset baru atau perburukan jantung
- Iskemia/Infark Miokard
- Aritmia (misalnya, fibrilasi atrium, takikardia ventrikel, lainnya)
- Hipertensi urgensi/darurat
Gagal jantung de novo
- Infark miokard besar
- Peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba
- Kardiomiopati yang diinduksi stres
- Miokarditis
- Kardiomiopati peripartum
- Insufisiensi katup akut – stenosis, regurgitasi, endokarditis
- Diseksi aorta
Gagal jantung stadium akhir dengan perburukan curah jantung yang progresif
Faktor pencetus eksaserbasi gagal jantung (Teerlink et al., 2015)
Presentasi Klinis
Gagal Jantung
Dekompensasi Akut
(Teerlink et al., 2015).
Tanda Gejala
Kongesti Paru atau Sistemik (“basah”)
• Penambahan berat badan
• Takipnea
• Distensi vena jugularis
• Rhonki
• S3 atau S4 gallop
• Refluks hepatojugular
• Hepatomegali / Splenomegali
• Edema perifer
• Asites
• Edema Anasarka
• Saturasi O2 rendah
• Temuan rontgen dada berupa kongesti, edema paru, efusi pleura
• Peningkatan BNP atau NT-proBNP
• Dispnea saat beraktivitas
• Dispnea saat istirahat
• Ortopnea
• Dispnea nokturnal paroksismal
• Batuk
• Tekanan dada
• Perut distended/kembung
• Kenyang lebih awal
• Edema kaki
Output Jantung Rendah (“dingin”)
• Hipotensi
• Tekanan nadi sempit
• Takikardia
• Status mental yang berubah
• Ekstremitas dingin
• Memburuknya fungsi ginjal dan/atau hati
• Kelelahan
• Pengeluaran urin berkurang
• Penurunan ketajaman mental/perubahan status mental
• Mual/muntah
Nonspesifik
Hiponatremia Kakeksia dan anoreksia
Diagnosis
• Pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium biasanya cukup untuk mendiagnosis
ADHF.
• Penilaian elektrolit (natrium, kalium, magnesium), fungsi ginjal, enzim hati
direkomendasikan.
• Peptida natriuretik (BNP, NT-proBNP) adalah biomarker yang sensitif dan harus
dinilai saat masuk dan idealnya saat keluar untuk prognosis; namun, pemantauan
BNP yang sering selama dekompensasi akut belum dapat dipastikan. Emboli paru
dapat menyebabkan peningkatan BNP.
• Peningkatan troponin serum, tidak tergantung pada sindrom koroner akut,
namun umum terjadi pada pasien ADHF dan berhubungan dengan penyakit yang
lebih parah dan prognosis yang lebih buruk.
• Laboratorium tambahan mungkin termasuk, glukosa serum, hemoglobin
glikosilasi, panel lipid puasa, dan tingkat hormon perangsang tiroid pada pasien
tertentu
Diagnosis
• EKG 12 sadapan direkomendasikan untuk mengevaluasi ritme dan adanya iskemia.
• Rontgen dada dapat mengkonfirmasi kongesti paru, dan dapat mengidentifikasi
penyebab gejala non-jantung (misalnya, pneumonia).
• Ekokardiografi dapat mengevaluasi struktur dan fungsi jantung, dan penyakit katup.
Diagnosis banding ADHF
meliputi sindrom koroner akut (SKA), eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronik,
pneumonia, gagal ginjal akut, dan emboli paru
(Teerlink et al., 2015)
Algoritma
Algoritma pengobatan gagal jantung dekompensasi akut (ADHF). AJR =
refleks jugularis perut; BiPAP = tekanan saluran napas positif bilevel;
BNP = peptida b-natriuretik; CI = indeks jantung; CPAP = tekanan jalan
napas positif terus menerus; DOE = dispnea saat beraktivitas; HJR =
refleks hepatojugularis; JVD = distensi vena jugularis; PCWP = tekanan
baji kapiler paru; PND = dispnea nokturnal paroksismal; SBP = tekanan
darah sistolik; SCr = kreatinin serum; SOB = sesak napas; SVR =
resistensi vaskular sistemik
(DiDomenico et al., 2004)
Garis waktu untuk pengelolaan gagal jantung dekompensasi akut (ADHF) di unit gawat darurat/observasi. CO = curah
jantung; ED = departemen darurat; ICU = unit perawatan intensif; mod-sev = sedang hingga parah.
HIPERTENSI
Definisi dan Klasifikasi
• Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah sistolik (SBP) seseorang mencapai
140 mm Hg dan/atau tekanan darah diastolik (DBP) mereka 90 mm Hg setelah
pemeriksaan berulang.
• Klasifikasi BP terdapat 2 bentuk, pertama berdasarkan pengukuran BP kantor,
sedangkan kedua berdasarkan nilai BP rawat jalan dan rumah yang digunakan
untuk menentukan hipertensi; definisi ini berlaku untuk semua orang dewasa
(>18 tahun). Kategori BP ini dirancang untuk menyelaraskan pendekatan
terapeutik dengan tingkat BP
(Unger et al., 2020).
Kriteria Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Tekanan
Darah Office (oleh petugas medis), Rawat Jalan (ABPM),
dan Pengukuran Tekanan Darah Rumah (HBPM) (Unger
et al., 2020)
SBP/DBP, mmHg
Tekanan darah Office ≥140 and/or ≥90
ABPM
Rata-rata 24 jam ≥130 and/or ≥80
Rata-rata siang hari (atau
bangun)
≥135 and/or ≥85
Rata-rata waktu malam (atau
tidur)
≥120 and/or ≥70
HBPM ≥135 and/or ≥85
Klasifikasi Risiko Hipertensi yang Disederhanakan
menurut Faktor Risiko tambahan, Kerusakan Organ
yang Dimediasi Hipertensi (HMOD), dan Penyakit
Sebelumnya (Unger et al., 2020)
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah pada dewasa (Whelton et al., 2018).
Kategori TD Sistol Diastol
Normal <120 mmHg And <80 mmHg
Prehipertensi 120-129 mmHg And <80 mmHg
Hipertensi
Stadium 1 130-139 mmHg Or 80-89 mmHg
Stadium 2 ≥140 mmHg Or ≥90 mmHg
Faktor Risiko CVD yang Umum Pada Penderita Hipertensi (Whelton et al., 2018)
Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi Faktor Risiko Relatif Tetap
- Merokok saat ini
- perokok pasif
- Diabetes mellitus
- Dislipidemia/hiperkolesterolemia
- Kegemukan/obesitas
- Ketidakaktifan fisik/kebugaran rendah
- Pola makan tidak sehat
- CKD
- Riwayat keluarga
- Bertambahnya usia
- Sosial ekonomi rendah
- Status pendidikan
- Jenis kelamin laki-laki
- Apnea tidur obstruktif
- Stres psikososial
Catatan:
• Faktor-faktor yang dapat diubah dan, jika diubah, dapat mengurangi risiko CVD.
• Faktor yang sulit diubah (CKD, status sosial ekonomi/pendidikan rendah, apnea tidur obstruktif), tidak dapat
diubah (riwayat keluarga, peningkatan usia, jenis kelamin laki-laki), atau, jika diubah melalui penggunaan teknik
intervensi saat ini, mungkin tidak mengurangi CVD risiko (stres psikososial).
CKD = penyakit ginjal kronis; dan CVD = penyakit kardiovaskular.
Diagnosis
Riwayat Kesehatan
• Tekanan darah: Hipertensi onset baru, durasi, kadar BP sebelumnya, obat antihipertensi saat ini dan
sebelumnya, obat lain/obat bebas yang dapat mempengaruhi BP, riwayat intoleransi (efek samping) obat
antihipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan antihipertensi, riwayat intoleransi (efek samping) obat
antihipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan antihipertensi, riwayat hipertensi dengan kontrasepsi oral atau
kehamilan.
• Faktor risiko: Riwayat pribadi CVD (infark miokard, gagal jantung [HF], stroke, serangan iskemik transien [TIA],
diabetes, dislipidemia, penyakit ginjal kronis [CKD], status merokok, diet, asupan alkohol, aktivitas fisik, aspek
psikososial, riwayat depresi). Riwayat keluarga dengan hipertensi, CVD prematur, hiperkolesterolemia (familial),
diabetes.
• Penilaian risiko kardiovaskular secara keseluruhan: Sejalan dengan pedoman/rekomendasi lokal (lihat skor
risiko di Bagian 11 di akhir dokumen).
• Gejala/tanda hipertensi/penyakit penyerta: Nyeri dada, sesak napas, palpitasi, klaudikasio, edema perifer,
sakit kepala, penglihatan kabur, nokturia, hematuria, pusing.
• Gejala sugestif hipertensi sekunder: Kelemahan otot/tetani, kram, aritmia (hipokalemia/aldosteronisme
primer), flash pulmonary edema (stenosis arteri ginjal), berkeringat, palpitasi, sering sakit kepala
(pheochromocytoma), mendengkur, kantuk di siang hari (obstructive sleep apnea), gejala sugestif penyakit
tiroid (lihat Bagian 10 untuk daftar lengkap gejala).
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
• Sirkulasi dan jantung:
Denyut nadi/ritme/karakter, nadi/tekanan vena jugularis, denyut puncak,
bunyi jantung ekstra, ronki basal, edema perifer, bruit (karotis, abdomen,
femoralis), penundaan radio-femoral.
• Organ/sistem lain:
Ginjal membesar, lingkar leher >40 cm (obstructive sleep apnea), pembesaran
tiroid, peningkatan indeks massa tubuh (BMI)/lingkar pinggang, timbunan
lemak dan striae berwarna (penyakit/sindrom Cushing).
Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium dan EKG
• Tes darah: Natrium, kalium, kreatinin serum dan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR). Jika
tersedia, profil lipid dan glukosa puasa.
• Tes urin: Tes urin dipstick.
• EKG 12 sadapan: Deteksi fibrilasi atrium, hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penyakit jantung iskemik.
(Unger et al., 2020)
Diagnosis
Pemeriksaan tambahan
Teknik Pencitraan
• Ekokardiografi: LVH, disfungsi sistolik/diastolik, dilatasi atrium, koarktasio
aorta.
• Ultrasonografi karotis: Plak (aterosklerosis), stenosis.
• Pencitraan ginjal/arteri ginjal dan adrenal: Dupleks ultrasonografi/arteri
ginjal; CT-/MR-angiografi: penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri ginjal, lesi
adrenal, patologi perut lainnya.
• Fundoskopi: Perubahan retina, perdarahan, papiledema, tortuositas,
nipping.
• Brain CT/MRI: Cedera otak iskemik atau hemoragik akibat hipertensi.
Diagnosis
Pemeriksaan tambahan
Tes Fungsional dan Investigasi Laboratorium Tambahan
• Indeks pergelangan kaki-brakial: Penyakit arteri perifer (ekstremitas bawah).
• Pengujian lebih lanjut untuk hipertensi sekunder jika dicurigai: rasio
aldosteron-renin, metanephrine bebas plasma, kortisol saliva larut malam
atau tes skrining lainnya untuk kelebihan kortisol.
• Rasio albumin/kreatinin urin
• Kadar asam urat serum (s-UA)
• Tes fungsi hati
Tatalaksana
Modifikasi Gaya Hidup
• Pilihan gaya hidup sehat dapat mencegah atau
menunda timbulnya tekanan darah tinggi dan
dapat mengurangi risiko kardiovaskular.
Modifikasi gaya hidup juga merupakan
pengobatan antihipertensi lini pertama.
Modifikasi gaya hidup juga dapat meningkatkan
efek pengobatan antihipertensi. Modifikasi gaya
hidup harus mencakup berikut ini:
Rencana Pengukuran Tekanan Darah Menurut Tingkat
Tekanan Darah Kantor
Pengobatan farmakologis hipertensi: skema umum (Unger et al., 2020)
Target tekanan darah kantor untuk hipertensi yang diobati
1. Perawatan harus berbasis bukti dalam kaitannya dengan pencegahan morbiditas/mortalitas.
2. Gunakan rejimen sekali sehari yang memberikan kontrol tekanan darah 24 jam.
3. Perawatan harus terjangkau dan/atau hemat biaya dibandingkan dengan agen lain.
4. Perawatan harus ditoleransi dengan baik.
5. Bukti manfaat penggunaan obat dalam populasi yang akan diterapkan.
Karakteristik Ideal dari Perawatan Obat (Unger et al., 2020)
Strategi inti terapi obat ISH.
Karakteristik ideal terapi obat
(Unger et al., 2020).
Rekomendasi ISH 2020 (standar
perawatan minimum) (Unger et al.,
2020)
Rekomendasi ISH 2020 (standar
perawatan berbasis bukti) (Unger
et al., 2020)
Obat anithipertensi oral (WHO,
2007)
HIPERURISEMIA
Hiperuresemia Peningkatan kadar asam urat
dalam darah
Prevalensi tertinggi pada umur ≥75
tahun (33% dan 54,8%), perempuan
memiliki angka lebih tinggi yaitu
(13,4%) disbanding laki-laki (10,3)
1. Kesemutan dan linu.
2. Nyeri terutama malam hari atau
pagi hari saat bangun tidur.
3. Sendi yang terkena asam urat
terlihatan bengkak, kemerahan,
panas, dan nyeri luar biasa pada
malam dan pagi (Adler et al., 2015)
Dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium
1. Diet
2. Pemberian obat
golongan
xantinoksidasi
inhibitor seperti
allupurinol dan
feburostat.
3. Obat-obatan anti
inflamasi nonsteroid
Nilai normal:
Pria dewasa: ‹7,0
mg/dl
Wanita dewasa :
‹6,0 mg/dl
PATOMEKANISME
DISLIPIDEMIA
DISLIPIDEMIA
Penelititan Multinational monitoring of trends
and determinants in cardiovascular disease
(MONICA) di Jakarta:
-1988 : rata-rata kolesterol total pada wanita
adalah 206,6 mg/dL dan pria 199,8 mg/dL,
-1993 : meningkat menjadi 213,0 mg/dL pada
wanita dan 204,8 mg/dL pada pria.
-Di beberapa daerah nilai kolesterol yang sama
yaitu Surabaya (1985) sebesar 195 mg/dL,
Ujung Pandang (1990) sebesar 219 mg/dL dan
Malang (1994) sebesar 206 mg/dL.
EPIDEMIOLOGI
kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan dan penurunan dari
fraksi lipid dalam plasma.
*Dislipidemia dapat menimbulkan PJK karena pada dislipidemia
terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol LDL, trigliserida, kolesterol
total, dan penurunan kolesterol HDL
Tabel Interpretasi kadar Kolestrol
SINDROM KORONER
AKUT
Acute Coronary Sindrome
• Riwayat Penyakit
Jantung Koroner pada
keluarga
• Usia, >45 tahun
• Jenis Kelamin,
Laki>Perempuan
• Etnik
TIDAK DAPAT
DIMODIFIKASI
• Hipertensi
• Diabetes melitus
• Hiperkolesterolemia
• Merokok
• Diet tinggi lemak
• Obesitas
• Stress
DAPAT DIMODIFIKASI
Faktor Resiko
- Pasien dg kardiomiopati hipertrofik atau penyakit jantung dapat mengeluh nyeri dada disertai
perubahan EKG dan peningkatan marka jantung menyerupai yang terjadi pada pasien IMA-NEST
- Miokarditis dan pericarditis keluhan nyeri dada, perubahan EKG, peningkatan biomarka jantung dan
gerak dinding jantung menyerupai IMA-NEST
- Stroke dapat disertai perubahan EKG, peningkatan marka jantung, dan gangguan dinding jantung
- Diagnosis banding non-kardiak mengancam jiwa yang selalu harus disingkirkan adalah emboli paru
dan diseksi aorta
DIAGNOSIS BANDING
ALGORITMADIAGNOSIS ACS
Kekuatan
kontraksi
ventrikel ↓
Uncoordin
ated apex
beat,
diffuse/fai
nt
↑ HR
PATOFISIOLOGI
Diastolic
compliance
↓ (miokard
nekrotik tidak
dapat relaksasi)
Edema paru: cairan
eksudat mengisi
alveoli  kolaps
Inspirasi, udara
masuk dan
membuka
alveoli 
Nekrosis
otot
papillary
Katup tidak
disokong
dengan baik
Regurgitasi
katup mitral
Pansistolik
murmur
(apex)
LV
penuh
dengan
darah
residual
Turbulensi
aliran early
diastolic
dari L
atrium ke LV
S3
Kontraksi atrium
mendorong
darah ke non-
compliant LV
pada end diastole
S4
Crackles
/rales
Yan, Yu. 2013. Myocardial Infarction: Findings on Physical Exam. https://calgaryguide.ucalgary.ca/myocardial-infarction-findings-on-physical-
REPERFUSION THERAPY
Prosedur intervensi non bedah
dengan menggunakan kateter
untuk melebarkan/membuka
pembuluh darah coroner yang
menyempit dengan balon atau
stent
1. Percutaneous Coronary
Intervention (PCI) atau
Intervensi Koroner Perkutan
(IKP) 1. Primary PCI : IKP emergensi
yang dikerjakan pada arteri
yang infark tanpa terapi
fibrinolitik sebelumnya dan
lebih disarankan sebagai
terapi reperfusi
dibandingkan fibrinolisis
2. Rescue PCI : IKP emergensi
yang dilakukan sesegera
mungkin jika terapi
fbrinolitik gagal.
TATALAKSANA STEMI
Pasien yang menjalani prosedur
primary PCI sebaiknya mendapatkan
dual anti platelet Therapy (DAPT)
dan antikoagulan
Farmakoterapi Periprosedural
PCI
1. DAPT
- Aspirin dosis loading 160-320
mg peroral diikuti dosis
pemeliharaan 75 -100 mg/hari
PLUS
- Ticagrelor dosis loading 180
mg diikuti dosis pemeliharaan
90 mg dua kali sehari atau
- Clopidogrel dosis loading 600
mg diikuti 75 mg/hari
2. Antikoagulan
- UFH (unfractioned heparin)
70-100 IU/kgBB bolus iv
- Enoxaparin 0,5 mg/kgBB bolus
iv
Strategi reperfusi yang penitng
terutama pada faskes yang tidak
dapat melakukan PCI pada
pasien STEMI dalam waktu yang
disarankan (<12 jam).
2. Terapi Fibrinolitik
• Agen yang spesifik terhadap fibrin
(tenecteplase, alteplase, reteplase
lebih disarankan dibandingkan agen
tidak spesifik (streptokinase)
• Harus diberikan aspirin oral dan
clopidogrel diindikasikan sebagai
tambahan untuk aspirin.
• Antikoagulan direkomendasikan bagi
pasien STEMI dengan fibrinolitik
sampai revaskularisasi bisa dilakukan
atau selama dirawat di RS hingga 5 hari
(maks 8 hari) dengan pilihan:
- Enoxaparin iv diikuti subkutan
- UFH bolus iv sesuai berat badan
dan infus selama 3 hari
- Pada pemebrian streptokinase
diberikan fondaparinux iv bolus
dilanjut subkutan 24 jam kemudian
Kontraindikasi Fibrinolitik
3. Oksigen
• Oksigen diindikasikan pada
pasien dengan hipoksemia
(SaO2 <90% atau PaO2 <60
mmHg) dan pasien dengan
edema pulmonal (SaO2 <90% )
untuk mempertahankan
saturasi >95%
• Oksigen rutin tidak
direkomendasikan bagi pasien
dengan SaO2 >90%
4. Statin
• Direkomendasikan untuk memulai
statin intensitas tinggi sesegera
mungkin, kecuali terdapat
kontraindikasi atau intoleransi, dan
diberikan dalam jangka panjang
• Target LDL <70 gr/dL atau reduksi
minimal 50% jika kadar awal 70-135
mg/dL.
• Pada pasien LDL > 70 mg/dL harus
dipertimbangkan terapi lanjutan
Terapi Jangka Panjang
6. Statin intensitas tinggi perlu
diberikan/dilanjutkan setelah
pasien MRS bila tidak ada
kontraindikasi/intoleransi
tanpa memandang nilai
kolesterol inisial
7. ACEi diindikasikan sejak 24 jam
bagi pasien IMA-EST dengan
gagal ginjal, disfungsi sistolik
ventrikel kiri, diabetes, atau
infark anterior. Alternatif
lainnya adalah ARB
8. Antagonis aldosterone
diindikasikan apabila fraksi
injeksi < 40% atau terdapat
gagal jantung atau diabetes
bila tidak terdapat gagal ginjal
atau hiperkalemi
1. Kendalikan faktor risiko
dengan ketat seperti
hipertensi, diabetes, dan
terutama merokok
2. Terapi antiplatelet dengan
aspirin dosis rendah (75-100
mg) diindikasikan tanpa henti
3. DAPT diindikasikan hingga 12
bulan setelah STEMI
4. Beta blocker oral diindikasikan
untuk pasien dengan gagal
ginjal atau disfungsi ventrikel
kiri
5. Profil lipid puasa harus
didapatkan pada setiap pasien
IMA-EST sesegera mungkin
sejak datang
NON ST-ELEVATED
MYOCARDIAL INFARCTION
(NSTEMI)
KLASIFIKASI (ESC, 2020)
 Nyeri dada akut persisten
(> 20 menit)
 Elevasi ST segmen
 Oklusi total/subtotal akut
 STEMI
 Tx: Reperfusi segera
(PCI), fibrinolitik
 Nyeri dada akut
 Elevasi ST segmen tidak
persisten
 Depresi segmen ST
 Gelombang T datar
 Gelombang T inversi
 Gelombang T
pseudonormalisasi
 EKG normal
 NSTEACS
NYERI DADA + NON ST
ELEVASI
NYERI DADA + ST
ELEVASI
ANAMNESIS+ELEKTROKARDIOGRAFI
Collet et al. 2020 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. EHJ. 2021. 42:
1289-1367
 Dx: angina pektoris akut TANPA
elevasi segmen ST yang menetap
di 2 sadapan
• Depresi segmen ST
• inversi gelombang T
• Flattening gelombang T
NSTEMI UAP
↓ / N Enzim jantung
Enzim jantung
↑
ANAMNESIS+PEMERIKSAAN FISIK+
ELEKTROKARDIOGRAFI+
BIOMARKER ENZIM JANTUNG
PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Keempat PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Kee
PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Kee
Disrupsi plak dan
trombosis  oklusi total
sehingga terjadi iskemia
transmural dan nekrosis
Plak ateroskerosis dengan
stenosis permanen. Gejala
muncul bila kebutuhan
oksigen melebihi suplai
oksigen ke jantung (latihan,
stres)
Disrupsi plak  terbentuk
trombus  penurunan perfusi
atau peningkatan kebutuhan
oksigen (oxygen mismatch).
Trombus bersifat labil dengan oklusi
tidak menetap.
Miokardium mengalami stres tetapi
bisa membaik kembali.
Ruptur plak  thrombus
 oklusi parsial  infark
subendokardial
TATALAKSANA
UAP DAN NSTEMI
NSTEMI  Ukur biomarka cedera
kardiomiosit
NSTEMI dapat disingkirkan jika :
1. Konsentrasi hs-cTn sangat rendah.
2. Konsentrasi hs-cTn rendah dan
tidak ada peningkatan relevan dalam
waktu 1 jam
Kemungkinan besar pasien
mengalami NSTEMI apabila kadar hs-
cTn meningkat sedang atau terjadi
peningkatan jelas dalam 1 jam
pertama.
Algoritma digunakan jika awitan nyeri dada >3 jam
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
STRATIFIKASI
RISIKO
TIMI
(Thrombolysis in
Myocardial
Infarction)
GRACE
(Global Registry of
Acute Coronary
Events)
CRUSADE
(Can Rapid risk stratification of
Unstable angina patients Supress
Adverse outcomes with Early
implementation of the ACC/AHA
guidelines)
Tujuan: Menentukan strategi penanganan
lanjutan (konservatif atau invasif) pada
NSTEMI
Prediksi
mortalitas 30
hari dan 1 tahun
pada SKA
Prediksi mortalitas saat
perawatan di RS dan 6 bulan
setelah KRS
Risiko
perdarahan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Waktu Melakukan Strategi Invasif (IKP dan BPAK)
(waktu untuk melakukan angiografi dihitung dari kontak medis pertama)
1. Strategi invasive segera (<2 jam) (Kelas I-C)
Pasien risiko sangat tinggi direkomendasikan
untuk menjalani revaskularisasi, tanpa
menghiraukan hasil EKG maupun biomarka
jantung.
Pasien yang sadar  angiografi koroner
Pasien koma  pemeriksaan non-kardiak dan
angiografi coroner. dilakukan secara langsng
setelah pasti tidak ditemukan penyebab henti
jantung non-coroner.
2. Strategi invasive dini (<24 jam) (Kelas I-A)
Pada strategi ini angiografi coroner dilakukan
dalam waktu 24 jam setelah pasien dirawat. Suatu
meta-analisis menunjukkan bahwa selang waktu
dini (16-14 jam) memiliki risiko iskemia yang lebih
rendah, durasi perawatan di RS lebih pendek,
serta lebih sedikit perdarahan dan kejadian kardiak
yang tidak diinginkan. Analisis lainnya
menunjukkan risiko iskemik refrakter juga lebih
rendah pada strategi invasif dini.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
3. Strategi invasive (<72 jam) (Kelas
I-A)
Strategi invasive merupakan
keterlambatan maksimal yang
direkomendasikan untuk angiografi
pada pasien dengan minimal 1 kriteria
risiko intermediat, gejala rekuren, atau
pemeriksaan iskemia non-invasive.
4. Strategi invasive selektif (Kelas I-
A)
Pasien tanpa gejala rekuren dan tidak
memiliki kriteria spt tabel dianggap
memiliki risiko rendah kejadian iskemik.
Pada pasien ini direkomendasikan
suatu tes stress non-invasive (dengan
pencitraan) untuk mengidentifikasi
inducible ischaemia
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Terapi Farmakologi
- Beta Blocker
- Nitrat
- Calcim
Channel
Blocker (CCB)
Anti iskemia
Blok reseptor beta-1 
konsumsi oksigen
mikoard menurun
• Dilatasi vena  menurunkan preload
dan volume akhir diastolic ventrikel kiri
• Dilatasi coroner
• Kontra indikasi  SBP <90mmHg/
>30 mmHg dibawah nilai awal,
bradikardia berat (<50x/m), takikardia
tanpa gejala HF, atau infark ventrikel
kanan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Antiplatelet
- Aspirin  semua pasien tanpa kontraindikasi.
Setiap hari untuk jangka panjang tanpa
memandang strategi pengobatan yang diberikan
- P2Y12 inhibitor  diberikan bersama aspirin
selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi (
risiko perdarahan tinggi)
- Ticagrelor  semua pasien riisko iskemik
sedang-tinggi (peningkatan troponin) dan
Clopidogrel untuk pasien yang tidak bisa
mendapatkan ticagrelor
- PPI (bukan omeprazole)  diberikan Bersama
DAPT untuk pasien riwayat perdarahan saluran
cerna dan/atau ulkus peptikum serta pada psien
dengan faktor risiko : infeksi H. pylori, usia 65 th,
konsumsi antikoagulan atau steroid
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Penghambat
Reseptor Glikoprotein
IIb/IIIa
• Kombinasi antiplatelet oral, penghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa, dan antikoagulan 
ditentukan berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan (Kelas I-C).
• Penghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa  dapat diberikan pada pasien IKP yang telah
mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (ada peningkatan troponin dan thrombus yang
terlihat) apabila risiko perdarahan rendah (Kelas I-B).
• Tidak disarankan diberikan rutin sebelum angiografi atau pada pasien yang mendapatkan
DAPT yang diterapi secara konservatif (Kelas III-A)
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Abciximab
Tirofiban
Eptifibatide
- Disarankan untuk semua pasien dengan terapi antiplatelet
- Pemilihan antikoagulan didasari risiko perdarahan, iskemia, dan
profil efikasi keamanan agen
- Fondaparinux  memiliki profil keamanan berbanding risiko yang
paling baik
- Enoxaparain  disarankan apabila fondaparinux tidak tersedia
untuk pasien risiko perdarahan rendah
- UFH  diberikan apabila kedua agen diatas tidak tersedia
Antikoagulan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Kombinasi Antiplatelet
dan Antikoagulan
• Kombinasi warfarin & aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko
perdarahan  harus dipantau ketat
• Kombinasi aspirin, clopidogrel, dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi
dapat diberikan dalam waktu sesingkat mungkin dengan target INR terendah
yang efektif
• Antikoagulan + aspirin dan CPG  risiko tinggi perdarahan terutama pada
penderita tua , target INR 2-2,5 lebih dianjurkan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
ANTIKOAGULAN
ANTIPLATELET
FIBRINOLISIS
ARB  alternatif pada pasien yang
intoleran terhadap ACEi.
- ACEi  mengurangi
remodeling dan
menurunkan angka
mortalitas paska infark
miokard yang disertai
gang fungsi sistolik
dengan atau tanpa
gejala klinis gagal
jantung
- Pasien dengan fraksi
ejeksi < 40%, diabetes,
hipertensi, penyakit
ginjal kronik
diindikasikan
menggunakan ACEi
untuk jangka panjang
kecuali ada
kontraindikasi.
ACEi (angiotensin converting
enzyme inhibitor) dan ARB
(angiotensin II receptor blocker)
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Tanpa melihat nilai awal LDL dan tanpa pertimbangan
modifikasi diet, statin perlu diberikan pada semua pasien
NSTE-ACS termasuk yang telah menjalani revaskularisasi
kecuali ada kontraindikasi
Statin
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
KETIDAKSEIMBANGAN
ASAM BASA
Ketidak Seimbangan Asam
Basa
Asidosis Respiratorik
Asidosis
Metabolik
Alkalosis
Respiratorik
Alkalosis Metabolik
TRANSAMINITIS
• Transaminase/aminotransferase: Enzim yg mengkatalis suatu reaksi
antara Asam Amino & Asam α-keto  protein
• Enzim transaminase: SGPT, Gamma GT, CHE, AST, ALT
• Kerusakan pd sel hepar  enzim – enzim dlm sel hepar keluar dlm
darah  kadar enzim transaminase darah ↑
Digunakan u/ mengetahui kerusakan sel
SGPT
Digunakan sbg marker kolestasis
Gamma GT
Digunakan sbg marker gangguan sintesis hati
CHE
Transaminase yg banyak ditemukan pd hati
ALT
• Kadar normal: 7-56 unit/serum liter
• ↑: Pankreatitis Akut, Penyakit Celiac, Sirosis, Kematian jaringan hati (nekrosis hati), Hepatitis (virus, autoimun), Hemokromatosis herediter, Mononukleosis menular,
Kurangnya aliran darah ke hati (iskemia hati), Penyakit hati, Tumor hati, Penggunaan obat-obatan yang beracun bagi hati
Transaminase yg banyak ditemukan dlm jantung, otot, sel hepar
AST
• Kadar normal: 5-40 unit/serum liter
• ↑: anemia hemolitik akut, pankreatitis akut, gagal ginjal akut, sirosis, serangan jantung, hepatitis, hemokromatosis herediter, mononukleosis menular, kurangnya aliran
darah ke hati (iskemia hati), nekrosis hati, tumor hati, multiple trauma, penyakit otot primer, distrofi otot progresif, kateterisasi jantung atau angioplasti baru-baru ini,
kejang baru-baru ini, operasi baru-baru ini, luka bakar dalam yang parah, trauma otot rangka, penggunaan obat-obatan yang beracun bagi hati
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
● Nama : Ny. J
● Usia : 65 Tahun
● Jenis Kelamin : Laki-laki
● No. RM : 137***
● Alamat : Dampit, Malang
● Tanggal Masuk IGD : 12 Januari 2022
● Jam Datang : 18.00 WIB
● DPJP Utama : dr. Indra, Sp.JP
ANAMNESIS
Keluhan utama: sesak
RPS:
• Pasien mengatakan sesak sejak 2 bulan terakhir dan memberat 2 hari yang lalu
• Sesak dirasakan sejak 2 bulan dan hanya timbul setelah melakukan aktivitas berat
• Selama 2 hari terakhir semakin memberat, sesak akan timbul hanya dengan berjalan 2-3 m atau
menaiki 3 anak tangga, napas ngongsrong
• Sesak membaik dengan istirahat atau dengan posisi duduk.
• Sesak dirasakan memberat dengan posisi tidur lurus terlentang sehingga biasa tidur dengan bantal
ditinggikan atau duduk. Sejak 3 hari ini pasien tidak bisa tidur di malam hari karena sesak dan butuh
disangga bantal tinggi untuk mengurangi sesak, sering terbangun saat malam hari karena sesak napas
(Paroxysmal Nocturnal Dyspneu +, Ortopneu +)
• Sesak pada 2 hari terakhir disertai nyeri dada kanan kiri, dirasakan hilang timbul dan terasa cenat-
cenut, lama nyeri < 1 menit, nyeri tidak menjalar, tidak tembus ke punggung, dan nyeri berkurang
dengan istirahat.
• Pasien mengeluhkan bengkak pada kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu, bengkak sedikit berkurang
dengan posisi tungkai ditinggikan
• Batuk (+) kering jarang-jarang sejak 2 minggu yang lalu
• Nyeri pada perut terasa begah terutama saat makan dan minum sedikit
• BAK (+), BAB (+)  jumlah sedikit
• Minum (+), makan (+)  jumlah sedikit
RPD:
• Hipertensi (+) pasien mengaku terkontrol (tidak kontrol ke dokter tetapi mengaku rutin minum obat
antihipertensi)
• DM (-) disangkal
• Kolesterol (-) disangkal
• Riwayat asma atau penyakit paru (-) disangkal
• Riwayat jantung (-)
• Riwayat ginjal (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
HT (-); DM (-); Penyakit jantung(-); Asma(-)
Riwayat Pengobatan: Amlodipin 5 mg
Riwayat Alergi: -
Riwayat Kebiasaan: merokok (-), minum jamu (-), alkohol (-), soda (-)
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : composmentis (GCS 456)
Vital Sign:
• SaO2: 94% on room air  monitoring
15 menit SaO2 : 99% on NRBM 10 lpm
• RR: 52 x/menit  monitoring 15
menit RR : 25 x/menit
• HR: 110 x/menit  monitoring 15
menit HR : 108 x/menit
• TD: 166/110 mmHg  monitoring 15
menit TD : 168/98 mmHg
• T: 36,6 oC  monitoring 15 menit T :
36,2 oC
KEPALA/LEHER:
Kepala :
• a/i/c/d : -/-/-/+
• Mata: konjungtiva pucat (-); sklera ikterik (-); PBI 3
mm|3 mm, RC +/+
• Telinga : otorhea(-/-); serumen (tidak di evaluasi);
corpus alienum (-)
• Hidung : napas cuping hidung(+); deformitas (-)
• Mulut : sianosis (-); coated tounge (tidak di
evaluasi); karies gigi (tidak di evaluasi); Tonsil (tidak
di evaluasi); mukosa lembab
Leher :
• Inspeksi : deviasi trakhea (-)
• Palpasi : denyut A. Carotis teraba; JVP 5 + 3 cmH2O
pembesaran KGB (-), nyeri tekan(-)
• Auskultasi : Bruit (-)
Thorax :
Cor:
• Inspeksi: scar (-), jejas (-), ictus cordis invisible
• Palpasi: trill (-), heave (-), ictus cordis teraba di
ICS 5 AAL S
• Perkusi: Kesan membesar. Batas jantung D di
ICS 4 PSL D, batas jantung S di ICS 5 AAL S +
2cm ke lateral
• Auskultasi: S1 S2 single irreguler, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo:
• Inspeksi: barrel chest (-), bentuk dinding
dada normal
• Palpasi: pergerakan dinding dada D/S
simetris, stem fremitus simetris D/S
• Perkusi: sonor +/+
• Auskultasi: R
h
-
-
+
-
-
+
Wh -
-
-
-
-
-
Ve
s
+
+
+
+
+
+
Abdomen :
- Inspeksi: flat
- Auskultasi : BU (+) 14x/menit
- Palpasi : soefl; nyeri tekan superfisial
[
− + −
− − −
− − −
]
-Perkusi : Timpani
-Hepar : 12cm, tepi tajam
Ekstremitas : Akral hangat kering merah
+ +
+ +
;
edema
− −
+ + ; CRT <2s,
pulsus defisit (+)
PEMERIKSAAN FISIK
EKG
Interpretasi EKG
Irama: Sinus rhythm
Heart rate : 1500/14 = 107 x/menit, reguler
Axis : LAD (+ di lead I dan – di lead aVF)
Transitional zone: V4-V5  clockwise rotation
Gelombang P :0,06 s
PR Interval :0,16 s
QRS kompleks : Lebar 2 kotak= 0,08 di lead V1-V4
• LAHB (Left Anterior Hemi Block) : rS lead III, aVF; qR lead aVL
• LVH : 37 mm (+)
• RVH : 0,09 (-)
• Q patologis : (-)
• LBBB : (-)
• RBBB : (-)
ST segmen: ST depresi pada lead V6
QT interval: 0,32 s
Gelombang T : T inversi (+) lead I, aVL, V6; T tall (-)
Kesimpulan: Sinus takikardi, dengan HR 107 x/menit; LAD; Clockwise rotation; LVH; dan ST depresi pada lead V6
(iskemik lateral); T inversi lead I, aVL, V6 (iskemik lateral); LAHB
Laboratorium
X-Ray Thorax AP
Memenuhi syarat layak baca X-ray:
• Identitas pasien (+)
• Marker R/L dan posisi PA (+)
• Inspirasi cukup: costae VI anterior dan costae X
posterior memotong diafragma (+)
• Vertebrae thoracal tampak T1-T5 (+)
• Soft tissue tidak tampak (+)
• Foto tidak terpotong (+)
Posisi AP:
• Clavicula tampak melengkung
• Scapula tidak menutupi lapang paru
X-Ray Thorax AP
INTERPRETASI CXR AP
• Jantung : Kesan membesar, CTR 70% (>50%), apex
tertanam
• Aorta: elongasi (+) dilatasi (+), kalsifikasi dinding aorta
• Trachea: Ditengah
• Hemidiagfragma D/S: Dome shaped/ tidak tampak
• Sinus costophrenicus D/S: Tajam/ tidak tampak
• Paru: infiltrat (+) di perivaskuler, fibrosis (-), corak vascular
meningkat, hilus D berselubung, tampak dilatasi arteri
pulmonalis D
• Skeletal: baik
• Soft tissue: baik
Kesimpulan:
- Cardiomegali dengan apex tertanam
- Dilatasi aorta dan elongasi aorta, aortasclerosis
- Dilatasi arteri pulmonalis D (pulmonal hipertensi)
Cue & Clue Problem List Initial Diagnosis Planning Diagnosis Planning Terapi Planning
Monitoring
Tn. J/ Laki-laki/ 66 th
Anamnesis
• Sesak sejak 2 bulan lalu hanya muncul setelah
aktivitas berat dan memberat 2 hari terakhir
• Sesak masih berlangsung
• 2 hari terakhir aktivitas ringan membuat sesak
(jalan 2-3 m atau menaiki 3 anak tangga), napas
ngongsrong
• Saat malam pasien terbangun karena sesak
• Posisi tidur bantal ditinggikan supaya tidak sesak
• Lama sesak <1 menit tetapi membaik dengan
istirahat atau posisi duduk
• Sesak disertai nyeri dada kanan kiri < 1 menit,
nyeri tidak menjalar, tidak tembus punggung,
nyeri berkurang dengan istirahat
• Bengkak kedua kaki sejak 2 minggu lalu
• HT (+) terkontrol
Pemeriksaan Fisik
 TD : 166/110 mmHg
 Nadi : 110 x/menit reguler
 RR : 52x/menit
 SpO2 : 94% on RA
 Suhu : 36,6°C
• Batas jantung kiri bergesek ke lateral, murmur (-)
• Rhonki (+/+) 1/3 lapang paru D, wheezing (-/-)
• Nyeri tekan epigastrium
• AKHM, edema kaki (+/+), CRT <2s
CXR AP: Cardiomegali, dilatasi aorta dan elongasi
aorta, aortasclerosis, dilatasi arteri pulmonalis D
(pulmonal hipertensi)
EKG: Sinus takikardi, dengan HR 107 x/menit; LAD; LVH;
iskemik lateral; LAHB
- Laboratorium
- Troponin 0.00 ng/dL (tidak meningkat)
- Cholesterol 218 (H)
- LDL-c 152,6 (H)
- DOE (+)
- PND (+)
- Orthopneu (+)
- Klasifikasi NYHA
kelas III
- Angina atipikal
- Takipneu
- Takikardi
- Hipertensi
- Congestive
Acute Decompensated
Heart Failure (ADHF)
dengan Precipitating
factor
- Acute coronary
syndrome (Unstable
Angina Pectoris)
- Hipertensi
ec HHD dd CAD
- Lab: HbA1c, GD I
dan II, profil lipid,
- Ekokardiografi
 O2 NRBM 10 lpm
 Posisi semifowler
 Drip Furosemid 10 mg/ jam
 Inj. Furosemid 3x40 mg SC
 Po. Ramipril 0-0- 5 mg
 Po. Spironolacton 25 mg -0-0
 Po. ISDN 3x5 mg
 Po. Digoksin 0,25 mg -0-0
 Po. Amlodipin 10 mg-0-0
 Loading ASA 4x80 mg
(besok lanjut 0-0- 80 mg)
 Loading CPG 4x75 mg (besok
lanjut 75 mg -0-0)
 Inj. Arixtra 1x2,5 mg SC
 Drip NTG 5-20 mcg/menit
target TD turun 25% dalam 1
jam. Kemudian TD <160/90
dalam 2-4 jam
 Po. Atorvastatin 0-0-40 mg
- Klinis
- Vital Sign
- Evaluasi UO 6
jam post
furosemide
Cue & Clue Problem List Initial Diagnosis Planning
Diagnosis
Planning Terapi Planning
Monitoring
Tn. J/ Laki-laki/ 66 th
Anamnesis
• Sesak disertai nyeri dada kanan kiri < 1 menit, nyeri
tidak menjalar, tidak tembus punggung, nyeri berkurang
dengan istirahat
• HT (+) terkontrol
Pemeriksaan Fisik
 TD : 166/110 mmHg
 Nadi : 110 x/menit reguler
 RR : 52x/menit
 SpO2 : 94% on RA
 Suhu : 36,6°C
• Batas jantung kiri bergesek ke lateral, murmur (-)
• Rhonki (+/+) 1/3 lapang paru D, wheezing (-/-)
• Nyeri tekan epigastrium
• AKHM, edema kaki (+/+), CRT <2s
CXR AP: Cardiomegali, dilatasi aorta dan elongasi
aorta, aortasclerosis, dilatasi arteri pulmonalis D
(pulmonal hipertensi)
EKG: Sinus takikardi, dengan HR 107 x/menit; LAD; LVH; iskemik
lateral; LAHB
- Laboratorium
- Troponin 0.00 ng/dL (tidak meningkat)
- Cholesterol 218 (H)
- LDL-c 152,6 (H)
- Angina atipikal (de
novo)
- Takikardi
- Hipertensi
- Tanpa ST elevasi
- Tanpa kenaikan
troponin
2.1 NSTE-ACS
2.1.1 NSTEMI
2.1.2 UAP
EKG serial
Cardiac enzyme
serial
- Tirah baring
- Po. ASA 4x80 mg
loading dose
- Po. CPG 4x75 mg
loading dose
- Inj. Arixtra 1x2,5 mg
SC
- Po. ISDN 2x5 mg
- Po. Bisoprolol 1x10
mg
- Po. Atorvastatin
1x40 mg
- Evaluasi
hemodinam
ik
- Klinis
- Evaluasi
EKG
Cue & Clue Problem List Initial Diagnosis Planning
Diagnosis
Planning Terapi Planning
Monitoring
Tn. J/ Laki-laki/ 66 th
Laboratorium
- Cholesterol 218 (H)
- LDL-c 152,6 (H)
1. Dislipidemia Dislipidemia
-
- Po.Atorvastatin 0-0-
40 mg
Tn. J/ Laki-laki/ 66 th
Pemeriksaan Fisik
 TD : 166/110 mmHg
 Nadi : 110 x/menit reguler
 RR : 52x/menit
 SpO2 : 94% on RA
 Suhu : 36,6°C
• Batas jantung kiri bergesek ke lateral, murmur (-)
• Rhonki (+/+) 1/3 lapang paru D, wheezing (-/-)
• Nyeri tekan epigastrium
• AKHM, edema kaki (+/+), CRT <2s
Laboratorium
- SGOT 154 (H)
- SGPT 153 (H)
- Nyeri tekan
epigastrium
- Increase
Transaminase
transaminitis Lab: HbsAg, USG
abdomen
- Klinis
- Vital sign
Tn. J/ Laki-laki/ 66 th
Laboratorium
- Asam Urat 12,0 (H)
- hiperurisemia hiperurisemia - Po. Allopurinol 1x300
mg
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis dengan Acute Decompensated Hearth Failure (ADHF) dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang berupa EKG dan X-Ray Thorax.
- Didapatkan pasien sudah memiliki riwayat hipertensi, mengaku rutin minum amlodipin 5 mg tetapi tidak rutin
kontrol dan datang dengan TD: 166/110
- Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien termasuk dalam kategori NYHA kelas III disertai
tanda congestive
- Pasien juga terdapat keluhan angina tipikal kategori CCS kelas III
- Foto X-Ray thorax terdapat cardiomegali
- EKG terdapat pembesaran ventrikel kiri
- Dari hasil ekokardiografi terdapat penurunan EF hingga 24%
Dikarenakan terdapat tanda kongestif tanpa adanya tanda hipoperfusi maka terapi yang diberikan:
- Loop diuretic dengan dosis 20-40 mg
- NTG sebagai vasodilator pembuluh darah
- ACE-I diberikan pada pasien dengan EF ≤ 40%
- CCB yaitu amlodipin
PEMBAHASAN
- Keluhan nyeri dada pada pasien merupakan angina tipikal de novo yang masuk dalam kategori CCS kelas III
- Terapi yang diberikan :
- Pemberian antiplatelet dan antikoagulan
- Pemberian dinitrate untuk nyeri dada yang dikeluhkan
- Dan pada setiap ACS diterapi dengan atorvastatin
- Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan tingginya kadar kolesterol pada pasien
sehingga perlu adanya terapi dislipidemia salah satunya yaitu atorvastatin
- Peningkatan dari hasil labopratorium faal hati tidak diberikan terapi karena tidak didukung
klinis mengarah pada suatu penyakit
- Pasien didapatkan adanya peningkatan kadar asam urat sehingga diberikan terapi
hiperurisemia salah satunya yaitu pemberian allopurinol
PENUTUP
KESIMPULAN
Definisi ADHF
Onset cepat, atau perubahan, gejala dan tanda
gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil
Faktor risiko:
• hipertensi dengan non optimal medication
Gejala dan tanda:
• angina ekuivalen
• Hepertensi grade II
• Kardiomegali
• Rhonki dan edema inferior
Temuan EKG:
• sinus takikardi dengan HR 107x/menit, LAD,
Clockwise rotation, LVH, dan terdapat
iskemik pada regio lateral, LAHB
X ray Thorax:
• Cardiomegali dengan apex tertanam
Pemeriksaan Laboratorium:
• Cholesterol 218mg/dL
• LDL-c 152,6mg/dL
Pemeriksaan ekokardiografi
• LVEF 24% (HFrEF)
• LVH dan iskemik dapat menjadi penuntun
dalam mengetahui faktor pencetus
(precipiting factor) kondisi akut pasien
dan etiologi gagal jantungnya.
• Pemeriksaan ekokardiografi dapat
membantu mengetahui etiologi penyakit
yaitu dengan mengetahui fungsi jantung
dan kelainan anatomis jantung
Diagnosis ADHF
• Ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
• Analisis faktor risiko dan etiologi penyakit
sangat dibutuhkan untuk mengetahui
terapi yang tepat
Tatalaksana
• Atasi kondisi akut: oksigenasi dan diuretic
• Atasi pencetus: antihipertensi dan
antiiskemia
• Atasi faktor risiko: dislipidemia dan
hiperurisemia
KASUS
TERIMA KASIH

Daftar Pustaka
• DiDomenico, R. J., Park, H. Y., Southworth, M. R., Eyrich, H. M., Lewis, R. K., Finley, J. M., & Schumock, G. T.
(2004). Guidelines for Acute Decompensated Heart Failure Treatment. Annals of Pharmacotherapy, 38(4),
649–660. https://doi.org/10.1345/APH.1D481
• Teerlink, J. R., Alburikan, K., Metra, M., & Rodgers, J. E. (2015). Send Orders for Reprints to
reprints@benthamscience.net Acute Decompensated Heart Failure Update. Current Cardiology Reviews, 11,
53–62.
• Unger, T., Borghi, C., Charchar, F., Khan, N. A., Poulter, N. R., Prabhakaran, D., Ramirez, A., Schlaich, M.,
Stergiou, G. S., Tomaszewski, M., Wainford, R. D., Williams, B., & Schutte, A. E. (2020). 2020 International
Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertension, 75(6), 1334–1357.
https://doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026
• Whelton, P. K., Carey, R. M., Aronow, W. S., Casey, D. E., Collins, K. J., Dennison Himmelfarb, C., DePalma, S.
M., Gidding, S., Jamerson, K. A., Jones, D. W., MacLaughlin, E. J., Muntner, P., Ovbiagele, B., Smith, S. C.,
Spencer, C. C., Stafford, R. S., Taler, S. J., Thomas, R. J., Williams, K. A., … Wright, J. T. (2018). 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Pr. Journal of the American College of
Cardiology, 71(19), e127–e248. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2017.11.006
• WHO. (2007). Standard Treatment Guidelines: Hypertension Armed Forces. WHO.

More Related Content

Similar to PPT-LAPORAN-KASUS-KELOMPOK-SEBELAS-KARDIO.pptx

Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]
Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]
Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]
Feriana Gevaarlijk
 

Similar to PPT-LAPORAN-KASUS-KELOMPOK-SEBELAS-KARDIO.pptx (20)

Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggiTekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi
 
PENYAKIT JANTUNG DALAM KEADAAN HAMIL.pptx
PENYAKIT JANTUNG DALAM KEADAAN HAMIL.pptxPENYAKIT JANTUNG DALAM KEADAAN HAMIL.pptx
PENYAKIT JANTUNG DALAM KEADAAN HAMIL.pptx
 
Hypertension.pdf
Hypertension.pdfHypertension.pdf
Hypertension.pdf
 
Askep hipertensi
Askep hipertensiAskep hipertensi
Askep hipertensi
 
CVA ISCHEMIC
CVA ISCHEMIC CVA ISCHEMIC
CVA ISCHEMIC
 
Gagal Jantung Akut - Tinjauan Pustaka
Gagal Jantung Akut - Tinjauan PustakaGagal Jantung Akut - Tinjauan Pustaka
Gagal Jantung Akut - Tinjauan Pustaka
 
Hipertensi fifi
Hipertensi fifiHipertensi fifi
Hipertensi fifi
 
Acute Heart Failure.pptx
Acute Heart Failure.pptxAcute Heart Failure.pptx
Acute Heart Failure.pptx
 
Gagal jantung
Gagal jantungGagal jantung
Gagal jantung
 
Asuhan keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan  AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan  AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan_Keperawatan_pada_pasien_Hipertens.ppt
Asuhan_Keperawatan_pada_pasien_Hipertens.pptAsuhan_Keperawatan_pada_pasien_Hipertens.ppt
Asuhan_Keperawatan_pada_pasien_Hipertens.ppt
 
Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]
Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]
Praktikum farmakoterapi renal dan kardiovaskuler p3[1]
 
HIPERTENSI_Ppt [Autosaved].pptx
HIPERTENSI_Ppt [Autosaved].pptxHIPERTENSI_Ppt [Autosaved].pptx
HIPERTENSI_Ppt [Autosaved].pptx
 
CHF WK 3 2023.pptx
 CHF WK 3 2023.pptx CHF WK 3 2023.pptx
CHF WK 3 2023.pptx
 
GAGAL JANTUNG AKUT PPT.pptx
GAGAL JANTUNG AKUT PPT.pptxGAGAL JANTUNG AKUT PPT.pptx
GAGAL JANTUNG AKUT PPT.pptx
 
HIPERTENSI baru_Ppt.pptx
HIPERTENSI baru_Ppt.pptxHIPERTENSI baru_Ppt.pptx
HIPERTENSI baru_Ppt.pptx
 
HIPERTENSI_Ppt.pptx
HIPERTENSI_Ppt.pptxHIPERTENSI_Ppt.pptx
HIPERTENSI_Ppt.pptx
 
hipertensi erika.pptx
hipertensi erika.pptxhipertensi erika.pptx
hipertensi erika.pptx
 
Asuhan keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan AKPER PEMKAB MUNA
 
Penyakit jantung
Penyakit jantungPenyakit jantung
Penyakit jantung
 

Recently uploaded

distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakitdistribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
PutriKemala3
 
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
DavyPratikto1
 
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
AthoinNashir
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
cheatingw995
 
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptxPPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
DwiDamayantiJonathan1
 
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptxPENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
sandiharyanto
 
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
PeniMSaptoargo2
 
Pengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptx
Pengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptxPengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptx
Pengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptx
NadhifahRahmawati
 

Recently uploaded (20)

distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakitdistribusi obat farmasi manfar rumah sakit
distribusi obat farmasi manfar rumah sakit
 
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptxPRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
PRESENTASI KELOMPOK 3 OJT PUS UNMET NEED.pptx
 
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
2024 - Pencatatan dan Pelaporan PMT Lokal.pptx
 
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
Low Back Pain untuk Awam dan pekerja tahun 2024
 
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR KEPERAWATAN D3
 
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
Manasik Kesehatan Haji Rosi BIMTEK TKH 2023
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
 
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
sosialisasi lomba inovasi daerah tahun 2024 kementrian kesehatan republik ind...
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptxPPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
PPS (perencanaan perbaikan strategis) PUSKESMAS.pptx
 
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakatEPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
 
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptxPPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
PPT PATIENT SAFETY FAKTOR KEPERAWATAN MANUSIA.pptx
 
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxAsuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
 
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxpemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
 
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptxPENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
PENGELOLAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA (1).pptx
 
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptxPresentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
Presentasi Hasil MCU 2023 - RSMU (1).pptx
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
 
543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf
543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf
543763829-Gangguan-Campuran-Anxietas-Depresi-PPT-NT.pdf
 
Pengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptx
Pengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptxPengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptx
Pengaturan suhu tubuh materi 2023/24.pptx
 

PPT-LAPORAN-KASUS-KELOMPOK-SEBELAS-KARDIO.pptx

  • 1.
  • 2. LAPORAN KASUS Pembimbing: dr Indra Wahyu S., Sp.JP Oleh Kelompok 11: Anggun – Irma – Rizka – Nila - Hanif Acute Decompensated Heart Failure dengan NSTEMI, Hipertensi, Hiperurisemia, Dislipidemia dan Transaminitis DEPARTEMEN KARDIOLOGI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FKIK UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG RSU KARSA HUSADA KOTA BATU
  • 4. LATAR BELAKANG Heart Failure (HF) atau gagal jantung merupakan sindrom klinis yang terdiri dari gejala utama seperti sesak, ankle swelling dan fatigue yang mungkin disertai dengan tanda- tanda seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru, dan edema perifer, oleh karena peningkatan tekanan intrakardiak dan/atau curah jantung yang tidak seimbang APA ITU HEART FAILURE?
  • 5. HEART FAILURE CHRONIC HEART FAILURE ACUTE HEART FAILURE Penderita yang telah memiliki diagnosis tetap HF atau yang memiliki gejala yang lebih bertahap (gradual) Perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE ACUTE PULMONARY OEDEMA (APO/ALO) ISOLATED RIGHT VENTRICLE FAILURE CARDIOGENIC SHOCK
  • 6. • Presentasi klinis terbanyak dari AHF yaitu ADHF dengan prevalensi sebesar 50-70% dari presetasi keseluruhan ACUTE HEART FAILURE • Penyebab utama rawat inap pada subjek berusia> 65 tahun • Angka kematian dan rehospitalisasi yang tinggi • Mortalitas di rumah sakit berkisar antara 4% hingga 10% • Mortalitas pada penderita HF setelah 1 tahun keluar dari rumah sakit dapat mencapai 25-30% dengan lebih dari45% kematian atau rehospitalisasi
  • 7. ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE  Tanda atau gejala dekompensasi gagal jantung dengan onset tiba-tiba atau bertahap sehingga memerlukan kunjungan ke dokter yang tidak direncanakan, kunjungan ruang gawat darurat, atau rawat inap  Kongesti paru dan sistemik karena peningkatan tekanan pengisian jantung kiri dan kanan adalah temuan yang hampir universal pada ADHF  Identifikasi penyebab atau presipitan utama dan pemberian tatalaksana sesuai penyebab tersebut harus segera dilakukan untuk mecegah deteriorasi lebih lanjut  Sindroma koronaria akut (SKA), hipertensi emergensi, aritmia, penyebab mekanik akut, dan emboli paru akut adalah presipitan utama yang menyebabkan AHF  Oleh karena itu, kasus ADHF menarik untuk dibahas terkait pemberian tatalaksana yang sesuai dengan presipitan utamanya
  • 8. TUJUAN DAN MANFAAT  Mengetahui deskripsi dan pemilihan terapi pada kasus ADHF dengan NSTEMI, Hipertensi, Hiperurisemia, Dislipidemia dan Transaminitis  Memberikan informasi mengenai pemilihan terapi ADHF sesuai penyebab dan penyakit penyerta  Membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas ADHF di Indonesia TUJUAN MANFAAT
  • 10. ADHF (Gagal jantung akut dekompensasi)
  • 11. Definisi • Gagal jantung akut dekompensasi (ADHF) adalah onset cepat, atau perubahan, gejala dan tanda gagal jantung. Ini bisa menjadi kondisi yang mengancam jiwa yang memerlukan perhatian medis segera dan biasanya menyebabkan rawat inap. Gagal jantung akut dekompensasi terus meningkat prevalensinya dan dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas yang substansial (Teerlink et al., 2015)
  • 12. Memburuknya gagal jantung kronis - Kecerobohan diet (kelebihan cairan atau asupan garam) - Terkait obat-obatan - Ketidakpatuhan obat - Penggunaan obat-obatan dengan sifat inotropik negatif (misalnya diltiazem, verapamil) - Penggunaan obat yang dibuat dengan natrium atau dengan terapi penahan natrium (mis., Piperacillin-tazobactam, agen antiinflamasi nonsteriodal) - Hipertensi yang tidak terkontrol - Penyalahgunaan zat (misalnya, alkohol, lainnya) - Penyakit non-jantung bersamaan (misalnya, infeksi terutama pneumonia, emboli paru, penyakit tiroid, gagal ginjal) Onset baru atau perburukan jantung - Iskemia/Infark Miokard - Aritmia (misalnya, fibrilasi atrium, takikardia ventrikel, lainnya) - Hipertensi urgensi/darurat Gagal jantung de novo - Infark miokard besar - Peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba - Kardiomiopati yang diinduksi stres - Miokarditis - Kardiomiopati peripartum - Insufisiensi katup akut – stenosis, regurgitasi, endokarditis - Diseksi aorta Gagal jantung stadium akhir dengan perburukan curah jantung yang progresif Faktor pencetus eksaserbasi gagal jantung (Teerlink et al., 2015)
  • 13. Presentasi Klinis Gagal Jantung Dekompensasi Akut (Teerlink et al., 2015). Tanda Gejala Kongesti Paru atau Sistemik (“basah”) • Penambahan berat badan • Takipnea • Distensi vena jugularis • Rhonki • S3 atau S4 gallop • Refluks hepatojugular • Hepatomegali / Splenomegali • Edema perifer • Asites • Edema Anasarka • Saturasi O2 rendah • Temuan rontgen dada berupa kongesti, edema paru, efusi pleura • Peningkatan BNP atau NT-proBNP • Dispnea saat beraktivitas • Dispnea saat istirahat • Ortopnea • Dispnea nokturnal paroksismal • Batuk • Tekanan dada • Perut distended/kembung • Kenyang lebih awal • Edema kaki Output Jantung Rendah (“dingin”) • Hipotensi • Tekanan nadi sempit • Takikardia • Status mental yang berubah • Ekstremitas dingin • Memburuknya fungsi ginjal dan/atau hati • Kelelahan • Pengeluaran urin berkurang • Penurunan ketajaman mental/perubahan status mental • Mual/muntah Nonspesifik Hiponatremia Kakeksia dan anoreksia
  • 14. Diagnosis • Pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium biasanya cukup untuk mendiagnosis ADHF. • Penilaian elektrolit (natrium, kalium, magnesium), fungsi ginjal, enzim hati direkomendasikan. • Peptida natriuretik (BNP, NT-proBNP) adalah biomarker yang sensitif dan harus dinilai saat masuk dan idealnya saat keluar untuk prognosis; namun, pemantauan BNP yang sering selama dekompensasi akut belum dapat dipastikan. Emboli paru dapat menyebabkan peningkatan BNP. • Peningkatan troponin serum, tidak tergantung pada sindrom koroner akut, namun umum terjadi pada pasien ADHF dan berhubungan dengan penyakit yang lebih parah dan prognosis yang lebih buruk. • Laboratorium tambahan mungkin termasuk, glukosa serum, hemoglobin glikosilasi, panel lipid puasa, dan tingkat hormon perangsang tiroid pada pasien tertentu
  • 15. Diagnosis • EKG 12 sadapan direkomendasikan untuk mengevaluasi ritme dan adanya iskemia. • Rontgen dada dapat mengkonfirmasi kongesti paru, dan dapat mengidentifikasi penyebab gejala non-jantung (misalnya, pneumonia). • Ekokardiografi dapat mengevaluasi struktur dan fungsi jantung, dan penyakit katup. Diagnosis banding ADHF meliputi sindrom koroner akut (SKA), eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronik, pneumonia, gagal ginjal akut, dan emboli paru (Teerlink et al., 2015)
  • 16. Algoritma Algoritma pengobatan gagal jantung dekompensasi akut (ADHF). AJR = refleks jugularis perut; BiPAP = tekanan saluran napas positif bilevel; BNP = peptida b-natriuretik; CI = indeks jantung; CPAP = tekanan jalan napas positif terus menerus; DOE = dispnea saat beraktivitas; HJR = refleks hepatojugularis; JVD = distensi vena jugularis; PCWP = tekanan baji kapiler paru; PND = dispnea nokturnal paroksismal; SBP = tekanan darah sistolik; SCr = kreatinin serum; SOB = sesak napas; SVR = resistensi vaskular sistemik (DiDomenico et al., 2004)
  • 17. Garis waktu untuk pengelolaan gagal jantung dekompensasi akut (ADHF) di unit gawat darurat/observasi. CO = curah jantung; ED = departemen darurat; ICU = unit perawatan intensif; mod-sev = sedang hingga parah.
  • 19. Definisi dan Klasifikasi • Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah sistolik (SBP) seseorang mencapai 140 mm Hg dan/atau tekanan darah diastolik (DBP) mereka 90 mm Hg setelah pemeriksaan berulang. • Klasifikasi BP terdapat 2 bentuk, pertama berdasarkan pengukuran BP kantor, sedangkan kedua berdasarkan nilai BP rawat jalan dan rumah yang digunakan untuk menentukan hipertensi; definisi ini berlaku untuk semua orang dewasa (>18 tahun). Kategori BP ini dirancang untuk menyelaraskan pendekatan terapeutik dengan tingkat BP (Unger et al., 2020).
  • 20. Kriteria Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Tekanan Darah Office (oleh petugas medis), Rawat Jalan (ABPM), dan Pengukuran Tekanan Darah Rumah (HBPM) (Unger et al., 2020) SBP/DBP, mmHg Tekanan darah Office ≥140 and/or ≥90 ABPM Rata-rata 24 jam ≥130 and/or ≥80 Rata-rata siang hari (atau bangun) ≥135 and/or ≥85 Rata-rata waktu malam (atau tidur) ≥120 and/or ≥70 HBPM ≥135 and/or ≥85 Klasifikasi Risiko Hipertensi yang Disederhanakan menurut Faktor Risiko tambahan, Kerusakan Organ yang Dimediasi Hipertensi (HMOD), dan Penyakit Sebelumnya (Unger et al., 2020)
  • 21. Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah pada dewasa (Whelton et al., 2018). Kategori TD Sistol Diastol Normal <120 mmHg And <80 mmHg Prehipertensi 120-129 mmHg And <80 mmHg Hipertensi Stadium 1 130-139 mmHg Or 80-89 mmHg Stadium 2 ≥140 mmHg Or ≥90 mmHg
  • 22. Faktor Risiko CVD yang Umum Pada Penderita Hipertensi (Whelton et al., 2018) Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi Faktor Risiko Relatif Tetap - Merokok saat ini - perokok pasif - Diabetes mellitus - Dislipidemia/hiperkolesterolemia - Kegemukan/obesitas - Ketidakaktifan fisik/kebugaran rendah - Pola makan tidak sehat - CKD - Riwayat keluarga - Bertambahnya usia - Sosial ekonomi rendah - Status pendidikan - Jenis kelamin laki-laki - Apnea tidur obstruktif - Stres psikososial Catatan: • Faktor-faktor yang dapat diubah dan, jika diubah, dapat mengurangi risiko CVD. • Faktor yang sulit diubah (CKD, status sosial ekonomi/pendidikan rendah, apnea tidur obstruktif), tidak dapat diubah (riwayat keluarga, peningkatan usia, jenis kelamin laki-laki), atau, jika diubah melalui penggunaan teknik intervensi saat ini, mungkin tidak mengurangi CVD risiko (stres psikososial). CKD = penyakit ginjal kronis; dan CVD = penyakit kardiovaskular.
  • 23. Diagnosis Riwayat Kesehatan • Tekanan darah: Hipertensi onset baru, durasi, kadar BP sebelumnya, obat antihipertensi saat ini dan sebelumnya, obat lain/obat bebas yang dapat mempengaruhi BP, riwayat intoleransi (efek samping) obat antihipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan antihipertensi, riwayat intoleransi (efek samping) obat antihipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan antihipertensi, riwayat hipertensi dengan kontrasepsi oral atau kehamilan. • Faktor risiko: Riwayat pribadi CVD (infark miokard, gagal jantung [HF], stroke, serangan iskemik transien [TIA], diabetes, dislipidemia, penyakit ginjal kronis [CKD], status merokok, diet, asupan alkohol, aktivitas fisik, aspek psikososial, riwayat depresi). Riwayat keluarga dengan hipertensi, CVD prematur, hiperkolesterolemia (familial), diabetes. • Penilaian risiko kardiovaskular secara keseluruhan: Sejalan dengan pedoman/rekomendasi lokal (lihat skor risiko di Bagian 11 di akhir dokumen). • Gejala/tanda hipertensi/penyakit penyerta: Nyeri dada, sesak napas, palpitasi, klaudikasio, edema perifer, sakit kepala, penglihatan kabur, nokturia, hematuria, pusing. • Gejala sugestif hipertensi sekunder: Kelemahan otot/tetani, kram, aritmia (hipokalemia/aldosteronisme primer), flash pulmonary edema (stenosis arteri ginjal), berkeringat, palpitasi, sering sakit kepala (pheochromocytoma), mendengkur, kantuk di siang hari (obstructive sleep apnea), gejala sugestif penyakit tiroid (lihat Bagian 10 untuk daftar lengkap gejala).
  • 24. Diagnosis Pemeriksaan Fisik • Sirkulasi dan jantung: Denyut nadi/ritme/karakter, nadi/tekanan vena jugularis, denyut puncak, bunyi jantung ekstra, ronki basal, edema perifer, bruit (karotis, abdomen, femoralis), penundaan radio-femoral. • Organ/sistem lain: Ginjal membesar, lingkar leher >40 cm (obstructive sleep apnea), pembesaran tiroid, peningkatan indeks massa tubuh (BMI)/lingkar pinggang, timbunan lemak dan striae berwarna (penyakit/sindrom Cushing).
  • 25. Diagnosis Pemeriksaan Laboratorium dan EKG • Tes darah: Natrium, kalium, kreatinin serum dan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR). Jika tersedia, profil lipid dan glukosa puasa. • Tes urin: Tes urin dipstick. • EKG 12 sadapan: Deteksi fibrilasi atrium, hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penyakit jantung iskemik. (Unger et al., 2020)
  • 26. Diagnosis Pemeriksaan tambahan Teknik Pencitraan • Ekokardiografi: LVH, disfungsi sistolik/diastolik, dilatasi atrium, koarktasio aorta. • Ultrasonografi karotis: Plak (aterosklerosis), stenosis. • Pencitraan ginjal/arteri ginjal dan adrenal: Dupleks ultrasonografi/arteri ginjal; CT-/MR-angiografi: penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri ginjal, lesi adrenal, patologi perut lainnya. • Fundoskopi: Perubahan retina, perdarahan, papiledema, tortuositas, nipping. • Brain CT/MRI: Cedera otak iskemik atau hemoragik akibat hipertensi.
  • 27. Diagnosis Pemeriksaan tambahan Tes Fungsional dan Investigasi Laboratorium Tambahan • Indeks pergelangan kaki-brakial: Penyakit arteri perifer (ekstremitas bawah). • Pengujian lebih lanjut untuk hipertensi sekunder jika dicurigai: rasio aldosteron-renin, metanephrine bebas plasma, kortisol saliva larut malam atau tes skrining lainnya untuk kelebihan kortisol. • Rasio albumin/kreatinin urin • Kadar asam urat serum (s-UA) • Tes fungsi hati
  • 28. Tatalaksana Modifikasi Gaya Hidup • Pilihan gaya hidup sehat dapat mencegah atau menunda timbulnya tekanan darah tinggi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Modifikasi gaya hidup juga merupakan pengobatan antihipertensi lini pertama. Modifikasi gaya hidup juga dapat meningkatkan efek pengobatan antihipertensi. Modifikasi gaya hidup harus mencakup berikut ini: Rencana Pengukuran Tekanan Darah Menurut Tingkat Tekanan Darah Kantor
  • 29. Pengobatan farmakologis hipertensi: skema umum (Unger et al., 2020)
  • 30. Target tekanan darah kantor untuk hipertensi yang diobati 1. Perawatan harus berbasis bukti dalam kaitannya dengan pencegahan morbiditas/mortalitas. 2. Gunakan rejimen sekali sehari yang memberikan kontrol tekanan darah 24 jam. 3. Perawatan harus terjangkau dan/atau hemat biaya dibandingkan dengan agen lain. 4. Perawatan harus ditoleransi dengan baik. 5. Bukti manfaat penggunaan obat dalam populasi yang akan diterapkan. Karakteristik Ideal dari Perawatan Obat (Unger et al., 2020)
  • 31. Strategi inti terapi obat ISH. Karakteristik ideal terapi obat (Unger et al., 2020).
  • 32. Rekomendasi ISH 2020 (standar perawatan minimum) (Unger et al., 2020)
  • 33. Rekomendasi ISH 2020 (standar perawatan berbasis bukti) (Unger et al., 2020)
  • 36. Hiperuresemia Peningkatan kadar asam urat dalam darah Prevalensi tertinggi pada umur ≥75 tahun (33% dan 54,8%), perempuan memiliki angka lebih tinggi yaitu (13,4%) disbanding laki-laki (10,3) 1. Kesemutan dan linu. 2. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur. 3. Sendi yang terkena asam urat terlihatan bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri luar biasa pada malam dan pagi (Adler et al., 2015) Dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium 1. Diet 2. Pemberian obat golongan xantinoksidasi inhibitor seperti allupurinol dan feburostat. 3. Obat-obatan anti inflamasi nonsteroid Nilai normal: Pria dewasa: ‹7,0 mg/dl Wanita dewasa : ‹6,0 mg/dl
  • 39. DISLIPIDEMIA Penelititan Multinational monitoring of trends and determinants in cardiovascular disease (MONICA) di Jakarta: -1988 : rata-rata kolesterol total pada wanita adalah 206,6 mg/dL dan pria 199,8 mg/dL, -1993 : meningkat menjadi 213,0 mg/dL pada wanita dan 204,8 mg/dL pada pria. -Di beberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985) sebesar 195 mg/dL, Ujung Pandang (1990) sebesar 219 mg/dL dan Malang (1994) sebesar 206 mg/dL. EPIDEMIOLOGI kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan dan penurunan dari fraksi lipid dalam plasma.
  • 40. *Dislipidemia dapat menimbulkan PJK karena pada dislipidemia terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol LDL, trigliserida, kolesterol total, dan penurunan kolesterol HDL Tabel Interpretasi kadar Kolestrol
  • 42. Acute Coronary Sindrome • Riwayat Penyakit Jantung Koroner pada keluarga • Usia, >45 tahun • Jenis Kelamin, Laki>Perempuan • Etnik TIDAK DAPAT DIMODIFIKASI • Hipertensi • Diabetes melitus • Hiperkolesterolemia • Merokok • Diet tinggi lemak • Obesitas • Stress DAPAT DIMODIFIKASI Faktor Resiko - Pasien dg kardiomiopati hipertrofik atau penyakit jantung dapat mengeluh nyeri dada disertai perubahan EKG dan peningkatan marka jantung menyerupai yang terjadi pada pasien IMA-NEST - Miokarditis dan pericarditis keluhan nyeri dada, perubahan EKG, peningkatan biomarka jantung dan gerak dinding jantung menyerupai IMA-NEST - Stroke dapat disertai perubahan EKG, peningkatan marka jantung, dan gangguan dinding jantung - Diagnosis banding non-kardiak mengancam jiwa yang selalu harus disingkirkan adalah emboli paru dan diseksi aorta DIAGNOSIS BANDING
  • 44. Kekuatan kontraksi ventrikel ↓ Uncoordin ated apex beat, diffuse/fai nt ↑ HR PATOFISIOLOGI Diastolic compliance ↓ (miokard nekrotik tidak dapat relaksasi) Edema paru: cairan eksudat mengisi alveoli  kolaps Inspirasi, udara masuk dan membuka alveoli  Nekrosis otot papillary Katup tidak disokong dengan baik Regurgitasi katup mitral Pansistolik murmur (apex) LV penuh dengan darah residual Turbulensi aliran early diastolic dari L atrium ke LV S3 Kontraksi atrium mendorong darah ke non- compliant LV pada end diastole S4 Crackles /rales Yan, Yu. 2013. Myocardial Infarction: Findings on Physical Exam. https://calgaryguide.ucalgary.ca/myocardial-infarction-findings-on-physical-
  • 46. Prosedur intervensi non bedah dengan menggunakan kateter untuk melebarkan/membuka pembuluh darah coroner yang menyempit dengan balon atau stent 1. Percutaneous Coronary Intervention (PCI) atau Intervensi Koroner Perkutan (IKP) 1. Primary PCI : IKP emergensi yang dikerjakan pada arteri yang infark tanpa terapi fibrinolitik sebelumnya dan lebih disarankan sebagai terapi reperfusi dibandingkan fibrinolisis 2. Rescue PCI : IKP emergensi yang dilakukan sesegera mungkin jika terapi fbrinolitik gagal. TATALAKSANA STEMI
  • 47. Pasien yang menjalani prosedur primary PCI sebaiknya mendapatkan dual anti platelet Therapy (DAPT) dan antikoagulan Farmakoterapi Periprosedural PCI 1. DAPT - Aspirin dosis loading 160-320 mg peroral diikuti dosis pemeliharaan 75 -100 mg/hari PLUS - Ticagrelor dosis loading 180 mg diikuti dosis pemeliharaan 90 mg dua kali sehari atau - Clopidogrel dosis loading 600 mg diikuti 75 mg/hari 2. Antikoagulan - UFH (unfractioned heparin) 70-100 IU/kgBB bolus iv - Enoxaparin 0,5 mg/kgBB bolus iv
  • 48. Strategi reperfusi yang penitng terutama pada faskes yang tidak dapat melakukan PCI pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan (<12 jam). 2. Terapi Fibrinolitik • Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenecteplase, alteplase, reteplase lebih disarankan dibandingkan agen tidak spesifik (streptokinase) • Harus diberikan aspirin oral dan clopidogrel diindikasikan sebagai tambahan untuk aspirin. • Antikoagulan direkomendasikan bagi pasien STEMI dengan fibrinolitik sampai revaskularisasi bisa dilakukan atau selama dirawat di RS hingga 5 hari (maks 8 hari) dengan pilihan: - Enoxaparin iv diikuti subkutan - UFH bolus iv sesuai berat badan dan infus selama 3 hari - Pada pemebrian streptokinase diberikan fondaparinux iv bolus dilanjut subkutan 24 jam kemudian
  • 49.
  • 51. 3. Oksigen • Oksigen diindikasikan pada pasien dengan hipoksemia (SaO2 <90% atau PaO2 <60 mmHg) dan pasien dengan edema pulmonal (SaO2 <90% ) untuk mempertahankan saturasi >95% • Oksigen rutin tidak direkomendasikan bagi pasien dengan SaO2 >90% 4. Statin • Direkomendasikan untuk memulai statin intensitas tinggi sesegera mungkin, kecuali terdapat kontraindikasi atau intoleransi, dan diberikan dalam jangka panjang • Target LDL <70 gr/dL atau reduksi minimal 50% jika kadar awal 70-135 mg/dL. • Pada pasien LDL > 70 mg/dL harus dipertimbangkan terapi lanjutan
  • 52. Terapi Jangka Panjang 6. Statin intensitas tinggi perlu diberikan/dilanjutkan setelah pasien MRS bila tidak ada kontraindikasi/intoleransi tanpa memandang nilai kolesterol inisial 7. ACEi diindikasikan sejak 24 jam bagi pasien IMA-EST dengan gagal ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior. Alternatif lainnya adalah ARB 8. Antagonis aldosterone diindikasikan apabila fraksi injeksi < 40% atau terdapat gagal jantung atau diabetes bila tidak terdapat gagal ginjal atau hiperkalemi 1. Kendalikan faktor risiko dengan ketat seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok 2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan tanpa henti 3. DAPT diindikasikan hingga 12 bulan setelah STEMI 4. Beta blocker oral diindikasikan untuk pasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri 5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien IMA-EST sesegera mungkin sejak datang
  • 54. KLASIFIKASI (ESC, 2020)  Nyeri dada akut persisten (> 20 menit)  Elevasi ST segmen  Oklusi total/subtotal akut  STEMI  Tx: Reperfusi segera (PCI), fibrinolitik  Nyeri dada akut  Elevasi ST segmen tidak persisten  Depresi segmen ST  Gelombang T datar  Gelombang T inversi  Gelombang T pseudonormalisasi  EKG normal  NSTEACS NYERI DADA + NON ST ELEVASI NYERI DADA + ST ELEVASI ANAMNESIS+ELEKTROKARDIOGRAFI Collet et al. 2020 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. EHJ. 2021. 42: 1289-1367
  • 55.  Dx: angina pektoris akut TANPA elevasi segmen ST yang menetap di 2 sadapan • Depresi segmen ST • inversi gelombang T • Flattening gelombang T NSTEMI UAP ↓ / N Enzim jantung Enzim jantung ↑ ANAMNESIS+PEMERIKSAAN FISIK+ ELEKTROKARDIOGRAFI+ BIOMARKER ENZIM JANTUNG PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Keempat PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Kee
  • 56. PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Kee
  • 57. Disrupsi plak dan trombosis  oklusi total sehingga terjadi iskemia transmural dan nekrosis Plak ateroskerosis dengan stenosis permanen. Gejala muncul bila kebutuhan oksigen melebihi suplai oksigen ke jantung (latihan, stres) Disrupsi plak  terbentuk trombus  penurunan perfusi atau peningkatan kebutuhan oksigen (oxygen mismatch). Trombus bersifat labil dengan oklusi tidak menetap. Miokardium mengalami stres tetapi bisa membaik kembali. Ruptur plak  thrombus  oklusi parsial  infark subendokardial
  • 58. TATALAKSANA UAP DAN NSTEMI NSTEMI  Ukur biomarka cedera kardiomiosit NSTEMI dapat disingkirkan jika : 1. Konsentrasi hs-cTn sangat rendah. 2. Konsentrasi hs-cTn rendah dan tidak ada peningkatan relevan dalam waktu 1 jam Kemungkinan besar pasien mengalami NSTEMI apabila kadar hs- cTn meningkat sedang atau terjadi peningkatan jelas dalam 1 jam pertama. Algoritma digunakan jika awitan nyeri dada >3 jam Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 59. STRATIFIKASI RISIKO TIMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction) GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events) CRUSADE (Can Rapid risk stratification of Unstable angina patients Supress Adverse outcomes with Early implementation of the ACC/AHA guidelines) Tujuan: Menentukan strategi penanganan lanjutan (konservatif atau invasif) pada NSTEMI Prediksi mortalitas 30 hari dan 1 tahun pada SKA Prediksi mortalitas saat perawatan di RS dan 6 bulan setelah KRS Risiko perdarahan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 60. Waktu Melakukan Strategi Invasif (IKP dan BPAK) (waktu untuk melakukan angiografi dihitung dari kontak medis pertama) 1. Strategi invasive segera (<2 jam) (Kelas I-C) Pasien risiko sangat tinggi direkomendasikan untuk menjalani revaskularisasi, tanpa menghiraukan hasil EKG maupun biomarka jantung. Pasien yang sadar  angiografi koroner Pasien koma  pemeriksaan non-kardiak dan angiografi coroner. dilakukan secara langsng setelah pasti tidak ditemukan penyebab henti jantung non-coroner. 2. Strategi invasive dini (<24 jam) (Kelas I-A) Pada strategi ini angiografi coroner dilakukan dalam waktu 24 jam setelah pasien dirawat. Suatu meta-analisis menunjukkan bahwa selang waktu dini (16-14 jam) memiliki risiko iskemia yang lebih rendah, durasi perawatan di RS lebih pendek, serta lebih sedikit perdarahan dan kejadian kardiak yang tidak diinginkan. Analisis lainnya menunjukkan risiko iskemik refrakter juga lebih rendah pada strategi invasif dini. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 61. 3. Strategi invasive (<72 jam) (Kelas I-A) Strategi invasive merupakan keterlambatan maksimal yang direkomendasikan untuk angiografi pada pasien dengan minimal 1 kriteria risiko intermediat, gejala rekuren, atau pemeriksaan iskemia non-invasive. 4. Strategi invasive selektif (Kelas I- A) Pasien tanpa gejala rekuren dan tidak memiliki kriteria spt tabel dianggap memiliki risiko rendah kejadian iskemik. Pada pasien ini direkomendasikan suatu tes stress non-invasive (dengan pencitraan) untuk mengidentifikasi inducible ischaemia Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 62. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 63. Terapi Farmakologi - Beta Blocker - Nitrat - Calcim Channel Blocker (CCB) Anti iskemia Blok reseptor beta-1  konsumsi oksigen mikoard menurun • Dilatasi vena  menurunkan preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri • Dilatasi coroner • Kontra indikasi  SBP <90mmHg/ >30 mmHg dibawah nilai awal, bradikardia berat (<50x/m), takikardia tanpa gejala HF, atau infark ventrikel kanan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 64. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 65. Antiplatelet - Aspirin  semua pasien tanpa kontraindikasi. Setiap hari untuk jangka panjang tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan - P2Y12 inhibitor  diberikan bersama aspirin selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi ( risiko perdarahan tinggi) - Ticagrelor  semua pasien riisko iskemik sedang-tinggi (peningkatan troponin) dan Clopidogrel untuk pasien yang tidak bisa mendapatkan ticagrelor - PPI (bukan omeprazole)  diberikan Bersama DAPT untuk pasien riwayat perdarahan saluran cerna dan/atau ulkus peptikum serta pada psien dengan faktor risiko : infeksi H. pylori, usia 65 th, konsumsi antikoagulan atau steroid Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 66. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa • Kombinasi antiplatelet oral, penghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa, dan antikoagulan  ditentukan berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan (Kelas I-C). • Penghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa  dapat diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (ada peningkatan troponin dan thrombus yang terlihat) apabila risiko perdarahan rendah (Kelas I-B). • Tidak disarankan diberikan rutin sebelum angiografi atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif (Kelas III-A) Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI Abciximab Tirofiban Eptifibatide
  • 67. - Disarankan untuk semua pasien dengan terapi antiplatelet - Pemilihan antikoagulan didasari risiko perdarahan, iskemia, dan profil efikasi keamanan agen - Fondaparinux  memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling baik - Enoxaparain  disarankan apabila fondaparinux tidak tersedia untuk pasien risiko perdarahan rendah - UFH  diberikan apabila kedua agen diatas tidak tersedia Antikoagulan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 68. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan • Kombinasi warfarin & aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko perdarahan  harus dipantau ketat • Kombinasi aspirin, clopidogrel, dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi dapat diberikan dalam waktu sesingkat mungkin dengan target INR terendah yang efektif • Antikoagulan + aspirin dan CPG  risiko tinggi perdarahan terutama pada penderita tua , target INR 2-2,5 lebih dianjurkan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 70. ARB  alternatif pada pasien yang intoleran terhadap ACEi. - ACEi  mengurangi remodeling dan menurunkan angka mortalitas paska infark miokard yang disertai gang fungsi sistolik dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung - Pasien dengan fraksi ejeksi < 40%, diabetes, hipertensi, penyakit ginjal kronik diindikasikan menggunakan ACEi untuk jangka panjang kecuali ada kontraindikasi. ACEi (angiotensin converting enzyme inhibitor) dan ARB (angiotensin II receptor blocker) Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 71. Tanpa melihat nilai awal LDL dan tanpa pertimbangan modifikasi diet, statin perlu diberikan pada semua pasien NSTE-ACS termasuk yang telah menjalani revaskularisasi kecuali ada kontraindikasi Statin Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
  • 73. Ketidak Seimbangan Asam Basa Asidosis Respiratorik Asidosis Metabolik Alkalosis Respiratorik Alkalosis Metabolik
  • 75. • Transaminase/aminotransferase: Enzim yg mengkatalis suatu reaksi antara Asam Amino & Asam α-keto  protein • Enzim transaminase: SGPT, Gamma GT, CHE, AST, ALT • Kerusakan pd sel hepar  enzim – enzim dlm sel hepar keluar dlm darah  kadar enzim transaminase darah ↑
  • 76. Digunakan u/ mengetahui kerusakan sel SGPT Digunakan sbg marker kolestasis Gamma GT Digunakan sbg marker gangguan sintesis hati CHE Transaminase yg banyak ditemukan pd hati ALT • Kadar normal: 7-56 unit/serum liter • ↑: Pankreatitis Akut, Penyakit Celiac, Sirosis, Kematian jaringan hati (nekrosis hati), Hepatitis (virus, autoimun), Hemokromatosis herediter, Mononukleosis menular, Kurangnya aliran darah ke hati (iskemia hati), Penyakit hati, Tumor hati, Penggunaan obat-obatan yang beracun bagi hati Transaminase yg banyak ditemukan dlm jantung, otot, sel hepar AST • Kadar normal: 5-40 unit/serum liter • ↑: anemia hemolitik akut, pankreatitis akut, gagal ginjal akut, sirosis, serangan jantung, hepatitis, hemokromatosis herediter, mononukleosis menular, kurangnya aliran darah ke hati (iskemia hati), nekrosis hati, tumor hati, multiple trauma, penyakit otot primer, distrofi otot progresif, kateterisasi jantung atau angioplasti baru-baru ini, kejang baru-baru ini, operasi baru-baru ini, luka bakar dalam yang parah, trauma otot rangka, penggunaan obat-obatan yang beracun bagi hati
  • 78. IDENTITAS PASIEN ● Nama : Ny. J ● Usia : 65 Tahun ● Jenis Kelamin : Laki-laki ● No. RM : 137*** ● Alamat : Dampit, Malang ● Tanggal Masuk IGD : 12 Januari 2022 ● Jam Datang : 18.00 WIB ● DPJP Utama : dr. Indra, Sp.JP
  • 79. ANAMNESIS Keluhan utama: sesak RPS: • Pasien mengatakan sesak sejak 2 bulan terakhir dan memberat 2 hari yang lalu • Sesak dirasakan sejak 2 bulan dan hanya timbul setelah melakukan aktivitas berat • Selama 2 hari terakhir semakin memberat, sesak akan timbul hanya dengan berjalan 2-3 m atau menaiki 3 anak tangga, napas ngongsrong • Sesak membaik dengan istirahat atau dengan posisi duduk. • Sesak dirasakan memberat dengan posisi tidur lurus terlentang sehingga biasa tidur dengan bantal ditinggikan atau duduk. Sejak 3 hari ini pasien tidak bisa tidur di malam hari karena sesak dan butuh disangga bantal tinggi untuk mengurangi sesak, sering terbangun saat malam hari karena sesak napas (Paroxysmal Nocturnal Dyspneu +, Ortopneu +) • Sesak pada 2 hari terakhir disertai nyeri dada kanan kiri, dirasakan hilang timbul dan terasa cenat- cenut, lama nyeri < 1 menit, nyeri tidak menjalar, tidak tembus ke punggung, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
  • 80. • Pasien mengeluhkan bengkak pada kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu, bengkak sedikit berkurang dengan posisi tungkai ditinggikan • Batuk (+) kering jarang-jarang sejak 2 minggu yang lalu • Nyeri pada perut terasa begah terutama saat makan dan minum sedikit • BAK (+), BAB (+)  jumlah sedikit • Minum (+), makan (+)  jumlah sedikit
  • 81. RPD: • Hipertensi (+) pasien mengaku terkontrol (tidak kontrol ke dokter tetapi mengaku rutin minum obat antihipertensi) • DM (-) disangkal • Kolesterol (-) disangkal • Riwayat asma atau penyakit paru (-) disangkal • Riwayat jantung (-) • Riwayat ginjal (-) Riwayat Penyakit Keluarga: HT (-); DM (-); Penyakit jantung(-); Asma(-) Riwayat Pengobatan: Amlodipin 5 mg Riwayat Alergi: - Riwayat Kebiasaan: merokok (-), minum jamu (-), alkohol (-), soda (-) ANAMNESIS
  • 82. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis : Keadaan Umum : Tampak sakit berat Kesadaran : composmentis (GCS 456) Vital Sign: • SaO2: 94% on room air  monitoring 15 menit SaO2 : 99% on NRBM 10 lpm • RR: 52 x/menit  monitoring 15 menit RR : 25 x/menit • HR: 110 x/menit  monitoring 15 menit HR : 108 x/menit • TD: 166/110 mmHg  monitoring 15 menit TD : 168/98 mmHg • T: 36,6 oC  monitoring 15 menit T : 36,2 oC KEPALA/LEHER: Kepala : • a/i/c/d : -/-/-/+ • Mata: konjungtiva pucat (-); sklera ikterik (-); PBI 3 mm|3 mm, RC +/+ • Telinga : otorhea(-/-); serumen (tidak di evaluasi); corpus alienum (-) • Hidung : napas cuping hidung(+); deformitas (-) • Mulut : sianosis (-); coated tounge (tidak di evaluasi); karies gigi (tidak di evaluasi); Tonsil (tidak di evaluasi); mukosa lembab Leher : • Inspeksi : deviasi trakhea (-) • Palpasi : denyut A. Carotis teraba; JVP 5 + 3 cmH2O pembesaran KGB (-), nyeri tekan(-) • Auskultasi : Bruit (-)
  • 83. Thorax : Cor: • Inspeksi: scar (-), jejas (-), ictus cordis invisible • Palpasi: trill (-), heave (-), ictus cordis teraba di ICS 5 AAL S • Perkusi: Kesan membesar. Batas jantung D di ICS 4 PSL D, batas jantung S di ICS 5 AAL S + 2cm ke lateral • Auskultasi: S1 S2 single irreguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo: • Inspeksi: barrel chest (-), bentuk dinding dada normal • Palpasi: pergerakan dinding dada D/S simetris, stem fremitus simetris D/S • Perkusi: sonor +/+ • Auskultasi: R h - - + - - + Wh - - - - - - Ve s + + + + + + Abdomen : - Inspeksi: flat - Auskultasi : BU (+) 14x/menit - Palpasi : soefl; nyeri tekan superfisial [ − + − − − − − − − ] -Perkusi : Timpani -Hepar : 12cm, tepi tajam Ekstremitas : Akral hangat kering merah + + + + ; edema − − + + ; CRT <2s, pulsus defisit (+) PEMERIKSAAN FISIK
  • 84. EKG
  • 85. Interpretasi EKG Irama: Sinus rhythm Heart rate : 1500/14 = 107 x/menit, reguler Axis : LAD (+ di lead I dan – di lead aVF) Transitional zone: V4-V5  clockwise rotation Gelombang P :0,06 s PR Interval :0,16 s QRS kompleks : Lebar 2 kotak= 0,08 di lead V1-V4 • LAHB (Left Anterior Hemi Block) : rS lead III, aVF; qR lead aVL • LVH : 37 mm (+) • RVH : 0,09 (-) • Q patologis : (-) • LBBB : (-) • RBBB : (-) ST segmen: ST depresi pada lead V6 QT interval: 0,32 s Gelombang T : T inversi (+) lead I, aVL, V6; T tall (-) Kesimpulan: Sinus takikardi, dengan HR 107 x/menit; LAD; Clockwise rotation; LVH; dan ST depresi pada lead V6 (iskemik lateral); T inversi lead I, aVL, V6 (iskemik lateral); LAHB
  • 87. X-Ray Thorax AP Memenuhi syarat layak baca X-ray: • Identitas pasien (+) • Marker R/L dan posisi PA (+) • Inspirasi cukup: costae VI anterior dan costae X posterior memotong diafragma (+) • Vertebrae thoracal tampak T1-T5 (+) • Soft tissue tidak tampak (+) • Foto tidak terpotong (+) Posisi AP: • Clavicula tampak melengkung • Scapula tidak menutupi lapang paru
  • 88. X-Ray Thorax AP INTERPRETASI CXR AP • Jantung : Kesan membesar, CTR 70% (>50%), apex tertanam • Aorta: elongasi (+) dilatasi (+), kalsifikasi dinding aorta • Trachea: Ditengah • Hemidiagfragma D/S: Dome shaped/ tidak tampak • Sinus costophrenicus D/S: Tajam/ tidak tampak • Paru: infiltrat (+) di perivaskuler, fibrosis (-), corak vascular meningkat, hilus D berselubung, tampak dilatasi arteri pulmonalis D • Skeletal: baik • Soft tissue: baik Kesimpulan: - Cardiomegali dengan apex tertanam - Dilatasi aorta dan elongasi aorta, aortasclerosis - Dilatasi arteri pulmonalis D (pulmonal hipertensi)
  • 89. Cue & Clue Problem List Initial Diagnosis Planning Diagnosis Planning Terapi Planning Monitoring Tn. J/ Laki-laki/ 66 th Anamnesis • Sesak sejak 2 bulan lalu hanya muncul setelah aktivitas berat dan memberat 2 hari terakhir • Sesak masih berlangsung • 2 hari terakhir aktivitas ringan membuat sesak (jalan 2-3 m atau menaiki 3 anak tangga), napas ngongsrong • Saat malam pasien terbangun karena sesak • Posisi tidur bantal ditinggikan supaya tidak sesak • Lama sesak <1 menit tetapi membaik dengan istirahat atau posisi duduk • Sesak disertai nyeri dada kanan kiri < 1 menit, nyeri tidak menjalar, tidak tembus punggung, nyeri berkurang dengan istirahat • Bengkak kedua kaki sejak 2 minggu lalu • HT (+) terkontrol Pemeriksaan Fisik  TD : 166/110 mmHg  Nadi : 110 x/menit reguler  RR : 52x/menit  SpO2 : 94% on RA  Suhu : 36,6°C • Batas jantung kiri bergesek ke lateral, murmur (-) • Rhonki (+/+) 1/3 lapang paru D, wheezing (-/-) • Nyeri tekan epigastrium • AKHM, edema kaki (+/+), CRT <2s CXR AP: Cardiomegali, dilatasi aorta dan elongasi aorta, aortasclerosis, dilatasi arteri pulmonalis D (pulmonal hipertensi) EKG: Sinus takikardi, dengan HR 107 x/menit; LAD; LVH; iskemik lateral; LAHB - Laboratorium - Troponin 0.00 ng/dL (tidak meningkat) - Cholesterol 218 (H) - LDL-c 152,6 (H) - DOE (+) - PND (+) - Orthopneu (+) - Klasifikasi NYHA kelas III - Angina atipikal - Takipneu - Takikardi - Hipertensi - Congestive Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) dengan Precipitating factor - Acute coronary syndrome (Unstable Angina Pectoris) - Hipertensi ec HHD dd CAD - Lab: HbA1c, GD I dan II, profil lipid, - Ekokardiografi  O2 NRBM 10 lpm  Posisi semifowler  Drip Furosemid 10 mg/ jam  Inj. Furosemid 3x40 mg SC  Po. Ramipril 0-0- 5 mg  Po. Spironolacton 25 mg -0-0  Po. ISDN 3x5 mg  Po. Digoksin 0,25 mg -0-0  Po. Amlodipin 10 mg-0-0  Loading ASA 4x80 mg (besok lanjut 0-0- 80 mg)  Loading CPG 4x75 mg (besok lanjut 75 mg -0-0)  Inj. Arixtra 1x2,5 mg SC  Drip NTG 5-20 mcg/menit target TD turun 25% dalam 1 jam. Kemudian TD <160/90 dalam 2-4 jam  Po. Atorvastatin 0-0-40 mg - Klinis - Vital Sign - Evaluasi UO 6 jam post furosemide
  • 90. Cue & Clue Problem List Initial Diagnosis Planning Diagnosis Planning Terapi Planning Monitoring Tn. J/ Laki-laki/ 66 th Anamnesis • Sesak disertai nyeri dada kanan kiri < 1 menit, nyeri tidak menjalar, tidak tembus punggung, nyeri berkurang dengan istirahat • HT (+) terkontrol Pemeriksaan Fisik  TD : 166/110 mmHg  Nadi : 110 x/menit reguler  RR : 52x/menit  SpO2 : 94% on RA  Suhu : 36,6°C • Batas jantung kiri bergesek ke lateral, murmur (-) • Rhonki (+/+) 1/3 lapang paru D, wheezing (-/-) • Nyeri tekan epigastrium • AKHM, edema kaki (+/+), CRT <2s CXR AP: Cardiomegali, dilatasi aorta dan elongasi aorta, aortasclerosis, dilatasi arteri pulmonalis D (pulmonal hipertensi) EKG: Sinus takikardi, dengan HR 107 x/menit; LAD; LVH; iskemik lateral; LAHB - Laboratorium - Troponin 0.00 ng/dL (tidak meningkat) - Cholesterol 218 (H) - LDL-c 152,6 (H) - Angina atipikal (de novo) - Takikardi - Hipertensi - Tanpa ST elevasi - Tanpa kenaikan troponin 2.1 NSTE-ACS 2.1.1 NSTEMI 2.1.2 UAP EKG serial Cardiac enzyme serial - Tirah baring - Po. ASA 4x80 mg loading dose - Po. CPG 4x75 mg loading dose - Inj. Arixtra 1x2,5 mg SC - Po. ISDN 2x5 mg - Po. Bisoprolol 1x10 mg - Po. Atorvastatin 1x40 mg - Evaluasi hemodinam ik - Klinis - Evaluasi EKG
  • 91. Cue & Clue Problem List Initial Diagnosis Planning Diagnosis Planning Terapi Planning Monitoring Tn. J/ Laki-laki/ 66 th Laboratorium - Cholesterol 218 (H) - LDL-c 152,6 (H) 1. Dislipidemia Dislipidemia - - Po.Atorvastatin 0-0- 40 mg Tn. J/ Laki-laki/ 66 th Pemeriksaan Fisik  TD : 166/110 mmHg  Nadi : 110 x/menit reguler  RR : 52x/menit  SpO2 : 94% on RA  Suhu : 36,6°C • Batas jantung kiri bergesek ke lateral, murmur (-) • Rhonki (+/+) 1/3 lapang paru D, wheezing (-/-) • Nyeri tekan epigastrium • AKHM, edema kaki (+/+), CRT <2s Laboratorium - SGOT 154 (H) - SGPT 153 (H) - Nyeri tekan epigastrium - Increase Transaminase transaminitis Lab: HbsAg, USG abdomen - Klinis - Vital sign Tn. J/ Laki-laki/ 66 th Laboratorium - Asam Urat 12,0 (H) - hiperurisemia hiperurisemia - Po. Allopurinol 1x300 mg
  • 92.
  • 93.
  • 94.
  • 95.
  • 97. PEMBAHASAN Pasien didiagnosis dengan Acute Decompensated Hearth Failure (ADHF) dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa EKG dan X-Ray Thorax. - Didapatkan pasien sudah memiliki riwayat hipertensi, mengaku rutin minum amlodipin 5 mg tetapi tidak rutin kontrol dan datang dengan TD: 166/110 - Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien termasuk dalam kategori NYHA kelas III disertai tanda congestive - Pasien juga terdapat keluhan angina tipikal kategori CCS kelas III - Foto X-Ray thorax terdapat cardiomegali - EKG terdapat pembesaran ventrikel kiri - Dari hasil ekokardiografi terdapat penurunan EF hingga 24% Dikarenakan terdapat tanda kongestif tanpa adanya tanda hipoperfusi maka terapi yang diberikan: - Loop diuretic dengan dosis 20-40 mg - NTG sebagai vasodilator pembuluh darah - ACE-I diberikan pada pasien dengan EF ≤ 40% - CCB yaitu amlodipin
  • 98. PEMBAHASAN - Keluhan nyeri dada pada pasien merupakan angina tipikal de novo yang masuk dalam kategori CCS kelas III - Terapi yang diberikan : - Pemberian antiplatelet dan antikoagulan - Pemberian dinitrate untuk nyeri dada yang dikeluhkan - Dan pada setiap ACS diterapi dengan atorvastatin - Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan tingginya kadar kolesterol pada pasien sehingga perlu adanya terapi dislipidemia salah satunya yaitu atorvastatin - Peningkatan dari hasil labopratorium faal hati tidak diberikan terapi karena tidak didukung klinis mengarah pada suatu penyakit - Pasien didapatkan adanya peningkatan kadar asam urat sehingga diberikan terapi hiperurisemia salah satunya yaitu pemberian allopurinol
  • 100. KESIMPULAN Definisi ADHF Onset cepat, atau perubahan, gejala dan tanda gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil Faktor risiko: • hipertensi dengan non optimal medication Gejala dan tanda: • angina ekuivalen • Hepertensi grade II • Kardiomegali • Rhonki dan edema inferior Temuan EKG: • sinus takikardi dengan HR 107x/menit, LAD, Clockwise rotation, LVH, dan terdapat iskemik pada regio lateral, LAHB X ray Thorax: • Cardiomegali dengan apex tertanam Pemeriksaan Laboratorium: • Cholesterol 218mg/dL • LDL-c 152,6mg/dL Pemeriksaan ekokardiografi • LVEF 24% (HFrEF) • LVH dan iskemik dapat menjadi penuntun dalam mengetahui faktor pencetus (precipiting factor) kondisi akut pasien dan etiologi gagal jantungnya. • Pemeriksaan ekokardiografi dapat membantu mengetahui etiologi penyakit yaitu dengan mengetahui fungsi jantung dan kelainan anatomis jantung Diagnosis ADHF • Ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. • Analisis faktor risiko dan etiologi penyakit sangat dibutuhkan untuk mengetahui terapi yang tepat Tatalaksana • Atasi kondisi akut: oksigenasi dan diuretic • Atasi pencetus: antihipertensi dan antiiskemia • Atasi faktor risiko: dislipidemia dan hiperurisemia KASUS
  • 102. Daftar Pustaka • DiDomenico, R. J., Park, H. Y., Southworth, M. R., Eyrich, H. M., Lewis, R. K., Finley, J. M., & Schumock, G. T. (2004). Guidelines for Acute Decompensated Heart Failure Treatment. Annals of Pharmacotherapy, 38(4), 649–660. https://doi.org/10.1345/APH.1D481 • Teerlink, J. R., Alburikan, K., Metra, M., & Rodgers, J. E. (2015). Send Orders for Reprints to reprints@benthamscience.net Acute Decompensated Heart Failure Update. Current Cardiology Reviews, 11, 53–62. • Unger, T., Borghi, C., Charchar, F., Khan, N. A., Poulter, N. R., Prabhakaran, D., Ramirez, A., Schlaich, M., Stergiou, G. S., Tomaszewski, M., Wainford, R. D., Williams, B., & Schutte, A. E. (2020). 2020 International Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertension, 75(6), 1334–1357. https://doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026 • Whelton, P. K., Carey, R. M., Aronow, W. S., Casey, D. E., Collins, K. J., Dennison Himmelfarb, C., DePalma, S. M., Gidding, S., Jamerson, K. A., Jones, D. W., MacLaughlin, E. J., Muntner, P., Ovbiagele, B., Smith, S. C., Spencer, C. C., Stafford, R. S., Taler, S. J., Thomas, R. J., Williams, K. A., … Wright, J. T. (2018). 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Pr. Journal of the American College of Cardiology, 71(19), e127–e248. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2017.11.006 • WHO. (2007). Standard Treatment Guidelines: Hypertension Armed Forces. WHO.

Editor's Notes

  1. Kdg ada peningakatn troponin lambat pd <1% px shg bs dilakukan px serial troponin jk dugaan klinis ttp tinggi / jk px mengalami nyeri dada rekuren
  2. Dilatasi arteri
  3. LMWH (LOW MOLECULAR WEIGHT HEPARIN) UFH (UNFRACTIONATED HEPARIN) STREPTOKINASE  AKTIVASI PLASMINOGEN MENJADI PLASMIN  DEGRADASI FIBRIN
  4. Co: Candesartan (1x16 mg/hari), Valsartan (2x80 mg/hari), Irbesartan, Olmesartan, Losartan, Telmisartan, Eprosartan