2. LAPORAN KASUS
Pembimbing: dr Indra Wahyu S., Sp.JP
Oleh Kelompok 11: Anggun – Irma – Rizka – Nila - Hanif
Acute Decompensated Heart Failure dengan NSTEMI,
Hipertensi, Hiperurisemia, Dislipidemia dan Transaminitis
DEPARTEMEN KARDIOLOGI
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FKIK UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
RSU KARSA HUSADA KOTA BATU
4. LATAR BELAKANG
Heart Failure (HF) atau gagal jantung merupakan sindrom
klinis yang terdiri dari gejala utama seperti sesak, ankle
swelling dan fatigue yang mungkin disertai dengan tanda-
tanda seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru,
dan edema perifer, oleh karena peningkatan tekanan
intrakardiak dan/atau curah jantung yang tidak seimbang
APA ITU HEART
FAILURE?
5. HEART FAILURE
CHRONIC
HEART FAILURE
ACUTE
HEART FAILURE
Penderita yang telah memiliki diagnosis
tetap HF atau yang memiliki gejala yang
lebih bertahap (gradual)
Perubahan yang cepat dari tanda
dan gejala gagal jantung
ACUTE DECOMPENSATED
HEART FAILURE
ACUTE PULMONARY
OEDEMA (APO/ALO)
ISOLATED RIGHT
VENTRICLE FAILURE
CARDIOGENIC SHOCK
6. • Presentasi klinis terbanyak dari AHF yaitu ADHF dengan prevalensi sebesar 50-70%
dari presetasi keseluruhan
ACUTE HEART FAILURE
• Penyebab utama rawat inap pada subjek berusia> 65 tahun
• Angka kematian dan rehospitalisasi yang tinggi
• Mortalitas di rumah sakit berkisar antara 4% hingga 10%
• Mortalitas pada penderita HF setelah 1 tahun keluar dari rumah sakit dapat mencapai
25-30% dengan lebih dari45% kematian atau rehospitalisasi
7. ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE
Tanda atau gejala dekompensasi gagal jantung dengan onset tiba-tiba atau bertahap
sehingga memerlukan kunjungan ke dokter yang tidak direncanakan, kunjungan ruang
gawat darurat, atau rawat inap
Kongesti paru dan sistemik karena peningkatan tekanan pengisian jantung kiri dan kanan
adalah temuan yang hampir universal pada ADHF
Identifikasi penyebab atau presipitan utama dan pemberian tatalaksana sesuai penyebab
tersebut harus segera dilakukan untuk mecegah deteriorasi lebih lanjut
Sindroma koronaria akut (SKA), hipertensi emergensi, aritmia, penyebab mekanik akut,
dan emboli paru akut adalah presipitan utama yang menyebabkan AHF
Oleh karena itu, kasus ADHF menarik untuk dibahas terkait pemberian tatalaksana yang
sesuai dengan presipitan utamanya
8. TUJUAN DAN MANFAAT
Mengetahui deskripsi dan pemilihan terapi pada kasus ADHF dengan NSTEMI,
Hipertensi, Hiperurisemia, Dislipidemia dan Transaminitis
Memberikan informasi mengenai pemilihan terapi ADHF sesuai penyebab dan
penyakit penyerta
Membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas ADHF di Indonesia
TUJUAN
MANFAAT
11. Definisi
• Gagal jantung akut dekompensasi (ADHF) adalah onset cepat, atau perubahan,
gejala dan tanda gagal jantung. Ini bisa menjadi kondisi yang mengancam jiwa
yang memerlukan perhatian medis segera dan biasanya menyebabkan rawat
inap. Gagal jantung akut dekompensasi terus meningkat prevalensinya dan
dikaitkan dengan mortalitas dan morbiditas yang substansial
(Teerlink et al., 2015)
12. Memburuknya gagal jantung kronis
- Kecerobohan diet (kelebihan cairan atau asupan garam)
- Terkait obat-obatan
- Ketidakpatuhan obat
- Penggunaan obat-obatan dengan sifat inotropik negatif (misalnya diltiazem, verapamil)
- Penggunaan obat yang dibuat dengan natrium atau dengan terapi penahan natrium (mis., Piperacillin-tazobactam, agen antiinflamasi nonsteriodal)
- Hipertensi yang tidak terkontrol
- Penyalahgunaan zat (misalnya, alkohol, lainnya)
- Penyakit non-jantung bersamaan (misalnya, infeksi terutama pneumonia, emboli paru, penyakit tiroid, gagal ginjal)
Onset baru atau perburukan jantung
- Iskemia/Infark Miokard
- Aritmia (misalnya, fibrilasi atrium, takikardia ventrikel, lainnya)
- Hipertensi urgensi/darurat
Gagal jantung de novo
- Infark miokard besar
- Peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba
- Kardiomiopati yang diinduksi stres
- Miokarditis
- Kardiomiopati peripartum
- Insufisiensi katup akut – stenosis, regurgitasi, endokarditis
- Diseksi aorta
Gagal jantung stadium akhir dengan perburukan curah jantung yang progresif
Faktor pencetus eksaserbasi gagal jantung (Teerlink et al., 2015)
13. Presentasi Klinis
Gagal Jantung
Dekompensasi Akut
(Teerlink et al., 2015).
Tanda Gejala
Kongesti Paru atau Sistemik (“basah”)
• Penambahan berat badan
• Takipnea
• Distensi vena jugularis
• Rhonki
• S3 atau S4 gallop
• Refluks hepatojugular
• Hepatomegali / Splenomegali
• Edema perifer
• Asites
• Edema Anasarka
• Saturasi O2 rendah
• Temuan rontgen dada berupa kongesti, edema paru, efusi pleura
• Peningkatan BNP atau NT-proBNP
• Dispnea saat beraktivitas
• Dispnea saat istirahat
• Ortopnea
• Dispnea nokturnal paroksismal
• Batuk
• Tekanan dada
• Perut distended/kembung
• Kenyang lebih awal
• Edema kaki
Output Jantung Rendah (“dingin”)
• Hipotensi
• Tekanan nadi sempit
• Takikardia
• Status mental yang berubah
• Ekstremitas dingin
• Memburuknya fungsi ginjal dan/atau hati
• Kelelahan
• Pengeluaran urin berkurang
• Penurunan ketajaman mental/perubahan status mental
• Mual/muntah
Nonspesifik
Hiponatremia Kakeksia dan anoreksia
14. Diagnosis
• Pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium biasanya cukup untuk mendiagnosis
ADHF.
• Penilaian elektrolit (natrium, kalium, magnesium), fungsi ginjal, enzim hati
direkomendasikan.
• Peptida natriuretik (BNP, NT-proBNP) adalah biomarker yang sensitif dan harus
dinilai saat masuk dan idealnya saat keluar untuk prognosis; namun, pemantauan
BNP yang sering selama dekompensasi akut belum dapat dipastikan. Emboli paru
dapat menyebabkan peningkatan BNP.
• Peningkatan troponin serum, tidak tergantung pada sindrom koroner akut,
namun umum terjadi pada pasien ADHF dan berhubungan dengan penyakit yang
lebih parah dan prognosis yang lebih buruk.
• Laboratorium tambahan mungkin termasuk, glukosa serum, hemoglobin
glikosilasi, panel lipid puasa, dan tingkat hormon perangsang tiroid pada pasien
tertentu
15. Diagnosis
• EKG 12 sadapan direkomendasikan untuk mengevaluasi ritme dan adanya iskemia.
• Rontgen dada dapat mengkonfirmasi kongesti paru, dan dapat mengidentifikasi
penyebab gejala non-jantung (misalnya, pneumonia).
• Ekokardiografi dapat mengevaluasi struktur dan fungsi jantung, dan penyakit katup.
Diagnosis banding ADHF
meliputi sindrom koroner akut (SKA), eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronik,
pneumonia, gagal ginjal akut, dan emboli paru
(Teerlink et al., 2015)
16. Algoritma
Algoritma pengobatan gagal jantung dekompensasi akut (ADHF). AJR =
refleks jugularis perut; BiPAP = tekanan saluran napas positif bilevel;
BNP = peptida b-natriuretik; CI = indeks jantung; CPAP = tekanan jalan
napas positif terus menerus; DOE = dispnea saat beraktivitas; HJR =
refleks hepatojugularis; JVD = distensi vena jugularis; PCWP = tekanan
baji kapiler paru; PND = dispnea nokturnal paroksismal; SBP = tekanan
darah sistolik; SCr = kreatinin serum; SOB = sesak napas; SVR =
resistensi vaskular sistemik
(DiDomenico et al., 2004)
17. Garis waktu untuk pengelolaan gagal jantung dekompensasi akut (ADHF) di unit gawat darurat/observasi. CO = curah
jantung; ED = departemen darurat; ICU = unit perawatan intensif; mod-sev = sedang hingga parah.
19. Definisi dan Klasifikasi
• Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah sistolik (SBP) seseorang mencapai
140 mm Hg dan/atau tekanan darah diastolik (DBP) mereka 90 mm Hg setelah
pemeriksaan berulang.
• Klasifikasi BP terdapat 2 bentuk, pertama berdasarkan pengukuran BP kantor,
sedangkan kedua berdasarkan nilai BP rawat jalan dan rumah yang digunakan
untuk menentukan hipertensi; definisi ini berlaku untuk semua orang dewasa
(>18 tahun). Kategori BP ini dirancang untuk menyelaraskan pendekatan
terapeutik dengan tingkat BP
(Unger et al., 2020).
20. Kriteria Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Tekanan
Darah Office (oleh petugas medis), Rawat Jalan (ABPM),
dan Pengukuran Tekanan Darah Rumah (HBPM) (Unger
et al., 2020)
SBP/DBP, mmHg
Tekanan darah Office ≥140 and/or ≥90
ABPM
Rata-rata 24 jam ≥130 and/or ≥80
Rata-rata siang hari (atau
bangun)
≥135 and/or ≥85
Rata-rata waktu malam (atau
tidur)
≥120 and/or ≥70
HBPM ≥135 and/or ≥85
Klasifikasi Risiko Hipertensi yang Disederhanakan
menurut Faktor Risiko tambahan, Kerusakan Organ
yang Dimediasi Hipertensi (HMOD), dan Penyakit
Sebelumnya (Unger et al., 2020)
21. Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah pada dewasa (Whelton et al., 2018).
Kategori TD Sistol Diastol
Normal <120 mmHg And <80 mmHg
Prehipertensi 120-129 mmHg And <80 mmHg
Hipertensi
Stadium 1 130-139 mmHg Or 80-89 mmHg
Stadium 2 ≥140 mmHg Or ≥90 mmHg
22. Faktor Risiko CVD yang Umum Pada Penderita Hipertensi (Whelton et al., 2018)
Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi Faktor Risiko Relatif Tetap
- Merokok saat ini
- perokok pasif
- Diabetes mellitus
- Dislipidemia/hiperkolesterolemia
- Kegemukan/obesitas
- Ketidakaktifan fisik/kebugaran rendah
- Pola makan tidak sehat
- CKD
- Riwayat keluarga
- Bertambahnya usia
- Sosial ekonomi rendah
- Status pendidikan
- Jenis kelamin laki-laki
- Apnea tidur obstruktif
- Stres psikososial
Catatan:
• Faktor-faktor yang dapat diubah dan, jika diubah, dapat mengurangi risiko CVD.
• Faktor yang sulit diubah (CKD, status sosial ekonomi/pendidikan rendah, apnea tidur obstruktif), tidak dapat
diubah (riwayat keluarga, peningkatan usia, jenis kelamin laki-laki), atau, jika diubah melalui penggunaan teknik
intervensi saat ini, mungkin tidak mengurangi CVD risiko (stres psikososial).
CKD = penyakit ginjal kronis; dan CVD = penyakit kardiovaskular.
23. Diagnosis
Riwayat Kesehatan
• Tekanan darah: Hipertensi onset baru, durasi, kadar BP sebelumnya, obat antihipertensi saat ini dan
sebelumnya, obat lain/obat bebas yang dapat mempengaruhi BP, riwayat intoleransi (efek samping) obat
antihipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan antihipertensi, riwayat intoleransi (efek samping) obat
antihipertensi, kepatuhan terhadap pengobatan antihipertensi, riwayat hipertensi dengan kontrasepsi oral atau
kehamilan.
• Faktor risiko: Riwayat pribadi CVD (infark miokard, gagal jantung [HF], stroke, serangan iskemik transien [TIA],
diabetes, dislipidemia, penyakit ginjal kronis [CKD], status merokok, diet, asupan alkohol, aktivitas fisik, aspek
psikososial, riwayat depresi). Riwayat keluarga dengan hipertensi, CVD prematur, hiperkolesterolemia (familial),
diabetes.
• Penilaian risiko kardiovaskular secara keseluruhan: Sejalan dengan pedoman/rekomendasi lokal (lihat skor
risiko di Bagian 11 di akhir dokumen).
• Gejala/tanda hipertensi/penyakit penyerta: Nyeri dada, sesak napas, palpitasi, klaudikasio, edema perifer,
sakit kepala, penglihatan kabur, nokturia, hematuria, pusing.
• Gejala sugestif hipertensi sekunder: Kelemahan otot/tetani, kram, aritmia (hipokalemia/aldosteronisme
primer), flash pulmonary edema (stenosis arteri ginjal), berkeringat, palpitasi, sering sakit kepala
(pheochromocytoma), mendengkur, kantuk di siang hari (obstructive sleep apnea), gejala sugestif penyakit
tiroid (lihat Bagian 10 untuk daftar lengkap gejala).
24. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
• Sirkulasi dan jantung:
Denyut nadi/ritme/karakter, nadi/tekanan vena jugularis, denyut puncak,
bunyi jantung ekstra, ronki basal, edema perifer, bruit (karotis, abdomen,
femoralis), penundaan radio-femoral.
• Organ/sistem lain:
Ginjal membesar, lingkar leher >40 cm (obstructive sleep apnea), pembesaran
tiroid, peningkatan indeks massa tubuh (BMI)/lingkar pinggang, timbunan
lemak dan striae berwarna (penyakit/sindrom Cushing).
25. Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium dan EKG
• Tes darah: Natrium, kalium, kreatinin serum dan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR). Jika
tersedia, profil lipid dan glukosa puasa.
• Tes urin: Tes urin dipstick.
• EKG 12 sadapan: Deteksi fibrilasi atrium, hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penyakit jantung iskemik.
(Unger et al., 2020)
26. Diagnosis
Pemeriksaan tambahan
Teknik Pencitraan
• Ekokardiografi: LVH, disfungsi sistolik/diastolik, dilatasi atrium, koarktasio
aorta.
• Ultrasonografi karotis: Plak (aterosklerosis), stenosis.
• Pencitraan ginjal/arteri ginjal dan adrenal: Dupleks ultrasonografi/arteri
ginjal; CT-/MR-angiografi: penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri ginjal, lesi
adrenal, patologi perut lainnya.
• Fundoskopi: Perubahan retina, perdarahan, papiledema, tortuositas,
nipping.
• Brain CT/MRI: Cedera otak iskemik atau hemoragik akibat hipertensi.
27. Diagnosis
Pemeriksaan tambahan
Tes Fungsional dan Investigasi Laboratorium Tambahan
• Indeks pergelangan kaki-brakial: Penyakit arteri perifer (ekstremitas bawah).
• Pengujian lebih lanjut untuk hipertensi sekunder jika dicurigai: rasio
aldosteron-renin, metanephrine bebas plasma, kortisol saliva larut malam
atau tes skrining lainnya untuk kelebihan kortisol.
• Rasio albumin/kreatinin urin
• Kadar asam urat serum (s-UA)
• Tes fungsi hati
28. Tatalaksana
Modifikasi Gaya Hidup
• Pilihan gaya hidup sehat dapat mencegah atau
menunda timbulnya tekanan darah tinggi dan
dapat mengurangi risiko kardiovaskular.
Modifikasi gaya hidup juga merupakan
pengobatan antihipertensi lini pertama.
Modifikasi gaya hidup juga dapat meningkatkan
efek pengobatan antihipertensi. Modifikasi gaya
hidup harus mencakup berikut ini:
Rencana Pengukuran Tekanan Darah Menurut Tingkat
Tekanan Darah Kantor
30. Target tekanan darah kantor untuk hipertensi yang diobati
1. Perawatan harus berbasis bukti dalam kaitannya dengan pencegahan morbiditas/mortalitas.
2. Gunakan rejimen sekali sehari yang memberikan kontrol tekanan darah 24 jam.
3. Perawatan harus terjangkau dan/atau hemat biaya dibandingkan dengan agen lain.
4. Perawatan harus ditoleransi dengan baik.
5. Bukti manfaat penggunaan obat dalam populasi yang akan diterapkan.
Karakteristik Ideal dari Perawatan Obat (Unger et al., 2020)
31. Strategi inti terapi obat ISH.
Karakteristik ideal terapi obat
(Unger et al., 2020).
36. Hiperuresemia Peningkatan kadar asam urat
dalam darah
Prevalensi tertinggi pada umur ≥75
tahun (33% dan 54,8%), perempuan
memiliki angka lebih tinggi yaitu
(13,4%) disbanding laki-laki (10,3)
1. Kesemutan dan linu.
2. Nyeri terutama malam hari atau
pagi hari saat bangun tidur.
3. Sendi yang terkena asam urat
terlihatan bengkak, kemerahan,
panas, dan nyeri luar biasa pada
malam dan pagi (Adler et al., 2015)
Dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium
1. Diet
2. Pemberian obat
golongan
xantinoksidasi
inhibitor seperti
allupurinol dan
feburostat.
3. Obat-obatan anti
inflamasi nonsteroid
Nilai normal:
Pria dewasa: ‹7,0
mg/dl
Wanita dewasa :
‹6,0 mg/dl
39. DISLIPIDEMIA
Penelititan Multinational monitoring of trends
and determinants in cardiovascular disease
(MONICA) di Jakarta:
-1988 : rata-rata kolesterol total pada wanita
adalah 206,6 mg/dL dan pria 199,8 mg/dL,
-1993 : meningkat menjadi 213,0 mg/dL pada
wanita dan 204,8 mg/dL pada pria.
-Di beberapa daerah nilai kolesterol yang sama
yaitu Surabaya (1985) sebesar 195 mg/dL,
Ujung Pandang (1990) sebesar 219 mg/dL dan
Malang (1994) sebesar 206 mg/dL.
EPIDEMIOLOGI
kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan dan penurunan dari
fraksi lipid dalam plasma.
40. *Dislipidemia dapat menimbulkan PJK karena pada dislipidemia
terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol LDL, trigliserida, kolesterol
total, dan penurunan kolesterol HDL
Tabel Interpretasi kadar Kolestrol
42. Acute Coronary Sindrome
• Riwayat Penyakit
Jantung Koroner pada
keluarga
• Usia, >45 tahun
• Jenis Kelamin,
Laki>Perempuan
• Etnik
TIDAK DAPAT
DIMODIFIKASI
• Hipertensi
• Diabetes melitus
• Hiperkolesterolemia
• Merokok
• Diet tinggi lemak
• Obesitas
• Stress
DAPAT DIMODIFIKASI
Faktor Resiko
- Pasien dg kardiomiopati hipertrofik atau penyakit jantung dapat mengeluh nyeri dada disertai
perubahan EKG dan peningkatan marka jantung menyerupai yang terjadi pada pasien IMA-NEST
- Miokarditis dan pericarditis keluhan nyeri dada, perubahan EKG, peningkatan biomarka jantung dan
gerak dinding jantung menyerupai IMA-NEST
- Stroke dapat disertai perubahan EKG, peningkatan marka jantung, dan gangguan dinding jantung
- Diagnosis banding non-kardiak mengancam jiwa yang selalu harus disingkirkan adalah emboli paru
dan diseksi aorta
DIAGNOSIS BANDING
44. Kekuatan
kontraksi
ventrikel ↓
Uncoordin
ated apex
beat,
diffuse/fai
nt
↑ HR
PATOFISIOLOGI
Diastolic
compliance
↓ (miokard
nekrotik tidak
dapat relaksasi)
Edema paru: cairan
eksudat mengisi
alveoli kolaps
Inspirasi, udara
masuk dan
membuka
alveoli
Nekrosis
otot
papillary
Katup tidak
disokong
dengan baik
Regurgitasi
katup mitral
Pansistolik
murmur
(apex)
LV
penuh
dengan
darah
residual
Turbulensi
aliran early
diastolic
dari L
atrium ke LV
S3
Kontraksi atrium
mendorong
darah ke non-
compliant LV
pada end diastole
S4
Crackles
/rales
Yan, Yu. 2013. Myocardial Infarction: Findings on Physical Exam. https://calgaryguide.ucalgary.ca/myocardial-infarction-findings-on-physical-
46. Prosedur intervensi non bedah
dengan menggunakan kateter
untuk melebarkan/membuka
pembuluh darah coroner yang
menyempit dengan balon atau
stent
1. Percutaneous Coronary
Intervention (PCI) atau
Intervensi Koroner Perkutan
(IKP) 1. Primary PCI : IKP emergensi
yang dikerjakan pada arteri
yang infark tanpa terapi
fibrinolitik sebelumnya dan
lebih disarankan sebagai
terapi reperfusi
dibandingkan fibrinolisis
2. Rescue PCI : IKP emergensi
yang dilakukan sesegera
mungkin jika terapi
fbrinolitik gagal.
TATALAKSANA STEMI
47. Pasien yang menjalani prosedur
primary PCI sebaiknya mendapatkan
dual anti platelet Therapy (DAPT)
dan antikoagulan
Farmakoterapi Periprosedural
PCI
1. DAPT
- Aspirin dosis loading 160-320
mg peroral diikuti dosis
pemeliharaan 75 -100 mg/hari
PLUS
- Ticagrelor dosis loading 180
mg diikuti dosis pemeliharaan
90 mg dua kali sehari atau
- Clopidogrel dosis loading 600
mg diikuti 75 mg/hari
2. Antikoagulan
- UFH (unfractioned heparin)
70-100 IU/kgBB bolus iv
- Enoxaparin 0,5 mg/kgBB bolus
iv
48. Strategi reperfusi yang penitng
terutama pada faskes yang tidak
dapat melakukan PCI pada
pasien STEMI dalam waktu yang
disarankan (<12 jam).
2. Terapi Fibrinolitik
• Agen yang spesifik terhadap fibrin
(tenecteplase, alteplase, reteplase
lebih disarankan dibandingkan agen
tidak spesifik (streptokinase)
• Harus diberikan aspirin oral dan
clopidogrel diindikasikan sebagai
tambahan untuk aspirin.
• Antikoagulan direkomendasikan bagi
pasien STEMI dengan fibrinolitik
sampai revaskularisasi bisa dilakukan
atau selama dirawat di RS hingga 5 hari
(maks 8 hari) dengan pilihan:
- Enoxaparin iv diikuti subkutan
- UFH bolus iv sesuai berat badan
dan infus selama 3 hari
- Pada pemebrian streptokinase
diberikan fondaparinux iv bolus
dilanjut subkutan 24 jam kemudian
51. 3. Oksigen
• Oksigen diindikasikan pada
pasien dengan hipoksemia
(SaO2 <90% atau PaO2 <60
mmHg) dan pasien dengan
edema pulmonal (SaO2 <90% )
untuk mempertahankan
saturasi >95%
• Oksigen rutin tidak
direkomendasikan bagi pasien
dengan SaO2 >90%
4. Statin
• Direkomendasikan untuk memulai
statin intensitas tinggi sesegera
mungkin, kecuali terdapat
kontraindikasi atau intoleransi, dan
diberikan dalam jangka panjang
• Target LDL <70 gr/dL atau reduksi
minimal 50% jika kadar awal 70-135
mg/dL.
• Pada pasien LDL > 70 mg/dL harus
dipertimbangkan terapi lanjutan
52. Terapi Jangka Panjang
6. Statin intensitas tinggi perlu
diberikan/dilanjutkan setelah
pasien MRS bila tidak ada
kontraindikasi/intoleransi
tanpa memandang nilai
kolesterol inisial
7. ACEi diindikasikan sejak 24 jam
bagi pasien IMA-EST dengan
gagal ginjal, disfungsi sistolik
ventrikel kiri, diabetes, atau
infark anterior. Alternatif
lainnya adalah ARB
8. Antagonis aldosterone
diindikasikan apabila fraksi
injeksi < 40% atau terdapat
gagal jantung atau diabetes
bila tidak terdapat gagal ginjal
atau hiperkalemi
1. Kendalikan faktor risiko
dengan ketat seperti
hipertensi, diabetes, dan
terutama merokok
2. Terapi antiplatelet dengan
aspirin dosis rendah (75-100
mg) diindikasikan tanpa henti
3. DAPT diindikasikan hingga 12
bulan setelah STEMI
4. Beta blocker oral diindikasikan
untuk pasien dengan gagal
ginjal atau disfungsi ventrikel
kiri
5. Profil lipid puasa harus
didapatkan pada setiap pasien
IMA-EST sesegera mungkin
sejak datang
54. KLASIFIKASI (ESC, 2020)
Nyeri dada akut persisten
(> 20 menit)
Elevasi ST segmen
Oklusi total/subtotal akut
STEMI
Tx: Reperfusi segera
(PCI), fibrinolitik
Nyeri dada akut
Elevasi ST segmen tidak
persisten
Depresi segmen ST
Gelombang T datar
Gelombang T inversi
Gelombang T
pseudonormalisasi
EKG normal
NSTEACS
NYERI DADA + NON ST
ELEVASI
NYERI DADA + ST
ELEVASI
ANAMNESIS+ELEKTROKARDIOGRAFI
Collet et al. 2020 ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation. EHJ. 2021. 42:
1289-1367
55. Dx: angina pektoris akut TANPA
elevasi segmen ST yang menetap
di 2 sadapan
• Depresi segmen ST
• inversi gelombang T
• Flattening gelombang T
NSTEMI UAP
↓ / N Enzim jantung
Enzim jantung
↑
ANAMNESIS+PEMERIKSAAN FISIK+
ELEKTROKARDIOGRAFI+
BIOMARKER ENZIM JANTUNG
PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Keempat PERKI. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Kee
57. Disrupsi plak dan
trombosis oklusi total
sehingga terjadi iskemia
transmural dan nekrosis
Plak ateroskerosis dengan
stenosis permanen. Gejala
muncul bila kebutuhan
oksigen melebihi suplai
oksigen ke jantung (latihan,
stres)
Disrupsi plak terbentuk
trombus penurunan perfusi
atau peningkatan kebutuhan
oksigen (oxygen mismatch).
Trombus bersifat labil dengan oklusi
tidak menetap.
Miokardium mengalami stres tetapi
bisa membaik kembali.
Ruptur plak thrombus
oklusi parsial infark
subendokardial
58. TATALAKSANA
UAP DAN NSTEMI
NSTEMI Ukur biomarka cedera
kardiomiosit
NSTEMI dapat disingkirkan jika :
1. Konsentrasi hs-cTn sangat rendah.
2. Konsentrasi hs-cTn rendah dan
tidak ada peningkatan relevan dalam
waktu 1 jam
Kemungkinan besar pasien
mengalami NSTEMI apabila kadar hs-
cTn meningkat sedang atau terjadi
peningkatan jelas dalam 1 jam
pertama.
Algoritma digunakan jika awitan nyeri dada >3 jam
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
59. STRATIFIKASI
RISIKO
TIMI
(Thrombolysis in
Myocardial
Infarction)
GRACE
(Global Registry of
Acute Coronary
Events)
CRUSADE
(Can Rapid risk stratification of
Unstable angina patients Supress
Adverse outcomes with Early
implementation of the ACC/AHA
guidelines)
Tujuan: Menentukan strategi penanganan
lanjutan (konservatif atau invasif) pada
NSTEMI
Prediksi
mortalitas 30
hari dan 1 tahun
pada SKA
Prediksi mortalitas saat
perawatan di RS dan 6 bulan
setelah KRS
Risiko
perdarahan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
60. Waktu Melakukan Strategi Invasif (IKP dan BPAK)
(waktu untuk melakukan angiografi dihitung dari kontak medis pertama)
1. Strategi invasive segera (<2 jam) (Kelas I-C)
Pasien risiko sangat tinggi direkomendasikan
untuk menjalani revaskularisasi, tanpa
menghiraukan hasil EKG maupun biomarka
jantung.
Pasien yang sadar angiografi koroner
Pasien koma pemeriksaan non-kardiak dan
angiografi coroner. dilakukan secara langsng
setelah pasti tidak ditemukan penyebab henti
jantung non-coroner.
2. Strategi invasive dini (<24 jam) (Kelas I-A)
Pada strategi ini angiografi coroner dilakukan
dalam waktu 24 jam setelah pasien dirawat. Suatu
meta-analisis menunjukkan bahwa selang waktu
dini (16-14 jam) memiliki risiko iskemia yang lebih
rendah, durasi perawatan di RS lebih pendek,
serta lebih sedikit perdarahan dan kejadian kardiak
yang tidak diinginkan. Analisis lainnya
menunjukkan risiko iskemik refrakter juga lebih
rendah pada strategi invasif dini.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
61. 3. Strategi invasive (<72 jam) (Kelas
I-A)
Strategi invasive merupakan
keterlambatan maksimal yang
direkomendasikan untuk angiografi
pada pasien dengan minimal 1 kriteria
risiko intermediat, gejala rekuren, atau
pemeriksaan iskemia non-invasive.
4. Strategi invasive selektif (Kelas I-
A)
Pasien tanpa gejala rekuren dan tidak
memiliki kriteria spt tabel dianggap
memiliki risiko rendah kejadian iskemik.
Pada pasien ini direkomendasikan
suatu tes stress non-invasive (dengan
pencitraan) untuk mengidentifikasi
inducible ischaemia
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
62. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
63. Terapi Farmakologi
- Beta Blocker
- Nitrat
- Calcim
Channel
Blocker (CCB)
Anti iskemia
Blok reseptor beta-1
konsumsi oksigen
mikoard menurun
• Dilatasi vena menurunkan preload
dan volume akhir diastolic ventrikel kiri
• Dilatasi coroner
• Kontra indikasi SBP <90mmHg/
>30 mmHg dibawah nilai awal,
bradikardia berat (<50x/m), takikardia
tanpa gejala HF, atau infark ventrikel
kanan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
64. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
65. Antiplatelet
- Aspirin semua pasien tanpa kontraindikasi.
Setiap hari untuk jangka panjang tanpa
memandang strategi pengobatan yang diberikan
- P2Y12 inhibitor diberikan bersama aspirin
selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi (
risiko perdarahan tinggi)
- Ticagrelor semua pasien riisko iskemik
sedang-tinggi (peningkatan troponin) dan
Clopidogrel untuk pasien yang tidak bisa
mendapatkan ticagrelor
- PPI (bukan omeprazole) diberikan Bersama
DAPT untuk pasien riwayat perdarahan saluran
cerna dan/atau ulkus peptikum serta pada psien
dengan faktor risiko : infeksi H. pylori, usia 65 th,
konsumsi antikoagulan atau steroid
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
66. Penghambat
Reseptor Glikoprotein
IIb/IIIa
• Kombinasi antiplatelet oral, penghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa, dan antikoagulan
ditentukan berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan (Kelas I-C).
• Penghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah
mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (ada peningkatan troponin dan thrombus yang
terlihat) apabila risiko perdarahan rendah (Kelas I-B).
• Tidak disarankan diberikan rutin sebelum angiografi atau pada pasien yang mendapatkan
DAPT yang diterapi secara konservatif (Kelas III-A)
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
Abciximab
Tirofiban
Eptifibatide
67. - Disarankan untuk semua pasien dengan terapi antiplatelet
- Pemilihan antikoagulan didasari risiko perdarahan, iskemia, dan
profil efikasi keamanan agen
- Fondaparinux memiliki profil keamanan berbanding risiko yang
paling baik
- Enoxaparain disarankan apabila fondaparinux tidak tersedia
untuk pasien risiko perdarahan rendah
- UFH diberikan apabila kedua agen diatas tidak tersedia
Antikoagulan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
68. Kombinasi Antiplatelet
dan Antikoagulan
• Kombinasi warfarin & aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko
perdarahan harus dipantau ketat
• Kombinasi aspirin, clopidogrel, dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi
dapat diberikan dalam waktu sesingkat mungkin dengan target INR terendah
yang efektif
• Antikoagulan + aspirin dan CPG risiko tinggi perdarahan terutama pada
penderita tua , target INR 2-2,5 lebih dianjurkan
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
70. ARB alternatif pada pasien yang
intoleran terhadap ACEi.
- ACEi mengurangi
remodeling dan
menurunkan angka
mortalitas paska infark
miokard yang disertai
gang fungsi sistolik
dengan atau tanpa
gejala klinis gagal
jantung
- Pasien dengan fraksi
ejeksi < 40%, diabetes,
hipertensi, penyakit
ginjal kronik
diindikasikan
menggunakan ACEi
untuk jangka panjang
kecuali ada
kontraindikasi.
ACEi (angiotensin converting
enzyme inhibitor) dan ARB
(angiotensin II receptor blocker)
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
71. Tanpa melihat nilai awal LDL dan tanpa pertimbangan
modifikasi diet, statin perlu diberikan pada semua pasien
NSTE-ACS termasuk yang telah menjalani revaskularisasi
kecuali ada kontraindikasi
Statin
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2018. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi IV. Jakarta : PERKI
75. • Transaminase/aminotransferase: Enzim yg mengkatalis suatu reaksi
antara Asam Amino & Asam α-keto protein
• Enzim transaminase: SGPT, Gamma GT, CHE, AST, ALT
• Kerusakan pd sel hepar enzim – enzim dlm sel hepar keluar dlm
darah kadar enzim transaminase darah ↑
76. Digunakan u/ mengetahui kerusakan sel
SGPT
Digunakan sbg marker kolestasis
Gamma GT
Digunakan sbg marker gangguan sintesis hati
CHE
Transaminase yg banyak ditemukan pd hati
ALT
• Kadar normal: 7-56 unit/serum liter
• ↑: Pankreatitis Akut, Penyakit Celiac, Sirosis, Kematian jaringan hati (nekrosis hati), Hepatitis (virus, autoimun), Hemokromatosis herediter, Mononukleosis menular,
Kurangnya aliran darah ke hati (iskemia hati), Penyakit hati, Tumor hati, Penggunaan obat-obatan yang beracun bagi hati
Transaminase yg banyak ditemukan dlm jantung, otot, sel hepar
AST
• Kadar normal: 5-40 unit/serum liter
• ↑: anemia hemolitik akut, pankreatitis akut, gagal ginjal akut, sirosis, serangan jantung, hepatitis, hemokromatosis herediter, mononukleosis menular, kurangnya aliran
darah ke hati (iskemia hati), nekrosis hati, tumor hati, multiple trauma, penyakit otot primer, distrofi otot progresif, kateterisasi jantung atau angioplasti baru-baru ini,
kejang baru-baru ini, operasi baru-baru ini, luka bakar dalam yang parah, trauma otot rangka, penggunaan obat-obatan yang beracun bagi hati
78. IDENTITAS PASIEN
● Nama : Ny. J
● Usia : 65 Tahun
● Jenis Kelamin : Laki-laki
● No. RM : 137***
● Alamat : Dampit, Malang
● Tanggal Masuk IGD : 12 Januari 2022
● Jam Datang : 18.00 WIB
● DPJP Utama : dr. Indra, Sp.JP
79. ANAMNESIS
Keluhan utama: sesak
RPS:
• Pasien mengatakan sesak sejak 2 bulan terakhir dan memberat 2 hari yang lalu
• Sesak dirasakan sejak 2 bulan dan hanya timbul setelah melakukan aktivitas berat
• Selama 2 hari terakhir semakin memberat, sesak akan timbul hanya dengan berjalan 2-3 m atau
menaiki 3 anak tangga, napas ngongsrong
• Sesak membaik dengan istirahat atau dengan posisi duduk.
• Sesak dirasakan memberat dengan posisi tidur lurus terlentang sehingga biasa tidur dengan bantal
ditinggikan atau duduk. Sejak 3 hari ini pasien tidak bisa tidur di malam hari karena sesak dan butuh
disangga bantal tinggi untuk mengurangi sesak, sering terbangun saat malam hari karena sesak napas
(Paroxysmal Nocturnal Dyspneu +, Ortopneu +)
• Sesak pada 2 hari terakhir disertai nyeri dada kanan kiri, dirasakan hilang timbul dan terasa cenat-
cenut, lama nyeri < 1 menit, nyeri tidak menjalar, tidak tembus ke punggung, dan nyeri berkurang
dengan istirahat.
80. • Pasien mengeluhkan bengkak pada kedua kaki sejak 2 minggu yang lalu, bengkak sedikit berkurang
dengan posisi tungkai ditinggikan
• Batuk (+) kering jarang-jarang sejak 2 minggu yang lalu
• Nyeri pada perut terasa begah terutama saat makan dan minum sedikit
• BAK (+), BAB (+) jumlah sedikit
• Minum (+), makan (+) jumlah sedikit
81. RPD:
• Hipertensi (+) pasien mengaku terkontrol (tidak kontrol ke dokter tetapi mengaku rutin minum obat
antihipertensi)
• DM (-) disangkal
• Kolesterol (-) disangkal
• Riwayat asma atau penyakit paru (-) disangkal
• Riwayat jantung (-)
• Riwayat ginjal (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
HT (-); DM (-); Penyakit jantung(-); Asma(-)
Riwayat Pengobatan: Amlodipin 5 mg
Riwayat Alergi: -
Riwayat Kebiasaan: merokok (-), minum jamu (-), alkohol (-), soda (-)
ANAMNESIS
82. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : composmentis (GCS 456)
Vital Sign:
• SaO2: 94% on room air monitoring
15 menit SaO2 : 99% on NRBM 10 lpm
• RR: 52 x/menit monitoring 15
menit RR : 25 x/menit
• HR: 110 x/menit monitoring 15
menit HR : 108 x/menit
• TD: 166/110 mmHg monitoring 15
menit TD : 168/98 mmHg
• T: 36,6 oC monitoring 15 menit T :
36,2 oC
KEPALA/LEHER:
Kepala :
• a/i/c/d : -/-/-/+
• Mata: konjungtiva pucat (-); sklera ikterik (-); PBI 3
mm|3 mm, RC +/+
• Telinga : otorhea(-/-); serumen (tidak di evaluasi);
corpus alienum (-)
• Hidung : napas cuping hidung(+); deformitas (-)
• Mulut : sianosis (-); coated tounge (tidak di
evaluasi); karies gigi (tidak di evaluasi); Tonsil (tidak
di evaluasi); mukosa lembab
Leher :
• Inspeksi : deviasi trakhea (-)
• Palpasi : denyut A. Carotis teraba; JVP 5 + 3 cmH2O
pembesaran KGB (-), nyeri tekan(-)
• Auskultasi : Bruit (-)
83. Thorax :
Cor:
• Inspeksi: scar (-), jejas (-), ictus cordis invisible
• Palpasi: trill (-), heave (-), ictus cordis teraba di
ICS 5 AAL S
• Perkusi: Kesan membesar. Batas jantung D di
ICS 4 PSL D, batas jantung S di ICS 5 AAL S +
2cm ke lateral
• Auskultasi: S1 S2 single irreguler, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo:
• Inspeksi: barrel chest (-), bentuk dinding
dada normal
• Palpasi: pergerakan dinding dada D/S
simetris, stem fremitus simetris D/S
• Perkusi: sonor +/+
• Auskultasi: R
h
-
-
+
-
-
+
Wh -
-
-
-
-
-
Ve
s
+
+
+
+
+
+
Abdomen :
- Inspeksi: flat
- Auskultasi : BU (+) 14x/menit
- Palpasi : soefl; nyeri tekan superfisial
[
− + −
− − −
− − −
]
-Perkusi : Timpani
-Hepar : 12cm, tepi tajam
Ekstremitas : Akral hangat kering merah
+ +
+ +
;
edema
− −
+ + ; CRT <2s,
pulsus defisit (+)
PEMERIKSAAN FISIK
85. Interpretasi EKG
Irama: Sinus rhythm
Heart rate : 1500/14 = 107 x/menit, reguler
Axis : LAD (+ di lead I dan – di lead aVF)
Transitional zone: V4-V5 clockwise rotation
Gelombang P :0,06 s
PR Interval :0,16 s
QRS kompleks : Lebar 2 kotak= 0,08 di lead V1-V4
• LAHB (Left Anterior Hemi Block) : rS lead III, aVF; qR lead aVL
• LVH : 37 mm (+)
• RVH : 0,09 (-)
• Q patologis : (-)
• LBBB : (-)
• RBBB : (-)
ST segmen: ST depresi pada lead V6
QT interval: 0,32 s
Gelombang T : T inversi (+) lead I, aVL, V6; T tall (-)
Kesimpulan: Sinus takikardi, dengan HR 107 x/menit; LAD; Clockwise rotation; LVH; dan ST depresi pada lead V6
(iskemik lateral); T inversi lead I, aVL, V6 (iskemik lateral); LAHB
97. PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis dengan Acute Decompensated Hearth Failure (ADHF) dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang berupa EKG dan X-Ray Thorax.
- Didapatkan pasien sudah memiliki riwayat hipertensi, mengaku rutin minum amlodipin 5 mg tetapi tidak rutin
kontrol dan datang dengan TD: 166/110
- Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien termasuk dalam kategori NYHA kelas III disertai
tanda congestive
- Pasien juga terdapat keluhan angina tipikal kategori CCS kelas III
- Foto X-Ray thorax terdapat cardiomegali
- EKG terdapat pembesaran ventrikel kiri
- Dari hasil ekokardiografi terdapat penurunan EF hingga 24%
Dikarenakan terdapat tanda kongestif tanpa adanya tanda hipoperfusi maka terapi yang diberikan:
- Loop diuretic dengan dosis 20-40 mg
- NTG sebagai vasodilator pembuluh darah
- ACE-I diberikan pada pasien dengan EF ≤ 40%
- CCB yaitu amlodipin
98. PEMBAHASAN
- Keluhan nyeri dada pada pasien merupakan angina tipikal de novo yang masuk dalam kategori CCS kelas III
- Terapi yang diberikan :
- Pemberian antiplatelet dan antikoagulan
- Pemberian dinitrate untuk nyeri dada yang dikeluhkan
- Dan pada setiap ACS diterapi dengan atorvastatin
- Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan tingginya kadar kolesterol pada pasien
sehingga perlu adanya terapi dislipidemia salah satunya yaitu atorvastatin
- Peningkatan dari hasil labopratorium faal hati tidak diberikan terapi karena tidak didukung
klinis mengarah pada suatu penyakit
- Pasien didapatkan adanya peningkatan kadar asam urat sehingga diberikan terapi
hiperurisemia salah satunya yaitu pemberian allopurinol
100. KESIMPULAN
Definisi ADHF
Onset cepat, atau perubahan, gejala dan tanda
gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil
Faktor risiko:
• hipertensi dengan non optimal medication
Gejala dan tanda:
• angina ekuivalen
• Hepertensi grade II
• Kardiomegali
• Rhonki dan edema inferior
Temuan EKG:
• sinus takikardi dengan HR 107x/menit, LAD,
Clockwise rotation, LVH, dan terdapat
iskemik pada regio lateral, LAHB
X ray Thorax:
• Cardiomegali dengan apex tertanam
Pemeriksaan Laboratorium:
• Cholesterol 218mg/dL
• LDL-c 152,6mg/dL
Pemeriksaan ekokardiografi
• LVEF 24% (HFrEF)
• LVH dan iskemik dapat menjadi penuntun
dalam mengetahui faktor pencetus
(precipiting factor) kondisi akut pasien
dan etiologi gagal jantungnya.
• Pemeriksaan ekokardiografi dapat
membantu mengetahui etiologi penyakit
yaitu dengan mengetahui fungsi jantung
dan kelainan anatomis jantung
Diagnosis ADHF
• Ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
• Analisis faktor risiko dan etiologi penyakit
sangat dibutuhkan untuk mengetahui
terapi yang tepat
Tatalaksana
• Atasi kondisi akut: oksigenasi dan diuretic
• Atasi pencetus: antihipertensi dan
antiiskemia
• Atasi faktor risiko: dislipidemia dan
hiperurisemia
KASUS
102. Daftar Pustaka
• DiDomenico, R. J., Park, H. Y., Southworth, M. R., Eyrich, H. M., Lewis, R. K., Finley, J. M., & Schumock, G. T.
(2004). Guidelines for Acute Decompensated Heart Failure Treatment. Annals of Pharmacotherapy, 38(4),
649–660. https://doi.org/10.1345/APH.1D481
• Teerlink, J. R., Alburikan, K., Metra, M., & Rodgers, J. E. (2015). Send Orders for Reprints to
reprints@benthamscience.net Acute Decompensated Heart Failure Update. Current Cardiology Reviews, 11,
53–62.
• Unger, T., Borghi, C., Charchar, F., Khan, N. A., Poulter, N. R., Prabhakaran, D., Ramirez, A., Schlaich, M.,
Stergiou, G. S., Tomaszewski, M., Wainford, R. D., Williams, B., & Schutte, A. E. (2020). 2020 International
Society of Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertension, 75(6), 1334–1357.
https://doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026
• Whelton, P. K., Carey, R. M., Aronow, W. S., Casey, D. E., Collins, K. J., Dennison Himmelfarb, C., DePalma, S.
M., Gidding, S., Jamerson, K. A., Jones, D. W., MacLaughlin, E. J., Muntner, P., Ovbiagele, B., Smith, S. C.,
Spencer, C. C., Stafford, R. S., Taler, S. J., Thomas, R. J., Williams, K. A., … Wright, J. T. (2018). 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Pr. Journal of the American College of
Cardiology, 71(19), e127–e248. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2017.11.006
• WHO. (2007). Standard Treatment Guidelines: Hypertension Armed Forces. WHO.
Editor's Notes
Kdg ada peningakatn troponin lambat pd <1% px shg bs dilakukan px serial troponin jk dugaan klinis ttp tinggi / jk px mengalami nyeri dada rekuren