Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien-pasien yang dirawat dengan infark miokard. Tindakan revaskularisasi dini terbukti mampu menurunkan kejadian syok kardiogenik pada kasus infark miokard akut. Tingkat kejadian syok kardiogenik telah banyak berkurang belakangan ini, mulai dari 20% pada tahun 1960an, hingga saat ini tinggal + 8% saja. Jenis infark miokard akut yang paling sering menyebabkan syok kardiogenik adalah STEMI. Sekitar 80% kasus syok kardiogenik yang berkaitan dengan infark miokard akut. 80% Syok kardiogenik yang terjadi akibat infark miokard disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Sedangkan yang lainnya adalah mitral regurgitasi akut, rupture septum ventrikular, gagal ventrikel kanan, serta tramponade jantung. Insidensi syok kardiogenik lebih tinggi pada pria daripada wanita (3:2). Perbedaan ini disebabkan karena semakin meningkatnya kejadian penyakit jantung koroner pada pria. Namun demikian persentase kejadian syok kardiogenik yang mengikuti infark miokard lebih banyak pada wanita dibanding pria. Umur rata-rata pasien dewasa yang mengalami syok kardiogenik adalah 65-66 tahun. Ras yang paling tinggi persentasenya untuk kejadian syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras afrika amerika 65%, kulit putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41%.3,4,6
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pectoris tak stabil dan 2,1% pasien IMA non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana yang tersering setelah 48 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang berkisar 4,2% sampai 7,2 %. Tingkat mortalitas masih tetap tinggi sampai saat ini, berkisar 70%-100%. Namun demikian data registri menunjukan penurunan 5% dalam dekade terakhir, walaupun laju syok kardiogenik yang berkunjung ke rumah sakit tidak berubah. Hal ini mungkin disebabkan peningkatan frekuensi revaskularisasi dengan intervensi koroner perkutan primer pada sindrom koroner akut.7
Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien-pasien yang dirawat dengan infark miokard. Tindakan revaskularisasi dini terbukti mampu menurunkan kejadian syok kardiogenik pada kasus infark miokard akut. Tingkat kejadian syok kardiogenik telah banyak berkurang belakangan ini, mulai dari 20% pada tahun 1960an, hingga saat ini tinggal + 8% saja. Jenis infark miokard akut yang paling sering menyebabkan syok kardiogenik adalah STEMI. Sekitar 80% kasus syok kardiogenik yang berkaitan dengan infark miokard akut. 80% Syok kardiogenik yang terjadi akibat infark miokard disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri. Sedangkan yang lainnya adalah mitral regurgitasi akut, rupture septum ventrikular, gagal ventrikel kanan, serta tramponade jantung. Insidensi syok kardiogenik lebih tinggi pada pria daripada wanita (3:2). Perbedaan ini disebabkan karena semakin meningkatnya kejadian penyakit jantung koroner pada pria. Namun demikian persentase kejadian syok kardiogenik yang mengikuti infark miokard lebih banyak pada wanita dibanding pria. Umur rata-rata pasien dewasa yang mengalami syok kardiogenik adalah 65-66 tahun. Ras yang paling tinggi persentasenya untuk kejadian syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras afrika amerika 65%, kulit putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41%.3,4,6
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pectoris tak stabil dan 2,1% pasien IMA non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana yang tersering setelah 48 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi besar di negara maju, pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap ditemukan kejadian syok kardiogenik yang berkisar 4,2% sampai 7,2 %. Tingkat mortalitas masih tetap tinggi sampai saat ini, berkisar 70%-100%. Namun demikian data registri menunjukan penurunan 5% dalam dekade terakhir, walaupun laju syok kardiogenik yang berkunjung ke rumah sakit tidak berubah. Hal ini mungkin disebabkan peningkatan frekuensi revaskularisasi dengan intervensi koroner perkutan primer pada sindrom koroner akut.7
1. 1. Pengertian
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu,sedangkan tekanan pengisian ke dalam
jantung masih cukup tinggi.
2. Patofisiologi
Setiap hambatan pada aliran ( forward flow ) dalam sirkulasi akan menimbulkan
bendungan pada arah berlawanan dengan aliran ( backward congestion ).Hambatan
pengaliran ( forward failure ) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam
sirkulasi aliran darah.Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah
upaya untuk mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan.Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung adalah : dilatasi
ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan
vasokontriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan
badan dan peningkatan ekstraksi oksigen oleh jaringan.Bila jantung bagian kanan dan
bagian kiri bersama-sama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya
bendungan,maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan
sirkulasi paru.Keadaan ini disebut Gagal Jantung Kongestif / CHF.Skema berikut
menjelaskan terjadinya gagal jantung,sehingga menimbulkan manifestasi klinik dan
masalah keperawatan.
3. Etiologi
Penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :
Disfungsi miocard ( kegagalan miocardial )
Beban tekanan berlebihan – pembebanan sistolik ( sistolik overload )
Beban volume berlebihan – pembebanan distolik ( distolik overload )
Peningkatan kebutuhan metabolik – peningkatan kebutuhan yang berlebihan ( demand
overload )
Gangguan pengisian ( hambatan input )
Pencetus dari CHF adalah :
Hipertensi, infark, emboli paru, infeksi, aritmia, anemia, febris, stress emosional,
kehamilan / persalinan, pemberian transfusi/infuse
2. 4. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda yang timbul pada gagal jantung bergantung pada sisi yang mengalami
gangguan.Gejala pada “ Forward Failure “ disebabkan oleh penurunan curah jantung.Sedangkan
gejala pada “ Backward Forward “ berhubungan dengan kegagalan vetrikel dalam pengosongan
sempurna yang menyebabkan gangguan aliran darah.
Pada gagal jantung kiri terjadi penurunan kemampuan pengosongan ventrikel kiri yang
menyebabkan penurunan perfusi sistemik serta penumpukan darah di atriumkiri dan pembuluh
pulmnal.Bendungan di pulmonal menyebabkan edema paru dengan gejala :
takipnea,dyspnea,bunyi nafas abnormal.Pada gagal jantung kanan,efek penurunan fungsi
ventrikel kanan terjadi penahanan darah di atrium kanan yang dapat menyebabkan bendungan
vena sistemik,yang di manifestasikan edema perifer dan gejala disfungsi dan pembesaran organ.
5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan khusus yang dapat menegakkan diagnosis gagal jantung (
T.Santoso,Gagal Jantung 1989 ). Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh
mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati,ginja dan lain-lain.
Radiologi
Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang
Lapangan paru bercak-bercak karena edema paru
Distensi vena paru
Hidrothorak
Pembesaran jantung,cardio-thoragic ratio meningkat
EKG
Dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,hipertrofi ventrikel,gangguan irama ) dan
tanda-tanda faktor pencetus akut ( infark miocard, emboli paru ) Ekokardiografi Untuk deteksi
gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung
Kateterisasi Jantung
Pada gagal jantung kiri didapatkan ( LVEDP ) 10 mmHg atau Pulmonary Arterial Wedge
Pressure > 12 mmHg dalam keadaan istirahat.Curah jantung lebih rendah dari 2,7 lt/mnt/m2 luas
permukaan tubuh
Penatalaksanaan
Menurut prioritas terbagi atas 4 kategori :
Memperbaiki kontraksi miocard/perfusi sistemik
Istirahat total/tirah baring dalam posisi semi fowler
Memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan
Memberikan terapi medik : digitalis untuk memperkuat kontraksi otot jantung
3. Menurunkan volume cairan yang berlebihan
Memberikan terapi medik : diuretik untuk mengurangi cairan di jaringan
Mecatat intake dan output
Menimbang berat badan
Retriksi garam/diet rendah garam
Mencegah terjadinya komplikasi Post OP
Mengatur jadwal mobilisasi secara bertahap sesuai dengan keadaan klien
Mencegah terjadinya immobilisasi akibat tirah baring
Merubah posisi tidur
Memperhatikan efek samping pemberian medika mentosa : keracunan digitalis
Memeriksa atau memonitor EKG
6. Pengobatan pembedahan ( Komisurotomi )
Hanya pada regurgitasi aorta akibat infeksi aorta,reparasi katup aorta dapat
dipertimbangkan.Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya umumnya harus
diganti dengan katup artifisial.Indikasi pada keluhan sesak nafas yang tidak dapat diatasi dengan
pengobatan symtomatik.Bla ekhokardiografi menunjukkan sistole ventrikel kiri 55 mm.
Pendidikan kesehatan yang menyangkut penyakit, prognosis, obat-obatan serta pencegahan
kekambuhan
Menjelaskan tentang perjalanan penyakit dan prognosisnya
Menjelaskan tentang kegunaan obat-obatan yang digunakan, serta memberikan jadwal
pemberian obat
Merubah gaya hidup / kebiasaan yang salah : merokok, stress, kerja berat, minum
alkohol, makanan tinggi lemak dan kolesterol
Menjelaskan tentang tanda-tanda serta gejala yang menyokong terjadinya gagal
jantung,terutama yang berhubungan dengan kelelahan, lekas capai, berdebar-debar, sesak
nafas, anoreksia, keringat dingin
Menganjurkan untuk kontrol secara teratur walaupun tanpa gejala
Memberikan dukungan mental sehingga klien dapat menerima dirinya secara
nyata/realitas akan dirinya baik
Pengkajian ( Pengkajian Fokus )
Aktifitas dan istirahat
Adanya kelelahan / exhaustion,insomnia,letargi,kurang istirahat
Sakit dada, dispnea pada saat istirahat atau saat beraktivitas
Sirkulasi
Riwayat hipertensi, kelainan katup, bedah jantung, endokarditis, anemia, septik syok,
bengkak pada kaki, asites, takikardia
Disritmia, atrial fibrilasi, prematur ventrikular contraction
4. Bunyi S3 gallop,adanya bunyi CA, adanya sistolik atau diastolik, murmur, peningkatan
JVP
Adanya nyeri dada, sianosis, pucat, ronchi, hepatomegali
Status mental
Cemas, ketakutan, gelisah, marah, iritabel / peka
Stress sehubungan dengan penyakitnya, sosial finansial
Eliminasi
Penurunan volume urine, urine yang pekat
Nocturia, diare dan konstipasi
Makanan dan cairan
Hilang nafsu makan, nausea,dan vomiting
Oedema di ekstremitas bawah, asites
Neurologi
Pusing ,pingsan, kesakitan
Lethargia, bingung, disorientasi, iritabel
Rasa nyaman
Sakit dada ,kronik / akut angina
Respirasi
Dispnoe pada waktu aktifitas,takipnoe
Tidur dan duduk, riwayat penyakit paru-paru
Rasa aman
Perubahan status mental
Gangguan pada kulit / dermatitis
Interaksi sosial
Aktifitas sosial berkurang
7. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemia pada miocard
3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate,
irama, konduksi jantung, menurunnya preload atau peningkatan SVR, miocardial infark
4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan tekanan
darah, hipovolumia
5. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan extra selular berhubungan dengan penurunan
perfusi organ ( renal ), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma protein