Emboli paru merupakan kondisi akibat tersumbatnya arteri paru biasanya oleh trombus yang berasal dari sistem vena ekstremitas bawah. Diagnosis dilakukan dengan CT angiografi paru yang menunjukkan filling defect pada pembuluh darah paru. Prognosis tergantung pada severitas gejala yang dialami pasien.
1. EMBOLI PARU
Oleh :
FITRIAH RAHMADANI, S.Ked
(K1A1 13 019)
PEMBIMBING
dr.Albertus Varera, sp.Rad
BAGIAN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
REFARAT
2. EMBOLI
Emboli paru (EP) merupakan kondisi akibat tersumbatnya arteri
paru, biasanya berasal dari trombus yang terlepas dari sistem
vena dalam ekstremitas bawah. Setelah sampai di paru,
trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis
atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan
hemodinamik.
3. INSIDENSI & EPIDEMIOLOGI
Emboli paru merupakan masalah besar kesehatan dunia, dengan
angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi mencapai 30%
jika tidak diobati
Faktor predisposisi terjadinya emboli paru adalah laki-laki, usia
lanjut, immobilisasi, trauma, fraktur tulang panjang, kehamilan,
kontrasepsi oral, obesitas, congestive heart failure dan keganasan.
4. ANATOMI & FISIOLOGI
1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis
internus
5. PATOFISIOLOGI
Rudolf Virchow menjelaskan ada tiga faktor predisposisi terjadinya trombosis vena yaitu
STASIS
TRAUMA DINDING
PEMBULUH DARAH
HIPERKOAGUBILITI
Stasis (perlambatan) aliran
darah vena, diakibatkan oleh
tekanan lokal, obstruksi vena
atau imobilisasi lama setelah
fraktur atau pembedahan
Hiperkoagubiliti berperan
penting dalam pembentukan
trombus di vena tungkai, yang
meluas ke proksimal dengan
membentuk bekuan darah
yang banyak. Suatu thrombus
dari vena dalam yang berasal
dari tungkai, pelvis atau lengan
dapat terlepas dan menyumbat
arteri pulmonalis.
Obstruksi arteri pulmonalis
dan pelepasan platelet dari
zat vasoaktif seperti serotonin,
meningkatkan resistensi
vaskular pulmonal. Akibatnya
dead space alveolar
meningkat dan redistribusi
aliran darah mengganggu
pertukaran gas
6. DIAGNOSIS
Penderita dengan kecurigaan Emboli
paru setelah dilakukan penilaian faktor
risiko dan tes probabilitas harus
dilakukan pemeriksaan fisik. Temuan
pemeriksaan fisik dapat bervariasi,
seperti takipnea, takikardi, hipoksia,
demam, sianosis, dan peningkatan JVP
ANALISA GAS DARAH
Pemeriksaan D-dimer
Marker jantung
Elektrokardiografi (EKG)
Radiologi
7. X-RAY
Foto rontgen dada posisi PA dan lateral penting
dalam mengevaluasi penderita Emboli paru. Tidak
ada gambaran yang khas untuk Emboli paru.
Abnormalitas yang ditemukan antara lain :
1. Atelectasis lempeng (68%)
2. Efusi pleura (48%)
3. Hampton hum (35% -opasitas menyerupai efusi menunjukkan adanya infark parenkim distal
dari trombus)
4. Peningkatan hemidiafragma (24%)
5. Fleischner’s sign (15% - arteri pulmonalis sentral yang menonjol)
6. Westermark’s sign (7% - oligemia perifer)
7. Kardiomegali (7%)
8. Edema paru (5%)
Abnormalitas foto rontgen yang lain jarang ditemukan pada Emboli paru.
8. Oklusi pada lobus terbesar atau
artery segmental, juga oklusi
pada pembuluh darah besar,
tidak sensitif untuk melihat
emboli paru yang berukuran kecil
9. Ekhokardiografi
Ekhokardiograi transtorakal atau transesofagus
tidak diindikasikan untuk mendiagnosis Emboli
paru akut. Ekhokardiografi penting untuk menilai
disfungsi Ventrikel kanan pada penderita Emboli
paru, karena terkait prognosis dan mortalitas
pada Emboli paru serta terjadinya tromboemboli
dikemudian hari.
Adanya dilatasi Ventrikel kanan lebih tampak
pada emboli di arteri pulmonalis utama
dibandingkan pada segmen atau subsegmen.
10. CT Angiografi paru (CTPA)
CTPA kadang menunjukkan patologi selain Emboli paru yang terkait dengan
gejala pasien.
CTPA memiliki peran yang signifikan dalam mendiagnosis Emboli paru sejak studi
klinis besar yang pertama pada tahun 1992
Angiografi paru merupakan standar baku emas untuk mendiagnosis Emboli paru.
Hasil CTPA positif pada penderita kecurigaan tinggi atau sedang maka nilai
prediksi positifnya juga tinggi. Bila CTPA negatif pada kecurigaan klinis rendah
maka diagnosis Emboli paru dapat disingkirkan
Hasil studi menunjukkan tidak ada efek yang merugikan pada pasien dengan
CTPA negatif yang kemudian tidak diobati.
11. CT Angiografi paru (CTPA)
Diagnosis Emboli paru bila didapatkan
adanya filling defect arteri pulmonalis
(sebagian atau total) minimal pada dua
gambar berurutan dan terletak di
tengah pembuluh darah atau memiliki
sudut yang tajam terhadap dinding
pembuluh darah
Lokasi Emboli dievaluasi pada tingkat arteri pulmonalis yang
terlibat dan lokasi lobar yang terkait. Lokasi Emboli
dikategorikan sebagai sentral (misalnya, arteri utama paru,
arteri paru-paru sentral, dan kedua arteri interlobar paru),
lobar, segmen, dan subsegmen.
Lokasi lobar Emboli paru
dievaluasi sesuai dengan
nomenklatur standar: lobus
kanan atas, lobus tengah kanan,
lobus kanan bawah, lobus kiri
atas, Lingula, dan lobus bawah
kiri.
12. CTPA penderita Emboli paru akut (A) tampak emboli di arteri pulmonalis utama kanan
dengan idek klot 50% (B) rasio RV/LV>2 mendukung adanya disfungsi Ventrikel kanan.
Penderita diberikan terapi trombolitik dan terdapat perbaikan (C) terjadi resolusi thrombus
dan (D) rasio RV/LV kembali normal (0,8).
14. Skematik algoritma Emboli pada Arteri pulmonalis. Emboli arteri
pulmonalis segemental non-oklusi diberikan skor 1, sedangkan
arteri yang lebih proksimal diberikan skor yang lebih besar.
15. CT Angiografi paru tampak
cabang arteri pulmonalis dari
sentral, segmen dan subsegmen.
A
B
CT angiografi
yang
menggambarkan
(A) adanya
sumbatan
emboli, (B) pasca
trombolitik.
16. Diperkenalkan juga
Perfusion Blood
Volume (PBV) yang
merupakan CT dual
energy. Pencitraan
ini menilai perfusi
paru, bila terdapat
obstruksi karena
trombus maka
perfusi akan
terganggu sesuai
dengan derajat
obstruksi klot
Klasifikasi Skor Defek Perfusi paru. Hijau-Merah: perfusi normal, Biru-
Hijau dengan distribusi merata: defek perfusi ringan, Biru dengan
konfigurasi menyebar: defek perfusi sedang, biru-hitam: tanpa perfusi
17. Kateter angiografi selektif paru
Angiografi paru dengan kateter
jantung kanan dapat mengukur
tekanan arteri pulmonalis dan
jantung kanan.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila
diagnosis Emboli paru dengan cara
non-invasif tidak dapat dilakukan
Kontras yang diberikan terbatas
pada arteri pulmonalis yang
dicurigai melalui pemeriksaan non-
invasif V/Q scan.
Karena Multi Detector CTPA merupakan pemeriksaan
standar untuk mendiagnosis Emboli paru, maka
pemeriksaan kateter Angiografi paru ini jarang
dilakukan kecuali bila ada indikasi trombektomi atau
trombolisis melalui kateter.
19. MRI
Penggunaan MRI meningkatkan akurasi
diagnosis Emboli paru bila dikombinasikan
dengan angiografi dan perfusi paru.
Akurasi MRI sebanding dengan MDCT 16-
slice.
Temuan Emboli paru pada MRI adalah sama
dengan CT scan, namun dibagi menjadi
tanda vaskuler dan tanda parenkim.
Tanda vaskuler Emboli paru berupa penurunan
diameter pembuluh darah, hilangnya kontras
dibawah pembuluh darah yang tersumbat
emboli.
Tanda parenkimal yang dapat ditemukan adalah
opasitas pleural-based, nodul perifer, opasitas
ireguler linier di perifer, gambaran mosaik.
MR perfusi memiliki sensitivitas yang
tinggi untuk mendiagnosis Emboli paru
dan pemeriksaan yang paling sering
digunakan bersama kombinasi dengan
MRI dan MRA.
20. MR Angiografi (A) emboli di sentral arteri pulmonalis (B)
emboli di lobus bawah paru.
A B
21. USG
Karena adanya keterkaitan antara TVD
dengan Emboli paru, maka Ultrasonografi
vena ekstrimitas bisa diindikasikan bila
dicurigai. Yang dipakai adalah USG Doppler
dupleks dengan kompresi tungkai atau
continous-wave Doppler. Adanya TVD bukan
pasti menunjukkan adanya Emboli paru,
namun dapat meningkatkan kecurigaan
Emboli paru. Hasil USG yang normal juga
tidak menyingkirkan keberadaan Emboli paru,
namun menurunkan kecurigaan Emboli paru.
22. PROGNOSIS
Penderita dengan severitas tinggi perlu penanganan
segera, penderita dengan severitas sedang perlu rawat
inap dan tatalaksana sesuai severitasnya. Sedangkan
penderita dengan severitas rendah menjadi pertimbangan
segera pulang dan terapi rawat jalan.