pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA
1. Pertanggung Jawaban Pidana
Adalah suatu bentuk untuk menentukan
apakah seorang tersangka atau terdakwa
dipertanggungjawabkan atas suatu
tindak pidana yang telah terjadi.
Dengan kata lain pertanggungjawaban
pidana adalah suatu bentuk yang
menentukan apakah seseorang tersebut
dibebasakan atau dipidana
2. Elemen delik umumnya terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
(1) unsur obyektif, atau yang biasa disebut actus reus, (perbuatan)
(2) unsur subyektif, atau yang biasa disebut mens rea ( sikap
batin)
Delik Obyektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan
keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-
tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur obyektif dari
tindak pidana meliputi: (a) sifat melawan hukum, (b) kualitas dari si
pelaku,
3. Elemen delik obyektif adalah elemen delik yang berkaitan
dengan perbuatan (act, daad) dari pelaku delik, yaitu:
1. Wujud perbuatan (aktif, pasif), atau akibat yang kelihatan
misalnya pencurian ( Pasal 362 KUHP )
2. Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum;
3. Dalam melakukan perbuatan itu tidak ada Dasar Pembenar.
4. jika perbuatan itu mengandung dasar pembenar berarti salah
satu unsur delik (elemen delik) obyektif tidak terpenuhi, yang
mengakibatkan pelaku (pembuat) delik tidak dapat dikenakan
pidana. Dalam KUHP terdapat beberapa jenis Dasar Pembenar,
yaitu: (1) Daya Paksa Relatif (vis compulsiva), (2) Pembelaan
Terpaksa, (3) Melaksanakan Perintah Undang-Undang, dan (4)
Melaksanakan Perintah Jabatan Yang Berwenang
4. Selanjutnya unsur delik subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk di dalamnya
adalah segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur subyektif dari
tindak pidana meliputi: (a) kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau
culpa), (b) maksud pada suatu percobaan (Pasal 53 ayat (1) KUHP), (c) macam-
macam maksud (oogmerk) seperti tindak pidana pencurian, (d) merencanakan
terlebih dahulu misalnya Pasal 340 KUHP. Unsur (elemen) delik subyektif dalam
Hukum Pidana Common Law dinamakan mens rea, yaitu bagian dari sikap batin
(sikap mental), bagian dari niat (pikiran) yang menjadi bagian pula dari
pertanggungjawaban pidana. Jadi mensrea itu berkenaan dengan kesalahan dari
pembuat delik (dader), sebab berkaitan dengan sikap batin yang jahat (criminal
intent). Mens rea berkaitan pula dengan asas geen straf zonder schuld (tiada
pidana tanpa kesalahan). Didalam Hukum Pidana yang beraliran Anglo-saxon
terkenal asas an act does not a person guality unless his mind is guality (satu
perbuatan tidak menjadikan seseorang itu bersalah, terkecuali pikirannya yang
salah). Elemen Delik Subyektif atau unsur mens rea dari delik atau bagian dari
pertanggungjawaban pidana
6. Kesalahan sebagai Pengertian Hukum
Mezger : Kesalahan adlh keseluruhan syarat yang memberi dasar
untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat.
Simons : Sebagai dasar untuk pertanggungjawaban dalam HP ia
berupa keadaan psikis dari si pembuat dan hubungannya terhadap
perbuatannya dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaaa psikis
(jiwa) itu perbuatannya dapat dicelakan kepada si pembuat.
Van Hamel: Kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian
psikologis, perhubungannya antara keadaan jiwa si pembuat dan
terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan
adalah pertanggungjawaban dalam hukum.
Van Hattum: Pengertian kesalahan yang paling luas memuat semua
unsur dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan menurut HP
terhadap perbuatan yang melawan hukum, meliputi semua hal, yg
bersifat psikis yang terdapat dalam keseluruhan berupa strafbaar feit
termasuk si pembuatnya.
Pompe: tidak merumuskan kesalahan, tetapi menjelaskan bahwa
pada pelanggaran norma yg dilakukan karena kesalahannya,
biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang
bersifat melawan hukum itu adalah perbuatannya. Segi dalamnya
yang bertalian dengan kehendak si pembuat adalah kesalahan.
7. Unsur Kesalahan
Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si
pembuat; di sini dipersoalkan apakah orang tertentu
menjadi normadressat yang mampu
Hubungan bathin dengan perbuatannya yang berupa
kesengajaan atau kealpaan (ini merupakan bentuk-
bentuk kesalahan) disini dipersoalkan sikap bathin
sipembuat terhadap perbuatannya.
Tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak
ada alasan pemaaf. disini dipersoalkan ada tidaknya
keadaan yang mempengaruhi sipembuat yang
menyebabkan kesalahannya hapus.
Jika unsur tersebut di atas telah terpenuhi maka bisa dinyatakan bersalah
atau mempunyai pertanggungjawaban pidana sehingga ybs dapat dipidana
8. UU No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
Disahkan pada tanggal 30 Juli 2012
Mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkan 31 Juli 2014
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-
Undang ini diberlakukan.
9. Usia Pertanggung Jawaban
Pidana
1. Usia pertanggung jawaban pidana Anak sekurang-
kurangnya 12 tahun
2. batasan usia anak yang bisa dikenakan penahanan
sekurang-kurangnya 14 tahun dan
3. Batas usia anak yang dapat dijatuhi pidana adalah
sekurang-kuarangnya 14 tahun.
10. Anak belum berumur 12 Pelaku
TP
Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas)
tahun melakukan atau diduga melakukan tindak
pidana, Penyidik, Pembimbing , dan Pekerja Sosial
Profesional mengambil keputusan untuk:
a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali;
b. mengikutsertakannya dalam program
pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di
instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang
menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di
tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6
(enam) bulan.
12. Kemampuan bertanggungjawab
(Toerekeningsvatbaarheid ).
untuk adanya pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa
pembuat harus mampu bertanggung jawab.
seseorang tidak dapat dipertanggung jawabkan apabila ia tidak
mampu bertanggung jawab.
13. Bilamana dan apa ukurannya untuk menyatakan adanya kemampuan bertanggung jawab itu ?
Tidak ada satu pasal pun dlm KUHP yg mbrkn pengertian mampu bertgjwb.
Van Hamel: Suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan yg
membawa 3 akibat yi:
1. Bhw org mampu menginsyafi arti perbtnnya (makna dan akibatnya).
2. Org mampu menginsyafi perbtn-nya itu berttgn dgn kttbn masyrkt.
3. Bhw or mampu menentukan kehendaknya thd perbtn itu.
Memorie van Toelichting (menentukan scr negatip):
Tdk mampu bertanggung jawab adlh :
1. Dlm hal org tdk diberi kbbsn memilih antara berbuat/ tdk berbuat u/ apa yg o/ UU
dilarang/ diperintahkan
2. Dlm hal org ada dlm keadaan ttt shg tdk dpt menginsyafi perbtn-nya bertentangan
dgn hkm, dan tidak mengerti akibat perbtn-nya.
Simons: Kemampuan bertgjwb dp diartikan sbg suatu keadaan psychis sedemikian
rupa , yg membenarkan adanya pnrpn suatu pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum
maupun orangnya.
Seseorang mampu bertgjwb jika jiwanya sehat, yi:
1. Org mampu menginsyafi perbtnnya yg bersifat mlwn hkm;
2. Sesuai dg penginsyafan itu dpt menentukan kehendaknya.
Ilmu Pengetahuan
14. Tidak mampu bertanggung-jawab untuk sebagian
ada beberapa jenis penyakit jiwa penderitanya tidak mampu
bertanggung-jawab untuk sebagian (gedeeltelijke ontoere-
keningsvatbaarheid), misal :
1. kleptomanie, ialah penyakit jiwa yang berujud dorongan yang kuat dan
tak tertahan untuk mengambil barang orang lain, tetapi tak sadar bahwa
perbuatannya terlarang. Biasanya barang yang di jadikan sasaran itu
barang yang tidak ada nilainya sama sekali baginya. Dalam keadaan
biasa ia jiwanya sehat.
2. pyromanie, ialah penyakit jiwa yang berupa kesukaan untuk melakukan
pembakaran tanpa alasan sama sekali.
3. claustrophobie, ialah penyakit jiwa yang berupa ketakutan untuk berada
di ruang yang sempit. Penderitanya dalam keadaan tersebut misal lalu
memecah-mecah kaca jendela.
4. Penyakit yang berupa perasaan senantiasa dikejar-kejar/diuber- uber
(achtervolgingswaan) oleh musuh-musuhnya.
Ybs tdk dpt dipertgjwbkan atas perbtn yg ada hub-nya dgn
penyakitnya, tetapi apabila melakukan perbtn lain yg tdk
berhub dg penyakitnya tetap dipidana.
15. Hubungan Batin antara pembuat dan Perbuatan
Berupa Kesengajaan dan Kealpaan
Unsur kedua dari kesalahan adalah hubungan batin
antara si pembuat terhadap perbuatan yang dapat
berupa sengaja atau alpa.
Apa yg dimaksud dgn sengaja KUHP tidak memberi
definisi. MvT mengartikan kesengajaan (opzet) sbg
“menghendaki” dan “mengetahui” (willens en
wetens)
Berhubung dgn keadaan batin org yg berbuat dgn
sengaja berisi “menghendaki” dan “mengetahui” itu,
dlm ilmu pengthn. timbul dua teori:
16. 1.Teori Kehendak (wilstheorie) kesengajaan adalah
kehendak u/ mewujudkan unsur-unsur delik dlm
rumusan UU
2.Teori Pengetahuan/ membayangkan
(voorstellings-theorie) Sengaja berarti
membayangkan akan menimbulkan akbt dari
perbtnnya; org tak bisa menghendaki akbt,
melainkan hanya dpt membayangkannya. Teori
ini menitikberatkan pada apa yg dibayangkan o/
pembuat.
Terhadap perbtn yg dilakukan pembuat kedua
teori ini tak ada perbedaan, keduanya mengakui
bahwa dlm kesengajaan hrs ada kehendak u/
berbuat.
17. Corak kesengajaan.
Dapat dibedakan 3 corak sikap bathin yg menunjukkan
tingkatan kesengajaan:
1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) :
Orang menghendaki perbuatan beserta akibatnya.
2. Kesengajaan sebagai Kepastian (opzet met
zekerheidsbewustzijn) :
dhi. perbuatan mempunyai 2 akibat yi. akibat yg
memang dituju oleh si pembuat dan akibat yg tidak
diinginkan ttp mrpkn suatu keharusan u/ mencapai
tujuan no. 1 (akibat ini pasti terjadi)
3. Kesengajan sebagai Kemungkinan (voorwaardelijk opzet/
dolus eventualis) :
dlm hal ada keadaan ttt yg semula mungkin akan
terjadi, kmdn ternyata benar-benar terjadi.
18. Contoh:
Kesengajaan sebagai maksud / tujuan (opzet als
oogmerk)
A memukul B. Tentunya A menghendaki B sakit, akibat
dipukul.
Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met
zekerheidsbewustzijn)
A bermaksud menembak B yang berada di dalam ruang
kaca. Pecahnya kaca merupakan kesengajaan yang bersifat
kepastian yang berdiri sebagai tindak pidana sendiri.
Kesengajaan sebagai kemungkinan (voorwaardelijk
opzet)
A bermaksud membunuh B dengan bom. Bom dipasang
dirumahnya. Akibat ledakan bom memungkinkan sekali akan
mengenai orang-orang selain B.
19. Dolus Eventualis
Dalam dolus eventualis dikenal teori “apa
boleh buat” yakni untuk mencapai apa
yang dimaksud, akan muncul resiko
sebagai akibat atau keadaan yang harus
timbul disamping maksud yang dituju.
Kemungkinan akan adanya akibat itu
sungguh-sungguh timbul (disamping hal
yang dimaksud tadi), apa boleh buat, dia/
tersangka juga harus berani memikul
resiko yang timbul tadi (Teori
Prof.Moeljatno, SH)
20. Kesengajaan yang diobjektipkan
Dlm keadaan konkrit sangat sulit bagi hakim u/
menentukan sikap batin terdakwa berupa
kesengajaan/ kealpaan ada pada pembuat. Apbl
org menerangkan dgn jujur sikap batinnya, mk
tdk akan menemui kesulitan, ttp apbl terdakwa
tidak jujur, mk sikap batinnya hrs disimpulkan
dari keadaan lahir yg tampak dari luar. Jadi dlm
banyak hal hakim hrs mengobjektipkan adanya
kesengajaan itu.
21. Kesengajaan berwarna (gekleurd) dan tidak berwarna (kleurloos).
Persoalan:
Apakah u/ adanya kesengajaan si pembuat hrs menyadari bhw perbtnnya itu
bersifat melawan hukum ?
Mengenai hal ini ada dua pendapat:
sifat kesengajaan
itu berwarna
adanya kesengajaan diperlukan syarat bahwa
pembuat menyadari perbtn-nya itu dilarang
kesengajaan senantiasa berhub. dgn dolus malus
(dlm kesengajaan ter-simpul adanya kesadaran
mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan)
tidak berwarna U/ kesengajaan cukup bhw si pembuat menghendaki
perbuatan itu. Di sini tidak diperlukan apakah ia tahu
bhw perbtn itu dilarang.
Keberatan terhdp pendirian kesengajaan itu berwarna ialah memberikan
beban yg berat bagi PU u/ membuktikan adanya kesengajaan.
22. Contoh rumusan “dengan
sengaja”
Dengan sengaja, sedang ia mengetahui, yang ia ketahui,
dengan tujuan, dengan tujuan yg ia ketahui, dlsb.
Pasal 338 KUHP menggunakan istilah “dengan sengaja”;
Pasal 164 KUHP menggunakan istilah “mengetahui
tentang”;
Pasal 362,378,263 KUHP menggunakan istilah “dengan
maksud”;
Pasal 53 KUHP menggunakan istilah “niat”;
Pasal 340 dan 355 KUHP menggunakan istilah “dengan
rencana lebih dahulu”;
23. Jenis kesengajaan
Dolus generalis kesengajaan yg ditujukan kepada org banyak,
mis. melempar bom ditengah kerumunan
Dolus indirectus mlkkn perbuatn yg dilarang, ttp muncul
akibat lain yg tidak dikehendaki
Dolus determinatus kesengajaan yg ditujukan pada tujuan ttt
(perbt/ akibat)
Dolus indeterminatus kesengajaan yg ditujukan kpd
sembarang org
Dolus alternativus kesengajaan yg dilkkn seseorang dgn
menghendaki akibat yang muncul adalah salah satu dari
beberapa kemungkinan.
Dolus premiditatus kesengajaan yg tlh dipertimbangkan
dengan sungguh-sungguh
Dolus repentinus kesengajaan dgn sekonyong-konyong.
24. Dwaling
Suatu kesengajaan dapat terjadi karena salah faham atau kekeliruan (melakukan
perbuatan pidana dengan sengaja karena kekeliruan). Bentuk dari kekeliruan ini ada
beberapa macam:
Feitelijke-dwaling:
Suatu kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada salah satu
unsur perbuatan pidana. Ex. Seseorang membeli brg, dikira brg itu sudah menjadi
miliknya, kmdn brng itu dipretheli, shg sudah tidak seperti aslinya, padahal
beralihnya brg itu masih hrs diikuti dgn pembayaran lainnya. tidak dpt dikenai Psl
406 KUHP.
Rechts-dwaling:
Melakukan suatu perbuatan dengan perkiraan hal itu tidak dilarang o/ UU. Dhi
dibedakan menjadi 2, yi kekeliruan yg dpt dimengerti, dan kekeliruan yg tdk dpt
dimengerti
Eror in persona:
kekeliruan mengenai org yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
Eror in objecto:
kekeliruan mengenai objek yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
Aberratio ictus:
Kekeliruan yang timbul disebabkan karena berbagai sebab, sehingga akibat yang
timbul berbeda/ berlainan dari yang dikehendaki
26. Di samping sikap batin berupa kesengajaan ada pula sikap batin
yang berupa kealpaan.
Akibat ini timbul karena ia alpa, ia sembrono, teledor, ia berbuat
kurang hatihati atau kurang penduga-duga.
Perbedaannya dengan kesengajaan ialah bahwa ancaman pidana
pada delik-delik kesengajaan lebih berat.
Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada
kesengajaan, tetapi bukan kesengajaan yang ringan.
27. TINGKATAN CULPA
Culpa lata : sangat tidak berhati-hati, kealpaan serius,
sembrono (gross fault or neglect)
Culpa levis : kesalahan biasa/ kesalahan ringan
(ordinary fault or neglect)
Culpa levissima : kesalahan sangat ringan (slight fault
or neglect) (Black 1979 hal. 241)
28. Bentuk kealpaan
Kealpaan yang disadari (bewuste culpa)
Yaitu apabila pelaku didalam melakukan perbuatan
dapat menyadari, dapat membayangkan, atau dapat
menduga tentang apa yang dilakukan beserta
akibatnya yang terjadi (kecelakaan) akan tetapi
meskipun ia percaya dan berharap serta berusaha
untuk mencegah timbulnya suatu akibat itu, namun
akibat itu terjadi juga.
Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa)
Yaitu apabila pelaku melakukan perbuatan disadari,
atau tidak disadari yang diperhitungkan adanya
kemungkinan akan timbul suatu akibat yang dilarang
dan diancam dengan undang-undang, padahal
seharusnya ia memperhitungkan sebelumnya akan
timbul suatu akibat, seharusnya pelaku dapat
membayangkannya.
29. Dalam KU.H.P. terdapat beberapa Ps.
yang memuat unsur kealpaan a.l:
Ps. 188: karena kealpaannya menimbulkan
peletusan, kebakaran dst.
Ps. 231 (4): karena kealpaannya si-penyimpan
menyebabkan hilangnya dan sebagainya barang
yang di sita.
Ps. 359: karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang.
Ps. 360: karena kealpaannya menyebabkan orang
luka berat dsb.
Ps. 409: karena kealpaannya menyebabkan alat-alat
perlengkapan (jalan kereta api dsb.) hancur dsb.
30. Apakah alasan pembentuk Undang-undang mengancam pidana perbuatan
yang mengandung unsur kealpaan di samping unsur kesengajaan ?
Menurut M.v.T. adalah sebagai berikut :
"ada keadaan, yang sedemikian membahayakan keamanan orang atau barang,
atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya
dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga Undang-undang juga bertindak
terhadap kekurangan penghati-hati, sikap sembrono (teledor).
31. Pengertian Kealpaan.
Hazewinkel - Suringa.
IImu pengeth hk dan jurisprudensi mengartikan 'schuld' (kealpaan), sbg:
1. kekurangan penduga-duga atau
2. kekurangan penghati-hati.
Van Hamel
Kealpaan mengandung dua syarat :
1. tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Simons :
Pada umumnya "schuld" (kealpaan) mempunyai dua unsur :
1. tidak adanya penghati-hati, di samping
2. dapat diduganya akibat.
Pompe :
Ada 3 macam yang masuk kealpaan (onachtzaamheid) :
1. dapat mengirakan (kunnen verwachten) timbulnya akibat.
2. mengetahui adanya kemungkinan (kennen der mogelijkheid).
3. dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen kennen van de mogelijkheid).
32. Bagaimanakah menetapkan adanya kealpaan pada seseorang sehingga ia
dapat dinyatakan bersalah atau dicela ?
Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik
atau psychis. Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang
yang sesungguh sungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar bagaimana
seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang pada
umumnya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si-pembuat itu.
"Orang pada umumnya" ini berarti bahwa tidak boleh orang yang paling
cermat, paling hati-hati, paling ahli dan sebagainya. Ia harus orang biasa/
seorang ahli biasa. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya kekurangan hati-
hati yang cukup besar, jadi harus ada culpa lata dan bukannya culpa levis
(kealpaan yang sangat ringan).
Untuk menentukan kekurangan penghati-hati dari si-pembuat dapat digunakan
ukuran apakah ia "ada kewajiban untuk berbuat lain".
Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan Undang-undang atau dari luar
Undangundang, ialah dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang
seharusnya dilakukan olehnya. Kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia
lakukan, maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa ia
alpa. Undang-undang mewajibkan seorang untuk melakukan sesuatu atau
untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, dalam peraturan lalu-lintas ada
ketentuan bahwa "di persimpangan jalan, apabila datangnya bersamaan waktu,
maka kendaraan dari kiri harus didahulukan".
33. Bagaimanakah apabila yang dilakukan oleh seorang
terdakwa dapat diterima oleh masyarakat, bahkan
mungkin sesuai dengan hukum ? apakah di sini ada
culpa atau tidak ?
perbuatannya tidak bersifat melawan hukum.
dalam delik culpa sifat melawan hukum telah tersimpul
di dalam culpa itu sendiri. "Memang culpa tidak mesti
meliputi dapat dicelanya si-pembuat, namun culpa
menunjukkan kepada tidak patutnya perbuatan itu dan
jika perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum, maka
tidaklah mungkin perbuatan itu perbuatan yang
abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa. Dalam delik
culpoos tidak mungkin diajukan alasan pembenar
rechtvaardigingsgrond
34. Suatu kapal motor sungai diberi muatan terlalu penuh. Krani yg bertugas
mengurus dan mengawasi semua pengangkutan brng dan penumpang
itu dianggap bertanggung-jawab. Ia tlh mendpt tegoran dari pengawas
kapal/ polisi yg bertugas, namun la tdk memperdulikannya, setidak-
tidaknya tdk mengambil tindakan yg tepat utk menghindarkan
kesukaran-kesukaran yg mungkin terjadi krn derasnya arus sungai.
Stlh kapal berangkat, lalu miring, kemasukkan air dan tenggelam.
Akibatnya 7 orang meninggal. Pengadilan negeri Pontianak menjatuhkan
pidana 6 bulan penjara atas diri Krani tersebut, "karena melakukan
kjhtn krn kesalahannya bbrp orang menjadi mati".
Dlm tingkat banding, PT Jakarta menjatuhkan pidana 9 bulan penjara,
dgmemperbaiki dictumnya, shg berbunyi : "karena kealpaannya dlm
mlkkn pekerjaannya tlh mengakibatkan kematian bbrp orang".
Wirjono Prodjodikoro: "bahwa juragan kapal itu dpt di ptgjwbkn atas
tenggelamnya kapal dan matinya orang-orang itu, sebab juragan itu
juga tahu hal terlalu berat muatannya, bahkan turut memperingatkan si
Krani, ttp tidak mencegahnya.
35. A mengendarai sepeda motor pada waktu di atas jembatan yang lebarnya 4
m ia menyusul orang yang berjalan kaki dengan arah yang sama. Ketika
hendak dilampaui, orang ini justru menyimpang kekanan sehingga
terlanggar dan meninggal dunia. Apakah di sini terdakwa telah berlaku
sembrono dan kurang hati-hati.
Berbeda dengan pendapat officier van Justitie, Politierechter berpendirian
bahwa dalam hal ini tidak ada kesembronoan atau kekurangan hati-hati,
dengan pertimbangan antara lain sbb.
1. lalu-lintas di jalan umum tidak menghendaki pengendara
sepeda motor yang hendak menyusul orang pejalan kaki yang
berjalan kearah yang sama di sebelah kiri, kira-kira 1 1/2 meter
dari pagar jembatan yang lebarnya 4 meter itu, untuk
membunyikan klakson atau mengurangi kecepatan dalam hal ini
tidak tinggi, karena masih ada ruang cukup untuk di lalui sepeda
motor itu ;
2. lalu-lintas di jalanan itu disesuaikan dengan pemakai jalan yang
normal;
3. dari pengendara sepeda motor itu menurut akal sehat tidak
dapat diharapkan untuk bisa menduga, bahwa pejalan kaki itu
tiba-tiba ber-reaksi secara keliru, ialah ketika dilalui ia minggir
kekanan jalan yang diperuntukkan bagi sepeda motor itu.
36. R.v.J. memberi keputusan lepas dari segala tuntutan (onstslagvan
alle rechtsvervolging).
Hooggerechtshof yang memutuskan perkara itu dalam
tingkat banding berpendapat antara lain :
1. bahwa terlanggarnya pejalan kaki hingga mati itu
bukanlah akibat dari perbuatan terdakwa.
2. bahwa sebab dari terlanggarnya pejalan kaki itu
dalam pemeriksaan di sidang tidak jelas.
Oleh karena itu putusan Hooggerechtshof (H.G.H.) berbunyi:
1. membatalkan keputusan Politierechter;
2. menyatakan kesalahan terdakwa atas apa yang
dituduhkan kepadanya tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan ;
3. oleh karena itu membebaskan terdakwa
(vrijspraak).
37. Ibu jari A luka sehingga perlu dipotong. Sebelum
dipotong ibu jari harus disuntik agar tidak merasa sakit.
Tetapi pembantu dokter yang disuruh dokter untuk
mengisi mangkok dengan obat suntik (tutocaine) keliru
mengisinya dengan hydrochloras cocaine 0,5%. Akibat
suntikan dengan obat yang keliru ini, sang pasien
meninggal dunia.
Raad van Justitie berpendapat antara lain, bahwa
perbuatan terdakwa mengandung kealpaan, dokter
tersebut seharusnya meneliti obat yang akan
disuntikkan; kalau tidak, maka ia berbuat atas risiko
sendiri dan tidak dapat melemparkan tanggungjawabnya
kepada orang yang membantunya.
Putusan : pidana bersyarat 3 bulan kurungan.
38. "pro parte dolus, pro parte culpa".
Contoh:
Ps. 480 (penadahan)
Ps. 483, 484 (delik yang menyangkut pencetak dan
penerbit).
Ps. 287, 288, 292 (delik-delik kesusilaan).
Istilah yang dipakai dalam delik-delik tersebut ialah
"diketahui" atau "mengerti" untuk kesengajaan dan
"sepatutnya harus di-duga" atau "seharusnya
menduga" untuk kealpaan.
Pada delik-delik ini kesengajaan atau kealpaan hanya
tertuju kepada salah satu unsur dari delik itu.
Pada delik penadahan ditujukan kepada hal "bahwa
barang yang bersangkutan diperoleh dari kejahatan".
39. Apakah kealpaan orang lain dapat
meniadakan kealpaan dari terdakwa ?
putusan Politierechter Medan (LT.v.R. 149 halaman : 707). Terdakwa
sebagai pengendara mobil tetap dipidana karena ia pada malam
hari menabrak grobag yang tidak memakai lampu. Pengendara
grobag alpa, tetapi ini tidak meniadakan kealpaan terdakwa.
Seorang pengemudi mobil pada pagi hari jam 03.00 melanggar 4
orang sekaligus yang sedang tidur di tengah jalan raya. Dalam kasus
inipun tidak boleh dilihat "kealpaan orang lain", akan tetapi tetap
harus ditinjau ada dan tidak adanya kealpaan pada pengemudi
mobil. Apakah ia kurang hati-hati dan kurang penduga-duga ?
Bagaimana keadaan mobilnya ? Kalau lampunya kurang terang,
maka ini merupakan indikasi dari kealpaannya. Apabila lampunya
normal, maka seharusnya ia dapat mengetahui orang yang tidur di
jalan itu. Kalau tidak, maka ini merupakan kealpaan.
40. Persoalan kesalahan pada tindak
pidana berupa pelanggaran.
Dalam rumusan tindak pidana berupa pelanggaran pada
dasarnya tidak ada penyebutan tentang kesengajaan atau
kealpaan, artinya tidak disebut apakah perbuatan dilakukan
dengan sengaja atau alpa. Hal ini penting untuk hukum acara
pidana, sebab kalau tidak tercantum dalam rumusan Undang-
undang, maka tidak perlu dicantumkan dalam surat tuduhan dan
juga tidak perlu dibuktikan.
Apakah pada pelanggaran yang dirumuskan sedemikian itu,
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan
delik berupa pelanggaran itu mesti dipidana ? Apakah pada
pelanggaran sama sekali tidak dihiraukan sikap batin sipembuat
? Kalau hal ini terjadi, maka berlakulah ajaran "fait materiel" (de
leer van het materiele feit - ajaran perbuatan materiil).
Mengenai hal ini baik dikutip apa yang terdapat dalam M.v.T.
(Smidt III halaman 175 - dikutip dari Hazewinkel-Suringa cetakan
ke 51973, halaman 150), yang kurang lebih berbunyi demikian :
Pada pelanggaran hakim tidak perlu mengadakan pemeriksaan
secara khusus tentang adanya kesengajaan, bahkan tentang adanya
kealpaan juga tidak, lagi pula tidak perlu memberi keputusan
tentang hal tersebut. Soalnya apakah terdakwa berbuat/ tidak
berbuat sesuatu yang bertentangan dengan Undang-undang atau
tidak.
41. Pasal 44: Barangsiapa melakukan perbtn yg tdk dpt dipertgjwbkan
kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Pengertian ini tidak menjelaskan kemampuan bertgjwb, ttp
pntpn bgmn keadaan jiwa si pembuat, yi konstatasi keadaan pribadi
si pembuat yg berupa keadaan akal atau jiwa yg cacat dlm
pertumbuhannya, atau terganggu krn penyakit. Ini akan ditentukan
oleh psychiater yg menyelidiki bgmn keadaan pembuat pada saat
perbtn dilakukan.
Adanya penentuan hub kausal antara keadaan jiwa si pembuat dgn
perbuatannya. Dhi hakimlah yg akan menentukan apakah Tsk dpt
dipertanggungjwbkan.
Sist yg dipakai KUHP untuk menentukan hub kausal antara keadaan jiwa si
pembuat dgn perbuatannya adalah deskriptif –normatif
deskriptif, krn keadaan jiwa digambarkan menurut apa adanya oleh
Psychiater.
normatif, krn hakimlah yg akan menilai, berdsrkan pemeriksaan psychiater,
dan menyimpulkan apakah Tsk mampu bertgjwb.
Cara menentukan pertanggungjawaban
42. Metode u/ menentukan tidak mampu bertg-jwb:
1. Metode biologis:
apbl psikiater tlh menyatakan seseorg sakit jiwa, mk ia tdk
dpt dipidana.
2. Metode psikologis:
menunjukkan hub antara keadaan jiwa yg abnormal dgn
perbuatnnya. Metode ini mementingkan akibat jiwa thd
perbtn-nya shg dpt dikatakan tdk mampu bertg-jwb dan
tdk dpt dipidana.
3. Metode biologis-psikologis:
di samping memperhatikan keadaan jiwanya, kmdn keadaan
jiwa ini dipernilai dgn perbuatannya u/ dinyatakan tdk
mampu bertg jwb.
KUHP menganut metode gabungan (biologis-
psikologis) dan dalam penetapan pidana
menggunakan sist deskriptif normatif.
43. Kedudukan Pertanggungjawaban dlm SF
Kemampuan bertgjwb merupakan syarat utk
pertanggungjwbn pidana.
Hazewinkel Suringa: kemampuan bertgjwb bukanlah isi
dari delik, ttp hanya mrpkn syarat utk dpt menjatuhkan
pidana. Ia tdk bersangkut paut dgn sifat dpt dipidananya
perbtn.
Konsekuensi dari pandangan ini ialah penganjur
(Uitlocker) dan pembantu (medeplichtige) thd perbtn pid
yg dilakukan oleh org yg cacat jiwanya tetap dpt
dipidana.
44. Alasan Penghapus Pidana
MVT Ilmu Pengetahuan
Inwendig uitwendig
Pertumbhn jiwa yg tdk
sempurna
Umur yg msh sangat
muda
Overmacht
Pemblln terpaksa
Melaks UU
Melaks perintah jabtn
Umum
Pasal 44, 48 –
51 KUHP
Khusus
Ex, Psl 166,
Psl 221 ayt 2
Alasan
pembenar
Alasan
Pemaaf
Menghapus sifat melawan hk-nya Prbtn
-Pembelaan terpaksa Psl 49 ayt 1,
-Melaks UU 50,
-Perintah jbtn 51 ayt 1
Menghapus kesalahan pembuat
Tdk mampu bertgjwb (Ps 44)
Noodweer exces (49 ayt 2)
Dg etikad baik melaks perintah jbtn yg tdk sah
45. Macam-macam Alasan Penghapus Pidana
KUHP Di Luar UU
Alsn
Penghapus Pid
Putatief
Alsn Penghapusan
Penuntutan
1. Tidak mampu bertanggungjawab
2. Daya Paksa (overmacht)
3. Pembelaan Terpaksa
4. Menjalankan UU
5. Melaksanakan Perintah Jabatan
1. Tdk penuhi Pasal 2-8
2. Ps 61,63 penerbit
3. Tdk ada pengaduan
pd delik aduan;
4. a.Terdakwa meninggal
b. Ne bis in idem
c. Daluwarsa
d. shicking
Hak org tua/ guru
Hak yg timbul dari pekerjaan
Zaakwarneming
Tdk ada sifat mlwn hk materiil
Org mengira tlh berbuat sesuatu dlm daya paksa/
Pembelaan darurat/ menjalankan UU/ perintah jbtn
padahal setelah pemeriksaan diketahui tdk ada
alasan tsb.
47. 1. Tdk mampu bertanggung jawab
Tidak dipidana karena pelaku tdk dpt dipertgjwbkan krn jiwanya
terganggu/ sakit;
MVT menyebut tdk dpt diptggjwbkan krn sebab yg terletak dlm diri
si pembuat;
Menghapus kesalahan, perbtn-nya tetap mlwn hkm.
48. 2. Daya Paksa (overmacht)
KUHP tdk menjelaskan arti daya paksa
MvT: Setiap kktn, setiap paksaan atau tekanan yg tak dpt
ditahan alam/ mns.
Tak dpt ditahan menunjukkan bhw mnrt akal sehat tak dpt
dihrpkn dr pembuat utk mengadakan perlawanan.
Keadaan itu hrs ditinjau scr objektif.
Sifat daya paksa datang dari luar diri si pembuat dan lebih
kuat daripadanya.
Paksaan tidak hrs berbentuk paksaan mutlak yg tdk
memberikan kesempatan kpd pembuat menentukan
kehendaknya
Oki overmacht dpt dibedakan dlm dua hal, yi:
Vis absoluta (paksaan yg absolut, Prof Moelyatno menyebut karena
kekt phisik yang mutlak)
Vis compulsiva (paksaan yg relatif, Prof Moelyatno menyebut karena
kekt phychis yang mutlak)
49. Daya Paksa yang absolut (Vis absoluta) dapat
disebabkan oleh kekt mns atau alam. Dhi
paksaan ini sama sekali tidak dapat ditahan. Ex.
Ledakan gunung berapi, air bah yg tiba-tiba,
tangan dipegang dan dipukulkan di kaca, mk org
yg dipegang tangannya tak dpt dikatakan tlh
memecahkan kaca.
Daya Paksa yang relatif (Vis compulsiva)
menunjukkan bhw sebenarnya paksaan itu dpt
ditahan, ttp dr org yg di dlm paksaan itu tak dpt
diharapkan bhw ia akan dpt mengadakan
perlawanan (Prof. Moejatno menyebut karena
pengaruh daya paksa) kasir Bank ditodong
pisau untuk serahkan uang.
50. Keadaan Darurat
(noodtoestand)
KUHP tdk memuat Psl tersendiri ttg
keadaan darurat
Ada 3 type Keadaan darurat:
Perbenturan antara dua kept hkm (papan Carneades);
Perbenturan antr kept hkm dan kwjb hkm (Opticien arrest);
Perbenturan antr kewajiban hkm dg kwjbn hkm (dalam
waktu bersamaan harus datang di pengadilan);
51. 3. Pembelaan Terpaksa
Psl 49 (1) seolah-olah perbtn main hakim sendiri diperbolehkan.
Dhi tdk di pid apbl memenuhi syarat tdk ada unsur mlwn hkm.
Syarat:
Ada serangan hrs memenuhi unsur:
Seketika
Yg langsung mengancam
Mlwn hkm
Sengaja di7kan pd badan, peri-kesopanan, dan harta benda
Ada pembelaan yg perlu dilkkn thd serangan itu hrs
memenuhi unsur:
Pembelaan hrs dan perlu dilakukan
Pembelaan hrs menyangkut badan, peri-kesopanan, dan harta benda
Pembelaan terpaksa hrs ada keseimbangan antara penyerangan
dan pembelaan atau keseimbangan antara perbtn pembelaan dan
kept yg diserang
52. Perbedaan antara keadaan darurat dgn pembelaan
terpaksa
Keadaan Darurat Pembelaan Terpaksa
Dpt dilihat adanya perbtrn antr kept
hkm-kept hkm, kept hkm-kwjbn
hkm, kwjbn hk-kwjbn hkm
Situasi yg dihadapi perbtn yg bersft
mlwn hkm
Tdk perlu ada serangan Hrs ada serangan
Org bertindak berdsr berbgi kept/
alasan
Syarat pembelaan itu ditentukan scr
limitatif
Ada yg berpendapat sbg alsn
pemaaf, ada yg sebg alsn pembenar
Sbg alasan penghapus sifat mlwn
hkm
53. Noodweer exess
Pasal 49 ayat (2) tdk dipidana apbl
pembelaan yg melampaui batas itu
disebabkan oleh kegoncangan jiwa krn
serangan/ ancaman serangan
Jadi melampaui batas tdk dipidn apbl ada:
kelampauan bts yg diperlukan;
Pembelaan sbg akibat langsung dr kegoncangan jiwa yg
hebat;
Goncangan jiwa itu disebabkan oleh serangan (ada hub
kausal)
54. 4. Menjalankan Peraturan UU
UU dhi diartikan materiil, yi tiap prtrn yg
dibuat oleh badan pembentuk prtrn.
Pertrn di sini tdk perlu hrs didsrkan adanya
prtrn pelaks, ttp cukup prtrn itu memberi
kwjbn utk melaksanakan.
Utk dpt dikualifikasikan perbtn ini, mk perbtn
hrs dilakukan scr patut, wajar dan masuk akal
ada keseimbangan antara tujuan dg cara
pelaksanaannya.
55. 5. Melaksanakan Perintah Jabatan
Psl 51 ayt (1) tidak dipid seseorg yg melaks
perintah jbtn yg sah.
Sah:
perintah itu berdsrkn tugas, wwng atau kwjbn yg
didsrkan suatu prtrn;
Org yg memerintah dan yg diperintah hrs ada hub
jabatan dan bersifat sub ordinasi (meskipun
sementara)
Psl 51 ayt (2) perintah jbtn yg tdk sah
Perbtn tetap bersifat mlwn hkm, ttp tdk dipidana pbl:
Ia mengira dgn etikad baik bhw perintah itu sah;
Perintah itu dlm lingk org yg memrintah.
Contoh: agen polisi diminta komandannya
menangkap seorg agitator dlm suatu rapat umum,
ternyata ia bukan agitator, jadi perintah tdk sah. Dhi
agen Polisi tdk dipidana.