SlideShare a Scribd company logo
1 of 55
Pertanggung Jawaban Pidana
Adalah suatu bentuk untuk menentukan
apakah seorang tersangka atau terdakwa
dipertanggungjawabkan atas suatu
tindak pidana yang telah terjadi.
Dengan kata lain pertanggungjawaban
pidana adalah suatu bentuk yang
menentukan apakah seseorang tersebut
dibebasakan atau dipidana
Elemen delik umumnya terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
(1) unsur obyektif, atau yang biasa disebut actus reus, (perbuatan)
(2) unsur subyektif, atau yang biasa disebut mens rea ( sikap
batin)
Delik Obyektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan
keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-
tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur obyektif dari
tindak pidana meliputi: (a) sifat melawan hukum, (b) kualitas dari si
pelaku,
 Elemen delik obyektif adalah elemen delik yang berkaitan
dengan perbuatan (act, daad) dari pelaku delik, yaitu:
1. Wujud perbuatan (aktif, pasif), atau akibat yang kelihatan
misalnya pencurian ( Pasal 362 KUHP )
2. Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum;
3. Dalam melakukan perbuatan itu tidak ada Dasar Pembenar.
4. jika perbuatan itu mengandung dasar pembenar berarti salah
satu unsur delik (elemen delik) obyektif tidak terpenuhi, yang
mengakibatkan pelaku (pembuat) delik tidak dapat dikenakan
pidana. Dalam KUHP terdapat beberapa jenis Dasar Pembenar,
yaitu: (1) Daya Paksa Relatif (vis compulsiva), (2) Pembelaan
Terpaksa, (3) Melaksanakan Perintah Undang-Undang, dan (4)
Melaksanakan Perintah Jabatan Yang Berwenang
 Selanjutnya unsur delik subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk di dalamnya
adalah segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur subyektif dari
tindak pidana meliputi: (a) kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau
culpa), (b) maksud pada suatu percobaan (Pasal 53 ayat (1) KUHP), (c) macam-
macam maksud (oogmerk) seperti tindak pidana pencurian, (d) merencanakan
terlebih dahulu misalnya Pasal 340 KUHP. Unsur (elemen) delik subyektif dalam
Hukum Pidana Common Law dinamakan mens rea, yaitu bagian dari sikap batin
(sikap mental), bagian dari niat (pikiran) yang menjadi bagian pula dari
pertanggungjawaban pidana. Jadi mensrea itu berkenaan dengan kesalahan dari
pembuat delik (dader), sebab berkaitan dengan sikap batin yang jahat (criminal
intent). Mens rea berkaitan pula dengan asas geen straf zonder schuld (tiada
pidana tanpa kesalahan). Didalam Hukum Pidana yang beraliran Anglo-saxon
terkenal asas an act does not a person guality unless his mind is guality (satu
perbuatan tidak menjadikan seseorang itu bersalah, terkecuali pikirannya yang
salah). Elemen Delik Subyektif atau unsur mens rea dari delik atau bagian dari
pertanggungjawaban pidana
KESALAHAN
Kesalahan sebagai Pengertian Hukum
 Mezger : Kesalahan adlh keseluruhan syarat yang memberi dasar
untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat.
 Simons : Sebagai dasar untuk pertanggungjawaban dalam HP ia
berupa keadaan psikis dari si pembuat dan hubungannya terhadap
perbuatannya dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaaa psikis
(jiwa) itu perbuatannya dapat dicelakan kepada si pembuat.
 Van Hamel: Kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian
psikologis, perhubungannya antara keadaan jiwa si pembuat dan
terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan
adalah pertanggungjawaban dalam hukum.
 Van Hattum: Pengertian kesalahan yang paling luas memuat semua
unsur dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan menurut HP
terhadap perbuatan yang melawan hukum, meliputi semua hal, yg
bersifat psikis yang terdapat dalam keseluruhan berupa strafbaar feit
termasuk si pembuatnya.
 Pompe: tidak merumuskan kesalahan, tetapi menjelaskan bahwa
pada pelanggaran norma yg dilakukan karena kesalahannya,
biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang
bersifat melawan hukum itu adalah perbuatannya. Segi dalamnya
yang bertalian dengan kehendak si pembuat adalah kesalahan.
Unsur Kesalahan
 Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si
pembuat; di sini dipersoalkan apakah orang tertentu
menjadi normadressat yang mampu
 Hubungan bathin dengan perbuatannya yang berupa
kesengajaan atau kealpaan (ini merupakan bentuk-
bentuk kesalahan)  disini dipersoalkan sikap bathin
sipembuat terhadap perbuatannya.
 Tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak
ada alasan pemaaf. disini dipersoalkan ada tidaknya
keadaan yang mempengaruhi sipembuat yang
menyebabkan kesalahannya hapus.
Jika unsur tersebut di atas telah terpenuhi maka bisa dinyatakan bersalah
atau mempunyai pertanggungjawaban pidana sehingga ybs dapat dipidana
UU No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak
 Disahkan pada tanggal 30 Juli 2012
 Mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkan  31 Juli 2014
 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-
Undang ini diberlakukan.
Usia Pertanggung Jawaban
Pidana
1. Usia pertanggung jawaban pidana Anak sekurang-
kurangnya 12 tahun
2. batasan usia anak yang bisa dikenakan penahanan
sekurang-kurangnya 14 tahun dan
3. Batas usia anak yang dapat dijatuhi pidana adalah
sekurang-kuarangnya 14 tahun.
Anak belum berumur 12 Pelaku
TP
Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas)
tahun melakukan atau diduga melakukan tindak
pidana, Penyidik, Pembimbing , dan Pekerja Sosial
Profesional mengambil keputusan untuk:
a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali;
b. mengikutsertakannya dalam program
pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di
instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang
menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di
tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6
(enam) bulan.
Kemampuan bertanggungjawab
(Toerekeningsvatbaarheid ).
Kemampuan bertanggungjawab
(Toerekeningsvatbaarheid ).
 untuk adanya pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa
pembuat harus mampu bertanggung jawab.
 seseorang tidak dapat dipertanggung jawabkan apabila ia tidak
mampu bertanggung jawab.
Bilamana dan apa ukurannya untuk menyatakan adanya kemampuan bertanggung jawab itu ?
Tidak ada satu pasal pun dlm KUHP yg mbrkn pengertian mampu bertgjwb.
Van Hamel: Suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan yg
membawa 3 akibat yi:
1. Bhw org mampu menginsyafi arti perbtnnya (makna dan akibatnya).
2. Org mampu menginsyafi perbtn-nya itu berttgn dgn kttbn masyrkt.
3. Bhw or mampu menentukan kehendaknya thd perbtn itu.
Memorie van Toelichting (menentukan scr negatip):
Tdk mampu bertanggung jawab adlh :
1. Dlm hal org tdk diberi kbbsn memilih antara berbuat/ tdk berbuat u/ apa yg o/ UU
dilarang/ diperintahkan
2. Dlm hal org ada dlm keadaan ttt shg tdk dpt menginsyafi perbtn-nya bertentangan
dgn hkm, dan tidak mengerti akibat perbtn-nya.
Simons: Kemampuan bertgjwb dp diartikan sbg suatu keadaan psychis sedemikian
rupa , yg membenarkan adanya pnrpn suatu pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum
maupun orangnya.
Seseorang mampu bertgjwb jika jiwanya sehat, yi:
1. Org mampu menginsyafi perbtnnya yg bersifat mlwn hkm;
2. Sesuai dg penginsyafan itu dpt menentukan kehendaknya.
Ilmu Pengetahuan
Tidak mampu bertanggung-jawab untuk sebagian
 ada beberapa jenis penyakit jiwa  penderitanya tidak mampu
bertanggung-jawab untuk sebagian (gedeeltelijke ontoere-
keningsvatbaarheid), misal :
1. kleptomanie, ialah penyakit jiwa yang berujud dorongan yang kuat dan
tak tertahan untuk mengambil barang orang lain, tetapi tak sadar bahwa
perbuatannya terlarang. Biasanya barang yang di jadikan sasaran itu
barang yang tidak ada nilainya sama sekali baginya. Dalam keadaan
biasa ia jiwanya sehat.
2. pyromanie, ialah penyakit jiwa yang berupa kesukaan untuk melakukan
pembakaran tanpa alasan sama sekali.
3. claustrophobie, ialah penyakit jiwa yang berupa ketakutan untuk berada
di ruang yang sempit. Penderitanya dalam keadaan tersebut misal lalu
memecah-mecah kaca jendela.
4. Penyakit yang berupa perasaan senantiasa dikejar-kejar/diuber- uber
(achtervolgingswaan) oleh musuh-musuhnya.
 Ybs tdk dpt dipertgjwbkan atas perbtn yg ada hub-nya dgn
penyakitnya, tetapi apabila melakukan perbtn lain yg tdk
berhub dg penyakitnya tetap dipidana.
Hubungan Batin antara pembuat dan Perbuatan
Berupa Kesengajaan dan Kealpaan
 Unsur kedua dari kesalahan adalah hubungan batin
antara si pembuat terhadap perbuatan yang dapat
berupa sengaja atau alpa.
 Apa yg dimaksud dgn sengaja KUHP tidak memberi
definisi. MvT mengartikan kesengajaan (opzet) sbg
“menghendaki” dan “mengetahui” (willens en
wetens)
 Berhubung dgn keadaan batin org yg berbuat dgn
sengaja berisi “menghendaki” dan “mengetahui” itu,
dlm ilmu pengthn. timbul dua teori:
1.Teori Kehendak (wilstheorie) kesengajaan adalah
kehendak u/ mewujudkan unsur-unsur delik dlm
rumusan UU
2.Teori Pengetahuan/ membayangkan
(voorstellings-theorie) Sengaja berarti
membayangkan akan menimbulkan akbt dari
perbtnnya; org tak bisa menghendaki akbt,
melainkan hanya dpt membayangkannya. Teori
ini menitikberatkan pada apa yg dibayangkan o/
pembuat.
 Terhadap perbtn yg dilakukan pembuat kedua
teori ini tak ada perbedaan, keduanya mengakui
bahwa dlm kesengajaan hrs ada kehendak u/
berbuat.
Corak kesengajaan.
 Dapat dibedakan 3 corak sikap bathin yg menunjukkan
tingkatan kesengajaan:
1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) :
Orang menghendaki perbuatan beserta akibatnya.
2. Kesengajaan sebagai Kepastian (opzet met
zekerheidsbewustzijn) :
dhi. perbuatan mempunyai 2 akibat yi. akibat yg
memang dituju oleh si pembuat dan akibat yg tidak
diinginkan ttp mrpkn suatu keharusan u/ mencapai
tujuan no. 1 (akibat ini pasti terjadi)
3. Kesengajan sebagai Kemungkinan (voorwaardelijk opzet/
dolus eventualis) :
dlm hal ada keadaan ttt yg semula mungkin akan
terjadi, kmdn ternyata benar-benar terjadi.
Contoh:
 Kesengajaan sebagai maksud / tujuan (opzet als
oogmerk)
 A memukul B. Tentunya A menghendaki B sakit, akibat
dipukul.
 Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met
zekerheidsbewustzijn)
 A bermaksud menembak B yang berada di dalam ruang
kaca. Pecahnya kaca merupakan kesengajaan yang bersifat
kepastian yang berdiri sebagai tindak pidana sendiri.
 Kesengajaan sebagai kemungkinan (voorwaardelijk
opzet)
 A bermaksud membunuh B dengan bom. Bom dipasang
dirumahnya. Akibat ledakan bom memungkinkan sekali akan
mengenai orang-orang selain B.
Dolus Eventualis
 Dalam dolus eventualis dikenal teori “apa
boleh buat” yakni untuk mencapai apa
yang dimaksud, akan muncul resiko
sebagai akibat atau keadaan yang harus
timbul disamping maksud yang dituju.
Kemungkinan akan adanya akibat itu
sungguh-sungguh timbul (disamping hal
yang dimaksud tadi), apa boleh buat, dia/
tersangka juga harus berani memikul
resiko yang timbul tadi (Teori
Prof.Moeljatno, SH)
Kesengajaan yang diobjektipkan
 Dlm keadaan konkrit sangat sulit bagi hakim u/
menentukan sikap batin terdakwa berupa
kesengajaan/ kealpaan ada pada pembuat. Apbl
org menerangkan dgn jujur sikap batinnya, mk
tdk akan menemui kesulitan, ttp apbl terdakwa
tidak jujur, mk sikap batinnya hrs disimpulkan
dari keadaan lahir yg tampak dari luar. Jadi dlm
banyak hal hakim hrs mengobjektipkan adanya
kesengajaan itu.
Kesengajaan berwarna (gekleurd) dan tidak berwarna (kleurloos).
 Persoalan:
 Apakah u/ adanya kesengajaan si pembuat hrs menyadari bhw perbtnnya itu
bersifat melawan hukum ?
 Mengenai hal ini ada dua pendapat:
sifat kesengajaan
itu berwarna
adanya kesengajaan diperlukan syarat bahwa
pembuat menyadari perbtn-nya itu dilarang
kesengajaan senantiasa berhub. dgn dolus malus
(dlm kesengajaan ter-simpul adanya kesadaran
mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan)
tidak berwarna U/ kesengajaan cukup bhw si pembuat menghendaki
perbuatan itu. Di sini tidak diperlukan apakah ia tahu
bhw perbtn itu dilarang.
Keberatan terhdp pendirian kesengajaan itu berwarna ialah memberikan
beban yg berat bagi PU u/ membuktikan adanya kesengajaan.
Contoh rumusan “dengan
sengaja”
 Dengan sengaja, sedang ia mengetahui, yang ia ketahui,
dengan tujuan, dengan tujuan yg ia ketahui, dlsb.
 Pasal 338 KUHP menggunakan istilah “dengan sengaja”;
 Pasal 164 KUHP menggunakan istilah “mengetahui
tentang”;
 Pasal 362,378,263 KUHP menggunakan istilah “dengan
maksud”;
Pasal 53 KUHP menggunakan istilah “niat”;
 Pasal 340 dan 355 KUHP menggunakan istilah “dengan
rencana lebih dahulu”;
Jenis kesengajaan
 Dolus generalis kesengajaan yg ditujukan kepada org banyak,
mis. melempar bom ditengah kerumunan
 Dolus indirectus mlkkn perbuatn yg dilarang, ttp muncul
akibat lain yg tidak dikehendaki
 Dolus determinatus kesengajaan yg ditujukan pada tujuan ttt
(perbt/ akibat)
 Dolus indeterminatus kesengajaan yg ditujukan kpd
sembarang org
 Dolus alternativus kesengajaan yg dilkkn seseorang dgn
menghendaki akibat yang muncul adalah salah satu dari
beberapa kemungkinan.
 Dolus premiditatus kesengajaan yg tlh dipertimbangkan
dengan sungguh-sungguh
 Dolus repentinus kesengajaan dgn sekonyong-konyong.
Dwaling
Suatu kesengajaan dapat terjadi karena salah faham atau kekeliruan (melakukan
perbuatan pidana dengan sengaja karena kekeliruan). Bentuk dari kekeliruan ini ada
beberapa macam:
 Feitelijke-dwaling:
 Suatu kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada salah satu
unsur perbuatan pidana. Ex. Seseorang membeli brg, dikira brg itu sudah menjadi
miliknya, kmdn brng itu dipretheli, shg sudah tidak seperti aslinya, padahal
beralihnya brg itu masih hrs diikuti dgn pembayaran lainnya. tidak dpt dikenai Psl
406 KUHP.
 Rechts-dwaling:
 Melakukan suatu perbuatan dengan perkiraan hal itu tidak dilarang o/ UU. Dhi
dibedakan menjadi 2, yi kekeliruan yg dpt dimengerti, dan kekeliruan yg tdk dpt
dimengerti
 Eror in persona:
 kekeliruan mengenai org yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
 Eror in objecto:
 kekeliruan mengenai objek yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.
 Aberratio ictus:
 Kekeliruan yang timbul disebabkan karena berbagai sebab, sehingga akibat yang
timbul berbeda/ berlainan dari yang dikehendaki
KEALPAAN
(CULPA, RECKLESSNESS,
NEGLIGENCE, FAHRLASSIGKEIT,
SEMBRONO, TELEDOR )
 Di samping sikap batin berupa kesengajaan ada pula sikap batin
yang berupa kealpaan.
 Akibat ini timbul karena ia alpa, ia sembrono, teledor, ia berbuat
kurang hatihati atau kurang penduga-duga.
 Perbedaannya dengan kesengajaan ialah bahwa ancaman pidana
pada delik-delik kesengajaan lebih berat.
 Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada
kesengajaan, tetapi bukan kesengajaan yang ringan.
TINGKATAN CULPA
 Culpa lata : sangat tidak berhati-hati, kealpaan serius,
sembrono (gross fault or neglect)
 Culpa levis : kesalahan biasa/ kesalahan ringan
(ordinary fault or neglect)
 Culpa levissima : kesalahan sangat ringan (slight fault
or neglect) (Black 1979 hal. 241)
Bentuk kealpaan
 Kealpaan yang disadari (bewuste culpa)
 Yaitu apabila pelaku didalam melakukan perbuatan
dapat menyadari, dapat membayangkan, atau dapat
menduga tentang apa yang dilakukan beserta
akibatnya yang terjadi (kecelakaan) akan tetapi
meskipun ia percaya dan berharap serta berusaha
untuk mencegah timbulnya suatu akibat itu, namun
akibat itu terjadi juga.
 Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa)
 Yaitu apabila pelaku melakukan perbuatan disadari,
atau tidak disadari yang diperhitungkan adanya
kemungkinan akan timbul suatu akibat yang dilarang
dan diancam dengan undang-undang, padahal
seharusnya ia memperhitungkan sebelumnya akan
timbul suatu akibat, seharusnya pelaku dapat
membayangkannya.
Dalam KU.H.P. terdapat beberapa Ps.
yang memuat unsur kealpaan a.l:
 Ps. 188: karena kealpaannya menimbulkan
peletusan, kebakaran dst.
 Ps. 231 (4): karena kealpaannya si-penyimpan
menyebabkan hilangnya dan sebagainya barang
yang di sita.
 Ps. 359: karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang.
 Ps. 360: karena kealpaannya menyebabkan orang
luka berat dsb.
 Ps. 409: karena kealpaannya menyebabkan alat-alat
perlengkapan (jalan kereta api dsb.) hancur dsb.
Apakah alasan pembentuk Undang-undang mengancam pidana perbuatan
yang mengandung unsur kealpaan di samping unsur kesengajaan ?
Menurut M.v.T. adalah sebagai berikut :
"ada keadaan, yang sedemikian membahayakan keamanan orang atau barang,
atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya
dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga Undang-undang juga bertindak
terhadap kekurangan penghati-hati, sikap sembrono (teledor).
Pengertian Kealpaan.
Hazewinkel - Suringa.
 IImu pengeth hk dan jurisprudensi mengartikan 'schuld' (kealpaan), sbg:
1. kekurangan penduga-duga atau
2. kekurangan penghati-hati.
Van Hamel
 Kealpaan mengandung dua syarat :
1. tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum.
2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Simons :
Pada umumnya "schuld" (kealpaan) mempunyai dua unsur :
1. tidak adanya penghati-hati, di samping
2. dapat diduganya akibat.
Pompe :
 Ada 3 macam yang masuk kealpaan (onachtzaamheid) :
1. dapat mengirakan (kunnen verwachten) timbulnya akibat.
2. mengetahui adanya kemungkinan (kennen der mogelijkheid).
3. dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen kennen van de mogelijkheid).
Bagaimanakah menetapkan adanya kealpaan pada seseorang sehingga ia
dapat dinyatakan bersalah atau dicela ?
 Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik
atau psychis. Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang
yang sesungguh sungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar bagaimana
seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang pada
umumnya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si-pembuat itu.
 "Orang pada umumnya" ini berarti bahwa tidak boleh orang yang paling
cermat, paling hati-hati, paling ahli dan sebagainya. Ia harus orang biasa/
seorang ahli biasa. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya kekurangan hati-
hati yang cukup besar, jadi harus ada culpa lata dan bukannya culpa levis
(kealpaan yang sangat ringan).
 Untuk menentukan kekurangan penghati-hati dari si-pembuat dapat digunakan
ukuran apakah ia "ada kewajiban untuk berbuat lain".
 Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan Undang-undang atau dari luar
Undangundang, ialah dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang
seharusnya dilakukan olehnya. Kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia
lakukan, maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa ia
alpa. Undang-undang mewajibkan seorang untuk melakukan sesuatu atau
untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, dalam peraturan lalu-lintas ada
ketentuan bahwa "di persimpangan jalan, apabila datangnya bersamaan waktu,
maka kendaraan dari kiri harus didahulukan".
Bagaimanakah apabila yang dilakukan oleh seorang
terdakwa dapat diterima oleh masyarakat, bahkan
mungkin sesuai dengan hukum ? apakah di sini ada
culpa atau tidak ?
 perbuatannya tidak bersifat melawan hukum.
 dalam delik culpa sifat melawan hukum telah tersimpul
di dalam culpa itu sendiri. "Memang culpa tidak mesti
meliputi dapat dicelanya si-pembuat, namun culpa
menunjukkan kepada tidak patutnya perbuatan itu dan
jika perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum, maka
tidaklah mungkin perbuatan itu perbuatan yang
abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa. Dalam delik
culpoos tidak mungkin diajukan alasan pembenar 
rechtvaardigingsgrond
 Suatu kapal motor sungai diberi muatan terlalu penuh. Krani yg bertugas
mengurus dan mengawasi semua pengangkutan brng dan penumpang
itu dianggap bertanggung-jawab. Ia tlh mendpt tegoran dari pengawas
kapal/ polisi yg bertugas, namun la tdk memperdulikannya, setidak-
tidaknya tdk mengambil tindakan yg tepat utk menghindarkan
kesukaran-kesukaran yg mungkin terjadi krn derasnya arus sungai.
 Stlh kapal berangkat, lalu miring, kemasukkan air dan tenggelam.
Akibatnya 7 orang meninggal. Pengadilan negeri Pontianak menjatuhkan
pidana 6 bulan penjara atas diri Krani tersebut, "karena melakukan
kjhtn krn kesalahannya bbrp orang menjadi mati".
 Dlm tingkat banding, PT Jakarta menjatuhkan pidana 9 bulan penjara,
dgmemperbaiki dictumnya, shg berbunyi : "karena kealpaannya dlm
mlkkn pekerjaannya tlh mengakibatkan kematian bbrp orang".
 Wirjono Prodjodikoro: "bahwa juragan kapal itu dpt di ptgjwbkn atas
tenggelamnya kapal dan matinya orang-orang itu, sebab juragan itu
juga tahu hal terlalu berat muatannya, bahkan turut memperingatkan si
Krani, ttp tidak mencegahnya.
 A mengendarai sepeda motor pada waktu di atas jembatan yang lebarnya 4
m ia menyusul orang yang berjalan kaki dengan arah yang sama. Ketika
hendak dilampaui, orang ini justru menyimpang kekanan sehingga
terlanggar dan meninggal dunia. Apakah di sini terdakwa telah berlaku
sembrono dan kurang hati-hati.
 Berbeda dengan pendapat officier van Justitie, Politierechter berpendirian
bahwa dalam hal ini tidak ada kesembronoan atau kekurangan hati-hati,
dengan pertimbangan antara lain sbb.
1. lalu-lintas di jalan umum tidak menghendaki pengendara
sepeda motor yang hendak menyusul orang pejalan kaki yang
berjalan kearah yang sama di sebelah kiri, kira-kira 1 1/2 meter
dari pagar jembatan yang lebarnya 4 meter itu, untuk
membunyikan klakson atau mengurangi kecepatan dalam hal ini
tidak tinggi, karena masih ada ruang cukup untuk di lalui sepeda
motor itu ;
2. lalu-lintas di jalanan itu disesuaikan dengan pemakai jalan yang
normal;
3. dari pengendara sepeda motor itu menurut akal sehat tidak
dapat diharapkan untuk bisa menduga, bahwa pejalan kaki itu
tiba-tiba ber-reaksi secara keliru, ialah ketika dilalui ia minggir
kekanan jalan yang diperuntukkan bagi sepeda motor itu.
R.v.J. memberi keputusan lepas dari segala tuntutan (onstslagvan
alle rechtsvervolging).
Hooggerechtshof yang memutuskan perkara itu dalam
tingkat banding berpendapat antara lain :
1. bahwa terlanggarnya pejalan kaki hingga mati itu
bukanlah akibat dari perbuatan terdakwa.
2. bahwa sebab dari terlanggarnya pejalan kaki itu
dalam pemeriksaan di sidang tidak jelas.
Oleh karena itu putusan Hooggerechtshof (H.G.H.) berbunyi:
1. membatalkan keputusan Politierechter;
2. menyatakan kesalahan terdakwa atas apa yang
dituduhkan kepadanya tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan ;
3. oleh karena itu membebaskan terdakwa
(vrijspraak).
 Ibu jari A luka sehingga perlu dipotong. Sebelum
dipotong ibu jari harus disuntik agar tidak merasa sakit.
Tetapi pembantu dokter yang disuruh dokter untuk
mengisi mangkok dengan obat suntik (tutocaine) keliru
mengisinya dengan hydrochloras cocaine 0,5%. Akibat
suntikan dengan obat yang keliru ini, sang pasien
meninggal dunia.
 Raad van Justitie berpendapat antara lain, bahwa
perbuatan terdakwa mengandung kealpaan, dokter
tersebut seharusnya meneliti obat yang akan
disuntikkan; kalau tidak, maka ia berbuat atas risiko
sendiri dan tidak dapat melemparkan tanggungjawabnya
kepada orang yang membantunya.
 Putusan : pidana bersyarat 3 bulan kurungan.
"pro parte dolus, pro parte culpa".
Contoh:
 Ps. 480 (penadahan)
 Ps. 483, 484 (delik yang menyangkut pencetak dan
penerbit).
 Ps. 287, 288, 292 (delik-delik kesusilaan).
 Istilah yang dipakai dalam delik-delik tersebut ialah
"diketahui" atau "mengerti" untuk kesengajaan dan
"sepatutnya harus di-duga" atau "seharusnya
menduga" untuk kealpaan.
 Pada delik-delik ini kesengajaan atau kealpaan hanya
tertuju kepada salah satu unsur dari delik itu.
 Pada delik penadahan ditujukan kepada hal "bahwa
barang yang bersangkutan diperoleh dari kejahatan".
Apakah kealpaan orang lain dapat
meniadakan kealpaan dari terdakwa ?
 putusan Politierechter Medan (LT.v.R. 149 halaman : 707). Terdakwa
sebagai pengendara mobil tetap dipidana karena ia pada malam
hari menabrak grobag yang tidak memakai lampu. Pengendara
grobag alpa, tetapi ini tidak meniadakan kealpaan terdakwa.
 Seorang pengemudi mobil pada pagi hari jam 03.00 melanggar 4
orang sekaligus yang sedang tidur di tengah jalan raya. Dalam kasus
inipun tidak boleh dilihat "kealpaan orang lain", akan tetapi tetap
harus ditinjau ada dan tidak adanya kealpaan pada pengemudi
mobil. Apakah ia kurang hati-hati dan kurang penduga-duga ?
Bagaimana keadaan mobilnya ? Kalau lampunya kurang terang,
maka ini merupakan indikasi dari kealpaannya. Apabila lampunya
normal, maka seharusnya ia dapat mengetahui orang yang tidur di
jalan itu. Kalau tidak, maka ini merupakan kealpaan.
Persoalan kesalahan pada tindak
pidana berupa pelanggaran.
 Dalam rumusan tindak pidana berupa pelanggaran pada
dasarnya tidak ada penyebutan tentang kesengajaan atau
kealpaan, artinya tidak disebut apakah perbuatan dilakukan
dengan sengaja atau alpa. Hal ini penting untuk hukum acara
pidana, sebab kalau tidak tercantum dalam rumusan Undang-
undang, maka tidak perlu dicantumkan dalam surat tuduhan dan
juga tidak perlu dibuktikan.
 Apakah pada pelanggaran yang dirumuskan sedemikian itu,
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan
delik berupa pelanggaran itu mesti dipidana ? Apakah pada
pelanggaran sama sekali tidak dihiraukan sikap batin sipembuat
? Kalau hal ini terjadi, maka berlakulah ajaran "fait materiel" (de
leer van het materiele feit - ajaran perbuatan materiil).
 Mengenai hal ini baik dikutip apa yang terdapat dalam M.v.T.
(Smidt III halaman 175 - dikutip dari Hazewinkel-Suringa cetakan
ke 51973, halaman 150), yang kurang lebih berbunyi demikian :
 Pada pelanggaran hakim tidak perlu mengadakan pemeriksaan
secara khusus tentang adanya kesengajaan, bahkan tentang adanya
kealpaan juga tidak, lagi pula tidak perlu memberi keputusan
tentang hal tersebut. Soalnya apakah terdakwa berbuat/ tidak
berbuat sesuatu yang bertentangan dengan Undang-undang atau
tidak.
Pasal 44: Barangsiapa melakukan perbtn yg tdk dpt dipertgjwbkan
kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
 Pengertian ini tidak menjelaskan kemampuan bertgjwb, ttp
 pntpn bgmn keadaan jiwa si pembuat, yi konstatasi keadaan pribadi
si pembuat yg berupa keadaan akal atau jiwa yg cacat dlm
pertumbuhannya, atau terganggu krn penyakit. Ini akan ditentukan
oleh psychiater yg menyelidiki bgmn keadaan pembuat pada saat
perbtn dilakukan.
 Adanya penentuan hub kausal antara keadaan jiwa si pembuat dgn
perbuatannya. Dhi hakimlah yg akan menentukan apakah Tsk dpt
dipertanggungjwbkan.
 Sist yg dipakai KUHP untuk menentukan hub kausal antara keadaan jiwa si
pembuat dgn perbuatannya adalah deskriptif –normatif
 deskriptif, krn keadaan jiwa digambarkan menurut apa adanya oleh
Psychiater.
 normatif, krn hakimlah yg akan menilai, berdsrkan pemeriksaan psychiater,
dan menyimpulkan apakah Tsk mampu bertgjwb.
Cara menentukan pertanggungjawaban
Metode u/ menentukan tidak mampu bertg-jwb:
1. Metode biologis:
apbl psikiater tlh menyatakan seseorg sakit jiwa, mk ia tdk
dpt dipidana.
2. Metode psikologis:
menunjukkan hub antara keadaan jiwa yg abnormal dgn
perbuatnnya. Metode ini mementingkan akibat jiwa thd
perbtn-nya shg dpt dikatakan tdk mampu bertg-jwb dan
tdk dpt dipidana.
3. Metode biologis-psikologis:
di samping memperhatikan keadaan jiwanya, kmdn keadaan
jiwa ini dipernilai dgn perbuatannya u/ dinyatakan tdk
mampu bertg jwb.
KUHP menganut metode gabungan (biologis-
psikologis) dan dalam penetapan pidana
menggunakan sist deskriptif normatif.
Kedudukan Pertanggungjawaban dlm SF
 Kemampuan bertgjwb merupakan syarat utk
pertanggungjwbn pidana.
 Hazewinkel Suringa: kemampuan bertgjwb bukanlah isi
dari delik, ttp hanya mrpkn syarat utk dpt menjatuhkan
pidana. Ia tdk bersangkut paut dgn sifat dpt dipidananya
perbtn.
 Konsekuensi dari pandangan ini ialah penganjur
(Uitlocker) dan pembantu (medeplichtige) thd perbtn pid
yg dilakukan oleh org yg cacat jiwanya tetap dpt
dipidana.
Alasan Penghapus Pidana
MVT Ilmu Pengetahuan
Inwendig uitwendig
Pertumbhn jiwa yg tdk
sempurna
Umur yg msh sangat
muda
Overmacht
Pemblln terpaksa
Melaks UU
Melaks perintah jabtn
Umum
Pasal 44, 48 –
51 KUHP
Khusus
Ex, Psl 166,
Psl 221 ayt 2
Alasan
pembenar
Alasan
Pemaaf
Menghapus sifat melawan hk-nya Prbtn
-Pembelaan terpaksa Psl 49 ayt 1,
-Melaks UU 50,
-Perintah jbtn 51 ayt 1
Menghapus kesalahan pembuat
Tdk mampu bertgjwb (Ps 44)
Noodweer exces (49 ayt 2)
Dg etikad baik melaks perintah jbtn yg tdk sah
Macam-macam Alasan Penghapus Pidana
KUHP Di Luar UU
Alsn
Penghapus Pid
Putatief
Alsn Penghapusan
Penuntutan
1. Tidak mampu bertanggungjawab
2. Daya Paksa (overmacht)
3. Pembelaan Terpaksa
4. Menjalankan UU
5. Melaksanakan Perintah Jabatan
1. Tdk penuhi Pasal 2-8
2. Ps 61,63  penerbit
3. Tdk ada pengaduan
pd delik aduan;
4. a.Terdakwa meninggal
b. Ne bis in idem
c. Daluwarsa
d. shicking
Hak org tua/ guru
Hak yg timbul dari pekerjaan
Zaakwarneming
Tdk ada sifat mlwn hk materiil
Org mengira tlh berbuat sesuatu dlm daya paksa/
Pembelaan darurat/ menjalankan UU/ perintah jbtn
padahal setelah pemeriksaan diketahui tdk ada
alasan tsb.
KUHP
Alasan Penghapus Pidana
Tidak mampu bertgjwb
Ps. 44
Overmacht (Ps 48)
Noodtoestand
Noodweer (Ps 49 ayt 1)
Noodweer Exces (Ps 49 ayt 2)
Menjalankan UU
Mjlnkn Perintah Jbtn
Mjlnkn Perintah Jbtn tdk sah
1. Tdk mampu bertanggung jawab
 Tidak dipidana karena pelaku tdk dpt dipertgjwbkan krn jiwanya
terganggu/ sakit;
 MVT menyebut tdk dpt diptggjwbkan krn sebab yg terletak dlm diri
si pembuat;
 Menghapus kesalahan, perbtn-nya tetap mlwn hkm.
2. Daya Paksa (overmacht)
 KUHP tdk menjelaskan arti daya paksa
 MvT: Setiap kktn, setiap paksaan atau tekanan yg tak dpt
ditahan  alam/ mns.
 Tak dpt ditahan menunjukkan bhw mnrt akal sehat tak dpt
dihrpkn dr pembuat utk mengadakan perlawanan.
 Keadaan itu hrs ditinjau scr objektif.
 Sifat daya paksa datang dari luar diri si pembuat dan lebih
kuat daripadanya.
 Paksaan tidak hrs berbentuk paksaan mutlak yg tdk
memberikan kesempatan kpd pembuat menentukan
kehendaknya
 Oki overmacht dpt dibedakan dlm dua hal, yi:
 Vis absoluta (paksaan yg absolut, Prof Moelyatno menyebut karena
kekt phisik yang mutlak)
 Vis compulsiva (paksaan yg relatif, Prof Moelyatno menyebut karena
kekt phychis yang mutlak)
 Daya Paksa yang absolut (Vis absoluta) dapat
disebabkan oleh kekt mns atau alam. Dhi
paksaan ini sama sekali tidak dapat ditahan. Ex.
Ledakan gunung berapi, air bah yg tiba-tiba,
tangan dipegang dan dipukulkan di kaca, mk org
yg dipegang tangannya tak dpt dikatakan tlh
memecahkan kaca.
 Daya Paksa yang relatif (Vis compulsiva)
menunjukkan bhw sebenarnya paksaan itu dpt
ditahan, ttp dr org yg di dlm paksaan itu tak dpt
diharapkan bhw ia akan dpt mengadakan
perlawanan (Prof. Moejatno menyebut karena
pengaruh daya paksa) kasir Bank ditodong
pisau untuk serahkan uang.
Keadaan Darurat
(noodtoestand)
 KUHP tdk memuat Psl tersendiri ttg
keadaan darurat
 Ada 3 type Keadaan darurat:
 Perbenturan antara dua kept hkm (papan Carneades);
 Perbenturan antr kept hkm dan kwjb hkm (Opticien arrest);
 Perbenturan antr kewajiban hkm dg kwjbn hkm (dalam
waktu bersamaan harus datang di pengadilan);
3. Pembelaan Terpaksa
 Psl 49 (1) seolah-olah perbtn main hakim sendiri diperbolehkan.
Dhi tdk di pid apbl memenuhi syarat tdk ada unsur mlwn hkm.
 Syarat:
 Ada serangan  hrs memenuhi unsur:
 Seketika
 Yg langsung mengancam
 Mlwn hkm
 Sengaja di7kan pd badan, peri-kesopanan, dan harta benda
 Ada pembelaan yg perlu dilkkn thd serangan itu  hrs
memenuhi unsur:
 Pembelaan hrs dan perlu dilakukan
 Pembelaan hrs menyangkut badan, peri-kesopanan, dan harta benda
 Pembelaan terpaksa hrs ada keseimbangan antara penyerangan
dan pembelaan atau keseimbangan antara perbtn pembelaan dan
kept yg diserang
Perbedaan antara keadaan darurat dgn pembelaan
terpaksa
Keadaan Darurat Pembelaan Terpaksa
Dpt dilihat adanya perbtrn antr kept
hkm-kept hkm, kept hkm-kwjbn
hkm, kwjbn hk-kwjbn hkm
Situasi yg dihadapi perbtn yg bersft
mlwn hkm
Tdk perlu ada serangan Hrs ada serangan
Org bertindak berdsr berbgi kept/
alasan
Syarat pembelaan itu ditentukan scr
limitatif
Ada yg berpendapat sbg alsn
pemaaf, ada yg sebg alsn pembenar
Sbg alasan penghapus sifat mlwn
hkm
Noodweer exess
 Pasal 49 ayat (2)  tdk dipidana apbl
pembelaan yg melampaui batas itu
disebabkan oleh kegoncangan jiwa krn
serangan/ ancaman serangan
 Jadi melampaui batas tdk dipidn apbl ada:
 kelampauan bts yg diperlukan;
 Pembelaan sbg akibat langsung dr kegoncangan jiwa yg
hebat;
 Goncangan jiwa itu disebabkan oleh serangan (ada hub
kausal)
4. Menjalankan Peraturan UU
 UU dhi diartikan materiil, yi tiap prtrn yg
dibuat oleh badan pembentuk prtrn.
 Pertrn di sini tdk perlu hrs didsrkan adanya
prtrn pelaks, ttp cukup prtrn itu memberi
kwjbn utk melaksanakan.
 Utk dpt dikualifikasikan perbtn ini, mk perbtn
hrs dilakukan scr patut, wajar dan masuk akal
 ada keseimbangan antara tujuan dg cara
pelaksanaannya.
5. Melaksanakan Perintah Jabatan
 Psl 51 ayt (1) tidak dipid seseorg yg melaks
perintah jbtn yg sah.
 Sah:
 perintah itu berdsrkn tugas, wwng atau kwjbn yg
didsrkan suatu prtrn;
 Org yg memerintah dan yg diperintah hrs ada hub
jabatan dan bersifat sub ordinasi (meskipun
sementara)
 Psl 51 ayt (2) perintah jbtn yg tdk sah
 Perbtn tetap bersifat mlwn hkm, ttp tdk dipidana pbl:
 Ia mengira dgn etikad baik bhw perintah itu sah;
 Perintah itu dlm lingk org yg memrintah.
 Contoh: agen polisi diminta komandannya
menangkap seorg agitator dlm suatu rapat umum,
ternyata ia bukan agitator, jadi perintah tdk sah. Dhi
agen Polisi tdk dipidana.

More Related Content

What's hot

Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita SariTugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita SariFenti Anita Sari
 
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 384044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3Adi Nugraha
 
force majeur dan cidera janji
force majeur dan cidera janjiforce majeur dan cidera janji
force majeur dan cidera janjiaishkhuw fillah
 
Legal Opinion tentang Permen Blokir Situs Negatif
Legal Opinion tentang Permen Blokir Situs NegatifLegal Opinion tentang Permen Blokir Situs Negatif
Legal Opinion tentang Permen Blokir Situs NegatifICT Watch
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
 
P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanyudikrismen1
 
Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...
Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...
Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...Idik Saeful Bahri
 
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
P. 3 ruang lingkup dan teori  korbanP. 3 ruang lingkup dan teori  korban
P. 3 ruang lingkup dan teori korbanyudikrismen1
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2villa kuta indah
 
Resume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum PidanaResume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum PidanaIca Diennissa
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Rudi Sudirdja
 
Diskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdf
Diskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdfDiskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdf
Diskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdfIndra Sofian
 
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN Fenti Anita Sari
 
BAHAN KUHP BARU.pptx
BAHAN KUHP BARU.pptxBAHAN KUHP BARU.pptx
BAHAN KUHP BARU.pptxnurulfatima4
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Idik Saeful Bahri
 
Pidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaanPidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaanSigit Riono
 

What's hot (20)

Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita SariTugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional  Fenti Anita Sari
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita Sari
 
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 384044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
84044823 contoh-kasus-hukum-perdata-internasional 3
 
force majeur dan cidera janji
force majeur dan cidera janjiforce majeur dan cidera janji
force majeur dan cidera janji
 
Legal Opinion tentang Permen Blokir Situs Negatif
Legal Opinion tentang Permen Blokir Situs NegatifLegal Opinion tentang Permen Blokir Situs Negatif
Legal Opinion tentang Permen Blokir Situs Negatif
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
 
P. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korbanP. 6 tipologi korban
P. 6 tipologi korban
 
Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...
Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...
Hukum perdata internasional - Instrumen hukum nasional mengenai hukum perdata...
 
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
P. 3 ruang lingkup dan teori  korbanP. 3 ruang lingkup dan teori  korban
P. 3 ruang lingkup dan teori korban
 
tipologi kejahatan penjahat
tipologi kejahatan  penjahattipologi kejahatan  penjahat
tipologi kejahatan penjahat
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2
 
Resume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum PidanaResume Materi Hukum Pidana
Resume Materi Hukum Pidana
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
 
Bab 7 jenis pidana
Bab 7   jenis pidanaBab 7   jenis pidana
Bab 7 jenis pidana
 
Diskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdf
Diskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdfDiskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdf
Diskusi 2 Teori Kriminologi 4302 Indra Sofian 042051183 - Copy.pdf
 
Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha NegaraKeputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara
 
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DAMAI DAN KEKERASAN
 
BAHAN KUHP BARU.pptx
BAHAN KUHP BARU.pptxBAHAN KUHP BARU.pptx
BAHAN KUHP BARU.pptx
 
obyek kriminologi dan hub. dg pidana
obyek kriminologi dan hub. dg pidanaobyek kriminologi dan hub. dg pidana
obyek kriminologi dan hub. dg pidana
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
Pidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaanPidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaan
 

Similar to PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

Pengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptxPengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptxmarcoorias2
 
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docxContoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docxssuserc73b281
 
Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan
Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembanganBahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan
Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembanganmamat rahmat
 
Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6ellaba
 
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.pptDelik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.pptFajarSaputra20091254
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukumnidaulhasanah9
 
Ilmu hukum
Ilmu hukumIlmu hukum
Ilmu hukumgradyg
 
Tindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruTindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruBrigita Manohara
 
Tindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruTindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruBrigita Manohara
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananSudirman Sultan
 
Pertemuan 12 kesalahan kesalahan
Pertemuan 12 kesalahan kesalahanPertemuan 12 kesalahan kesalahan
Pertemuan 12 kesalahan kesalahanyudikrismen1
 
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum BisnisBMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum BisnisMang Engkus
 
Pertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomi
Pertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomiPertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomi
Pertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomiINDAHMAWARNI1
 

Similar to PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA (20)

Pengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptxPengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptx
 
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docxContoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
 
Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan
Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembanganBahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan
Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan
 
Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6
 
Tiindak pidana
Tiindak pidanaTiindak pidana
Tiindak pidana
 
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.pptDelik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
Delik-delik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.ppt
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
 
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
Makalah Hukum Pidana: Sifat Melawan Hukum dalam Perbuatan Pidana dan Pertangg...
 
Ilmu hukum
Ilmu hukumIlmu hukum
Ilmu hukum
 
Tindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruTindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baru
 
Tindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baruTindak pidana (criminal conduct) baru
Tindak pidana (criminal conduct) baru
 
Materi ke 11
Materi ke 11Materi ke 11
Materi ke 11
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
 
Pengertian Kriminologi
Pengertian KriminologiPengertian Kriminologi
Pengertian Kriminologi
 
Fikih jinayah
Fikih jinayahFikih jinayah
Fikih jinayah
 
Edi yuhermansyah
Edi yuhermansyah Edi yuhermansyah
Edi yuhermansyah
 
Pertemuan 12 kesalahan kesalahan
Pertemuan 12 kesalahan kesalahanPertemuan 12 kesalahan kesalahan
Pertemuan 12 kesalahan kesalahan
 
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum BisnisBMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
 
Pertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomi
Pertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomiPertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomi
Pertemuan ke 1 aspek hukum dalam ekonomi
 
Norma Kaidah
Norma KaidahNorma Kaidah
Norma Kaidah
 

Recently uploaded

Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaYogaJanuarR
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 

Recently uploaded (12)

Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
 
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

  • 1. Pertanggung Jawaban Pidana Adalah suatu bentuk untuk menentukan apakah seorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang telah terjadi. Dengan kata lain pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk yang menentukan apakah seseorang tersebut dibebasakan atau dipidana
  • 2. Elemen delik umumnya terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu: (1) unsur obyektif, atau yang biasa disebut actus reus, (perbuatan) (2) unsur subyektif, atau yang biasa disebut mens rea ( sikap batin) Delik Obyektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan- tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur obyektif dari tindak pidana meliputi: (a) sifat melawan hukum, (b) kualitas dari si pelaku,
  • 3.  Elemen delik obyektif adalah elemen delik yang berkaitan dengan perbuatan (act, daad) dari pelaku delik, yaitu: 1. Wujud perbuatan (aktif, pasif), atau akibat yang kelihatan misalnya pencurian ( Pasal 362 KUHP ) 2. Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum; 3. Dalam melakukan perbuatan itu tidak ada Dasar Pembenar. 4. jika perbuatan itu mengandung dasar pembenar berarti salah satu unsur delik (elemen delik) obyektif tidak terpenuhi, yang mengakibatkan pelaku (pembuat) delik tidak dapat dikenakan pidana. Dalam KUHP terdapat beberapa jenis Dasar Pembenar, yaitu: (1) Daya Paksa Relatif (vis compulsiva), (2) Pembelaan Terpaksa, (3) Melaksanakan Perintah Undang-Undang, dan (4) Melaksanakan Perintah Jabatan Yang Berwenang
  • 4.  Selanjutnya unsur delik subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk di dalamnya adalah segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur subyektif dari tindak pidana meliputi: (a) kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa), (b) maksud pada suatu percobaan (Pasal 53 ayat (1) KUHP), (c) macam- macam maksud (oogmerk) seperti tindak pidana pencurian, (d) merencanakan terlebih dahulu misalnya Pasal 340 KUHP. Unsur (elemen) delik subyektif dalam Hukum Pidana Common Law dinamakan mens rea, yaitu bagian dari sikap batin (sikap mental), bagian dari niat (pikiran) yang menjadi bagian pula dari pertanggungjawaban pidana. Jadi mensrea itu berkenaan dengan kesalahan dari pembuat delik (dader), sebab berkaitan dengan sikap batin yang jahat (criminal intent). Mens rea berkaitan pula dengan asas geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan). Didalam Hukum Pidana yang beraliran Anglo-saxon terkenal asas an act does not a person guality unless his mind is guality (satu perbuatan tidak menjadikan seseorang itu bersalah, terkecuali pikirannya yang salah). Elemen Delik Subyektif atau unsur mens rea dari delik atau bagian dari pertanggungjawaban pidana
  • 6. Kesalahan sebagai Pengertian Hukum  Mezger : Kesalahan adlh keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat.  Simons : Sebagai dasar untuk pertanggungjawaban dalam HP ia berupa keadaan psikis dari si pembuat dan hubungannya terhadap perbuatannya dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaaa psikis (jiwa) itu perbuatannya dapat dicelakan kepada si pembuat.  Van Hamel: Kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, perhubungannya antara keadaan jiwa si pembuat dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum.  Van Hattum: Pengertian kesalahan yang paling luas memuat semua unsur dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan menurut HP terhadap perbuatan yang melawan hukum, meliputi semua hal, yg bersifat psikis yang terdapat dalam keseluruhan berupa strafbaar feit termasuk si pembuatnya.  Pompe: tidak merumuskan kesalahan, tetapi menjelaskan bahwa pada pelanggaran norma yg dilakukan karena kesalahannya, biasanya sifat melawan hukum itu merupakan segi luarnya. Yang bersifat melawan hukum itu adalah perbuatannya. Segi dalamnya yang bertalian dengan kehendak si pembuat adalah kesalahan.
  • 7. Unsur Kesalahan  Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat; di sini dipersoalkan apakah orang tertentu menjadi normadressat yang mampu  Hubungan bathin dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan atau kealpaan (ini merupakan bentuk- bentuk kesalahan)  disini dipersoalkan sikap bathin sipembuat terhadap perbuatannya.  Tidak ada alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. disini dipersoalkan ada tidaknya keadaan yang mempengaruhi sipembuat yang menyebabkan kesalahannya hapus. Jika unsur tersebut di atas telah terpenuhi maka bisa dinyatakan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana sehingga ybs dapat dipidana
  • 8. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak  Disahkan pada tanggal 30 Juli 2012  Mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan  31 Juli 2014  Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang- Undang ini diberlakukan.
  • 9. Usia Pertanggung Jawaban Pidana 1. Usia pertanggung jawaban pidana Anak sekurang- kurangnya 12 tahun 2. batasan usia anak yang bisa dikenakan penahanan sekurang-kurangnya 14 tahun dan 3. Batas usia anak yang dapat dijatuhi pidana adalah sekurang-kuarangnya 14 tahun.
  • 10. Anak belum berumur 12 Pelaku TP Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing , dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk: a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
  • 12. Kemampuan bertanggungjawab (Toerekeningsvatbaarheid ).  untuk adanya pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa pembuat harus mampu bertanggung jawab.  seseorang tidak dapat dipertanggung jawabkan apabila ia tidak mampu bertanggung jawab.
  • 13. Bilamana dan apa ukurannya untuk menyatakan adanya kemampuan bertanggung jawab itu ? Tidak ada satu pasal pun dlm KUHP yg mbrkn pengertian mampu bertgjwb. Van Hamel: Suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan yg membawa 3 akibat yi: 1. Bhw org mampu menginsyafi arti perbtnnya (makna dan akibatnya). 2. Org mampu menginsyafi perbtn-nya itu berttgn dgn kttbn masyrkt. 3. Bhw or mampu menentukan kehendaknya thd perbtn itu. Memorie van Toelichting (menentukan scr negatip): Tdk mampu bertanggung jawab adlh : 1. Dlm hal org tdk diberi kbbsn memilih antara berbuat/ tdk berbuat u/ apa yg o/ UU dilarang/ diperintahkan 2. Dlm hal org ada dlm keadaan ttt shg tdk dpt menginsyafi perbtn-nya bertentangan dgn hkm, dan tidak mengerti akibat perbtn-nya. Simons: Kemampuan bertgjwb dp diartikan sbg suatu keadaan psychis sedemikian rupa , yg membenarkan adanya pnrpn suatu pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun orangnya. Seseorang mampu bertgjwb jika jiwanya sehat, yi: 1. Org mampu menginsyafi perbtnnya yg bersifat mlwn hkm; 2. Sesuai dg penginsyafan itu dpt menentukan kehendaknya. Ilmu Pengetahuan
  • 14. Tidak mampu bertanggung-jawab untuk sebagian  ada beberapa jenis penyakit jiwa  penderitanya tidak mampu bertanggung-jawab untuk sebagian (gedeeltelijke ontoere- keningsvatbaarheid), misal : 1. kleptomanie, ialah penyakit jiwa yang berujud dorongan yang kuat dan tak tertahan untuk mengambil barang orang lain, tetapi tak sadar bahwa perbuatannya terlarang. Biasanya barang yang di jadikan sasaran itu barang yang tidak ada nilainya sama sekali baginya. Dalam keadaan biasa ia jiwanya sehat. 2. pyromanie, ialah penyakit jiwa yang berupa kesukaan untuk melakukan pembakaran tanpa alasan sama sekali. 3. claustrophobie, ialah penyakit jiwa yang berupa ketakutan untuk berada di ruang yang sempit. Penderitanya dalam keadaan tersebut misal lalu memecah-mecah kaca jendela. 4. Penyakit yang berupa perasaan senantiasa dikejar-kejar/diuber- uber (achtervolgingswaan) oleh musuh-musuhnya.  Ybs tdk dpt dipertgjwbkan atas perbtn yg ada hub-nya dgn penyakitnya, tetapi apabila melakukan perbtn lain yg tdk berhub dg penyakitnya tetap dipidana.
  • 15. Hubungan Batin antara pembuat dan Perbuatan Berupa Kesengajaan dan Kealpaan  Unsur kedua dari kesalahan adalah hubungan batin antara si pembuat terhadap perbuatan yang dapat berupa sengaja atau alpa.  Apa yg dimaksud dgn sengaja KUHP tidak memberi definisi. MvT mengartikan kesengajaan (opzet) sbg “menghendaki” dan “mengetahui” (willens en wetens)  Berhubung dgn keadaan batin org yg berbuat dgn sengaja berisi “menghendaki” dan “mengetahui” itu, dlm ilmu pengthn. timbul dua teori:
  • 16. 1.Teori Kehendak (wilstheorie) kesengajaan adalah kehendak u/ mewujudkan unsur-unsur delik dlm rumusan UU 2.Teori Pengetahuan/ membayangkan (voorstellings-theorie) Sengaja berarti membayangkan akan menimbulkan akbt dari perbtnnya; org tak bisa menghendaki akbt, melainkan hanya dpt membayangkannya. Teori ini menitikberatkan pada apa yg dibayangkan o/ pembuat.  Terhadap perbtn yg dilakukan pembuat kedua teori ini tak ada perbedaan, keduanya mengakui bahwa dlm kesengajaan hrs ada kehendak u/ berbuat.
  • 17. Corak kesengajaan.  Dapat dibedakan 3 corak sikap bathin yg menunjukkan tingkatan kesengajaan: 1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) : Orang menghendaki perbuatan beserta akibatnya. 2. Kesengajaan sebagai Kepastian (opzet met zekerheidsbewustzijn) : dhi. perbuatan mempunyai 2 akibat yi. akibat yg memang dituju oleh si pembuat dan akibat yg tidak diinginkan ttp mrpkn suatu keharusan u/ mencapai tujuan no. 1 (akibat ini pasti terjadi) 3. Kesengajan sebagai Kemungkinan (voorwaardelijk opzet/ dolus eventualis) : dlm hal ada keadaan ttt yg semula mungkin akan terjadi, kmdn ternyata benar-benar terjadi.
  • 18. Contoh:  Kesengajaan sebagai maksud / tujuan (opzet als oogmerk)  A memukul B. Tentunya A menghendaki B sakit, akibat dipukul.  Kesengajaan sebagai kepastian (opzet met zekerheidsbewustzijn)  A bermaksud menembak B yang berada di dalam ruang kaca. Pecahnya kaca merupakan kesengajaan yang bersifat kepastian yang berdiri sebagai tindak pidana sendiri.  Kesengajaan sebagai kemungkinan (voorwaardelijk opzet)  A bermaksud membunuh B dengan bom. Bom dipasang dirumahnya. Akibat ledakan bom memungkinkan sekali akan mengenai orang-orang selain B.
  • 19. Dolus Eventualis  Dalam dolus eventualis dikenal teori “apa boleh buat” yakni untuk mencapai apa yang dimaksud, akan muncul resiko sebagai akibat atau keadaan yang harus timbul disamping maksud yang dituju. Kemungkinan akan adanya akibat itu sungguh-sungguh timbul (disamping hal yang dimaksud tadi), apa boleh buat, dia/ tersangka juga harus berani memikul resiko yang timbul tadi (Teori Prof.Moeljatno, SH)
  • 20. Kesengajaan yang diobjektipkan  Dlm keadaan konkrit sangat sulit bagi hakim u/ menentukan sikap batin terdakwa berupa kesengajaan/ kealpaan ada pada pembuat. Apbl org menerangkan dgn jujur sikap batinnya, mk tdk akan menemui kesulitan, ttp apbl terdakwa tidak jujur, mk sikap batinnya hrs disimpulkan dari keadaan lahir yg tampak dari luar. Jadi dlm banyak hal hakim hrs mengobjektipkan adanya kesengajaan itu.
  • 21. Kesengajaan berwarna (gekleurd) dan tidak berwarna (kleurloos).  Persoalan:  Apakah u/ adanya kesengajaan si pembuat hrs menyadari bhw perbtnnya itu bersifat melawan hukum ?  Mengenai hal ini ada dua pendapat: sifat kesengajaan itu berwarna adanya kesengajaan diperlukan syarat bahwa pembuat menyadari perbtn-nya itu dilarang kesengajaan senantiasa berhub. dgn dolus malus (dlm kesengajaan ter-simpul adanya kesadaran mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan) tidak berwarna U/ kesengajaan cukup bhw si pembuat menghendaki perbuatan itu. Di sini tidak diperlukan apakah ia tahu bhw perbtn itu dilarang. Keberatan terhdp pendirian kesengajaan itu berwarna ialah memberikan beban yg berat bagi PU u/ membuktikan adanya kesengajaan.
  • 22. Contoh rumusan “dengan sengaja”  Dengan sengaja, sedang ia mengetahui, yang ia ketahui, dengan tujuan, dengan tujuan yg ia ketahui, dlsb.  Pasal 338 KUHP menggunakan istilah “dengan sengaja”;  Pasal 164 KUHP menggunakan istilah “mengetahui tentang”;  Pasal 362,378,263 KUHP menggunakan istilah “dengan maksud”; Pasal 53 KUHP menggunakan istilah “niat”;  Pasal 340 dan 355 KUHP menggunakan istilah “dengan rencana lebih dahulu”;
  • 23. Jenis kesengajaan  Dolus generalis kesengajaan yg ditujukan kepada org banyak, mis. melempar bom ditengah kerumunan  Dolus indirectus mlkkn perbuatn yg dilarang, ttp muncul akibat lain yg tidak dikehendaki  Dolus determinatus kesengajaan yg ditujukan pada tujuan ttt (perbt/ akibat)  Dolus indeterminatus kesengajaan yg ditujukan kpd sembarang org  Dolus alternativus kesengajaan yg dilkkn seseorang dgn menghendaki akibat yang muncul adalah salah satu dari beberapa kemungkinan.  Dolus premiditatus kesengajaan yg tlh dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh  Dolus repentinus kesengajaan dgn sekonyong-konyong.
  • 24. Dwaling Suatu kesengajaan dapat terjadi karena salah faham atau kekeliruan (melakukan perbuatan pidana dengan sengaja karena kekeliruan). Bentuk dari kekeliruan ini ada beberapa macam:  Feitelijke-dwaling:  Suatu kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada salah satu unsur perbuatan pidana. Ex. Seseorang membeli brg, dikira brg itu sudah menjadi miliknya, kmdn brng itu dipretheli, shg sudah tidak seperti aslinya, padahal beralihnya brg itu masih hrs diikuti dgn pembayaran lainnya. tidak dpt dikenai Psl 406 KUHP.  Rechts-dwaling:  Melakukan suatu perbuatan dengan perkiraan hal itu tidak dilarang o/ UU. Dhi dibedakan menjadi 2, yi kekeliruan yg dpt dimengerti, dan kekeliruan yg tdk dpt dimengerti  Eror in persona:  kekeliruan mengenai org yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.  Eror in objecto:  kekeliruan mengenai objek yg hendak menjadi tujuan dari perbuatan pidana.  Aberratio ictus:  Kekeliruan yang timbul disebabkan karena berbagai sebab, sehingga akibat yang timbul berbeda/ berlainan dari yang dikehendaki
  • 26.  Di samping sikap batin berupa kesengajaan ada pula sikap batin yang berupa kealpaan.  Akibat ini timbul karena ia alpa, ia sembrono, teledor, ia berbuat kurang hatihati atau kurang penduga-duga.  Perbedaannya dengan kesengajaan ialah bahwa ancaman pidana pada delik-delik kesengajaan lebih berat.  Kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan, tetapi bukan kesengajaan yang ringan.
  • 27. TINGKATAN CULPA  Culpa lata : sangat tidak berhati-hati, kealpaan serius, sembrono (gross fault or neglect)  Culpa levis : kesalahan biasa/ kesalahan ringan (ordinary fault or neglect)  Culpa levissima : kesalahan sangat ringan (slight fault or neglect) (Black 1979 hal. 241)
  • 28. Bentuk kealpaan  Kealpaan yang disadari (bewuste culpa)  Yaitu apabila pelaku didalam melakukan perbuatan dapat menyadari, dapat membayangkan, atau dapat menduga tentang apa yang dilakukan beserta akibatnya yang terjadi (kecelakaan) akan tetapi meskipun ia percaya dan berharap serta berusaha untuk mencegah timbulnya suatu akibat itu, namun akibat itu terjadi juga.  Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste culpa)  Yaitu apabila pelaku melakukan perbuatan disadari, atau tidak disadari yang diperhitungkan adanya kemungkinan akan timbul suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan undang-undang, padahal seharusnya ia memperhitungkan sebelumnya akan timbul suatu akibat, seharusnya pelaku dapat membayangkannya.
  • 29. Dalam KU.H.P. terdapat beberapa Ps. yang memuat unsur kealpaan a.l:  Ps. 188: karena kealpaannya menimbulkan peletusan, kebakaran dst.  Ps. 231 (4): karena kealpaannya si-penyimpan menyebabkan hilangnya dan sebagainya barang yang di sita.  Ps. 359: karena kealpaannya menyebabkan matinya orang.  Ps. 360: karena kealpaannya menyebabkan orang luka berat dsb.  Ps. 409: karena kealpaannya menyebabkan alat-alat perlengkapan (jalan kereta api dsb.) hancur dsb.
  • 30. Apakah alasan pembentuk Undang-undang mengancam pidana perbuatan yang mengandung unsur kealpaan di samping unsur kesengajaan ? Menurut M.v.T. adalah sebagai berikut : "ada keadaan, yang sedemikian membahayakan keamanan orang atau barang, atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga Undang-undang juga bertindak terhadap kekurangan penghati-hati, sikap sembrono (teledor).
  • 31. Pengertian Kealpaan. Hazewinkel - Suringa.  IImu pengeth hk dan jurisprudensi mengartikan 'schuld' (kealpaan), sbg: 1. kekurangan penduga-duga atau 2. kekurangan penghati-hati. Van Hamel  Kealpaan mengandung dua syarat : 1. tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. Simons : Pada umumnya "schuld" (kealpaan) mempunyai dua unsur : 1. tidak adanya penghati-hati, di samping 2. dapat diduganya akibat. Pompe :  Ada 3 macam yang masuk kealpaan (onachtzaamheid) : 1. dapat mengirakan (kunnen verwachten) timbulnya akibat. 2. mengetahui adanya kemungkinan (kennen der mogelijkheid). 3. dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen kennen van de mogelijkheid).
  • 32. Bagaimanakah menetapkan adanya kealpaan pada seseorang sehingga ia dapat dinyatakan bersalah atau dicela ?  Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik atau psychis. Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang yang sesungguh sungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang pada umumnya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si-pembuat itu.  "Orang pada umumnya" ini berarti bahwa tidak boleh orang yang paling cermat, paling hati-hati, paling ahli dan sebagainya. Ia harus orang biasa/ seorang ahli biasa. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya kekurangan hati- hati yang cukup besar, jadi harus ada culpa lata dan bukannya culpa levis (kealpaan yang sangat ringan).  Untuk menentukan kekurangan penghati-hati dari si-pembuat dapat digunakan ukuran apakah ia "ada kewajiban untuk berbuat lain".  Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan Undang-undang atau dari luar Undangundang, ialah dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang seharusnya dilakukan olehnya. Kalau ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa ia alpa. Undang-undang mewajibkan seorang untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, dalam peraturan lalu-lintas ada ketentuan bahwa "di persimpangan jalan, apabila datangnya bersamaan waktu, maka kendaraan dari kiri harus didahulukan".
  • 33. Bagaimanakah apabila yang dilakukan oleh seorang terdakwa dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mungkin sesuai dengan hukum ? apakah di sini ada culpa atau tidak ?  perbuatannya tidak bersifat melawan hukum.  dalam delik culpa sifat melawan hukum telah tersimpul di dalam culpa itu sendiri. "Memang culpa tidak mesti meliputi dapat dicelanya si-pembuat, namun culpa menunjukkan kepada tidak patutnya perbuatan itu dan jika perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum, maka tidaklah mungkin perbuatan itu perbuatan yang abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa. Dalam delik culpoos tidak mungkin diajukan alasan pembenar  rechtvaardigingsgrond
  • 34.  Suatu kapal motor sungai diberi muatan terlalu penuh. Krani yg bertugas mengurus dan mengawasi semua pengangkutan brng dan penumpang itu dianggap bertanggung-jawab. Ia tlh mendpt tegoran dari pengawas kapal/ polisi yg bertugas, namun la tdk memperdulikannya, setidak- tidaknya tdk mengambil tindakan yg tepat utk menghindarkan kesukaran-kesukaran yg mungkin terjadi krn derasnya arus sungai.  Stlh kapal berangkat, lalu miring, kemasukkan air dan tenggelam. Akibatnya 7 orang meninggal. Pengadilan negeri Pontianak menjatuhkan pidana 6 bulan penjara atas diri Krani tersebut, "karena melakukan kjhtn krn kesalahannya bbrp orang menjadi mati".  Dlm tingkat banding, PT Jakarta menjatuhkan pidana 9 bulan penjara, dgmemperbaiki dictumnya, shg berbunyi : "karena kealpaannya dlm mlkkn pekerjaannya tlh mengakibatkan kematian bbrp orang".  Wirjono Prodjodikoro: "bahwa juragan kapal itu dpt di ptgjwbkn atas tenggelamnya kapal dan matinya orang-orang itu, sebab juragan itu juga tahu hal terlalu berat muatannya, bahkan turut memperingatkan si Krani, ttp tidak mencegahnya.
  • 35.  A mengendarai sepeda motor pada waktu di atas jembatan yang lebarnya 4 m ia menyusul orang yang berjalan kaki dengan arah yang sama. Ketika hendak dilampaui, orang ini justru menyimpang kekanan sehingga terlanggar dan meninggal dunia. Apakah di sini terdakwa telah berlaku sembrono dan kurang hati-hati.  Berbeda dengan pendapat officier van Justitie, Politierechter berpendirian bahwa dalam hal ini tidak ada kesembronoan atau kekurangan hati-hati, dengan pertimbangan antara lain sbb. 1. lalu-lintas di jalan umum tidak menghendaki pengendara sepeda motor yang hendak menyusul orang pejalan kaki yang berjalan kearah yang sama di sebelah kiri, kira-kira 1 1/2 meter dari pagar jembatan yang lebarnya 4 meter itu, untuk membunyikan klakson atau mengurangi kecepatan dalam hal ini tidak tinggi, karena masih ada ruang cukup untuk di lalui sepeda motor itu ; 2. lalu-lintas di jalanan itu disesuaikan dengan pemakai jalan yang normal; 3. dari pengendara sepeda motor itu menurut akal sehat tidak dapat diharapkan untuk bisa menduga, bahwa pejalan kaki itu tiba-tiba ber-reaksi secara keliru, ialah ketika dilalui ia minggir kekanan jalan yang diperuntukkan bagi sepeda motor itu.
  • 36. R.v.J. memberi keputusan lepas dari segala tuntutan (onstslagvan alle rechtsvervolging). Hooggerechtshof yang memutuskan perkara itu dalam tingkat banding berpendapat antara lain : 1. bahwa terlanggarnya pejalan kaki hingga mati itu bukanlah akibat dari perbuatan terdakwa. 2. bahwa sebab dari terlanggarnya pejalan kaki itu dalam pemeriksaan di sidang tidak jelas. Oleh karena itu putusan Hooggerechtshof (H.G.H.) berbunyi: 1. membatalkan keputusan Politierechter; 2. menyatakan kesalahan terdakwa atas apa yang dituduhkan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan ; 3. oleh karena itu membebaskan terdakwa (vrijspraak).
  • 37.  Ibu jari A luka sehingga perlu dipotong. Sebelum dipotong ibu jari harus disuntik agar tidak merasa sakit. Tetapi pembantu dokter yang disuruh dokter untuk mengisi mangkok dengan obat suntik (tutocaine) keliru mengisinya dengan hydrochloras cocaine 0,5%. Akibat suntikan dengan obat yang keliru ini, sang pasien meninggal dunia.  Raad van Justitie berpendapat antara lain, bahwa perbuatan terdakwa mengandung kealpaan, dokter tersebut seharusnya meneliti obat yang akan disuntikkan; kalau tidak, maka ia berbuat atas risiko sendiri dan tidak dapat melemparkan tanggungjawabnya kepada orang yang membantunya.  Putusan : pidana bersyarat 3 bulan kurungan.
  • 38. "pro parte dolus, pro parte culpa". Contoh:  Ps. 480 (penadahan)  Ps. 483, 484 (delik yang menyangkut pencetak dan penerbit).  Ps. 287, 288, 292 (delik-delik kesusilaan).  Istilah yang dipakai dalam delik-delik tersebut ialah "diketahui" atau "mengerti" untuk kesengajaan dan "sepatutnya harus di-duga" atau "seharusnya menduga" untuk kealpaan.  Pada delik-delik ini kesengajaan atau kealpaan hanya tertuju kepada salah satu unsur dari delik itu.  Pada delik penadahan ditujukan kepada hal "bahwa barang yang bersangkutan diperoleh dari kejahatan".
  • 39. Apakah kealpaan orang lain dapat meniadakan kealpaan dari terdakwa ?  putusan Politierechter Medan (LT.v.R. 149 halaman : 707). Terdakwa sebagai pengendara mobil tetap dipidana karena ia pada malam hari menabrak grobag yang tidak memakai lampu. Pengendara grobag alpa, tetapi ini tidak meniadakan kealpaan terdakwa.  Seorang pengemudi mobil pada pagi hari jam 03.00 melanggar 4 orang sekaligus yang sedang tidur di tengah jalan raya. Dalam kasus inipun tidak boleh dilihat "kealpaan orang lain", akan tetapi tetap harus ditinjau ada dan tidak adanya kealpaan pada pengemudi mobil. Apakah ia kurang hati-hati dan kurang penduga-duga ? Bagaimana keadaan mobilnya ? Kalau lampunya kurang terang, maka ini merupakan indikasi dari kealpaannya. Apabila lampunya normal, maka seharusnya ia dapat mengetahui orang yang tidur di jalan itu. Kalau tidak, maka ini merupakan kealpaan.
  • 40. Persoalan kesalahan pada tindak pidana berupa pelanggaran.  Dalam rumusan tindak pidana berupa pelanggaran pada dasarnya tidak ada penyebutan tentang kesengajaan atau kealpaan, artinya tidak disebut apakah perbuatan dilakukan dengan sengaja atau alpa. Hal ini penting untuk hukum acara pidana, sebab kalau tidak tercantum dalam rumusan Undang- undang, maka tidak perlu dicantumkan dalam surat tuduhan dan juga tidak perlu dibuktikan.  Apakah pada pelanggaran yang dirumuskan sedemikian itu, orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan delik berupa pelanggaran itu mesti dipidana ? Apakah pada pelanggaran sama sekali tidak dihiraukan sikap batin sipembuat ? Kalau hal ini terjadi, maka berlakulah ajaran "fait materiel" (de leer van het materiele feit - ajaran perbuatan materiil).  Mengenai hal ini baik dikutip apa yang terdapat dalam M.v.T. (Smidt III halaman 175 - dikutip dari Hazewinkel-Suringa cetakan ke 51973, halaman 150), yang kurang lebih berbunyi demikian :  Pada pelanggaran hakim tidak perlu mengadakan pemeriksaan secara khusus tentang adanya kesengajaan, bahkan tentang adanya kealpaan juga tidak, lagi pula tidak perlu memberi keputusan tentang hal tersebut. Soalnya apakah terdakwa berbuat/ tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan Undang-undang atau tidak.
  • 41. Pasal 44: Barangsiapa melakukan perbtn yg tdk dpt dipertgjwbkan kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.  Pengertian ini tidak menjelaskan kemampuan bertgjwb, ttp  pntpn bgmn keadaan jiwa si pembuat, yi konstatasi keadaan pribadi si pembuat yg berupa keadaan akal atau jiwa yg cacat dlm pertumbuhannya, atau terganggu krn penyakit. Ini akan ditentukan oleh psychiater yg menyelidiki bgmn keadaan pembuat pada saat perbtn dilakukan.  Adanya penentuan hub kausal antara keadaan jiwa si pembuat dgn perbuatannya. Dhi hakimlah yg akan menentukan apakah Tsk dpt dipertanggungjwbkan.  Sist yg dipakai KUHP untuk menentukan hub kausal antara keadaan jiwa si pembuat dgn perbuatannya adalah deskriptif –normatif  deskriptif, krn keadaan jiwa digambarkan menurut apa adanya oleh Psychiater.  normatif, krn hakimlah yg akan menilai, berdsrkan pemeriksaan psychiater, dan menyimpulkan apakah Tsk mampu bertgjwb. Cara menentukan pertanggungjawaban
  • 42. Metode u/ menentukan tidak mampu bertg-jwb: 1. Metode biologis: apbl psikiater tlh menyatakan seseorg sakit jiwa, mk ia tdk dpt dipidana. 2. Metode psikologis: menunjukkan hub antara keadaan jiwa yg abnormal dgn perbuatnnya. Metode ini mementingkan akibat jiwa thd perbtn-nya shg dpt dikatakan tdk mampu bertg-jwb dan tdk dpt dipidana. 3. Metode biologis-psikologis: di samping memperhatikan keadaan jiwanya, kmdn keadaan jiwa ini dipernilai dgn perbuatannya u/ dinyatakan tdk mampu bertg jwb. KUHP menganut metode gabungan (biologis- psikologis) dan dalam penetapan pidana menggunakan sist deskriptif normatif.
  • 43. Kedudukan Pertanggungjawaban dlm SF  Kemampuan bertgjwb merupakan syarat utk pertanggungjwbn pidana.  Hazewinkel Suringa: kemampuan bertgjwb bukanlah isi dari delik, ttp hanya mrpkn syarat utk dpt menjatuhkan pidana. Ia tdk bersangkut paut dgn sifat dpt dipidananya perbtn.  Konsekuensi dari pandangan ini ialah penganjur (Uitlocker) dan pembantu (medeplichtige) thd perbtn pid yg dilakukan oleh org yg cacat jiwanya tetap dpt dipidana.
  • 44. Alasan Penghapus Pidana MVT Ilmu Pengetahuan Inwendig uitwendig Pertumbhn jiwa yg tdk sempurna Umur yg msh sangat muda Overmacht Pemblln terpaksa Melaks UU Melaks perintah jabtn Umum Pasal 44, 48 – 51 KUHP Khusus Ex, Psl 166, Psl 221 ayt 2 Alasan pembenar Alasan Pemaaf Menghapus sifat melawan hk-nya Prbtn -Pembelaan terpaksa Psl 49 ayt 1, -Melaks UU 50, -Perintah jbtn 51 ayt 1 Menghapus kesalahan pembuat Tdk mampu bertgjwb (Ps 44) Noodweer exces (49 ayt 2) Dg etikad baik melaks perintah jbtn yg tdk sah
  • 45. Macam-macam Alasan Penghapus Pidana KUHP Di Luar UU Alsn Penghapus Pid Putatief Alsn Penghapusan Penuntutan 1. Tidak mampu bertanggungjawab 2. Daya Paksa (overmacht) 3. Pembelaan Terpaksa 4. Menjalankan UU 5. Melaksanakan Perintah Jabatan 1. Tdk penuhi Pasal 2-8 2. Ps 61,63  penerbit 3. Tdk ada pengaduan pd delik aduan; 4. a.Terdakwa meninggal b. Ne bis in idem c. Daluwarsa d. shicking Hak org tua/ guru Hak yg timbul dari pekerjaan Zaakwarneming Tdk ada sifat mlwn hk materiil Org mengira tlh berbuat sesuatu dlm daya paksa/ Pembelaan darurat/ menjalankan UU/ perintah jbtn padahal setelah pemeriksaan diketahui tdk ada alasan tsb.
  • 46. KUHP Alasan Penghapus Pidana Tidak mampu bertgjwb Ps. 44 Overmacht (Ps 48) Noodtoestand Noodweer (Ps 49 ayt 1) Noodweer Exces (Ps 49 ayt 2) Menjalankan UU Mjlnkn Perintah Jbtn Mjlnkn Perintah Jbtn tdk sah
  • 47. 1. Tdk mampu bertanggung jawab  Tidak dipidana karena pelaku tdk dpt dipertgjwbkan krn jiwanya terganggu/ sakit;  MVT menyebut tdk dpt diptggjwbkan krn sebab yg terletak dlm diri si pembuat;  Menghapus kesalahan, perbtn-nya tetap mlwn hkm.
  • 48. 2. Daya Paksa (overmacht)  KUHP tdk menjelaskan arti daya paksa  MvT: Setiap kktn, setiap paksaan atau tekanan yg tak dpt ditahan  alam/ mns.  Tak dpt ditahan menunjukkan bhw mnrt akal sehat tak dpt dihrpkn dr pembuat utk mengadakan perlawanan.  Keadaan itu hrs ditinjau scr objektif.  Sifat daya paksa datang dari luar diri si pembuat dan lebih kuat daripadanya.  Paksaan tidak hrs berbentuk paksaan mutlak yg tdk memberikan kesempatan kpd pembuat menentukan kehendaknya  Oki overmacht dpt dibedakan dlm dua hal, yi:  Vis absoluta (paksaan yg absolut, Prof Moelyatno menyebut karena kekt phisik yang mutlak)  Vis compulsiva (paksaan yg relatif, Prof Moelyatno menyebut karena kekt phychis yang mutlak)
  • 49.  Daya Paksa yang absolut (Vis absoluta) dapat disebabkan oleh kekt mns atau alam. Dhi paksaan ini sama sekali tidak dapat ditahan. Ex. Ledakan gunung berapi, air bah yg tiba-tiba, tangan dipegang dan dipukulkan di kaca, mk org yg dipegang tangannya tak dpt dikatakan tlh memecahkan kaca.  Daya Paksa yang relatif (Vis compulsiva) menunjukkan bhw sebenarnya paksaan itu dpt ditahan, ttp dr org yg di dlm paksaan itu tak dpt diharapkan bhw ia akan dpt mengadakan perlawanan (Prof. Moejatno menyebut karena pengaruh daya paksa) kasir Bank ditodong pisau untuk serahkan uang.
  • 50. Keadaan Darurat (noodtoestand)  KUHP tdk memuat Psl tersendiri ttg keadaan darurat  Ada 3 type Keadaan darurat:  Perbenturan antara dua kept hkm (papan Carneades);  Perbenturan antr kept hkm dan kwjb hkm (Opticien arrest);  Perbenturan antr kewajiban hkm dg kwjbn hkm (dalam waktu bersamaan harus datang di pengadilan);
  • 51. 3. Pembelaan Terpaksa  Psl 49 (1) seolah-olah perbtn main hakim sendiri diperbolehkan. Dhi tdk di pid apbl memenuhi syarat tdk ada unsur mlwn hkm.  Syarat:  Ada serangan  hrs memenuhi unsur:  Seketika  Yg langsung mengancam  Mlwn hkm  Sengaja di7kan pd badan, peri-kesopanan, dan harta benda  Ada pembelaan yg perlu dilkkn thd serangan itu  hrs memenuhi unsur:  Pembelaan hrs dan perlu dilakukan  Pembelaan hrs menyangkut badan, peri-kesopanan, dan harta benda  Pembelaan terpaksa hrs ada keseimbangan antara penyerangan dan pembelaan atau keseimbangan antara perbtn pembelaan dan kept yg diserang
  • 52. Perbedaan antara keadaan darurat dgn pembelaan terpaksa Keadaan Darurat Pembelaan Terpaksa Dpt dilihat adanya perbtrn antr kept hkm-kept hkm, kept hkm-kwjbn hkm, kwjbn hk-kwjbn hkm Situasi yg dihadapi perbtn yg bersft mlwn hkm Tdk perlu ada serangan Hrs ada serangan Org bertindak berdsr berbgi kept/ alasan Syarat pembelaan itu ditentukan scr limitatif Ada yg berpendapat sbg alsn pemaaf, ada yg sebg alsn pembenar Sbg alasan penghapus sifat mlwn hkm
  • 53. Noodweer exess  Pasal 49 ayat (2)  tdk dipidana apbl pembelaan yg melampaui batas itu disebabkan oleh kegoncangan jiwa krn serangan/ ancaman serangan  Jadi melampaui batas tdk dipidn apbl ada:  kelampauan bts yg diperlukan;  Pembelaan sbg akibat langsung dr kegoncangan jiwa yg hebat;  Goncangan jiwa itu disebabkan oleh serangan (ada hub kausal)
  • 54. 4. Menjalankan Peraturan UU  UU dhi diartikan materiil, yi tiap prtrn yg dibuat oleh badan pembentuk prtrn.  Pertrn di sini tdk perlu hrs didsrkan adanya prtrn pelaks, ttp cukup prtrn itu memberi kwjbn utk melaksanakan.  Utk dpt dikualifikasikan perbtn ini, mk perbtn hrs dilakukan scr patut, wajar dan masuk akal  ada keseimbangan antara tujuan dg cara pelaksanaannya.
  • 55. 5. Melaksanakan Perintah Jabatan  Psl 51 ayt (1) tidak dipid seseorg yg melaks perintah jbtn yg sah.  Sah:  perintah itu berdsrkn tugas, wwng atau kwjbn yg didsrkan suatu prtrn;  Org yg memerintah dan yg diperintah hrs ada hub jabatan dan bersifat sub ordinasi (meskipun sementara)  Psl 51 ayt (2) perintah jbtn yg tdk sah  Perbtn tetap bersifat mlwn hkm, ttp tdk dipidana pbl:  Ia mengira dgn etikad baik bhw perintah itu sah;  Perintah itu dlm lingk org yg memrintah.  Contoh: agen polisi diminta komandannya menangkap seorg agitator dlm suatu rapat umum, ternyata ia bukan agitator, jadi perintah tdk sah. Dhi agen Polisi tdk dipidana.