SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
E. PERCOBAAN (POOGING)
Pada umumnya yang dimaksud dengan percobaan adalah suatu perbuatan dimana:
1. Ada perbuatan permulaan;
2. Perbuatan tersebut tidak selesai atau tujuan tidak tercapai;
3. Tidak selesainya perbuatan tersebut bukan karena kehendaknya sendiri
Sifat Percobaan, terdapat 2 pandangan:
1. Sebagai Strafausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang) sehingga,
percobaan tidak dipandang sebagai jenis atau bentuk delik yang berdiri sendiri (delictum
sui generis), tetapi dipandang sebgai bentuk delik tidak sempurna
(onvolkomendelictsvorm). Dianut: Hazewinkel‐Suringa, Oemar Seno Adji
2. Sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan).
Sehingga, percobaan dipandang sebagai delik yang sempurna (delictum sui generis)hanya
dalam bentuk yang istimewa. Dianut: Pompe, Muljatno
Percobaan adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan akan tetapi pada akhirnya tidak ada
atau belum berhasil. Percobaan atau poooging diatur dalam Bab IX Buku I KUHP Pasal 53.
Dalam KUHP Indonesia tidak dijumpai mengenai rumusan arti atau definisi “percobaan”, yang
dirumuskan hanyalah batasan mengenai kapan dikatakan ada percobaan untuk melakukan
kejahatan. Yang dapat dipidana, hanyalah percobaan terhadap kejahatan dan tidak terhadap
pelanggaran (pasal 54)
Sanksi untuk percobaan berbeda dengan delik yang sempurna. Yakni maksimum pidana yang
dijatuhkan terhadap kejahatan yang bersangkutan dikurangi 1/3.
Syarat‐syarat untuk dapat dipidananya percobaan adalah sebagai berikut:
 Niat;
 Adanya permulaan pelaksanaan;
 Pelaksanaan tidak selesai bukan semata‐mata karena kehendaknya sendiri;
Menurut Moeljatno berpendapat bahwa niat jangan disamakan dengan kesengajaan tetapi niat
secra potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabbbbla sudah di tunaikan menjadi
perbuatan yang dituju. Pengertiannya :
 Semua perbuatan yang diperlukan dalam kejahatan telah dilakukan tetapi akibat yang
dilarang tidak timbul
 Kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan
sifat batin yang memberi arah kepada percobaan.
 Oleh karena niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan kesengajaan maka isinya
niat jangan diambil dari sisi kejahatannya apabila kejahatan timbul untuk itu diperlukan
pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu jadi bahwa sudah ada sejak niat belum
ditunaikan.
 Harus ada permulaan pelaksanaan pasal 53, hal ini tidak dicantumkan: Permulaan
pelaksanaan.
 Menurut mut harus diartikan dengan permulaan pelaksanaan dengan kejahatan.
Jenis-jenis dalam percobaan terdiri atas :
1. Percobaan selesai atau percobaan lengkap (violtooid poging)
Adalah suatu suatu percobaan apabla sipembuat telah melakukan kesengajaan untuk
menyelesikan suatu tindak pidana tetapi tdak terwujud bukan atas kehendaknya. Contoh :
seorang A menembak B tetapi meleset.
2. Percobaan tertunda atau Percobaan terhenti atau tidak lengkap (tentarif poging)
Adalah suatu percobaan apabila tidak semua perbuatan pelaksanaan disyaratkan untuk selesainya
tindak pidana yang dilakukan tetapi karena satu atau dua yang dilakukan tidak selesai. Contoh :
A membidikan pistolnya ke B dan dihalangi oleh C
3. Percobaan tidak mampu (endulig poging)
Adalah suatu percobaan yang sejak dimulai telah dapat dikatakan tidak mungkin untuk
menimbulkan tindak pidana selesai karena :
– Alat yang dipakai untuk melakukan tindak pidana adalah tidak mampu
– Obyek tindak pidana adalah tidak mampu baik absolut maupun relative.
Oleh karena itu dikenal 4 bentuk percobaan tidak mampu :
– Percobaan tidak mampu yang mutlak karena alat yaitu suatu percobaan yang sama sekali
menimbulkan tindak pidana selesai karena alatnya sama sekali tidk dapat dipakai.
– Percobaan mutlak karena obyek yaitu suatu percobaan yang tidak mungkin menimbulkan
tindak pidana selesi kaena obyeknya sama sekali tidak mungkin menjadi obyek tindak pidana.
– Percobaan relatif karena alat yaitu karena alatnya umumnya dapat dipai tetapi kenyataanya
tidak dapat dipakai.
– Percobaan relatif karena obyek yaitu apabila subyeknya pada umumnya dapat menjadi obyek
tindak pidana tetapi tidak dapat menjadi obyek tindaka pidana yang bersangkutan.
4. Percobaan yang dikualifikasikan
Yaitu untuk melakukan suatu tindak pidana tertentu tetapi tidak mempunyai hasil sebagaimana
yang dirahakan, melainkan perbuatannya menjadi delik hukum lain atau tersendiri.
F. PENYERTAAN
Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana terdapat dalam KUHP yaitu
Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa antara
yang menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai
pembuat tindak pidana.
Menurut Van Hamel dalam Lamintang mengemukakan ajaran mengenai penyertaan itu
adalah[1]) : “Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran
mengenai pertanggungjawaban dan pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana
suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh seseorang
secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih
dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis (intelektual) maupun secara material”.
Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2 (dua) pembagian besar,
yaitu:
1. Pembuat atau Dader
Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu berasal dari kata daad
yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal melakukan atau sebagai tindakan[2]). Dalam
ilmu hukum pidana, tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat
suatu tindak pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah membuat suatu tindak pidana, akan
tetapi yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak
pidana. Pembuat atau dader sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari :
 Pelaku (pleger). Menurut Hazewinkel Suringa yang dimaksud dengan Pleger adalah
setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi semua unsur dari delik seperti
yang telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya
ketentuan pidana yang mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap
dapat dihukum[3]).
 Yang menyuruhlakukan (doenpleger). Mengenai doenplagen atau menyuruh melakukan
dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di sebut sebagai seorang middelijjke
dader atau seorang mittelbare tater yang artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di
sebut pelaku tidak langsung oleh karena ia memang tidak secara langsung melakukan
sendiri tindak pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian
ada dua pihak, yaitu pembuat langsung atau manus ministra/auctor physicus), dan
pembuat tidak langsung atau manus domina/auctor intellectualis[4]). Untuk adanya suatu
doenplagen seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, maka orang
yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu. Menurut
Simons, syarat-syarat tersebut antara lain[5]) :
1) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang
ontoerekeningsvatbaar seperti yang tercantum dalam Pasal 44 KUHP.
2) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana mempunyai suatu
kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan (dwaling).
3) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak
mempunyai schuld, baik dolus maupun culpa ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi
unsur opzet seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut.
4) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur
oogmerk padahal unsur tersebut tidak disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai
tindak pidana.
5) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya di
bawah pengaruh suatu overmacht atau di bawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan
terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan.
6) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah
melaksanakan suatu perintah jabatan padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang
atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu.
7) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu tidak mempunyai suatu
hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu
sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.
 Yang turut serta (medepleger). Menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut
berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-
masing peserta tindak pidana adalah sama.
 Penganjur (uitlokker) adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan
suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-
undang secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi
kesempatan, sarana, atau keterangan[6]).
2. Pembantu atau medeplichtige
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis, yaitu :
 Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak
disebutkan dalam KUHP. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan ini mirip dengan
turut serta (medeplegen), namun perbedaannya terletak pada :
1). Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu atau menunjang, sedang pada turut
serta merupakan perbuatan pelaksanaan.
2). Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa diisyaratkan harus kerja
sama dan tidak bertujuan atau berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang
turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan
sendiri.
3). Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta
dalam pelanggaran tetap dipidana.
4). Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi 1/3
(sepertiga), sedangkan turut serta dipidana sama.
 Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi
kesempatan, sarana atau keterangan. Pembantuan dalam rumusan ini mirip dengan
penganjuran (uitlokking). Perbedaannya pada niat atau kehendak, pada pembantuan
kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh
pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat
materiel ditimbulkan oleh si penganjur.
Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku,
pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman
maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1) KUHP). Jika kejahatan diancam dengan
pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun. Namun
ada beberapa catatan pengecualian :
1. Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana :
 Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4) KUHP) dengan cara
memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan,
 Membantu menggelapkan uang atau surat oleh pejabat (Pasal 415 KUHP),
 Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417 KUHP).
2. Pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu dalam hal melakukan tindak pidana :
 Membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 ayat (3) KUHP).
 Dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349 KUHP).
G. GABUNGAN TINDAK PDANA (SAMENLOOP)
Gabungan tindak pidana (samenloop van starfbare feiten) terdiri atas tiga macam gabungan
tindak pidana, yaitu :
1. Seorang dengan satu perbuatan melakukan beberapa tindak pidana, yang dalam ilmu
pengetahuan hukum dinamakan “ gabungan berupa satu perbuatan” (eendaadsche
samenloop), diatur dalam pasal 163 KUHP.
2. Seorang melakukan bebrapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana,
tetapi dengan adanya hubungan antara satu sama lain, dianggap sebagai satu perbuatan
yang dilanjutkan (Voortgezette handeling), diatur dalam pasal 64 KUHP.
3. Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama lain, dan
yang masing-masing merupakan tindak pidana; hal tersebut dalam ilmu pengetahuan
hukum dinamakn “gabungan beberapa perbuatan “(meerdaadsche samenloop), diatur
dalam pasal 65 dan 66 KUHP.
Menurut Prof. Sathochid Kartanegara, yang dimaksud dengan opzet willens en weten
(dikehendaki dan diketahui) adalah “Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja
harus menghendaki (willen) perbuatan itu serta harus menginsafi atau mengerti (weten) akan
akibat dari perbuatan itu”; “Kehendak” dapat ditujukan terhadap:
a. Perbuatan yang dilarang;
b. Akibat yang dilarang

More Related Content

What's hot

Pidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaanPidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaanSigit Riono
 
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...Idik Saeful Bahri
 
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdfDrepiRoy
 
pertanggung jawaban pidana
pertanggung jawaban pidanapertanggung jawaban pidana
pertanggung jawaban pidanaRatri nia
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdfMuhamadRifkiRamadhan
 
Slide alyamin
Slide alyaminSlide alyamin
Slide alyaminSnj SNj
 
Definisi hukum acara pidana
Definisi hukum acara pidanaDefinisi hukum acara pidana
Definisi hukum acara pidanaAbi Zakaria N
 
uas hukum acara perdata
 uas hukum acara perdata uas hukum acara perdata
uas hukum acara perdataAdiSusilo27
 

What's hot (15)

Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 
Tugas mama ferdi
Tugas mama ferdiTugas mama ferdi
Tugas mama ferdi
 
Pembuktian
PembuktianPembuktian
Pembuktian
 
Pembuktian
PembuktianPembuktian
Pembuktian
 
Pidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaanPidana dan pemidanaan
Pidana dan pemidanaan
 
Kejahatan Terhadap Nyawa
Kejahatan Terhadap NyawaKejahatan Terhadap Nyawa
Kejahatan Terhadap Nyawa
 
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
Pendidikan anti korupsi - Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dal...
 
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
377440065-Kaidah-Fiqih-Pak-Ija.pdf
 
pertanggung jawaban pidana
pertanggung jawaban pidanapertanggung jawaban pidana
pertanggung jawaban pidana
 
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
1406-Article Text-3277-1-10-20180328.pdf
 
Slide alyamin
Slide alyaminSlide alyamin
Slide alyamin
 
Definisi hukum acara pidana
Definisi hukum acara pidanaDefinisi hukum acara pidana
Definisi hukum acara pidana
 
uas hukum acara perdata
 uas hukum acara perdata uas hukum acara perdata
uas hukum acara perdata
 
Surat dakwaan
Surat dakwaanSurat dakwaan
Surat dakwaan
 
Materi delik dalam kuhp
Materi delik dalam kuhpMateri delik dalam kuhp
Materi delik dalam kuhp
 

Similar to Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan

pertanggung jawaban pidana.ppt
pertanggung jawaban pidana.pptpertanggung jawaban pidana.ppt
pertanggung jawaban pidana.pptPoppieShalove
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukumnidaulhasanah9
 
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docxContoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docxssuserc73b281
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanayudikrismen1
 
Criminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdf
Criminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdfCriminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdf
Criminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdfAINANURBALQISHMARZUK
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaWarnet Raha
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaWarnet Raha
 
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPaul SinlaEloE
 
Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6ellaba
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANADian Oktavia
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaNakano
 
Pengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxPengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxmarcoorias2
 
Pengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptxPengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptxmarcoorias2
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananSudirman Sultan
 
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaJoke Punuhsingon
 

Similar to Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan (20)

Materi ke 11
Materi ke 11Materi ke 11
Materi ke 11
 
pertanggung jawaban pidana.ppt
pertanggung jawaban pidana.pptpertanggung jawaban pidana.ppt
pertanggung jawaban pidana.ppt
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
 
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docxContoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
Contoh_Nota_Pembelaan_atau_pledoi kardo.docx
 
Fikih jinayah
Fikih jinayahFikih jinayah
Fikih jinayah
 
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidanaPertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
Pertemuan 7 unsur unsur tindak pidana
 
Criminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdf
Criminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdfCriminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdf
Criminal Law 1 TANGGUNGAN KERAS (updated).pdf
 
Viktimologi
ViktimologiViktimologi
Viktimologi
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 
Makalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusiaMakalah hak asasi manusia
Makalah hak asasi manusia
 
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6Doktrin kewajiban kelompok 6
Doktrin kewajiban kelompok 6
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidana
 
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANAPPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
PPT MATERI KULIAH HUKUM ACARA PIDANA
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum Pidana
 
Pengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxPengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptx
 
Pengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptxPengayaan Sesi 6.pptx
Pengayaan Sesi 6.pptx
 
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana KehutananPenanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
Penanganan Pertama Tindak Pidana Kehutanan
 
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidanaAjaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
Ajaran dan konsep perbuatan melawan hukum di dalam hukum pidana
 

Recently uploaded

BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaYogaJanuarR
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnisilhamsumartoputra
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)ErhaSyam
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 

Recently uploaded (11)

BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 

Bahan kuliah asas asas hukum pidana perkembangan

  • 1. E. PERCOBAAN (POOGING) Pada umumnya yang dimaksud dengan percobaan adalah suatu perbuatan dimana: 1. Ada perbuatan permulaan; 2. Perbuatan tersebut tidak selesai atau tujuan tidak tercapai; 3. Tidak selesainya perbuatan tersebut bukan karena kehendaknya sendiri Sifat Percobaan, terdapat 2 pandangan: 1. Sebagai Strafausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya orang) sehingga, percobaan tidak dipandang sebagai jenis atau bentuk delik yang berdiri sendiri (delictum sui generis), tetapi dipandang sebgai bentuk delik tidak sempurna (onvolkomendelictsvorm). Dianut: Hazewinkel‐Suringa, Oemar Seno Adji 2. Sebagai Tatbestandausdehnungsgrund (dasar memperluas dapat dipidananya perbuatan). Sehingga, percobaan dipandang sebagai delik yang sempurna (delictum sui generis)hanya dalam bentuk yang istimewa. Dianut: Pompe, Muljatno Percobaan adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan akan tetapi pada akhirnya tidak ada atau belum berhasil. Percobaan atau poooging diatur dalam Bab IX Buku I KUHP Pasal 53. Dalam KUHP Indonesia tidak dijumpai mengenai rumusan arti atau definisi “percobaan”, yang dirumuskan hanyalah batasan mengenai kapan dikatakan ada percobaan untuk melakukan kejahatan. Yang dapat dipidana, hanyalah percobaan terhadap kejahatan dan tidak terhadap pelanggaran (pasal 54) Sanksi untuk percobaan berbeda dengan delik yang sempurna. Yakni maksimum pidana yang dijatuhkan terhadap kejahatan yang bersangkutan dikurangi 1/3. Syarat‐syarat untuk dapat dipidananya percobaan adalah sebagai berikut:  Niat;  Adanya permulaan pelaksanaan;  Pelaksanaan tidak selesai bukan semata‐mata karena kehendaknya sendiri; Menurut Moeljatno berpendapat bahwa niat jangan disamakan dengan kesengajaan tetapi niat secra potensial bisa berubah menjadi kesengajaan apabbbbla sudah di tunaikan menjadi perbuatan yang dituju. Pengertiannya :  Semua perbuatan yang diperlukan dalam kejahatan telah dilakukan tetapi akibat yang dilarang tidak timbul  Kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan sifat batin yang memberi arah kepada percobaan.  Oleh karena niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan kesengajaan maka isinya niat jangan diambil dari sisi kejahatannya apabila kejahatan timbul untuk itu diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu jadi bahwa sudah ada sejak niat belum ditunaikan.
  • 2.  Harus ada permulaan pelaksanaan pasal 53, hal ini tidak dicantumkan: Permulaan pelaksanaan.  Menurut mut harus diartikan dengan permulaan pelaksanaan dengan kejahatan. Jenis-jenis dalam percobaan terdiri atas : 1. Percobaan selesai atau percobaan lengkap (violtooid poging) Adalah suatu suatu percobaan apabla sipembuat telah melakukan kesengajaan untuk menyelesikan suatu tindak pidana tetapi tdak terwujud bukan atas kehendaknya. Contoh : seorang A menembak B tetapi meleset. 2. Percobaan tertunda atau Percobaan terhenti atau tidak lengkap (tentarif poging) Adalah suatu percobaan apabila tidak semua perbuatan pelaksanaan disyaratkan untuk selesainya tindak pidana yang dilakukan tetapi karena satu atau dua yang dilakukan tidak selesai. Contoh : A membidikan pistolnya ke B dan dihalangi oleh C 3. Percobaan tidak mampu (endulig poging) Adalah suatu percobaan yang sejak dimulai telah dapat dikatakan tidak mungkin untuk menimbulkan tindak pidana selesai karena : – Alat yang dipakai untuk melakukan tindak pidana adalah tidak mampu – Obyek tindak pidana adalah tidak mampu baik absolut maupun relative. Oleh karena itu dikenal 4 bentuk percobaan tidak mampu : – Percobaan tidak mampu yang mutlak karena alat yaitu suatu percobaan yang sama sekali menimbulkan tindak pidana selesai karena alatnya sama sekali tidk dapat dipakai. – Percobaan mutlak karena obyek yaitu suatu percobaan yang tidak mungkin menimbulkan tindak pidana selesi kaena obyeknya sama sekali tidak mungkin menjadi obyek tindak pidana. – Percobaan relatif karena alat yaitu karena alatnya umumnya dapat dipai tetapi kenyataanya tidak dapat dipakai. – Percobaan relatif karena obyek yaitu apabila subyeknya pada umumnya dapat menjadi obyek tindak pidana tetapi tidak dapat menjadi obyek tindaka pidana yang bersangkutan. 4. Percobaan yang dikualifikasikan Yaitu untuk melakukan suatu tindak pidana tertentu tetapi tidak mempunyai hasil sebagaimana yang dirahakan, melainkan perbuatannya menjadi delik hukum lain atau tersendiri.
  • 3. F. PENYERTAAN Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana terdapat dalam KUHP yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa antara yang menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai pembuat tindak pidana. Menurut Van Hamel dalam Lamintang mengemukakan ajaran mengenai penyertaan itu adalah[1]) : “Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban dan pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh seseorang secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis (intelektual) maupun secara material”. Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2 (dua) pembagian besar, yaitu: 1. Pembuat atau Dader Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu berasal dari kata daad yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal melakukan atau sebagai tindakan[2]). Dalam ilmu hukum pidana, tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu tindak pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah membuat suatu tindak pidana, akan tetapi yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak pidana. Pembuat atau dader sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari :  Pelaku (pleger). Menurut Hazewinkel Suringa yang dimaksud dengan Pleger adalah setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi semua unsur dari delik seperti yang telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya ketentuan pidana yang mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap dapat dihukum[3]).  Yang menyuruhlakukan (doenpleger). Mengenai doenplagen atau menyuruh melakukan dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di sebut sebagai seorang middelijjke dader atau seorang mittelbare tater yang artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di sebut pelaku tidak langsung oleh karena ia memang tidak secara langsung melakukan sendiri tindak pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung atau manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung atau manus domina/auctor intellectualis[4]). Untuk adanya suatu doenplagen seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, maka orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu. Menurut Simons, syarat-syarat tersebut antara lain[5]) : 1) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang ontoerekeningsvatbaar seperti yang tercantum dalam Pasal 44 KUHP.
  • 4. 2) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana mempunyai suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan (dwaling). 3) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak mempunyai schuld, baik dolus maupun culpa ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut. 4) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk padahal unsur tersebut tidak disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai tindak pidana. 5) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya di bawah pengaruh suatu overmacht atau di bawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan. 6) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jabatan padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu. 7) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu tidak mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.  Yang turut serta (medepleger). Menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing- masing peserta tindak pidana adalah sama.  Penganjur (uitlokker) adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang- undang secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan[6]). 2. Pembantu atau medeplichtige Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua) jenis, yaitu :  Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan ini mirip dengan turut serta (medeplegen), namun perbedaannya terletak pada : 1). Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu atau menunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan. 2). Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa diisyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan atau berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang
  • 5. turut serta sengaja melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri. 3). Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP), sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana. 4). Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang bersangkutan dikurangi 1/3 (sepertiga), sedangkan turut serta dipidana sama.  Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Pembantuan dalam rumusan ini mirip dengan penganjuran (uitlokking). Perbedaannya pada niat atau kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur. Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku, pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1) KUHP). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun. Namun ada beberapa catatan pengecualian : 1. Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana :  Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4) KUHP) dengan cara memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan,  Membantu menggelapkan uang atau surat oleh pejabat (Pasal 415 KUHP),  Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417 KUHP). 2. Pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu dalam hal melakukan tindak pidana :  Membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 ayat (3) KUHP).  Dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349 KUHP). G. GABUNGAN TINDAK PDANA (SAMENLOOP) Gabungan tindak pidana (samenloop van starfbare feiten) terdiri atas tiga macam gabungan tindak pidana, yaitu : 1. Seorang dengan satu perbuatan melakukan beberapa tindak pidana, yang dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan “ gabungan berupa satu perbuatan” (eendaadsche samenloop), diatur dalam pasal 163 KUHP. 2. Seorang melakukan bebrapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana, tetapi dengan adanya hubungan antara satu sama lain, dianggap sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan (Voortgezette handeling), diatur dalam pasal 64 KUHP.
  • 6. 3. Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama lain, dan yang masing-masing merupakan tindak pidana; hal tersebut dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakn “gabungan beberapa perbuatan “(meerdaadsche samenloop), diatur dalam pasal 65 dan 66 KUHP. Menurut Prof. Sathochid Kartanegara, yang dimaksud dengan opzet willens en weten (dikehendaki dan diketahui) adalah “Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki (willen) perbuatan itu serta harus menginsafi atau mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu”; “Kehendak” dapat ditujukan terhadap: a. Perbuatan yang dilarang; b. Akibat yang dilarang