1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Hukum pidana Islam di Indonesia bukanlah merupakan hukum
positif. Keberadaannya hanyalah sebagai suatu merupakan disiplin
ilmu.1Dan juga merupakan terjemahan dari kata fiqih jina>yah. Fiqih
jina>yah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal yang dilakuk an oleh orang-orang mukallaf (orang
yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas
dalil –dalil hukum yang terperinci dari al-Qur’an dan hadis. Tindakan
kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang
mengganggu ketentraman umu m serta tindakan melawan peraturan
perundang-undangan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis.1
Berdasarkan undang-undang negara republik Indonesia tahun
1945 Pasal 1 ayat (3) menjellaskan dengan tegas bahwa negara hukum
(rechstaat) dan hukum negara kekuasaan (manchstaat) sehingga ada
beberapa konsekuensi yang melekat padanya. Hukum merupakan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi negara dan memuat
sanksi yang tegas atas peraturan tersebut.2
Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan dalam masyarakat.
Tindak kekerasan ada yang dilakukan oleh individu ada yang secara
1 A Jazuli, 2000, Hukum Pidana Islam, Pustaka Setia, Bansung, hlm, 5
2 Ismu Gunaidi dan Jonaedi Efendi, 2009, Cepat dan Mudah Memahami Hukum
Pidana, PT Fajar Interoratama Mandiri, Jakarta hlm. 53-57
2. 2
bersama-sama atau oleh massa. Tindak kekerasan oleh massa dalam
bentuk main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan pada saat ini telah
menjadi fenomena baru dalam masyarakat.
Main hakim sendiri merupakan terjemahan dari istilah Belanda
“Eigenriching” yang berarti cara main hakim sendiri, mengambil hak tanpa
mengindahkan hukum, tanpa pengetahuan pemerintah dan tanpa
penggunaan alat kekuasaan pemerintah. Selain itu main hakim sendiri
merupakan istilah dari tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa
melewati proses yang sesuai dengan hukum. Dalam ajaran agama islam
main hakim sendiri dianggap perbuatan jinayyah. Karena dilihat dari unsur-
unsur perbuatannya sehingga menimbulkan kerugian atau kerusakan
agama, jiwa, akal, atau harta benda.3
Munculnya main hakim sendiri seiring dengan perkembangan
masyarakat yang merasa mempunyai kekuasaan dan menggunakan
kekuasaan yang dimilikinya. Masyarakat kemudian mengadopsi dan meniru
pola atau model penggunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah
orde baru.Tindakan main hakim sendiri ini merupakan upaya masyarakat
untuk menciptakan opini kepada pemerintah maupun kepada masyarakat
lain secara lebih luas guna menunjukkan kekuasaannya, meskipun
tindakan tersebut disadari telah melanggar hukum. Rasa memiliki
kekuasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong munculnya tindakan
3 Yusuf imaning, 2005, Fiqih Jinayah Hukum Pidana Islam, Rafa Press,Palembang,
hlm 01
3. 3
main hakim sendiri oleh masyarakat. Disini kekuasaan dipandang sebagai
sarana untuk melegitimasi setiap tindakan yang dilakukan oleh masyarakat
termasuk melakukan tindakan hukum. Disini berlaku sesuai asumsi, bahwa
penguasalah sang pemilik hukum.
Kasus main hakim sendiri ini dapat dikatakan sebagai
hippermoralitas yang merupakan suatu keadaan atau situasi dimana
anggota masyarakat tidak bisa menentukan mana yang baik atau yang
buruk. “Yang jelek dianggap benar, kadang yang benar dianggap jelek. Hal
tersebut lah yang membuat massa menghakimi sendiri seolah-olah
merupakan tindakan yang benar yang harus dilakukan tapi justru hal
tersebutlah yang sudah melanggar aturan hukum .
Sebagaimana peraturan perundang-undangan, khususnya KUHP
belum mengatur secara khusus mengenai main hakim sendiri. Akan tetapi,
bukan berarti KUHP tidak dapat diterapkan sama sekali jika terjadi
perbuatan main hakim sendiri, dengan dasar hukum Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73). Dapat
diartikan kondisi sosial masyarakat dapat menjadi tolak ukur keberhasilan
pembangunan masyarakat terhadap nilai dan norma masyarakat
sekarang4
Melihat fenomena ini maka rumusan masalah dan tujun penelitian
yang ingin dibahas yaitu :
4 Adhi Wibowo, 2013, Perlindungan Korban Amuk Massa,Thafa Media, Bantul
Yogyakarta, hm 69
4. 4
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perbuatan main hakim sendiri dalam hukum
pidana islam?
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan mahin hakim sendiri?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbuatan main hakim sendiri dalam kajian
hukum pidana islam
2. Untuk mengetahui factor penenggulangan main hakim sendiri
5. 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Perbuatan Main Hakim Sendiri Dalam Perspektif Hukum Pidana
Islam.
Islam sangat menghormati hak asasi manusia. Hal tersebut
terlihat dari adanya hukum dalam lingkup Islam yang mengatur mengenai
hukuman bagi orang yang melakukan pelanggaran terhadap hak orang
lain. Hukum itu ada yang telah ditetapkan dan tidak dapat ditawar oleh
umat Islam. Ada juga hukuman yang dapat diganti oleh umat Islam
selama ada kesepakatan dari kedua bela pihak yang bermasalahan serta
ada juga hukuman yang dapat ditentukan oleh hakim berdasarkan pada
kondisi dari orang yang melakukan kesalahan selama tidak melakukan
kesalahan sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an5
Setiap tindak pidana dalam hukum Islam memiliki unsur atau
syarat- syarat tertentu. Apabila seseorang telah memenuhi syarat yang
dimaksud dalam perbuatan (tindak) pidana, maka seseorang tersebut
telah dianggap melakukan tindak pidana dan wajib mendapatkan
perlakuan hukum sesuai dengan jenis tindak pidana yang dilakukannya6
5 Topo Santoso, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam Penegakan Syari’at dalam
Wacana dan Agenda, Gema Insani, Jakarta, hlm 23-40
6Ahmad Wardi Muslich, 2004, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 21
6. 6
Apabila suatu proses hukum tidak dilakukan sesuai dengan
ketentuan syari’at, maka hal itu jelas merupakan tindakan yang melawan
hukum dan dapat disebut sebagai tindak pidana (jari>mah). Dalam hukum
pidana Islam, perbuatan dapat disebut tindak pidana (jari>mah) apabila
memenuhi unsur perbuatan yang dapat dianggap sebagai tindak pidana.
Ada unsur umum dan ada unsur khusus. Unsur umum berlaku untuk
semua jari>mah. Unsur khusus adalah unsur yang hanya terdapat pada
peristiwa pidana (jari>mah) tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada
jenis jari>mah yang satu dengan jenis jari>mah yang lainnya.7
Main hakim sendiri dan proses hukum terhadap pelaku tindak
pidana telah ada ketentuan hukum, baik dalam lingkup hukum pidana
Islam maupun undang-undang yang berlaku di Indonesia (KUHP dan
KUHAP).
Dalam Unsur material (perbuatan melawan hukum/mahkum bih),
tindakan dapat disebut jari>mah dalam hukum pidana Islam ketika
memenuhi unsur jari>mah. Secara umum, unsur utama dari jari>mah adalah
unsur dosa dan salah. Sumber adanya salah dan dosa tidak lain adalah
adanya perbuatan yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Pelanggaran terhadap ketentuan syari’at akan melahirkan kesalahan dan
dosa, begitupula pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang yang
berlaku dalam suatu negara. Oleh karena itu, tindakan yang tidak sesuai
7 Makhrus Munajat, 2004, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Logung Pustaka,
Yogyakarta, hlm 11
7. 7
dengan ketentuan hukum dimaknai sebagai tindakan melawan hukum. Hal
ini dikarenakan tindakan tersebut telah bertentangan dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh norma hukum.
Perbuatan dapat dikatakansebagai tindakan yang melawan hukum
ketika telah ada ketentuan hukum yang mengatur tentang perkara atau
berkaitan dengan tindakan. Sebab suatu tindakan tidak akan dianggap
melawan hukum apabila belum ada ketentuan yang mengatur tentang
perbuatan tersebut. Tindakan melawan hukum yang terkandung dalam
main hakim sendiri merupakan tindakan melawan dua hukum yang berlaku
bagi umat Islam di Indonesia, yakni hukum Allah (syari’at Islam) dan
hukum perundang- undangan yang berlaku di Indonesia. Disebut
demikian, karena dalam lingkup hukum Islam maupun hukum perundang-
undangan di Indonesia telah ada ketentuan yang mengatur perkara
tersebut.
Sedangkan Pelaku/moral (Mahkum ‘alaih) Tidak semua orang
yang yang melawan hukum dapat disebut pelaku tindak pidana yang dapat
dikenakan hukum. Ada syarat yang harus dipenuhi dari aspek diri
seseorang. Dari aspek diri, seorang dapat disebut pelaku tindak pidana
manakala dirinya memenuhi syarat-syarat berakal, cukup umur,
mempunyai kemampuan bebas (muchtar).8 Secara umum, syarat tersebut
8 Haliman, 1986, Hukum Pidana Islam Menurut Ajaran Ahlussunah Wal
Jamaah , (: Bulan Bintang, Jakarta, hlm, 67
8. 8
berlaku kepada orang Mukallaf, yaitu orang yang memiliki pengetahuan
hukum serta telah dikenakan tanggung jawab hukum. Jadi jika syarat diri
dari seorang yang melakukan tindak pidana tidak terpenuhi, maka orang
tersebut tidak dapat disebut pelaku tindak pidana.
Dalam turut serta secara tama>lu (disepakati, direncanakan),
semua pelaku jari>mah bertanggung jawab atas hasil yang terjadi. Menurut
Abu>Hani>fah, hukuman bagi tawa>fuq dan tama>lu adalah sama saja, mereka
di anggap sama-sama melakukan perbuatan tersebut dan
bertanggungjawab atas semuanya.16 Pertanggung jawaban para pelaku
main hakim sendiri adalah hukuman qisa>s atau diyat. Hukuman qisa>s-diyat
terhadap pelaku main hakim sendiri tidak dapat disamaratakan. Dalam
lingkup hukum pidana Islam, hukuman diberikan sesuai dengan tindakan
yang diperbuat oleh seseorang.
Dan sudah dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 45 yang artinya :
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka
luka (pun ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)
nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang- orang yang zalim.
9. 9
Sedangkan dalam hukum positif Indonesia, tindak pidana bagi
pelaku turut serta dalam melakukan Jari>mah tertuang dalam Pasal 170
KUHP yang berbunyi:9
1. Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan
kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun enam bulan.
2. Tersalah dihukum:
a. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika dengan
sengaja merusakkan barang atau kekerasan yang
dilakukannya itu menyebabkan sesuatu luka.
b. Dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika
kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh
c. Dengan penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika
kekerasan itu menyebabkan matinya orang
Dalam hal adanya jari>mahyang dilakukan oleh lebih dari seorang,
para fuqaha mengadakan pemisahan apakah kolektifitas pelaku dalam
mewujudkan jari>mah kekerasan itu terjadi secara langsung turut serta
bersama - sama atau tidak langsung hal ini disebabkan oleh keadaan
yang dapat mempengaruhi sanksi jari>mah dari pada peserta dinilai
sesuai keterlibatannya:
a. Turut serta secara langsung
Dalam hukum pidana Islam, turut serta berbuat langsung dapat
terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang dipandang
sebagai permulaan pelaksanaan jari>mah yang sudah cukup
dianggap sebagai maksiat. Apabila seseorang melakukan tindak
pidana percobaan, baik selesai atau tidak, maka tindakannya tidak
9 Andi Hamzah, 2009, Delik Delik Tertentu Dalam Kuhp, Sinar Grafika, Jakarta,hlm
7.
10. 10
berpengaruh pada kedudukan seseorang yang turut berbuat
langsung tetapi berpengaruh pada besarnya hukuman. Artinya,
apabila jari>mah yang dikerjakan selesai dan jari>mah itu berupa
h}add, maka pelaku dijatuhi hukuman h}add. Jika tidak selesai,
maka pelaku dijatuhi hukuman ta’zi>r.
Masing-masing pelaku dalam jari>mah tidak bisa
mempengaruhi hukuman bagi kawan yang berbuat. Meskipun
demikian, masing-masing pelaku dalam jari>mah itu bisa
terpengaruh oleh keadaan dirinya sendiri, tetapi tetap tidak bisa
berpengaruh kepada orang lain. Seorang kawan pelaku jari>mah
yang masih di bawah umur atau dalam keadaan gila, bisa
dibebaskan dari hukuman karena keadaanya tidak memenuhi
syarat untuk dilaksanakannya hukuman atas dirinya.
Dalam hal pertanggung jawaban pada jari>mah turut serta
secara tawa>fuq (kebetulan), kebanyakan ulama mengatakan
bahwa setiap pelaku bertanggung jawab atas apa yang
dilakukannya, tanpa dibebani kepada orang lain. Akan tetapi
dalam turut serta secara tama>lu (disepakati, direncanakan),
semua pelaku jarimah bertanggung jawab atas hasil yang terjadi.
Menurut Abu>Hani>fah, hukuman bagi tawa>fuq dan tama>lu adalah sama
11. 11
saja, mereka dianngap sama-sama melakukan perbuatan
tersebut dan bertanggung jawab atas semuanya10
b. Turut serta tidak langsung
Menurut hukum pidana Islam, pada dasarnya hukuman
yang ditetapkan jumlahnya dalam jari>mah h}udu>d dan qis}a>s}hanya
dijatuhkan atas pelaku langsung, bukan pelaku tidak langsung.
Dengan demikian, orang yang turut berbuat tidak langsung dalam
jari>mah dijatuhi hukuman ta’zi>r.
Spesifikasi terhadap jari>mah h}udu>d dan qis}a>s}karena pada
umumnya hukuman yang telah ditentukan sangat berat dan
pelaku yang berbuat tidak langsung adalah syubhat yang
mengugurkan hukuman h}add. Selain itu, pelaku tidak langsung
tidak sama bahayanya dibandingkan dengan pelaku langsung.
Jika perbuatan pelaku tidak langsung bisa dipandang sebagai
pelaku langsung karena pelaku langsung hanya sebagai alat yang
digerakan oleh pelaku tidak langsung maka pelaku tidak langsung
tersebut bisa dijatuhi hukuman h}add atau qis}a>s}. Menurut Ma>lik,
pelaku tidak langsung dapat di pandang sebagai pelaku langsung
apabila orang tersebut menyaksikan terjadinya jari>mah.11
10 Haliman, Op.Cit, hlm 87
11 Ahmad Hanafi, 196,7 Asas-asas Hukum Pidana Islam, Threehouse Kumala,
Jakarta, hlm. 149
12. 12
Main hakim sendiri (eigenrichting) dalam perspektif hukum pidana
Islam dapat diklasifikas ikan dengan rumusan sebagai berikut:12
a. Merupakan tindak pidana pembunuhan yang disengaja
manakala memenuhi syarat tindak pidana pembunuhan yang
disengaja. Syarat-syarat dari pembunuhan yang disengaja
adalah korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup, kem
atian adalah hasil dari perbuatan pelaku dan pelaku
menghendaki terjadinya kematian.
b. Merupakan tindak pidana pembunuhan yang tidak disengaja
manakala memenuhi syarat tindak pidana pembunuhan yang
tidak disengaja. Syarat -syarat dari pembunuhan yang tidak
disengaja adalah korban adalah manusia, adanya perbuatan
dari pelaku yang mengakibatkan kematian, adanya
kesengajaan dalam melakukan perbuatan, dan kematian
adalah akibat perbuatannya.
c. Merupakan tindak pidana pembunuhan karena kesalahan
manakala pembunuhan tersebut tidak ada unsur
kesengajaan perbuatan dan sematamata karena faktor
kelalaian dari pelaku. Unsur-unsur dari tindak pidana
pembunuhan karena kesalahan adalah adanya korban
manusia, adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya
korban, perbuatan tersebu t terjadi karena kekeliruan, dan ada
hubungan sebab a kibat antara kekeliruan dengan kematian.
d. Merupakan tindak pidana atas selain jiwa (penganiayaan)
yang disengaja manakala main hakim dilakukan dan ditujukan
dengan sengaja dan dimaksudkan untuk mengakibatkan luka
pada tubuh korban.
e. Merupakan tindak pidana atas selain jiwa (penganiayaan)
yang tidak disengaja manakala main hakim dilakukan dan
ditujukan dengan sengaja namun tidak dimaksudkan untuk
mengakibatkan luka pada tubuh korban
2.2. UpayaPenanggulanganTerhadapSikap Main Hakim Sendiri
Eigenrichting sebagai sebuah tindakan main hakim sendiri adalah
suatu perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai sebuah kejahatan,
sebuah tindak pidana yang memerlukan upaya penanggulangan. Dan
secara umum dikenal ada tiga upaya pencegahan sebagai berikut:
12 Ibid, hlm 67
13. 13
1. Pre-Emtif
Yang dimaksud dengan upaya Pre-emtif adalah upaya-
upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah
terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam
penanggulangan kejahatan secara Pre-Emtif adalah menanamkan
nilai-nilai, norma-norma yang baik sehingga norma- norma tersebut
terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan
untuk melakukan kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan
hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha
Pre-Emtif faktor niat akan menjadi hilang meskipun ada
kesempatan.
2. Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindakan lanjut
dari upaya Pre-Emtif yang masih dalam tataran pencegahan
sebelum terjadi kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan
adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya preventive yakni,
Membangun kewibawaan dan kepastian hukum yang memenuhi
rasa keadilan masyarakat. Perilaku menyimpang dalam masyarakat
seperti perbuatan main hakim terhadap pelaku tindak pidana
sebagai suatu penyakit masyarakat, tentunya harus segera diobati.
Untuk menemukan obat yang pertama kali perlu dikenali akar
14. 14
permasalahan munculnya tindakan main hakim sendiri tersebut.
Mengingat bahwa akar masalahnya adalah ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pranata hukum, maka fungsi hukum perlu
dilaksanakan secara konsekuen dan profesional oleh aparat
penegak hukum. Membangun dan menguatkan sistem hukum yang
berfungsi sesuai treknya, tidak ada diskriminasi terhadap siapa pun
yang berurusan dengan hukum. Rakyat berharap hukum bukan
sekadar produk politik untuk melindungi kepentingan tertentu,
melainkan yang berkeadilan, melindungi semua orang dan golongan
tanpa diskriminasi. Upaya ini pada akhirnya akan menumbuhkan
kewibawaan dan kepastian hukum yang memenuhi rasa keadilan
masyarakat.
3. Represif (Penindakan)
Proses hukum terhadap perbuatan main hakim sendiri yang
dilakukan oleh masyarakat tetap bisa diproses secara hukum, sama
halnya dengan perbuatan perbuatan hukum lainnya. Pelaku
tindakan main hakim sendiri ini tetap bisa ditangkap namun pada
prakteknya jarang terjadi dikarenakan pelaku tindak pidana yang
menjadi korban penghakiman massa ataupun keluarganya tidak
melaporkan/mempermasalahkan penganiayaan atau pengeroyokan
yang dialaminya.
15. 15
Selain itu perbuatan main hakim sendiri dalam
penanggulangannya dapat diberikan hukuman yang dapat
memberikan efek jera yakni, Dalam hal terjadinya tindakan main
hakim sendiri, bagi korban tindakan tersebut dapat melaporkan
kepada pihak yang berwenang antara lain atas dasar ketentuan-
ketentuan berikut:
a. Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan
Dalam penjelasan Pasal 351 KUHP oleh R. Sugandhi,
penganiayaan diartikan sebagai perbuatan dengan sengaja yang
menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit atau luka.
Hal ini dapat diancamkan atas tindakan main hakim sendiri
yang dilakukan terhadap orang yang mengakibatkan luka atau
cidera.
b. Pasal 170 KUHP tentang Kekerasan
Dalam penjelasan Pasal 170 KUHP oleh R. Sugandhi,
kekerasan terhadap orang maupun barang yang dilakukan secara
bersama-sama, yang dilakukan di muka umum seperti perusakan
terhadap barang, penganiayaan terhadap orang atau hewan,
melemparkan batu kepada orang atau rumah, atau membuang-
buang barang sehingga berserakan.
Hal ini dapat diancamkan atas tindakan main hakim sendiri
yang dilakukan di depan umum.
16. 16
c. Pasal 406 KUHP tentang Perusakan
Dalam penjelasan Pasal 406 KUHP oleh R. Sugandhi,
perusakan yang dimaksud mengakibatkan barang tersebut rusak,
hancur sehingga tidak dapat dipakai lagi atau hilang dengan
melawan hukum.13
13 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ec445fc806be/pidana-bagi-pelaku-
main-hakim-sendiri diakses pada 10 November 2017
17. 17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Kebanyakan ulama mengatakan setiap pelaku jari>mah bertanggung
jawab atas apa yang telah dilakukannya. Dalam lingkup hukum pidana
islam, hukuman diberikan sesuai dengan tindakan yang diperbuatnya,
2. Dalam proses penanggulangan main hakim sendiri dilakkukan upaya
Pre-emtif yakni upaya pencegahan, Upaya preventif ini adalah
merupakan tindakan lanjut dari upaya Pre-Emtif, dalam upaya preventif
yakni menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan dan
Upaya represif yakni penindakan.
2.2. Saran
1. Aparat penegak hukum harus berlandaskan kepada hukum islam dalam
menindak tegas masyarakat atau massa yang melakukan tindakan main
hakim sendiri, serta menghilangkan anggapan bahwa menghakimi
pelaku tindak pidana adalah hal yang tidak wajar dan tidak pantas untuk
dilakukan sesama manusia
2. Pemerintah sebaiknya dapat meningkatkan kinerjanya dengan menjalin
kemitraan dengan masyarakat secara langsung dan memberi contoh
teladan bagi masyarakat untuk persoalan ketaatan terhadap hukum.
18. 18
Daftar Pustaka
A Jazuli, 2000, Hukum Pidana Islam, Pustaka Setia, Bandung
Ismu Gunaidi dan Jonaedi Efendi, 2009, Cepat dan Mudah Memahami
Hukum Pidana, PT Fajar Interoratama Mandiri, Jakarta
Yusuf imaning, 2005, Fiqih Jinayah Hukum Pidana Islam, Rafa
Press,Palembang
Adhi Wibowo, 2013, Perlindungan Korban Amuk Massa,Thafa Media,
Bantul Yogyakarta
Topo Santoso, 2003, Membumikan Hukum Pidana Islam Penegakan Syari’at
dalam Wacana dan Agenda, Gema Insani, Jakarta
Ahmad Wardi Muslich, 2004, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam,
Sinar Grafika, Jakarta
Makhrus Munajat, 2004, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Logung
Pustaka, Yogyakarta
Haliman, 1986, Hukum Pidana Islam Menurut Ajaran Ahlussunah Wal Jamaah ,
(: Bulan Bintang, Jakarta
Andi Hamzah, 2009, Delik Delik Tertentu Dalam Kuhp, Sinar Grafika, Jakarta
Ahmad Hanafi, 1967 Asas-asas Hukum Pidana Islam, Threehouse Kumala,
Jakarta
Internet :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ec445fc806be/pidana-bagi-
pelaku-main-hakim-sendiri diakses pada 09 November 2017