SlideShare a Scribd company logo
1 of 446
MDDUL 1
Mengenal Hukum Bisnis
Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.
PENDAHULUAN
ebelum membahas lebih lanjut apa saja aspek-aspek hukum dalam
kegiatan bisnis, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu apakah yang
dimaksud dengan hukum, klasifikasi hukum, subjek hukum, objek hukum,
dan sistematika KUH Perdata, sistematika KUHD dan pengertian hukum
bisnis.
Modul 1 ini merupakan dasar dari modul-modul selanjutnya yang akan
memberikan kemudahan kepada Anda dalam mempelajari aspek-aspek
hukum dalam kegiatan bisnis dalam kerangka BMP Hukum Komersial.
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan
tentang:
1. pengertian hukum,
2. klasifikasi hukum,
3. subjek hukum,
4. objek hukum,
5. sistematika KUH Perdata,
6. sistematika KUHD,
7. hukum bisnis.
1.2 HUKUM BISNIS e
KEGIATAN BELA&JAR 1
Pengenalan tentang Hukum
A. PENGERTIAN HUKUM
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia, maka untuk membicarakan
hukum kita tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia.
Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu suatu tuntutan perorangan
atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah
pendukung atau penyandang kepentingan. Sejak dilahirkan manusia butuh
makan, pakaian, tempat berteduh dan lain sebagainya. Menginjak dewasa
makin bertambahlah jumlah dan jenis kepentingan manusia, seperti
bersekolah, bekerja, berkeluarga dan sebagainya. Dengan demikian sejak
kecil beranjak menjadi dewasa serta menjelang meninggal dunia kepentingan
manusia selalu berkembang.
Manusia dalam hidupnya dikelilingi pelbagai macam bahaya yang
mengancam kepentingannya, sehingga sering kali menyebabkan
kepentingannya tidak tercapai. Manusia menginginkan agar kepentingannya
terlindungi dari bahaya yang mengancam. Untuk itu ia memerlukan bantuan
dari manusia lainnya, karena kerja sama dengan manusia lain akan lebih
mudah dalam mencapai dan melindungi kepentingannya. Lebih-lebih
mengingat bahwa manusia itu termasuk makhluk yang lemah dalam
menghadapi ancaman bahaya terhadap dirinya maupun kepentingannya.
Sehingga dengan demikian ia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman
terhadap kepentingannya, yang dengan demikian akan lebih terjamin
perlindungannya apabila ia hidup dalam masyarakat.
Masyarakat adalah salah satu kehidupan bersama yang anggota-
anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh
sesama anggota. Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang
terorganisir untuk mencapai dan merealisir tujuan bersama. Berapa jumlah
manusia yang diperlukan untuk dapat disebut sebagai masyarakat tidaklah
begitu penting. Kalau di sebuah pulau hanya terdapat seorang manusia saja
belumlah dikatakan ada masyarakat, tetapi kalau kemudian datang manusia
lain ke pulau tersebut akan terjadilah hubungan dan pengaturan-pengaturan.
Selanjutnya yang mempertemukan atau mendekatkan manusia yang satu
e EKMA431 6/MODUL 1 1.3
dengan lainnya adalah adanya kebutuhan dan kepentingan bersama di antara
mereka.
Tampaknya manusia dan masyarakat seakan-akan dapat dipisahkan,
yaitu manusia sebagai individu dan manusia dalam kelompok. Manusia
sebagai individu pada dasamya bebas dalam perbuatannya, tetapi dalam
perbuatannya itu ia dibatasi oleh masyarakat. Masyarakat tidak akan
membiarkan manusia individual berbuat semaunya, sehingga merugikan
masyarakat. Masyarakat itu merupakan tatanan psikologis, adanya sesama
manusia di dalam suasana kesadaran individu mempengaruhi pikiran,
perasaan serta perbuatannya. Ia harus mengingat dan memperhitungkan
adanya masyarakat. Manusia individual akan berusaha dan akan merasa
bahagia apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Sudah menjadi sifat pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup
dalam masyarakat. Manusia adalah zoon politikon atau makhluk sosial.
Manusia dan masyarakat merupakan pengertian yang komplementer. Jadi
untuk menghadapi bahaya yang mengancam dirinya dan agar kepentingan-
kepentingannya lebih terlindungi maka manusia hidup berkelompok dalam
masyarakat. Gangguan kepentingan atau konflik harus dicegah atau tidak
dibiarkan berlarut-larut, karena akan mengganggu keseimbangan tatanan
masyarakat. Manusia akan berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan
seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang seimbang menciptakan
suasana tertib, damai, dan aman, yang merupakan jaminan kelangsungan
hidupnya.
Jadi manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan
kepentingan. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan terciptanya
peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku
dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
Peraturan untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini
disebut norma atau kaidah sosial. Salah satu dari kaidah sosial yang ada di
dalam masyarakat adalah kaidah hukum.
Kalau kita bicara tentang hukum pada umumnya yang dimaksudkan
adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam
suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang
berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
1.4 HUKUM BISNIS e
Hukum mengatur hubungan hukum, yaitu hubungan yang menimbulkan
akibat hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu
dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin
pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu
caranya beraneka ragam. Kadang-kadang hanya dirumuskan kewajiban-
kewajiban seperti pada hukum pidana, yang sebagian besar peraturan-
peraturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban. Sebaliknya sering juga hukum
merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya
hubungan hukum.
Dalam usahanya untuk mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan
perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya, artinya
berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu
dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa
masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang menyebabkan terjadinya
interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara
kepentingan perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan
kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau
konflik ini sebaik-baiknya.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang
bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan
normatif karena menentukan apa yang seyogianya dilakukan, apa yang tidak
boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya
melaksanakan kepatuhan pada kaidah-kaidah.
Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau
hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkret. Tetapi kedua-duanya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu
baru menjadi kenyataan apabila kepada setiap subjek hukum diberi hak dan
dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum
selalu mempunyai dua segi yang di satu pihak berisi hak, sedang di pihak lain
berisi kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada
kewajiban tanpa hak.
Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam
melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban,
sehingga yang menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu
hak. Kita lihat juga bahwa yang pada umumnya ditonjolkan adalah hak-hak
asasi, sedangkan mengenai kewajiban-kewajiban asasi dapatlah dikatakan
tidak pernah disebut-sebut. Hak-hak asasi seorang terdakwa selalu mendapat
e EKMA431 6/MODUL 1 1.5
perhatian, selalu ditonjolkan, selalu diperjuangkan, tetapi sebaliknya
kewajiban asasinya terhadap masyarakat boleh dikatakan tidak pemah
disinggung. Apakah dalam hal ini hak asasi korban kejahatan tidak perlu
mendapat perhatian, sebaliknya apakah tidak ada kewajiban asasi dari pihak
terdakwa.
Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau
kaidah, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di
satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak
maka ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang
diberikan kepada seseorang oleh hukum. Kalau hukum itu sifatnya umum
(berlaku bagi setiap orang), maka hak dan kewajiban itu sifatnya individual
(melekat pada individu).
Hukum melindungi kepentingan manusia dengan cara mengalokasikan
suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya
tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan dengan teratur, dalam arti
ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikianlah yang
disebut sebagai hak. Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam
masyarakat itu dapat disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan
tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.
Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat, karena
yang satu mencerminkan adanya yang lain. Kita dapat mengatakan bahwa
si A mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu, apabila
kewajiban si A itu ditujukan kepada orang tertentu, yaitu si B. Dengan
melakukan suatu perbuatan yang ditujukan kepada si B itu, maka A telah
menjalankan kewajibannya. Sebaliknya karena adanya kewajiban pada si B
itulah, maka A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa suatu kekuasaan yang
dapat diterapkan terhadap B, yaitu suatu tuntutan untuk melaksanakan
kewajiban itu.
Hak temyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan
kepentingan, melainkan juga kehendak. Sebagai ilustrasi misalnya apabila
saya memiliki sebidang tanah, maka hukum memberikan hak kepada saya
dalam arti bahwa kepentingan saya terhadap tanah tersebut mendapat
perlindungan. Namun perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap
kepentingan saya saja, melainkan juga terhadap kehendak saya mengenai
tanah itu. Saya dapat memberikan atau mewariskan tanah itu kepada orang
lain dan hal itu pun termasuk ke dalam hak saya. Dalam hal ini bukan hanya
kepentingan saya yang mendapat perlindungan, melainkan juga kehendak
saya.
1.6 HUKUM BISNIS e
Pendapat yang umum mengatakan bahwa hak pada seseorang senantiasa
berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain. Dengan demikian
kemerdekaan hukum yang dimiliki seseorang juga ingin ditafsirkan secara
demikian itu, sehingga kemerdekaan pada seseorang berkorelasi dengan
kewajiban pada orang lain untuk tidak mengganggu kemerdekaan tersebut.
Keadaannya di sini adalah tidak sepenuhnya tepat seperti itu. Sebetulnya di
sini kita berhadapan dengan dua hak dan bukan satu seperti dilihat oleh
tafsiran yang umum tersebut. Sebagai contoh, apabila seorang pemilik tanah
(si A) memberikan izin kepada seseorang untuk memasuki tanah miliknya
maka si A tersebut memiliki kemerdekaan hukum. Namun kita tidak dapat
mengatakan bahwa hak si A itu berkorelasi dengan kewajiban yang timbul
padanya. Jadi dengan demikian korelasi dari kemerdekaan pada si A
bukanlah kewajiban pada siB, melainkan ketiadaan hak pada siB.
Pengertian hak pada akhimya juga dipakai dalam arti kekebalan terhadap
kekuasaan hukum orang lain. Sebagaimana halnya kekuasaan itu adalah
kemampuan untuk mengubah hubungan-hubungan hukum, kekebalan ini
merupakan pembebasan dari adanya suatu hubungan hukum untuk dapat
diubah oleh orang lain. Hak dari kawan sejawat untuk diadili oleh kawan
sejawatnya sendiri tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori hak dalam arti
sempit, kemerdekaan maupun kekuasaan. Kekebalan ini mempunyai
kedudukan yang sama dalam hubungan dengan kekuasaan, seperti antara
kemerdekaan dengan hak dalam arti sempit. Kekebalan adalah pembebasan
dari kekuasaan orang lain, sedangkan kemerdekaan merupakan pembebasan
dari hak orang lain.
Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum
mempunyai tujuan. Adapun tujuan pokok dari hukum adalah menciptakan
tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.
Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan
kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan
mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian
hukum. Dalam literatur dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum, yaitu
teori etis, teori utilitis dan teori campuran.
Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Dengan kata
lain hukum bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan. Dalam hal ini
yang perlu dikaji lebih lanjut adalah apa yang dimaksud dengan keadilan.
Untuk mengetahui keadilan dapat dilihat dari dua sisi yaitu hakikat keadilan
dan isi keadilan. Hakikat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan
e EKMA431 6/MODUL 1 1.7
atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut
pandangan subjektif melebihi norma-norma lain. Dalam hal ini ada dua pihak
yang terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima
perlakuan, misalnya orang tua dengan anaknya, majikan dan buruh, hakim
dan yustisiabel, pemerintah dengan warganya serta antara kreditur dan
debitur.
Pada umumnya keadilan merupakan pemilaian yang hanya dilihat dari
pihak yang menerima perlakuan saja, misalnya para yustisiabel menilai
putusan hakim tidak adil, buruh yang di PHK merasa diperlakukan tidak adil
oleh majikannya. Jadi pernilaian tentang keadilan ini pada umumnya hanya
ditinjau dari satu pihak saja, yaitu pihak yang menerima perlakuan. Apakah
pihak yang melakukan tindakan tidak dapat menuntut bahwa tindakannya
adalah adil? Misalnya apabila buruh telah melakukan perbuatan-perbuatan
yang merugikan perusahaan dan kemudian majikan memutuskan hubungan
kerja terhadap buruh yang bersangkutan, apakah tindakan majikan itu tidak
adil? Dengan demikian keadilan kiranya tidak harus hanya dilihat dari satu
pihak saja tetapi harus dilihat dari dua pihak.
lsi keadilan sangat sukar untuk diberikan batasannya. Aristoteles
membedakan adanya dua macam keadilan yaitu justitia distributiva dan
justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa setiap orang
mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya. Jatah ini tidak sama untuk
setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan,
kemampuan dan lain sebagainya. Dalam hal ini yang dinilai adil ialah apabila
setiap orang mendapatkan hak atau jatahnya secara proporsional mengingat
akan pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Justitia
distributiva merupakan tugas pemerintah terhadap warganya, menentukan
apa yang dapat dituntut oleh warga masyarakat.
Justitia commutativa memberikan kepada setiap orang sama banyaknya.
Di dalam pergaulan masyarakat, justitia commutativa merupakan kewajiban
setiap orang terhadap sesamanya. Dalam hal ini yang dituntut adalah
kesamaan. Sehingga yang dikatakan adil adalah apabila setiap orang
diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya. Kalau
justitia distributiva itu merupakan urusan pemerintah maka justitia
commutativa merupakan urusan hakim, karena hakim memperhatikan
hubungan perorangan yang mempunyai kedudukan prosesuil yang sama
tanpa membedakan orang. Kalau justitia distributiva itu sifatnya
1.8 HUKUM BISNIS e
proporsional, maka justitia commutativa sifatnya mutlak karena
memperhatikan kesamaan.
Menurut teori utilitis, hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar
bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Pada hakikatnya
menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan
kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang
terbanyak.
Selanjutnya menurut teori campuran, tujuan pokok dan pertama dari
hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat
pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping
ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-
beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.
B. KLASIFIKASI HUKUM
Untuk dapat mengadakan klasifikasi hukum harus ada kriterium.
Berdasarkan kriterium fungsi hukum dibagi menjadi hukum materiil dan
formil. Hukum materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang memberikan hak
dan membebani kewajiban-kewajiban. Setiap hari orang dapat dikatakan
berhubungan dengan hukum materiil dalam memenuhi kebutuhannya,
contoh: belanja membeli sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan manusia.
Hukum materiil tetap memerlukan hukum formil. Apabila sistem hukum
hanya mempunyai hukum materiil saja dan tidak ada hukum formil maka jika
terjadi suatu pelanggaran hukum atau konflik hukum materiil akan terbuka
kesempatan untuk melakukan perbuatan untuk menghakimi sendiri karena
hukum formillah yang menentukan bagaimana caranya melaksanakan hukum
materiil, artinya bagaimana caranya melakukan hak dan kewajiban dalam hal
ada sengketa atau pelanggaran hukum (hukum formil merupakan aturan
permainan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara di pengadilan),
contoh: bagaimana menuntut pelunasan hutang.
Dengan menggunakan saat berlakunya hukum sebagai kriterium hukum
dibagi menjadi 2 yaitu Ius constitutum dan Ius constituendum. Ius
constitutum adalah hukum yang telah ditetapkan, artinya hukum yang sedang
berlaku sekarang di suatu tempat atau Negara (hukum positif). Ius
constituentum adalah hukum yang masih harus ditetapkan, hukum yang akan
datang atau hukum yang dicita-citakan.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.9
Dari segi bentuk hukum dibagi menjadi hukum tidak tertulis (hukum
kebiasaan) dan hukum tertulis (hukum yang dituang dalam undang-undang)
Dari segi isinya hukum dibagi menjadi:
1. Lex Generalis, yaitu hukum umum yang berlaku umum dan merupakan
dasar (terdapat di dalam BW).
2. Lex Spesialis: hukum khusus,yaitu yang menyimpang dari lex generalis
(terdapat di dalam KUHD).
3. Lex generalisasi merupakan dasar dari lex spesialis, hubungan tersebut
tertuang di dalam Pasal1 KUHD.
Pembagian klasifikasi yang sampai sekarang masih digunakan yaitu
hukum publik dan hukum privat/perdata. Yang termasuk hukum publik yaitu
hukum tata negara,hukum administrasi negara, hukum pajak, dan hukum
pidana, sedangkan yang termasuk hukum perdata yaitu hukum dagang dan
hukum adat, serta hukum Islam. Hukum adat terdiri dari 3 unsur yaitu:
1. hukum tidak tertulis,
2. unsur keagamaan,
3. ketentuan unlegislatif/unstatutair.
C. SUBJEK HUKUM
Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak
dan kewajiban itu disebut orang. Dalam arti hukum, "orang" terdiri dari
manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subjek hukum
dalam arti biologis, sebagai gejala alam, sebagai makhluk budaya yang
berakal, berperasaan, dan berkehendak. Badan hukum adalah subjek hukum
dalam arti yuridis, sebagai gejala dalam hidup bermasyarakat, sebagai badan
ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti
manusia pribadi.
Secara prinsipiil badan hukum berbeda dengan manusia pribadi.
Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
1. Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai akal,
perasaan, kehendak, dan dapat mati, sedangkan badan hukum adalah
badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibubarkan
oleh pembentuknya.
1.1Q HUKUM BISNIS e
2. Manusia pribadi mempunyai kelamin sehingga ia dapat kawin, dapat
beranak, sedangkan badan hukum tidak.
3. Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak
dapat.
Pada umumnya pengakuan manusia pribadi sebagai subjek hukum
dimulai sejak ia dilahirkan dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Akan
tetapi menurut Pasal 2 KUH Perdata ditentukan bahwa pengakuan terhadap
manusia pribadi sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak ia masih di
dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup. Hal ini mempunyai arti
penting apabila kepentingan anak itu menghendaki, misalnya dalam hal
menerima warisan, menerima hibah.
Dalam Pasal 3 KUH Perdata dinyatakan bahwa tidak ada satu hukuman
pun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak
keperdataan. Ini berarti bahwa kesalahan seseorang betapa pun beratnya
sehingga ia dijatuhi hukuman oleh hakim, maka hukuman hakim tersebut
tidak boleh menghilangkan kedudukan sebagai subjek hukum atau sebagai
pendukung hak dan kewajiban.
Badan hukum adalah subjek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan
hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Menurut
ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi badan hukum
berdasarkan eksistensinya, yaitu
1. badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, seperti badan-badan
pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara;
2. badan hukum yang diakui oleh pemerintah, seperti Perseroan Terbatas
dan Koperasi;
3. badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang
bersifat idiil, seperti Yayasan.
Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah adalah badan hukum yang
sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara, baik lembaga-
lembaga negara maupun perusahaan-perusahaan negara. Badan hukum ini
dibentuk oleh pemerintah dengan undang-undang atau peraturan pemerintah.
Apabila dibentuk dengan undang-undang, berarti pembentuk badan hukum
tersebut adalah Presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila
dibentuk dengan peraturan pemerintah, maka pembentuk badan hukum itu
adalah Presiden sebagai kepala pemerintahan.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.11
Badan hukum yang diakui oleh pemerintah adalah badan hukum yang
dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan
pribadi pembentuknya sendiri. Tetapi badan hukum tersebut mendapat
pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan itu diberikan
oleh pemerintah karena isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undang-
undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan
dengan kesusilaan. Pengakuan tersebut diberikan oleh pemerintah dengan
cara pengesahan anggaran dasarnya.
Badan hukum yang diperbolehkan adalah badan hukum yang tidak
dibentuk oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari
pemerintah, akan tetapi diperbolehkan oleh karena tujuannya yang bersifat
idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
keagamaan. Badan hukum yang diperbolehkan ini berbentuk Yayasan. Untuk
mengetahui apakah anggaran dasar dari suatu badan hukum itu tidak
bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan, maka anggaran
dasar tersebut harus dibuat secara otentik dengan akta Notaris.
Ditinjau dari wewenang yang diberikan kepada badan hukum, maka
badan hukum itu dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu
1. badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk
oleh pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum publik, seperti
departemen, provinsi, lembaga-lembaga negara dan sebagainya;
2. badan hukum privat (keperdataan), yaitu badan hukum yang dibentuk
oleh pemerintah maupun swasta dan diberi wewenang menurut hukum
perdata, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi.
Selanjutnya ditinjau dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai
oleh badan hukum tersebut, maka badan hukum keperdataan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga macam badan hukum, yaitu
1. badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, yaitu terdiri dari
Perusahaan Negara seperti Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan dan
Perusahaan Perseroan; serta Perusahaan Swasta yang terdiri dari
Perseroan Terbatas;
2. badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya,
yaitu Koperasi;
3. badan hukum yang bertujuan idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan, yaitu Yayasan.
1.12 HUKUM BISNIS e
Dalam pendirian badan hukum harus dipenuhi syarat formal dan syarat
materiil. Syarat formalnya adalah harus dibuat dengan akta Notaris. Syarat
materiil yang harus dipenuhi berdasarkan doktrin adalah:
1. ada harta kekayaan sendiri;
2. ada tujuan tertentu;
3. ada kepentingan sendiri;
4. ada organisasi.
Badan hukum itu memiliki harta kekayaan sendiri terpisah sama sekali
dengan harta kekayaan pribadi pendiri, anggota atau pengurusnya. Harta
kekayaan ini diperoleh dari pemasukan dari para pendiri atau para anggota
badan hukum yang bersangkutan. Selanjutnya harta kekayaan tersebut
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh badan hukum
tersebut.
Badan hukurn itu harus rnempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai,
baik bersifat komersial maupun bersifat idiil. Badan hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban dapat melakukan sendiri usaha-usaha untuk
mencapai tujuannya. Selanjutnya badan hukum harus memiliki kepentingan
sendiri, yaitu hak subjektif yang timbul dari suatu peristiwa hukum dan yang
dilindungi oleh hukum. Badan hukum yang memiliki kepentingan sendiri
dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya itu terhadap pihak
ketiga di dalam pergaulan hukum.
Badan hukum adalah suatu kesatuan organisasi yang diciptakan manusia
berdasarkan hukum, dan hanya dapat melakukan perbuatan hukum melalui
alat perlengkapannya. Alat perlengkapan yang dimaksud adalah pengurus
dari badan hukum tersebut yang mempunyai tugas dan kewenangan yang
diatur di dalam anggaran dasamya. Dengan demikian badan hukum itu
merupakan organisasi yang teratur.
Selanjutnya subjek hukum, baik orang maupun badan hukum, pada
umumnya dapat mempunyai hak dan kewajiban. Dikatakan pada umumnya
oleh karena beberapa hak tertentu yang timbul dari hukum tentang orang dan
hukum keluarga yang melekat pada manusia hanya dapat dimiliki oleh subjek
hukum orang saja dan tidak dapat dimiliki oleh badan hukum. Di samping itu
tidak setiap orang diberikan kewenangan hukum penuh, oleh karena adanya
pembatasan-pembatasan khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, misalnya untuk melangsungkan perkawinan, untuk bekerja dan
sebagainya.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.13
Menyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti mampu atau cakap
melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya tersebut. Meskipun pada
umumnya setiap orang mempunyai kewenangan hukum, akan tetapi ada
golongan orang-orang tertentu yang dianggap tidak cakap melaksanakan
beberapa hak atau kewajiban. Dengan demikian orang yang pada dasamya
mempunyai kewenangan hukum itu ada yang dianggap cakap bertindak
sendiri dan ada yang dianggap tidak cakap bertindak sendiri. Ini merupakan
anggapan hukum yang tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Golongan
orang yang dianggap tidak cakap bertindak ini disebut juga dengan istilah
personae miserabile.
Selanjutnya mereka yang tidak cakap bertindak ini terdiri dari mereka
yang belum cukup umur, mereka yang diletakkan di bawah pengampuan dan
seorang istri yang tunduk pada BW. Dalam pengertian undang-undang, yang
dimaksud dengan "belum cukup umur" adalah mereka yang belum mencapai
umur 21 tahun atau belum menikah (Pasal 330 BW jo. S 1931 No. 54 jo. UU
No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak).
Pada umumnya orang yang ditaruh di bawah pengampuan dianggap
tidak cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya (Pasal 446 dan 452
BW), khususnya mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena sakit
ingatan. Untuk mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena pemboros
atau pemabuk, ketidakcakapan bertindak itu hanya terbatas pada perbuatan-
perbuatan hukum dalam lapangan harta kekayaan, sedangkan untuk
perbuatan hukum lainnya adalah cakap. Mereka yang dianggap tidak cakap
tersebut untuk melaksanakan hak dan kewajibannya diwakili oleh wakil yang
ditetapkan oleh undang-undang atau yang ditunjuk oleh Hakim.
Seorang istri menurut Pasal 108 dan 110 BW dianggap tidak cakap
melaksanakan hak dan kewajibannya dalam lapangan hukum harta kekayaan.
Pasal tersebut menurut SEMA No. 3 Tahun 1963 dianggap tidak sesuai lagi
dengan kemajuan zaman dan rasa keadilan, sehingga pasal tersebut harap
tidak dipergunakan lagi. Selanjutnya Pasal 31 Undang-undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa "hak dan kedudukan
istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan di
rumah dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat". Dengan demikian
pada saat sekarang ini seorang istri cakap melakukan perbuatan hukum dalam
lapangan hukum harta kekayaan tanpa harus mendapat izin terlebih dahulu
dari suaminya.
1.14 HUKUM BISNIS e
D. OBJEK HUKUM
Di dalam lalu lintas hukum, yang menjadi objek dalam setiap
aktivitasnya adalah benda (yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
zaak). Menurut Pasal 499 KUH Perdata yang dimaksud dengan benda adalah
setiap barang dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Barang sifatnya
berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literatur, zaak
diterjemahkan dengan benda yang meliputi barang berwujud dan barang
tidak berwujud (hak).
Dalam sistematika KUH Perdata mengenai benda diatur di dalam
Buku II tentang Benda. Pengaturan tersebut meliputi pengertian benda,
pembedaan macam-macam benda dan hak-hak kebendaan. Pengaturan
hukum benda menggunakan sistem tertutup, artinya orang tidak boleh
mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam
Undang-undang. Selanjutnya hukum benda yang diatur di dalam KUH
Perdata itu bersifat pemaksa, artinya harus dipatuhi, ditaati dan tidak boleh
disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak
kebendaan.
Selain diatur di dalam Buku II KUH Perdata, tentang benda juga diatur
di dalam peraturan perundang-undangan lain, yaitu
1. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria
(UUPA), beserta semua peraturan pelaksanaannya. UUPA ini mengatur
tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian UUPA
mencabut semua ketentuan mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, kecuali hipotik, yang diatur dalam Buku II
KUH Perdata.
2. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. UU ini mengatur
tentang hak atas merek perusahaan dan perniagaan. Hak atas merek
adalah benda tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik.
3. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. UU ini
mengatur tentang hak cipta sebagai benda tidak berwujud, yang dapat
dijadikan objek hak milik.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.15
Benda itu sendiri dapat dibedakan macam-macamnya beserta arti
pentingnya sehubungan dengan perbuatan terhadap benda yang bersangkutan,
sebagai berikut.
1. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Berwujud dan Benda
Tidak Berwujud
Benda berwujud adalah benda yang dapat dilihat dan diraba menurut
panca indera manusia, sedangkan benda tidak berwujud adalah benda yang
tidak dapat dilihat dan diraba dengan panca indera. Arti penting pembedaan
ini terletak pada cara penyerahan benda tersebut apabila benda itu
dipindahtangankan kepada pihak lain karena jual beli, pewarisan atau
pembelian. Penyerahan benda berwujud yang bergerak dilakukan secara
nyata dari tangan ke tangan. Penyerahan benda berwujud yang berupa benda
tetap dilakukan dengan balik nama. Penyerahan benda tidak berwujud yang
berupa piutang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 613 KUH Perdata,
sebagai berikut.
a. Piutang atas nama dengan cara cessie.
b. Piutang atas tunjuk dengan cara penyerahan suratnya dari tangan ke
tangan.
c. Piutang atas pengganti dengan cara endosemen dan penyerahan suratnya
dari tangan ke tangan.
2. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Bergerak dan Benda Tidak
Bergerak
Benda bergerak adalah benda yang dapat berpindah, baik berpindah
karena digerakkan oleh manusia atau berpindah karena sendirinya atau
karena alam, misalnya meja kursi dan lain-lainnya. Benda tidak bergerak atau
benda tetap adalah benda yang tidak dapat dipindahkan, yaitu tanah dan/atau
bangunan. Arti penting pembedaan ini terletak pada penguasaan (bezit),
penyerahan (levering), daluarsa (verjaring) dan pembebanan (berzwaring).
Mengenai penguasaan pada benda bergerak berlaku asas dalam Pasal 1977
KUH Perdata, yaitu orang yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai
pemiliknya, sedangkan pada benda tidak bergerak asas tersebut tidak berlaku.
Mengenai penyerahan, pada benda bergerak dapat dilakukan penyerahan
nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama.
Mengenai daluarsa, pada benda bergerak tidak dikenal adanya daluarsa,
1.16 HUKUM BISNIS e
sebab yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Untuk
benda tidak bergerak dikenal daluarsa, yaitu
a. dalam hal ada alas hak daluarsanya 20 tahun;
b. dalam hal tidak ada alas hak daluarsanya 30 tahun.
Mengenai pembebanan, pada benda bergerak dilakukan dengan gadai
atau fidusia, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan hak
tanggungan.
3. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Dipakai Habis dan Benda
Tidak Dipakai Habis
Benda dipakai habis adalah benda yang dapat habis karena dipakai atau
dipergunakan. Benda tidak dipakai habis adalah benda yang tidak habis
karena pemakaian atau penggunaan. Arti penting pembedaan ini terletak pada
pembatalan perjanjian. Perjanjian yang objeknya benda dipakai habis apabila
dibatalkan akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan pada keadaan
semula. Untuk hal ini dapat diselesaikan dengan cara penggantian dengan
benda lain yang sejenis atau senilai. Contohnya adalah kayu bakar, beras dan
lain sebagainya. Perjanjian yang objeknya benda tidak dipakai habis apabila
dibatalkan tidak mengalami kesulitan karena bendanya masih ada dan dapat
diserahkan kepada yang berhak. Contohnya kendaraan bermotor, perhiasan
emas dan lain sebagainya.
4. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Sudah Ada dan Benda
AkanAda
Benda yang sudah ada artinya benda tersebut sudah ada pada saat
hubungan hukum yang berkaitan dengan benda tersebut dibuat, sedangkan
untuk benda yang akan ada artinya benda tersebut belum ada pada saat
hubungan hukum berkaitan dengan benda tersebut diadakan. Arti penting
pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan utang dan
pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan utang dan
pelaksanaan perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Benda
akan ada, tidak dapat dijadikan jaminan utang, dan perjanjian yang objeknya
benda akan ada, dapat menjadi batal apabila pemenuhannya itu tidak
mungkin dilaksanakan.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.17
5. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda dalam Perdagangan dan
Benda di Luar Perdagangan
Benda dalam perdagangan artinya benda tersebut dapat diperdagangkan
secara bebas oleh siapa pun, sedangkan benda di luar perdagangan artinya
benda yang tidak dapat diperdagangkan secara bebas, karena peruntukannya
maupun karena dilarang oleh UU atau bertentangan dengan ketertiban umum
dan kesusilaan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemindahtanganan
dalam akta jual beli atau pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat
diperjualbelikan dengan bebas dan dapat diwariskan kepada para ahli waris,
sedangkan benda di luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan atau
diwariskan kepada ahli waris.
6. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Dapat dibagi dan Tidak
Dapat dibagi
Benda dapat dibagi artinya benda yang dapat dipisahkan dengan tidak
mengurangi hakikat, kemanfaatan dan nilai dari benda yang bersangkutan,
sedangkan benda yang tidak dapat dibagi artinya benda tersebut apabila
dibagi akan menghilangkan hakikat, kemanfaatan dan nilai dari benda yang
bersangkutan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemenuhan prestasi
suatu perikatan. Dalam perikatan yang objeknya benda dapat dibagi prestasi
dapat dilakukan secara sebagian demi sebagian, sedangkan dalam perikatan
yang objeknya benda tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasinya tidak
mungkin dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara utuh.
7. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Terdaftar dan Benda
Tidak Terdaftar
Benda terdaftar adalah benda-benda yang bukti kepemilikannya harus
didaftarkan pada kantor register tertentu, sedangkan benda tidak terdaftar
adalah benda yang kepemilikannya tidak memerlukan pendaftaran. Arti
penting pembedaan ini terletak pada pembuktian kepemilikannya, untuk
ketertiban umum dan kewajiban membayar pajak. Benda terdaftar dibuktikan
dengan tanda pendaftaran atau sertifikat atas nama pemilik, pengaruhnya
terhadap ketertiban umum adalah kewajiban bagi pemiliknya untuk
membayar pajak dan kewajiban bagi masyarakat untuk menghormatinya.
Untuk benda tidak terdaftar yang umumnya berupa benda bergerak, maka
berlaku asas "yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya". Dengan
demikian untuk benda tidak terdaftar ini tidak begitu berpengaruh terhadap
ketertiban umum dan kewajiban membayar pajak bagi pemiliknya.
1.18 HUKUM BISNIS e
-~ -.:;; LATI HAN
· ~~ ~j~ ----------------------------------------.. ._!
·-----
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan hukum itu dan apa
pula tujuan dari hukum?
2) Jelaskan klasifikasi hukum berdasarkan fungsinya, saat berlakunya,
bentuk dan isinya serta jelaskan masing-masing pengertiannya!
3) Jelaskan bahwa perbuatan hukum dari subjek hukum itu dapat dibagi
menjadi perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum ganda!
4) Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara subjek hukum manusia pribadi
dengan subjek hukum badan hukum!
5) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan benda dan sebutkan
macam-macam pembedaan benda beserta arti pentingnya!
Petunjuk Jawaban Latihan
1) Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku
dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya
dengan suatu sanksi.
Tujuan utama dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang
tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai
tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar
perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur
cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
2) Berdasarkan fungsinya hukum dibagi menjadi hukum materiil dan
formil. Hukum materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang
memberikan hak dan membebani kewajiban-kewajiban, sedangkan
hukum formil yang menentukan cara melaksanakan hukum materiil.
Berdasarkan saat berlakunya, hukum dikelompokkan menjadi ius
constitutum (hukum yang telah ditetapkan, yaitu hukum yang sedang
berlaku di suatu tempat atau Negara) dan ius constituendum (hukum
yang masih harus ditetapkan, hukum yang akan datang atau hukum yang
dicita-citakan). Berdasarkan bentuknya, hukum dibagi menjadi hukum
e EKMA431 6/MODUL 1 1.19
tidak tertulis (hukum kebiasaan) dan hukum tertulis (hukum yang
dituangkan dalam undang-undang). Berdasarkan isinya, hukum dibagi
menjadi lex generalis (hukum umum yang berlaku umum dan
merupakan dasar) dan lex spesialis (hukum khusus yang menyimpang
dari hukum umum).
3) Perbuatan hukum dibagi menjadi perbuatan hukum sepihak dan
perbuatan hukum ganda. Perbuatan hukum sepihak hanya memerlukan
kehendak dan pernyataan kehendak untuk menimbulkan akibat hukum
dari satu subjek saja. Sedangkan perbuatan hukum ganda memerlukan
kehendak dan pernyataan kehendak dari dua subjek hukum yang
ditujukan untuk adanya akibat hukum yang sama.
4) Secara prinsipiil badan hukum berbeda dengan manusia pribadi.
Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
a) Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai
akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati, sedangkan badan hukum
adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat
dibubarkan oleh pembentuknya.
b) Manusia pribadi mempunyai kelamin sehingga ia dapat kawin, dapat
beranak, sedangkan badan hukum tidak.
c) Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum
tidak dapat.
5) Menurut ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi
badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu
a) badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, seperti badan-badan
pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara;
b) badan hukum yang diakui oleh pemerintah, seperti Perseroan
Terbatas dan Koperasi;
c) badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu
yang bersifat idiil, seperti Yayasan.
Ditinjau dari wewenang yang diberikan kepada badan hukum, maka
badan hukum itu dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu
a) badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang
dibentuk oleh pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum
publik, seperti departemen, provinsi, lembaga-lembaga negara dan
sebagainya;
1.20 HUKUM BISNIS e
b) badan hukum privat (keperdataan), yaitu badan hukum yang
dibentuk oleh pemerintah maupun swasta dan diberi wewenang
menurut hukum perdata, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi.
Ditinjau dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh badan
hukum tersebut, maka badan hukum keperdataan dapat diklasifikasikan
menjadi tiga macam badan hukum, yaitu
a) badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, yaitu terdiri dari
Perusahaan Negara seperti Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan
dan Perusahaan Perseroan; serta Perusahaan Swasta yang terdiri dari
Perseroan Terbatas;
b) badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para
anggotanya, yaitu Koperasi;
c) badan hukum yang bertujuan idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan, yaitu Yayasan.
RANG KUMA N:..____________________
Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang
berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaan-
nya dengan suatu sanksi.
Hukum berupa norma-norma yang jumlahnya banyak, sehingga
untuk memahaminya diperlukan adanya pengelompokan norma-norma
secara praktis, yang disebut klasifikasi hukum.
Tujuan utama dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat
yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai
tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban
antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan
mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian
hukum.
Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu menjadi kenyataan apabila
kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Dengan
demikian hukum mempunyai arti apabila dapat diterapkan terhadap
peristiwa konkret. Konkretisasi hukum menjadi hak dan kewajiban itu
terjadi dengan perantaraan peristiwa hukum, yaitu peristiwa yang
mempunyai akibat hukum.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.21
Selanjutnya pendukung hak dan kewajiban itu adalah subjek hukum
yaitu orang, yang dapat terdiri dari manusia pribadi maupun badan
hukum.
TES FDRMATIF 1- - - - - - - - - - - - - - - -
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Hukum mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan antarindividu
dan antara individu dengan masyarakat. Ikatan-ikatan tersebut tercermin
dalam ....
A. ketertiban
B. keadilan
C. hak dan kewajiban
D. kepastian hukum
2) Untuk memberikan perlindungan, hukum mempunyai tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan pokok dari hukum adalah ....
A. ketertiban
B. keadilan
C. kepastian hukum
D. kemanfaatan
3) Teori yang merumuskan bahwa hukum mempunyai tujuan menjamin
kebahagiaan bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya,
adalah ....
A. teori etis
B. teori utilitis
C. teori campuran
D. teori Aristoteles
4) Di sebuah desa di Indonesia ada kasus tentang tuntutan masyarakat
kepada pemerintah karena ketiadaan sekolah di desa tersebut, sehingga
anak-anak tidak dapat menikmati haknya di bidang pendidikan.
Tuntutan masyarakat tersebut termasuk jenis tuntutan keadilan ....
A. justitia distributiva
B. justitia comutativa
C. justitia afialiatifa
D. justitia asosiativa
1.22 HUKUM BISNIS e
5) Bidang-bidang hukum yang termasuk dalam hukum perdata kecuali ....
A. Hukum Dagang
B. Hukum Adat
C. Hukum Islam
D. Hukum Agraria
6) Dalam lalu lintas hukum, yang merupakan perbuatan hukum sepihak
adalah ....
A. perjanjian jual beli mobil
B. pembuatan surat wasiat
C. perjanjian sewa-menyewa
D. perjanjian perdamaian
7) Pendukung hak dan kewajiban adalah orang, yang dapat berupa ....
A. manusia pribadi
B. Perseroan Terbatas
C. Koperasi
D. sub. A, B dan C benar semua
8) Pembedaan badan hukum menjadi badan hukum publik dan badan
hukum privat adalah pembedaan berdasarkan kriteria ....
A. eksistensinya
B. wewenangnya
C. sifatnya
D. tujuannya
9) Menurut ketentuan BW (KUH Perdata) mereka yang disebut di bawah
ini tidak cakap melakukan perbuatan hukum tertentu, kecuali ....
A. orang yang belum dewasa
B. orang yang sakit ingatan
C. orang yang ditaruh di bawah pengampuan
D. wanita dewasa yang tidak bersuami
10) Hak Paten, Merek dan hak Cipta termasuk dalamjenis benda ....
A. bergerak dan tidak berujud
B. tidak bergerak dan tidak berujud
C. bergerak dan berujud
D. tidak bergerak dan berujud
e EKMA431 6/MODUL 1 1.23
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
Jumlah Jawaban yang Benar
Tingkat penguasaan = - - - - - - - - - - - x 100%
Jumlah Soal
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.24 HUKUM BISNIS e
KEGIATAN BELA&JAR 2
Mengenal Hukum Bisnis
A. SISTEMATIKA KUH PERDATA
Hukum Perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan
hukum antara orang yang satu dengan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut
ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk memberikan pengertian
Hukum Perdata, adalah sebagai berikut.
1. Peraturan Hokum
Peraturan (baik tertulis maupun tidak tertulis) artinya rangkaian
ketentuan mengenai ketertiban, sedangkan hukum artinya segala peraturan
tertulis maupun tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap
yang melanggarnya.
2. Hubungan Hokum
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum, yaitu hak
dan kewajiban warga yang satu terhadap warga lainnya dalam hidup
bermasyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan hukum
adalah hak dan kewajiban hukum setiap warga dalam hidup bermasyarakat.
Hak dan kewajiban tersebut apabila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi
menurut hukum yang berlaku.
3. Orang
Orang adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi (natuurlijk
persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Manusia pribadi adalah gejala
alam, makhluk hidup ciptaan Tuhan yang mempunyai akal, kehendak dan
perasaan. Badan hukum adalah gejala yuridis, ciptaan manusia berdasarkan
hukum.
Berdasarkan definisi Hukum Perdata seperti tersebut di atas ada
beberapa pembedaan hukum perdata, yaitu sebagai berikut.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.25
a. Hukum perdata tertulis dan tidak tertulis
Hukum Perdata tertulis adalah hukum perdata yang dibuat oleh
pembentuk Undang-undang, dan diundangkan dalam Lembaran Negara.
Hukum Perdata tidak tertulis adalah hukum perdata yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat, dan dibuat oleh masyarakat. Hukum perdata
tidak tertulis ini biasa disebut dengan istilah "hukum adat".
b. Hukum perdata dalam arti luas dan dalam arti sempit
Hukum Perdata dalam arti luas meliputi hukum perdata, hukum dagang
dan hukum adat, sedangkan Hukum Perdata dalam arti sempit hanya meliputi
hukum perdata tertulis dikurangi hukum dagang.
c. Hukum perdata nasional dan internasional
Hukum Perdata Nasional adalah hukum perdata yang pendukung hak
dan kewajibannya memiliki kewarganegaraan yang sama yaitu warga negara
Indonesia. Hukum Perdata Internasional adalah salah satu pendukung hak
dan kewajibannya adalah warga negara asing.
Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat serta
mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan
kewajiban tersebut. Hukum Perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam
hidup bermasyarakat disebut dengan hukum perdata materiil, sedangkan
hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan
mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut dengan hukum perdata
formal atau hukum acara perdata.
Ruang lingkup hukum perdata materiil dibedakan antara pendapat
pembentuk undang-undang dengan pendapat doktrin. Menurut KUH Perdata
ruang lingkup hukum perdata materiil meliputi Buku I tentang Orang,
Buku II tentang Benda dan Buku III tentang Perikatan. Menurut doktrin,
ruang lingkup hukum perdata disesuaikan dengan siklus hidup manusia, yaitu
1) tentang orang
Manusia adalah penggerak kehidupan bermasyarakat, karena manusia
adalah pendukung hak dan kewajiban. Dengan demikian di dalam
hukum perdata materiil, yang pertama kali ditentukan adalah siapa
pendukung hak dan kewajiban itu. Dalam lalu lintas hukum, pendukung
hak dan kewajiban itu dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum,
yang kesemuanya tercakup dalam pengertian hukum tentang orang.
1.26 HUKUM BISNIS e
2) tentang keluarga
Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan dalam jenis kelamin pria
dan wanita serta mereka selalu hidup berpasang-pasangan. Hubungan
antara pria dan wanita itu terikat dalam suatu perkawinan, yang
akibatnya dapat melahirkan keturunan atau anak. Dengan demikian
hukum perdata materiil mengatur tentang hukum keluarga.
3) tentang harta kekayaan
Dalam kehidupan ini manusia memiliki kebutuhan, di mana kebutuhan
tersebut hanya dapat dipenuhi dengan bekerja dan berusaha melalui
interaksi dengan manusia lainnya. Dengan demikian untuk mendapatkan
harta benda manusia mengadakan perikatan dengan manusia lainnya, itu
semua merupakan bagian dari hukum harta kekayaan.
4) tentang pewarisan
Manusia hidup tidak abadi, pada suatu saat nanti ia akan mati. Dalam hal
yang demikian akan ada peralihan harta kekayaan dari si mati kepada
orang yang ditinggalkan. Dengan demikian hukum perdata materiil
mengatur tentang pewarisan.
Sumber hukum perdata dapat dibedakan menjadi sumber hukum dalam
arti formal dan sumber hukum dalam arti materiil. Sumber hukum dalam arti
formal berdasarkan sejarahnya, hukum perdata adalah peninggalan dari
pemerintah kolonial Belanda yang termuat di dalam Burgerlijk Wetboek
(BW), yang oleh Subekti diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUH Perdata). Berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945, maka BW masih terus berlaku sepanjang belum diganti
dengan yang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber hukum dalam arti formal
berdasarkan pembentuknya, maka BW atau KUH Perdata dibentuk oleh
pendiri Negara Republik Indonesia, karena Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 yang memberlakukan BW merupakan bentukan dari pendiri Negara RI.
Sumber hukum perdata dalam arti materiil adalah tempat di mana
Hukum Perdata itu dapat diketemukan, yaitu Staatsblad atau Lembaran
Negara di mana ketentuan tentang Hukum Perdata dapat dibaca. Keputusan
Hakim yang sudah mempunyai kekuatan yang pasti yang sering disebut
dengan istilah Yurisprudensi termasuk sumber hukum perdata dalam arti
materiil, karena memuat ketentuan-ketentuan hukum perdata.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.27
B. SISTEMATIKA KUHD
Hukum Bisnis bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang diberlakukan sejak tahun
1948 berdasarkan asas konkordansi. Kedua kitab tersebut merupakan sumber
hukum yang terkodifikasi.
Sistematika KUHD terdiri dari:
1. dagang umumnya (10 bab)~
2. hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang tertib dalam pelayaran (13 bab).
Sumber hukum dari hukum bisnis di Indonesia meliputi:
1. KUHD yang belum banyak berubah
Ketentuan-ketentuan dalam KUHD yang masih berlaku adalah
pengaturan tentang:
a. keagenan dan distributor (makelar dan komisioner)~
b. surat berharga (wesel, cek dan aksep)~
c. pengangkutan laut.
2. KUHD yang sudah banyak berubah
Ketentuan-ketentuan dalam KUHD yang pada prinsipnya masih berlaku,
telah banyak berubah adalah pengaturan mengenai:
a. pembukuan dagang;
b.
•
asurans1.
3. KUHD yang sudah diganti dengan peraturan perundang-undangan yang
baru
Ketentuan KUHD yang sudah diganti dengan peraturan perundang-
undangan yang baru meliputi:
a. perseroan terbatas;
b. pembukuan Perseroan.
4. KUH Perdata yang belum banyak diubah.
Ketentuan KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku meliputi
pengaturan tentang:
a. kontrak;
b. hipotik atas kapal.
1.28 HUKUM BISNIS e
5. KUH Perdata yang sudah banyak diubah.
Ketentuan dalam KUH Perdata yang masih berlaku, tetapi sudah banyak
berubah adalah pengaturan mengenai perkreditan.
6. KUH Perdata yang sudah diganti dengan peraturan perundang-undangan
yang baru.
Ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis
meliputi:
a. hak tanggungan;
b. perburuhan.
7. Perundang-undangan yang tidak terkait dengan KUHD maupun KUH
Perdata.
Ketentuan yang tidak terkait dengan KUH Perdata atau KUHD antara
lain ketentuan-ketentuan tentang:
a. perusahaan go public;
b. penanaman modal asing;
c. kepailitan;
d. akuisisi dan merger;
e. pembiayaan;
f. hak Kekayaan Intelektual;
g. persaingan Usaha Tidak Sehat;
h. perlindungan Konsumen.
C. PENGERTIAN HUKUM BISNIS
Secara konvensional dalam ilmu hukum khususnya yang berkenaan
dengan masalah bisnis, yang banyak dibicarakan orang hanyalah Hukum
Dagang saja. Hal ini terbukti bahwa sejak duduk di bangku universitas
mengenai istilah-istilah dan kegiatan bisnis yang diajarkan adalah Hukum
Dagang sebagai terjemahan dari istilah Trade Law dan sesekali dipergunakan
juga istilah Hukum Perniagaan sebagai terjemahan dari Commercial Law.
Istilah Hukum Dagang biasanya hanya mengacu pada ketentuan-
ketentuan yang ada di dalam Wetboek van Koophandel (WvK) yang di
Indonesia diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD). Padahal di dalam kenyataannya banyak ketentuan-ketentuan yang
tersebar di luar KURD yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan
e EKMA431 6/MODUL 1 1.29
perdagangan pada umumnya, seperti ketentuan tentang Pasar Modal,
perbankan, jual beli perusahaan, perdagangan intemasional, penanaman
modal asing, pajak dan lain sebagainya. Dengan demikian ketentuan-
ketentuan yang mengatur tentang bisnis dan perdagangan sudah begitu
luasnya sehingga tidak tercakup dalam pembahasan Hukum Dagang. Oleh
karena itu dalam perkembangannya semua ketentuan tersebut dicakup dalam
satu lingkup baru yaitu Hukum Bisnis yang merupakan terjemahan dari
istilah Business Law.
Mengenai ruang lingkup dari hukum bisnis, berdasarkan istilahnya itu
sendiri sudah menjelaskan dengan sendirinya bahwa hukum bisnis itu tidak
lain merupakan hukum yang berkaitan dengan suatu bisnis. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan kata bisnis adalah suatu usaha dagang, urusan dan
lain sebagainya. Sehingga bisnis itu secara umum berarti suatu kegiatan
dagang, industri atau keuangan. Semua kegiatan tersebut dihubungkan
dengan produksi dan pertukaran barang atau jasa, dan urusan-urusan
keuangan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan ini. Oleh karena itu, suatu
perusahaan dalam salah satu cabang kegiatan, atau suatu pengangkutan atau
urusan yang dihubungkan dengan kegiatan bisnis.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan Hukum Bisnis
adalah Hukum Perikatan yang khusus timbul dalam lapangan bisnis atau
lapangan perusahaan pada umumnya. Hubungan antara lapangan hukum
bisnis dengan lapangan hukum perdata sama dengan hubungan antara KUH
Perdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) dengan KUHD (Kitab
Undang-undang Hukum Dagang) dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang mengatur tentang hukum bisnis, misalnya: UU Perseroan Terbatas (PT),
UU Pasar Modal, UU Perbankan, yang merupakan peraturan perundang-
undangan di bidang bisnis yang berada di luar KUHD. Mengenai hubungan
antara KUH Perdata dengan KUHD dan peraturan perundangan di bidang
bisnis yang lain berlaku adagium: Lex specialis derogat legi generali. Hukum
khusus mengesampingkan hukum umum atau hukum khusus menghapuskan
hukum umum.
Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyarakat.
Oleh karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional
hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Apabila dilihat secara sosiologis perangkat aturan
hukum telah menjelmakan dirinya menjadi responsive law. Selanjutnya
1.30 HUKUM BISNIS e
hukum berkembang dari repressive law menjadi autonomous law dan
kemudian berbentuk responsive law.
Dalam merespons kepentingan masyarakat, hukum tidak selalu hanya
menyediakan perangkatnya persis seperti apa yang terjadi dalam masyarakat.
Hukum bahkan harus juga memberi bentuk kepada masyarakat, yaitu
menyediakan platform ke arah tujuan pembangunan masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian hukum tidak semata-mata reaktif melainkan mesti juga pro
aktif. Dalam konteks ini, hukum akan berperan secara tut wuri handayani,
atau yang dikenal juga dengan istilah tool ofsocial engineering.
Fenomena yang berkembang dalam lapangan hukum bisnis, frekuensi
perubahan hukum cukup tinggi, hal ini disebabkan karena kegiatan bisnis itu
sendiri berkembang dengan pesat. Bahkan sedemikian pesatnya sehingga
menyebabkan hukum bisnis sering kali harus tertinggal jauh di belakang dari
kegiatan bisnis itu sendiri. Fenomena lain yang perlu untuk dikaji adalah
kenyataan bahwa keluhan-keluhan para pelaku bisnis di dalam praktek yang
terjadi tidak hanya terhadap bidang-bidang bisnis yang masih diatur oleh
aturan zaman Hindia Belanda seperti KURD atau KUH Perdata, ataupun
terhadap aturan-aturan yang tergolong relatif baru seperti UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan atau UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
--____........
LATI HAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan benda dan sebutkan
macam-macam pembedaan benda beserta arti pentingnya!
2) Sebutkan letak pengaturan dan luas lapangan Hukum Perdata Indonesia!
3) Sebutkan dan jelaskan apa saja yang merupakan sumber hukum perdata
materiil di Indonesia!
4) Bagaimanakah hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Bisnis?
Dimanakah ketentuan-ketentuan Hukum Bisnis dapat diketemukan?
5) Jelaskan secara singkat apa bedanya penggunaan istilah Hukum Dagang
dengan Hukum Bisnis!
e EKMA431 6/MODUL 1 1.31
Petunjuk Jawaban Latihan
1) Menurut Pasal 499 KUH Perdata yang dimaksud dengan benda adalah
setiap barang dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik.
Benda itu sendiri dapat dibedakan macam-macamnya beserta arti
pentingnya sehubungan dengan perbuatan terhadap benda yang
bersangkutan, sebagai berikut.
a) Benda dapat dibedakan menjadi benda berwujud dan benda tidak
berwujud.
b) Benda dapat dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak
bergerak.
c) Benda dapat dibedakan menjadi benda dipakai habis dan benda
tidak dipakai habis.
d) Benda dapat dibedakan menjadi benda sudah ada dan benda akan
ada.
e) Benda dapat dibedakan menjadi benda dalam perdagangan dan
benda di luar perdagangan.
f) Benda dapat dibedakan menjadi benda dapat dibagi dan tidak dapat
dibagi.
g) Benda dapat dibedakan menjadi benda terdaftar dan benda tidak
terdaftar.
2) Hukum Perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup
bermasyarakat disebut dengan hukum perdata materiil, sedangkan
hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan
mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut dengan hukum perdata
formal atau hukum acara perdata.
Ruang lingkup hukum perdata materiil dibedakan antara pendapat
pembentuk undang-undang dengan pendapat doktrin. Menurut KUH
Perdata ruang lingkup hukum perdata materiil meliputi Buku I tentang
Orang, Buku II tentang Benda dan Buku III tentang Perikatan. Menurut
doktrin, ruang lingkup hukum perdata disesuaikan dengan siklus hidup
manusia, yaitu
a) tentang orang,
b) tentang keluarga,
c) tentang harta kekayaan,
d) tentang pewarisan.
1.32 HUKUM BISNIS e
3) Sumber hukum perdata dalam arti materiil adalah tempat di mana
Hukum Perdata itu dapat diketemukan, yaitu Staatsblad atau Lembaran
Negara di mana ketentuan tentang Hukum Perdata dapat dibaca.
Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan yang pasti yang
sering disebut dengan istilah Yurisprudensi termasuk sumber hukum
perdata dalam arti materiil, karena memuat ketentuan-ketentuan hukum
perdata.
4) Mengenai hubungan antara KUH Perdata dengan KUHD dan peraturan
perundangan di bidang bisnis yang lain berlaku adagium: Lex specialis
derogat legi generali: Hukum khusus mengesampingkan hukum umum
atau hukum khusus menghapuskan hukum umum.
KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hukum bisnis,
misalnya: UU Perseroan Terbatas (PT), UU Pasar Modal, UU
Perbankan, yang merupakan peraturan perundang-undangan di bidang
bisnis yang berada di luar KUHD.
5) lstilah Hukum Dagang biasanya hanya mengacu pada ketentuan-
ketentuan yang ada di dalam KUHD. Padahal di dalam kenyataannya
banyak ketentuan-ketentuan yang tersebar di luar KUHD yang mengatur
tentang kegiatan bisnis dan perdagangan pada umumnya, seperti
ketentuan tentang Pasar Modal, perbankan, jual beli perusahaan,
perdagangan intemasional, penanaman modal asing, pajak dan lain
sebagainya. Dengan demikian ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang bisnis dan perdagangan sudah begitu luasnya sehingga tidak
tercakup dalam pembahasan Hukum Dagang. Oleh karena itu, dalam
perkembangannya semua ketentuan tersebut dicakup dalam satu lingkup
baru yaitu Hukum Bisnis.
RANGKUMAN
------------------------------------
Objek dari hubungan hukum adalah benda, yaitu setiap barang atau
hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Menurut sifatnya benda itu
dibedakan menjadi benda berwujud atau barang dan benda tidak
berwujud atau hak. Selanjutnya benda juga dapat dibedakan menjadi
benda bergerak dan tidak bergerak, benda dipakai habis dan tidak
dipakai habis, benda sudah ada dan benda akan ada, benda dalam
e EKMA431 6/MODUL 1 1.33
perdagangan dan benda di luar perdagangan, benda dapat dibagi dan
tidak dapat dibagi, benda terdaftar dan benda tidak terdaftar.
Salah satu lapangan hukum yang mengatur hubungan-hubungan
antara individu yang satu dengan lainnya adalah Hukum Perdata, yang
mempunyai luas lapangan berdasarkan siklus hidup manusia yaitu,
hukum tentang orang, hukum keluarga, hukum harta kekayaan (hukum
benda dan hukum perikatan) dan hukum waris. Bagian dari Hukum
Perdata yang khusus mengatur kegiatan dalam dunia perniagaan adalah
Hukum Bisnis. Dengan demikian hubungan antara Hukum Perdata
dengan Hukum Bisnis adalah hubungan antara hukum umum (Hukum
Perdata) dan hukum khusus (Hukum Bisnis), sehingga di antara
keduanya berlaku asas Lex specialis derogat legi generalis.
TES FDRMATIF 2-------------------------------
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1) Objek di dalam suatu hubungan hukum adalah benda, yang dapat
berupa ....
A. barang
B. hak
C. benda berwujud
D. semua benar
2) Benda yang menurut sifatnya tidak dapat diraba dengan panca indera
adalah ....
A. barang
B. hak
C. benda bergerak
D. benda tidak bergerak
3) Benda yang pembebanannya dengan menggunakan lembaga gadai
adalah ....
A. semua benda
B. semua hak
C. benda bergerak
D. benda tidak bergerak
4) Benda yang penyerahannya dilakukan dengan balik nama adalah ....
A. benda tidak berwujud
B. benda tidak bergerak
1.34 HUKUM BISNIS e
C. benda tidak dipakai habis
D. benda tidak dapat dibagi
5) Hukum Perdata adalah semua peraturan yang mengatur hubungan
hukum antara ....
A. individu yang satu dengan lainnya
B. individu dengan penguasa negara
C. individu dengan negara
D. semua benar
6) Hubungan antara orang tua dengan anak diatur di dalam lapangan hukum
tentang ....
A. orang
B. keluarga
C. harta kekayaan
D. waris
7) Menemukan Hukum Perdata melalui Yurisprudensi berarti menemukan
hukum melalui sumber hukum dalam arti ....
A. formal
B. sejarah asalnya
C. pembentuknya
D. tempatnya
8) Menemukan Hukum Perdata melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 berarti menemukan hukum melalui sumber hukum dalam arti ....
A. formal
B. sejarah asalnya
C. pembentuknya
D. semua benar
9) Kegiatan-kegiatan berikut ini yang merupakan kegiatan bisnis adalah ....
A. kegiatan perdagangan
B. kegiatan perindustrian
C. kegiatan keuangan
D. semua benar
10) Hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Bisnis berlaku asas lex
specialis derogat legi generalis, artinya ....
A. hukum perdata bersifat umum dan Hukum Bisnis bersifat khusus
B. hukum perdata mengalahkan Hukum Bisnis
e EKMA431 6/MODUL 1 1.35
C. hukum bisnis mengalahkan Hukum Perdata
D. hukum bisnis adalah Hukum Perdata khusus
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.
Jumlah Jawaban yang Benar
Tingkat penguasaan = - - - - - - - - - - - x 100%
Jumlah Soal
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% =baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.36 HUKUM BISNIS e
Kunci Jawaban Tes Formatif
Tes Formatif1 Tes Formatif2
1) C. 1) D.
2) A. 2) B.
3) B. 3) C.
4) A. 4) B.
5) D. 5) A.
6) B. 6) B.
7) D. 7) D.
8) B. 8) D.
9) D. 9) D.
10) A. 10) C.
e EKMA431 6/MODUL 1 1.37
Daftar Pustaka
Fuady, Munir. (1996). Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
........................, (2005), Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di
Era Global, Bandung, Citra Aditya Bakti.
Mertokusumo, Sudikno. (1988). Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty.
Muhammad, Abdulkadir. (1990). Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Rahardjo, Satjipto. (1991). Ilmu Hukum. Jakarta: Citra Aditya Bakti.
Subekti dan R. Tjitrosudibio. (1992). Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Jakarta: Pradnya Paramita.
MDDUL 2
Hukum Perjanjian dan Asuransi
Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.
PENDAHULUAN
alam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis, kita tidak
pernah lepas dari permasalahan perjanjian. Oleh karenanya, kita harus
memiliki ilmu mendasar tentang perjanjian. Hukum Perjanjian yang akan
dibahas dalam Modul 2 ini, adalah suatu pembahasan khusus tentang bagian
hukum dari Hukum Perdata dan Hukum Asuransi.
Modul 2 ini akan memberikan pengetahuan rnengenai dasar-dasar
hubungan hukurn yang tirnbul dalarn kegiatan bisnis dan rnerupakan dasar
dari rnodul-rnodul selanjutnya.
Setelah rnempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan
tentang:
1. pengertian perjanjian;
• ••
asas-asas perJallJian;2.
3. syarat sahnya perjanjian;
4. jenis-jenis perjanjian;
5. wanprestasi dan akibatnya;
6. hapusnya perjanjian.
pengertian asuransi;
polis;
•
7.
8.
9. macarn-macam asurans1.
2.2 HUKUM BISNIS e
KEGIATAN BELA&JAR 1
Hukum Perjanjian
A. PENGERTIAN DAN PENGATURAN PERJANJIAN
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst, yang
berasal dari kata kerja overeenkomen yang berarti setuju atau sepakat.
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata "Suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih".
Perumusan tersebut oleh para sarjana dianggap kurang memuaskan,
karena dianggap mengandung kelemahan-kelemahan yaitu berikut ini.
1. Kata " .... Suatu perbuatan ...." dapat meliputi perbuatan hukum yaitu
perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum dan perbuatan biasa
yaitu perbuatan yang tidak menimbulkan akibat hukum. Sedangkan
perjanjian merupakan perbuatan hukum, karena akibat hukum yang
timbul dari suatu perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak. Oleh
karena itu, kata perbuatan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut lebih
tepat apabila diganti dengan kata "perbuatan hukum",
2. Pasal 1313 KUH Perdata tersebut kurang lengkap, sebab hanya
menggambarkan perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat dilihat dari
perumusan: " ..... satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih". Perumusan tersebut seolah-olah memberikan
pengertian bahwa di satu pihak hanya ada kewajiban, sedangkan di pihak
yang lain hanya ada hak saja. Perjanjian yang demikian merupakan
perjanjian sepihak. Pada hal yang dimaksudkan oleh Pasal 1313 KUH
Perdata termasuk perjanjian yang timbal balik. Oleh karena itu, agar
dapat mencakup baik perjanjian sepihak maupun perjanjian timbal balik,
maka sebaiknya perumusannya ditambah dengan kata-kata: "... atau
kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya ...",
3. Perumusan Pasal 1313 KUH Perdata itu dianggap terlalu luas, karena
dari perumusan pasal tersebut dapat termasuk di dalamnya perbuatan-
perbuatan dalam lapangan hukum keluarga. Sedangkan yang
dimaksudkan adalah hanya perbuatan dalam lapangan hukum harta
kekayaan saja.
e EKMA431 6/MODUL 2 2.3
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut maka beberapa sarjana
kemudian memberikan batasan pengertian perjanjian. Subekti memberikan
pengertian perjanjian sebagai berikut. "Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal".
Menurut Sudikno Mertokusumo, "Perjanjian adalah hubungan hukum
antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum". Maksudnya bahwa dua pihak tersebut sepakat untuk
menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang harus
mereka laksanakan. Kesepakatan tersebut untuk menimbulkan akibat hukum
yaitu hak dan kewajiban. Dan apabila hak dan kewajiban tersebut dilanggar
maka akibat hukumnya bagi si pelanggar akan dikenakan sanksi.
Kemudian R. Setiawan yang menerjemahkan overeenkomst sebagai
persetujuan menyatakan bahwa "persetujuan adalah suatu perbuatan hukum
di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih." Menurutnya penggunaan istilah
persetujuan tersebut lebih tepat mengingat KUH Perdata menganut asas
konsensualisme atau dengan kata lain overeenkomst pada asasnya terjadi
dengan adanya kata sepakat dan kata sepakat itu timbul karena adanya
kesesuaian kehendak di antara para pihak.
Dari beberapa perumusan mengenai perjanjian di atas maka tersimpul
adanya unsur-unsur perjanjian sebagai berikut.
1. Adanya dua pihak atau lebih.
2. Adanya kata sepakat di antara para pihak.
3. Adanya akibat hukum yang ditimbulkan berupa hak dan kewajiban atau
melakukan suatu perbuatan.
Berdasarkan unsur-unsur perjanjian tersebut, penulis berpendapat bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih yang
saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan hak dan kewajiban.
Penggunaan istilah perbuatan hukum lebih tepat, hal ini disebabkan jika
menggunakan istilah peristiwa hukum pengertiannya cenderung merupakan
sesuatu hal yang tidak dikehendaki (walaupun ada kalanya sesuatu itu
dikehendaki) oleh para pihak padahal dalam perjanjian hak dan kewajiban
yang timbul memang dikehendaki oleh para pihak. Sedangkan apabila
menggunakan istilah hubungan hukum maka pengertiannya terlalu luas sebab
2.4 HUKUM BISNIS e
hak dan kewajibannya timbul selain karena perjanjian juga karena undang-
undang.
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka artinya bahwa setiap orang
boleh mengadakan perjanjian mengenai apa saja baik yang sudah ada
ketentuannya dalam undang-undang maupun yang belum ada ketentuannya,
asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Konsekuensi dari adanya sistem terbuka tersebut bahwa hukum perjanjian
bersikap sebagai hukum pelengkap. Artinya bahwa pasal-pasal yang terdapat
dalam buku III KUH Perdata boleh dikesampingkan berlakunya manakala
para pihak telah membuat ketentuan sendiri. Dan sebaliknya apabila para
pihak tidak menentukan lain maka berlakukah ketentuan yang terdapat dalam
buku III KUH Perdata. Dikatakan sebagai hukum pelengkap karena pasal-
pasal dari hukum perjanjian itu dapat dikatakan melengkapi perjanjian-
perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap. Biasanya para pihak yang
mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua
persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu karena para pihak hanya
menyetujui hal-hal yang pokok saja dengan tidak memikirkan soal-soal
lainnya.
Di samping bersifat sebagai hukum pelengkap, hukum perjanjian juga
bersifat konsensuil artinya perjanjian itu terjadi sejak saat terjadinya kata
sepakat di antara para pihak mengenai pokok perjanjian. Maka dalam hal ini
perjanjian itu dapat dibuat secara lisan saja dan dapat juga dalam bentuk
tertulis berupa akta jika dikehendaki sebagai alat bukti.
Sedangkan sifat hukum perjanjian yang lain adalah obligatoir
maksudnya bahwa dengan adanya perjanjian tersebut hanya menimbulkan
hak dan kewajiban saja bagi para pihak dan belum mengakibatkan
berpindahnya hak milik tersebut. Hak milik baru berpindah setelah terjadinya
penyerahan atau levering.
Untuk mengetahui hubungan antara perjanjian dengan perikatan maka
akan diuraikan sedikit mengenai perikatan.
Perikatan berasal dari bahasa Belanda "verbintenis." Verbintenis sendiri
berasal dari kata kerja verbinden yang berarti mengikat. Ada sarjana yang
menerjemahkan verbintenis sebagai perikatan, perutangan. Dalam modul ini
penulis setuju menggunakan istilah perikatan sebagai terjemahan verbintenis,
karena untuk istilah perutangan sering kali memberikan kesan bahwa ada
suatu utang-piutang uang antara para pihak. Mengenai perikatan diatur di
dalam buku III KUH Perdata, tetapi tidak ada satu pasal pun di dalamnya
e EKMA431 6/MODUL 2 2.5
yang memberikan definisi perikatan. Oleh karena itu, para sarjana
memberikan definisi sendiri.
Subekti mendefinisikan perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan itu.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, "perutangan adalah
merupakan hubungan hukum yang atas dasar itu seseorang dapat
mengharapkan suatu prestasi dari seseorang yang lain bila perlu dengan
perantaraan hakim."
Menurut Abdul Kadir Muhammad yang mendefinisikan perikatan
sebagai suatu hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan
orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para sarjana di atas, dapat
disimpulkan bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak
atau lebih, dalam lapangan hukum harta kekayaan, di mana pihak yang satu
berkewajiban untuk memberikan prestasi kepada pihak lain dan pihak yang
lain berhak atas prestasi tersebut.
Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa suatu perjanjian
mempunyai hubungan dengan perikatan karena perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Dengan diadakan suatu perjanjian maka akan menimbulkan
hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan, di mana pihak
yang satu berhak menuntut suatu hal dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian merupakan salah
satu sumber dari perikatan di samping sumber-sumber lain. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa "tiap-
tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-
undang."
Mengenai hal ini Subekti berpendapat bahwa perikatan mempunyai
pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian merupakan suatu hal yang
konkret atau merupakan suatu peristiwa. Beliau juga menyatakan bahwa
perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh kedua belah
pihak yang membuat perjanjian sedangkan perikatan yang lahir dari undang-
undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang
bersangkutan.
2.6 HUKUM BISNIS e
Mengenai perjanjian diatur di dalam Bab II Buku III KUH Perdata yang
berjudul tentang Perikatan-perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau
Perjanjian. Buku III KUH Perdata tersebut memuat 18 titel. Titel I- IV
memuat tentang perjanjian pada umumnya dan titel V- XVIII memuat tentang
perjanjian-perjanjian khusus.
B. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan asas
adalah hukum dasar atau dasar dari sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir
dan berpendapat atau cita-cita.
Pada bagian lain disebutkan bahwa pengertian asas sama dengan
pengertian Principle dalam bahasa Inggris, atau pengertian Leer dalam
bahasa Belanda di mana keduanya mempunyai arti sebagai teori atau ajaran
pokok. Sedangkan menurut Prof. Sudikno, yang dimaksud dengan asas
hukum adalah suatu pikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangi
pembentukan hukum positif. Dengan demikian asas hukum tersebut pada
umumnya tidak tertuang di dalam peraturan yang konkret akan tetapi
hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatarbelakangi
pembentukannya. Hal ini disebabkan sifat dari asas tersebut adalah abstrak
dan umum.
Adapun asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah sebagai
berikut.
1. Asas Konsensualisme
Asas ini berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian. Istilah
konsensualisme berasal dari kata "konsensus" yang berarti kesepakatan atau
persetujuan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa di antara para pihak
yang bersangkutan telah tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa
yang dikehendaki oleh pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak yang lain
meskipun secara timbal balik. Kedua kehendak itu bertemu dalam "sepakat"
tersebut.
Mengenai asas konsensualisme dapat dijumpai dalam Pasal 1320 butir 1
jo Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengatakan bahwa "semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya". Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya perjanjian telah lahir sejak saat tercapainya
e EKMA431 6/MODUL 2 2.7
kesepakatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata
lain, perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai kesepakatan dari para pihak
mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian dan tidak perlu
adanya formalitas tertentu selain yang telah ditentukan undang-undang.
Hukum perjanjian menganut asas konsensualisme karena asas tersebut
dipandang sebagai puncak peningkatan martabat manusia artinya bahwa
dengan diletakkannya kepercayaan pada perkataan orang maka orang tersebut
ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya sebagai manusia.
Terhadap asas konsensualisme itu ada perkecualiannya yaitu oleh
Undang-undang ditetapkan formalitas tertentu untuk beberapa macam
perjanjian dengan ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak
memenuhi bentuk yang ditetapkan, seperti misalnya perjanjian:
a. penghibahan yang berupa benda tak bergerak harus dengan akta notaris;
b. perdamaian harus dengan bentuk tertulis;
c. kerja di laut harus dengan akta.
Perjanjian-perjanjian yang pembuatannya menggunakan formalitas
tertentu disebut perjanjian formil. Di samping itu ada juga pengecualian dari
asas konsensualisme yaitu pada perjanjian riil. Dalam perjanjian riil ini
lahirnya perjanjian tidak pada saat adanya kata sepakat, tetapi pada saat
barang atau objek diserahkan secara nyata, misalnya dalam perjanjian
penitipan.
2. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak ini erat sekali kaitannya dengan isi, bentuk
dan jenis dari perjanjian yang dibuat. Asas ini terdapat dalam Pasal 1338
ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa "semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya". Asas ini dapat disimpulkan dari kata "semua" yang
mengandung 5 makna yaitu setiap orang bebas:
a. untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian;
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
c. menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya;
d. menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya;
e. untuk mengadakan pilihan hukum, maksudnya yaitu bebas untuk
memilih pada hukum mana perjanjian yang dibuatnya akan tunduk.
2.8 HUKUM BISNIS e
Dengan adanya asas kebebasan berkontrak menyebabkan timbulnya
berbagai macam perjanjian dalam masyarakat sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Bahkan perjanjian yang timbul dalam
masyarakat (perjanjian tidak bernama) lebih banyak daripada perjanjian
bernama yang ada dalam buku III KUH Perdata.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang pesat timbullah perjanjian-
perjanjian yang bentuk dan isinya sudah dibakukan serta dibuat secara massal
(standarisasi kontrak). Di dalam perjanjian-perjanjian standar ini pihak
lawan hanya tinggal disodori dan diminta persetujuannya dan pihak lawan
tidak mempunyai kebebasan untuk tawar-menawar. Apabila ia setuju berarti
ia menerima seluruh isi kontrak dan jika ia tidak setuju berarti ia tidak
menerima seluruh isi kontrak.
Adanya kemajuan tersebut maka kebebasan berkontrak dibatasi dengan
campur tangan penguasa yang bertindak sebagai pelindung terhadap pihak
yang secara ekonomis lebih lemah kedudukannya, misalnya besarnya suku
bunga sudah ditentukan oleh pemerintah.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini berhubungan dengan akibat suatu perjanjian dan diatur dalam
Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH perdata. Asas tersebut dapat disimpulkan
d . k "art ata ... berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya."
Dengan adanya asas pacta sunt servanda berarti para pihak harus
menaati perjanjian yang telah mereka buat seperti halnya menaati undang-
undang, maksudnya yaitu apabila di antara para pihak ada yang melanggar
perjanjian tersebut maka pihak tersebut dianggap melanggar Undang-
undang, yang tentunya akan dikenai sanksi hukum. Oleh karena itu, akibat
dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian tidak dapat ditarik tanpa
persetujuan pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH
Perdata yaitu "suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-
undang dinyatakan cukup untuk itu."
Adapun nama lain dari asas pacta sunt servanda yaitu asas kepastian
hukum. Dengan adanya kepastian hukum maka para pihak yang telah
menjanjikan sesuatu akan memperoleh jaminan yaitu apa yang telah
diperjanjikan itu akan dijamin pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam asas
ini tersimpul kewajiban bagi pihak ketiga (hakim) untuk menghormati
e EKMA431 6/MODUL 2 2.9
perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak, artinya hakim tidak boleh
mencampuri yaitu tidak menambah dan mengurangi isi perjanjian dan juga
tidak menghilangkan kewajiban-kewajiban kontraktual yang timbul dari
perjanjian itu.
4. Asas ltikad Baik
Asas itikad baik berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Asas ini
menghendaki bahwa apa yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut harus
dilaksanakan dengan memenuhi tuntutan keadilan dan tidak melanggar
kepatutan. Kepatutan di dalam perjanjian dimaksudkan agar jangan sampai
pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak tetapi harus ada
keseimbangan antara berbagai kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan.
Sedangkan keadilan maksudnya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa
yang sudah diperjanjikan namun untuk pemenuhan janji tersebut harus
memperhatikan norma-norma yang berlaku.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yaitu
"suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik." Itikad baik
mempunyai dua pengertian yaitu berikut ini.
a. Itikad baik dalam arti subjektif
Itikad baik dalam arti subjektif dapat diketemukan dalam lapangan
hukum benda dan dalam hukum perikatan. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal1977 KUH Perdata mengenai kedudukan berkuasa dan dalam Pasal531
KUH Perdata. ltikad baik di sini dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang
dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap
batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum.
b. Itikad baik dalam arti objektif
Itikad baik dalam arti objektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian
harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasakan sesuai
dengan yang patut dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut
harus tetap berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan serta harus berjalan di atas rel yang benar. Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata memberikan suatu kekuasaan pada hakim untuk mengawasi
pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai pelaksanaannya tersebut
melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan, namun, tentu saja ada
batas-batasnya.
2.1Q HUKUM BISNIS e
5. Asas Kepribadian
Asas ini berhubungan dengan subjek yang terikat dalam suatu perjanjian.
Salah satu asas dalam perjanjian yang berhubungan erat dengan asas pacta
sunt servanda adalah asas kepribadian dalam perjanjian. Kedua asas ini
dikatakan mempunyai hubungan erat karena dalam asas pacta sunt servanda
menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak mengikat mereka
seperti undang-undang. Sedangkan pada asas kepribadian menyatakan
bahwa yang terikat dalam perjanjian hanya para pihak yang membuat
perjanjian saja, tidak termasuk pihak di luar perjanjian (pihak ketiga).
Asas kepribadian dalam perjanjian ini dalam KUH Perdata diatur dalam
Pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Suatu perjanjian hanya berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya." Dengan demikian dapat dibenarkan
bahwa dalam suatu perjanjian tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban
terhadap pihak ketiga, juga tidak boleh mendatangkan keuntungan atau
kerugian pada pihak ketiga kecuali telah ditentukan lain oleh undang-undang.
Pernyataan ini diatur dalam Pasal 1340 ayat (2) yang menyatakan bahwa
"suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak
dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang
diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata.
C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa untuk sahnya suatu
perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.
Dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, syarat pertama dan
kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut orang-orang atau subjek
yang mengadakan perjanjian. Syarat subjektif ini apabila tidak dipenuhi
dalam pembuatan perjanjian maka perjanjian tersebut dapat dimintakan
pembatalan (vernietigbaar) oleh pihak yang lemah yaitu pihak yang tidak
cakap atau pihak yang memberikan perizinan secara tidak bebas. Yang dapat
meminta pembatalan dalam hal seorang anak yang belum dewasa adalah anak
itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua atau walinya dan untuk
e EKMA431 6/MODUL 2 2.11
seseorang yang berada di bawah pengampuan maka yang meminta
pembatalan perjanjian adalah pengampunya. Sedangkan untuk seseorang
yang telah memberikan perizinannya secara tidak bebas maka orang itu
sendiri yang dapat meminta pembatalan perjanjian. Pembatalan perjanjian ini
tidak dapat selamanya dan menurut Pasal 1454 KUH Perdata ditentukan
sampai batas waktu tertentu yaitu 5 tahun. Dalam hal ketidakcakapan suatu
pihak, batas waktu tersebut dimulai sejak orang tersebut menjadi cakap
menurut hukum. Sedangkan dalam hal paksaan dinyatakan mulai berlaku
sejak hari paksaan itu telah berhenti, dan untuk kekhilafan atau penipuan
mulai berlaku sejak hari diketahuinya kekhilafan atau penipuan tersebut.
Namun demikian selama pembatalan tersebut belurn dilaksanakan maka
perjanjian itu masih tetap berlaku sebagai perjanjian yang sah dan mengikat
kedua belah pihak yang membuatnya. Sedangkan syarat yang ketiga dan
keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek yang menjadi isi
perjanjian. Apabila syarat objektif ini tidak dipenuhi di dalam pembuatan
suatu perjanjian maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya
perjanjian tersebut tanpa dimintakan pembatalannya oleh hakim sudah batal
dengan sendirinya atau dengan kata lain perjanjian tersebut dianggap tidak
pernah terjadi.
Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai syarat sahnya
• • •
perJanJian.
1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya
Sepakat merupakan pertemuan antara dua kehendak di mana kehendak
pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak yang lain.
Sepakat atau yang dikehendaki pihak yang lain. Sepakat atau persetujuan
kehendak di antara para pihak tersebut adalah mengenai hal-hal yang pokok
dalam suatu perjanjian. Dengan demikian mereka menghendaki sesuatu yang
berlainan satu sama lain secara timbal balik artinya pihak yang lain
mempertemukan kehendak yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan.
Kata sepakat dari para pihak dalam perjanjian harus berupa kesepakatan
yang bebas artinya benar-benar atas kemauan sukarela dari para pihak yang
mengadakan perjanjian sehingga sepakat yang diberikannya bukan karena
kekhilafan, paksaan atau penipuan. Apabila sepakat yang diberikan itu karena
kekhilafan, paksaan atau penipuan maka dapat dikatakan bahwa perjanjian
tersebut mengandung cacat kehendak.
2.12 HUKUM BISNIS e
Mengenai kekhilafan ini Pasal 1322 KUH Perdata menyatakan bahwa
kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila
kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok
• • •
perJanJian.
Kekhilafan itu tidak menjadi sebab batalnya, jika kekhilafan itu hanya
terjadi mengenai dirinya, orang dengan siapa seorang bermaksud membuat
suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena
mengingat dirinya orang tersebut.
Berdasarkan Pasal 1322 KUH Perdata tersebut, ada 2 jenis kekhilafan
yaitu
a. kekhilafan mengenai orang dengan siapa seseorang mengikatkan dirinya
(error in persona);
b. kekhilafan mengenai hakikat bendanya (error in substantia).
Selain kekhilafan, hal lain yang menyebabkan suatu kesepakatan tidak
sah adalah karena adanya paksaan. Pasal 1324 ayat (1) KUH Perdata
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan paksaan ialah apabila perbuatan
tersebut dapat menimbulkan rasa takut bagi orang yang berpikiran sehat, juga
menimbulkan rasa takut dan ancaman bagi dirinya maupun harta
kekayaannya. Dalam ayat duanya menyebutkan bahwa dalam hal paksaan
maka faktor usia, jenis kelamin, dan kedudukan seseorang juga diperhatikan.
Pembatalan perjanjian juga bisa didasarkan karena adanya penipuan
terhadap salah satu pihak sehingga karena adanya penipuan tersebut pihak
yang tertipu membuat perjanjian. Penipuan ini terjadi apabila salah satu pihak
dengan sengaja memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar disertai
dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawan agar memberikan
perizinannya. Apabila tidak dilakukan tipu muslihat tersebut maka pihak
yang lain tidak akan membuat perjanjian tersebut. Hal ini diterangkan dalam
Pasal 1328 KUH Perdata.
Sehubungan dengan adanya kemungkinan pemyataan kehendak yang
tidak selalu sama dengan kehendak, maka timbul persoalan mengenai cara
penentuan tercapainya kata sepakat. Cara yang sering digunakan untuk
menentukan terjadinya kata sepakat adalah dengan menggunakan berbagai
teori, yaitu berikut ini.
1) Teori kehendak (Wilstheorie)
Teori ini lebih menekankan pada faktor kehendak. Menurut teori ini, jika
ada pernyataan kehendak yang berbeda dengan kehendak yang
e EKMA431 6/MODUL 2 2.13
sesungguhnya maka pihak yang menyatakan kehendak tersebut tidak
terikat pada pemyataan tersebut.
2) Teori pernyataan (Verklaringstheorie)
Yang menjadi patokan dalam teori ini adalah apa yang dinyatakan oleh
para pihak. Dalam teori ini tidak memperhatikan apakah pernyataan
kehendak tersebut sama dengan kehendak yang sesungguhnya ataupun
tidak.
3) Teori kepercayaan (Vetrouwenstheorie)
Teori ini menyatakan bahwa kata sepakat terjadi jika ada pernyataan
kehendak yang secara objektif dapat dipercaya.
Di samping adanya persoalan mengenai cara penentuan tercapainya kata
sepakat, juga terdapat persoalan mengenai saat dan tempat terjadinya
kesepakatan yang melahirkan perjanjian. Hal ini berhubungan dengan adanya
kemungkinan terjadinya perjanjian tanpa hadirnya para pihak atau salah satu
pihak yang membuat perjanjian. Maka untuk pemecahan persoalan ini
digunakan berbagai teori yang ada di bawah ini.
a) Teori pemyataan (Vitingstheorie)
Menurut teori ini perjanjian terjadi pada saat pihak yang menerima
penawaran (akseptor) telah menulis surat jawaban yang menyatakan
bahwa ia menerima penawaran tersebut. Keberatan terhadap teori ini
adalah orang tidak dapat menetapkan secara pasti saat lahirnya suatu
perjanjian karena sulit untuk mengetahui dengan pasti dan sulit juga
untuk membuktikannya mengenai saat penulisan surat jawaban tersebut.
Di samping itu perjanjian sudah terjadi pada saat akseptor masih
mempunyai penuh atas surat jawaban tersebut. Dalam hal ini akseptor
dapat mengulur atau bahkan membatalkan akseptasinya, sedangkan
pihak yang menawarkan sudah terikat.
b) Teori pengiriman (Verzendingstheorie)
Teori ini mengemukakan bahwa perjanjian terjadi pada saat
dikirimkannya surat jawaban penerimaan penawaran oleh akseptor.
Adapun kelemahan dari teori ini adalah salah satu pihak (pihak yang
melakukan penawaran) tidak dapat mengetahui saat terjadinya
• • •
perJanJian.
c) Teori pengetahuan (Vernemingstheorie)
Teori ini mengemukakan bahwa perjanjian terjadi setelah pihak yang
menawarkan mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui oleh
2.14 HUKUM BISNIS e
pihak yang lain. Adapun kelemahan dari teori ini adalah akseptor sulit
untuk mengetahui saat isi surat penerimaannya telah dibaca oleh pihak
yang menawarkan sebab ada kemungkinan surat penerimaan penawaran
(akseptasi) telah diterima tetapi belum dibaca isinya.
d) Teori penerimaan (Ontvangstheorie)
Menurut teori ini bahwa perjanjian terjadi pada saat diterimanya surat
jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan. Namun
teori ini masih ada kelemahannya yaitu apabila surat jawaban
penerimaan penawaran tersebut sampainya pada hari minggu dan
ditujukan pada kantor, berarti penerimaannya terlambat. Maka mengenai
persoalan tersebut kemudian Pitlo mengembangkan teori sendiri yang
menyatakan bahwa perjanjian itu terjadi pada saat pihak yang
mengirimkan jawaban penerimaan penawaran secara patut dapat
menduga bahwa pihak yang menawarkan telah mengetahui akan isi surat
penerimaan tersebut.
2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian
Orang yang dianggap cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah
orang yang telah dewasa yaitu orang-orang yang telah mampu untuk
melakukan suatu perbuatan hukum atau cakap menurut hukum. Pasal 1329
KUH Perdata menyebutkan bahwa pada saatnya setiap orang adalah cakap
untuk membuat suatu perjanjian, kecuali jika oleh undang-undang dinyatakan
tidak cakap membuat perjanjian. Mereka yang oleh Undang-undang
dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian, sebagaimana diatur oleh
Pasal1330 KUH Perdata, adalah:
a. orang yang belum dewasa;
b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c. orang perempuan dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh undang-
undang.
Orang yang belum dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah
mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
melangsungkan perkawinan. Tetapi apabila ia sebelum berumur 21 tahun
telah kawin dan perkawinannya bubar pada waktu belum berumur 21 tahun,
maka mereka tidak kembali dalam keadaan belum dewasa.
Adapun pengertian mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah
orang-orang yang harus diwakili oleh seorang pengampu ataupun kuratornya
e EKMA431 6/MODUL 2 2.15
apabila ia akan melakukan perbuatan hukum. Seseorang dapat ditaruh di
bawah pengampunan dikarenakan gila, dungu, mata gelap, lemah akal,
pemabuk, dan pemboros. Selain kedua golongan di atas, KUH Perdata
menyebutkan bahwa seorang perempuan bersuami tidak boleh melakukan
perbuatan hukum tertentu tanpa izin dari suaminya. Hal demikian telah diatur
dalam Pasal108 dan 110 KUH Perdata. Pasal tersebut menurut SEMA No. 3
Tahun 1963 dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman maupun rasa
keadilan maka pasal tersebut tidak berlaku lagi.
Sedangkan peraturan lain yang menyatakan bahwa seorang istri
mempunyai kedudukan yang sama dengan suaminya di depan hukum
maupun dalam pergaulan masyarakat. Hal ini ditentukan oleh Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu Pasal 31 ayat (1) yang
menyatakan: "hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan di rumah tangga dan pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat." Kemudian ayat kedua menyebutkan: "masing-
masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum." Dengan demikian
pada saat sekarang seorang wanita yang telah bersuami boleh melakukan
perbuatan hukum tanpa harus mendapat izin terlebih dahulu dari suaminya.
3. Suatu Hal Tertentu
Adapun maksud suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek
daripada perjanjian, suatu pokok di mana perjanjian diadakan. Di dalam suatu
perjanjian objek perjanjian harus tertentu dan setidak-tidaknya dapat
ditentukan. Pokok perjanjian ini tidak harus ditentukan secara individual
tetapi cukup dapat ditentukan menurut jenisnya.
Hal ini menurut ketentuan Pasal 1333 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa: "Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang
yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa
jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan
atau dihitung".
Dari pasal tersebut tergantung pengertian bahwa perjanjian atas suatu
barang yang baru akan ada itu diperbolehkan. Kemudian dalam Pasal 1334
ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa "barang-barang yang baru akan
ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian." Barang-barang
yang baru akan ada dapat dibedakan menjadi dua yaitu
2.16 HUKUM BISNIS e
a. barang-barang yang baru akan ada dalam pengertian mutlak yaitu
barang-barang yang pada saat lahirnya perjanjian, sama sekali belum
ada·
'
b. barang-barang yang baru akan ada dalam pengertian nisbi yaitu barang-
barang yang sudah ada pada saat lahirnya perjanjian tetapi pada pihak-
pihak tertentu barang tersebut masih merupakan suatu harapan untuk
dimiliki.
Namun pengertian barang-barang yang baru akan ada tersebut tidaklah
termasuk di dalamnya barang-barang warisan yang belum terbuka. Terhadap
suatu warisan yang belum terbuka itu tidak diperkenankan untuk dijadikan
objek suatu perjanjian. Hal ini tercantum pada Pasal 1334 ayat (2) KUH
Perdata.
4. Suatu Sebab yang Halal
Pembentuk Undang-undang tidak memberikan definisi tentang suatu
sebab dalam pasal-pasal KUH Perdata. Menurut Yurisprudensi yang
dimaksud dengan "sebab" adalah sesuatu yang akan dicapai oleh para pihak
dalam perjanjian atau sesuatu yang menjadi tujuan perjanjian.
Dalam Pasal 1336 KUH Perdata, disebutkan adanya perjanjian dengan
macam sebab atau kausa yaitu
a. perjanjian dengan sebab yang halal;
b. perjanjian dengan sebab yang palsu atau terlarang;
c. perjanjian tanpa sebab.
Perjanjian dengan sebab yang halal di sini maksudnya bahwa isi dari
perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1337 KUH
Perdata.
Perjanjian dengan sebab yang palsu (terlarang) termasuk dalam
pengertian dalam sebab yang tidak halal. Suatu sebab dikatakan palsu apabila
sebab tersebut diadakan oleh para pihak untuk menutupi atau menyelubungi
sebab yang sebenarnya. Sedangkan sebab yang terlarang maksudnya sebab
yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Suatu perjanjian tanpa sebab dapat terjadi apabila tujuan yang
dimaksudkan oleh para pihak pada saat dibuatnya perjanjian tidak akan
tercapai. Dalam Pasal 1335 KUH Perdata disebutkan bahwa "suatu
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis
BMP EKMA4316 Hukum Bisnis

More Related Content

What's hot

BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)
BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)
BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)Mang Engkus
 
BMP EKMA4263 Manajemen Kinerja
BMP EKMA4263 Manajemen KinerjaBMP EKMA4263 Manajemen Kinerja
BMP EKMA4263 Manajemen KinerjaMang Engkus
 
Keseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajak
Keseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajakKeseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajak
Keseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajakAnzilina Nisa
 
BMP EKMA4476 Audit SDM
BMP EKMA4476 Audit SDMBMP EKMA4476 Audit SDM
BMP EKMA4476 Audit SDMMang Engkus
 
BMP EKMA4312 Ekonomi Manajerial
BMP EKMA4312 Ekonomi ManajerialBMP EKMA4312 Ekonomi Manajerial
BMP EKMA4312 Ekonomi ManajerialMang Engkus
 
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlalContoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlalLailiya NR
 
BMP EKMA4414 Manajemen Strategik
BMP EKMA4414 Manajemen StrategikBMP EKMA4414 Manajemen Strategik
BMP EKMA4414 Manajemen StrategikMang Engkus
 
BMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen KeuanganBMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen KeuanganMang Engkus
 
BMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku OrganisasiBMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku OrganisasiMang Engkus
 
BMP EKMA4215 Manajemen Operasi
BMP EKMA4215 Manajemen OperasiBMP EKMA4215 Manajemen Operasi
BMP EKMA4215 Manajemen OperasiMang Engkus
 
BMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDMBMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDMMang Engkus
 
BMP EKMA4475 Pemasaran Strategik
BMP EKMA4475 Pemasaran StrategikBMP EKMA4475 Pemasaran Strategik
BMP EKMA4475 Pemasaran StrategikMang Engkus
 
Pengantar Bisnis - Lingkungan bisnis
Pengantar Bisnis - Lingkungan bisnisPengantar Bisnis - Lingkungan bisnis
Pengantar Bisnis - Lingkungan bisnisyunisarosa
 
BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi
BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi
BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi Mang Engkus
 
Deret berkala dan peramalan
Deret berkala dan peramalanDeret berkala dan peramalan
Deret berkala dan peramalanMaulina Sahara
 
BMP EKMA4565 Manajemen Perubahan
BMP EKMA4565 Manajemen PerubahanBMP EKMA4565 Manajemen Perubahan
BMP EKMA4565 Manajemen PerubahanMang Engkus
 
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT GaramStudi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garamsiti nurlaeli
 
BMP EKMA4265 Manajemen Kualitas
BMP EKMA4265 Manajemen KualitasBMP EKMA4265 Manajemen Kualitas
BMP EKMA4265 Manajemen KualitasMang Engkus
 

What's hot (20)

BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)
BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)
BMP EKMA4371 Manajemen Rantai Pasokan (Edisi 1)
 
BMP EKMA4263 Manajemen Kinerja
BMP EKMA4263 Manajemen KinerjaBMP EKMA4263 Manajemen Kinerja
BMP EKMA4263 Manajemen Kinerja
 
Prinsip-Prinsip Etika Bisnis - Etika Bisnis
Prinsip-Prinsip Etika Bisnis - Etika BisnisPrinsip-Prinsip Etika Bisnis - Etika Bisnis
Prinsip-Prinsip Etika Bisnis - Etika Bisnis
 
Keseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajak
Keseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajakKeseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajak
Keseimbangan pasar sebelum dan sesudah pajak
 
BMP EKMA4476 Audit SDM
BMP EKMA4476 Audit SDMBMP EKMA4476 Audit SDM
BMP EKMA4476 Audit SDM
 
BMP EKMA4312 Ekonomi Manajerial
BMP EKMA4312 Ekonomi ManajerialBMP EKMA4312 Ekonomi Manajerial
BMP EKMA4312 Ekonomi Manajerial
 
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlalContoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
 
BMP EKMA4414 Manajemen Strategik
BMP EKMA4414 Manajemen StrategikBMP EKMA4414 Manajemen Strategik
BMP EKMA4414 Manajemen Strategik
 
BMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen KeuanganBMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
BMP EKMA4213 Manajemen Keuangan
 
BMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku OrganisasiBMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
BMP EKMA4158 Perilaku Organisasi
 
BMP EKMA4215 Manajemen Operasi
BMP EKMA4215 Manajemen OperasiBMP EKMA4215 Manajemen Operasi
BMP EKMA4215 Manajemen Operasi
 
BMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDMBMP EKMA4366 Pengembangan SDM
BMP EKMA4366 Pengembangan SDM
 
BMP EKMA4475 Pemasaran Strategik
BMP EKMA4475 Pemasaran StrategikBMP EKMA4475 Pemasaran Strategik
BMP EKMA4475 Pemasaran Strategik
 
Pengantar Bisnis - Lingkungan bisnis
Pengantar Bisnis - Lingkungan bisnisPengantar Bisnis - Lingkungan bisnis
Pengantar Bisnis - Lingkungan bisnis
 
BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi
BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi
BMP EKMA4115 Pengantar Akuntansi
 
Deret berkala dan peramalan
Deret berkala dan peramalanDeret berkala dan peramalan
Deret berkala dan peramalan
 
BMP EKMA4565 Manajemen Perubahan
BMP EKMA4565 Manajemen PerubahanBMP EKMA4565 Manajemen Perubahan
BMP EKMA4565 Manajemen Perubahan
 
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT GaramStudi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
 
Akuntansi
AkuntansiAkuntansi
Akuntansi
 
BMP EKMA4265 Manajemen Kualitas
BMP EKMA4265 Manajemen KualitasBMP EKMA4265 Manajemen Kualitas
BMP EKMA4265 Manajemen Kualitas
 

Viewers also liked

BMP EKMA4478 Analisis Kasus Bisnis
BMP EKMA4478 Analisis Kasus BisnisBMP EKMA4478 Analisis Kasus Bisnis
BMP EKMA4478 Analisis Kasus BisnisMang Engkus
 
BMP EKMA4569 Perencanaan Pemasaran
BMP EKMA4569 Perencanaan PemasaranBMP EKMA4569 Perencanaan Pemasaran
BMP EKMA4569 Perencanaan PemasaranMang Engkus
 
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan BisnisBMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan BisnisMang Engkus
 
BMP EKMA4413 Riset Operasi
BMP EKMA4413 Riset OperasiBMP EKMA4413 Riset Operasi
BMP EKMA4413 Riset OperasiMang Engkus
 
BMP EKMA4568 Pemasaran Jasa
BMP EKMA4568 Pemasaran JasaBMP EKMA4568 Pemasaran Jasa
BMP EKMA4568 Pemasaran JasaMang Engkus
 
BMP EKMA4473 Pengembangan Produk
BMP EKMA4473 Pengembangan ProdukBMP EKMA4473 Pengembangan Produk
BMP EKMA4473 Pengembangan ProdukMang Engkus
 

Viewers also liked (19)

BMP EKMA4478 Analisis Kasus Bisnis
BMP EKMA4478 Analisis Kasus BisnisBMP EKMA4478 Analisis Kasus Bisnis
BMP EKMA4478 Analisis Kasus Bisnis
 
BMP EKMA4569 Perencanaan Pemasaran
BMP EKMA4569 Perencanaan PemasaranBMP EKMA4569 Perencanaan Pemasaran
BMP EKMA4569 Perencanaan Pemasaran
 
BMP EKMA4570
BMP EKMA4570BMP EKMA4570
BMP EKMA4570
 
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan BisnisBMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
BMP EKMA4311 Studi Kelayakan Bisnis
 
BMP ESPA4229
BMP ESPA4229BMP ESPA4229
BMP ESPA4229
 
BMP EKMA4413 Riset Operasi
BMP EKMA4413 Riset OperasiBMP EKMA4413 Riset Operasi
BMP EKMA4413 Riset Operasi
 
BMP ESPA4224
BMP ESPA4224BMP ESPA4224
BMP ESPA4224
 
BMP ESPA4228
BMP ESPA4228BMP ESPA4228
BMP ESPA4228
 
BMP MKDU4110
BMP MKDU4110BMP MKDU4110
BMP MKDU4110
 
BMP MKDU4112
BMP MKDU4112BMP MKDU4112
BMP MKDU4112
 
BMP MKDU4109
BMP MKDU4109BMP MKDU4109
BMP MKDU4109
 
BMP EKMA4568 Pemasaran Jasa
BMP EKMA4568 Pemasaran JasaBMP EKMA4568 Pemasaran Jasa
BMP EKMA4568 Pemasaran Jasa
 
BMP MKDU4111
BMP MKDU4111BMP MKDU4111
BMP MKDU4111
 
BMP ESPA4221
BMP ESPA4221BMP ESPA4221
BMP ESPA4221
 
BMP ESPA4222
BMP ESPA4222BMP ESPA4222
BMP ESPA4222
 
BMP ESPA4226
BMP ESPA4226BMP ESPA4226
BMP ESPA4226
 
BMP ESPA4219
BMP ESPA4219BMP ESPA4219
BMP ESPA4219
 
BMP ESPA4220
BMP ESPA4220BMP ESPA4220
BMP ESPA4220
 
BMP EKMA4473 Pengembangan Produk
BMP EKMA4473 Pengembangan ProdukBMP EKMA4473 Pengembangan Produk
BMP EKMA4473 Pengembangan Produk
 

Similar to BMP EKMA4316 Hukum Bisnis

Pentingnya Perlindungan Hukum
Pentingnya Perlindungan HukumPentingnya Perlindungan Hukum
Pentingnya Perlindungan HukumFN223
 
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukumPengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukumFN223
 
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukumPengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukumFN223
 
98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbd98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbdReff Raf
 
Perlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamPerlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamrayhanf
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumShriie Arianti
 
Perlindungan hukum
Perlindungan hukumPerlindungan hukum
Perlindungan hukumiwan Alit
 
Sistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaSistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaAndri Irawan
 
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.pptPerryBoyChandraSiaha1
 
MAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docx
MAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docxMAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docx
MAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docxRahmat Hidayat
 
II. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxII. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxdonihasmanto
 
Kesulitan pendefinisan hukum
Kesulitan pendefinisan hukumKesulitan pendefinisan hukum
Kesulitan pendefinisan hukumEnoNk CoMunity
 

Similar to BMP EKMA4316 Hukum Bisnis (20)

Pentingnya Perlindungan Hukum
Pentingnya Perlindungan HukumPentingnya Perlindungan Hukum
Pentingnya Perlindungan Hukum
 
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukumPengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
 
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukumPengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
Pengertian dan pentingnya perlindungan serta penegakan hukum
 
KEWARGANEGARAAN DAN NEGARA
KEWARGANEGARAAN DAN NEGARAKEWARGANEGARAAN DAN NEGARA
KEWARGANEGARAAN DAN NEGARA
 
Norma Kaidah
Norma KaidahNorma Kaidah
Norma Kaidah
 
98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbd98936229 makalah-isbd
98936229 makalah-isbd
 
Perlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamPerlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan ham
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
 
Perlindungan hukum
Perlindungan hukumPerlindungan hukum
Perlindungan hukum
 
Sistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaSistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesia
 
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
6. Pengertian Hukum dan Hukum Kesehatan.ppt
 
MAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docx
MAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docxMAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docx
MAKALAH UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA PELANGGARAN HAM.docx
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
K elompok 7 pkn
K elompok 7 pknK elompok 7 pkn
K elompok 7 pkn
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
penyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukumpenyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukum
 
II. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxII. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptx
 
Kesulitan pendefinisan hukum
Kesulitan pendefinisan hukumKesulitan pendefinisan hukum
Kesulitan pendefinisan hukum
 
Bab xi
Bab xiBab xi
Bab xi
 
Pengertian hukum
Pengertian hukumPengertian hukum
Pengertian hukum
 

Recently uploaded

Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).pptModul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).pptYanseBetnaArte
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 

Recently uploaded (20)

Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).pptModul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 

BMP EKMA4316 Hukum Bisnis

  • 1. MDDUL 1 Mengenal Hukum Bisnis Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S. PENDAHULUAN ebelum membahas lebih lanjut apa saja aspek-aspek hukum dalam kegiatan bisnis, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu apakah yang dimaksud dengan hukum, klasifikasi hukum, subjek hukum, objek hukum, dan sistematika KUH Perdata, sistematika KUHD dan pengertian hukum bisnis. Modul 1 ini merupakan dasar dari modul-modul selanjutnya yang akan memberikan kemudahan kepada Anda dalam mempelajari aspek-aspek hukum dalam kegiatan bisnis dalam kerangka BMP Hukum Komersial. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang: 1. pengertian hukum, 2. klasifikasi hukum, 3. subjek hukum, 4. objek hukum, 5. sistematika KUH Perdata, 6. sistematika KUHD, 7. hukum bisnis.
  • 2. 1.2 HUKUM BISNIS e KEGIATAN BELA&JAR 1 Pengenalan tentang Hukum A. PENGERTIAN HUKUM Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia, maka untuk membicarakan hukum kita tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia. Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah pendukung atau penyandang kepentingan. Sejak dilahirkan manusia butuh makan, pakaian, tempat berteduh dan lain sebagainya. Menginjak dewasa makin bertambahlah jumlah dan jenis kepentingan manusia, seperti bersekolah, bekerja, berkeluarga dan sebagainya. Dengan demikian sejak kecil beranjak menjadi dewasa serta menjelang meninggal dunia kepentingan manusia selalu berkembang. Manusia dalam hidupnya dikelilingi pelbagai macam bahaya yang mengancam kepentingannya, sehingga sering kali menyebabkan kepentingannya tidak tercapai. Manusia menginginkan agar kepentingannya terlindungi dari bahaya yang mengancam. Untuk itu ia memerlukan bantuan dari manusia lainnya, karena kerja sama dengan manusia lain akan lebih mudah dalam mencapai dan melindungi kepentingannya. Lebih-lebih mengingat bahwa manusia itu termasuk makhluk yang lemah dalam menghadapi ancaman bahaya terhadap dirinya maupun kepentingannya. Sehingga dengan demikian ia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman terhadap kepentingannya, yang dengan demikian akan lebih terjamin perlindungannya apabila ia hidup dalam masyarakat. Masyarakat adalah salah satu kehidupan bersama yang anggota- anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota. Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisir tujuan bersama. Berapa jumlah manusia yang diperlukan untuk dapat disebut sebagai masyarakat tidaklah begitu penting. Kalau di sebuah pulau hanya terdapat seorang manusia saja belumlah dikatakan ada masyarakat, tetapi kalau kemudian datang manusia lain ke pulau tersebut akan terjadilah hubungan dan pengaturan-pengaturan. Selanjutnya yang mempertemukan atau mendekatkan manusia yang satu
  • 3. e EKMA431 6/MODUL 1 1.3 dengan lainnya adalah adanya kebutuhan dan kepentingan bersama di antara mereka. Tampaknya manusia dan masyarakat seakan-akan dapat dipisahkan, yaitu manusia sebagai individu dan manusia dalam kelompok. Manusia sebagai individu pada dasamya bebas dalam perbuatannya, tetapi dalam perbuatannya itu ia dibatasi oleh masyarakat. Masyarakat tidak akan membiarkan manusia individual berbuat semaunya, sehingga merugikan masyarakat. Masyarakat itu merupakan tatanan psikologis, adanya sesama manusia di dalam suasana kesadaran individu mempengaruhi pikiran, perasaan serta perbuatannya. Ia harus mengingat dan memperhitungkan adanya masyarakat. Manusia individual akan berusaha dan akan merasa bahagia apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sudah menjadi sifat pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup dalam masyarakat. Manusia adalah zoon politikon atau makhluk sosial. Manusia dan masyarakat merupakan pengertian yang komplementer. Jadi untuk menghadapi bahaya yang mengancam dirinya dan agar kepentingan- kepentingannya lebih terlindungi maka manusia hidup berkelompok dalam masyarakat. Gangguan kepentingan atau konflik harus dicegah atau tidak dibiarkan berlarut-larut, karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Manusia akan berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang seimbang menciptakan suasana tertib, damai, dan aman, yang merupakan jaminan kelangsungan hidupnya. Jadi manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan terciptanya peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Peraturan untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini disebut norma atau kaidah sosial. Salah satu dari kaidah sosial yang ada di dalam masyarakat adalah kaidah hukum. Kalau kita bicara tentang hukum pada umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
  • 4. 1.4 HUKUM BISNIS e Hukum mengatur hubungan hukum, yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam. Kadang-kadang hanya dirumuskan kewajiban- kewajiban seperti pada hukum pidana, yang sebagian besar peraturan- peraturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban. Sebaliknya sering juga hukum merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan hukum. Dalam usahanya untuk mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya, artinya berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik ini sebaik-baiknya. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogianya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaidah-kaidah. Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkret. Tetapi kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada setiap subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang di satu pihak berisi hak, sedang di pihak lain berisi kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban, sehingga yang menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak. Kita lihat juga bahwa yang pada umumnya ditonjolkan adalah hak-hak asasi, sedangkan mengenai kewajiban-kewajiban asasi dapatlah dikatakan tidak pernah disebut-sebut. Hak-hak asasi seorang terdakwa selalu mendapat
  • 5. e EKMA431 6/MODUL 1 1.5 perhatian, selalu ditonjolkan, selalu diperjuangkan, tetapi sebaliknya kewajiban asasinya terhadap masyarakat boleh dikatakan tidak pemah disinggung. Apakah dalam hal ini hak asasi korban kejahatan tidak perlu mendapat perhatian, sebaliknya apakah tidak ada kewajiban asasi dari pihak terdakwa. Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaidah, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak maka ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum. Kalau hukum itu sifatnya umum (berlaku bagi setiap orang), maka hak dan kewajiban itu sifatnya individual (melekat pada individu). Hukum melindungi kepentingan manusia dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan dengan teratur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikianlah yang disebut sebagai hak. Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu dapat disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat, karena yang satu mencerminkan adanya yang lain. Kita dapat mengatakan bahwa si A mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu, apabila kewajiban si A itu ditujukan kepada orang tertentu, yaitu si B. Dengan melakukan suatu perbuatan yang ditujukan kepada si B itu, maka A telah menjalankan kewajibannya. Sebaliknya karena adanya kewajiban pada si B itulah, maka A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa suatu kekuasaan yang dapat diterapkan terhadap B, yaitu suatu tuntutan untuk melaksanakan kewajiban itu. Hak temyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak. Sebagai ilustrasi misalnya apabila saya memiliki sebidang tanah, maka hukum memberikan hak kepada saya dalam arti bahwa kepentingan saya terhadap tanah tersebut mendapat perlindungan. Namun perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap kepentingan saya saja, melainkan juga terhadap kehendak saya mengenai tanah itu. Saya dapat memberikan atau mewariskan tanah itu kepada orang lain dan hal itu pun termasuk ke dalam hak saya. Dalam hal ini bukan hanya kepentingan saya yang mendapat perlindungan, melainkan juga kehendak saya.
  • 6. 1.6 HUKUM BISNIS e Pendapat yang umum mengatakan bahwa hak pada seseorang senantiasa berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain. Dengan demikian kemerdekaan hukum yang dimiliki seseorang juga ingin ditafsirkan secara demikian itu, sehingga kemerdekaan pada seseorang berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain untuk tidak mengganggu kemerdekaan tersebut. Keadaannya di sini adalah tidak sepenuhnya tepat seperti itu. Sebetulnya di sini kita berhadapan dengan dua hak dan bukan satu seperti dilihat oleh tafsiran yang umum tersebut. Sebagai contoh, apabila seorang pemilik tanah (si A) memberikan izin kepada seseorang untuk memasuki tanah miliknya maka si A tersebut memiliki kemerdekaan hukum. Namun kita tidak dapat mengatakan bahwa hak si A itu berkorelasi dengan kewajiban yang timbul padanya. Jadi dengan demikian korelasi dari kemerdekaan pada si A bukanlah kewajiban pada siB, melainkan ketiadaan hak pada siB. Pengertian hak pada akhimya juga dipakai dalam arti kekebalan terhadap kekuasaan hukum orang lain. Sebagaimana halnya kekuasaan itu adalah kemampuan untuk mengubah hubungan-hubungan hukum, kekebalan ini merupakan pembebasan dari adanya suatu hubungan hukum untuk dapat diubah oleh orang lain. Hak dari kawan sejawat untuk diadili oleh kawan sejawatnya sendiri tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori hak dalam arti sempit, kemerdekaan maupun kekuasaan. Kekebalan ini mempunyai kedudukan yang sama dalam hubungan dengan kekuasaan, seperti antara kemerdekaan dengan hak dalam arti sempit. Kekebalan adalah pembebasan dari kekuasaan orang lain, sedangkan kemerdekaan merupakan pembebasan dari hak orang lain. Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Adapun tujuan pokok dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Dalam literatur dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum, yaitu teori etis, teori utilitis dan teori campuran. Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Dengan kata lain hukum bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan. Dalam hal ini yang perlu dikaji lebih lanjut adalah apa yang dimaksud dengan keadilan. Untuk mengetahui keadilan dapat dilihat dari dua sisi yaitu hakikat keadilan dan isi keadilan. Hakikat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan
  • 7. e EKMA431 6/MODUL 1 1.7 atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan subjektif melebihi norma-norma lain. Dalam hal ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima perlakuan, misalnya orang tua dengan anaknya, majikan dan buruh, hakim dan yustisiabel, pemerintah dengan warganya serta antara kreditur dan debitur. Pada umumnya keadilan merupakan pemilaian yang hanya dilihat dari pihak yang menerima perlakuan saja, misalnya para yustisiabel menilai putusan hakim tidak adil, buruh yang di PHK merasa diperlakukan tidak adil oleh majikannya. Jadi pernilaian tentang keadilan ini pada umumnya hanya ditinjau dari satu pihak saja, yaitu pihak yang menerima perlakuan. Apakah pihak yang melakukan tindakan tidak dapat menuntut bahwa tindakannya adalah adil? Misalnya apabila buruh telah melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan perusahaan dan kemudian majikan memutuskan hubungan kerja terhadap buruh yang bersangkutan, apakah tindakan majikan itu tidak adil? Dengan demikian keadilan kiranya tidak harus hanya dilihat dari satu pihak saja tetapi harus dilihat dari dua pihak. lsi keadilan sangat sukar untuk diberikan batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan yaitu justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya. Jatah ini tidak sama untuk setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan, kemampuan dan lain sebagainya. Dalam hal ini yang dinilai adil ialah apabila setiap orang mendapatkan hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Justitia distributiva merupakan tugas pemerintah terhadap warganya, menentukan apa yang dapat dituntut oleh warga masyarakat. Justitia commutativa memberikan kepada setiap orang sama banyaknya. Di dalam pergaulan masyarakat, justitia commutativa merupakan kewajiban setiap orang terhadap sesamanya. Dalam hal ini yang dituntut adalah kesamaan. Sehingga yang dikatakan adil adalah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya. Kalau justitia distributiva itu merupakan urusan pemerintah maka justitia commutativa merupakan urusan hakim, karena hakim memperhatikan hubungan perorangan yang mempunyai kedudukan prosesuil yang sama tanpa membedakan orang. Kalau justitia distributiva itu sifatnya
  • 8. 1.8 HUKUM BISNIS e proporsional, maka justitia commutativa sifatnya mutlak karena memperhatikan kesamaan. Menurut teori utilitis, hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Pada hakikatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak. Selanjutnya menurut teori campuran, tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda- beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. B. KLASIFIKASI HUKUM Untuk dapat mengadakan klasifikasi hukum harus ada kriterium. Berdasarkan kriterium fungsi hukum dibagi menjadi hukum materiil dan formil. Hukum materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang memberikan hak dan membebani kewajiban-kewajiban. Setiap hari orang dapat dikatakan berhubungan dengan hukum materiil dalam memenuhi kebutuhannya, contoh: belanja membeli sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan manusia. Hukum materiil tetap memerlukan hukum formil. Apabila sistem hukum hanya mempunyai hukum materiil saja dan tidak ada hukum formil maka jika terjadi suatu pelanggaran hukum atau konflik hukum materiil akan terbuka kesempatan untuk melakukan perbuatan untuk menghakimi sendiri karena hukum formillah yang menentukan bagaimana caranya melaksanakan hukum materiil, artinya bagaimana caranya melakukan hak dan kewajiban dalam hal ada sengketa atau pelanggaran hukum (hukum formil merupakan aturan permainan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara di pengadilan), contoh: bagaimana menuntut pelunasan hutang. Dengan menggunakan saat berlakunya hukum sebagai kriterium hukum dibagi menjadi 2 yaitu Ius constitutum dan Ius constituendum. Ius constitutum adalah hukum yang telah ditetapkan, artinya hukum yang sedang berlaku sekarang di suatu tempat atau Negara (hukum positif). Ius constituentum adalah hukum yang masih harus ditetapkan, hukum yang akan datang atau hukum yang dicita-citakan.
  • 9. e EKMA431 6/MODUL 1 1.9 Dari segi bentuk hukum dibagi menjadi hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan) dan hukum tertulis (hukum yang dituang dalam undang-undang) Dari segi isinya hukum dibagi menjadi: 1. Lex Generalis, yaitu hukum umum yang berlaku umum dan merupakan dasar (terdapat di dalam BW). 2. Lex Spesialis: hukum khusus,yaitu yang menyimpang dari lex generalis (terdapat di dalam KUHD). 3. Lex generalisasi merupakan dasar dari lex spesialis, hubungan tersebut tertuang di dalam Pasal1 KUHD. Pembagian klasifikasi yang sampai sekarang masih digunakan yaitu hukum publik dan hukum privat/perdata. Yang termasuk hukum publik yaitu hukum tata negara,hukum administrasi negara, hukum pajak, dan hukum pidana, sedangkan yang termasuk hukum perdata yaitu hukum dagang dan hukum adat, serta hukum Islam. Hukum adat terdiri dari 3 unsur yaitu: 1. hukum tidak tertulis, 2. unsur keagamaan, 3. ketentuan unlegislatif/unstatutair. C. SUBJEK HUKUM Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban itu disebut orang. Dalam arti hukum, "orang" terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subjek hukum dalam arti biologis, sebagai gejala alam, sebagai makhluk budaya yang berakal, berperasaan, dan berkehendak. Badan hukum adalah subjek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala dalam hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Secara prinsipiil badan hukum berbeda dengan manusia pribadi. Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut. 1. Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati, sedangkan badan hukum adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibubarkan oleh pembentuknya.
  • 10. 1.1Q HUKUM BISNIS e 2. Manusia pribadi mempunyai kelamin sehingga ia dapat kawin, dapat beranak, sedangkan badan hukum tidak. 3. Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat. Pada umumnya pengakuan manusia pribadi sebagai subjek hukum dimulai sejak ia dilahirkan dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Akan tetapi menurut Pasal 2 KUH Perdata ditentukan bahwa pengakuan terhadap manusia pribadi sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak ia masih di dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup. Hal ini mempunyai arti penting apabila kepentingan anak itu menghendaki, misalnya dalam hal menerima warisan, menerima hibah. Dalam Pasal 3 KUH Perdata dinyatakan bahwa tidak ada satu hukuman pun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak keperdataan. Ini berarti bahwa kesalahan seseorang betapa pun beratnya sehingga ia dijatuhi hukuman oleh hakim, maka hukuman hakim tersebut tidak boleh menghilangkan kedudukan sebagai subjek hukum atau sebagai pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum adalah subjek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Menurut ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu 1. badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, seperti badan-badan pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara; 2. badan hukum yang diakui oleh pemerintah, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi; 3. badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat idiil, seperti Yayasan. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah adalah badan hukum yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara, baik lembaga- lembaga negara maupun perusahaan-perusahaan negara. Badan hukum ini dibentuk oleh pemerintah dengan undang-undang atau peraturan pemerintah. Apabila dibentuk dengan undang-undang, berarti pembentuk badan hukum tersebut adalah Presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila dibentuk dengan peraturan pemerintah, maka pembentuk badan hukum itu adalah Presiden sebagai kepala pemerintahan.
  • 11. e EKMA431 6/MODUL 1 1.11 Badan hukum yang diakui oleh pemerintah adalah badan hukum yang dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan pribadi pembentuknya sendiri. Tetapi badan hukum tersebut mendapat pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan itu diberikan oleh pemerintah karena isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undang- undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Pengakuan tersebut diberikan oleh pemerintah dengan cara pengesahan anggaran dasarnya. Badan hukum yang diperbolehkan adalah badan hukum yang tidak dibentuk oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah, akan tetapi diperbolehkan oleh karena tujuannya yang bersifat idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan. Badan hukum yang diperbolehkan ini berbentuk Yayasan. Untuk mengetahui apakah anggaran dasar dari suatu badan hukum itu tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan, maka anggaran dasar tersebut harus dibuat secara otentik dengan akta Notaris. Ditinjau dari wewenang yang diberikan kepada badan hukum, maka badan hukum itu dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu 1. badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum publik, seperti departemen, provinsi, lembaga-lembaga negara dan sebagainya; 2. badan hukum privat (keperdataan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah maupun swasta dan diberi wewenang menurut hukum perdata, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi. Selanjutnya ditinjau dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh badan hukum tersebut, maka badan hukum keperdataan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam badan hukum, yaitu 1. badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, yaitu terdiri dari Perusahaan Negara seperti Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan dan Perusahaan Perseroan; serta Perusahaan Swasta yang terdiri dari Perseroan Terbatas; 2. badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu Koperasi; 3. badan hukum yang bertujuan idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan, yaitu Yayasan.
  • 12. 1.12 HUKUM BISNIS e Dalam pendirian badan hukum harus dipenuhi syarat formal dan syarat materiil. Syarat formalnya adalah harus dibuat dengan akta Notaris. Syarat materiil yang harus dipenuhi berdasarkan doktrin adalah: 1. ada harta kekayaan sendiri; 2. ada tujuan tertentu; 3. ada kepentingan sendiri; 4. ada organisasi. Badan hukum itu memiliki harta kekayaan sendiri terpisah sama sekali dengan harta kekayaan pribadi pendiri, anggota atau pengurusnya. Harta kekayaan ini diperoleh dari pemasukan dari para pendiri atau para anggota badan hukum yang bersangkutan. Selanjutnya harta kekayaan tersebut dipergunakan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh badan hukum tersebut. Badan hukurn itu harus rnempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai, baik bersifat komersial maupun bersifat idiil. Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dapat melakukan sendiri usaha-usaha untuk mencapai tujuannya. Selanjutnya badan hukum harus memiliki kepentingan sendiri, yaitu hak subjektif yang timbul dari suatu peristiwa hukum dan yang dilindungi oleh hukum. Badan hukum yang memiliki kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya itu terhadap pihak ketiga di dalam pergaulan hukum. Badan hukum adalah suatu kesatuan organisasi yang diciptakan manusia berdasarkan hukum, dan hanya dapat melakukan perbuatan hukum melalui alat perlengkapannya. Alat perlengkapan yang dimaksud adalah pengurus dari badan hukum tersebut yang mempunyai tugas dan kewenangan yang diatur di dalam anggaran dasamya. Dengan demikian badan hukum itu merupakan organisasi yang teratur. Selanjutnya subjek hukum, baik orang maupun badan hukum, pada umumnya dapat mempunyai hak dan kewajiban. Dikatakan pada umumnya oleh karena beberapa hak tertentu yang timbul dari hukum tentang orang dan hukum keluarga yang melekat pada manusia hanya dapat dimiliki oleh subjek hukum orang saja dan tidak dapat dimiliki oleh badan hukum. Di samping itu tidak setiap orang diberikan kewenangan hukum penuh, oleh karena adanya pembatasan-pembatasan khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya untuk melangsungkan perkawinan, untuk bekerja dan sebagainya.
  • 13. e EKMA431 6/MODUL 1 1.13 Menyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya tersebut. Meskipun pada umumnya setiap orang mempunyai kewenangan hukum, akan tetapi ada golongan orang-orang tertentu yang dianggap tidak cakap melaksanakan beberapa hak atau kewajiban. Dengan demikian orang yang pada dasamya mempunyai kewenangan hukum itu ada yang dianggap cakap bertindak sendiri dan ada yang dianggap tidak cakap bertindak sendiri. Ini merupakan anggapan hukum yang tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Golongan orang yang dianggap tidak cakap bertindak ini disebut juga dengan istilah personae miserabile. Selanjutnya mereka yang tidak cakap bertindak ini terdiri dari mereka yang belum cukup umur, mereka yang diletakkan di bawah pengampuan dan seorang istri yang tunduk pada BW. Dalam pengertian undang-undang, yang dimaksud dengan "belum cukup umur" adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun atau belum menikah (Pasal 330 BW jo. S 1931 No. 54 jo. UU No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak). Pada umumnya orang yang ditaruh di bawah pengampuan dianggap tidak cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya (Pasal 446 dan 452 BW), khususnya mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena sakit ingatan. Untuk mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena pemboros atau pemabuk, ketidakcakapan bertindak itu hanya terbatas pada perbuatan- perbuatan hukum dalam lapangan harta kekayaan, sedangkan untuk perbuatan hukum lainnya adalah cakap. Mereka yang dianggap tidak cakap tersebut untuk melaksanakan hak dan kewajibannya diwakili oleh wakil yang ditetapkan oleh undang-undang atau yang ditunjuk oleh Hakim. Seorang istri menurut Pasal 108 dan 110 BW dianggap tidak cakap melaksanakan hak dan kewajibannya dalam lapangan hukum harta kekayaan. Pasal tersebut menurut SEMA No. 3 Tahun 1963 dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman dan rasa keadilan, sehingga pasal tersebut harap tidak dipergunakan lagi. Selanjutnya Pasal 31 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa "hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan di rumah dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat". Dengan demikian pada saat sekarang ini seorang istri cakap melakukan perbuatan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan tanpa harus mendapat izin terlebih dahulu dari suaminya.
  • 14. 1.14 HUKUM BISNIS e D. OBJEK HUKUM Di dalam lalu lintas hukum, yang menjadi objek dalam setiap aktivitasnya adalah benda (yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah zaak). Menurut Pasal 499 KUH Perdata yang dimaksud dengan benda adalah setiap barang dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Barang sifatnya berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literatur, zaak diterjemahkan dengan benda yang meliputi barang berwujud dan barang tidak berwujud (hak). Dalam sistematika KUH Perdata mengenai benda diatur di dalam Buku II tentang Benda. Pengaturan tersebut meliputi pengertian benda, pembedaan macam-macam benda dan hak-hak kebendaan. Pengaturan hukum benda menggunakan sistem tertutup, artinya orang tidak boleh mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam Undang-undang. Selanjutnya hukum benda yang diatur di dalam KUH Perdata itu bersifat pemaksa, artinya harus dipatuhi, ditaati dan tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan. Selain diatur di dalam Buku II KUH Perdata, tentang benda juga diatur di dalam peraturan perundang-undangan lain, yaitu 1. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), beserta semua peraturan pelaksanaannya. UUPA ini mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian UUPA mencabut semua ketentuan mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali hipotik, yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. 2. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. UU ini mengatur tentang hak atas merek perusahaan dan perniagaan. Hak atas merek adalah benda tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik. 3. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. UU ini mengatur tentang hak cipta sebagai benda tidak berwujud, yang dapat dijadikan objek hak milik.
  • 15. e EKMA431 6/MODUL 1 1.15 Benda itu sendiri dapat dibedakan macam-macamnya beserta arti pentingnya sehubungan dengan perbuatan terhadap benda yang bersangkutan, sebagai berikut. 1. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Berwujud dan Benda Tidak Berwujud Benda berwujud adalah benda yang dapat dilihat dan diraba menurut panca indera manusia, sedangkan benda tidak berwujud adalah benda yang tidak dapat dilihat dan diraba dengan panca indera. Arti penting pembedaan ini terletak pada cara penyerahan benda tersebut apabila benda itu dipindahtangankan kepada pihak lain karena jual beli, pewarisan atau pembelian. Penyerahan benda berwujud yang bergerak dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Penyerahan benda berwujud yang berupa benda tetap dilakukan dengan balik nama. Penyerahan benda tidak berwujud yang berupa piutang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 613 KUH Perdata, sebagai berikut. a. Piutang atas nama dengan cara cessie. b. Piutang atas tunjuk dengan cara penyerahan suratnya dari tangan ke tangan. c. Piutang atas pengganti dengan cara endosemen dan penyerahan suratnya dari tangan ke tangan. 2. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak Benda bergerak adalah benda yang dapat berpindah, baik berpindah karena digerakkan oleh manusia atau berpindah karena sendirinya atau karena alam, misalnya meja kursi dan lain-lainnya. Benda tidak bergerak atau benda tetap adalah benda yang tidak dapat dipindahkan, yaitu tanah dan/atau bangunan. Arti penting pembedaan ini terletak pada penguasaan (bezit), penyerahan (levering), daluarsa (verjaring) dan pembebanan (berzwaring). Mengenai penguasaan pada benda bergerak berlaku asas dalam Pasal 1977 KUH Perdata, yaitu orang yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya, sedangkan pada benda tidak bergerak asas tersebut tidak berlaku. Mengenai penyerahan, pada benda bergerak dapat dilakukan penyerahan nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Mengenai daluarsa, pada benda bergerak tidak dikenal adanya daluarsa,
  • 16. 1.16 HUKUM BISNIS e sebab yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Untuk benda tidak bergerak dikenal daluarsa, yaitu a. dalam hal ada alas hak daluarsanya 20 tahun; b. dalam hal tidak ada alas hak daluarsanya 30 tahun. Mengenai pembebanan, pada benda bergerak dilakukan dengan gadai atau fidusia, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan hak tanggungan. 3. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Dipakai Habis dan Benda Tidak Dipakai Habis Benda dipakai habis adalah benda yang dapat habis karena dipakai atau dipergunakan. Benda tidak dipakai habis adalah benda yang tidak habis karena pemakaian atau penggunaan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pembatalan perjanjian. Perjanjian yang objeknya benda dipakai habis apabila dibatalkan akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan pada keadaan semula. Untuk hal ini dapat diselesaikan dengan cara penggantian dengan benda lain yang sejenis atau senilai. Contohnya adalah kayu bakar, beras dan lain sebagainya. Perjanjian yang objeknya benda tidak dipakai habis apabila dibatalkan tidak mengalami kesulitan karena bendanya masih ada dan dapat diserahkan kepada yang berhak. Contohnya kendaraan bermotor, perhiasan emas dan lain sebagainya. 4. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Sudah Ada dan Benda AkanAda Benda yang sudah ada artinya benda tersebut sudah ada pada saat hubungan hukum yang berkaitan dengan benda tersebut dibuat, sedangkan untuk benda yang akan ada artinya benda tersebut belum ada pada saat hubungan hukum berkaitan dengan benda tersebut diadakan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan utang dan pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan utang dan pelaksanaan perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Benda akan ada, tidak dapat dijadikan jaminan utang, dan perjanjian yang objeknya benda akan ada, dapat menjadi batal apabila pemenuhannya itu tidak mungkin dilaksanakan.
  • 17. e EKMA431 6/MODUL 1 1.17 5. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda dalam Perdagangan dan Benda di Luar Perdagangan Benda dalam perdagangan artinya benda tersebut dapat diperdagangkan secara bebas oleh siapa pun, sedangkan benda di luar perdagangan artinya benda yang tidak dapat diperdagangkan secara bebas, karena peruntukannya maupun karena dilarang oleh UU atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemindahtanganan dalam akta jual beli atau pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dengan bebas dan dapat diwariskan kepada para ahli waris, sedangkan benda di luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan atau diwariskan kepada ahli waris. 6. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Dapat dibagi dan Tidak Dapat dibagi Benda dapat dibagi artinya benda yang dapat dipisahkan dengan tidak mengurangi hakikat, kemanfaatan dan nilai dari benda yang bersangkutan, sedangkan benda yang tidak dapat dibagi artinya benda tersebut apabila dibagi akan menghilangkan hakikat, kemanfaatan dan nilai dari benda yang bersangkutan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan. Dalam perikatan yang objeknya benda dapat dibagi prestasi dapat dilakukan secara sebagian demi sebagian, sedangkan dalam perikatan yang objeknya benda tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasinya tidak mungkin dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara utuh. 7. Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Terdaftar dan Benda Tidak Terdaftar Benda terdaftar adalah benda-benda yang bukti kepemilikannya harus didaftarkan pada kantor register tertentu, sedangkan benda tidak terdaftar adalah benda yang kepemilikannya tidak memerlukan pendaftaran. Arti penting pembedaan ini terletak pada pembuktian kepemilikannya, untuk ketertiban umum dan kewajiban membayar pajak. Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau sertifikat atas nama pemilik, pengaruhnya terhadap ketertiban umum adalah kewajiban bagi pemiliknya untuk membayar pajak dan kewajiban bagi masyarakat untuk menghormatinya. Untuk benda tidak terdaftar yang umumnya berupa benda bergerak, maka berlaku asas "yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya". Dengan demikian untuk benda tidak terdaftar ini tidak begitu berpengaruh terhadap ketertiban umum dan kewajiban membayar pajak bagi pemiliknya.
  • 18. 1.18 HUKUM BISNIS e -~ -.:;; LATI HAN · ~~ ~j~ ----------------------------------------.. ._! ·----- Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan hukum itu dan apa pula tujuan dari hukum? 2) Jelaskan klasifikasi hukum berdasarkan fungsinya, saat berlakunya, bentuk dan isinya serta jelaskan masing-masing pengertiannya! 3) Jelaskan bahwa perbuatan hukum dari subjek hukum itu dapat dibagi menjadi perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum ganda! 4) Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara subjek hukum manusia pribadi dengan subjek hukum badan hukum! 5) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan benda dan sebutkan macam-macam pembedaan benda beserta arti pentingnya! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Tujuan utama dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. 2) Berdasarkan fungsinya hukum dibagi menjadi hukum materiil dan formil. Hukum materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang memberikan hak dan membebani kewajiban-kewajiban, sedangkan hukum formil yang menentukan cara melaksanakan hukum materiil. Berdasarkan saat berlakunya, hukum dikelompokkan menjadi ius constitutum (hukum yang telah ditetapkan, yaitu hukum yang sedang berlaku di suatu tempat atau Negara) dan ius constituendum (hukum yang masih harus ditetapkan, hukum yang akan datang atau hukum yang dicita-citakan). Berdasarkan bentuknya, hukum dibagi menjadi hukum
  • 19. e EKMA431 6/MODUL 1 1.19 tidak tertulis (hukum kebiasaan) dan hukum tertulis (hukum yang dituangkan dalam undang-undang). Berdasarkan isinya, hukum dibagi menjadi lex generalis (hukum umum yang berlaku umum dan merupakan dasar) dan lex spesialis (hukum khusus yang menyimpang dari hukum umum). 3) Perbuatan hukum dibagi menjadi perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum ganda. Perbuatan hukum sepihak hanya memerlukan kehendak dan pernyataan kehendak untuk menimbulkan akibat hukum dari satu subjek saja. Sedangkan perbuatan hukum ganda memerlukan kehendak dan pernyataan kehendak dari dua subjek hukum yang ditujukan untuk adanya akibat hukum yang sama. 4) Secara prinsipiil badan hukum berbeda dengan manusia pribadi. Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut. a) Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati, sedangkan badan hukum adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibubarkan oleh pembentuknya. b) Manusia pribadi mempunyai kelamin sehingga ia dapat kawin, dapat beranak, sedangkan badan hukum tidak. c) Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat. 5) Menurut ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu a) badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, seperti badan-badan pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara; b) badan hukum yang diakui oleh pemerintah, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi; c) badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat idiil, seperti Yayasan. Ditinjau dari wewenang yang diberikan kepada badan hukum, maka badan hukum itu dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu a) badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum publik, seperti departemen, provinsi, lembaga-lembaga negara dan sebagainya;
  • 20. 1.20 HUKUM BISNIS e b) badan hukum privat (keperdataan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah maupun swasta dan diberi wewenang menurut hukum perdata, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi. Ditinjau dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh badan hukum tersebut, maka badan hukum keperdataan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam badan hukum, yaitu a) badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, yaitu terdiri dari Perusahaan Negara seperti Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan dan Perusahaan Perseroan; serta Perusahaan Swasta yang terdiri dari Perseroan Terbatas; b) badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu Koperasi; c) badan hukum yang bertujuan idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan, yaitu Yayasan. RANG KUMA N:..____________________ Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaan- nya dengan suatu sanksi. Hukum berupa norma-norma yang jumlahnya banyak, sehingga untuk memahaminya diperlukan adanya pengelompokan norma-norma secara praktis, yang disebut klasifikasi hukum. Tujuan utama dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Dengan demikian hukum mempunyai arti apabila dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret. Konkretisasi hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi dengan perantaraan peristiwa hukum, yaitu peristiwa yang mempunyai akibat hukum.
  • 21. e EKMA431 6/MODUL 1 1.21 Selanjutnya pendukung hak dan kewajiban itu adalah subjek hukum yaitu orang, yang dapat terdiri dari manusia pribadi maupun badan hukum. TES FDRMATIF 1- - - - - - - - - - - - - - - - Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Hukum mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan antarindividu dan antara individu dengan masyarakat. Ikatan-ikatan tersebut tercermin dalam .... A. ketertiban B. keadilan C. hak dan kewajiban D. kepastian hukum 2) Untuk memberikan perlindungan, hukum mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pokok dari hukum adalah .... A. ketertiban B. keadilan C. kepastian hukum D. kemanfaatan 3) Teori yang merumuskan bahwa hukum mempunyai tujuan menjamin kebahagiaan bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya, adalah .... A. teori etis B. teori utilitis C. teori campuran D. teori Aristoteles 4) Di sebuah desa di Indonesia ada kasus tentang tuntutan masyarakat kepada pemerintah karena ketiadaan sekolah di desa tersebut, sehingga anak-anak tidak dapat menikmati haknya di bidang pendidikan. Tuntutan masyarakat tersebut termasuk jenis tuntutan keadilan .... A. justitia distributiva B. justitia comutativa C. justitia afialiatifa D. justitia asosiativa
  • 22. 1.22 HUKUM BISNIS e 5) Bidang-bidang hukum yang termasuk dalam hukum perdata kecuali .... A. Hukum Dagang B. Hukum Adat C. Hukum Islam D. Hukum Agraria 6) Dalam lalu lintas hukum, yang merupakan perbuatan hukum sepihak adalah .... A. perjanjian jual beli mobil B. pembuatan surat wasiat C. perjanjian sewa-menyewa D. perjanjian perdamaian 7) Pendukung hak dan kewajiban adalah orang, yang dapat berupa .... A. manusia pribadi B. Perseroan Terbatas C. Koperasi D. sub. A, B dan C benar semua 8) Pembedaan badan hukum menjadi badan hukum publik dan badan hukum privat adalah pembedaan berdasarkan kriteria .... A. eksistensinya B. wewenangnya C. sifatnya D. tujuannya 9) Menurut ketentuan BW (KUH Perdata) mereka yang disebut di bawah ini tidak cakap melakukan perbuatan hukum tertentu, kecuali .... A. orang yang belum dewasa B. orang yang sakit ingatan C. orang yang ditaruh di bawah pengampuan D. wanita dewasa yang tidak bersuami 10) Hak Paten, Merek dan hak Cipta termasuk dalamjenis benda .... A. bergerak dan tidak berujud B. tidak bergerak dan tidak berujud C. bergerak dan berujud D. tidak bergerak dan berujud
  • 23. e EKMA431 6/MODUL 1 1.23 Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1. Jumlah Jawaban yang Benar Tingkat penguasaan = - - - - - - - - - - - x 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
  • 24. 1.24 HUKUM BISNIS e KEGIATAN BELA&JAR 2 Mengenal Hukum Bisnis A. SISTEMATIKA KUH PERDATA Hukum Perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk memberikan pengertian Hukum Perdata, adalah sebagai berikut. 1. Peraturan Hokum Peraturan (baik tertulis maupun tidak tertulis) artinya rangkaian ketentuan mengenai ketertiban, sedangkan hukum artinya segala peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap yang melanggarnya. 2. Hubungan Hokum Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum, yaitu hak dan kewajiban warga yang satu terhadap warga lainnya dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan hukum adalah hak dan kewajiban hukum setiap warga dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut apabila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi menurut hukum yang berlaku. 3. Orang Orang adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Manusia pribadi adalah gejala alam, makhluk hidup ciptaan Tuhan yang mempunyai akal, kehendak dan perasaan. Badan hukum adalah gejala yuridis, ciptaan manusia berdasarkan hukum. Berdasarkan definisi Hukum Perdata seperti tersebut di atas ada beberapa pembedaan hukum perdata, yaitu sebagai berikut.
  • 25. e EKMA431 6/MODUL 1 1.25 a. Hukum perdata tertulis dan tidak tertulis Hukum Perdata tertulis adalah hukum perdata yang dibuat oleh pembentuk Undang-undang, dan diundangkan dalam Lembaran Negara. Hukum Perdata tidak tertulis adalah hukum perdata yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan dibuat oleh masyarakat. Hukum perdata tidak tertulis ini biasa disebut dengan istilah "hukum adat". b. Hukum perdata dalam arti luas dan dalam arti sempit Hukum Perdata dalam arti luas meliputi hukum perdata, hukum dagang dan hukum adat, sedangkan Hukum Perdata dalam arti sempit hanya meliputi hukum perdata tertulis dikurangi hukum dagang. c. Hukum perdata nasional dan internasional Hukum Perdata Nasional adalah hukum perdata yang pendukung hak dan kewajibannya memiliki kewarganegaraan yang sama yaitu warga negara Indonesia. Hukum Perdata Internasional adalah salah satu pendukung hak dan kewajibannya adalah warga negara asing. Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat serta mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban tersebut. Hukum Perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut dengan hukum perdata materiil, sedangkan hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut dengan hukum perdata formal atau hukum acara perdata. Ruang lingkup hukum perdata materiil dibedakan antara pendapat pembentuk undang-undang dengan pendapat doktrin. Menurut KUH Perdata ruang lingkup hukum perdata materiil meliputi Buku I tentang Orang, Buku II tentang Benda dan Buku III tentang Perikatan. Menurut doktrin, ruang lingkup hukum perdata disesuaikan dengan siklus hidup manusia, yaitu 1) tentang orang Manusia adalah penggerak kehidupan bermasyarakat, karena manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Dengan demikian di dalam hukum perdata materiil, yang pertama kali ditentukan adalah siapa pendukung hak dan kewajiban itu. Dalam lalu lintas hukum, pendukung hak dan kewajiban itu dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum, yang kesemuanya tercakup dalam pengertian hukum tentang orang.
  • 26. 1.26 HUKUM BISNIS e 2) tentang keluarga Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan dalam jenis kelamin pria dan wanita serta mereka selalu hidup berpasang-pasangan. Hubungan antara pria dan wanita itu terikat dalam suatu perkawinan, yang akibatnya dapat melahirkan keturunan atau anak. Dengan demikian hukum perdata materiil mengatur tentang hukum keluarga. 3) tentang harta kekayaan Dalam kehidupan ini manusia memiliki kebutuhan, di mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan bekerja dan berusaha melalui interaksi dengan manusia lainnya. Dengan demikian untuk mendapatkan harta benda manusia mengadakan perikatan dengan manusia lainnya, itu semua merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. 4) tentang pewarisan Manusia hidup tidak abadi, pada suatu saat nanti ia akan mati. Dalam hal yang demikian akan ada peralihan harta kekayaan dari si mati kepada orang yang ditinggalkan. Dengan demikian hukum perdata materiil mengatur tentang pewarisan. Sumber hukum perdata dapat dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti materiil. Sumber hukum dalam arti formal berdasarkan sejarahnya, hukum perdata adalah peninggalan dari pemerintah kolonial Belanda yang termuat di dalam Burgerlijk Wetboek (BW), yang oleh Subekti diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, maka BW masih terus berlaku sepanjang belum diganti dengan yang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber hukum dalam arti formal berdasarkan pembentuknya, maka BW atau KUH Perdata dibentuk oleh pendiri Negara Republik Indonesia, karena Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang memberlakukan BW merupakan bentukan dari pendiri Negara RI. Sumber hukum perdata dalam arti materiil adalah tempat di mana Hukum Perdata itu dapat diketemukan, yaitu Staatsblad atau Lembaran Negara di mana ketentuan tentang Hukum Perdata dapat dibaca. Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan yang pasti yang sering disebut dengan istilah Yurisprudensi termasuk sumber hukum perdata dalam arti materiil, karena memuat ketentuan-ketentuan hukum perdata.
  • 27. e EKMA431 6/MODUL 1 1.27 B. SISTEMATIKA KUHD Hukum Bisnis bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang diberlakukan sejak tahun 1948 berdasarkan asas konkordansi. Kedua kitab tersebut merupakan sumber hukum yang terkodifikasi. Sistematika KUHD terdiri dari: 1. dagang umumnya (10 bab)~ 2. hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang tertib dalam pelayaran (13 bab). Sumber hukum dari hukum bisnis di Indonesia meliputi: 1. KUHD yang belum banyak berubah Ketentuan-ketentuan dalam KUHD yang masih berlaku adalah pengaturan tentang: a. keagenan dan distributor (makelar dan komisioner)~ b. surat berharga (wesel, cek dan aksep)~ c. pengangkutan laut. 2. KUHD yang sudah banyak berubah Ketentuan-ketentuan dalam KUHD yang pada prinsipnya masih berlaku, telah banyak berubah adalah pengaturan mengenai: a. pembukuan dagang; b. • asurans1. 3. KUHD yang sudah diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru Ketentuan KUHD yang sudah diganti dengan peraturan perundang- undangan yang baru meliputi: a. perseroan terbatas; b. pembukuan Perseroan. 4. KUH Perdata yang belum banyak diubah. Ketentuan KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku meliputi pengaturan tentang: a. kontrak; b. hipotik atas kapal.
  • 28. 1.28 HUKUM BISNIS e 5. KUH Perdata yang sudah banyak diubah. Ketentuan dalam KUH Perdata yang masih berlaku, tetapi sudah banyak berubah adalah pengaturan mengenai perkreditan. 6. KUH Perdata yang sudah diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru. Ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis meliputi: a. hak tanggungan; b. perburuhan. 7. Perundang-undangan yang tidak terkait dengan KUHD maupun KUH Perdata. Ketentuan yang tidak terkait dengan KUH Perdata atau KUHD antara lain ketentuan-ketentuan tentang: a. perusahaan go public; b. penanaman modal asing; c. kepailitan; d. akuisisi dan merger; e. pembiayaan; f. hak Kekayaan Intelektual; g. persaingan Usaha Tidak Sehat; h. perlindungan Konsumen. C. PENGERTIAN HUKUM BISNIS Secara konvensional dalam ilmu hukum khususnya yang berkenaan dengan masalah bisnis, yang banyak dibicarakan orang hanyalah Hukum Dagang saja. Hal ini terbukti bahwa sejak duduk di bangku universitas mengenai istilah-istilah dan kegiatan bisnis yang diajarkan adalah Hukum Dagang sebagai terjemahan dari istilah Trade Law dan sesekali dipergunakan juga istilah Hukum Perniagaan sebagai terjemahan dari Commercial Law. Istilah Hukum Dagang biasanya hanya mengacu pada ketentuan- ketentuan yang ada di dalam Wetboek van Koophandel (WvK) yang di Indonesia diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Padahal di dalam kenyataannya banyak ketentuan-ketentuan yang tersebar di luar KURD yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan
  • 29. e EKMA431 6/MODUL 1 1.29 perdagangan pada umumnya, seperti ketentuan tentang Pasar Modal, perbankan, jual beli perusahaan, perdagangan intemasional, penanaman modal asing, pajak dan lain sebagainya. Dengan demikian ketentuan- ketentuan yang mengatur tentang bisnis dan perdagangan sudah begitu luasnya sehingga tidak tercakup dalam pembahasan Hukum Dagang. Oleh karena itu dalam perkembangannya semua ketentuan tersebut dicakup dalam satu lingkup baru yaitu Hukum Bisnis yang merupakan terjemahan dari istilah Business Law. Mengenai ruang lingkup dari hukum bisnis, berdasarkan istilahnya itu sendiri sudah menjelaskan dengan sendirinya bahwa hukum bisnis itu tidak lain merupakan hukum yang berkaitan dengan suatu bisnis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kata bisnis adalah suatu usaha dagang, urusan dan lain sebagainya. Sehingga bisnis itu secara umum berarti suatu kegiatan dagang, industri atau keuangan. Semua kegiatan tersebut dihubungkan dengan produksi dan pertukaran barang atau jasa, dan urusan-urusan keuangan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan ini. Oleh karena itu, suatu perusahaan dalam salah satu cabang kegiatan, atau suatu pengangkutan atau urusan yang dihubungkan dengan kegiatan bisnis. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan Hukum Bisnis adalah Hukum Perikatan yang khusus timbul dalam lapangan bisnis atau lapangan perusahaan pada umumnya. Hubungan antara lapangan hukum bisnis dengan lapangan hukum perdata sama dengan hubungan antara KUH Perdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) dengan KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hukum bisnis, misalnya: UU Perseroan Terbatas (PT), UU Pasar Modal, UU Perbankan, yang merupakan peraturan perundang- undangan di bidang bisnis yang berada di luar KUHD. Mengenai hubungan antara KUH Perdata dengan KUHD dan peraturan perundangan di bidang bisnis yang lain berlaku adagium: Lex specialis derogat legi generali. Hukum khusus mengesampingkan hukum umum atau hukum khusus menghapuskan hukum umum. Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyarakat. Oleh karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Apabila dilihat secara sosiologis perangkat aturan hukum telah menjelmakan dirinya menjadi responsive law. Selanjutnya
  • 30. 1.30 HUKUM BISNIS e hukum berkembang dari repressive law menjadi autonomous law dan kemudian berbentuk responsive law. Dalam merespons kepentingan masyarakat, hukum tidak selalu hanya menyediakan perangkatnya persis seperti apa yang terjadi dalam masyarakat. Hukum bahkan harus juga memberi bentuk kepada masyarakat, yaitu menyediakan platform ke arah tujuan pembangunan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian hukum tidak semata-mata reaktif melainkan mesti juga pro aktif. Dalam konteks ini, hukum akan berperan secara tut wuri handayani, atau yang dikenal juga dengan istilah tool ofsocial engineering. Fenomena yang berkembang dalam lapangan hukum bisnis, frekuensi perubahan hukum cukup tinggi, hal ini disebabkan karena kegiatan bisnis itu sendiri berkembang dengan pesat. Bahkan sedemikian pesatnya sehingga menyebabkan hukum bisnis sering kali harus tertinggal jauh di belakang dari kegiatan bisnis itu sendiri. Fenomena lain yang perlu untuk dikaji adalah kenyataan bahwa keluhan-keluhan para pelaku bisnis di dalam praktek yang terjadi tidak hanya terhadap bidang-bidang bisnis yang masih diatur oleh aturan zaman Hindia Belanda seperti KURD atau KUH Perdata, ataupun terhadap aturan-aturan yang tergolong relatif baru seperti UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. --____........ LATI HAN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan benda dan sebutkan macam-macam pembedaan benda beserta arti pentingnya! 2) Sebutkan letak pengaturan dan luas lapangan Hukum Perdata Indonesia! 3) Sebutkan dan jelaskan apa saja yang merupakan sumber hukum perdata materiil di Indonesia! 4) Bagaimanakah hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Bisnis? Dimanakah ketentuan-ketentuan Hukum Bisnis dapat diketemukan? 5) Jelaskan secara singkat apa bedanya penggunaan istilah Hukum Dagang dengan Hukum Bisnis!
  • 31. e EKMA431 6/MODUL 1 1.31 Petunjuk Jawaban Latihan 1) Menurut Pasal 499 KUH Perdata yang dimaksud dengan benda adalah setiap barang dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Benda itu sendiri dapat dibedakan macam-macamnya beserta arti pentingnya sehubungan dengan perbuatan terhadap benda yang bersangkutan, sebagai berikut. a) Benda dapat dibedakan menjadi benda berwujud dan benda tidak berwujud. b) Benda dapat dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. c) Benda dapat dibedakan menjadi benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis. d) Benda dapat dibedakan menjadi benda sudah ada dan benda akan ada. e) Benda dapat dibedakan menjadi benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan. f) Benda dapat dibedakan menjadi benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. g) Benda dapat dibedakan menjadi benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. 2) Hukum Perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut dengan hukum perdata materiil, sedangkan hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut dengan hukum perdata formal atau hukum acara perdata. Ruang lingkup hukum perdata materiil dibedakan antara pendapat pembentuk undang-undang dengan pendapat doktrin. Menurut KUH Perdata ruang lingkup hukum perdata materiil meliputi Buku I tentang Orang, Buku II tentang Benda dan Buku III tentang Perikatan. Menurut doktrin, ruang lingkup hukum perdata disesuaikan dengan siklus hidup manusia, yaitu a) tentang orang, b) tentang keluarga, c) tentang harta kekayaan, d) tentang pewarisan.
  • 32. 1.32 HUKUM BISNIS e 3) Sumber hukum perdata dalam arti materiil adalah tempat di mana Hukum Perdata itu dapat diketemukan, yaitu Staatsblad atau Lembaran Negara di mana ketentuan tentang Hukum Perdata dapat dibaca. Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan yang pasti yang sering disebut dengan istilah Yurisprudensi termasuk sumber hukum perdata dalam arti materiil, karena memuat ketentuan-ketentuan hukum perdata. 4) Mengenai hubungan antara KUH Perdata dengan KUHD dan peraturan perundangan di bidang bisnis yang lain berlaku adagium: Lex specialis derogat legi generali: Hukum khusus mengesampingkan hukum umum atau hukum khusus menghapuskan hukum umum. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hukum bisnis, misalnya: UU Perseroan Terbatas (PT), UU Pasar Modal, UU Perbankan, yang merupakan peraturan perundang-undangan di bidang bisnis yang berada di luar KUHD. 5) lstilah Hukum Dagang biasanya hanya mengacu pada ketentuan- ketentuan yang ada di dalam KUHD. Padahal di dalam kenyataannya banyak ketentuan-ketentuan yang tersebar di luar KUHD yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan perdagangan pada umumnya, seperti ketentuan tentang Pasar Modal, perbankan, jual beli perusahaan, perdagangan intemasional, penanaman modal asing, pajak dan lain sebagainya. Dengan demikian ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang bisnis dan perdagangan sudah begitu luasnya sehingga tidak tercakup dalam pembahasan Hukum Dagang. Oleh karena itu, dalam perkembangannya semua ketentuan tersebut dicakup dalam satu lingkup baru yaitu Hukum Bisnis. RANGKUMAN ------------------------------------ Objek dari hubungan hukum adalah benda, yaitu setiap barang atau hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Menurut sifatnya benda itu dibedakan menjadi benda berwujud atau barang dan benda tidak berwujud atau hak. Selanjutnya benda juga dapat dibedakan menjadi benda bergerak dan tidak bergerak, benda dipakai habis dan tidak dipakai habis, benda sudah ada dan benda akan ada, benda dalam
  • 33. e EKMA431 6/MODUL 1 1.33 perdagangan dan benda di luar perdagangan, benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Salah satu lapangan hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu yang satu dengan lainnya adalah Hukum Perdata, yang mempunyai luas lapangan berdasarkan siklus hidup manusia yaitu, hukum tentang orang, hukum keluarga, hukum harta kekayaan (hukum benda dan hukum perikatan) dan hukum waris. Bagian dari Hukum Perdata yang khusus mengatur kegiatan dalam dunia perniagaan adalah Hukum Bisnis. Dengan demikian hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Bisnis adalah hubungan antara hukum umum (Hukum Perdata) dan hukum khusus (Hukum Bisnis), sehingga di antara keduanya berlaku asas Lex specialis derogat legi generalis. TES FDRMATIF 2------------------------------- Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Objek di dalam suatu hubungan hukum adalah benda, yang dapat berupa .... A. barang B. hak C. benda berwujud D. semua benar 2) Benda yang menurut sifatnya tidak dapat diraba dengan panca indera adalah .... A. barang B. hak C. benda bergerak D. benda tidak bergerak 3) Benda yang pembebanannya dengan menggunakan lembaga gadai adalah .... A. semua benda B. semua hak C. benda bergerak D. benda tidak bergerak 4) Benda yang penyerahannya dilakukan dengan balik nama adalah .... A. benda tidak berwujud B. benda tidak bergerak
  • 34. 1.34 HUKUM BISNIS e C. benda tidak dipakai habis D. benda tidak dapat dibagi 5) Hukum Perdata adalah semua peraturan yang mengatur hubungan hukum antara .... A. individu yang satu dengan lainnya B. individu dengan penguasa negara C. individu dengan negara D. semua benar 6) Hubungan antara orang tua dengan anak diatur di dalam lapangan hukum tentang .... A. orang B. keluarga C. harta kekayaan D. waris 7) Menemukan Hukum Perdata melalui Yurisprudensi berarti menemukan hukum melalui sumber hukum dalam arti .... A. formal B. sejarah asalnya C. pembentuknya D. tempatnya 8) Menemukan Hukum Perdata melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berarti menemukan hukum melalui sumber hukum dalam arti .... A. formal B. sejarah asalnya C. pembentuknya D. semua benar 9) Kegiatan-kegiatan berikut ini yang merupakan kegiatan bisnis adalah .... A. kegiatan perdagangan B. kegiatan perindustrian C. kegiatan keuangan D. semua benar 10) Hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Bisnis berlaku asas lex specialis derogat legi generalis, artinya .... A. hukum perdata bersifat umum dan Hukum Bisnis bersifat khusus B. hukum perdata mengalahkan Hukum Bisnis
  • 35. e EKMA431 6/MODUL 1 1.35 C. hukum bisnis mengalahkan Hukum Perdata D. hukum bisnis adalah Hukum Perdata khusus Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2. Jumlah Jawaban yang Benar Tingkat penguasaan = - - - - - - - - - - - x 100% Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% =baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
  • 36. 1.36 HUKUM BISNIS e Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif1 Tes Formatif2 1) C. 1) D. 2) A. 2) B. 3) B. 3) C. 4) A. 4) B. 5) D. 5) A. 6) B. 6) B. 7) D. 7) D. 8) B. 8) D. 9) D. 9) D. 10) A. 10) C.
  • 37. e EKMA431 6/MODUL 1 1.37 Daftar Pustaka Fuady, Munir. (1996). Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya Bakti. ........................, (2005), Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung, Citra Aditya Bakti. Mertokusumo, Sudikno. (1988). Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty. Muhammad, Abdulkadir. (1990). Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Rahardjo, Satjipto. (1991). Ilmu Hukum. Jakarta: Citra Aditya Bakti. Subekti dan R. Tjitrosudibio. (1992). Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita.
  • 38. MDDUL 2 Hukum Perjanjian dan Asuransi Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S. PENDAHULUAN alam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis, kita tidak pernah lepas dari permasalahan perjanjian. Oleh karenanya, kita harus memiliki ilmu mendasar tentang perjanjian. Hukum Perjanjian yang akan dibahas dalam Modul 2 ini, adalah suatu pembahasan khusus tentang bagian hukum dari Hukum Perdata dan Hukum Asuransi. Modul 2 ini akan memberikan pengetahuan rnengenai dasar-dasar hubungan hukurn yang tirnbul dalarn kegiatan bisnis dan rnerupakan dasar dari rnodul-rnodul selanjutnya. Setelah rnempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang: 1. pengertian perjanjian; • •• asas-asas perJallJian;2. 3. syarat sahnya perjanjian; 4. jenis-jenis perjanjian; 5. wanprestasi dan akibatnya; 6. hapusnya perjanjian. pengertian asuransi; polis; • 7. 8. 9. macarn-macam asurans1.
  • 39. 2.2 HUKUM BISNIS e KEGIATAN BELA&JAR 1 Hukum Perjanjian A. PENGERTIAN DAN PENGATURAN PERJANJIAN Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst, yang berasal dari kata kerja overeenkomen yang berarti setuju atau sepakat. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata "Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Perumusan tersebut oleh para sarjana dianggap kurang memuaskan, karena dianggap mengandung kelemahan-kelemahan yaitu berikut ini. 1. Kata " .... Suatu perbuatan ...." dapat meliputi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum dan perbuatan biasa yaitu perbuatan yang tidak menimbulkan akibat hukum. Sedangkan perjanjian merupakan perbuatan hukum, karena akibat hukum yang timbul dari suatu perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak. Oleh karena itu, kata perbuatan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut lebih tepat apabila diganti dengan kata "perbuatan hukum", 2. Pasal 1313 KUH Perdata tersebut kurang lengkap, sebab hanya menggambarkan perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat dilihat dari perumusan: " ..... satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Perumusan tersebut seolah-olah memberikan pengertian bahwa di satu pihak hanya ada kewajiban, sedangkan di pihak yang lain hanya ada hak saja. Perjanjian yang demikian merupakan perjanjian sepihak. Pada hal yang dimaksudkan oleh Pasal 1313 KUH Perdata termasuk perjanjian yang timbal balik. Oleh karena itu, agar dapat mencakup baik perjanjian sepihak maupun perjanjian timbal balik, maka sebaiknya perumusannya ditambah dengan kata-kata: "... atau kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya ...", 3. Perumusan Pasal 1313 KUH Perdata itu dianggap terlalu luas, karena dari perumusan pasal tersebut dapat termasuk di dalamnya perbuatan- perbuatan dalam lapangan hukum keluarga. Sedangkan yang dimaksudkan adalah hanya perbuatan dalam lapangan hukum harta kekayaan saja.
  • 40. e EKMA431 6/MODUL 2 2.3 Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut maka beberapa sarjana kemudian memberikan batasan pengertian perjanjian. Subekti memberikan pengertian perjanjian sebagai berikut. "Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal". Menurut Sudikno Mertokusumo, "Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum". Maksudnya bahwa dua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang harus mereka laksanakan. Kesepakatan tersebut untuk menimbulkan akibat hukum yaitu hak dan kewajiban. Dan apabila hak dan kewajiban tersebut dilanggar maka akibat hukumnya bagi si pelanggar akan dikenakan sanksi. Kemudian R. Setiawan yang menerjemahkan overeenkomst sebagai persetujuan menyatakan bahwa "persetujuan adalah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih." Menurutnya penggunaan istilah persetujuan tersebut lebih tepat mengingat KUH Perdata menganut asas konsensualisme atau dengan kata lain overeenkomst pada asasnya terjadi dengan adanya kata sepakat dan kata sepakat itu timbul karena adanya kesesuaian kehendak di antara para pihak. Dari beberapa perumusan mengenai perjanjian di atas maka tersimpul adanya unsur-unsur perjanjian sebagai berikut. 1. Adanya dua pihak atau lebih. 2. Adanya kata sepakat di antara para pihak. 3. Adanya akibat hukum yang ditimbulkan berupa hak dan kewajiban atau melakukan suatu perbuatan. Berdasarkan unsur-unsur perjanjian tersebut, penulis berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Penggunaan istilah perbuatan hukum lebih tepat, hal ini disebabkan jika menggunakan istilah peristiwa hukum pengertiannya cenderung merupakan sesuatu hal yang tidak dikehendaki (walaupun ada kalanya sesuatu itu dikehendaki) oleh para pihak padahal dalam perjanjian hak dan kewajiban yang timbul memang dikehendaki oleh para pihak. Sedangkan apabila menggunakan istilah hubungan hukum maka pengertiannya terlalu luas sebab
  • 41. 2.4 HUKUM BISNIS e hak dan kewajibannya timbul selain karena perjanjian juga karena undang- undang. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka artinya bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian mengenai apa saja baik yang sudah ada ketentuannya dalam undang-undang maupun yang belum ada ketentuannya, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Konsekuensi dari adanya sistem terbuka tersebut bahwa hukum perjanjian bersikap sebagai hukum pelengkap. Artinya bahwa pasal-pasal yang terdapat dalam buku III KUH Perdata boleh dikesampingkan berlakunya manakala para pihak telah membuat ketentuan sendiri. Dan sebaliknya apabila para pihak tidak menentukan lain maka berlakukah ketentuan yang terdapat dalam buku III KUH Perdata. Dikatakan sebagai hukum pelengkap karena pasal- pasal dari hukum perjanjian itu dapat dikatakan melengkapi perjanjian- perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap. Biasanya para pihak yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu karena para pihak hanya menyetujui hal-hal yang pokok saja dengan tidak memikirkan soal-soal lainnya. Di samping bersifat sebagai hukum pelengkap, hukum perjanjian juga bersifat konsensuil artinya perjanjian itu terjadi sejak saat terjadinya kata sepakat di antara para pihak mengenai pokok perjanjian. Maka dalam hal ini perjanjian itu dapat dibuat secara lisan saja dan dapat juga dalam bentuk tertulis berupa akta jika dikehendaki sebagai alat bukti. Sedangkan sifat hukum perjanjian yang lain adalah obligatoir maksudnya bahwa dengan adanya perjanjian tersebut hanya menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi para pihak dan belum mengakibatkan berpindahnya hak milik tersebut. Hak milik baru berpindah setelah terjadinya penyerahan atau levering. Untuk mengetahui hubungan antara perjanjian dengan perikatan maka akan diuraikan sedikit mengenai perikatan. Perikatan berasal dari bahasa Belanda "verbintenis." Verbintenis sendiri berasal dari kata kerja verbinden yang berarti mengikat. Ada sarjana yang menerjemahkan verbintenis sebagai perikatan, perutangan. Dalam modul ini penulis setuju menggunakan istilah perikatan sebagai terjemahan verbintenis, karena untuk istilah perutangan sering kali memberikan kesan bahwa ada suatu utang-piutang uang antara para pihak. Mengenai perikatan diatur di dalam buku III KUH Perdata, tetapi tidak ada satu pasal pun di dalamnya
  • 42. e EKMA431 6/MODUL 2 2.5 yang memberikan definisi perikatan. Oleh karena itu, para sarjana memberikan definisi sendiri. Subekti mendefinisikan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, "perutangan adalah merupakan hubungan hukum yang atas dasar itu seseorang dapat mengharapkan suatu prestasi dari seseorang yang lain bila perlu dengan perantaraan hakim." Menurut Abdul Kadir Muhammad yang mendefinisikan perikatan sebagai suatu hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para sarjana di atas, dapat disimpulkan bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, dalam lapangan hukum harta kekayaan, di mana pihak yang satu berkewajiban untuk memberikan prestasi kepada pihak lain dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa suatu perjanjian mempunyai hubungan dengan perikatan karena perjanjian itu menerbitkan perikatan. Dengan diadakan suatu perjanjian maka akan menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan, di mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan di samping sumber-sumber lain. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa "tiap- tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang- undang." Mengenai hal ini Subekti berpendapat bahwa perikatan mempunyai pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian merupakan suatu hal yang konkret atau merupakan suatu peristiwa. Beliau juga menyatakan bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian sedangkan perikatan yang lahir dari undang- undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan.
  • 43. 2.6 HUKUM BISNIS e Mengenai perjanjian diatur di dalam Bab II Buku III KUH Perdata yang berjudul tentang Perikatan-perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian. Buku III KUH Perdata tersebut memuat 18 titel. Titel I- IV memuat tentang perjanjian pada umumnya dan titel V- XVIII memuat tentang perjanjian-perjanjian khusus. B. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan asas adalah hukum dasar atau dasar dari sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir dan berpendapat atau cita-cita. Pada bagian lain disebutkan bahwa pengertian asas sama dengan pengertian Principle dalam bahasa Inggris, atau pengertian Leer dalam bahasa Belanda di mana keduanya mempunyai arti sebagai teori atau ajaran pokok. Sedangkan menurut Prof. Sudikno, yang dimaksud dengan asas hukum adalah suatu pikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangi pembentukan hukum positif. Dengan demikian asas hukum tersebut pada umumnya tidak tertuang di dalam peraturan yang konkret akan tetapi hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatarbelakangi pembentukannya. Hal ini disebabkan sifat dari asas tersebut adalah abstrak dan umum. Adapun asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah sebagai berikut. 1. Asas Konsensualisme Asas ini berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian. Istilah konsensualisme berasal dari kata "konsensus" yang berarti kesepakatan atau persetujuan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa di antara para pihak yang bersangkutan telah tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak yang lain meskipun secara timbal balik. Kedua kehendak itu bertemu dalam "sepakat" tersebut. Mengenai asas konsensualisme dapat dijumpai dalam Pasal 1320 butir 1 jo Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengatakan bahwa "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian telah lahir sejak saat tercapainya
  • 44. e EKMA431 6/MODUL 2 2.7 kesepakatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain, perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai kesepakatan dari para pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian dan tidak perlu adanya formalitas tertentu selain yang telah ditentukan undang-undang. Hukum perjanjian menganut asas konsensualisme karena asas tersebut dipandang sebagai puncak peningkatan martabat manusia artinya bahwa dengan diletakkannya kepercayaan pada perkataan orang maka orang tersebut ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya sebagai manusia. Terhadap asas konsensualisme itu ada perkecualiannya yaitu oleh Undang-undang ditetapkan formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak memenuhi bentuk yang ditetapkan, seperti misalnya perjanjian: a. penghibahan yang berupa benda tak bergerak harus dengan akta notaris; b. perdamaian harus dengan bentuk tertulis; c. kerja di laut harus dengan akta. Perjanjian-perjanjian yang pembuatannya menggunakan formalitas tertentu disebut perjanjian formil. Di samping itu ada juga pengecualian dari asas konsensualisme yaitu pada perjanjian riil. Dalam perjanjian riil ini lahirnya perjanjian tidak pada saat adanya kata sepakat, tetapi pada saat barang atau objek diserahkan secara nyata, misalnya dalam perjanjian penitipan. 2. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak ini erat sekali kaitannya dengan isi, bentuk dan jenis dari perjanjian yang dibuat. Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Asas ini dapat disimpulkan dari kata "semua" yang mengandung 5 makna yaitu setiap orang bebas: a. untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian; b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun; c. menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya; d. menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya; e. untuk mengadakan pilihan hukum, maksudnya yaitu bebas untuk memilih pada hukum mana perjanjian yang dibuatnya akan tunduk.
  • 45. 2.8 HUKUM BISNIS e Dengan adanya asas kebebasan berkontrak menyebabkan timbulnya berbagai macam perjanjian dalam masyarakat sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bahkan perjanjian yang timbul dalam masyarakat (perjanjian tidak bernama) lebih banyak daripada perjanjian bernama yang ada dalam buku III KUH Perdata. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang pesat timbullah perjanjian- perjanjian yang bentuk dan isinya sudah dibakukan serta dibuat secara massal (standarisasi kontrak). Di dalam perjanjian-perjanjian standar ini pihak lawan hanya tinggal disodori dan diminta persetujuannya dan pihak lawan tidak mempunyai kebebasan untuk tawar-menawar. Apabila ia setuju berarti ia menerima seluruh isi kontrak dan jika ia tidak setuju berarti ia tidak menerima seluruh isi kontrak. Adanya kemajuan tersebut maka kebebasan berkontrak dibatasi dengan campur tangan penguasa yang bertindak sebagai pelindung terhadap pihak yang secara ekonomis lebih lemah kedudukannya, misalnya besarnya suku bunga sudah ditentukan oleh pemerintah. 3. Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini berhubungan dengan akibat suatu perjanjian dan diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH perdata. Asas tersebut dapat disimpulkan d . k "art ata ... berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya." Dengan adanya asas pacta sunt servanda berarti para pihak harus menaati perjanjian yang telah mereka buat seperti halnya menaati undang- undang, maksudnya yaitu apabila di antara para pihak ada yang melanggar perjanjian tersebut maka pihak tersebut dianggap melanggar Undang- undang, yang tentunya akan dikenai sanksi hukum. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian tidak dapat ditarik tanpa persetujuan pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yaitu "suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undang- undang dinyatakan cukup untuk itu." Adapun nama lain dari asas pacta sunt servanda yaitu asas kepastian hukum. Dengan adanya kepastian hukum maka para pihak yang telah menjanjikan sesuatu akan memperoleh jaminan yaitu apa yang telah diperjanjikan itu akan dijamin pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam asas ini tersimpul kewajiban bagi pihak ketiga (hakim) untuk menghormati
  • 46. e EKMA431 6/MODUL 2 2.9 perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak, artinya hakim tidak boleh mencampuri yaitu tidak menambah dan mengurangi isi perjanjian dan juga tidak menghilangkan kewajiban-kewajiban kontraktual yang timbul dari perjanjian itu. 4. Asas ltikad Baik Asas itikad baik berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Asas ini menghendaki bahwa apa yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut harus dilaksanakan dengan memenuhi tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan. Kepatutan di dalam perjanjian dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak tetapi harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan. Sedangkan keadilan maksudnya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa yang sudah diperjanjikan namun untuk pemenuhan janji tersebut harus memperhatikan norma-norma yang berlaku. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yaitu "suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik." Itikad baik mempunyai dua pengertian yaitu berikut ini. a. Itikad baik dalam arti subjektif Itikad baik dalam arti subjektif dapat diketemukan dalam lapangan hukum benda dan dalam hukum perikatan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal1977 KUH Perdata mengenai kedudukan berkuasa dan dalam Pasal531 KUH Perdata. ltikad baik di sini dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. b. Itikad baik dalam arti objektif Itikad baik dalam arti objektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut harus tetap berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta harus berjalan di atas rel yang benar. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata memberikan suatu kekuasaan pada hakim untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan, namun, tentu saja ada batas-batasnya.
  • 47. 2.1Q HUKUM BISNIS e 5. Asas Kepribadian Asas ini berhubungan dengan subjek yang terikat dalam suatu perjanjian. Salah satu asas dalam perjanjian yang berhubungan erat dengan asas pacta sunt servanda adalah asas kepribadian dalam perjanjian. Kedua asas ini dikatakan mempunyai hubungan erat karena dalam asas pacta sunt servanda menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak mengikat mereka seperti undang-undang. Sedangkan pada asas kepribadian menyatakan bahwa yang terikat dalam perjanjian hanya para pihak yang membuat perjanjian saja, tidak termasuk pihak di luar perjanjian (pihak ketiga). Asas kepribadian dalam perjanjian ini dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya." Dengan demikian dapat dibenarkan bahwa dalam suatu perjanjian tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban terhadap pihak ketiga, juga tidak boleh mendatangkan keuntungan atau kerugian pada pihak ketiga kecuali telah ditentukan lain oleh undang-undang. Pernyataan ini diatur dalam Pasal 1340 ayat (2) yang menyatakan bahwa "suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut orang-orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Syarat subjektif ini apabila tidak dipenuhi dalam pembuatan perjanjian maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar) oleh pihak yang lemah yaitu pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan perizinan secara tidak bebas. Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak yang belum dewasa adalah anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua atau walinya dan untuk
  • 48. e EKMA431 6/MODUL 2 2.11 seseorang yang berada di bawah pengampuan maka yang meminta pembatalan perjanjian adalah pengampunya. Sedangkan untuk seseorang yang telah memberikan perizinannya secara tidak bebas maka orang itu sendiri yang dapat meminta pembatalan perjanjian. Pembatalan perjanjian ini tidak dapat selamanya dan menurut Pasal 1454 KUH Perdata ditentukan sampai batas waktu tertentu yaitu 5 tahun. Dalam hal ketidakcakapan suatu pihak, batas waktu tersebut dimulai sejak orang tersebut menjadi cakap menurut hukum. Sedangkan dalam hal paksaan dinyatakan mulai berlaku sejak hari paksaan itu telah berhenti, dan untuk kekhilafan atau penipuan mulai berlaku sejak hari diketahuinya kekhilafan atau penipuan tersebut. Namun demikian selama pembatalan tersebut belurn dilaksanakan maka perjanjian itu masih tetap berlaku sebagai perjanjian yang sah dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek yang menjadi isi perjanjian. Apabila syarat objektif ini tidak dipenuhi di dalam pembuatan suatu perjanjian maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya perjanjian tersebut tanpa dimintakan pembatalannya oleh hakim sudah batal dengan sendirinya atau dengan kata lain perjanjian tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai syarat sahnya • • • perJanJian. 1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya Sepakat merupakan pertemuan antara dua kehendak di mana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak yang lain. Sepakat atau yang dikehendaki pihak yang lain. Sepakat atau persetujuan kehendak di antara para pihak tersebut adalah mengenai hal-hal yang pokok dalam suatu perjanjian. Dengan demikian mereka menghendaki sesuatu yang berlainan satu sama lain secara timbal balik artinya pihak yang lain mempertemukan kehendak yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan. Kata sepakat dari para pihak dalam perjanjian harus berupa kesepakatan yang bebas artinya benar-benar atas kemauan sukarela dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga sepakat yang diberikannya bukan karena kekhilafan, paksaan atau penipuan. Apabila sepakat yang diberikan itu karena kekhilafan, paksaan atau penipuan maka dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut mengandung cacat kehendak.
  • 49. 2.12 HUKUM BISNIS e Mengenai kekhilafan ini Pasal 1322 KUH Perdata menyatakan bahwa kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok • • • perJanJian. Kekhilafan itu tidak menjadi sebab batalnya, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya, orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut. Berdasarkan Pasal 1322 KUH Perdata tersebut, ada 2 jenis kekhilafan yaitu a. kekhilafan mengenai orang dengan siapa seseorang mengikatkan dirinya (error in persona); b. kekhilafan mengenai hakikat bendanya (error in substantia). Selain kekhilafan, hal lain yang menyebabkan suatu kesepakatan tidak sah adalah karena adanya paksaan. Pasal 1324 ayat (1) KUH Perdata menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan paksaan ialah apabila perbuatan tersebut dapat menimbulkan rasa takut bagi orang yang berpikiran sehat, juga menimbulkan rasa takut dan ancaman bagi dirinya maupun harta kekayaannya. Dalam ayat duanya menyebutkan bahwa dalam hal paksaan maka faktor usia, jenis kelamin, dan kedudukan seseorang juga diperhatikan. Pembatalan perjanjian juga bisa didasarkan karena adanya penipuan terhadap salah satu pihak sehingga karena adanya penipuan tersebut pihak yang tertipu membuat perjanjian. Penipuan ini terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawan agar memberikan perizinannya. Apabila tidak dilakukan tipu muslihat tersebut maka pihak yang lain tidak akan membuat perjanjian tersebut. Hal ini diterangkan dalam Pasal 1328 KUH Perdata. Sehubungan dengan adanya kemungkinan pemyataan kehendak yang tidak selalu sama dengan kehendak, maka timbul persoalan mengenai cara penentuan tercapainya kata sepakat. Cara yang sering digunakan untuk menentukan terjadinya kata sepakat adalah dengan menggunakan berbagai teori, yaitu berikut ini. 1) Teori kehendak (Wilstheorie) Teori ini lebih menekankan pada faktor kehendak. Menurut teori ini, jika ada pernyataan kehendak yang berbeda dengan kehendak yang
  • 50. e EKMA431 6/MODUL 2 2.13 sesungguhnya maka pihak yang menyatakan kehendak tersebut tidak terikat pada pemyataan tersebut. 2) Teori pernyataan (Verklaringstheorie) Yang menjadi patokan dalam teori ini adalah apa yang dinyatakan oleh para pihak. Dalam teori ini tidak memperhatikan apakah pernyataan kehendak tersebut sama dengan kehendak yang sesungguhnya ataupun tidak. 3) Teori kepercayaan (Vetrouwenstheorie) Teori ini menyatakan bahwa kata sepakat terjadi jika ada pernyataan kehendak yang secara objektif dapat dipercaya. Di samping adanya persoalan mengenai cara penentuan tercapainya kata sepakat, juga terdapat persoalan mengenai saat dan tempat terjadinya kesepakatan yang melahirkan perjanjian. Hal ini berhubungan dengan adanya kemungkinan terjadinya perjanjian tanpa hadirnya para pihak atau salah satu pihak yang membuat perjanjian. Maka untuk pemecahan persoalan ini digunakan berbagai teori yang ada di bawah ini. a) Teori pemyataan (Vitingstheorie) Menurut teori ini perjanjian terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran (akseptor) telah menulis surat jawaban yang menyatakan bahwa ia menerima penawaran tersebut. Keberatan terhadap teori ini adalah orang tidak dapat menetapkan secara pasti saat lahirnya suatu perjanjian karena sulit untuk mengetahui dengan pasti dan sulit juga untuk membuktikannya mengenai saat penulisan surat jawaban tersebut. Di samping itu perjanjian sudah terjadi pada saat akseptor masih mempunyai penuh atas surat jawaban tersebut. Dalam hal ini akseptor dapat mengulur atau bahkan membatalkan akseptasinya, sedangkan pihak yang menawarkan sudah terikat. b) Teori pengiriman (Verzendingstheorie) Teori ini mengemukakan bahwa perjanjian terjadi pada saat dikirimkannya surat jawaban penerimaan penawaran oleh akseptor. Adapun kelemahan dari teori ini adalah salah satu pihak (pihak yang melakukan penawaran) tidak dapat mengetahui saat terjadinya • • • perJanJian. c) Teori pengetahuan (Vernemingstheorie) Teori ini mengemukakan bahwa perjanjian terjadi setelah pihak yang menawarkan mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui oleh
  • 51. 2.14 HUKUM BISNIS e pihak yang lain. Adapun kelemahan dari teori ini adalah akseptor sulit untuk mengetahui saat isi surat penerimaannya telah dibaca oleh pihak yang menawarkan sebab ada kemungkinan surat penerimaan penawaran (akseptasi) telah diterima tetapi belum dibaca isinya. d) Teori penerimaan (Ontvangstheorie) Menurut teori ini bahwa perjanjian terjadi pada saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan. Namun teori ini masih ada kelemahannya yaitu apabila surat jawaban penerimaan penawaran tersebut sampainya pada hari minggu dan ditujukan pada kantor, berarti penerimaannya terlambat. Maka mengenai persoalan tersebut kemudian Pitlo mengembangkan teori sendiri yang menyatakan bahwa perjanjian itu terjadi pada saat pihak yang mengirimkan jawaban penerimaan penawaran secara patut dapat menduga bahwa pihak yang menawarkan telah mengetahui akan isi surat penerimaan tersebut. 2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian Orang yang dianggap cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang yang telah dewasa yaitu orang-orang yang telah mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau cakap menurut hukum. Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa pada saatnya setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian, kecuali jika oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian. Mereka yang oleh Undang-undang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian, sebagaimana diatur oleh Pasal1330 KUH Perdata, adalah: a. orang yang belum dewasa; b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c. orang perempuan dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh undang- undang. Orang yang belum dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan. Tetapi apabila ia sebelum berumur 21 tahun telah kawin dan perkawinannya bubar pada waktu belum berumur 21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam keadaan belum dewasa. Adapun pengertian mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang-orang yang harus diwakili oleh seorang pengampu ataupun kuratornya
  • 52. e EKMA431 6/MODUL 2 2.15 apabila ia akan melakukan perbuatan hukum. Seseorang dapat ditaruh di bawah pengampunan dikarenakan gila, dungu, mata gelap, lemah akal, pemabuk, dan pemboros. Selain kedua golongan di atas, KUH Perdata menyebutkan bahwa seorang perempuan bersuami tidak boleh melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa izin dari suaminya. Hal demikian telah diatur dalam Pasal108 dan 110 KUH Perdata. Pasal tersebut menurut SEMA No. 3 Tahun 1963 dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman maupun rasa keadilan maka pasal tersebut tidak berlaku lagi. Sedangkan peraturan lain yang menyatakan bahwa seorang istri mempunyai kedudukan yang sama dengan suaminya di depan hukum maupun dalam pergaulan masyarakat. Hal ini ditentukan oleh Undang- undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan: "hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan di rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat." Kemudian ayat kedua menyebutkan: "masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum." Dengan demikian pada saat sekarang seorang wanita yang telah bersuami boleh melakukan perbuatan hukum tanpa harus mendapat izin terlebih dahulu dari suaminya. 3. Suatu Hal Tertentu Adapun maksud suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek daripada perjanjian, suatu pokok di mana perjanjian diadakan. Di dalam suatu perjanjian objek perjanjian harus tertentu dan setidak-tidaknya dapat ditentukan. Pokok perjanjian ini tidak harus ditentukan secara individual tetapi cukup dapat ditentukan menurut jenisnya. Hal ini menurut ketentuan Pasal 1333 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: "Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung". Dari pasal tersebut tergantung pengertian bahwa perjanjian atas suatu barang yang baru akan ada itu diperbolehkan. Kemudian dalam Pasal 1334 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa "barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian." Barang-barang yang baru akan ada dapat dibedakan menjadi dua yaitu
  • 53. 2.16 HUKUM BISNIS e a. barang-barang yang baru akan ada dalam pengertian mutlak yaitu barang-barang yang pada saat lahirnya perjanjian, sama sekali belum ada· ' b. barang-barang yang baru akan ada dalam pengertian nisbi yaitu barang- barang yang sudah ada pada saat lahirnya perjanjian tetapi pada pihak- pihak tertentu barang tersebut masih merupakan suatu harapan untuk dimiliki. Namun pengertian barang-barang yang baru akan ada tersebut tidaklah termasuk di dalamnya barang-barang warisan yang belum terbuka. Terhadap suatu warisan yang belum terbuka itu tidak diperkenankan untuk dijadikan objek suatu perjanjian. Hal ini tercantum pada Pasal 1334 ayat (2) KUH Perdata. 4. Suatu Sebab yang Halal Pembentuk Undang-undang tidak memberikan definisi tentang suatu sebab dalam pasal-pasal KUH Perdata. Menurut Yurisprudensi yang dimaksud dengan "sebab" adalah sesuatu yang akan dicapai oleh para pihak dalam perjanjian atau sesuatu yang menjadi tujuan perjanjian. Dalam Pasal 1336 KUH Perdata, disebutkan adanya perjanjian dengan macam sebab atau kausa yaitu a. perjanjian dengan sebab yang halal; b. perjanjian dengan sebab yang palsu atau terlarang; c. perjanjian tanpa sebab. Perjanjian dengan sebab yang halal di sini maksudnya bahwa isi dari perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Perjanjian dengan sebab yang palsu (terlarang) termasuk dalam pengertian dalam sebab yang tidak halal. Suatu sebab dikatakan palsu apabila sebab tersebut diadakan oleh para pihak untuk menutupi atau menyelubungi sebab yang sebenarnya. Sedangkan sebab yang terlarang maksudnya sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu perjanjian tanpa sebab dapat terjadi apabila tujuan yang dimaksudkan oleh para pihak pada saat dibuatnya perjanjian tidak akan tercapai. Dalam Pasal 1335 KUH Perdata disebutkan bahwa "suatu