1. Contoh kasus Hukum Perdata Internasional.
Kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono.
1. Para Pihak
Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat
yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan
di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978 oleh seornag desainer
terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen
ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya
yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.
Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group Ltd,
sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah hotel
berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia. Saat ini kepemilikan Versace Group
dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari Allegra Beck Versace yang memiliki saham
50%, Donatella Versace yang memiliki saham 20% dan Santo Versace yang memiliki saham
sebanyak 30%.
Saat ini Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap
sebgaai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual
produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah
dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang
Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan.
2. Kasus Posisi
Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono adalah sebagai berikut:[1]
a) Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE
CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek tersebut telah dipakai,
dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia sejak tahun 1989 dna terdaftar pula di 30
negara lebih, sehingga Merek penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag
No.15 Tahun 2001 tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang
disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan 25.
b) Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek milik
tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama dengan Merek-Merek milik penggugat.
c) Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng
keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati keuntungan
ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng Merek milik penggugat,
2. atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan
Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek.
Uraian posisi kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan atas Merek
Terkenal yang dilakukan oleh warga negara nasional.
3. Putusan
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono
mengambil penafsiran persaingan curang berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 4 Undang-
Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek tanpa merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung
RI No.426 pk/pdt/1994. Pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Niaga mengenai persaingan
curang adalah :
“ Menimbang bahwa dari Penjelasan Pasal 4 tersebut berdasarkan penafsiran a contario ,
terdapat 2 elemen penting untuk menentukan adanya itikad baik yaitu :
- Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak lain;
- Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan curang, atau menjiplak atau
menumpang ketenaran merek orang lain “
Selain pernyataan mengenai permasalahan persaingan curang, lebih jauhnya Majelis Hakim
memberikan pertimbangan mengenai tindakan penyesatan konsumen sebagai berikut:
“a) Penyesatan tentang asal-usul suatu produk. Hal ini dapat terjadi karena Merek dari suatu
produk menggunaka Merek luar negeri atau ciri khas suatu daerah yang sebenarnya Merek
tersebut bukan berasal dari daerah luar negeri atau dari suatu daerah yang mempunyai ciri khusus
tersebut;
b) Penyesatan karena produsen. Penyesatan dalam bentuk ini dapat terjadi karena masyarakat
konsumen yang telah mengetahui dengan baik mutu suatu produk, kemudian di pasaran
ditemukan suatu produk dengan Merek yang mirip atau menyerupai yang ia sudah kenal
sebelumnya;
c) Penyesatan melalui penglihatan. Penyesatan ini dapat terjadi karena kesamaan atau kemiripan
dari Merek yang bersangkutan.
d) Penyesatan melalui pendengaran. Hal ini sering terjadi bagi konsumen yang hanya mendengar
atau mengetahui suatu produk dari pemberitahuan orang lain”
Pertimbangan mengenai tindakan penyesatan yang cukup rinci tersebut memang tidak terdapat
dalam Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek maupun dalam Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI No.426/PK/PDT/1994. Interpretasi mengenai tindakan penyesatan ini
merupakan interpretasi ekstensif dari istilah menyesatkan konsumen yang terdapat dalam
Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 tahun 2001 tentang Merek. Interpretasi terhadap
3. istilah dalam undang-undang ini bukanlah menjadi tugas Hakim semata, para ilmuwan sarjana
hukum pun dapat melakukan interpretasi, terutama bagi para pengacara yang mewakili
kepentingan para pihak di pengadilan. Boleh dikatakan bahwa setiap undang-undang perlu
dijelaskan atau ditafsirkan terlebih dahulu sebelum dapat diterapkan pada peristiwanya.
4. Analisis singkat Putusan
Berdasarkan kompetensi para pihak yang bersengketa di pengadilan, hal-hal yang dapat
dianalisis antara lain :
a) Pihak penggugat yang berkewarganegaraan Italia merupakan unsur asing dalam sengketa
ini, dengan adanya unsur asing inilah permasalahan Hukum Perdata Internasional timbul. Titik
pertalian primernya adalah kewarganegaraan, yang mana kewarganegaraan penggugat dan
tergugat berbeda. Selanjutnya, titik taut sekundernya adalah lex loci, yaitu hukum yang berlaku
adalah hukum Indonesia sesuai dengan tempat di mana kegiatan dagang atau industri tersebut
berjalan.
b) Penggugat yang merupakan warga negara dari negara lain peserta Konvensi Paris tentunya
harus mendapat perlakuan yang sama seperti warga negara nasional terhadap perlindungan atas
persaingan curang, hal ini sesuai dengan klausul timbal balik.
c) Penggugat yang merupakan badan hukum berkewarganegaraan Italia ini dapat menuntut
halnya di depan pengadilan.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai kasus ini, anda dapat menghubungi LBH Masyarakat.