Dokumen tersebut membahas kerja sama administratif antara administrasi pajak negara, terutama pertukaran informasi, pemulihan pajak, dan prosedur kesepakatan bersama. Pertukaran informasi memungkinkan administrasi pajak satu negara memperoleh informasi dari negara lain untuk tujuan penilaian dan pengumpulan pajak. Pemulihan pajak memungkinkan administrasi pajak meminta bantuan negara lain dalam menagih utang pajak wajib paj
Dokumen tersebut membahas mengenai prinsip pengakuan pajak masukan berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak masukan hanya dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu seperti berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan tercantum dalam faktur pajak yang sah. Terdapat pengecualian untuk pajak masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan se
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi piutang pemerintah daerah, termasuk definisi piutang, pengakuan, pengukuran, klasifikasi, penilaian kualitas piutang, dan sistem akuntansi piutang SKPD dan PPKD.
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi perpajakan dan pembukuan dalam perspektif perpajakan. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi akuntansi dan akuntansi perpajakan, ketentuan pembukuan menurut undang-undang perpajakan, serta perbedaan antara sistem kas dan sistem akrual dalam pembukuan.
Dokumen tersebut membahas tentang SPT Tahunan bagi WP Orang Pribadi, termasuk jenis-jenis WP OP berdasarkan kegiatan usahanya, formulir SPT yang harus digunakan, dan penjelasan singkat mengenai formulir tersebut. Formulir SPT Tahunan bagi WP OP terdiri atas Form 1770-SS, Form 1770-S, dan Form 1770, yang mana masing-masing formulir digunakan untuk kategori WP OP tertentu.
Pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
Penghasilan yang dikenakan Pajak Final antara lain :
Penghasilan dari bunga tabungan dari bank.
Penghasilan dari bunga deposito dari bank.
Penghasilan jasa giro dari bank.
Penghasilan diskonto SBI/SBN
Penghasilan bunga/diskonto obligasi.
Penghasilan penjualan saham dibursa efek.
Penghasilan penyalur/dealer/agen produk BBM.
Penghasilan pengalihan/penjualan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari jasa konstruksi
Penghasilan perwakilan dagang asing.
Penghasilan usaha pelayaran/penerbangan.
Penghasilan dari penilaian kembali aktiva.
Penghasilan dengan peredaran usaha tertentu berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
Dokumen tersebut membahas mengenai prinsip pengakuan pajak masukan berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak masukan hanya dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu seperti berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan tercantum dalam faktur pajak yang sah. Terdapat pengecualian untuk pajak masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan se
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi piutang pemerintah daerah, termasuk definisi piutang, pengakuan, pengukuran, klasifikasi, penilaian kualitas piutang, dan sistem akuntansi piutang SKPD dan PPKD.
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi perpajakan dan pembukuan dalam perspektif perpajakan. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi akuntansi dan akuntansi perpajakan, ketentuan pembukuan menurut undang-undang perpajakan, serta perbedaan antara sistem kas dan sistem akrual dalam pembukuan.
Dokumen tersebut membahas tentang SPT Tahunan bagi WP Orang Pribadi, termasuk jenis-jenis WP OP berdasarkan kegiatan usahanya, formulir SPT yang harus digunakan, dan penjelasan singkat mengenai formulir tersebut. Formulir SPT Tahunan bagi WP OP terdiri atas Form 1770-SS, Form 1770-S, dan Form 1770, yang mana masing-masing formulir digunakan untuk kategori WP OP tertentu.
Pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
Penghasilan yang dikenakan Pajak Final antara lain :
Penghasilan dari bunga tabungan dari bank.
Penghasilan dari bunga deposito dari bank.
Penghasilan jasa giro dari bank.
Penghasilan diskonto SBI/SBN
Penghasilan bunga/diskonto obligasi.
Penghasilan penjualan saham dibursa efek.
Penghasilan penyalur/dealer/agen produk BBM.
Penghasilan pengalihan/penjualan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari jasa konstruksi
Penghasilan perwakilan dagang asing.
Penghasilan usaha pelayaran/penerbangan.
Penghasilan dari penilaian kembali aktiva.
Penghasilan dengan peredaran usaha tertentu berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
1. Reformasi pengelolaan keuangan negara dan akuntansi pemerintahan mencakup penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran serta sistem akuntansi.
2. Reformasi keuangan daerah bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya serta pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
3. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah didelegasikan kepada gubernur/
Yayasan Maju Bersama bergerak dalam pemberdayaan UKM di Depok. Pada Januari, yayasan menerima dana dari pemerintah dan sumbangan untuk kegiatan pelatihan dan jaringan UKM, serta mengadakan seminar dan pertemuan UKM. Yayasan juga melakukan pembelian aset, pembayaran gaji, dan biaya operasional lainnya. Pada akhir bulan, saldo kas dana tidak terikat Rp50,5 juta dan dana terikat Rp
Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan pasal 23, termasuk dasar hukum, pemotong, objek pajak, tarif, dan pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan pasal 23. Secara khusus membahas mengenai pemotong pajak, objek pajak seperti dividen, bunga, royalti, dan jasa tertentu, serta tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 23.
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) memberikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam penerapan sistem akuntansi berbasis akrual. SAPD mencakup kebijakan akuntansi pemerintah daerah, sistem akuntansi pemerintah daerah, dan bagan akun standar. Permendagri 64/2013 melengkapi SAPD dengan panduan penyusunan kebijakan akuntansi, sistem akuntansi, dan bagan akun standar pemerintah daerah.
1. Dokumen tersebut membahas kerangka konseptual akuntansi pemerintahan yang mencakup dasar hukum, lingkungan, tujuan, entitas akuntansi dan pelaporan, serta tujuan pelaporan keuangan pemerintah.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang Pengantar Akuntansi Pemerintahan di Universitas Pakuan, mencakup dasar hukum, pengertian, sistem, karakteristik, peranan, dan perbandingan akuntansi pemerintahan dengan akuntansi swasta menurut Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dokumen tersebut membahas tentang kewajiban pengusaha kena pajak terkait pembuatan faktur pajak PPN dan sanksi yang terkait, termasuk syarat faktur pajak yang sah, objek dan subjek PPN, serta berbagai fasilitas yang tersedia di bidang PPN seperti kawasan berikat dan KAPET.
Dokumen ini membahas tentang pengantar akuntansi sektor publik. Ia menjelaskan definisi organisasi sektor publik sebagai entitas yang menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan publik, serta karakteristiknya seperti tidak mencari keuntungan dan dimiliki secara kolektif oleh masyarakat. Dokumen ini juga membandingkan perbedaan organisasi sektor publik dengan perusahaan swasta dalam hal tujuan, sumber pendana
Dokumen tersebut membahas tentang objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terdiri dari barang kena pajak dan jasa kena pajak, serta pengecualian-pengecualian tertentu seperti barang-barang yang tidak dikenakan PPN dan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.
Dokumen tersebut membahas konsep dasar dan kerangka konseptual akuntansi dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Termasuk pengguna laporan keuangan, tujuan laporan keuangan, asumsi dasar, karakteristik kualitatif, unsur-unsur laporan keuangan, pengakuan dan pengukuran.
1. Dokumen ini membahas analisis aktivitas operasi perusahaan berdasarkan konsep laba akuntansi dan ekonomi. Pengukuran laba mencakup pendapatan, beban, dan pos-pos lain seperti luar biasa dan penghentian segmen.
2. Ada beberapa pengukuran laba seperti laba bersih, komprehensif, dan operasi untuk tujuan analisis yang berbeda. Pos-pos tidak berulang dikeluarkan untuk menghitung laba permanen.
3. Ak
Pemerintah Indonesia dan Belanda telah memperbaharui protokol Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) pada tahun 2015. Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan investasi antara kedua negara. Beberapa perubahan meliputi tarif pajak dividen yang dibagi menjadi tiga lapisan, tarif pajak bunga pinjaman jangka panjang menjadi 5%, dan klausul pertukaran informasi serta bantuan pemungutan paj
1. Reformasi pengelolaan keuangan negara dan akuntansi pemerintahan mencakup penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran serta sistem akuntansi.
2. Reformasi keuangan daerah bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya serta pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
3. Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah didelegasikan kepada gubernur/
Yayasan Maju Bersama bergerak dalam pemberdayaan UKM di Depok. Pada Januari, yayasan menerima dana dari pemerintah dan sumbangan untuk kegiatan pelatihan dan jaringan UKM, serta mengadakan seminar dan pertemuan UKM. Yayasan juga melakukan pembelian aset, pembayaran gaji, dan biaya operasional lainnya. Pada akhir bulan, saldo kas dana tidak terikat Rp50,5 juta dan dana terikat Rp
Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan pasal 23, termasuk dasar hukum, pemotong, objek pajak, tarif, dan pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan pasal 23. Secara khusus membahas mengenai pemotong pajak, objek pajak seperti dividen, bunga, royalti, dan jasa tertentu, serta tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 23.
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) memberikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam penerapan sistem akuntansi berbasis akrual. SAPD mencakup kebijakan akuntansi pemerintah daerah, sistem akuntansi pemerintah daerah, dan bagan akun standar. Permendagri 64/2013 melengkapi SAPD dengan panduan penyusunan kebijakan akuntansi, sistem akuntansi, dan bagan akun standar pemerintah daerah.
1. Dokumen tersebut membahas kerangka konseptual akuntansi pemerintahan yang mencakup dasar hukum, lingkungan, tujuan, entitas akuntansi dan pelaporan, serta tujuan pelaporan keuangan pemerintah.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang Pengantar Akuntansi Pemerintahan di Universitas Pakuan, mencakup dasar hukum, pengertian, sistem, karakteristik, peranan, dan perbandingan akuntansi pemerintahan dengan akuntansi swasta menurut Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dokumen tersebut membahas tentang kewajiban pengusaha kena pajak terkait pembuatan faktur pajak PPN dan sanksi yang terkait, termasuk syarat faktur pajak yang sah, objek dan subjek PPN, serta berbagai fasilitas yang tersedia di bidang PPN seperti kawasan berikat dan KAPET.
Dokumen ini membahas tentang pengantar akuntansi sektor publik. Ia menjelaskan definisi organisasi sektor publik sebagai entitas yang menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan publik, serta karakteristiknya seperti tidak mencari keuntungan dan dimiliki secara kolektif oleh masyarakat. Dokumen ini juga membandingkan perbedaan organisasi sektor publik dengan perusahaan swasta dalam hal tujuan, sumber pendana
Dokumen tersebut membahas tentang objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terdiri dari barang kena pajak dan jasa kena pajak, serta pengecualian-pengecualian tertentu seperti barang-barang yang tidak dikenakan PPN dan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.
Dokumen tersebut membahas konsep dasar dan kerangka konseptual akuntansi dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Termasuk pengguna laporan keuangan, tujuan laporan keuangan, asumsi dasar, karakteristik kualitatif, unsur-unsur laporan keuangan, pengakuan dan pengukuran.
1. Dokumen ini membahas analisis aktivitas operasi perusahaan berdasarkan konsep laba akuntansi dan ekonomi. Pengukuran laba mencakup pendapatan, beban, dan pos-pos lain seperti luar biasa dan penghentian segmen.
2. Ada beberapa pengukuran laba seperti laba bersih, komprehensif, dan operasi untuk tujuan analisis yang berbeda. Pos-pos tidak berulang dikeluarkan untuk menghitung laba permanen.
3. Ak
Pemerintah Indonesia dan Belanda telah memperbaharui protokol Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) pada tahun 2015. Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan investasi antara kedua negara. Beberapa perubahan meliputi tarif pajak dividen yang dibagi menjadi tiga lapisan, tarif pajak bunga pinjaman jangka panjang menjadi 5%, dan klausul pertukaran informasi serta bantuan pemungutan paj
Tiga hambatan utama dalam pembayaran pajak perusahaan adalah (1) kurangnya pengetahuan mengenai regulasi dan manfaat pajak, (2) rendahnya kesadaran akan pentingnya kewajiban membayar pajak, dan (3) tingkat ekonomi perusahaan yang terbatas."
Dokumen tersebut membahas ringkasan tentang perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Korea Selatan. P3B ini mengatur perlakuan pajak atas pendapatan seperti dividen, bunga, royalti, dan penghasilan dari usaha tetap di masing-masing negara untuk mencegah pemajakan ganda. Dokumen juga membahas pertukaran informasi perpajakan antar kedua negara guna mencegah penggelapan pajak.
KESIMPULAN
P3B RI – Korea Selatan:
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua Negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak menghambat perekonomian kedua negara dengan prinsip saling menguntungkan antar kedua negara dan dilaksanakan oleh penduduk antar kedua Negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Pada prinsipnya, kehadiran Tax Treaty adalah untuk mencegah terjadinya juridical double taxation, yaitu dimana atas penghasilan yang sama dikenakan pajak di dua Negara yang berbeda. Oleh karena itu, dengan adanya Tax Treaty maka Negara sumber membagi hak pemajakan kepada source country dalam hal terbentuknya Permanent Estabilishment di Source Country.
Perjanjian penghindaran pajak berganda tidak hanya mengatur pajak penghasilan akan tetapi perjanjian penghindaran pajak berganda juga mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seperti antara Indonesia- Korea selatan.
Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan ini dilakukan untuk memberikan keadilan dan pelayanan yang lebih baik kepada Wajib Pajak serta memberikan kepastian hukum di bidang perpajakan. Perubahan mencakup pengubahan definisi istilah-istilah perpajakan dan ketentuan mengenai Surat Pemberitahuan, Surat
Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahan ini dilakukan untuk memberikan keadilan dan pelayanan yang lebih baik kepada Wajib Pajak serta memberikan kepastian hukum di bidang perpajakan. Perubahan mencakup pengubahan definisi istilah-istilah perpajakan dan ketentuan mengenai Surat Pemberitahuan, Surat
Pajak Internasional atas Capital Gain (Pengalihan Aset Tetap)Ilham Sousuke
Dokumen tersebut membahas hukum pajak domestik dan perjanjian perpajakan ganda mengenai perlakuan pajak atas keuntungan modal (capital gain) yang diperoleh dari pemindahtanganan properti lintas batas. Secara khusus, dibahas mengenai hak negara sumber dan negara tempat kediaman untuk mengenakan pajak atas keuntungan dari properti tidak bergerak dan saham perusahaan properti berdasarkan OECD dan Perjanjian CARICOM
Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994. Perubahan mencakup pengaturan tentang definisi istilah perpajakan, pengukuhkan pengusaha kena pajak, nomor pokok wajib pajak, dan tata cara pembayaran pajak.
Lingkup Material dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku International Tax Policy And Double Tax Treaties oleh Kevin Holmes. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
Royalti adalah pembayaran atas penggunaan hak kekayaan intelektual seperti hak cipta, paten, merek dagang, dan desain. Ketentuan perpajakan royalti bervariasi antar negara dan perjanjian pajak berganda. OECD dan AS cenderung hanya memberikan hak pajak kepada negara tempat tinggal pemilik hak, sedangkan UN dan negara berkembang juga memberikan hak pajak kepada negara sumber royalti dengan batasan tarif
Pajak Internasional atas Penghasilan dari Aset Tidak BergerakIlham Sousuke
Bab ini membahas pengenaan pajak atas pendapatan sewa dari properti tidak bergerak lintas batas. Pasal 6 DTA memberikan Negara sumber hak untuk mengenakan pajak atas pendapatan sewa dari properti yang berlokasi di negaranya. Definisi "properti tidak bergerak" mengacu pada hukum domestik negara sumber dan mencakup item tertentu seperti aksesori properti. DTA dapat bervariasi dalam definisi ini.
Dokumen tersebut membahas definisi dividen dan perpajakan internasional atas dividen. Dividen didefinisikan sebagai pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pemegang sahamnya yang berasal dari keuntungan perusahaan. Pajak atas dividen bervariasi berdasarkan ketentuan perjanjian perpajakan ganda antarnegara. Model OECD memberikan keuntungan lebih besar kepada negara residensi pemegang saham dengan membatasi tarif pajak
Pasal 11 OECD Model DTA membahas perpajakan bunga yang diperoleh antarnegara. Negara sumber bunga dapat mengenakan pajak sebesar maksimal 10% dari jumlah bruto, sedangkan negara tempat tinggal pemberi pinjaman dapat mengenakan pajak sesuai hukum domestiknya. Bunga yang diperoleh melalui bisnis tetap di negara sumber dikenakan pajak sebagai penghasilan bisnis.
Hubungan Istimewa (associated enterprises) dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku International Tax Policy And Double Tax Treaties oleh Kevin Holmes. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
Pajak Internasional atas Jasa IndependenIlham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku International Tax Policy And Double Tax Treaties oleh Kevin Holmes. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
Pajak Internasional atas Laba Usaha (Bussiness Profit)Ilham Sousuke
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang penghitungan keuntungan yang dapat diatribusikan kepada Permanent Establishment (PE) berdasarkan model OECD dan PBB.
2. Metode langsung dan tidak langsung dalam mengalokasikan keuntungan kepada PE dan ketentuan harga pasar wajar untuk transaksi antara PE dengan induk perusahaan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalokasian ke
Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak Internasional (Permanent Establishment)Ilham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku International Tax Policy And Double Tax Treaties oleh Kevin Holmes. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
Pengujian residensi dalam hukum domestik dan DTA bergantung pada jenis subjek, baik individu maupun badan hukum. Untuk individu, pengujian dilakukan secara objektif berdasarkan waktu kehadiran fisik dan subjektif dengan melihat tingkat kesetiaan. Sedangkan untuk badan hukum, pengujian dilakukan berdasarkan tempat kedudukan hukum secara objektif dan tempat manajemen efektif secara subjektif. Dal
Keringanan Pajak (Tax Relief) dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
Dokumen tersebut membahas berbagai metode untuk menghindari pajak ganda berdasarkan peraturan domestik negara dan perjanjian penghindaran pajak ganda (DTA). Metode yang umum digunakan adalah metode kredit pajak dan pembebasan. DTA dapat memberikan keringanan pajak yang lebih luas dibandingkan peraturan domestik dan membatasi kemampuan negara untuk mengubah aturan yang merugikan wajib pajak. Model DTA OECD meny
1. Double tax treaties (DTA) adalah perjanjian antarnegara untuk menghindari pajak berganda pada transaksi internasional.
2. Tujuan DTA meliputi mencegah pajak berganda, mencegah penghindaran dan pengelakan pajak, serta mencegah double no taxation.
3. Model DTA dikembangkan oleh berbagai organisasi seperti Liga Bangsa-Bangsa, OECD, dan PBB untuk mengatur alokasi hak pemajakan antarnegara.
Dokumen tersebut membahas kerangka hukum perjanjian pajak internasional (DTA) dan interpretasinya. DTA diinterpretasikan berdasarkan Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian dan model OECD. Interpretasinya dapat bervariasi antara statis sesuai hukum domestik saat DTA dibuat atau dinamis sesuai perubahan hukum domestik. Negara-negara menerapkan DTA dalam hukum domestik melalui prinsip monistik atau dualistik.
Dokumen tersebut membahas kerangka umum perjanjian pajak berganda (DTA) yang terbagi atas empat kategori, yaitu pasal-pasal terkait aplikasi DTA, aturan distribusi untuk menghindari double taxation, pencegahan tax avoidance dan evasion, serta masalah serbaeka. Dokumen ini juga menjelaskan tahapan proses penyusunan DTA mulai dari negosiasi, inisiasi, penandatanganan, ratifikasi, hingga pemberlakuan
Pajak Berganda dalam Pajak InternasionalIlham Sousuke
1. Dokumen membahas tentang double taxation dan metode-metode untuk menghindarinya, seperti exemption method, tax credit method, dan deduction method.
2. Ada tiga jenis konflik yang menyebabkan double taxation, yaitu source-source, residence-residence, dan source-residence.
3. Economic double taxation terjadi karena pengenaan pajak dua kali pada level perusahaan dan pemegang saham, yang dapat dihindari dengan beberapa metode seperti pembebasan pajak di level pemegang sa
Ini adalah sebuah resume dari buku International Tax Policy And Double Tax Treaties oleh Kevin Holmes. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
(Pert 7) bab 20 audit payroll and personnel cyclesIlham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku Auditing and Assurance Services An Integrated Approach oleh Alvin Aren. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
(Pert 6) bab 22 siklus akuisisi capital dan repaymentIlham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku Auditing and Assurance Services An Integrated Approach oleh Alvin Aren. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
(Pert 6) bab 21 siklus inventory dan warehousingIlham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku Auditing and Assurance Services An Integrated Approach oleh Alvin Aren. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
(Pert 5) bab 19 penyelesaian siklus akuisisi dan pemabayaranIlham Sousuke
Ini adalah sebuah resume dari buku Auditing and Assurance Services An Integrated Approach oleh Alvin Aren. I do not own the copyrights, it's only for educational purposes.
(Pert 4) bab 15 penyelesaian siklus penjualan dan penagihanIlham Sousuke
Dokumen tersebut menjelaskan metodologi pengujian audit atas saldo piutang usaha yang mencakup 6 tahapan yaitu: 1) mengidentifikasi risiko bisnis, 2) menetapkan materialitas dan risiko inheren, 3) menilai risiko pengendalian, 4) pengujian transaksi, 5) prosedur analitis, dan 6) pengujian saldo. Tahapan tersebut bertujuan untuk memenuhi 8 tujuan audit terkait saldo piutang usaha seperti keberadaan
(Pert 5) bab 18 siklus akuisisi dan pembayaranIlham Sousuke
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut menjelaskan siklus akuisisi dan pembayaran beserta dokumen dan catatan yang terkait.
2. Metodologi yang digunakan auditor untuk merancang pengujian pengendalian dan substantive transaksi dalam siklus tersebut.
3. Pengujian dilakukan untuk memastikan transaksi akuisisi dan pembayaran dicatat dengan benar dan sesuai standar.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Laporan Pembina Pramuka SD dalam format doc dapat anda jadikan sebagai rujukan dalam membuat laporan. silakan download di sini https://unduhperangkatku.com/contoh-laporan-kegiatan-pramuka-format-word/
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Fathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP/MTs Fase D Kurikulum Merdeka.
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
(Pert 14) chapter 20
1. Pengenalan
Salah satu cara yang digunakan oleh administrator pajak untuk mengatasi penghindaran pajak adalah saling
bertukar informasi. Pendekatan untuk melawan kegiatan penghindaran pajak internasional yang dilakukan
wajib pajak atas pendapatan dan pengeluaran lintas batas, tidak diizinkan oleh pasal-pasal substantif
DTA; sebaliknya, pertukaran informasi dikemas sebagai salah satu pasal administratif atau prosedural
DTA. Sekarangkami akan melakukaninvestigasi terhadapketentuanDTA yangdirancanguntukmemfasilitasi
kerjasama administratif antar administrasi.
Kerja sama administratif antara administrasi pajak di berbagai negara terbagi dalam tiga kategori besar:
(1) pertukaran informasi;
(2) pemulihan pajak yang belum dibayar; dan
(3) prosedur kesepakatan bersama.
Kita akan membahas masing-masing ini secara bergantian.
Pertukaran informasi
Dari sudut pandangadministrasi perpajakanpraktis, salahsatuketentuan anti-avoidance yangpalingkuatdi
DTA adalah kemampuan otoritaspajak di setiap negara yang mengadakan kontrak untukbertukar informasi
tentang wajib pajak. Secara luas, ketentuan tersebut memberdayakan otoritas pajak di Negara R untuk
mengumpulkan informasi tentang aktivitas wajib pajak dalam negerinya di Negara S dan, sebaliknya,
mengizinkanotoritaspajakdi NegaraSuntukmemperolehinformasi dari NegaraRtentangresiden NegaraR
yang melaksanakan aktivitas atau berinvestasi di Negara S.
Selain klausul pertukaran informasi dalam DTA bilateral, sejumlah konvensi dan arahan internasional
memfasilitasi pertukaran informasi antara otoritas pajak, termasuk:
(1) Model Perjanjian OECD 2001 tentang Pertukaran Informasi tentang Masalah Perpajakan (Bilateral
atau Multilateral);
(2) PetunjukBantuanBersamaUni Eropa (1977), yang menyelaraskanantaraNegaraAnggota Uni Eropa
dengan Pasal 26 Model OECD dalam DTA bilateral mereka dengan mewajibkan otoritas yang
kompeten dari Negara Anggota Uni Eropa untuk bertukar informasi guna memungkinkan mereka
mengeluarkan penilaian pajak yang benar;
(3) Konvensi Model OECD untuk Bantuan Administratif Bersama dalam Pemulihan Klaim Pajak (1981);
(4) Pedoman Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Internasional untuk Kerja Sama Internasional
Melawan Penghindaran dan Penghindaran Pajak (1984);
(5) Konvensi Multilateral OECDdanDewanEropatentang BantuanAdministratif BersamadalamMasalah
Pajak (1988);
(6) Konvensi tentangBantuan Bersama dalam Masalah Pajak antara negara-negara Skandinavia (1972);
(7) Perjanjian Cartagena (1969); dan
(8) Perjanjian CARICOM(1994).
Pasal 26(1) OECD Model DTA diucapkandengan sangatluas. Tundukpadabeberapabatasanhukumdomestik
mitra DTA yang diatur dalam Pasal 26(2), Pasal 26(1) memaksa otoritas yang kompeten dari setiap negara
untuk:
bertukarinformasi yangdiperlukanuntukmelaksanakanketentuan-ketentuanKonvensiatauundang-
undang domestik mengenai pajak dari setiap jenis dan uraian yang dikenakan atas nama Negara-
negara pihak pada Persetujuan,atau sub-divisi politik atau otoritas lokal mereka,sejauhperpajakan
di bawahnya tidak bertentangan dengan Konvensi. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh Pasal 1
dan 2.
Anda akan ingat dari Bab 7 bahwa Pasal 1 dan 2 menetukan orang dan jenis pajak dalam DTA.
2. Administrasi pajakbiasanyatidakperlumemberi tahu residen bahwaiamemberikaninformasi tentangwajib
pajak kepada otoritas pendapatan asing, meskipun undang-undang domestik beberapa negara mewajibkan
otoritaspajak untukmelakukannya.Jikawajibpajakmengetahui rilisinformasi,umumnya tidakmemilikihak
keberatan. Namun,cakupanpertukaraninformasi dibatasi olehpersyaratanbahwainformasi tersebuthanya
diberikan sepanjang undang-undang perpajakan dalam negeri yang terkait tidak bertentangan dengan
ketentuan DTA antara kedua negara.
Permintaaninformasi dari administrasi pajakasingdapatmuncul dalam berbagai keadaan. Misalnya,Negara
Administrasi perpajakannya dapat menanyakan kepada administrasi pajak Negara S tentang jumlah dividen,
bunga atau royalti yang dibayarkanoleh residen NegaraSkepadaresiden NegaraR, atau tentangpajak yang
dibayarkanataspendapatantersebutdi NegaraS.Sebaliknya,administrasipajakNegaraSdapatmenanyakan
dari administrasi pajak Negara R tentang status tempat tinggal di Negara R penerima pendapatan tersebut,
untukmenguji kepemilikanmanfaatdari pendapatantersebutsebelummengizinkankonsesi pajakdi Negara
S di bawah DTA Negara R - Negara S.
Biasanya,administrasipajak negaramitraDTA akanmencari informasidari satusamalaintentangalokasi laba
usaha(profit) wajibpajakdi setiap negaradansaatmenerapkan Pasal 9OECDModel DTA dalammenyesuaikan
pendapatankenapajak dari perusahaanterkait,yang melakukantransferpricing. Misalnya,otoritaspajakdi
Negara R dapat memperoleh dari otoritas pajak Negara S harga wajar barang yang dibayar oleh perusahaan
independenyang berkedudukandiNegaraSuntukmenerapkandenganbenarundang-undangpajakdomestik
Negara R kepada residen Negara R yang menjual barang ke perusahaan asosiasi di Negara S.
Pertukaraninformasi di bawah Pasal 26 OECD Model DTA juga dapat efektif jikatransaksi disalurkanmelalui
negaraketiga,yangmungkinmerupakanyurisdiksisurgapajak. Misalnya,jikaresidenNegaraRmenjualbarang
ke perusahaan associated di NegaraT,di manaT menjual barangdenganhargayangdinaikkanke perusahaan
yang bertempattinggal di NegaraS, administrasi pajakdi NegaraS dapat memintadari administrasi pajakdi
NegaraR harga jual barangdari NegaraR ke NegaraT. Administrasi pajakdi NegaraSakanmengetahui harga
jual barang dari Negara T ke Negara S dan, denganinformasi dari otoritaspajak NegaraR, pemotonganyang
sesuai dapat dilakukan terhadap pembeli barang di Negara S.
Pertukaraninformasi antaraNegaraRdanNegaraS jugadapat memfasilitasiperolehanpengetahuantentang
residen negaraketiga. Misalnya,perusahaanresiden di NegaraT (PerusahaanT) denganNegaraR yangtidak
memilikiDTA,mungkinmenjual terlalumahal untukbarang-barangyangdijual ke perusahaan residen terkait
di NegaraR. JikaPerusahaanT memiliki bentukusahatetap di Negara S, dan ada suatu DTA antara NegaraR
dan Negara S, Negara R dapat meminta informasi dari Negara S tentang harga barang-barang Perusahaan T
yangdijual olehbentukusahatetapdandipindahkandari NegaraTke bentukusahatetapolehPerusahaanT.
Informasi dapatdipertukarkanberdasarkanpermintaan,secaraotomatisatauspontan. Pertukaraninformasi
atas permintaan cukup jelas. Informasi dipertukarkan secara otomatis di bawah beberapa pengaturan
transmisi sistematis antara negara-negara mitra DTA, misalnya database elektronik dari pemotongan pajak
non-residenyangdikumpulkanolehnegarasumber(danjenisdanjumlahpendapatanyangdikumpulkan)dari
residen negara lain yang melakukan kontrak .
Penyediaan informasi secara spontan muncul ketika otoritas pajak di satu negara menemukan informasi
tentangwajibpajak(biasanyamelalui investigasi),menganggap temuantersebutmenarikbagi otoritaspajak
negara mitra DTA dan secara sukarela mengirimkannya ke otoritas tersebut.
Teknik lain untuk bertukar informasi meliputi:
pemeriksaan wajib pajak secara simultan, yaitu di mana kedua otoritas pajak menyelidiki urusan
perpajakan internasional seorang wajibpajak yang memiliki collective interest,pada saat yang sama
dan dengan cara yang terkoordinasi;
pemeriksaanpajakdi luarnegeri,yaitupetugasotoritaspajaksatunegarabergabungdenganpetugas
otoritas pajak negara lain di negara lain tersebut untuk berpartisipasi dalam investigasi wajib pajak
yang melibatkan otoritas pajak kedua negara; dan
3. pertukaran informasi di seluruh industri, yang berkaitan dengan informasi tentang sektor ekonomi
tertentu (misalnya industri perbankan atau farmasi), dan bukan dengan wajib pajak tertentu.
Terlepas dari cakupan yang luas bagi otoritas pajak di berbagai negara untuk bertukar informasi satu sama
lain, ada kendala yang memberikan perlindungan bagi pembayar pajak, yaitu kerahasiaan dan kewajiban
pemberitahuan.
Pasal 26(1) OECD Model DTA selanjutnya mensyaratkan bahwa:
informasi apapunyangditerimaolehsuatuNegarapihakpadaPersetujuan akandiperlakukansebagai
rahasiadengancara yang samaseperti informasiyangdiperolehberdasarkanhukumnasionalNegara
itu dan akan diungkapkan hanya kepada orang atau pihak berwenang (termasuk pengadilan dan
badan administratif) yang terkait dengan penilaian atau pengumpulan, penegakan atau penuntutan
sehubungan dengan, atau penetapan banding sehubungan dengan pajak sebagaimana dimaksud
dalam kalimat pertama. Mereka dapat mengungkapkan informasi dalam proses pengadilan umum
atau dalam keputusan pengadilan.
Pasal 26(2) selanjutnya membatasi kewajiban otoritas pajak yang diminta untuk memberikan informasi
kepada negara peminta. Secara khusus, negara sebelumnya tidak diharuskan untuk:
melaksanakantindakanadministratif yangdimintayangberbedadengan, ataumemberikaninformasi
yangtidakdapatdiperolehberdasarkan,baikhukumdomestikataupraktikadministratif negara(yaitu
harus ada timbal balik dari hukum internal dan praktik administratif setiap negara: mereka harus
sesuai untuk permintaan untuk diberlakukan); dan
memberikan informasi yang akan mengungkapkan rahasia bisnis, yang akan bertentangan dengan
kebijakan publik.
Singkatnya, informasi yang diterima hanya dapat diungkapkan kepada orang yang bersangkutan dengan
penilaian pajak, pengumpulan pajak, penegakan hukum pajak, prosecu ti selama pelanggaran pajak dan
prosedur pengadilan.
Pemulihan pajak
Dengantidakadanya perjanjianantarpemerintah,umumnya,putusanpengadilandi satunegaratidak dapat
ditegakkan di negara lain. Oleh karena itu, putusan yang mendukung administrasi perpajakan, yang
memungkinkanpemulihanasetdari wajibpajaknon-residenuntukmenebus kewajibanperpajakannya,dalam
praktiknya tidak efektif jika tidak ada pasal tertentu dalam DTA atau konvensi internasional terpisah, yang
mengesampingkan hukum domestik negara non-residen.
Beberapa negara telah menandatangani perjanjian pemulihan pajak bilateral untuk mencegah pembayar
pajak menghindari kewajiban pajak di satu negara dengan menghentikan keberadaan mereka di, dan
memindahkan aset mereka dari, negara di mana kewajiban pajak mereka muncul, atau dengan mengubah
tempat tinggal mereka ke negara lain; lihat, misalnya, Perjanjian Pemulihan Pajak Belanda-Selandia Baru
(2001). Adajugaperjanjianmultilateral dengantujuanyangsama;lihat,misalnya,PetunjukUni Eropa2001/44
/EC tanggal 15 Juni 2001 tentangbantuantimbal balikuntukpemulihanklaimpajakmemperpanjangPetunjuk
1976 tentang bantuan dalam pengumpulan pajak tidak langsung untuk pendapatan dan pajak lainnya, dan
Pajak Bantuan Administratif Benelux Perjanjian (1952).
Bantuandalampemungutandanpemulihanpajakdapatdilakukandalamberbagaibentuk,termasukbantuan
dalam melayani dokumen (seperti surat pemberitahuan pajak dan penilaian), pertukaran informasi yang
relevan untuk pengumpulan, pelestarian aset, permintaan pembayaran, penuntutan, dan penyitaan aset.
Pasal 27(1) OECD Model DTA mengharuskannegara-negarayangterikatkontrakuntukmembantusatusama
lain dalam pengumpulan "klaim pendapatan". Pasal 27(2) mendefinisikan "klaim pendapatan" sebagai:
4. jumlahyang terhutangsehubungandenganpajakdalamsegalajenisdanuraian yangdikenakanatas
nama Negara-negarapihakpadaPersetujuan,atausubdivisi politikatauotoritaslokal mereka,sejauh
perpajakandi bawahnyatidakbertentangandenganKonvensiiniatauinstrumenlaindi manaNegara-
negarapihakpada Persetujuanberada.pihak,sertabunga,dendaadministratif,danbiayapenagihan
atau pemeliharaan terkait dengan jumlah tersebut. (penekanan ditambahkan)
Pasal 27(1) mencatatbahwabantuandalampengumpulanpajaktidakdibatasi oleh Pasal 1dan2,yangberarti
bahwabantuan dalampenagihantidakterbataspadadebiturwajibpajakyangmerupakan residen salahsatu
negara yangmengadakankontrakatau jenispajak yangditentukandalamPasal 2. Yang terakhirini konsisten
dengankata-kata "pajakdari setiapjenisdandeskripsi"dalam Pasal 27(2). Inti Pasal 27 terletakpada ayat 3.
Di Pasal 27(3),negarayangdimintadiharuskanuntukmemungutklaimpajakyangsahdari negaralainnyayang
melakukan kontrak. Pengumpulan harus dilakukan sesuai dengan hukum dan prosedur negara yang
diminta.Negaraituharusmenerapkanlangkah-langkahpemeliharaan(Pasal 27(4)),yaitumencegahhilangnya
aset oleh wajib pajak, di mana yurisdiksi asing memiliki, atau akan mengajukan, klaim pajak.
Statuta pembatasan negara peminta berlaku (Pasal 27(5)), klaim tidak memiliki prioritas apa pun di bawah
hukum negara yang diminta, dan substansi klaim pendapatantidak perlu peninjauan dari pengadilan negara
yang diminta (Pasal 27(6)), tindakan penegakan hukum, yang dapat ditinjau seperti itu.
Akhirnya, bantuan dalam pengumpulan tunduk pada prinsip timbal balik yang sama dengan pertukaran
informasi berdasarkan Pasal 26(2), yaitu negara yang terikat kontrak tidak diharuskan untuk melampaui
hukum internalnya sendiri dan praktik administratifnya atau yang ada di negara lain untuk memenuhi
kewajiban berdasarkan Pasal 27.
Prosedur Kesepakatan Bersama
Seorangwajibpajakdapatditempatkandalamposisi yangtidakmenguntungkanbukankarenakeputusannya
sendiri di mana dua administrasi pajak yang berbeda dari negara dalam DTA mempunyai interpretasi yang
berbeda dari keadaan faktual wajib pajak, menafsirkan bahasa yang sama di DTA secara berbeda atau
menerapkan pengertianatau konsep yang berbeda dalam merumuskan pandangan mereka tentang posisi
pajak wajib pajak. Potensi konflik seperti itu dipikirkan oleh penulis DTA. Sebagai contoh, kami telah
memeriksa di Bab 3 hierarki tes subjektif dalam tie-breaker rule yang diterapkanuntuk menentukan tempat
tinggal wajibpajakberdasarkan Pasal 4(2) OECDModel DTA. Masing-masingkriteriatersebut — rumahtetap,
pusat kepentingan vital, tempat tinggal biasa, dan (pada tingkat yang lebih rendah) kebangsaan - dapat
ditafsirkan dengan cara yang berbeda oleh orang yang berbeda dalam memutuskan ke negara mana wajib
pajak memiliki keterikatan yang lebih besar. Karena potensi hasil yang berlawanan, Pasal 4(2d) OECD Model
DTA mensyaratkan bahwa otoritas yang kompeten (yaitu pejabat dari administrasi pajak) dari setiap negara
"menyelesaikan pertanyaan dengan kesepakatan bersama".
Pasal 25 OECD Model DTA telahdirancangsebagai mekanisme untukmenyelesaikanperbedaandalamsudut
pandang masing-masing administrasi pajak dan oleh karena itu untuk membebaskan wajib pajak dari
kesulitannya. Pasal 25 OECD Model DTA melayani dua jenis kesepakatan bersama:
- kesepakatan kasus khusus (berdasarkan Pasal 25(1)); dan
- perjanjian interpretatif (berdasarkan Pasal 25(3)).
Perjanjian kasus khusus berarti bahwa otoritas yang berwenang harus mencapai kesepakatan di antara
mereka sendiri tentang kasus tertentu yang berkaitan dengan wajib pajak tertentu. Pasal 25(1) menyatakan
bahwa:
di mana seseorang menganggap bahwa tindakan salah satu atau kedua negara yang berkontrak
menghasilkanatauakanmengakibatkanbaginyapengenaanpajakyangtidaksesuaidenganketentuan
Konvensi ini, ia mungkin, terlepas dari perbaikan yang diberikan oleh hukum nasional dari Negara-
negara tersebut, menyerahkan kasusnya kepada pihak yang berwenang di Negara pihak pada
5. Persetujuandi manadiamenjadi residen atau,jikakasusnyaberadadi bawah Pasal 24(2), ke kasusdi
Negara pihak pada Persetujuan di mana dia adalah residen.
Pasal 25(1) selanjutnyamengaturbahwaperkara WajibPajak harus disampaikankepadainstansi berwenang
dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pertama tindakan yang mengakibatkan
pengenaan pajak tidak sesuai dengan ketentuan DTA.
Istilah"otoritasyangkompeten"didefinisikan dalamPasal3(1f) OECDModel DTA danakan,dalamDTA aktual,
administrasi pajak di setiap negara yang mengadakan kontrak.
Pasal 25(1) memungkinkan wajib pajak untuk memulai proses kesepakatan bersama dimana wajib pajak
menganggap bahwa tindakan dari salah satu atau kedua negara yang terikat kontrak akan mengakibatkan
pengenaan pajak yang salah. Dengan kata lain, hasil tersebut belum perlu terjadi sebelum wajib pajak
menyampaikan kasusnya kepada otoritas yang berwenang.
Perhatikan Pasal 25(1) mewajibkan wajib pajak untuk menyampaikan kasusnya kepada otoritas yang
berwenang di negara tempat ia menjadi residen, yaitu bukan kepada otoritas yang berwenang dari negara
Source. Perhatikan juga bahwa hak wajib pajak untuk mengajukan kasusnya berdasarkan Pasal 25(1) dapat
dilaksanakan meskipun wajibpajak mungkin sudah mengupayakanpemulihan atas keluhannya berdasarkan
hukum domestik salah satu negara, yaitu wajib pajak masih dapat memanfaatkan opsi yang ditawarkan
kepadanyaberdasarkanPasal25(1) meskipundapatmelaksanakankeberatandan/atauhakbandingnyauntuk
(katakanlah) suatuketetapanpajakberdasarkanhukumdomestikdari negarapihakyangmengadakankontrak
yang berusaha untuk memungut pajak atas wajib pajak.
Setelah kasus pembayar pajak diajukan padanya, Pasal 25(2) OECD Model DTA selanjutnya menyatakan
bahwa:
yang berwenang wajib berusaha, jika keberatan tampaknya akan menjadi dibenarkan dan itu tidak
dengan sendiri mampu untuk sampai pada solusi yang memuaskan, untuk menyelesaikan kasus
dengan kesepakatan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara lain, dengan maksud
untuk penghindaran pajak yang tidak sesuai dengan Konvensi.
Oleh karena itu Pasal 25(2) itulah kewenangan prosedur kesepakatan bersama berlangsung.
Menyadari lamanya waktu yang sering tidak beraturan yang dilakukanolehprosedur kesepakatan bersama,
Pasal 25(2) juga menetapkan bahwa kesepakatan apa pun yang dicapai antara pihak berwenang yang
berkompeten akan dilaksanakan meskipun ada batasan waktu yang diberlakukan oleh hukum domestik
negara-negara yang mengadakan kontrak.
Prosedur kesepakatan bersama tidak sesuai dengan pendekatan yudisial yang umum untuk penyelesaian
sengketa pajak. Di bawah hukum domestik di sebagian besar negara, pengadilan memutuskan keabsahan
suatu pungutan pajak; Di bawah prosedur kesepakatan bersama, otoritas yang berwenang (yaitu otoritas
pajak) adalahhakimataskepatutanpungutanpajaktertentu. Olehkarenaitu,kami memilikihasilpenerimaan
pajak berdasarkan kesepakatan antara dua administrasi pajak, fokus utama masing-masing lebihcenderung
kepada pertimbangan anggaran (budgert), yaitu perlindungan pendapatan, atau didorong oleh kebijakan,
daripada kepentingan wajib pajak. Hasil dari prosedur kesepakatan bersama biasanya dicapai tanpa
keterlibatan wajib pajak (setelah kasusnya diajukan) atau perwakilan wajib pajak selama
musyawarah. Sebaliknya, dalam proses peradilan seorang wajib pajak memiliki kesempatan untuk
mengajukankasusnyakepadapembuatkeputusanyangtidakmemihakdancukupyakin bahwaargumennya
akan dievaluasi secara independen dan adil terhadap argumen dari administrasi pajak yang menuntut.
Olehkarenaitu,prosedurkesepakatanbersamacocokuntukpenyelesaiansengketayangmelibatkankonsesi
(atau"horse-trading")antaranegara-negarayangterikatkontrakuntukpadaakhirnyamencapaikompromidi
antara mereka (biasanya mengenai pembagian pendapatan) atas kewajiban pajak wajib pajak
tertentu. Bandingkan dengan pendekatan yuridis analisis teknis hukum (termasuk ketentuan DTA yang
relevan) untuksampai padahasil pajakbagi wajibpajakberdasarkanketerampilaninterpretasi hukumhakim
6. dan analisis fakta kasus wajib pajak, terlepas pada negara yang berkontrak mana yang akan mengumpulkan
pajakakhirnya. Tidaksepertikeputusanyudisial,hasil dari prosedurkesepakatanbersamatidakdipublikasikan
(biasanya atas dasar kerahasiaan wajib pajak).
Selainitu,prosedurkesepakatanbersamabersifatinformal,melibatkankomunikasi danmungkinpertemuan
antara pejabatdari masing-masingadministrasipajak. Sebaliknya,prosesperadilanmengikuti protokol formal
yang dirancang untuk memastikan bahwa proses hukum dan keadilan alami dipertahankan.
Penjelasan OECD Model DTA menyarankan pendekatan untuk menangani hubungan antara prosedur
kesepakatan bersama yang dilakukan bersamaan dengan proses peradilan. Meskipun tidak ada alasan bagi
suatunegarakontrakuntukmenolakpenyajian,danuntukmenolakpertimbangan,kasusseorangwajibpajak,
namun tepat untuk mengakui kebutuhan untuk menghindari perbedaan atau kontradiksi antara keputusan
pengadilan dan hasil dari prosedur kesepakatan bersama. Olehkarena itu, Para. 31 penjelasan OECD Model
DTA mengusulkan bahwa penerapan keputusan yang disepakati bersama antara otoritas yang kompeten
dilakukan dengan tunduk pada:
- penerimaan kesepakatan bersama oleh wajib pajak; dan
- penarikan gugatan wajib pajak pada hukum tentang poin-poin yang diselesaikan dalam kesepakatan
bersama.
Pasal 25(3) OECD Model DTA mengesahkanjeniskeduadari kesepakatanbersama,yaitu kesepakatanbersama
interpretasi. Pasal 25(3) menyatakan bahwa:
otoritas yang berwenang dari Negara-negara pihak pada Persetujuan akan berusaha untuk
menyelesaikandengankesepakatanbersamasetiapkesulitanataukeraguanyangtimbul sehubungan
dengan interpretasi atau penerapan Konvensi,
Paragraf ini memberdayakan negara-negara yang terikat kontrak untuk mencapai beberapa kesepakatan
bersama tentang interpretasi ketentuan dalam DTA mereka secara independen dari masalah yang pertama
kali diajukan oleh wajib pajak dalam hal Pasal 25(1).
Pasal 25(3) biasanyadigunakanuntukmenyelesaikankesulitanyangbersifatumumyangmenyangkutkategori
wajibpajakdan,tanpa perlumerundingkankembali (bagiandari) DTA secara resmi, dapat digunakan untuk:
(a) memperjelasarti istilah-istilahyangtelahdidefinisikansecaratidak lengkap atau ambigu dalam DTA;
(b) menyelesaikankesulitan(tidakpenting),yangmungkinmuncul denganpenerapanDTA ketikasalahsatu
negara yang terikat kontrak mengubah hukum domestiknya; dan
(c) menentukan bagaimana aturan tertentu dari hukum domestik negara yang melakukan kontrak
(misalnya aturan kapitalisasi tipis) akan diterapkan dalam hal artikel tertentu (misalnya artikel bunga
dan dividen) dari DTA.
Tanpa diskriminasi
Prinsip umum non-diskriminasi dalam perlakuan terhadap reside suatu negara seringkali diabadikan dalam
hukum konstitusional atau undang-undang hak asasi manusia negara tersebut. Dalam konteks perpajakan,
diskriminasi dapat dianggap sebagai perlakuan yang tidak menguntungkan dari seorang wajib pajak
dibandingkan dengan wajib pajak lain atau kategori wajib pajak sehubungan dengan item kena pajak yang
sama dan dalam keadaan yang sama.
"Diskriminasi"telahdidefinisikansecaraluassebagai:perlakuanyangsamaterhadapkasusyangberbedaatau
perlakuan yang tidak setara terhadap kasus yang sebanding. Dalam konteks pajak
internasional discriminatio n paling sering mengambil bentuk perlakuan berbeda dari pembayar pajak yang
situasi sebanding kecuali dalam hal karakteristik seperti kebangsaan.
Pasal 24 OECD Model DTA berisi persyaratan non-diskriminasi yang melarang setiap negara mitra untuk
melakukan diskriminasi antara warga negara dan perusahaannya dan negara lain dalam menerapkan
7. ketentuan DTA antara kedua negara. Selain itu, sejauh menyangkut Negara Anggota Uni Eropa, dokumen
pendiriankomunitasnegaratersebut,yangdisebut"PerjanjianRoma"(1957),melarangsatuNegaraAnggota
untuk melakukan diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Negara Anggota lain. Perjanjian
tersebut mensyaratkan perlakuan yang sama antara warga negara dari Negara Anggota UE dan non-
nasionalnya yang merupakan warga negara dari Negara Anggota lainnya dengan mengabadikan empat
"kebebasanfundamental"yangmenjadi pusatoperasipasarinternalUEyangtidakterkekang,yaitukebebasan
pergerakan barang dan jasa, kebebasan pergerakan orang, kebebasan pendirian dan kebebasan pergerakan
modal.
Aturan dasar non-diskriminasi dalam Pasal 24(1) OECD Model DTA adalah bahwa:
warganegara[NegaraR] tidakakan dikenakan pajak di [NegaraS] untuksetiappajakataupersyaratan
yang terkait dengannya, yang lain atau lebih memberatkan daripada pajak dan persyaratan yang
terkaitwarganegara[NegaraS] dalamkeadaanyangsama,khususnyayangberkaitandengantempat
tinggal,sedangatau mungkindikenakan. Ketentuanini,terlepasdari ketentuanPasal 1,juga berlaku
untuk orang yang bukan residen salah satu atau kedua [Country R atau Country S] . (penekanan
ditambahkan)
Prinsip non-diskriminasi yang terkandung dalam Pasal 24(1) oleh karena itu menyalakan kewarganegaraan
seorang wajib pajak, dan bukan tempat tinggal wajib pajak.
Sejauh Pasal 24 prihatin, Negara S dapat secara sah membedakan antara residen dan non-residen Negara S
(yang mungkin merupakan residen Negara R). Tetapi Negara S tidak dapat membedakan antara warga
negaranyadanwarga NegaraR yang beradadalamkeadaanyangsama denganwarganegaranya. Pasal 24 (1)
memberi tahu kita bahwa, dalam mengevaluasi keadaan dua wajib pajak (satu warga Negara R dan yang
lainnya warga Negara S), kita harus mempertimbangkan terutama keadaan tempat tinggal masing-masing
warga negara.
Oleh karena itu, diskriminasi atas dasar kebangsaan hanya ada jika kewarganegaraan, bukan yang lain,
menjadi kriteria yang menentukan perlakukan kurang menyenangkan bagi wajib pajak menurut hukum
domestik Negara S. Sebaliknya, jika Negara S memperlakukan warga negara dari Negara R kurang
menyenangkandari warga negaranya sendiri karena alasan selainkebangsaan (yaitu kriteria yang menjamin
perlakuanpajakyangberbedaadalahsatu selainkebangsaan),tidakadapelanggaran Pasal24(1) OECDModel
DTA. Oleh karena itu, satu keadaan tertentu yang tidak termasuk dalam Pasal 24(1) adalah perlakuan yang
kurang menguntungkanbagi non-residenNegaraS, bahkanjika merekaadalahwarga negara NegaraR. Jadi,
hanya warga Negara S yang tinggal di Negara R (berada dalam keadaan yang sama dengan wajib pajak yang
bersangkutan yang bukan warga negara Negara S dan juga residen Negara R) adalah dasar perbandingan.
Misalnya, di bawah Pasal 24(1) tidak ada diskriminasi dalam perlakuan pajaknya jika Negara S memajaki
pendapatan non-residen pada tingkat yang lebih tinggi daripada pendapatan residen Negara S. Ini karena
Pasal 24(1) mensyaratkan perlakuan non-diskriminatif terhadap warga negara dari kedua negara dalam
keadaan yang serupa. Oleh karena itu, warga Negara R yang bukan residen Negara S harus diperlakukan
dengancara yang sama seperti warganegaraS yangbukan residen NegaraStetapi residen NegaraR.Karena
undang-undangperpajakandari Negara S,yangmemberlakukantarif pajakyanglebihtinggi padanon-residen
Negara S, berlaku sama untuk non-residen yang merupakan warga negara Negara R dan non-residen yang
merupakan warga negara dari Negara S, kedua warga negara tersebut diperlakukan dengan sama.
KarenaPasal 1OECD Model DTA menentukanbahwaketentuanDTA hanyaberlakuuntuk residennegarayang
mengadakan kontrak, untuk Pasal 24 beroperasi dalam kaitannya dengan warga negara, maka Pasal 24
menimpa Pasal 1.
Jadi, apa yang dimaksud dengan "nasional" suatu negara? Pasal 3(1g) (Definisi umum) OECD Model DTA
mendefinisikan istilah "nasional", dalam kaitannya dengan negara yang terikat kontrak, sebagai:
8. (i) setiap orang yang memiliki kewarganegaraan atau kewarganegaraan Negara pihak pada Persetujuan
itu; dan
(ii) setiap badan hukum, persekutuan atau persekutuan yang memperoleh statusnya seperti itu dari
undang-undang yang berlaku di Negara pihak pada Persetujuan itu.
Dengan demikian, konsep kebangsaan terkait kembali dengan hukum domestik negara yang melakukan
kontrak - baikundang-undangkewarganegaraanataukewarganegaraanuntukindividuatauhukumnyayang
mengaturpendirianperusahaan,kemitraan,asosiasi,perwalian,dll.Dalamkasusentitasyangdiwujudkanoleh
operasi hukum.
Olehkarenaitu,kitadapatmelihatbahwajaringkewarganegaraandilemparkanlebihlebardari jaringtempat
tinggal, sehingga tempat tinggal dapat dianggap sebagai bagian dari kewarganegaraan. Konsekuensinya,
perlindungandari diskriminasi ditawarkan oleh Pasal 24 merangkul kelompok yang lebih luas dari sekedar
residen suatu negara.
Fitur pembeda lebih lanjut tentang penerapan Pasal 24(1) adalah bahwa aturan non-diskriminasi berlaku
untuk "orang yang bukan residen salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan". Dengan kata lain,
selamaorang tersebutadalahwarga negara (katakanlah) NegaraR, perlindunganterhadapdiskriminasioleh
Negara S ditawarkan oleh DTA Negara R — Negara S, terlepas dari apakah orang tersebut juga merupakan
residen NegaraS. Konsekuensi Ketentuanini adalahbahwaseseorangyangmerupakan residenNegaraTdapat
memanfaatkan keuntungan pajak yang ditawarkan berdasarkan DTA antara Negara R dan Negara S karena
residen Negara T juga merupakan warga negara Negara R atau Negara S.
Pasal 24(1) menetapkan bahwa pajak dan persyaratan terkait yang diberlakukan oleh Negara S pada warga
negara Negara R tidak boleh "lain atau lebih memberatkan daripada" yang dikenakan pada warga negara
NegaraSitusendiri dalamkeadaanyangsamasepertiwarganegaraNegaraR. Sejauhmenyangkutpengenaan
pajak,ini berarti pertama-tamabahwapajakyangdikenakanpadawarganegaraNegaraRharussama dengan
pajak yang dikenakan pada warga negara Negara S; dengan kata lain, warga negara Negara R tidak dapat
dikenakan satu jenis pajak dan warga negara S dikenai jenis pajak yang berbeda sehubungan dengan
pendapatan yang sama (atau dasar pajak lainnya).
Kedua,di manajenispajakyangsamadiberlakukanolehNegaraSuntukwarganegaramasing-masingnegara,
pungutan pajak tidak boleh lebih memberatkanuntuk warga negara Negara R daripada untuk warga negara
NegaraS. Ini berarti bahwapungutanpajakharussamauntukwarganegaradari setiap negaradalamkeadaan
yang sama sehubungan dengan dasar kena pajak, tarif pajak dan hak atas kredit pajak apa pun.
Perhatikan pasal 24(1) berlakuuntukpajakapapun dalambentukatausifatapa pun. Hal ini diklarifikasilebih
lanjut oleh Pasal 24(6), yang menetapkan bahwa "ketetapan-ketetapan dalam Pasal ini akan, terlepas dari
ketentuan-ketentuan Pasal 2, berlaku untuk pajak-pajak dalam segala jenis dan uraian." Jadi, Pasal 24 juga
mengesampingkan Pasal 2dari OECDModel DTA. Jadi,kami tidaklagi terbataspadajenispajakyangtercakup
dalam DTA sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2. Oleh karena itu, Pasal 24 melampaui pajak selain pajak
atas pendapatan dan modal hingga pajak seperti harta warisan dan bea hadiah dan pajak tidak langsung,
misalnya PPN atau GST.
Selanjutnya, Pasal 24(1) OECD Model DTA tidak hanya berkaitan dengan diskriminasi dalam pengenaan
pajak. Hal ini jugaberkaitandenganmemastikanbahwatidakadadiskriminasi antarawarganegara NegaraR
dan Negara S sehubungan dengan "persyaratan apa pun yang terkait" dengan pajak apa pun, yang dapat
diberlakukan oleh Negara S pada warga Negara R dan warga negaranya sendiri (dan sebaliknya). Ini berarti
bahwa formalitas (misalnya persyaratan untuk mengajukan pengembalian, prosedur banding, persyaratan
pembayaran,persyaratanpencatatan,dll.) Yangterkaitdenganpenilaiandanpengumpulanpajaktidakdapat
lebihmemberatkanbagi warganegara NegaraR daripadauntukwarga negara NegaraS dalam keadaanyang
sama.
Pasal 24(2) OECD Model DTA menangani orang-orangtanpakewarganegaraan. Konsisten denganPasal 24(1),
itu menetapkan bahwa orang-orang tanpa kewarganegaraan yang merupakan residen dari negara yang
9. mengadakankontraktidak bolehdikenakanpajakataupersyaratanapa pun yang terkaitdengannyadi salah
satu negara yang terikat dengannya yang berlainan atau lebih memberatkan daripada perpajakan dan
persyaratanterkaitbagi warga negara dari negara yang bersangkutandalamkeadaan yang sama (sekali lagi,
khususnya yang berkaitan dengan tempat tinggal) sedang atau mungkin dikenakan.
Non-diskriminasi Pemanent Establishment
Pasal 24(3) OECD Model DTA secara khusus menangani BUT dan cermin Pasal 24(1) dalam konteks itu. Ini
menyatakan bahwa:
pengenaanpajakatassuatubentukusahatetapyangdimilikiolehsuatuperusahaandari [NegaraR] di
[Negara S ] tidak akan dipungut secara kurang menguntungkan di [Negara S ] dibandingkan dengan
pajak yang dikenakan atas usaha- usaha [Negara S] yang menjalankan kegiatan yang
sama. (penekanan ditambahkan)
Jadi,jikaPerusahaanR,yangmerupakanresiden NegaraR,mempunyai bentukusahatetapdi Negara S,maka
bentukusahatetapituharusdibandingkandengansuatu"perusahaandi NegaraSyangmenjalankankegiatan
yang sama dengan bentuk usaha tetap. Perusahaan di Negara S itu akan paling sering menjadi residen
perusahaan di Negara S.
Anda harus mencatatitu, tidakseperti Pasal 24(1), persyaratandi Pasal 24(3) hanyalahbahwa bentukusaha
tetaptidakakan dikenakanpajakyangkurangmenguntungkandibandingkandenganperusahaan di NegaraS
yang menjalankan kegiatan yang sama. Oleh karena itu, bentuk usaha tetap dapat dikenakan pajak yang
berbeda, tetapi pengenaan pajak yang berbeda dari perusahaan di Negara S tidak merupakan diskriminasi
selama pungutan pajak atas bentuk usaha tetap tidak lebih memberatkan.
Standar perbandingan untuk bentuk usaha tetap di sini adalah perusahaan-perusahaan di Negara S yang
tergabungdalamsektorkegiatanyangsama. Untukbentukusahatetapdanbadanusahayangdemikian,perlu
dipastikan bahwa tidak ada perbedaan yang lebih membebani bentuk usaha tetap sehubungan denganhal-
hal seperti :
- pengurangan biaya perdagangan;
- tunjangan depresiasi;
- alokasi untuk cadangan;
- akumulasi kerugian; dan
- pengecualian partisipasi atas dividen yang diterima.
Jikaseseorangyangmerupakan residen NegaraRmemilikitempatusahatetapdi NegaraS,ada kemungkinan
bahwa dia dapat memperoleh manfaat yang lebih besar daripada residen salah satu negara berdasarkan
haknyaatas tunjanganpribadi baikdi NegaraR(denganpenerapanhukumdomestikNegaraR) dandi Negara
S (berdasarkan prinsip perlakuan yang sama). Oleh karena itu, Pasal 24(3) membiarkannya terbuka untuk
Negara S untuk memutuskan apakah akan memberikan tunjangan dan bantuan pribadi individu atau tidak
dan, jika demikian, sejauh mana mereka, dengan menyatakan bahwa:
ketentuaninitidakdapatditafsirkansebagai kewajiban[NegaraS] untukmemberikan residen[Negara
R] tunjangan pribadi, keringanan dan penguranganuntuk tujuan perpajakan karena status sipil atau
tanggung jawab keluarga yang diberikan kepada residennya sendiri.
Pasal 24(4) OECD Model DTA memusatkan perhatian pada perlakuan yang sama terhadap pengurangan
pengeluaran dengan cara yang analog dengan doktrin pajak internasional tentang netralitas ekspor
modal. Pasal 24(4) menyatakan bahwa:
bunga, royalti dan pembayaran lain yang dibayarkan oleh suatu perusahaan dari [Negara S ] kepada
residen[NegaraR] akan, untuk tujuanmenentukanlabakenapajak dari perusahaantersebut,dapat
dikurangkan dalam kondisi yang sama seperti jika mereka telah dibayarkan kepada seorang residen
[Negara S].
10. Ketentuan ini memastikan bahwa Negara S tidak mengizinkan perusahaan residennya mengurangi tanpa
batasan pengeluaran jika penerima adalah residen Negara S, tetapi membatasi atau melarang deduction
ketika penerima adalah residen Negara R. Pasal 24(4) selanjutnya menerapkan aturan yang sama untuk
pengurangan yang diperbolehkan untuk hutang kepada residen Negara R ketika menentukan modal kena
pajak dari suatu perusahaan di Negara S.
Anda harus mencatat, bagaimanapun, Pasal 24(4) tunduk pada Pasal 9(1), 11(6) dan 12(4), yang
memungkinkan dilakukannya penyesuaian untuk tujuan perpajakan terhadap jumlah pengeluaran yang
relevan berdasarkanPasal-pasal tersebutdimanamerekadibayarantarapihak-pihakterkaitdanbukanjumlah
yang ditentukan secara sepihak. dasar panjang.
Pasal 24(5) OECD Model DTA melarang negara kontrak memberikan perlakuan pajak yang kurang
menguntungkan kepada perusahaan yang dimiliki oleh residen dari negara kontrak lainnya:
Perusahaan dari [Negara S], yang modalnya seluruhnya atau sebagian dimiliki atau dikendalikan,
secara langsung atau tidak langsung, oleh satu atau lebih residen [Negara R ] tidak akan dikenakan
pajak atau persyaratan apapun di [Negara S] yang berhubungan dengannya atas hal yang berlainan
atau lebihmemberatkandaripadaperpajakandanpersyaratanterkaityang dikenakanataumungkin
dikenakan oleh perusahaan serupa lainnya di [Negara S ] . (penekanan ditambahkan)
Hanya pajak perusahaan yang tercakup dalam ketentuan ini, dan bukan pajak pemegang saham.
Branch Profit Tax
Beberapa negara memungut Branch Profit Tax untuk menyamakan perlakuan pajak anak perusahaan dan
cabang yang dimiliki olehbukan residen. Branch Profit Tax dalam keadaan ini, pada dasarnya, sama dengan
pemotongan pajak dividen. Pasal 24(3) OECD Model DTA dapat mencegah pajak keuntungan cabang jika,
ketika ditambahkan ke pajak lain, mengakibatkan pajak melebihi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan
dalamnegeri. Sepertiyangkitalihat di Bab5,seringkaliadaketentuaneksplisitdalam Pasal 10(Dividen),yang
memungkinkan negara yang mengadakan kontrak untuk mengenakan Branch Profit Tax dengan tarif yang
lebih rendah.
Klausul bangsa yang paling disukai
BeberapaDTA berisi klausul bangsayangpalingdisukai,yangberoperasidi manaNegaraRdanNegaraSmasuk
ke dalam DTA dan kemudian salah satu negara tersebut (misalnya, Negara S) masuk ke dalam DTA dengan
negara ketiga,yangmemberikanperlakuanpajak yanglebihmenguntungkandaripadadi bawah DTA Negara
R - Negara S. Warga negara dari Negara R kemudian dapat meminta agar mereka diberikanperlakuan pajak
yang lebih menguntungkan. Misalnya, Protocol to the Brazil-Korea (Rep.) DTA (1989) menyatakan bahwa:
Sehubungan dengan Pasal 10 dan 12, dipahami bahwa jika Brasil setuju untuk mengurangi tarif
pajaknyaatasdividen,labaatauroyalti kurangdari 15persen,yangdibayarkanoleh residenBrasil dan
yang tidak dimiliki oleh residen Negara ketiga. berlokasi di Amerika Latin secara menguntungkan
berhak dalam suatu Konvensi yang dibuat antara Brasil dan negara ketiga yang tidak berlokasi di
AmerikaLatinsetelahpenandatangananKonvensi ini,tarif yangsama yang diberikankepadaNegara
ketiga tersebut juga akan diterapkan untuk dividen, keuntungan dan royalti yang dimaksud. dalam
Pasal 10 dan 12 Konvensi ini .
Lebihumum,bagaimanapun,dimanaNegaraSmasukke dalamDTA berikutnyadengan negaraketiga(Negara
T) dengan perlakuan pajak yang lebih menguntungkan dalam beberapa hal daripada di bawah Negara R —
Negara S DTA, DTA terakhir dapat menetapkan Negara R dan Negara tersebut S akan segera melakukan
negosiasi untukmengubahpasal yangrelevandi NegaraR — NegaraSDTA agar sejalandenganpasal sepadan
yang lebihmenguntungkandi NegaraS — NegaraT DTA. Misalnya, Pasal 5 dari Protokol 2005 untukAustralia
— DTA Selandia Baru (1995) menyatakan: Dengan mengacu pada Pasal 10, 11 dan 12, jika dalam Perjanjian
mendatang dengan Negara lain mana pun, Selandia Baru harus membatasi perpajakannya pada sumber
dividen, bunga atau royalti ke tingkat yang lebih rendah daripada yang diatur dalam salah satu dari mereka
11. Articl es,PemerintahSelandiaBaruakantanpapenundaanmenginformasikanPemerintahAustraliadanakan
masukke negosiasi denganPemerintah Australia dengan tujuan untuk memberikan perlakuan yang sama .
Kesimpulan
Bab ini pertama-tama membahas jenis kerja sama antara administrasi pajak di negara yang mengadakan
kontrak dengan DTA. Salah satu sarana kerjasama yang disediakan di Pasal 26 OECD Model DTA adalah
pertukaran informasi antara otoritas pendapatan. Ketentuan ini tentu saja sering digunakan dalam upaya
mendeteksi danmenantangpenghindaranpajakdi lingkunganinternasional. Namun,kerjasamaadministratif
tidakterbatas pada tujuanitu. Kami melihatbahwakerjasama administratif yangdiotorisasi di bawah OECD
Model DTA meluas juga ke pengaturan pemulihan pajak - yang dapat difasilitasi berdasarkan perjanjian
pemulihanpajakterpisahantara negara- danproseduruntukmencapai kesepakatanbersamaantaraotoritas
pajak di setiap negara tentang bagaimana seharusnya wajib pajak. dikenakan pajak atas transaksi atau
kepentingan internasionalnya; atau, dengan kata lain, penerapan prosedur kesepakatan bersama untuk
menentukan bagaimana pendapatan pajak dari wajib pajak tersebut akan dibagi antara dua negara yang
mengadakan kontrak (Pasal 27).