[Ringkasan]
Buku ini membahas hasil penelitian tentang optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial di empat kota di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil dan peran pendamping sosial serta memberikan rekomendasi untuk meningkatkan perannya. Hasilnya diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan program kesejahteraan sosial.
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesia
1. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL
KEMENTERIAN SOSIAL RI
TAHUN 2018
Optimalisasi Peran dan
Fungsi Pendamping Sosial
2. PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIAL
KEMENTERIAN SOSIAL RI
Konsultan :
Dr. Marjuki, M.Sc
OPTIMALISASI PERAN DAN
FUNGSI PENDAMPING SOSIAL:
Studi di Empat Kota di Indonesia
3. Badrun Susantyo , dkk.
OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI PENDAMPING SOSIAL: Studi di Empat Kota di
Indonesia,- Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian
Sosial RI, vi + 182 halaman 14,5 x 21 cm
Konsultan :
Dr. Marjuki, M.Sc
Penulis :
Badrun Susantyo, Irmayani, Habibullah, B.Mujiyadi,
Suradi, Sugiyanto, Anwar Sitepu, Togiaratua Nainggolan
Perwajahan :
Tim Peneliti
ISBN : 978-602-51581-7-9
Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,
Kementerian Sosial RI - Jakarta
Jl. Dewi Sartika No.200 Cawang II Jakarta Timur,
Telp. 021-8017146, Fax.021-8017126
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidanakan dengan penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana di maksud
pada ayat (1) dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, berkat rahmat dan karunia-Nya, buku hasil penelitian yang
berjudul “Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial; Studi
di empat Kota di Indonesia” ini dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu yang direncanakan.
Penelitian ini menemukan beberapa simpul-simpul yang bisa
diurai dalam kerangka optimalisasi peran dan fungsi pendamping
sosial. Terkait dengan simpul-simpul itu, dalam buku ini ditawarkan
beberapa butir rekomendasi yang sangat mungkin diterapkan
dalam upaya optimaliasi tersebut. Beberapa rekomendasi tersebut
terbagi dalam beberapa dimensi; yaitu secara 1). Kelembagaan, 2).
Pengembangan kapasitas, 3). Insentif, dan sarana kerja.
Semoga buku ini dapat bermanfaat baik bagi praktisi maupun
akademisi yang mengkaji Pendamping Sosial. Kami menyadari
bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan
segala kerendahan hati, kami berharap masukan yang bersifat
konstruktif dari pembaca guna perbaikan selanjutnya. Kepada
semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian hingga
terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih
Jakarta, April 2018
Kapuslitbangkesos,
Mulia Jonie
5. iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR DIAGRAM vi
Bab I PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. PERMASALAHAN 4
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 5
D. METODE PENELITIAN 5
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 6
G. TAHAPAN PENELITIAN 7
H. JADWAL PENELITIAN 8
I. ORGANISASI PENELITIAN 8
Bab II KAJIAN PUSTAKA 9
Peran dan Fungsi Pendamping Sosial 11
Pengembangan Kapasitas 19
Bab III HASIL PENELITIAN 24
I. KOTA TARAKAN, KALIMANTAN UTARA 24
II. KOTA SERANG, PROVINSI BANTEN 53
III. KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN 91
IV. KOTA BATAM, KEPULAUAN RIAU 110
Bab IV ANALISA PENELITIAN 146
A. Profil Pendamping Sosial 146
B. Peran dan Fungsi Pendamping Sosial 152
Bab V PENUTUP 167
A. KESIMPULAN 167
B. REKOMENDASI 168
DAFTAR PUSTAKA 171
SEKILAS PENULIS 174
6. v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rencana persebaran Responden dan Informan 6
Tabel 2. Fungsi, Peran dan Strategi Pekerja Sosial Dalam Pendampingan Sosial 13
Tabel 3. Jenis PMKS di Kota Tarakan 28
Tabel 4. Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Di Kota Serang Tahun
2014 54
Tabel 5. Persebaran Jumlah Informan 60
Tabel 4. Umur Informan 60
Tabel 6. Jumlah Pendamping Sosial di Kota Makassar Tahun 2018 93
Tabel 7. Pendamping Sosial di Kota Batam Menurut Jenis Kelamin 112
Tabel 8. Pendamping Sosial di Kota Batam Menurut Jenis Program dan
Pendidikan 113
Tabel 9. Latar belakang Informan Pendamping Sosial 114
Tabel 10. Banyaknya Pendamping PKH di Kota Batam Menurut Kecamatan 115
Tabel 11. Banyaknya Pendamping Sosial Menurut Tahun Pengangkatan 116
Tabel 12. Mitra Kerja Pendamping 129
Tabel 13. Beban Kerja Pendamping 131
7.
8. 1Pendahuluan
PENDAHULUAN
Bab
I
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, mengamanatkan bahwa dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial mensyaratkan adanya
sumberdayamanusiakesejahteraansosial.SDMKesejahteraan
sosial ini terdiri atas 1) Tenaga Kesejahteraan Sosial, 2) Pekerja
Sosial Profesional, 3) Penyuluh Sosial dan 4) Relawan Sosial.
Turut memperkuat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009
tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Penanganan Fakir Miskinpun mensyaratkan SDM
Kesejahteraan Sosial ditambah adanya Tenaga Pendamping
dalam penyelenggaraannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, menyebutkan
bahwa SDM Kesejahteraan sosial adalah sumber daya
manusia yang melakukan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial; baik langsung maupun tidak langsung yang meliputi
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan/
atau perlindungan sosial (Pasal 69 dan Pasal 72). Tujuan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial tersebut seiring dengan
9. 2 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
amanat Sustainable Development Goals (SDGs)1
, di mana
Indonesia adalah salah-satu negara yang meratifikasi tujuan
pembangunan dimaksud.
SDM Kesos adalah orang yang memiliki kompetensi
secara; pendidikan, pengetahuan, keahlian, dan pengalaman
dengan nilai-nilai pekerjaan sosial yang melandasinya
melakukan penyelenggaraan kesejahteraan sosial. SDM
kesos tersebut diharapkan sebagai penggerak dalam rangka
perubahan, penguatan, dan memfungsikan kembali individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat agar dapat berperan
dalam upayanya memenuhi kebutuhan dasar, berelasi sosial,
serta mengambil peran-peran sosial yang diharapkan oleh
lingkungan sosial mereka.
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dalam
perkembangan termutakhirnya dipandang perlu untuk
menciptakan SDM Kesejahteraan yang handal terkait program
yang digulirkan. Oleh karenanya tidak mengherankan jika
pada akhirnya setiap penyelenggaraan program kesejahteraan
sosial akan melahirkan SDM Kesejahteraan Sosial terkait
program tersebut. Keberagaman SDM Kesejehateraan Sosial
ini tentunya memerlukan standart kompetensi yang memadai
terkait dengan penyelenggaran program kesejahteraan
sosialnya. Peraturan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 2017
tentang Standar Nasional Sumberdaya Manusia Penyelenggara
Kesejahteraan Sosial sudah mewadahi hal tersebut.
1 Secara garis besar SDGs berkomitmen dalam (1) Penanggulangan kemiskinan; (2)
Menghilangkan kelaparan; (3) Kesehatan dan Kesejahteraan yang baik; (4) Pendidikan
yang berkualitas; (5) Kesetaraan gender; (6) Air bersih dan sanitasi;(7) Energi bersih
dan terjangkau; (8) Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak; (9) Industri,
Inovasi dan Infrastruktur; (10) Mengurangi Kesenjangan; (11) Keberlanjutan kota dan
komunitas; (12) Konsumsi dan Produksi yang bertanggungjawab; (13) Beraksi untuk
Iklim; (14) Kehidupan bawah laut; (15) Kehidupan di darat; (16) Institusi Peradilan yang
Kuat dan Kedamaian; dan (17) Kemitraan untuk pengembangan yang lestari.
10. 3Pendahuluan
Sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial, maka Kementerian Sosial
RI mengeluarkan peraturan yang khusus mengatur tentang
SDM yaitu Permensos Nomor 16 Tahun 2017 tentang standar
nasional sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan
sosial. Permensos ini telah merinci tugas dan fungsi SDM
Kesejahteraan Sosial. Bahkan secara khusus, telah membagi
SDM Kesejahteraan Sosial dari unsur masyarakat secara
lebih rinci. Hal demikian untuk menjawab permasalahan
sosial kontemporer yang berkembang demikian cepat. Secara
garis besar, bidang tugas SDM Kesejahteraan Sosial ini
meliputi bidang layanan; rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemerdayaan sosial, perlindungan sosial dan penanganan
fakir miskin.
SDM Kesejahteraan Sosial sesuai Permensos Nomor 16
Tahun 2017 selain bersumber dari SDM Aparatur Sipil Negara
(ASN), baik dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), juga SDM
Kesosdariunsurmasyarakat.SDMKesosdariunsurmasyarakat
inidalamPermensosNomor16Tahun2017selanjutnyadisebut
dengan Pendamping Sosial (Pasal 6).
Pendamping sosial dalam permensos ini terbagi dalam 14
(empat belas) nomenklatur, yaitu ;
a. pendamping sosial KUBE,
b. pendamping sosial PKH,
c. pendamping sosial Aslut,
d. pendamping sosial Anak,
e. pendamping sosial orang dengan AIDs,
f. pendamping sosial Perdagangan orang
g. pendamping sosial Disabilitas berat,
h. pendamping sosial Napza,
11. 4 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
i. pendamping sosial KAT
j. pendamping sosial KAT Profesional,
k. pendamping sosial Eks Napi,
l. pendamping sosial Eks WTS,
m. pendamping sosial Sarprasling Rutilahu, dan
n. pendamping sosial UEP
Ke-empat belas nomenklatur pendamping sosial ini
merupakan upaya penyederhanaan nomenklatur yang ada
sebelumnya. Penelitian Irmayani (2016), menyebutkan
setidaknya terdapat 42 nomenklatur SDM Penyelenggara
Kesejahteraan Sosial. Penelitian Irmayani (2016) ini turut
memperkuat temuan penelitian sebelumnya terkait dengan
SDM Penyelenggara Kesejahteraan Sosial, seperti halnya
Habibullah (2012), Hermawati (2012), Nainggolan (2012; 2016).
Penampilan peran dan fungsi Pendamping Sosial
dalam tugas-tugas penyelenggaraan kesejahteraan sosial
turut menentukan keberhasilan pelaksanaan program yang
diembannya. Optimalisai Pendamping Sosial menjadi hal yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi sebagai salah satu strategi dalam
akselerasi penyelenggaran kesejahteraan sosial.
Mengingat strategisnya peran dan fungsi pendamping
sosial sebagai lini terdepan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial, maka dipandang perlu melaksanakan penelitian
”Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial”.
B. PERMASALAHAN
Beberapa permasalahan terkait dengan penelitian tentang
optimalisasi peran dan fungsi Pendamping Sosial ini, adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan peran pendamping sesuai bidang
tugasnya?
12. 5Pendahuluan
2. Bagaimana pelaksanaan fungsi pendamping sesuai bidang
tugasnya?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi
pelaksanaanperandanfungsipendampingsosialsesuaibidang
tugasnya. Selanjutnya, temuan dan rekomendasi penelitian ini
dapat dijadikan bahan-bahan masukan dalam penyusunan
Perencanaan SDM Kesejahteraan Sosial, khususnya Tenaga
Kesejahteraan Sosial dari unsur masyarakat, selanjutnya
disebut Pendamping Sosial. Dengan demikian, penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan peran
pendamping sosial sesuai bidang tugasnya
2. Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan fungsi
pendamping sosial sesuai bidang tugasnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
3. Bagai unit teknis, hasil penelitian ini dapat memberikan
masukan untuk penyempurnaaan kebijakan dalam rangka
optimalisi peran dan fungsi pendamping sosial sesuai
bidang tugasnya.
4. Bagi unit kediklatan, hasil penelitian ini dapat memberikan
masukan dalam peningkatan kemampuan (capacity
buildimg) pendamping sosial.
D. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
diskriptif. Penentuan lokasi ditentukan secara purposive
berdasarkan jenis (nomenklatur) pendamping dan kelompok
sasarannya (sesuai Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1)
Permensos No. 16/2017). Oleh karena itu lokasi penelitian
13. 6 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
terpilih meliputi wilayah yaitu: 1). Kepulauan Riau, 2)
Kalimantan Utara, 4) Provinsi Banten, dan 4) Sulawesi Selatan.
Responden/informan ditentukan secara purposive, dengan
persebaran sebagai berikut.
Tabel 1.
Rencana persebaran Responden dan Informan
No Provinsi
Informan
TotalPendamping
Sosial
Pengguna
Penerima
Manfaat
1 Kepulauan Riau 10 5 5 20
2 Kalimantan Utara 10 5 5 20
3 Banten 10 5 5 20
4 Sulawesi Selatan 10 5 5 20
Total 40 20 20 80
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah:
1. Pedoman wawancara yaitu metode pengumpulan data
penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan
terstruktur yang ditujukan kepada informan yaitu
pendamping sosial, atasan pendamping sosial dan
penerima manfaat program
2. Diskusi Kelompok Terarah yang diikuti 15 orang, dilakukan
untuk mengumpulkan informasi dan pendalaman data
yang diperoleh melalui hasil wawancara terkait peran dan
fungsi pendamping sosial.
3. Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang
diarahkan untuk mendapatkan data
14. 7Pendahuluan
G. TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap; yaitu Tahap
Persiapan, Tahap Pengumpulan Data serta Tahap Analisis Data
dan Pelaporan.
1. Tahap Persiapan
Persiapan penelitian diawali dengan penyusunan
rancangan penelitian, ditambah dengan melakukan
diskusi-diskusi terhadap ide dasar penelitian dan
dituangkan dalam kerangka penelitian.
2. Tahap Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di 4 provinsi yaitu Kepulauan
Riau, Kalimantan Utara, Banten dan Sulawesi Selatan.
Pertimbangan pemilihan lokasi dengan purposive di
keempat provinsi ini mempertimbangkan variasi jenis
Pendamping Sosial dan beserta kelompok sasarannya
sesuai Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) Permensos No.
16/2017).
3. Tahap Analisis Data dan Pelaporan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini mencakup;
1) pengecekan kembali data dan informasi yang telah
dikumpulkan dari hasil wawancara, Diskusi Kelompok
Terarah (FGD), serta data sekunder. 2) triangulasi data 3)
Penyusunan laporan.
15. 8 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
H. JADWAL PENELITIAN
No Tahapan
Minggu
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan
• Penentuan topik
• Penyusunan rancangan
• Penyusunan instrumen
• Pembahasan rancangan dan
instrument
• Perbaikan rancangan dan
instrument hasil pembahasan
2h
3h
4h
1h
2h
2 Pelaksanaan (pengumpulan data
lapangan) 8h
3 Pengolahan dan penyusunan laporan
• Pengolahan data dan analisis
• Penyusunan laporan
• Pembahasan
• Finalisasi hasil penelitian
5h
2h
1h
2h
I. ORGANISASI PENELITIAN
Pengarah : Kepala Badan Pendidikan, Penelitian dan
Penyuluhan Sosial
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Konsultan : Dr.Marjuki, M.Sc.
Ketua Tim : Badrun Susantyo
Anggota Tim : 1. B. Mujiyadi
2. Habibullah
3. Irmayani
Suradi
Sugiyanto
Anwar Sitepu
Togiaratua Nainggolan
16. 9Kajian Pustaka
KAJIAN PUSTAKA
Bab
II
Pendampingan sosial sangat menentukan keberhasilan
program, tidak terkecuali program kesejahteraan sosial. Mengacu
pada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup tiga
peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat,
dan peran-peran teknis bagi klien yang didampinginya.
Bagi para pendamping sosial di lapangan, kegiatan
pendampingan sosial merupakan tugas utama dalam upaya
membantu memecahkan masalah klien. Terdapat lima kegiatan
penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan
sosial:
1. Motivasi. Klien dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi
sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya
sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Klien perlu
didorong untuk membentuk kelompok yang merupakan
mekanisme kelembagaan penting untuk mengorganisir dan
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa
atau kelurahannya. Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk
terlibat dalam kegiatan peningkatan pendapatan dengan
menggunakan sumber-sumber dan kemampuan-kemampuan
mereka sendiri.
17. 10 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan.
Peningkatan kesadaran masyarakt dapat dicapai melalui
pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi.
Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa
dikembangkan melalui cara-cara partsipatif. Pengetahuan
lokal yang biasanya diperoleh melalui pengalaman dapat
dikombinasikan dengan pengetahuan dari luar. Pelatihan
semacam ini dapat membantu Klien untuk menciptakan
matapencaharian sendiri atau membantu meningkatkan
keahlian mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.
3. Manajemen diri. Kelompok harus mampu memilih pemimpin
mereka sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti
melaksanakan pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan
dan pelaporan, mengoperasikan tabungan dan kredit, resolusi
konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat. Pada tahap
awal, pendamping dari luar dapat membantu mereka dalam
mengembangkan sebuah sistem. Kelompok kemudian dapat
diberi wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur
sistem tersebut.
4. Mobilisasi sumber. Merupakan sebuah metode untuk
menghimpun sumber-sumber individual melalui tabungan
reguler dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan
modal sosial. Ide ini didasari pandangan bahwa setiap orang
memiliki sumbernya sendiri yang, jika dihimpun, dapat
meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial.
Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan
penggunaan sumber perlu dilakukan secara cermat sehingga
semua anggota memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat
menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.
Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian
kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan
peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan
mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial di
18. 11Kajian Pustaka
sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan
mengembangkanberbagaiaksesterhadapsumberdankesempatan
bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin (Ife, dalam
Suharto, 2002).
Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
Hasil penelusuran secara historis, istilah peran berasal dari
dunia teater yang berkembang pesat pada masa Yunani kuno
ataupun Romawi. Dalam konteks teater ini, peran merujuk
pada karakter yang disandang untuk dibawakan oleh seorang
aktor dalam sebuah pentas drama yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari kelompok masyarakat. Dengan demikian,
peran memiliki makna suatu bagian yang kita mainkan pada setiap
keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri kita
dengan keadaan. (Wolfman, 1992). Dalam perkembangannya,
pemaknaan peran selalu dikaitkan dengan status yang disandang
oleh seseorang ataupun kelompok terkait dengan statusnya
dalam situasi kehidupan yang berbeda-beda. Statuspun dalam
kenyataannya selalu terkait erat dan bahkan tidak bisa dipisahkan
dengan istilah fungsi. Oleh karenanya, dalam setiap situasi sosial
tertentu senantiasa dipasangkan antara peran dan fungsi sebagai
suatu kesatuan normatif yang ideal.
Peran dan fungsi dalam konteks Pekerjaan Sosial selalu
dimainkan dalam berbagai ranah dan konteks kehidupan sosial,
sehingga seseorang atau sekelompok bisa dikatakan sebagai unit
yang bisa menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, jika telah
menjalankan peran sesuai fungsinya. Demikian pula peristilah
peran dan fungsi pendampingan sosial, akan merujuk kepada
konteks pekerjaan sosial, mengingat, pendampingan sosial
merupakan core bussines Pekerjaan Sosial. Banyak pendapat terkait
penampilan peran sesuai fungsi yang tersemat pada masing status
19. 12 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
individu/kelompok. Hal demikian merupakan sebuah kewajaran,
mengingat angle yang merupakan titik lihat masing-masing ahli
yang berbeda.
Marjuki(2017)1
menyebutkanbahwaperanPendampingdalam
intervensi Pekerjaan Sosial meliputi peran sebagai: a). resource
linker, b). motivator, edukator, dan peran sebagai e). fasilitator.
Beberapa peran tersebut bisa ditampilkan manakala pendamping
sosial menjalankan beberapa fungsi, seperti: a). fungsi preventif, b).
fungsi kuratif, c). fungsi rehabilitative, serta fungsi pengembangan.
Ke-empat fungsin tersebut merujuk pada konstelasi sosial tertentu.
Untuk menampilkan peran pendamping sosial sesuai level
fungsinya, Marjuki (2017) menyebutkan pentingnya kompetensi
bagi pendamping sosial. Beberapa kompetensi tersebut meliputi’
a). intellectual skill, b). managerial skill, c). Social skill, serta d).
intervention skill.
Dalam konteks pendampingan sosial, Suharto (2002)
mendiskripsikan dan menjelaskan fungsi dan peran yang bisa
dilakukan oleh Pekerja Sosial2
. Beberapa fungsi dan peran yang
diendoores oleh Suharto (2002) meliputi; a). fungsi konsultasi
pemecahan masalah, 2.). Fungsi manajemen sumber dan c). fungsi
pendidikan masyarakat. Pembagian ini sejalan dengan paradigma
generalis yang ditawarkan oleh DuBois dan Miley (1992). Dalam
paparannya, Suharto (2002) selain membagi fungsi pekerja
sosial dalam tugas-tugas pendampingan, juga meletakkan dasar
penempatan peran serta strategi yang dipilih dalam menjalankan
pendampingan sosial.
1 Optimalisasi Peran Sumberdaya Manusia Kesejahteraan Sosial Dalam Pemanfaatan
Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial. Disampaikan pada saat diskusi penyusunan policy
memo Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Aksesibilitas Sosial, 30 Januari 2018 Di Salemba
Raya No. 28, Jakarta.
2 Dalam makalah disajikan pada Pelatihan Pengembangan Masyarakat Bagi Pengurus
Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Tingkat Propinsi se Indonesia,
Pusdiklat Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat Depsos RI, Jl. Dewi Sartika No. 200,
Jakarta, Rabu 28 Agustus 2002.
20. 13Kajian Pustaka
Tabel 2.
Fungsi, Peran dan Strategi Pekerja Sosial
Dalam Pendampingan Sosial
Fungsi Peran Strategi
Konsultasi Pemecahan
Masalah
Fasilitator
Pembela
Pelindung
Penelitian dan Perencanaan
Manajemen Sumber Fasilitator
Broker
Mediator
Aksi sosial
Pendidikan Fasilitator
Mediator
Pendidikan masyarakat
Sumber : Suharto (2002).
Penjelasan selanjutnya dari Tabel 2 diatas, dalam konteks
pendampingan sosial, dapat dipahami sebagaimana narasi berikut
ini3
.
1). Konsultasi Pemecahan Masalah
Dalam konteks pendampingan sosial, konsultasi
pemecahan masalah dapat diartikan sebagai proses yang
ditujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai pilihan-pilihan dan mengidentifikasi prosedur-
prosedur bagi tindakan-tindakan yang diperlukan. Konsultasi
dilakukan sebagai bagian dari kerjasama yang saling
melengkapiantarasistemkliendanpekerjasosial(pendamping
sosial) dalam proses pemecahan masalah. Pekerja sosial
membagi secara formal pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya, sedangkan klien membagi pengalaman personal,
organisasi atau kemasyarakatan yang pernah diperoleh semasa
hidupnya. Dalam proses pemecahan masalah, pendampingan
3 Penjelasan ini diambil dari artikel Edi Suharto, Ph.D. yang disampaikan pada Pelatihan
Pengembangan Masyarakat Bagi Pengurus Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat
(PSM) Tingkat Propinsi se Indonesia, 28 Agustus 2002 di Jakarta.
21. 14 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
sosial dapat dilakukan melalui serangkaian tahapan yang biasa
dilakukan dalam praktek pekerjaan sosial pada umumnya,
yaitu: pemahaman kebutuhan, perencanaan dan penyeleksian
program, penerapan program, evaluasi dan pengakhiran.
2). Manajemen Sumber
Pengertian manajemen di sini mencakup
pengkoordinasian, pensistematisasian, dan pengintegrasian –
bukan pengawasan (controlling) dan penunjukkan (directing).
Pengertian manajemen juga meliputi pembimbingan,
kepemimpinan, dan kolaborasi dengan pengguna atau
penerima manfaat. Dengan demikian, tugas utama pekerja
sosial dalam manajemen sumber adalah menghubungkan
klien dengan sumber-sumber sedemikian rupa sehingga
dapat meningkatkan kepercayaan diri klien maupun kapasitas
pemecahan masalahnya.
3). Pendidikan
Dalam pendampingan sosial, pendidikan beranjak dari
kapasitas orang yang belajar (peserta didik). Pendidikan
adalah bentuk kerjasama antara pekerja sosial (sebagai
pendamping) dengan klien (sebagai murid dan peserta
didik). Pengalaman adalah inti “pelajaran pemberdayaan”.
Peserta didik adalah partner yang memiliki potensi dan
sumber yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran merupakan proses saling ketergantungan dan
saling membutuhkan satu sama lain. Pekerja sosial dan klien
pada hakikatnya dapat menjadi pendidik dan peserta didik
sekaligus.
Mengacu pada Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994),
ada beberapa peran pekerjaan sosial dalam pendampingan
sosial. Lima peran di bawah ini sangat relevan diketahui oleh
parapekerjasosialyangakanmelakukanpendampingansosial.
22. 15Kajian Pustaka
a). Sebagai fasilitator
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator”
sering disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya
bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain. Barker (1987)
memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai
tanggungjawab untuk membantu klien menjadi mampu
menangani tekanan situasional atau transisional.
Strategi-strategikhususuntukmencapaitujuantersebut
meliputi: pemberian harapan, pengurangan penolakan
dan ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-
perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan kekuatan-
kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan
masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah
dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan
dan cara-cara pencapaiannya (Barker, 1987).
Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa
“setiap perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh
adanya usaha-usaha klien sendiri, dan peranan pekerja
sosial adalah memfasilitasi atau memungkinkan klien
mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan
disepakati bersama (Parsons, Jorgensen dan Hernandez,
1994).
b). Sebagai Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli
dan menjual saham dan surat berharga lainnya di pasar
modal. Seorang beroker berusaha untuk memaksimalkan
keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat
memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada saat
klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa
broker tersebut memiliki pengetahuan mengenai pasar
23. 16 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
modal, pengetahuan yang diperoleh terutama berdasarkan
pengalamannya sehari-hari.
Dalam konteks pendampingan sosial, peran pekerja
sosial sebagai broker tidak jauh berbeda dengan peran
broker di pasar modal. Namun demikian, pekerja sosial
melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan
pelayanan sosial. Pemahaman pekerja sosial yang menjadi
broker mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar
lingkungannya menjadi sangat penting dalam memenuhi
keinginan kliennya memperoleh “keuntungan” maksimal.
Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama
dalam melakukan peranan sebagai broker:
1. Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-
sumber kemasyarakatan yang tepat.
2. Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan
sumber secara konsisten.
3. Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam
kaitannya dengan kebutuhan-kebutuhan klien.
Peranan sebagai broker mencakup “menghubungkan
klien dengan barang-barang dan jasa dan mengontrol
kualitas barang dan jasa tersebut. Dengan demikian ada tiga
kata kunci dalam pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu:
menghubungkan (linking), barang-barang dan jasa (goods
and services) dan pengontrolan kualitas (quality control).
Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994) menerangkan
ketiga konsep di atas satu per satu:
• Linking adalah proses menghubungkan orang dengan
lembaga-lembaga atau pihak-pihak lainnya yang
memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Linking
juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk kepada
orang mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih
24. 17Kajian Pustaka
dari itu, ia juga meliputi memperkenalkan klien dan
sumber referal, tindak lanjut, pendistribusian sumber,
dan meenjamin bahwa barang-barang dan jasa dapat
diterima oleh klien.
• Goods meliputi yang nyata, seperti makanan, uang,
pakaian, perumahan, obat-obatan. Sedangkan
services mencakup keluaran pelayanan lembaga yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup klien,
semisal perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan,
konseling, pengasuhan anak.
• Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat
menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan
lembaga memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring yang
terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan
pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki
mutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
c). Sebagai Mediator
Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat
perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik
antaraberbagaipihak.LeedanSwenson(1986)memberikan
contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan
sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani
antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang
menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
melakukan peran mediator meliputi kontrak perilaku,
negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam
resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang
dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai
“solusi menang-menang” (win-win solution). Hal ini
berbeda dengan peran sebagai pembela dimana bantuan
25. 18 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
pekerja sosial diarahkan untuk memenangkan kasus klien
atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri.
d). Sebagai Pembela
Dalam pendampingan sosial, seringkali pekerja sosial
harus berhadapan sistem politik dalam rangka menjamin
kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien atau
dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial.
Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau
oleh klien, pekeja sosial harus memainkan peranan sebagai
pembela (advokat). Peran pembelaan atau advokasi
merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang
bersentuhan dengan kegiatan politik (Susantyo, 2007).
Peranpembelaandapatdibagidua:advokasikasus(case
advocacy) dan advokasi kausal (cause advocacy) (DuBois
dan Miley, 1992; Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994).
Apabila pekerja sosial melakukan pembelaan atas nama
seorang klien secara individual, maka ia berperan sebagai
pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala klien
yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan
sekelompok anggota masyarakat. Rothblatt (1978)
memberikan beberapa model yang dapat dijadikan acuan
dalam melakukan peran pembela dalam pendampingan
sosial:
• Keterbukaan – membiarkan berbagai pandangan untuk
didengar.
• Perwakilanluas–mewakilisemuapelakuyangmemiliki
kepentingan dalam pembuatan keputusan.
• Keadilan – memiliki sesuah sistem kesetaraan atau
kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat
diketahui sebagai bahan perbandingan.
• Pengurangan permusuhan – mengembangkan sebuah
26. 19Kajian Pustaka
keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan
keterasingan.
• Informasi – menyajikan masing-masing pandangan
secara bersama dengan dukungan dokumen dan
analisis.
• Pendukungan – mendukung patisipasi secara luas.
• Kepekaan – mendorong para pembuat keputusan untuk
benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka
terhadap minat-minat dan posisi-posisi orang lain.
e). Sebagai Pelindung
Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat
didukung oleh hukum. Hukum tersebut memberikan
legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi pelindung
(protector) terhadap orang-orang yang lemah dan rentan.
Dalam melakukan peran sebagai pelindung (guardian
role), pekerja sosial bertindak berdasarkan kepentingan
korban, calon korban, dan populasi yang berisiko lainnya.
Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan berbagai
kemampuan yang menyangkut: (a) kekuasaan, (b)
pengaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan sosial (Susantyo,
2007).
Pengembangan Kapasitas
Keseluruhan peran pendamping dalam menjalankan tugas
pendampingan akan terjalankan dengan baik jika memiliki
kompetensiyangmemadai.Olehkarenapengembangankompetensi
pendamping sosial ini idealnya senantiasa terus menerus dilakukan
updating bahkan upgrading. Pengembangan kompetensi dapat
dilaksanakan salah satunya melalui pengembangan kapasitas
(capacitybuilding),sebagaicontohmelaluipelatihan.Pengembangan
kompetensi jenis ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keahlian Pendamping Sosial.
27. 20 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
Pengembangan kapasitas (capacity building) dapat dilakukan
melalui beragam cara, seperti halnya melalui kegiatan diklat,
bimbingan teknis, workshop dan semacamnya. Namun demikian,
acapkali niatan pengembangan kapasitas ini menjadi kurang
optimal, karena ada indikasi bahwa penempatan sumber daya
manusia kurang memerhatikan kompetensi dan kualitas tenaga
dimaksud. Idealnya tenaga yang ditempatkan pada posisi tertentu
telahmemilikikapasitasdankompetensisesuaidenganjabatannya.
Istilah pelatihan merupakan terjemahan dari kata “training”
dalam bahasa Inggris. Secara harfiah akar kata “training” adalah
“train”, yang berarti: (1) memberi pelajaran dan praktik (give
teachingandpractice),(2)menjadikanberkembangdalamarahyang
dikehendaki (cause to grow in a required direction), (3) persiapan
(preparation), dan praktik (practice) (Mustofa Kamil. 2010: 3).
Sedangkan Roger Buckley and Jim Caple (2004) menjelaskan
bahwa:“Training is a planned and systematic effort to modify or
develop knowledge/skill/attitude through learning experience, to
achieve effective performance in an activity or range of activities. Its
purpose, in the work situation, is to enable an individual to acquire
abilities in order that he or she can perform adequately a given task
or job”.
Namun demikian, pelatihan bisa juga dilihat sebagai elemen
khusus atau keluaran dari suatu proses pendidikan yang lebih
umum. Peter mengemukakan; “Konsep pelatihan bisa diterapkan
ketika (1) ada sejumlah jenis keterampilan yang harus dikuasai,
(2) latihan diperlukan untuk menguasai keterampilan tersebut,
(3) hanya diperlukan sedikit penekanan pada teori”. Moekijat
dalam Mustofa Kamil (2010: 11) mengatakan bahwa tujuan umum
pelatihan adalah untuk:
1. Mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.
28. 21Kajian Pustaka
2. Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan secara rasional.
3. Mengembangkan sikap, sehingga dapat menimbulkan
kemauan untuk bekerjasama.
Sedangkan menurut Marzuki dalam Mustofa Kamil (2010:
11) mengatakan ada tiga tujuan pokok yang harus dicapai dengan
pelatihan, yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan organisasi.
2. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap
tentang pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah
ditetapkan dan dalam keadaan yang normal serta aman.
3. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan
tugasnya.
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan dilakukan
melalui jalur pelatihan klasikal dan nonklasikal. Pengembangan
kompetensi dalam bentuk pelatihan klasikal melalui proses
pembelajaran tatap muka di dalam kelas, paling kurang melalui
pelatihan, seminar, kursus, dan penataran. Pengembangan
kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal dilakukan paling
kurang melalui e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan
jarak jauh, magang, dan pertukaran antara Pendamping Sosial.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diterjemahkan bahwa,
pelatihan adalah upaya terencana dan sistematis untuk mengubah
atau mengembangkan pengetahuan/ keterampilan / sikap melalui
pengalaman belajar, untuk mencapai kinerja yang efektif dalam
suatu kegiatan atau berbagai kegiatan. Tujuannya, dalam situasi
kerja, adalah untuk memungkinkan seorang individu untuk
memperoleh kemampuan agar ia dapat melakukan cukup tugas
yang diberikan atau pekerjaan. Pelatihan biasanya diasosiasikan
pada mempersiapkan seseorang dalam melaksanakan suatu
peran atau tugas, biasanya dalam dunia kerja. Berdasarkan
29. 22 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
beberapa pengertian pendidikan dari para ahli diatas maka
dapat disimpulkan bahwa, pelatihan merupakan usaha sadar dan
terencana dalam mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik melalui proses pembelajaran untuk menunjang tugas
dan peran pekerjaannya.
Dari beberapa tujuan yang telah dikemukakan oleh para ahli,
dapat disimpulkan bahwa pelatihan bertujuan untuk mengembangkan
keahlian, pengetahuan, sikap, dan dapat memenuhi dan membantu
kebutuhan organisasi. Sedangkan pengertian pendidikan dan
pelatihan atau disingkat diklat adalah proses penyelenggaraan
belajar dan mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan SDM kesejahteraan sosial.
Beberapapelatihan(diklat)bagiparaPendampingSosialsudah
tersedia di Unit pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kementerian
Sosial RI. Beberapa jenis diklat tersebut meliputi:
1. Diklat Konselor Adiksi
2. Diklat Manajemen Kessos bagi Pengelola LKSA
3. Diklat PEKSOS Pendamping NAPZA
4. Diklat Peksos Pendamping Perempuan Korban Tindak
Kekerasan
5. Diklat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
6. Diklat Penanganan DAYCARE dan HOMECARE LANSIA
7. Diklat Pendamping Anak Berhadapan Dengan Hukum
8. Diklat Pendamping KUBE PKH
9. Diklat Pendamping Sosial bagi TKSM
10. Diklat Perlindungan Anak
11. Diklat FDS PKH.
Proses pembelajaran diklat memerlukan adanya komponen
komponen yang mempunyai tujuan agar pembelajaran itu berjalan
30. 23Kajian Pustaka
efektif dengan output yang aplikatif terhadap permasalahan sosial
di masyarakat. Komponen-komponen tersebut antara lain:
1. Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi : Penyelenggara Diklat,
Tenaga pengajar/fasilitator/widyaswara dan Peserta Diklat
2. Kurikulum, Kurikulum diklat disusun berdasarkan hasil
analisis kebutuhan diklat yaitu setelah diketahui jenis dan
jenjang diklat yang dibutuhkan. Kurikulum berisi tentang mata
ajar yang diberikan, alokasi waktu, bobot/alokasi waktu untuk
setiap mata ajar atau kegiatan serta penentuan terhadap mata
ajar yang termasuk mata ajar pokok, penunjang dan tambahan.
3. Metode Pembelajaran
4. Adapun metode-metode yang bisa digunakan, diantaranya:
Ceramah dan tanya jawab, Curah pendapat (brainstorming),
Diskusi kelompok, pleno dan presentasi, Studi kasus,
Penugasan/uji coba, Role Playing dan Game.
5. Waktu Pelaksanaan, Jumlah jam latihan setiap hari yang ideal
paling banyak 10 jam latihan (jamlat) dengan alokasi waktu
setiap jamlat 45 menit. Dengan waktu pembelajaran yang
efektif adalah antara 08.00-17.00 WIB.
6. Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)/Orientasi
Lapangan (OL)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa komponen-komponen penyelenggaraan diklat adalah SDM,
kurikulum, metode, waktu dan pelaksanaan PKL. Komponen-
komponen tersebut saling berkesinambungan antara komponen
satu dengan komponen lainnya.
31. 24 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
HASIL PENELITIAN
Bab
III
I. KOTA TARAKAN, KALIMANTAN UTARA
A. GAMBARAN UMUM
1. Geografis
Kota Tarakan adalah salah satu dari 5 (lima) kabupaten/
kota di Provinsi Kalimatan Utara, yaitu Kabupaten Malinau,
Kabupaten Nunukan, Kabupaten Bulungan,Kota Tarakan dan
Kabupaten Tana Tidung. Kota Tarakan adalah kota terbesar
di Kalimantan Utara, sekaligus kota terkaya ke-17 di Indonesia.
Terdiri dari 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Tarakan dan Pulau Sadau
dengan luas wilayah mencapai 657,33 km².
Kota Tarakan terbagi atas 4 Kecamatan dan 20 kelurahan,
yaitu Kecamatan Tarakan Barat, Kecamatan Tarakan Tengah,
Kecamatan Tarakan Timur dan Kecamatan Tarakan Utara.
Adapunbatass-bataswilayahnyasebagaiberikut:sebelahutara
dengan Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan, sebelah selatan
denganKecamatan Sesayap dan Sekatak,Kabupaten Bulungan,
sebelah barat dengan Kecamatan Tanjung Palas,
Kabupaten Bulungan, dan sebelah timur dengan Laut Sulawesi.
Kota Tarakan atau juga dikenal sebagai Bumi Paguntaka,
berada pada sebuah pulau kecil. Semboyan dari kota
32. 25Hasil Penelitian
Tarakan adalah Tarakan Kota «BAIS» (Bersih, Aman, Indah,
Sehat dan Sejahtera). Tarakan menurut cerita rakyat berasal
dari bahasa tidung “Tarak” (bertemu) dan “Ngakan” (makan)
yang secara harfiah dapat diartikan “Tempat para nelayan
untuk istirahat makan, bertemu serta melakukan barter
hasil tangkapan dengan nelayan lain. Selain itu Tarakan juga
merupakan tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan,
Sesayap dan Malinau.
Kota Tarakan menempati urutan ke-17 dengan nilai DBH
SDA sebesar Rp 454,55 miliar. Tarakan tetap menempati posisi
ke-17 sebagai yang terkaya dari DBH SDA 2014, dengan jatah
Rp 722,77 miliar. Penyumbang dominan SDA ini berhasal dari
hasil perikanan dan gas bumi. Dengan hasil kekayaan alam ini,
tentu dapat memberikan predikat kepada Kota Tarakan untuk
masuk ke dalam daftar 20 kabupaten/kota terkaya di Indonesia.
(BPS Kota Tarakan, 2016; Irfan, 2017, 2015; PROKAL.CO,
2017, 2016, 2015).
2. Demografis
Berdasarkan data yang ada pada hasil Sensus
Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Tarakan mencapai
193.069 jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 101.464 jiwa dan
perempuan berjumlah 91.605 jiwa.
Kota Tarakan, didiami oleh suku asli Tidung. Dalam
perkembangannya, dihuni pula oleh suku-suku lain seperti,
Suku Dayak, Banjar, Jawa, Bugis, Batak, Toraja, Tionghoa, dan
lain-lain. Pemeluk agama terbesar adalah Islam disamping
Kristen Protestan, Budha, Katolik dan Hindu. Berbagai suku
dan agama yang ada di Kota Tarakan tersebut memberikan
kontribusi terhadapkekayaan budaya masyarakat, baik
dalambentuk aktivitas, barang maupun jasa (Irfan, 2017, 2015;
PROKAL.CO, 2017, 2016, 2015).
33. 26 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
3. Sosiogafis
Tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Tarakan mulai
membaik dibanding pada 2014 lalu. Dari data Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Tarakan, jumlah penduduk miskin pada
2014 lalu sebanyak 7 persen dari total jumlah penduduk.
Namun demikian, sebagai barometer kemajuan pembangunan
di Kalimantna Utara, angka kemiskinan dan pengangguran di
Kota Tarakan tergolong masih tinggi.
Dinamika kemiskinan dapat dilihat, pada 2015, jumlah
penduduk miskin mengalami penurunan mencapai 2 persen,
yakni menjadi 5,11 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Tarakan, jumlah warga miskin pada Maret 2014 sebanyak
17.660atau6,9persendaripendudukTarakan2015,mengalami
penurunan 2,57 persen, menjadi 11.910 jiwa. Sementara angka
pengangguran pada Maret 2014 mencapai 6.736 jiwa atau 6,9
persen. Di bulan yang sama tahun 2015, berkurang menjadi
5.841 jiwa.
Pada tahun 2016 kembali naik menjadi 5,17 persen.
Kabupaten Nunukan, Tana Tidung dan Kota Tarakan juga
mengalami kenaikan masing-masing menjadi 9,51 persen, 10,
21 persen dan 7,90 persen dari tahun sebelumnya. Sedangan di
Kabupaten Malinau dan Kabupaten Bulungan, jika tahun 2013
presentase angka kemiskinan di daerah yang cukup terkenal
dengan program Gardema tersebut sebesar 11,68 persen,
tahun 2014 malah turun menjadi 10,48 persen. Sampai dengan
Mei 2017, data penduduk miskin di Tarakan berjumlah 17.660
dari total jumlah penduduk sekitar 247.663 jiwa.
Selain kemiskinan, permasalahan sosial, atau permasalahan
yang berdampak sosial di Kota Tarakan, adalah penggurang
yang cukup tinggi, rumah tidak huni yang indikasinya belum
teraliri listrik, dan kerusakan lingkungan. Akibat kerusakan
34. 27Hasil Penelitian
hutan dan lingkungan, Kota Tarakan kini dihadapkan pada
persoalan serius, yakni krisis air bersih. Jika tidak ada hujan
selamadua pekan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
setempat langsung mengalami kesulitan mendapat bahan
baku air dari Sungai Kampung Bugis. Bahkan, warga setempat
terpaksa antre untuk membeli air dari pengecer dengan harga
Rp 5.000-Rp 10.000 per kubik.
Makin sempitnya alur Sungai Kampung Bugis akibat
padatnya permukiman di sepanjang bantaran sungai tersebut,
juga membuat ketersedian airnya menjadi berkurang. Banjir
menjadi masalah yang hingga saat ini masih harus mendapat
perhatian dari pemerintah kota Tarakan. Selain karena curah
hujan tinggi, banjir juga disebabkan air pasang. Drainase yang
sempit akan semakin memperparah banjir. Dari pengamatan
di lapangan saat ini beberapa jalan baru dibangun saluran
air. Pembangunan yang bertepatan dengan musim hujan
ini tentunya memperlambat proses pembangunan, dan
memfungsingkan drainase.
Tantangan dan persoalan lingkungan hidup di awal
otonomi daerah, pertama adalah rendahnya kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kedua,
bencana alam, banjir dan tanah longsor akibat degradasi
lahan. Ketiga, masalah dalam pengelolaan sampah, buruknya
sanitasi, kebersihan, dan keindahan. Keempat, kerusakan
lingkungan pesisir, rusaknya ekosistem mangrove dan abrasi
(PROKAL.CO, 2017, 2016, 2015).
Di Kota Tarakan terdapat Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS), sebagaimana tampak pada tabel
berikut :
35. 28 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
Tabel 3.
Jenis PMKS di Kota Tarakan
NO PMKS Jumlah
1 Anak Dengan Kecacatan (ADK) 126
2 Lanjut usia telantar 403
3 Orang Dengan Kecacatan (ODK) 345
4 Tuna Sosial 115
5 Perempuan Rawan Sosial Ekonomi 788
6 Fakir Miskin 5.587
7 Anak Telantar 26
8 Eks Napi 23
Sumber : Dinsos dan PM, 2018.
Berdasarkan data tersebut, PMKS di Kota Tarakan cukup
banyak, terutama fakir miskin dan perempuan rawan sosial
ekonomi.SituasitersebuttentuakanmenjadibebanPemerintah
Daerah Kota Tarakan. Terlebih berdasarkan cacatan Dinsos
dan PM Kota Tarakan, ABPD II pada tahun 2018 untuk bidang
sosial masih sangat terbatas.
4. Kebijakan Sosial Daerah
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(TKPKD) Kalimantan Utara telah meletakkan dokumen
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) yang
menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
Ketika masuk Renstra, praktis sudah ada penganggaran
oleh tiap SKPD. Kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat
miskin Dinas PUPR Perkim. Rumah tangga miskin yang belum
memiliki alat penerangan bersumber dari listrik, itu sudah
diprogramkan melalui ESDM.
36. 29Hasil Penelitian
Per tahun penambahan penduduk di Kota Tarakan 10
hingga12ribu,sejauhinitercatat253ribupenduduk.Dalamhal
ini harus diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
Strategi penanggulangan pengagguran dilakukan dengan
menggelar job fair, dalam upaya memberikan kesempatan
kerja bagi masyarakat. Setahun dilaksanakan 6 kali job fair
supaya orang itu punya pendapatan, jangan jadi orang miskin.
Program pengentasan kemiskinan ada sekitar 10 program
antaralainkeluargaharapan,KUBE(kelompokusahabersama)
dan rutilahu (rumah tinggal layak huni), baik diinisiasi oleh
Pusat maupun inisiatif daerah. Program-program tersebut
yang langsung menyentuh ke masyarakat.
Kemudian, program berbasis website buatan Pemerintah
Kota Tarakan, yakni, Sistem Informasi Manajemen
Penanggulangan Kemiskinan (SIMANIS). Program ini dalam
upaya memverifikasi dan validasi pendataan masyarakat
miskin, sehingga diperoleh data kemiskinan yang valid (Irfan,
2017, 2015; PROKAL.CO, 2017, 2016, 2015; Antara.news, 2016).
B. Peran Dan Fungsi Pendamping Sosial
1. Identitas Responden/Informan
Responden dalam penelitian ini adalah pendamping
sosial berjumlah 10 orang. Kemudian sebagai informan adalah
Petugas Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota
Tarakan berjumlah 3 (tiga) orang, Lembaga Kesejahteran Sosial
Anak (LKSA) berjumlah satu orang dan Kelompok Penerima
Manfaat (KPM berjumkah 6 (enam) orang.
a. Pendamping Sosial
1) Umur
Semua pendamping sosial masuk dalam kelompok
usia produktif. Sembilan orang pada usia 27- 35
37. 30 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
tahun dan satu orang pada usia 46 tahun. Data ini
menggambarkan, bahwa pada umumnya pendamping
sosial memiliki kondisi fisik (kesehatan) yang baik;
memiliki sikap mental yang tinggi (motivasi, semangat
kerja, cita-cita, idealisme), yang akan memberikan
penagruh pada peran dan fungsinya dalam
memberikan pendampingan sosial. Berdasar kondisi
ini, maka mereka mampu memberikan informasi yang
bernar obyektif.
2) Jenis kelamin
Darisisijeniskelamin,4(empat)oranglaki-lakidan
6 (enam) orang perempuan. Data ini menggambarkan,
bahwa ada keterwakilan pada dua jenis kelamin
dengan proporsi lebih besar perempuan. Keterwakilan
jenis kelamin responden tersebut menggambarkan,
bahwa informasi yang diperoleh dalam penelitian ini
tidak bias gender.
3) Status
Dari sisi status, sebagian besar (8 orang) berstatus
sudah menikah, dan 2 (dua) orang belum menikah.
Status tersebut akan memengaruhi pelaksanaan peran.
Apabila mampu mengelola dengan baik tanggung
jawanya sebagai pendamping sosial sekaligus tanggung
jawabnya sebagai suami/isteri, maka mereka dapaat
melaksanakan pendamping dengan baik.
4) Pendidikan
Dari sisi pendidikan, sebagian besar (8 orang)
berpendidikansarjana,dan2(dua)orangberpendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA). Mereka yang
pendidikan sarjana dari berbagai jurusan, yaitu 3 (tiga)
orang jurusan ekonomi, dan masing-masing satu orang
38. 31Hasil Penelitian
jurusan psikologi, agama islam, apoteker, pendidikan
dan bahasa inggris. Data ini menggambarkan, bahwa
pendidikan pendamping sosial dapat dikatakan tinggi,
sehingga informasi secara obyektif.
5) Kesesuaian pendidikan dengan tugas
Darisisikesesuaianpendidikandengantugas,maka
menurut 9 (sembilan) orang pendamping sosial, tidak
kesesuaian antara pendidikan dngen bidang tugasnya.
Sebagaimana diuraikan pada aspek pendidikan,
mereka yang berpendidikan sarjana, hanya satu orang
dari jurusan ilmu sosial (psikologi). Kemudian mereka
yang berpendidikan SMA, dua-duanya dari SMA IPA.
Meskipun demikian, mereka telah mengikuti pelatihan
tentang pendamping sosial, dan berpengalaman dalam
kegiatan sosial kemasyarakatan. Hal ini menjadikan
mereka mampu memberikan informasi yang benar
terkait dengan pendamping sosial.
6) Daerah asal
Dari sisi asal daerah, 6 (enam) orang berasaldari
Tarakan, dan 4 (empat) orang berasal dari luar Kota
Tarakan (Jawa Timur 2 orang, Sulsel 1 orang dan Jawa
Tengah 1 orang). Bagi pendamping yang berasal dari
luar Kota Tarakan, mereka sudah lebih dua tahun
tinggal di Kota Tarakan, sehingga sudah beradaptasi
dengan kultur dan situasi masyarakat di Kota Tarakan.
Selain itu, selama di Kota Tarakan mereka lebih dua
tahun terlibat dalam kegiatan pendamping sosial.
7) Mulai menjadi pendamping
Dari sisi lama menjadi pendamping sosial,
sebanyak 3 (tiga) orang menjadi pendamping sosial
kurang dari 2 (dua) tahun, dan 7 (tujuh) orang lebih dari
39. 32 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
3 (tiga) tahun. Pengalaman kerja ini tentu sudah banyak
memberikan pengetahuan bagi pendamping sosial;
sehingga mereka dapat menjelaskan pengalamannya
dengan baik.
8) Insentif
Dari sisi insentif, sebanyak 7 (tujuh) orang
memperoleh insentif dengan jenis honor, dan 3 (tiga)
orang dengan jenis tali asih. Besarnya honor lebih dari
Rp 2 juta rupiah, dan besarnya tali asih antara 250 ribu
sampai satu juta rupiah. Meskipun ada perbedaan
yang signifikan dari sisi insentif yang diterima, namun
mereka tetap melaksanakan tugasnya dengan baik
sebagai pendamping sosial.
9) Honorarium dari tugas lain
Dari sisi honorarium dari sumber lain, sebanyak
7 (tujuh) orang menerima honor dari kegiatan lain,
tetapi tidak diterima per kegiatan/ bukan per bulan
sebesar 500 ribu rupiah. Sedangkan 3 (tiga) orang
yang lain tidak menerima honor/insentif dari sumber
lain. Sebagaimana dikemukakan di atas, mereka tetap
melaksanakan tugasnya sebagai pendamping sosial,
tanpa melihat besarnya insentif.
10) Peralatan kerja
Dari sisi peralatan kerja, sebanyak 6 (enam) orang
memperoleh sarana kerja. Dua orang dalam bentuk
alat tulis kantor/buku catatan, satu orang dalam bentuk
sepeda motor dan dua orang dalam bentuk laptop.
Sebagaimana dikemukakan di atas, mereka tetap
melaksanakan tugasnya sebagai pendamping sosial,
tanpa melihat sarana kerja yang diterimanya.
40. 33Hasil Penelitian
11) Pengalaman bekerja/aktivitas
Pendamping sosial telah memiliki pengalaman
bekerja/aktivitas di bidang kesejahteraan dengan
Kementerian Sosial, Dinas Sosial provinsi dan
Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota
Tarakan lebih dari dua kali. Selain bekerja bersama
instansi tersebut, proses bekerja sambil belajar antar
mereka, telah memberikan pengaruh positif terhadap
pelaksanaan tugas pendamping sosial.
12) Diklat/bintek yang pernah diikuti
Dari sisi diklat/bintek/bintap yang pernah diikuti,
sebanyak 5 (lima) orang pernah mengikuti satu kali,
4 (empat) orang mengikuti dua kali dan satu orang
mengikuti tiga kali. Proses bekerja sambil belajar antar
mereka, dan bimbingan secara informl dari instansi
sosialprovisimaupunkota,telahmemberikanpengaruh
positif terhadap pelaksanaan tugas pendamping sosial.
b) Instansi Sosial
Informan pada Dinas Sosial dan Pemberdayaan
Masyarakat, yaitu Seksi Rehabilitasi Sosial, Seksi
Perlindungan dan Jaminan Sosial, serta Seksi
Penanggulangan Fakir Miskin.
c) Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)
Informan dari Lembaga Kesejahteraan Sosial, yaitu
satu orang dari Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
Putri Melati di bawah Aisyah-Kota Tarakan.
d) Kelompok Penerima Manfaat (KPM)
Informan Kelompok Penerima Manfaat (KPM),
sebanyak 5 (lima) orang dari Program KUBE dan PKH.
Seluruh informan adalah perempuan
41. 34 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
2) Pelaksanaan Pendampingan
a) Peran Pendamping
Ada empat peran pendamping sosial dalam melakukan
pendampingan sosial kepada KPM, yaitu penjalin sumber,
motivator, pendidik dan fasilitator.
1) Penjalin sumber
Peran ini dilaksanakan melalui kegiatan : (1)
memberi informasi kepada KPM yang berhubungan
dengan kebijakan dan program PKH, (2) Konsultasi
dan menerima saran KPM, (3) menjalinkan sumber
dari pemerintah/Kementerian Sosial kepada KPM, (4)
menjalinkan KPM dengan lingkungan sosial/tetangga,
dan (5) menjalin kerjasama dengan pihak terkait
untuk tindaklanjut pelayanan bagi KPM. Dari 10 orang
responden, kegiatan sebanyak (6 orang) responden
memberikan jawaban nomor (1).
2) Motivator
Peran ini dilaksanakan melalui kegiatan: (1)
memotivasi KPM agar memenuhi kewajiban dan
komitmen terkait dengan pendidikan dan kesehatan
bagi anak-anaknya, (2) memberi semangat agar KPM
semangat mengelola usahanya, (3) memberikan
edukasi dan memantau KPM, dan (4) memotivasi
klien aktif mengikuti kegiatan agama/spiritual. Dari 10
orang responden 7 (tujuh) orang memberikan jawaban
nomor (1).
3) Pendidik
Peran ini dilaksanakan melalui kegiatan: (1)
memberikan bimbingan spirtualitas kepada KPM, (2)
FDS merupakan wadah pengembangan pengetahuan
peserta PKH di bidang ekonomi, kesehatan dan
42. 35Hasil Penelitian
pendidikan, (3) memberikan bimbingan pengelolaan
pendapatan, pembagian hasil usaha dan pembukuan,
dan (4) mengarahkan KPM berpikir positif, terarah
dan lebih baik, dan megutamakan kepentingan anak.
Dari 10 orang responden 5 (lima) orang memberikan
jawaban nomor (2).
4) Fasilitator
Peran ini dilaksanakan melalui kegiatan: (1)
melakukan mediasi, edukasi, advokasi dan fasilitasi
kepada KPM untuk mendapatkan bantuan, (2)
memfasilitasi layanan bagi KPM, dan (3) melalukan
pendekatan ke instansi terkait berhubungan dengan
pemasaran produk. Dari 10 orang responden 5 (lima)
orang memberikan jawaban nomor (1).
Berdasarkan jawaban yang disampaikan oleh
pendamping sosial terkait dengan empat peran,
menunjukkan bahwa pendamping sosial telah
melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Meskipun
demikian, terdapat jawaban atau informasi yang tempatnya
belum tepat/sesuai dengan informasi yang diharapkan.
Pengetahuan (teoretis) terkait dengan peran
pendamping sosial ini penting, sebagai dasar dalam
melakukan intervensi sosial. Oleh karena itu, terkait dengan
peran pendamping sosial ini, diperlukan pemahaman yang
tepat. Apabila pendamping sosial memiliki pemahaman
yang tepat, sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih
dalam pelaksanaan peran ketika mendampingi KPM.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Dinas Sosial dan
Pemberdayaan Masyarakat (Dinsos dan PM) Kota Tarakan,
bahwa pendamping sosial telah melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik. Ditegaskan, bahwa eksistensi
43. 36 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
pendamping sosial sebagai ujung tombak Dinsos dan PM
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Namun
demikian Dinsos dan PM mengakui, bahwa masih ada
permasalahan yang berhubungan dengan pemahaman
pelaksanaan pendampingan sosial. Sehubungan dengan
itu, Dinsos dan PM Kota Tarakan secara berkala melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanan tugas
pendamping sosial. Hasil dari monitoring dan evaluasi
dimanfaatkan untuk perbaikan kegiatan pendampingan
sosial di masa akan datang.
Eksistensi pendamping sosial juga diakui dan diterima
olehLKSsetempat.MenurutpengelolasalahsatuLKSdiKota
Tarakan, keberadaan pendamping sosial sangat membantu
pelaksanaan tugas LKS. Permasalahan yang dihadapi oleh
LKS, terkait dengan pemenuhan kebutuhan KPM (anak)
dapat diatasi dengan fasilitasi dari pendamping sosial.
Selain terkait dengan pemenuhan kebutuhan, pendamping
sosial juga mampu mengatasi masalah yang berkaitan
dengan persoalan hukum (pada anak yang berhadapan
dengan hukum) yang ada di LKS.
Kemudian, menurut KPM bahwa pendamping sosial
sudah dikenal dengan baik. Para KPM sering bertemu
dengan pendamping, dan keberadaan pendamping
sosial tersebut telah memberikan manfaat bagi mereka.
Pendamping sosial memberikan informasi dan bimbingan,
serta memfasilitasi dan mambantu mengatasi masalah
yang dihadapi KPM terkait dengan pendidikan anak,
kesehatan, ekonomi dan sosial. Bagi para KPM, keberadaan
pendamping sosial sebagai sumber infomasi dan tempat
mengadukanpermasalahanyangdihadapi.Ditegaskanoleh
seorang KPM, bahwa pendamping sosial telah memberikan
44. 37Hasil Penelitian
waktu dan tenaganya, serta membagi ilmunya dengan sabar
kepada PKM.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
pendamping sosial telah melaksanakan peran dengan
baik. Peran adalah pelaksanaan hak dan kewajiban
seorang pendamping sosial sesuai dengan kedudukannya.
Peran menentukan apa yang harus diperbuat pedamping
sosial bagi KPM, serta kesempatan-kesempatan apa yang
diberikan KPM kepadanya. Pada penelitian ini, ada 4
(empat) peran pendamping sosial, yaitu penjalin sumber,
motivator, pendidik dan fasilitator. Ketika peran dan fungsi
yang melekat pada diri seorang pendamping sosial dapat
diimplementasikan dengan baik, maka program dan
kegiatan yang menjadi arena praktik pendamping sosial
akan mencapai tujuan secara optimal (Rahmawati, 2017;
Rohman, 2017; Dirgantari, 2016; Zufri, 2014).
b) Kegiatan
Kegiatanpendampingansosialdikelompokkanmenjadi
kegiatan berikut:
1) Preventif
Kegiatan yang bersifat preventif, yaitu (1)
penyuluhan sosial kepada masyarakat, (2) melaporkan
kepada dinas sosial apabila ada calon KPM, (3) dan
memberikan edukasi, sosialisasi dan motivasi kepada
KPM. Dari 10 orang responden 7 (tujuh) orang
memberikan jawaban nomor (3).
2) Kuratif/Rehabilitaif
Kegiatan yang bersifat kuratif/rehabilitatif, yaitu
(1) mengatasi anak putus sekolah, (2) membantu KPM
memperoleh pelayanan kesehatan, (3) memfasilitasi
anak KPM yang berhadapan dengan hukum, (4)
45. 38 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
memberikantegurankeraskepadaKPMyangmelanggar
komitmen, (5) memberkan motivasi kepada KPM,
dan (6) memberikan konseling (mengatasi tekanan
psikologis) kepada KPM. Dari 10 orang responden 5
(lima) orang memberikan jawaban nomor (1).
3) Pengembangan
Kegiatan yang bersifat pengembangan, yaitu (1)
mendampingi KPM dalam mengelola usaha ekonomi,
(2) memberikan penyuluhan dan motivasi KPM, dan
(3) sosialiasi program pengembangan melalui FDS.
Dari 10 orang responden 5 (lima) orang memberikan
jawaban nomor (1).
Berdasarkan jawaban yang disampaikan
pendamping sosial terkait dengan kegiatan yang
dilaksanakan, menunjukkan bahwa sebagian besar
pendamping sosial sudah memberikan jawaban
yang tepat terkait dengan kegiatan preventif,
kuratif/rehabilitatif dan pengembangan. Informasi
yang disampaikan pendamping sosal tersebut
menggambarkan,bahwapengetahuanteoretismaupun
praktis pendamping sosial terkait pendampingan sosial
sudah cukup memadai.
Selain menggambarkan pengetahuan (knowledge
or intelectual skill) pendamping sosial, kegiatan
pendamping sosial pada ranah preventif, kuratif/
rehabilitasif dan pengembangan, juga menggambarkan
keterampilan yang dikuasai oleh pendamping sosial,
baikketerampilanmanajerial(managerialskill)maupun
keterampilan teknis (technical or intervention skill).
Pada setiap arena intervensi sosial memerlukan
metode, pendekatan, strategi dan teknik-teknik yang
46. 39Hasil Penelitian
berbeda-beda, terlebih pada sasaran (KPM) yang
berbeda-beda. Selain keterampilan manajerialdan
keterampilan teknis, pada setiap arena pendampingan
sosial tersebut memerlukan sikap dan nilai yang
berbeda-beda pula. Berkenaan dengan itu, maka
pendamping sosial memerlukan hubungan yang
baik (social skill). dengan berbagai pihak atau sistem
sumber. Berdasarkan data yang berhubungan dengan
jenis-jenis kegiatan, maka pendamping sosial sudah
menyiapkan diri menguasai kompetensi atau kapasitas
yang diharapkan.
Kompetensi yang memadai akan memengaruhi
produktivitas atau hasil kerja seseorang. Seseorang yang
memiliki kompetensi yang baik, maka produktivitas dan
hasilkerjanyaakantinggi,atausebaliknya.Padakerangka
ini, maka kompetensi atau kapasitas pendamping
sosial merupakan faktor penting dan menentukan
implementasi dan hasil atau produktivitas program
dan kegiatan. Pendamping sosial dapat melaksanakan
perannya dengan baik pada setiap kegiatan (preventif,
kuratif/rehabilitatif dan pengembangan), karena
pendamping sosial tersebut memiliki kompetensi yang
baik (Marjuki, 2017; Bagia dan Susila, 2016; Budianto,
2013; Pratama; Mulyadi, 2010).
c) Keberfungsi sosial
Keberfungsian sosial dilihat dari kemampuan KPM
dalam memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah,
mengoptimalkan potensi dan menjalankan peran. Menurut
pendamping sosial, setelah menerima program terjadi
perubahan pada KPM sebagai berikut :
47. 40 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
1) Mampu memenuhi kebutuhan pokok
Pada program PKH, KPM dapat memenuhi
kebutuhan pokok (makan), pendidikan dan kesehatan
setelah menerima program dari pemerintah.Pada
program ASLUT dan ASODKB dapat memenuhi
kebutuhan mak. Pada PKSA anak-anak mampu
memenuhi kebutuhan pendidikan; dan pada
KUBE,KPM dapat memenuhi kebutuhan pokok dan
pendidikan anak.
2) Mampu memecahkan masalah
Pada program PKH, KPM dalam mengatasi
masalah kesehatan, anak putus sekolah dan beban
pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Pada program
ASLUT dan ASODKB, KPM dapat mengatasi beban
pengeluaran; dan pada pogram KUBE, KPM dapat
mengatasi masalah kekurangan modal usaha.
3) Mampu mengoptimalkan potensi
Pada program PKH dan KUBE, KPM dapat
mengembangkan potensinya, antara lain membuat
kue-kue,danmengelolausahaekonomi.Sedanganpada
program ASLUT dan ASODKB, tidak memungkinkan
untuk mengoptimalkan potensi KPM.
4) Mampu melaksanakan peran
Pada prorgam KUBE PKH dan KUBE FM, KPM
melakukan kegiatan usaha ekonomi sebagai sumber
nafkah keluarga. Selain itu, pada program PKH, KPM
melaksanakan peran memberikan bimbingan belajar
kepada anak-anaknya; dan memeriksakan kesehatan
ibu dan anak ke fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah
Sakit).
48. 41Hasil Penelitian
Keberfungsian sosial merupakan konsep yang seringkali
digunakan menjadi tujuan akhir dari praktik pekerjaan sosial
atau indikator dari penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Di
dalam keberfungsi sosial, ada empat kriteria atau komponen,
yaitu (1) kemampuan KPM memenuhi kebutuhan pokok, (2)
kemampuan KPM memecahkan masalah, (3) kemampuan
KPM mengoptimalkan potensi dan (4) kemampuan KPM
melaksanakan peran (Marjuki, 2017).
Ketika keberfungsi sosial dengan 4 (empat) komponen
tersebut ditempatkan menjadi tujuan akhir atau indikator
penyelenggaraan kesejahteraan sosial, maka setiap
kegiatan termasuk pendampingan sosial – diarahkan untuk
merealisasikan keberfungsian sosial tersebut. Oleh karena itu,
bagi setiap pendamping sosial perlu memiliki pemahaman
yang tepat mengenai konsep keberfungsian sosial ini,
dan mampu menterjemahkan ke dalam dunia empiris.
Berdasarkan pemahaman itu, maka pendamping sosial akan
menyusun agenda kerja, sehingga setiap kreteria pada konsep
keberfungsian sosial dapat dicapai secara rasional.
Dikemukakan oleh para pendamping sosial, bahwa mereka
telah memiliki informasi mengenai perubahan-perubahan
yang terjadai pada KPM. Perubahan-perubahan pada KPM,
baik secara sosial ekonomi tersebut memang tidak diklaim
sebagai keberhasilan pendamping sosial. Namun, kehadiran
pendamping sosial di antara KPM ikut memberikan pengaruh
positif terhadap kondisi kehidupan KPM. Hal ini juga dapat
menjadi indikator, bahwa pendamping sosial telah melaksanan
perannya dengan baik. Pendampingan sosial yang baik, akan
memberikan hasil dalam bentuk perubahan pada kondisi
kehidupan KPM.
49. 42 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
d) Kelanjutan pendampingan
Setelah masa pendampingan selesai, sebagian
besar (9 orang) pendamping sosial melakukan
pendampingan mandiri. Aktivitas yang dilakukan
dalam bentuk monitoring terhadap aktivitas KPM.
Seorang pendamping sosial merasa akan kehilangan
kegiatan dan insentif, apabila masa pendampingan
sosial berakhir.
Hal ini menunjukkan, bahwa para pendamping
sosial telah bekerja atau melakukan pendampingan
sosial dengan hati. Mereka memiliki misi yang luhur,
yaitu membantu orang-orang yang kurang beruntung,
tanpa melihat berapa imbalan yang diterimanya.
Sikap mulia yang diperlihatkan oleh para
pendamping sosial tersebut perlu menjadi masukan
bagi Kementerian Sosial ketika akan melakukan
rekruitmen untuk pendamping sosial yang baru.
Mereka perlu diberikan kesempatan lagi untuk menjadi
pendamping sosial ketika telah hasis masa kontraknya.
Karena tidak mudah mendapatkan pendamping sosial
yang memiliki komitmen dalam bidang kemanusiaan,
loyak dan memiliki integritas yang baik terhadap
bidang tugasnya.
3) Jejaring Kerja/Kemitraan
a. Siapa sebagai mitrakerja
Pada pelaksanaan pendampingan, pendamping
sosial bekerjasama dengan berbagai pihak. Pada
program PKH kerjasama yang dibangun pendamping
sosial dengan, (1) kecamatan, kelurahan, UPT
kesehatan, UPT pendidikan dan RT, (2) BNI dan Bulog,
(3) service provider, pilar-pilar kesos (TKSK, PSM,
50. 43Hasil Penelitian
Pekerja Sosial), dan (4) institusi sosial kabupaten.
Sedangkan pada program KUBE, PKSA, ASLUAT dan
ASODK, pendamping sosial bekerja sama dengan
institusi sosial kabupaten kecamatan, kelurahan, RT
dan dasa wisma (khusus KUBE).
b. Bentuk kerjasama/dukungan
Berbagai bentuk kerjasama atau dukungan yang
diberikan masyarakat dalam proses pendampingan,
seperti (1) partisipasi dalam memantau KPM, (2)
memfasilitasi kegiatan pendampingan, dan (3) layanan
yang baik kepada KPM. Berbagi bentuk dukungan
tersebut sangat membantu pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan pendamping sosial.
c. Permasalahan
Pendamping sosial menghadapi berbagai
permasalahan di lapangan, seperti (1) data tidak sesuai
dengan kondisi di lapangan, (2) penggantian KPM
yang meninggal belum terealisasi, dan (3) sarana kerja
terbatas. Pendamping sosial telah menempuh langkah
mengkomunikasikan permasalahan tersebut institusi
sosial kabupaten dan Kementerian Sosial.
d. Koordinasi
Koordinasi dilakukan sesuai dengan program, yaitu
dengan (1) TKSK, penyelia dan supervisor, (2) PSM dan
aparat kelurahan, (3) Dinas Sosial Kota dan Provinsi
Kaltara, (4) RT, kelurahan, kecamatan dan BNI. Hal
ini menggambarkan, bahwa pendamping sosial telah
menjalin koordinasi dalam melaksanakan tugasnya
dengan berbagai pihak sesuai dengan program yang
dilaksanakan.
51. 44 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
Pada setiap program dan kegiatan, termasuk
pendampingan sosial - kemitraan merupakan faktor
penting dan menentukan keberhasilan. Hal ini didasarkan
pada fenomena empirik, bahwa permasalahan sosial di
tataran praksis bersifat multidimensi, yang memerlukan
pemahaman multiperspektif dan multipendekatan.
Meskipun kemitraan bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan atau kinerja dari sebuah program atau
kegiatan, tetapi menjadi keniscayaan untuk mencapai hasil
yang optimal tanpa menjalin kemitraan (lihat Harisman,
2017; Utami, Dinar dan Sumantri, 2016; Sofyan, 2006)..
4). Beban Kerja
a. Jumlah klien
Pada program PKH,seorang pendamping
mendampingi 159 – 299 orang KPM. Pada program
KUBE mendampingi 90 orang (9 KUBE), pada program
ASLUT mendamping 10 orang, pada program ASODKB
mendamping 7 (tujuh) orang dan pada program PKSA
mendampingi 37 orang.
b. Jenis masalah
Jenis masalah terkait dengan jumlah klien
dirasakan pada program PKH. Menurut mereka,
idealnya seorang pendamping mendampingi KPM
150-200 orang. Sementara itu untuk program yang
lain masih dipandang rasional. Masalah berikutnya
adalah data yang tidak valid, kecemburuan sosial
antara KPM dengan masyarakat di sekitarnya, KPM
yang sudah usia lanjut sehingga terjadi miskomunikasi,
dan tugas tambahan di luar tugas pokok dari instansi
sosial. Kemudian, bagi pendamping sosial program
PKH,perluasan sasaran program PKH padapogra,
52. 45Hasil Penelitian
ASLUTdan ASODKB dirasakan menambah beban
kerja, karena mereka dituntut mendapingi lanjut usia
dan orang dengan kecacatan berat di mana mereka
tidak memiliki keterampilan yang memadai.
c. Alokasi Waktu
Pada program PKH, pendamping sosial
melaksanakanpendampinganpurnawaktu.Sedangkan
pada program yang lain dilaksanakan paruh waktu.
Artinya, pendamping sosial masih bisa melaksanakan
aktivitas lain di luar tugasnya sebagai pendamping
sosial.
d. Uraian Tugas
Pendamping sosial melaksanakan tugas, baik yang
bersiaft administratif maupun teknis di lapangan.
Mereka membuat surat menyurat dan laporan tertulis
sesuai kebutuhan. Kemudian, melaksanakan kegiatan
teknis, seperti penyuluhan, koordinasi, validasi dan
verifikasi data, penyaluran bantuan, kujungan ke KPM,
pertemuan kelompok, melakukan FDS, konseling
dan memfasilitasi KPM pada sistem sumber. Tugas-
tugas tersebut cukup menguras waktu dan tenaga
pendamping sosial, sehingga dirasakan menjadi beban
kerja.
Beban kerja akan memengaruhi kinerja seseorang.
Tugas-tugas yang melampaui kemampuan dan kekuasaan
seseorang, akan memengaruhi kondisi fisik dan psikologis
seseorang, dan mengakibatkan seseorang tidak dapat
mencapai kinerja yang baik atau sesuai tujuan yang
diharapkan. Meskipun bukan satu-satunya faktor yang
memengaruhi kinerja seseorang, memberikan pekerjaan
atautugasyangmelebihikapasitasseseorang,bukanlangkah
53. 46 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
yang tepat. Beban kerja berpengaruh pada terhadap kinerja
dan produktivitas sesorang (lihat Adityawarman, Sanim dan
Sinaga, 2015; Fajriani dan Septiari, 2016; Budianto, 2013).
5). Pelaporan
a. Jenis laporan
Pendamping sosial membuat laporan yang berisi
pelaksanaan (proses) dan hasil (ouput dan outcome)
kegiatan pendampingan sosial. Laporan dibuat secara
tertulis yang memerlukan waktu yang cukupa, sehingga
sampai melampaui waktu yang telah ditentukan.
b. Cara penyampaian laporan
Laporan yang dibuat oleh pendamping sosial
disampaikan secara langsung, dan secara tidak
langsung melalui email.
c. Kepada siapa laporan dikirim
Pada program PKH, laporan disampaikan kepada
(1) koordinator Kota Tarakan, (2) Korwil Provinsi
Klatara, (3) Instansi Sosial Kota Tarakan, (4) Dinas
Sosial Provinsi Kaltara. Sedangkan pada program
yang,laporan disampaikan kepada Instansi Sosial Kota
Tarakan, Dinas Sosial Provinsi Kaltara dan pihak terkait.
d. Frekuensi pelaporan
Pada program PKH, laporan dibuat setiap bulan
untuk mengetahui perkembangan KPM. Sedangkan
pada program yang lain dibuat sesuai kebutuhan.
e. Umpan balik laporan
Umpan balik dari laporan yang dibuat oleh
pendamping sosial adalah honor atau taliasih yang
diterima oleh pendamping. Artinya, pendamping sosial
menerima honor atau tali sih seelah mengirimkan
54. 47Hasil Penelitian
laporannya. Sedangkan umpan balik untuk kebijakan
belujm ada.
f. Sanksi bila tidak membuat laporan
Apabila pendamping sosial tidak membuat laporan
atau laporan terlambat,maka sanksinya mereka tidak
menerima honor atau taliasih. Atau penyaluran honor
dan taliasih mereka terlambat diterima.
Pada manajemen modern, pelaporan merupakan salah
komponen penting dari pengendalian; komponen lain
adalah supervisi, monitoring dan evaluasi. Sehubungan
dengan itu, maka pelaporan di dalam penyelenggaraan
program dan kegiatan apapun tidak dapat diabaikan.
Laporan memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai bahan
untuk pertanggungjawaban, alat untuk menyampaikan
informasi, alat pengawasan, bahan penilaiandan bahan
pengambilan keputusan (Bobsusanto, 2016).
Banyak orang yang masih menganggap, bahwa laporan
hasil pelaksanaan prorgam dan kegiatan itu tidak penting.
Padahal, sebuah laporan memiliki berbagai manfaat bagi
sebuah organisasi, yaitu bahan penyusunan kebijakan dan
arahan pimpinan, bahan penyusunan rencana berikutnya,
mengetahui perkembangan dan peningkatan kegiatan,
serta data sejarah perkembanga sebuah organisasi
(Gunadi, 2013).
Laporan yang baik tidak dilihat dari ketebalan atau
jumlah halamannya. Laporan yang tebal tidak menjamin
kelengkapan isi dan mudah dipahami oleh pihakpengguna.
Laporan yang baik, menurut Bobsusanto (2016), memiliki
ciri: ringkas, lengkap, logis dan sistematis.
Berdasarkan temuan lapangan, pendamping sosial
telah menyusun laporan setiap bulan. Namun demikian,
55. 48 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
laporan yang dibuat pendamping tersebut masih sebatas
bentuk pertanggungjawaban atas tugas yang dilakanakan.
Selain itu, masih terkesan laporan yang dibuat sebai
persyaratan untuk pencairan honor atau taliasih. Hal
ini dapat dicermati dari tidak adanya umpan balik atas
laporan yang dibuat oleh pendamping sosial. Jika demikian
makalaporan pendamping sosial masih terbatas pada
manfaat administratif program.
6). Faktor Pendukung dan Penghambat
a. Faktor pendukung
Pada program PKH, faktor pendukung pelaksanaan
tugas berasal dari (1) kecamatan, kelurahan, UPT
kesehatan, UPT pendidikan dan RT, (2) BNI dan Bulog,
(3) service provider, pilar-pilar kesos (TKSK, PSM,
Pekerja Sosial), dan (4) institusi sosial Kota Tarakan.
Sedangkan pada program lain dukungan diproleh dari
kecamatan, keluarahan, RT, pilar-pilar kesos dan tokoh
masyarakat.
b. Faktor Penghambat
Pada program PKH, faktor penghambat adalah (1)
tugas tambahan di luar tugas pokok dari Dinas Sosial,
(2) data yang tidak sesuai dengan kondisi lapangan (3)
rasio pendamping dengan KPM (pada PKH), dan (4)
terbatasnya sarana kerja. Sedangkan pada program
yang lain, adalah kurangnya pengetahuan dalam
melaksanakan pendampingan (terbatasnya diklat/
bintek untuk pendamping).
Pihak Dinas Sosial Tarakan mengakui bahwa
anggaran dari APBD Kota Tarakan untuk bidang
sosial masih sangat terbatas, sehingga belum
dapat mendukung sepenuhnya pelaksanaan tugas
56. 49Hasil Penelitian
pendamping, terutama dalam memberikan sarana
kerja. Selain terbatasnya sarana kerja, pendamping
sosial masih kurang memiliki pemahaman tentang
bidang tugasnya, dan sistem pelaporan yang
memerlukan waktu cukup lama (lewat dari waktu yang
ditentukan).
Untukmengatasifaktorpenghambattersebut,Dinas
Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Tarakan
memfasilitasi diklat khusus untuk pendamping sosial.
Selain itu memberikan bimbingan secara informal dan
tetap menjalin koordinasi dengan baik. Sedangkan
untuk pemberian insentif, belum dapat diberikan yang
disebabkan terbatasnya anggaran (APBD II) untuk
bidang sosial.
7). Saran-Saran
a. Pengembangan kapasitas
Pendamping menyarankan agar dilakukan diklat/
bintek yang berkaitan dengan FDS(PKH), dan materi
yang berkaitan dengan kebijakan dan program serta
teknik-teknik pendampingan (semua program).
Selain pendamping, Dinsos dan PM dan LKS juga
memberikans aran yang sama, yatiu dilaksanakan
diklat terkait dengan kapasitas pendamping sosial.
b. Sarana kerja
Untuk mendukung kelancara dalam melaksanakan
pendamping, perlu dukungan sarana keja (laptop,
pakaian seragam, ATK) dan sarana transportasi
(sepedamotor).
c. Insentif
Insentif (taliasih) untuk program ASLUT dan
ASODKB perlu dinaikkan, sehingga tidak terlalu beda
57. 50 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
jauh dengan insentif yang terima oleh pendamping
sosial pada program yang lain.
d. Dilaksanakan Jambore pendamping PKH tingkat
nasional.
e. Dibentuk Forum Pendamping Sosial tingkat kabupaten.
C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pendamping sosial
telah melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Hal ini
dapat diketahui dari pelaksanaan kegiatan pendamping sosial
ketika (1) melaksanakan keempat peran (penjalin sumber,
motivator, pendidik dan fasilitator), (2) melaksanakan kegiatan
yangbersifatpreventif,kuratif/rehabilitatifdanpengembangan,
dan (3) keberfungsian sosial pada KPM.
Eksistensi pendamping sosial diakui oleh Dinsos dan
PM, LKS dan KPM; dan dirasakan manfaatnya oleh masing-
masing user tersebut. Dinsos dan PM merasa bahwa
eksistensi pendampoing sosial sebagai ujung tombak dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.Begitupun LKS dan
KPM, eksistensi pendamping sosial sebagai penolong bagi
aktivitas mereka.
Pendamping sosial telah membangun kemitraan dengan
berbagai sistem sumber untuk mendukung pelaksanaan
pendampingan sosial. Hal ini menggambarkan, bahwa
pendamping sosial memiliki pengetahuan yang cukup dalam
memahami permasalahan, sistem sumber dan metode
pendampingan sosial.
Pendamping sosial dalam melaksanakan perannya
memperoleh dukungan dari KPM, RT dan tokoh masyarakat,
58. 51Hasil Penelitian
kelurahan, kecamatan dan Dinas Sosial dan Pemberdayaan
Masyarakat Kota Tarakan. Berbagai pihak memberikan
dukungan dan kemudahan, sehingga kegiatan pendampingan
dapat dilaksanakan secara maksimal.
Pendamping sosial dalam melaksanakan perannya
menghadapihambatan,yaitudataKPMtidakvalid,saranakerja
terbatas, beban kerja, pengetahuan dan keterampilan kurang
memadai (seiring dinamika di masyarakat). Berbagai kendala
tersebut memengaruhi pelaksanaan pendamping sosial, dan
apabila terus berlanjut dapat menyebabkan pendampingan
sosial tidak optimal.
2. Rekomendasi
Berdasarkan temuan penelitian, dan tujuan penelitian
yang telah ditentukan, yaitu “Optimalisasi Peran dan Fungsi
Pendamping Sosial”, maka direkomendsikan:
a. Kepada Kementerian Sosial
1) Data calon KPM terus di-update dengan melibatkan
instansi sosial provinsi maupun kabupaten/kota dan
pendamping sosial. Persoalan data yang tidak valid saat
ini, telah memengaruhi pelaksanaan peran dan fungsi
pendamping sosial ketika berhadapan dengan tokoh
masyarakat, dan masyarakat luas. Varifikasi dan validasi
data calon KPM perlu milabatkan instansi sosial dan
pendamping sosial.
2) Rekruitmen pendamping sosial memperhatikan
populasi kelompok sasaran (calon KPM), sehingga
diperoleh rasio antara pendamping dan KPM yang
rasional.
3) Pendamping sosial belum cukup dengan pelatihan
yang diikuti pada ketika di awal tugasnya. Persoalan
di lapangan ternyata lebih dinamis, yang menuntut
59. 52 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
kemampuan dan keterampilan yang lebih besar.
Sehubungan dengan itu, diperlukan pelatihan atau
bimbingan teknis lanjutan bagi pendamping sosial.
Selain itu, pendamping sosial memerlukan pelatihan/
bimbingan teknis mengenai advokasi sosial.
4) Pendamping sosial berhadapan langsung dengan
masyarakat, sehingga memerlukan pengakuan dari
masyarakat. Sehubungan dengan itu, diperlukan atribut
(pakaian kerja) sebagai bukti legalitasnya di tengah
masyarakat.
5) Besarnya insentif (honor, taliasih) bagi para
pendamping perlu diperhitungkan kembali, sehingga
kesenjangan insentif antara pendamping sosial pada
prorgam program berbeda, tidak terlalu jauh.
6) Mamasukkan kewenangan instansi sosial kabupaten/
kota dan provinsi di dalam panduan pelaksanaan
program, terkait dengan pengembangan kompetensi
dan pelaksanaan tugas pendamping sosial.
7) Melakukan monitoring dan evaluasi, untuk mengetahui
pelaksanaan peran dan fungsi pendamping sosial,
sekurang-kurangnya setahun sekali.
b. Kepada Instansi Sosial Provinsi Kalimantan Timur
Mengalokasi anggaran dari APBD I :
1) Melakukan koordinasi validasi dan verifikasi data calon
KPM.
3) Untuk pengadaan sarana kerja dan insentif.
4) Melakukan bimbingan teknis kepada pendamping
sosial.
5) Melakukan montitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan peran dan fungsi pendamping sosial,
sekurang-kurangnya setahun sekali.
60. 53Hasil Penelitian
c. Kepada Instansi Sosial Kota Tarakan
Mengalokasi anggaran dari APBD II :
1) Melakukan koordinasi validasi dan verifikasi data calon
KPM.
2) Untuk pengadaan sarana kerja dan insentif.
3) Melakukan bimbingan teknis kepada pendamping
sosial.
4) Melakukan montitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan peran dan fungsi pendamping sosial,
sekurang-kurangnya setahun sekali.
II. KOTA SERANG, PROVINSI BANTEN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI
1). Geografis
Kota Serang merupakan wilayah baru hasil pemekaran
Kabupaten Serang Provinsi Banten berdasarkan Undang–
Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota
Serang di Provinsi Banten. Kota Serang memiliki wilayah seluas
266,74 Km² yang terdiri dari 6 Kecamatan yaitu Kecamatan
Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Cipocok Jaya,
Kecamatan Curug, Kecamatan Walantaka dan Kecamatan
Taktakan. Jika diperbandingkan, luas wilayah Kota Serang
tersebut hanya sekitar 3,08% dari luas wilayah Provinsi Banten.
Pada awal pembentukannya Kota Serang terdiri dari
6 kecamatan, 46 desa dan 20 kelurahan. Pada tahun 2011
telah terjadi perubahan dari desa menjadi kelurahan melalui
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang pembentukan
dan perubahan status Desa Menjadi Kelurahan, sehingga
berubah menjadi 30 desa dan 36 kelurahan. Pada tahun
2012 dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 tentang
61. 54 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
Pembentukan dan Perubahan Status 15 (Lima Belas) Desa
menjadi Kelurahan, telah berubah lagi menjadi 15 desa dan
51 kelurahan, berikutnya melalui Peraturan Daerah Nomor
5 Tahun 2013 tentang Perubahan Status 15 Desa menjadi
Kelurahan di 4 Kecamatan. Dan terakhir melalui pemekaran
kelurahan di tahun 2016 bertambah 1. Maka seluruh desa
telah menjadi kelurahan. Saat ini jumlah kelurahan menjadi 67
Kelurahan.
Tabel 4.
Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi
Di Kota Serang Tahun 2014
No. Kecamatan Luas Km2
% Ibukota
Banyaknya
Kelurahan
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Curug 49.60 18.59 Curug 10
2. Walantaka 48.48 18.18 Pipitan 14
3. Cipocok Jaya 31.54 11.82 Cipocok Jaya 8
4. Serang 25.88 9.70 Kaligandu 12
5. Taktakan 47.88 17.95 Taktakan 12
6. Kasemen 63.36 23.75 Kasemen 10
Kota Serang 266.74 100.00 66
2). Demografis
Kondisi Demografi Kota Serang ditunjukkan dari jumlah
penduduk Kota Serang yang setiap tahun mengalami
peningkatan. Berdasarkan data BPS Kota Serang, pada
tahun 2015 terjadi kenaikan jumlah penduduk Kota Serang
berjumlah 643.205 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk
rata-rata sebesar 2.411 jiwa/ km2. Jumlah penduduk tersebut
mengalami peningkatan sebanyak 12.104 jiwa dari tahun 2013
yang berjumlah 631.101 jiwa atau meningkat sekitar 2%.
62. 55Hasil Penelitian
Jenis Kelamin dilihat dari komposisinya, proporsi
penduduk Kota Serang lebih banyak berjenis kelamin laki-laki
daripada perempuan. Komposisi jenis kelamin penduduk Kota
Serang dari tahun 2011 - 2014 dapat dilihat sebagai berikut :
• Tahun 2013 Laki-laki berjumlah 317.501 Perempuan
301.301 Jumlah 617.802.
• Tahun 2014 Laki-laki berjumlah 323.701 Perempuan
307.400 Jumlah 631.101.
• Tahun 2015 Laki-laki berjumlah 313.399 Perempuan
313.399 Jumlah 643.205.
Jika kita melihat masyarakat Banten, khususnya Kota
Serang, akan tampaklah struktur masyarakatnya yang terdiri
dari tiga komponen, yakni ulama, santri dan jawara.
3). Sosiografis
Masyarakat Banten sejak dulu dikenal sebagai masyarakat
yang sangat religius, sebagai representasi dari kaum santri
dan para ulama. Pula dikenal sebagai komunitas jawara,
sebagai representasi dari para pendekar-pendekar Banten,
di mana mereka awalnya adalah para santri yang belajar
pencak silat atau bela diri. Kebiasaan masyarakat Serang,
Banten, khususnya kaum muda, mereka senantiasa mengaji
al-Quran bersama-sama di rumah salah seorang ulama di
suatu tempat (Ali Sodikin, 2014). Ulama mempunyai peran
yang sangat penting, ia dianggap sebagai pemimpin moral bagi
masyarakatnya, sedangkan jawara mempunyai peran strategis
sebagai eksekutor di lapangan. Sinergitas yang dibangun tentu
membawa dampak positif bagi eksistensi masyarakat Banten
untuk memukul mundur siapa saja yang akan menggangu dan
membuat kerusuhan serta perpecahan di wilayah Banten.
63. 56 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
Ketika Banten memisahkan diri dari Jawa Barat, Banten
mengalami perubahan dalam berbagai aspek secara signifikan.
Sejatinya, dengan munculnya reformasi dan demokrasi
terbuka maka kesejahteraan rakyat pun seyogyanya berubah
dan mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik.
Undang-undang Otonomi Daerah No. 23 Tahun 2004
seharusnya membawa angin segar perubahan bagi ekonomi
rakyat Banten, karena kewenangan daerah dalam mengurus
wilayahnya lebih nyata, efektif, dan dinamis. Dengan undang-
undang tersebut seharusnya tingkat kesejahteraan rakyat
Banten meningkat. Tingkat kesejahteraan tersebut mestinya
berbanding lurus dengan kehidupan demokrasi yang mencita-
citakan kesejahteraan dan keadilan masyarakat setempat.
Saat ini masih ada sebagian warga negara yang belum
dapat memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri dan hidup
dalam kondisi kemiskinan. Akibatnya mereka mengalami
kesulitan dan keterbatasan kemampuan dalam mengakses
berbagai sumber pelayanan sosial dasar serta tidak dapat
menikmati kehidupan yang layak. Bagi PMKS, persoalan yang
mendasar adalah tidak terpenuhinya pelayanan sosial dasar
seperti kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, papan,
dan kebutuhan dasar lainnya. Selain itu, belum ada sistem
perlindungan dan jaminan sosial yang terintegrasi untuk
melindungi dan memberikan jaminan sosial bagi seluruh
penduduk terutama penduduk yang miskin dan rentan.
Angka kemiskinan di Kota Serang tahun 2014 meningkat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Serang,
angkakemiskinannaikdari5,7persenatau36,18ribupenduduk
menjadi 6,28 persen atau 40,19 ribu penduduk. Meningkatnya
angka kemiskinan dikarenakan kondisi perekonomian yang
64. 57Hasil Penelitian
lesu. Ditambah lagi kenaikan harga bahan bakar minyak dan
listrik sehingga inflasi di periode tersebut juga tinggi.
4). Kebijakan Sosial Daerah
Arah Kebijakan Dinas Sosial Kota Serang adalah :
a. Melaksanaan KIE konseling dan kampanye sosial bagi
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
b. Menangani masalah-masalah strategis yang menyangkut
tanggap cepat darurat dan kejadian luar biasa.
c. Meningkatkan pembinaan Anak Terlantar
d. Melaksanakan Pembinaan dan Pelatihan bagi penyandang
cacat dan eks trauma
e. Meningkatkan kemampuan (Capacity Building) petugas
dan pendamping sosial pemberdayaan fakir miskin, KAT
dan PMKS lainnya
Program kesejahteraan sosial untuk mengurangi angka
kemiskinan, misalnya dengan digelontorkannya program
Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu), kegiatan
pembinaan keterampilan bagi PMKS, dan bantuan-bantuan
lainnya.DinasSosialsebagaiPenyelenggaraKesejahteraanSosial
mendorong terwujudnya kesejahteraan sosial masyarakat telah
menyandarkan pada empat pilar yaitu Pemberdayaan Sosial,
Rehabilitasi Sosial, Jaminan Sosial, dan Perlindungan Sosial.
Pihak Dinas Sosial (Dinsos) Kota Serang membantu mengatasi
masalah kemiskinan masyarakat di Kota Serang melalui Sistem
Layanan Rujukan Terpadu (SLRT). Sistem tersebut dibangun
untuk membantu masyarakat yang memiliki persoalan baik
kesehatan, kemiskinan, pendidikan, dan lainnya.
SistemtersebutdikembangkandiKotaSerangdariBapenas
dan Kementerian Sosial RI. Dalam implementasinya, sistem
tersebut difasilitasi para fasilitator yang ada di setiap kelurahan
65. 58 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
di Kota Serang. Saat ini, para fasilitator sebanyak 67 orang dari
perwakilan tiap kelurahan. Ketika ada persoalan masyarakat,
seperti masalah BPJS masih banyak warga yang tinggal di desa
tidak tahu ke mana harus mengadu, maka yang bertindak
tersebut, adalah fasilitatornya untuk memfasilitasi ke mana
harus dirujuk. Selain itu, pihak Dinsos Kota Serang memiliki
Puskesos di 2 kelurahan, yaitu Margaluyu dan Kaligandu.
Penyelenggaraan SLRT diharapkan mampu memperkuat
hubungan jejaring kerja antara pusat dan daerah melalui
potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS) atau unit-
unit pelayanan sosial yang ada, sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan daerah dalam upaya percepatan penanggulangan
kemiskinan.
Ketika ada warga miskin yang tak tercover dalam data
rastra (beras sejahtera), tetapi tidak kebagian, dia menjelaskan,
masyarakat dapat mengadukannya lewat sistem tersebut
melalui fasilitator. Jumlah fasilitator tersebut dari APBN 50
dan Kota Serang 17, jadi totalnya 67. Sementara, yang akan
ditempatkan di setiap kelurahan ada satu. Penyelenggaraan
dan perbaikan serangkaian program perlindungan sosial skala
nasional yang mencakup 40 persen masyarakat termiskin di
Indonesia, diantaranya program-program rastra, bantuan
siswa miskin (BSM) atau kartu Indonesia pintar (KIP), program
keluarga harapan (PKH), jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas), dan kartu Indonesia sehat (KIS) sebagai bagian
dari jaminan kesehatan nasional (JKN).
PeranPSKSsepertiTenagaKesejahteraanSosialKecamatan
(TKSK), Karang Taruna, tenaga pendamping Jamsosratu,
tenaga PKH, mempunyai kontribusi besar dalam pelaksanaan
program kesejahteraan sosial, baik program pemerintah pusat
maupun program daerah seperti Jamsosratu. Pembinaan
PSKS juga bagian dari tanggungjawab dinas sosial kabupaten/
66. 59Hasil Penelitian
kota dengan terus melakukan koordinasi dan sinergi dengan
Dinas Sosial Provinsi. Agar kualitas sumberdaya manusia
(SDM) PSKS teruji, perlu dilakukan beberapa langkah strategis
seperti kontinyuitas pelaksanaan rakor di tingkat kecamatan
dan melaksanakan forum discusion group untuk memberikan
masukan dan dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan
kesejahteraan sosial.
Pemprov Banten sudah menganggarkan untuk TKSK
sebesarRp1jutaperbulansertadanaoperasionalsebesar1juta
rupiah per tahun. Untuk pendamping Jamsosratu dialokasikan
anggaran sebesar Rp1,5 juta per bulan dan biaya operasional
sebesar 2 juta rupiah per tahun. Sementara untuk pendamping
PKH, selain mendapatkan operasional dari kementerian sosial
sebesar Rp 1,5 juta per tahun, Pemerintah Provinsi Banten juga
mengalokasikan bantuan anggaran operasional sebesar Rp 2
juta per tahun.
Untuk program Asistensi Lanjut Usia (Aslut) dan family
support selain dana dari Kementerian Sosial, juga memberikan
bantuansosialberupauangtunai(APBDProvinsi)dansembako
(APBD Kota Serang). Pembinaan terhadap pendamping
dengan mengadakan pertemuan rutin setahun 4 kali di Dinas
Sosial Provinsi. Pada saat pertemuan para pendamping
membawa hasil pendampingan berupa pendataan, pencairan
dan penggunaan dana bantuan sosial.
B. PERAN DAN FUNGSI PENDAMPING SOSIAL
1. Identitas Informan
Informan dalam penelitian ini adalah pendamping sosial,
pejabat di lingkungan Dinas Sosial Kota Serang, Lembaga
Kesejahteraan Sosial (IPWL) dan Keluarga Penerima Manfaat
bantuan sosial PKH.
67. 60 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
Tabel 5.
Persebaran Jumlah Informan
No. Informan Jumlah/orang
1. Pendamping Sosial Aslut 2
2. Pendamping Sosial ASPDB 2
3. Pendamping Sosial Anak 1
4. Pendamping Sosial PKH 1
5. Pendamping Sosial Napza 1
6. Pendamping Sosial KUBE 2
7. Konselor Napza 1
8. TKS Napza 1
9. Pejabat Dinas Sosial Kota Serang 4
10. Ketua LKS (IPWL) 1
11. Keluarga Penerima Manfaat PKH 4
Jumlah 20
a. Pendamping Sosial
1) Umur
Pendampingsosialyangmenjadiinformanberkisar
antaraumur27sampaidengan50tahundenganrincian
sebagai berikut:
Tabel 4.
Umur Informan
No. Informan Umur/Tahun
1. Pendamping Sosial Aslut 45,50
2. Pendamping Sosial ASPDB 34,44
3. Pendamping Sosial Anak 29
4. Pendamping Sosial PKH 27
5. Pendamping Sosial Napza 27,33
6. Pendamping Sosial KUBE 31,31
7. Konselor Napza 42
8. TKS Napza 42
68. 61Hasil Penelitian
Datainimenggambarkan,bahwapadapendamping
sosial yang berumur 27-40 tahun adalah pendamping
sosial anak, PKH, napza, KUBE yang telah melalui
proses rekruitmen sedangkan pendamping sosial aslut,
ASPDB, konselor dan TKS napza berumur diatas 40
tahun bahkan ada yang berumur 50 tahun. Perbedaan
yang dapat dilihat adalah pendamping sosial belum
lama direkrut masih berusia dibawah 30 tahun yaitu
pendamping sosial anak, PKH dan napza, sedangkan
pendamping sosial program yang telah lama ada
berumur diatas 30 tahun bahkan pendamping sosial
aslut dan ASPDB yang berawal dari kepedulian sosial
dan menjadi relawan untuk menjadi pendamping para
lansia dan penyandang disabilitas berat, mereka telah
menjadi pendamping lebih dari 10 tahun.
2) Jenis kelamin
Dari sisi jenis kelamin, 4 (empat) orang perempuan
yaitu pendamping sosial anak, PKH, ASPDB dan
TKS napza dan 8 (delapan) orang laki-laki sebagai
pendamping aslut, ASPDB, KUBE, napza, konselor
napza. Data ini menggambarkan, bahwa keterwakilan
jenis kelamin pendamping sosial dalam penelitian ini
cukup memadai.
3) Status
Dari sisi status, sebagian besar (10 orang) berstatus
sudah menikah, dan 2 (dua) orang belum menikah.
Status tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan
peran sebagai pendamping sosial. Apabila mampu
mengelola dengan baik tanggung jawabnya sebagai
pendamping sosial sekaligus tanggung jawabnya
sebagaisuami/isteri,makamerekadapatmelaksanakan
pendampingan dengan baik.
69. 62 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
4) Pendidikan
Dari sisi pendidikan, sebagian besar 9 (sembilan)
orang berpendidikan sarjana, dan 3 (tiga) orang
berpendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA) atau STM. Mereka yang pendidikan sarjana
dari berbagai jurusan, yaitu kebidanan, kesejahteraan
sosial, pendidikan agama Islam, ilmu hukum, dan
ekonomi manajemen. Mereka yang berpendidikan
SMA dan STM sebagai pendamping aslut dan konselor
napza di IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) bagi
korban napza. Data ini menggambarkan, bahwa
pendidikan pendamping sosial dapat dikatakan cukup
tinggi, sehingga informasi secara obyektif sedangkan
yang berpendidikan setingkat SMA adalah mereka
yang berawal dari relawan sosial (PSM) menjadi
pendampng aslut dan mantan pengguna yang dilatih
sebagai konselor napza.
5) Pendidikan
Dari sisi pendidikan hanya 3 pendamping
sosial yang berlatar belakang pendidikan setingkat
SLTA, selebihnya D4 atau S1 dari berbagai jurusan.
Jurusan sosial atau kesejahteraan sosial hanya ada 3
pendamping sosial selebihnya berasal dari jurusan
kebidanan, ilmu hukum, ekonomi, pendidikan SD
dan pendidikan agama Islam. Meskipun demikian,
mereka telah mengikuti pelatihan atau bimbingan
teknis tentang pendampingan program sosial yang
ditugaskan. Selain itu pada dasarnya mereka telah
lama berkecimpung di kegiatan sosial kemasyarakatan
sehingga mempermudah melakukan pendampingan
kepada PMKS yang menjadi dampingan mereka.
70. 63Hasil Penelitian
6) Daerah asal
Dari sisi asal daerah, hanya ada 1 pendamping
sosial berasal dari luar Kota Serang, yaitu Kabupaten
Pandeglang. Sebagian besar informan bertempat
tinggal di Kota Serang sehingga memudahkan dalam
melakukan pendampingan. Beberapa pendamping
bertempat tinggal di wilayah kecamatan yang berbeda
dengan wilayah dampingannya tetapi masih dapat
terjangkau dengan kendaraan bermotor.
7) Mulai menjadi pendamping
Dari sisi lama menjadi pendamping sosial,
pendamping aslut dan ASPDB yang paling lama
sejak adanya program ini di tahun 2006 dan 2009.
Pengalaman kerja ini tentu sudah banyak memberikan
pengetahuanbagipendampingsosial;sehinggamereka
dapat menjelaskan pengalamannya dengan baik. Bagi
pendamping yang baru menjalani tugasnya 2-3 tahun
sudah dapat menggambarkan pengalaman kerja serta
hambatan yang dihadapi. Bagi pendamping KUBE
yang sudah berakhir, tetap menjalankan perans ebagai
pendamping BNPT yang sekaligus juga berperan
sebagai TKSK sehingga tidak menemui kesulitan dalam
menjalankan tugasnya.
8) Insentif
Dari sisi insentif, hanya pendamping aslut, ASPDB
dan KUBE yang mendapatkan insentif sekitar 500
ribu per bulan. Pendamping yang telah menerima
honor diatas 2 juta rupiah adalah pendamping anak,
PKH dan napza. Pendamping KUBE bahkan pernah
setahun tidak mendapatkan honor karena berakhirnya
program, ada yang dibayar dan ada pula yang tidak
71. 64 Optimalisasi Peran dan Fungsi Pendamping Sosial
dibayarkan. Meskipun ada perbedaan yang signifikan
dari sisi insentif yang diterima, namun mereka
tetap melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai
pendamping sosial.
9) Honorarium dari tugas lain
Dari sisi honorarium dari sumber lain, sebanyak 7
(tujuh) orang menerima honor dari kegiatan lain, tetapi
tidak diterima per kegiatan/ bukan per bulan antara
500 ribu rupiah sampai dengan 1.500.000 per bulan.
Sedangkan 4 (empat) orang yang lain tidak menerima
honor/insentif dari sumber lain. Sebagaimana
dikemukakan di atas, mereka tetap melaksanakan
tugasnya sebagai pendamping sosial, tanpa melihat
besarnya insentif karena merasa menjadi panggilan
jiwa sosial tetap melaksanakan peran pendampingan.
10) Peralatan kerja
Dari sisi peralatan kerja, tidak semua pendamping
memperoleh sarana kerja. Sebagian besar hanya
mendapatkan peralatan dalam bentuk alat tulis
kantor/buku catatan, seragam dan topi. Untuk kegiatan
sehari-hari menggunakan kendaraan motor pribadi
tetapi mereka tetap melaksanakan tugasnya sebagai
pendamping sosial, tanpa melihat sarana kerja yang
diterimanya.
11) Pengalaman bekerja/aktivitas
Pendamping sosial telah memiliki pengalaman
bekerja/aktivitas di bidang kesejahteraan dengan
Kementerian Sosial, Dinas Sosial provinsi dan Dinas
Sosial. Selain bekerja bersama instansi tersebut,
proses bekerja sambil belajar antar mereka, telah
memberikan pengaruh positif terhadap pelaksanaan
72. 65Hasil Penelitian
tugas pendamping sosial. Hanya pendamping PKH
yang sebelumnya tidak pernah bekerja di lingkungan
Kementerian Sosial namun dapat cepat menyesuaikan
diri karena tela mengikuti pelatihan dan bimbingan
teknis. Demikian juga konselor dan TKS napza
yang sebelumnya sudah lama berkecimpung dalam
pelayanan terhadap korban napza di LKS yang
bersangkutan.
12) Diklat/bimtek yang pernah diikuti
Dari sisi diklat/bimtek/bimtap yang pernah diikuti,
seluruh informan menyatakan pernah mengikuti
pelatihan/bimbingan teknis dari direktorat terkait di
Kementerian Sosial beberapa kali terkait dengan beban
tugas yang diberikan. Proses berbagi pengalaman antar
mereka dan bimbingan secara informal dari instansi
sosial provinsi maupun kota, telah memberikan
pengaruh positif terhadap pelaksanaan tugas
pendamping sosial.
b) Instansi Sosial
Informan pada Dinas Sosial Kota Serang, yaitu Kepala
Bidang Pemberdayaan Fakir Miskin, Kepala Bidang
Perlindungan dan Jaminan Sosial dan Kepala Seksi Anak
dan Lansia di Bidang Rehabilitasi Sosial.
c) Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)
Informan dari Lembaga Kesejahteraan Sosial, yaitu
Lembaga Kesejahteraan Sosial Yayasan Nurrurohman
sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) bagi korban
penggunaan napza di Kota Serang.
d) Kelompok Penerima Manfaat (KPM)
Informan Keluarga Penerima Manfaat (KPM), sebanyak