Modul ini membahas perkembangan sejarah kesusastraan Jepang mulai dari zaman kuno hingga modern beserta karya sastra terkenal dari setiap zamannya seperti Kojiki, Genji Monogatari, Heike Monogatari, Haiku.
1. 1
PENDALAMAN MATERI BAHASA JEPANG
MODUL 5 KEBUDAYAAN DAN KESUSASTRAAN JEPANG
(日本文化・文学)
KEGIATAN BELAJAR 1 NIHON BUNGAKU
Penulis
Ni Nengah Suartini, M.A., Ph.D.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
2. 2
DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini dibuat untuk keperluan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG),
sebagai materi untuk menambah pengetahuan tentang kesusastraan Jepang. Materi
dalam Modul 5 untuk Kegiatan Belajar 1 membahas tema tentang perkembangan
sejarah kesusastraan Jepang, termasuk juga memperkenalkan karya sastra yang
representatif seperti Haiku, Waka, Manyoushu, Genji Monogatari, Heikee
Monogatari dll. Selain itu, modul ini juga membahas tentang perkembangan sastra
pada zaman modern. Beberapa tokoh sastrawan Jepang serta karya-karyanya juga
diperkenalkan dalam modul ini. Jepang merupakan salah satu negara di Asia yang
mendapat pengakuan atas karya sastranya yang berkualitas. Hal ini bisa dibuktikan
dengan diterjemahkan karya-karya sastra tersebut dalam berbagai bahasa asing.
Seperti kita ketahui bersama pengakuan kualitas karya sastra Jepang juga dapat
dibuktikan dengan munculnya sastrawan Jepang yang meraih penghargaan Nobel,
suatu penghargaan yang bergengsi di tingkat internasional. Melalui modul yang
singkat ini diharapkan semoga pengetahuan tentang perkembangan kesusastraan
Jepang serta hasil karyanya yang terkenal bertambah sekaligus menjadi salah satu
daya tarik untuk meningkatkan motivasi dalam belajar bahasa Jepang.
RELEVANSI
Materi yang diulas dalam modul ini merupakan pengetahuan umum dalam
bidang kesusastraan Jepang yang berkaitan dengan periodisasi kesusastraan dan
hasil karyanya yang representatif. Sehingga materi ini dapat menambah
pengetahuan umum yang berhubungan dengan kejepangan. Sekaligus merupakan
pengantar untuk mengembangkan minat dibidang kesusastraan Jepang.
PANDUAN BELAJAR
Dalam mempelajari periodisasi kesusastraan Jepang, erat kaitannya
dengan kondisi masyarakat pada zamannya. Sehingga dalam mempelajari
3. 3
kesusastraan Jepang sekaligus juga ada sisi pengetahuan tentang sejarah Jepang.
Hal ini dapat membantu pemahaman terhadap karakteristik kesusastraan Jepang
dan karya-karyanya.
Modul ini hanya bersifat pengenalan tentang kesusastraan Jepang secara
umum. Bila tertarik untuk mempelajarinya lebih mendalam, disarankan untuk
membaca karya-karya sastra tersebut yang telah diterjemahkan atau membaca lebih
lanjut tautan yang diberikan.
4. 4
2. CAPAIAN PEMBELAJARAN
a. Menguasai prinsip-prinsip dasar komunikasi lintas budaya dan aplikasinya
dalam pembelajaran bahasa Jepang.
b. Menguasai berbagai pengetahuan tentang bahasa dan budaya Jepang termasuk
advance materials yang berakaitan dengan bahasa dan budaya Jepang secara
bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi)
dan “bagaimana”(penerapan) dalam kehidupan sehari-hari.
3. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
a. Memahami perkembangan sejarah kesusastraan Jepang secara garis besar
seperti Jodai, Chuko, Chuse, Kinse, Kindai dan Gendai serta karakteristik dari
masing-masing perkembangan kesusastraan tersebut yang masih bertalian
dengan sejarah Jepang.
b. Memahami tokoh sastrawan dan karya-karya sastra yang dikenal pada
zamannya termasuk juga seni pertunjukan (geinou) sesuai dengan periode
perkembangan kesusastraan. Termasuk perkembangan sastra pada zaman
modern (Gendai).
c. Memahami karya sastra secara keseluruhan, tidak hanya yang merupakan
budaya tradisional tetapi juga modern yang tetap lestari hingga saat ini.
Misalnya Haiku, Waka, Genji Monogatari, Kabuki, Noh, Bunraku, karya-karya
novel modern dll.
5. 5
3. MATERI
a. Jodai (-794)
Dalam periodisasi sejarah mencakup tiga zaman yaitu Zaman Yamato (285-
574), Zaman Azuka (574-710) dan Zaman Nara (710-794). Pada Zaman Jodai
ditandai dengan masuknya budaya China yang salah satunya berupa huruf
Kanji. Dengan adanya huruf Kanji, merupakan awal mulai dikenalnya budaya
menulis yaitu lahirnya karya-karya sastra. Hasil karya sastra yang representatif
adalah Kojiki, Nihon shoki, dan Man’yoshu.
1) Kojiki (tahun 712)
Kojiki merupakan karya sastra kuno yang menceritakan tentang para Dewa
sebagai bagian dari asal-usul orang Jepang. Kojiki terdiri dari 3 bagian yaitu:
a) Bagian Awal mengisahkan tentang para Dewa atau Shinwa (mitologi);
b) Bagian Tengah mengisahkan tentang keturunan Dewa sebagai Kaisar
Jepang (Tenno 1 sampai 15);
c) Bagian akhir mengisahkan tentang keturunan Dewa sebagai Kaisar Jepang
(Tenno 16 sampai 33);
2) Nihon Shoki (tahun 720)
Merupakan karya sastra berupa mitologi menceritakan tentang terbentuknya
alam semesta lahirnya para dewa sebagai asal-usul negeri Jepang, kaisar
Jepang yang merupakan keturunan dari para dewa.
3) Man’yoshu (tahun 790)
Man’yoshu merupakan kumpulan puisi terbaik yang ditulis dari Zaman Yamato.
Tidak hanya kaum bangsawan saja, rakyat biasa juga diberikan kehormatan
untuk membuat puisi. Puisi puisi pendek tersebut dikenal dengan nama Tanka.
pada Man’yoshu lebih banyak menggambarkan perasaan cinta suami-istri dan
rasa cinta pada tanah air yaitu negeri Jepang (dikenal dengan sebutan Yamato).
6. 6
b. Chuko (794-1185)
Dalam periodisasi sejarah merupakan Zaman Heian (794-1185). Zaman
Heian identik dengan pengaruh dari budaya China yang kuat. Kehidupan
zaman Heian yang lebih didominasi oleh para bangsawan. Kaum perempuan
dipingit, tidak memiliki kebebasan untuk keluar rumah. Tetapi, kaum laki-laki
bisa dengan bebas mengunjungi perempuan ke rumah mereka. Hal ini
menunjukkan dominasi kekuasaan kaum laki-laki pada Zaman Heian dan
dituangkan dalam karya sastra.
Hasil Karya yang representatif adalah Genji Monogatari yang ditulis oleh
Murasaki Shikibu dan Makura Soshi yang ditulis oleh Seisho Nagon. Genji
Monogatari merupakan novel tertua dan terpanjang di dunia dan ditulis oleh
seorang perempuan. Genji Monogatari menceritakan tentang petualangan kisah
cinta Hikaru Genji dengan banyak perempuan dan berakhir dengan kesedihan.
Genji Monogatari merupakan salah satu karya besar dalam sejarah kesusastraan
Jepang. Hingga sekarang Hikaru Genji banyak diterbitkan dalam bentuk novel
dengan bahasa yang mudah dimengerti, bahkan ada juga yang berbentuk manga
agar generasi muda lebih tertarik untuk membaca dan lebih mudah untuk
memahaminya.
c. Chuse (1185-1600)
Dalam periodisasi sejarah merupakan Zaman Kamakura (1185-1333) dan
Zaman Muromachi (1336-1573). Kesusastraan pada Zaman Chuse atau Zaman
Pertengahan ini sudah mulai menampilkan karya sastra yang menceritakan
tentang kehidupan kaum samurai. Sehingga karya sastra yang merupakan
cerminan kehidupan bangsawan pada Zaman Chuse berjalan beriringan dengan
karya sastra cerminan kehidupan samurai. Karya sastra yang terkenal adalah
Heike Monogatari, Zuihitsu, Noh dan Kyogen.
1) Heike Monogatari (Cerita tentang Heike). Heike Monogatari merupakan
cerita tentang kelahiran Klan Taira, masa kejayaan hingga runtuhnya Klan
Taira yang berperang dengan Klan Minamoto. Heike Monogatari dikenal
7. 7
sebagai cerita yang memiliki nilai filsafat. Nilai filsafat yang terkandung
dalam Heike Monogatari adalah:
a) Shogyo Mujo yaitu segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
b) Josha Hisui yaitu segala kejayaan pasti nantinya akan mengalami
keruntuhan.
c) In’ga Oho yaitu tidak semua orang bisa lepas dari karma.
2) Noh
Noh merupakan seni pertunjukan yang dalam pementasannya terdiri dari
utai (naskah cerita berupa syair), hayashi (musik pengiring) dan shosa
(penari yang menggunakan berbagai jenis topeng sesuai dengan karakter
yang dibawakan). Cerita yang dipentaskan pada pertunjukan Noh sangat
beragam seperti cerita tentang para dewa, kehidupan di dunia nyata,
kehidupan kaum samurai yang meninggal dalam pertempuran dan juga
tentang dunia roh (hantu, setan). Dari topeng yang digunakan kita bisa
melihat karakter yang diperankan. Pertunjukan Noh lebih bersifat ekslusif,
lebih menonjolkan kehalusan, keindahan dan penontonnya pun bersikap
sangat sopan, menjaga etika dengan baik, tenang dan tidak menunjukkan
ekspresi yang berlebihan selama pertunjukan. Dari kesan suasana
pertunjukan tersebut Noh lebih ditujukan sebagai hiburan para bangsawan
dari pada untuk rakyat biasa.
3) Kyogen
Kyogen merupakan pertunjukan komedi yang bersifat ringan,
menggambarkan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Karena Kyogen
menampilkan cerita yang bersifat komedi, suasana pertunjukan pun lebih
riuh oleh gelak tawa para penonton. Pementasan Kyogen terdiri dari Shite
(pemeran utama) dan Ado (pemeran pembantu) yang bisa mencapai 3 orang.
Berbeda dengan saata pertunjukan Noh, suasana pertunjukan Kyogen
penonton bebas, tidak terikat oleh berbagai aturan selama pementasan.
Sehingga, suasana pementasan penuh dengan gelak tawa penonton dan
terkesan ada suasana akrab dan tidak kaku selama pertunjukan. Dari kesan
ini Kyogen merupakan seni pertunjukan yang bersifat kerakyatan.
8. 8
d. Kinse
Dalam perodisasi sejarah merupakan Zaman Azuchi Momoyama (1568-1600)
dan Zaman Edo (1603-1867)
Hasil karya yang dikenal Haiku, Kabuki dan Bunraku
1) Haiku
Haiku merupakan puisi pendek yang memiliki aturan yaitu:
a) Terdiri atas suku kata dengan jumlah kombinasi 5, 7, 5.
b) Menggunakan kigo (kata yang menunjuk pada 4 musim yang ada
(semi, panas, gugur dan dingi). Kigo dapat berupa tumbuhan, binatang,
kegiatan, kebiasaan, suasana atau kondisi alam lingkungan,
Tokoh-tokoh penulis Haiku yang paling dikenal pada Zaman Edo adalah
Matsuo Basho. Tokoh lainnya adalah Yosa Buson dan Kobayashi Issa.
Matsuo Basho dikenal dengan karyanya berupa kumpulan catatan
perjalanan ke Kawasan Tohoku (Pulau Honshu bagian utara). Dalam
perjalanannya tersebut keindahan Kawasan Tohoku diungkapkan melalui
kumpulan Haiku yang berjudul “Oku no Hosomichi”. Berikut adalah
contoh Haiku yang diambil dari “Oku no Hosomichi”.
(1) Shizukasa ya iwa ni shimi iri semi no koe (Matsuo Basho)
Jumlah suku katanya 5 - 7 - 5, dapat diuraikan sebagai berikut.
Shizukasa ya (shi-zu-ka-sa-ya) 5 (dalam kesunyian)
Iwa ni shimiiri (i-wa-ni-shi-mi-i-ri) 7 (merasuk dalam bebatuan)
Semi no koe (se-mi-no-ko-e) 5 (suara serangga semi)
Haiku tersebut menggambarkan dalam suasana yang sunyi, terdengar
suara semi yang merasuk hingga ke bebatuan. Kigo yang digunakan adalah
“semi” yaitu jenis serangga khas musim panas (sunda: Turaes). Bagi orang
Jepang, begitu mendengar kata nama serangga “semi” yang terbayang
adalah suasana pada musim panas. Puisi tersebut ditulis saat Matsuo Basho
berkunjung ke Kuil Yamadera di Perfektur Yamagata, wilayah Tohoku
(Jepang Utara). Saat perjalanan ke kuil mendaki pegunungan berbatu
9. 9
tersebut, Matsuo Basho mendengarkan suara semi. Haiku tersebut terpahat
di salah satu dinding batu di kuil Yamadera dan sangat terkenal sebagai
puisi haiku musim panas.
Dari penjelasan tersebut kita bisa mengetahui bahwa dengan membaca
Haiku, maka orang akan tahu musim yang dimaksud dalam puisi tersebut.
Jepang merupakan negara dengan 4 musim dan perbedaan masing-masing
musim sangat jelas. Sehingga kigo sebagai syarat utama dalam Haiku akan
menambah kepekaan dan pengetahuan terhadap karakteristik masing-
masing musim. Haiku merupakan karya sastra yang menunjukkan
penghargaan orang Jepang terhadap keindahan alam dengan menikmati
pergantian musim melalui puisi. Berikut adalah contoh Haiku terkenal
lainnya.
(2) Furu ike ya kawazu tobi komu mizu no oto (Matsuo Basho)
Jumlah suku katanya dapat diuraikan sebagai berikut.
Furu ike ya (fu-ru-i-ke-ya) 5 (kolam tua)
kawazu tobi komu (ka-wa-zu-to-bi-ko-mu) 7 (katak melompat)
mizu no oto (mi-zu-no-o-to) 5 (suara air)
Kigo dari puisi haiku di atas adalah “kawazu” yang berarti katak. Katak
merupakan kigo yang menunjuk pada musim semi. Haiku tersebut
menggambarkan kesunyian suasana yang dipecah oleh bunyi air dari katak
yang melompat ke kolam yang sudah tua.
(3) Asagao ni tsurube torarete morai mizu (Kagano Chiyo)
Jumlah suku kata pada haiku tersebut adalah sebagai berikut.
Asagao ni (a-sa-ga-o-ni) 5 (bunga asagao)
tsurube torarete (tsu-ru-be-to-ra-re-te) 5 (tali timba dililit)
morai mizu (mo-ra-i-mi-zu) 5 (meminta air)
Kigo dari puisi Haiku tersebut adalah “asagao” yaitu nama bunga dari
tumbuhan yang merambat. Asagao merupakan bunga yang mekar pada
musim panas. Puisi Haiku di atas menggambarkan tentang tali timba yang
10. 10
dililit oleh sulur bunga asagao sehingga pemilik sumur tidak tega untuk
memotong sulur tersebut dan memutuskan untuk meminta air pada
tetangga. Hal ini menggambarkan betapa orang Jepang sangat menyayangi
tumbuhan dan lingkungan alam.
(4) Hatsuyume ni furusato o mite namida ka na (Kobayashi Issa)
Jumlah suku kata pada haiku tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Hatsu yume ni (ha-tsu-yu-me-ni) 5 (mimpi pertama pada tahun baru)
Furusato o mite (fu-ru-sa-to-o-mi-te) 7 (bermimpi tentang kampung
halaman)
Namida ka na (na-mi-da-ka-na) 5 (berurai air mata)
Kigo dari Haiku tersebut adalah hatsuyume yaitu istilah khusus untuk mimpi
pertama pada tahun baru, yang merupakan kata yang menunjukkan musim
dingin. Tahun baru di Jepang bertepatan dengan musim dingin. Haiku
tersebut menggambarkan tentang kerinduan pada kampung halamannya.
Saat berada di rantauan, pada tahun baru bermimpi tentang kampung
halamannya. Di Jepang, ada tradisi pulang kampung saat tahun baru. Haiku
yang ditulis oleh Kobayashi Issa menggambarkan kesedihannya karena
tidak bisa pulang ke kampung halaman yang dirindukan saat tahun baru.
(5) Na no hana ya tsuki wa higashi ni hi wa nishi ni (Yosha Buson)
Jumlah suku katanya dapat diuraikan sebagai berikut.
Nan no hana ya (na-no-ha-na-ya) 5 (bunga na no hana)
tsuki wa higashi ni (tsu-ki-wa-hi-ga-shi-ni) 7 (bulan di timur)
hi wa nishi ni (hi-wa-ni-shi-ni) 5 (matahari di barat)
Kigo dari haiku tersebut dalah na no hana yaitu bunga khas pada musim
semi yang berwarna kuning. Haiku tersebut menggambarkan suasana senja
yang tenang dan indah pada saat bulan purnama di musim semi. Saat senja
yang sangat indah diantara hamparan bunga na no hana yang berwarna
kuning bisa menyaksikan bulan dan matahari secara berasamaan, bulan
purnama yang baru muncul di Timur dan indahnya matahari yang mulai
terbenam di Barat.
11. 11
Dari penjelasan tentang Haiku tersebut dapat kita lihat bahwa kigo berperan
penting dalam menunjukkan hal-hal penting yang mencerminkan 4 musim
(musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin). Dari 5 contoh
Haiku tersebut dapat kita lihat kigo berupa tumbuhan (bunga) seperti asagao
pada musim panas, nan no hana pada musim semi. Kigo berupa binatang
seperti serangga semi pada musim panas dan katak pada musim semi. Kigo
bisa juga berupa hal-hal lain seperti hatsuyume sebagai sebutan khusus
untuk mimpi pada hari pertama di tahun baru, yaitu pada musim dingin.
Dengan aturan suku berjumlah 5, 7, 5 puisi Haiku merupakan puisi pendek,
tetapi padat untuk mengungkapkan perasaan penulisnya dan kigo menjadi
petunjuk waktu saat ditulisnya puisi tersebut.
Hingga saat ini Haiku juga tetap merupakan puisi pendek yang digemari
oleh masyarakat Jepang sebagai kegemaran. Bahkan stasiun TV NHK juga
mempunyai acara khusus yang membahas dan membimbing haiku yang
dibuat oleh pemirsa dan dikirimkan ke stasiun TV tersebut. Selain itu salah
satu perusahaan teh hijau ternama juga rutin menyelenggarakan lomba
menulis Haiku. Sehingga, Haiku sebagai salah satu puisi tradisional Jepang
tetap lestari.
2) Kabuki
Kabuki merupakan seni pertunjukan tradisional Jepang. Seni drama
pertunjukan ini terdiri atas tiga unsur yang meliputi nyanyian, tarian dan
musik. Kabuki merupakan hiburan yang lebih banyak dinikmati oleh
masyarakat kota, terutama para pedagang. Kekhasan dari Kabuki adalah
semua pemainnya laki-laki, tidak ada perempuan. Tokoh perempuan dalam
drama Kabuki juga diperankan oleh laki-laki. Laki-laki yang berperan
sebagai perempuan disebut Onna gata.
Sebagai seni theater khas Jepang yang mewakili masyarakat perkotaan pada
Zaman Edo (1603-1867). Cerita Kabuki yang paling terkenal adalah
Chushingura yang menceritakan tentang kesetiaan 47 samurai pada tuannya.
Kabuki tidak hanya menceritakan tentang kehidupan kaum samurai, tetapi
12. 12
juga kehidupan sehari-hari masyarakat perkotaan saat itu. Seperti cerita
tentang tema percintaan, keluarga dll. Penontonnya lebih banyak masyarakat
biasa, sehingga memberikan kesan lebih kasual. Berbeda dengan pertunjukan
Noh, penonton Kabuki bisa duduk santai, menikmati pertunjukan dengan
lebih leluasa dan tanpa terikat oleh aturan yang kaku.
Sampai saat ini Kabuki bisa dinikmati di Theater Kabuki yang disebut
Kabukiza, di Tokyo. Pemain Kabuki diwariskan secara turun-temurun dan
merupakan golongan elit di kalangan masyarakat Jepang. Yago merupakan
nama khusus bagi pemain Kabuki saat pementasan di panggung. Penonton
akan berteriak menyebut nama pemain yang mereka idolakan pada saat
adegan klimaks yang memukau penonton. Saat ini Kabukiza tidak hanya
sekedar untuk menonton Kabuki, tetapi juga sebagai tempat hiburan yang
bergaya tradisional. Berbagai jenis bento atau lebih dikenal dengan Maki no
Uchi Bento (nasi kotak) dengan lauknya yang khas juga bisa dinikmati di
Kabukiza.
3) Bunraku
Bunraku merupakan seni pertunjukan tradisional Jepang yang
menampilkan boneka sebagai tokohnya. Lebih singkatnya disebut seni drama
boneka. Pementasan ini meliputi, boneka, dalang dan musik. Boneka tersebut
digerakkan oleh 3 orang dengan pakaian penutup serba hitam. 1 orang
Omozukai (penggerak utama, mengerakan bagian wajah seperti kelopak mata,
mulut, alis dan tangan kanan boneka), 1 orang Hidarizukai (menggerakan
bagian tangan kiri boneka) dan 1 orang lagi Ashizukai (menggerakan bagian
kaki boneka). Sehingga gerakan boneka menjadi sangat natural dan gemulai.
Alat musik pengiring yang utama adalah samisen. Seperti alat musik kecapi,
tetapi dengan 3 senar. Cerita yang dibawakan dalam Bunraku sama seperti
cerita yang ada di Kabuki. Penulis cerita Bunraku yang terkenal adalah
Chikamatsu Monzaemon.
e. Kindai (Zaman Meiji, Taisho, Showa, Heisei)
13. 13
Zaman Kindai bila dilihat dari periodisasi sejarah Jepang termasuk dalam
Zaman Meiji (1868-1912), Zaman Taisho (1912-1926), Zaman Showa (1926-
1989) hingga termasuk juga zaman setelahnya. Dalam modul ini hanya dibatasi
pembahasan sampai Zaman Showa. Kesusastraan Zaman Kindai tidak bisa
lepas Revolusi Meiji pada tahun 1868 yang menjadi tonggak sejarah baru bagi
modernisasi di Jepang. Zaman Meiji ditandai dengan terbukanya Jepang
terhadap negara lain, khususnya negara Amerika dan Eropa. Sekaligus
percepatan industrialisasi dan masuknya pengaruh budaya barat dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat Jepang termasu di bidang kesusastraan.
Pada Zaman Meiji, kesusastraan modern tidak lepas dari peran Fukuzawa
Yukichi sebagai garda depan dalam pembaharuan karya sastra yang dinamik
sebagai pengaruh dari budaya barat terutama Eropa. Banyak sastrawan yang
muncul sebagai penulis novel. Sebagian besar novel yang ditulis lebih bersifat
cerminan kondisi masyarakat Jepan pada saat itu. Berikut merupakan sastrawan
beserta karya-karyanya yang representatif pada Zaman Kindai.
1) Mori Ogai (1862-1922)
14. 14
Mori Ogai
(https://www.ndl.go.jp/portrait/datas/342.html?cat=63)
Mori Ogai merupakan salah satu tokoh sastrawan terkenal pada Zaman
Meiji (1868-1912). Selain berprofesi sebagai penulis novel, penyair, juga
merupakan seorang dokter, Jenderal Militer Angkatan Darat, dan penerjemah.
Dilahirkan di dalam keluarga banngsawan, dibesarkan dengan mendapatkan
kualitas pendidikan yang terbaik, cerdas dan berprestasi. Pendidikannya sangat
seimbang dibidang agama (Budha), konfusianisme, pendidikan tentang
kesusatraan tradisional Jepang, pengetahuan tentang medis dan pemikiran
modern dari budaya barat. Selain itu Mori Ogai juga mampu berbahasa
Jerman dan Belanda dengan fasih. Sehingga bisa kita lihat, Mori Ogai
merupakan seorang yang multi talenta dengan karirnya di berbagai bidang.
Pengalaman belajar di Jerman membuat Mori Ogai tertarik untuk belajar
tentang kesusastraan Eropa. Karirnya di bidang kesusastraan dikenal melalui 4
tahapan. Tahap pertama adalah menerjemahkan naslah drama pertunjukan yang
ada di Eropa ke dalam bahasa Jepang. Tahap kedua adalah Mori Ogai mulai
menulis tentang pengalaman hidupnya. Tahap ke tiga, Mori Ogai mulai menulis
tentang cerita bersejarah. Pada tahap keempat akhirnya menulis tentang
biografi dari kehidupan para dokter pada akhir Zaman Edo. Karirnya sebagai
penulis novel dimulai pada tahun 1890 dengan ditulis dan diterbitkannya karya
pertamanya yang berjudul Maihime yang ditulis berdasarkan pengalaman
pribadinya. Karyanya yang terkenal lainnya adalah Utakata no Ki, Fumizukai,
Omokage, Takasebune dll.
2) Higuchi Ichiyo (1872-1896)
15. 15
Higuchi Ichiyo
(https://www.ndl.go.jp/portrait/datas/315.html?cat=55)
Pada Zaman Meiji penulis perempuan masih sangat jarang. Tetapi Higuhi
Ichiyo merupakan penulis perempuan yang terkenal pada zamannya,
perempuan Jepang pertama yang berprofesi sebagai penulis. Hingga sekarang
karyanya masih dikenal. Wajah Higuchi Ichiyo bisa dilihat pada lembaran uang
kertas 5000 Yen terbitan tahun 2004 yang masih berlaku hingga saat ini (2019).
Higuchi Ichiyo merupakan salah satu penulis perempuan yang banyak
menceritakan tentang ketidakberdayaan perempuan di dalam masyarakat yang
didominasi oleh kekuasaan kaum laki-laki. Cerita tersebut disajikan dengan
sederhana dan ditulis dalam perpaduan gaya bahasa sastra dan kolokial.
Sehingga menampilkan karya yang menarik dan mudah dipahami. Karyanya
yang terkenal misalnya Otsugomori, Takekurabe, Nigorie, Jusan’ya dll.
3) Natsume Soseki (1867-1916)
16. 16
Natsume Soseki
(https://www.city.shinjuku.lg.jp/kanko/file03_01_00027.html)
Natsume Soseki adalah sastrawan yang seangkatan dengan Mori Ogai.
Natsume Soseki juga memiliki pengalaman di luar negeri, yaitu di Inggris.
Sejak awal memang sudah menekuni bidang sastra, dimulai dari Haiku hingga
kesusastraan Barat karena saat kuliah di Tokyo University belajar di jurusan
Sastra Inggris. Salah satu karyanya adalah Wagahai wa Neko dearu yang
mencerminkan kritik sosial terhadap kondisi masyarakat melalui penokohan
berupa binatang, yaitu kucing.
Novel Wagahai wa Neko Dearu diterbitkan tahun 1905. bercerita tentang
binatang peliharaan yang berupa seekor anak kucing. Tetapi, kucing tersebut
tidak mendapatkan perhatian sepenuhnya dari majikan yang memeliharanya.
Bahkan, hanya untuk nama sekali pun, tidak punya seperti layaknya kucing
peliharaan lainnya yang biasa diberi nama. Kucing ini digambarkan sebagai
kucing peliharaan yang merasa kesepian. Sehingga, dia lebih banyak
17. 17
mengamati orang-orang yang ada di lingkungan sekitarnya. Melalui tokoh
utama si kucing yang ada dalam novel ini berperan sebagai pengamat,
menjadikan salah satu novel yang mengungkapkan kritik sosial terhadap
kondisi sosial masyarakat pada saat itu. Gaya penulisan yang mengungkapkan
kritik dengan nuansa humor membuat cerita ini menjadi menarik.
Natsume Soseki merupakan tokoh sastrawan Jepang yang mendapat
pengaruh dari kesusastraan Inggris dan memberikan kebaruan dalam
perkembangan kesusastraan Jepang berikutnya. Banyak karyanya yang
mencerminkan kondisi masyarakat sosial pada saat itu dan juga mencerminkan
perasaan penulisnya terhadap kondisi yang sedang dihadapi. Karya Natsume
Soseki yang terkenal lainnya adalah Yume Juya, Hashire Merosu, Bocchan,
Kusamakura, Kokoro dll.
4) Akutagawa Ryunosuke (1892-1927)
Akutagawa Ryunosuke
(https://www.ndl.go.jp/portrait/datas/224.html)
Akutagawa Ryunosuke merupakan sastrawan Zaman Taisho (1912-1926),
murid dari Natsume Soseki yang berbakat. Karyanya lebih banyak berupa
18. 18
cerita pendek. Misalnya yang terkenal seperti Hana, Rashomon, Jigokuhen,
Kappa, Haguruma dll. Akutagawa Ryunosuke menyampaikan kritiknya
melalui novel yang bersifat satire, misalnya pada karya novelnya yang berjudul
Hana. Beberapa dari karya Akutagawa Ryunosuke juga dibuat dalam bentuk
film seperti Rashmon, Kumo no ito dll. Ciri khas karyanya banyak bercerita
tentang sisi dalam manusia yang bersifat egois. Sebagai bentuk penghargaan
terhadap prestasi dan produktivitas Akutagawa Ryunosuke di bidang
kesusastraan, maka pada tahun 1935 mulai ditetapkan Penghargaan Akutagawa
(Akutagawa sho) sebagai penghargaan yang diberikan kepada sastrawan
pemula, yang belum begitu dikenal tetapi telah berhasil membuat karya yang
berkualitas. Sehingga meraih Penghargaan Akutagawa merupakan impian
setiap sastrawan pemula untuk mendapatkan pengakuan di dunia kesusastraan
Jepang. Penghargaan tersebut diberikan setiap tahun. Hadiah yang diberikan
adalah berupa jam saku (jam berantai yang dimasukkan di saku baju).
5) Kawabata Yasunari (1899-1972)
19. 19
Kawabata Yasunari
(https://nihonshimuseum.com/kawabata-yasunari/)
Kawabata Yasunari merupakan penulis novel Jepang pertama yang
mendapatkan penghargaan Nobel di bidang kesusastraan pada tahun 1968.
Sebelumnya, pada tahun 1961 meraih penghargaan Bunka Kunsho yaitu
penghargaan tertinggi dari Kaisar yang diberikan pada orang Jepang yang
berjasa memberikan kemajuan bagi perkembangan pengetahuan, teknologi,
seni dan aspek kehidupan lainnya. Masih banyak lagi penghargaan yang
diraihnya membuktikan bahwa Kawabata Yasunari adalah seorang sastrawan
yang berbakat dengan karyanya yang berkualitas. Karyanya yang representatif
adalah Izu no Odoriko, Yuki guni, Nemureru Bijo, Yama no Oto, Senbazuru,
Jojoka dll. Yukiguni merupakan karyanya yang mendapatkan penghargaan
tertinggi di seluruh dunia. Yukiguni menceritakan tentang kehidupan seorang
gadis di daerah bersalju. Gaya penulisannya yang merupakan perpaduan dari
jiwa yang halus melalui ungkapan pemandangan bersalju yang sarat makna
menjadi daya tarik novel ini. Kepiawaiannya dalam menggambarkan cita rasa
orang Jepang melalui pilihan gaya bahasa yang kaya akan ungkapan perasaan.
6) Oe Kenzaburo
20. 20
Oe Kenzaburo
(https://www3.nhk.or.jp/news/special/nobelprize2019/literature/article_02_02.html)
Oe Kenzaburo berasal dari Ehime, di Pulau Shikoku. Pulau Shikoku
merupakan pulau yang terletak di Selatan Jepang yang sangat tenang. Oe
Kenzaburo mulai meniti karir sebagai penulis sejak masih mahasiswa di Tokyo
University. Pada tahun 1958 saat masih mahasiswa berhasil meraih
Penghargaan Akutagawa melalui karyanya yang berjudul Memushiri Kochi.
Lalu, mencapai puncak karirnya dengan kesuksesan meraih hadiah Nobel di
bidang kesusastraan pada tahun 1994. Oe Kenzaburo merupakan sastrawan
Jepang peraih penghargaan Nobel kedua di bidang sastra setelah Kawabata
Yasunari. Gaya penulisan Oe Kenzaburo menunjukkan kualitas tulisannya
yang mengantarnya meraih penghargaan Nobel. Gaya penulisan yang puitis
membuat pembacanya hanyut terbawa ke dalam dunia imajinasi, sehingga
perpaduan kehidupan nyata dan mitos menjadi kental membentuk gambaran
kehidupan manusia zaman sekarang yang penuh dengan kesulitan. Karya-karya
Oe Kenzaburo yang merupakan karya yang berkualitas terbukti dengan
diterjemahkannya karya-karya tersebut dalam berbagai bahasa asing lainnya.
21. 21
Misalnya M/T to Mori no Fushigi no Monogatari, Natsukashii Toshi he no
Tegami, Moeagaru Midori no Ki, Torikae ko dll.
22. 22
RANGKUMAN
Kesusastraan Jepang dalam perkembangannya dibagi menjadi 5
periodisasi yaitu Jodai (~710), Chuko (794-1185), Chuse (1185-1600), Kinse
(1603-1867) dan Kindai (1868-sekarang). Karakteristik masing-masingnya adalah
cerita tentang para dewa dan kekaguman terhadap budaya Jepang pada Zaman
Jodai, memasuki Zaman Chuko karya sastra lebih didominasi oleh budaya kaum
bangsawan. Pada Zaman Chuse didominasi oleh budaya kehidupan kaum samurai.
Selanjutnya pada Zaman Kinse merupakan budaya Zaman Edo yang didominasi
oleh kehidupan masyarakat perkotaan (shounin). Zaman Kindai dengan
karakteristik Jepang yang sudah memasuki modernisasi dengan mendapat pengaruh
dari budaya Eropa dan Amerika.
Karya-karya sastra yang mewakili pada zamannya misalnya Zaman Jodai
berupa Man’yoshu berupa kumpulan waka, Nihon shoki dan Kojiki. Zaman Chuko
berupa Genji Monogatari dan Makura Soshi. Zaman Chuse misalnya Heike
Monogatari, seni pertunjukan Noh dan Kyogen. Zaman Kinse misalnya karya
berupa Haiku, Kabuki dan Bunraku. Zaman Kindai karya sastra berupa novel-novel
modern seperti Wagahai wa Neko Dearu (Natsume Soseki), Takekurabe (Higuchi
Ichiyo), Rashomon (Akutagawa Ryunosuke), Yukiguni (Kawabata Yasunari),
Natsukashii Toshi no Tegami (Oe Kenzaburo) dll.
Haiku dan Waka merupakan puisi pendek representatif yang memiliki
aturan seperti jumlah suku kata dan juga kigo pada puisi Haiku. Pada setiap haiku
terdiri dari suku kata 5-7-5 dan menggambarkan salah satu dari 4 musim yang ada
melalui kigo yang digunakan. Haiku merupakan salah satu karya sastra yang
mencerminkan keunikan dari 4 musim yang ada di Jepang.
23. 23
DAFTAR PUSTAKA
Tokyo Gaikokugo Daigaku, 1990, Ryugakusei no Tame no Nihonshi, Yamakawa
Shuppan, Tokyo.
Daftar Tautan
https://rekisi.info/akutagawa.html
http://www.haiku-data.jp/kigo.php
https://www.nobelprize.org/prizes/literature/1994/oe/biographical/
http://www.taitocity.net/zaidan/ichiyo/
http://www.souseki-sanbou.net/souseki.html
http://www.kawabata-kinenkai.org/nenpyo.html
https://nihonshimuseum.com/kawabata-yasunari/
https://moriogai-kinenkan.jp/modules/contents/index.php?content_id=11