Makalah ini membahas periodisasi sastra Indonesia menurut beberapa tokoh, meliputi sastra periode 1970-an, 1980-an, dan 2000-an. Sastra periode 1970-an ditandai kemutakhiran dan kreativitas bahasa, sedangkan periode 1980-an ditandai tema romantisme dan munculnya sastra populer. Pada periode 2000-an, sastra ditandai kebebasan berekspresi setelah reformasi dengan pengaruh teknologi.
1. Periodisasi Sastra angkatan 70, 80, 2000 an dan Cyber sastra
Disusun oleh :
1. Romi Muhammad 201421500327
2. Muhammad Ktistanto 201421500135
3. Ida Tri Widyawati 201321579008
4. Lulu Umatih 201421500080
Fakultas Bahasa dan Sastra Indonesia
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
Jl. Nangka No. 58 C (Jl. TB. Simatupang) Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Telp. (021) 78835283 – 7818718 Fax. (021) 78835283
Jl. Raya Tengah, Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Telp. (021) 87797409
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan .
Kami berharap semoga Makalah yang berjudul “Periodisasi Sastra” dapat bermanfaat bagi para
pembaca makalah ini dan dapat mengetahui dan memahami masa periodisasi sastra.
Makalah tentang periodisasi sastra kami susun untuk turut menambah buku bacaan perkuliahan
mahasiswa jurusan bahasa dan sastra indonesia. Makalah ini khusus membicarakan tentang
periodisasi sastra menurut Nugroho, HB Jassin, Buyung Saleh dan Ajip Rosidi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan, khususnya menyangkut masalah pembahasan periodisasi sastra yang semuanya itu
disebabkan oleh minimnya pengetahuan kami, maka dari itu kami butuhkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan .Terima kasih
3. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra yang
berada di Indonesia. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang di buat di wilayah
kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk pada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan
bahasa Melayu (dimana Bahasa Indonesia adalah turunannya).
Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai
dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang
berbeda dengan periode yang lain. Dalam periodisasi sastra Indonesia di bagi menjadi dua bagian
besar, yaitu lisan dan tulisan. Secara urutan waktu terbagi atas angkatan Pujangga Lama,
angakatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950-1960-an,
angkatan 1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an, angkatan Reformasi, angkatan 2000-an.
Adapun pembagian periodisasi sastra menurut para ahli yaitu Buyung Saleh, HB. Jassin,
Nugroho Notosusanto, dan Ajip Rosidi.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah sastra
merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu
bangsa, misalnya sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa dan sejarah sastra Inggris.
Dalam jangka waktu yang relatif panjang tercatat munculnya secara besar jumlah persoalan sastra
yang erat kaitannya dengan perubahan zaman dan gejolak sosial politik yang secara teoritis
dipercaya besar pengaruhnya terhadap warna kehidupan sastra. Masalah itu biasanya terkait
dengan teori periodisasi atau pembabakan waktu sejarah sastra.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah periodisasi sejarah sastra Indonesia dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam
periodisasi sejarah sastra Indonesia?
2. Mengapa terjadi perbedaan penamaan periodisasi sastra antar tokoh?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mendiskripsikan periodisasi sejarah sastra dan untuk mengetahui tokoh-tokoh yang
terlibat dalam periodisasi sejarah sastra Indonesia
Untuk mengetahui terjadinya perbedaan penamaan periodisasi sastra antar tokoh
4. BAB II
PEMBAHASAN
1. SASTRA PERIODE 1970
A. Latar Belakang
Munculnya periode 70-an karena adanya pergeseran sikap berfikir dan
bertindak dalam menghasilkan wawasan estetik dalam menghasilkan karya sastra
bercorak baru baik dibidang puisi, prosa, maupun drama. Pergeseran ini mulai kelihatan
setelah gagalnya kudeta G 30 S/PKI.
Pada periode 70-an ini pernah diusulkan untuk diberi nama angkatan 70-an.
Istilah angkatan 70 diperkenalkan pertama kali oleh Dami N. Toba dalam karangannya
”Peta Perpuisan Indonesia 1970-an dalam Sketsa”, yang diajukan dalam sebuah ceramah
di fakultas Sastra Indonesia pada 25 Mei 1977. Namun pemberian nama angkatan dalam
sastra kiranya harus dihubungkan dengan konsepsi budaya yang mendasar, seperti halnya
surat kepercayaan gelanggang atau manifes kebudayaan. Maka dianggap angkatan 70 ini
tidak ada.
Karya puisi pada tahun 70-an ini dianggap mutakhir sehingga periode ini
dinamakan periode mutakhir. Jadi dengan adanya tanda-tanda kemutakhiran terutama
pada genre puisi yang lahir serta wawasan estetika yang dimiliki sendiri pada novel-
novel yang lahir pada tahun 1970-an ini, maka muncullah gagasan karya sastra periode
70-an.
B. Ciri Utama
1) Genre yang muncul puisi, prosa, drama, kritik, dan esai.
2) Muncul puisi mbeling dan prosa mbeling.
3) Kaya dengan pikiran dan corak baru dalam perkembangan teknik pengungkapan ide
secara polos.
4) Kata-kata yang digunakan bersifat bebas dan kreatif.
5) Banyak sajak-sajak yang berupa kata-kata kosong (tidak mempunyai makna simbolis).
6) Penampilan kekuatan kata atau bahasa sebagai alat satu-satunya.
5. C. Perkembangan Tema dan Pemikiran
Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karena banyak penerbitan yang
muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam berbagai bentuk. Sutardji menampilkan
corak baru dalam kesusastraan Indonesia di bidang puisi. Alasan tersebut menyebabkan Sutardji
dianggap salah satu tokoh periode 70-an dalam sastra Indonesia. Pada tahun 1979 Sutardji
menerima hadiah sastra dari ASEAN.
D. Sastrawan dan Hasil Karyanya
Putu Wijaya
Orang-orang Mandiri (Drama)
Lautan Bernyanyi (Drama)
Bila Malam Bertambah Malam (1971)
Dadaku Adalah Perisaiku (Kumpulan Sajak)
Telegram (Novel 1973)
Stasiun (Novel 1977)
Pabrik (Novel)
Aduh (Drama)
Arifin C. Noer
Kapai-kapai (drama 1970)
Siti Olea (kumpulan sajak 1964)
Goenawan Muhammad
Pari Kesit (kumpulan sajak 1971) Catatan pinggir (Kumpulan esai 1982)
Damanto Jt
Bangsat! (kumpulan sajak 1975)
Sekitar Masalah Kebudayaan (kumpulan esai 1986)
Kayam
Totok dan Toai (cerita anak-anak) Sri
Sumarah (Kumpulan cerpen)
Arswendo Atmowiloto
Penentang Tuhan (drama) The
Circus (novel)
6. 2. SASTRAPERIODE 1980
A. Latar Belakang
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai
dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa
tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas
diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara
lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira
Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat,
Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin
Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang
menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah
Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah
satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh
dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran
timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol
dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama
dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai
Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama
selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada
era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang
beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman
Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini
tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih
berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang
dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne
de Fretes, dan Oka Rusmini
.
7. B. Ciri Utama
1) Umumnya bertema romantisme
2) Umumnya tokoh utama adalah wanita
3) Tokoh utama pada karya-karya 80-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya
4) Tumbuh sastra yang beraliran pop
5) Sastra periode 1980 merupakan sastra yang dinamik sesuai dengan perkembangan zaman
6) Munculnya cerita-cerita dengan problem metropolitan dan problem-problem sosial
yang komprehensif
7) Dialek khusus (bahasa slank, prokem) banyak muncul dalam karya sastra
popular (remaja)
C. Perkembangan Tema dan Pemikiran
Periode 80-an ini merupakan sastra yang dinamik yang bergerak bersama masyarakat
Indonesia untuk menuju kehidupannya yang baru dengan wawasan konstitusional.Seperti yang
dikatakan Putu Wijaya bahwa kasusastraan itu adalah alat untuk mencurahkan makna agar dapat
ditumpahkan pada manusia secara utuh dan makna itu hendaknya disalurkan agar mengalami
proses mengembang dan mengempis masuk ke dalam kehidupan serta mengembangkan hal-hal
yang sebelumnya belum terpikirkan oleh manusia.
D. Sastrawan dan Hasil Karyanya
Y.B Mangunwijaya
Burung-burung Manyar (1981)
Roro Mendut (1981)
Genduk Duku (1986)
Darman Moenir
Bako (1983)
Dendang (1988)
Budi Darma
Olenka (1983)
Rafilus (1988)
Sindhunata
Anak Bajang Menggiring Angin (1984)
Arswendo Atmowiloto
Canting (1986)
Hilman Hariwijaya
Lupus - 28 novel (1986-2007)
8. 3. SASTRA PERIODE 2000
A. Latar Belakang
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan angkatan reformasi muncul, namun
tidak berhasil dikukukhkan karena tidak memiliki juru bicara. Korrie Layun rampan
pada tahun
2002 melempar wacana tentang lahirnya sastrawan angkatan 2000. seratus lebih
penyair, cerpenis, novelis, esais, da kritikus sastra dimasukkan Korrie k dalam
angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak tahun 1980-an,
seperti Afrisal Malna, Ahmadun Yossi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma.
Setelah terjadi reformasi, ruang gerak masyarakat yang pada awalnya terganjal
oleh pemerintah Orde Baru yang represif, tiba-tiba merasa memperoleh nafas
kebebasan dalam mengekspresikan apresiasinya. Karya sastra yang muncul pada
periode ini berlandaskan perubahan. Kemjauan teknologi seolah telah mencapai
klimaksnya. sehingga pelaku seni secara terang-terangan memanfaatkan kemajuan
teknologi sebagai landasan berkarya.
B. Ciri Utama
Dalam periode tahun 2000an ciri-ciri umumnya dapat dilihat seperti penuh kebebasan
dalam berekspresi, menyuarakan isi hati nurani, menampilkan sajak-sajak tentang kepedulian
bangsa, terciptanya karya-karya tentang anti penindasan, menegakkan keadilan, kebenaran serta
munculnya paham feminisme dalam setiap karya sastra, mengandung pergeseran pemikiran
dengan cara mengungkapkan pemikiran - pemikiran baru dan pendirian-pendirian baru dengan
bentuk yang berbeda dari angkatan sebelumnya sehingga melahirkan wawasan estetik yang baru.
Menggunakan kata-kata maupun frase yang bermakna kontatif. Banyak menyindir
keadaan sekitar baik sosial, budaya, politik, atau lingkungan. revolusi tipografi atau tata wajah
yang bebas aturan dan kecenderungan ke puisi kongkret yang disebut antromofisme,
antromofisme dapat diartikan sebagai pengenaan ciri-ciri manusia pada binatang, tumbuh-
tumbuhan, atau benda mati. Selain itu kritik sosial sering muncul lebih keras, penggunaan
estetika baru, karya cenderung vulgar, mulai bermunculan fiksi-fiksi islami, munculnya cyber
sastra di Internet, ciri-ciri bahasa diambil dari bahasa sehari-hari yaitu kerakyat jelataan.
9. C. Perkembangan Tema dan Pemikiran
Pada masa ini, banyak sekali muncul pengarang wanita. Mereka umumy menulis dengan
ungkapan perasaan dan pikiran yang tajam dan bebas. Ada diantara mereka yang sangat berani
menampilkan nuansa-nuansa erotik, hal-hal yang sensual bahkan seksual, yang justru lebih
berani dibandingkan para sastrawan seumumnya. Ada di antara mereka yang mengusung
ideologi kebebasan wanita (woman libs) yang dulu pernah dilakukan oleh Nh.Dini (namun
ungkapan-ungkapan Dini tetap literik, tidak vulgar). Sebenarnya minus idiom-idiom vulgar karya
meraka termasuk berbobot, seperti juga prosa liris karya Linus Suryadi berjudul Pengakuan
Pariyem. Di bagian-bagian tertentu karya Jenar Mahesa Ayu dan Ayu Utami bahkan sangat
puitis serta filosofis, menampilkan ungkapan-ungkapan yang bernas dan cerdas, dengan
imajinasi-imajinasi yang kaya renungan, mungkin juga humanis dan religius. Jadi mengandung
hal-hal kontroversial.
D. Sastrawan dan Hasil Karyanya
Afrizal Malna
- Abad yang Berlari
- Matahari Bachri
- Winter Festival
- Lelaki yang Menjadi Seekor Burung
- Telinga waktu
Acep Zamzam Noor
- Tengah Hari
- Montmantre
- Napas Gunung
- Buat Malika Hamoudi
- Buat Lina Sagaral Reyes
Gus Tf
- Kasat Mata
- Tak Pernah Kubutuh Sebuah Telepon
- Pernah
10. 4. CYBERSASTRA
A. Latar Belakang
Cybersastra merupakan kelanjutan “penggunaan istilah” untuk kegiatan sastra yang
berawal dari website “cybersastra.net”, yang lalu disusul dengan kemunculan situs-situs
sastra lainnya. Cybersastra bukanlah nama atau label instansi, badan, komunitas tertentu, dan
semacamnya, melainkan istilah atau sebutan untuk “sistem” baru dalam dunia sastra dengan
penggunaan komputer dan internet sebagai media. Hanya kebetulan saja website yang
merintis lahirnya cybersastra di Indonesia juga bernama cybersastra.net (bisa jadi sebagai
bentuk penyesuaian terhadap “istilah” itu sendiri) sehingga cybersastra cenderung diartikan
menyempit sebatas pada komunitas tersebut.
Namun karena cybersastra memang memiliki arti yang luas dan lebih menyangkut sistem,
sehingga dalam perkembangannya, kegiatan-kegiatan sastra yang beberapa tahun terakhir
berkembang melalui internet, juga tetap dikategorikan sebagai cybersastra. Termasuk
merebaknya karya-karya sastra di situs-situs jejaring sosial (seperti Facebook), blog, website,
media online, dan lain-lain, adalah tergolong cybersastra.
B. Ciri Utama
(1) ruang (komputer-internet) yang saling terjalin dan membentuk budaya dalam satu
kalangan tertentu.
(2) pengendalian sebuah proses dengan menggunakan komputer dan jaringan internet,
(3) sistem kendali otomatis, baik dalam sistem komputer-internet maupun jaringan saraf.
11. c. PERKEMBANGAN TEMA DAN PEMIKIRAN
Internet menjadi revolusi media kedua setelah penemuan mesin cetak Guttenberg
dan ketiga setelah kehadiran televisi. Sebelum munculnya sastra cyber, dunia sastra
Indonesia sendiri telah memiliki beberapa kekhasan yang terkait dengan keberadaan
teknologi media. Antara lain sastra majalah, sastra koran, dan sebagainya. Ketika biaya
publikasi semakin mahal,begitu juga dengan keberadaan sastra koran/majalah dirasa telah
membangun hegemoninya sendiri, internet pun datang.
Komunitas-komunitas sastra maya mulai muncul. Memanfaatkan teknologi
seperti mailing list (milis), situs, forum diskusi, dan kini juga blog, internet menawarkan
iklim kebebasan, tanpa sensor. Semua orang boleh memajang karyanya, dan semua boleh
mengapresiasinya.
D. Satrawan dan Hasil Karyanya
Karya Nanang Suryadi selama menekuni dunia kepenyairan: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di
Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan
Negeri Yang Menangis (MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu (Dewata Publishing, 2002)
sebagai kumpulan puisi pribadi. Sedangkan antologi puisi bersama rekan-rekan penyair, antara
lain: Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego- Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N,
1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995), Bangkit (HP3N, 1996), Getar (HP3N, 1995
), Batu Beramal II (HP3N, 1995), Sempalan (FPSM, 1994), Pelataran (FPSM,
1995), Interupsi (1994), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa-KSI, 1997),Resonansi
Indonesia (KSI, 2000), Graffiti Gratitude (Angkasa-YMS, 2001), Ini Sirkus Senyum (Komunitas
Bumi Manusia, 2002), Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas).
12. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami selesaikan pemakalah dapat menyimpulkan bahwa ,
kesusastraan Indonesia pada dasawarsa 1970-an itu memperlihatkan sebuah perkembangan
penting sebagai sebuah wacana konseptual, melainkan diikuti dengan sejumlah karya yang
dilandasi oleh kesadaran dan semangat membangun gerakan estetik. Hal tersebut ditandai
dengan lahirnya berbagai karya eksperimental, polemik dan perdebatan mengenai konsep-
konsep kesastraan, serta derasnya semangat melakukan perubahan. Kelahiran periode 80-an
bersifat mendobrak keberadaan. Dilahirkan dari konsepsi individual yang mengacu pada satu
wawasan kelompok. Atas dasar tersebut lahirnya periode 80-an menekankan pada pemikiran
dan cara penyampaian dalam karya sastra.
13. DAFTAR ISI
Judul
Daftar Isi……………………………………………………………………1
Kata Pengantar……………………………………………………………... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………... 3
B. Rumusan Masalah………………………………………………….. 3
C. Tujuan Pembahasan………………………………........................... 3
BAB II PEMBAHASAN
1. Periode Sastra 1970………………………………………………... 4
2. Periode Sastra 1980…………………………………………………6
3. Periode Sastra 2000…………………………………………………8
4. Cybersastra…………………………………………………………. 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………… 12