DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
PERIODE SASTRA
1. PERIODISASI SASTRA INDONESIA
Oleh: Dedi Irawan
1402689
Periodisasi adalah pembagian kronologi perjalanan sastra pada kurun waktunya, biasanya
berupa dekade-dekade, bisa disebut juga dengan istilah pembabakan sastra. Banyaknya para ahli
sastra yang membuat pemeriodasian terhadap sastra indonesi membuat kita sulit untuk meyakini
yang mana sebenarnya yang benar. Terlepas dari itu, dapat kita tinjau secara umum periode
perkembangan sastra Indonesia terbagi atas sastra Indonesia lama (klasik) adalah karya sastra
yang berkembang sebelum ada pengaruh dari kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat.
Sastra Indonesia lama diperkirakan lahir pada tahun 1500 sampai abad ke-19. Adapaun sastra
Indonesia modern karya sastra yang berkembang setelah ada pengaruh kebudayaan Barat pada
awal abad ke-20.
Saya sajikan beberapa hasil studi pustaka mengenai beberapa kritikus sastra yang telah
mencoba membagi periodisasi (pembabakan) sastra Indonesia, di antaranya sebagai berikut.
Perodisasi Sastra Buyung Saleh
Periodisasi sastra menurut Buyung Saleh adalah jangka yang panjang atau pendek dalam
perkembangan sastra yang menunjukka ciri khas karya sastra. Periodisasi sastra Indonesia
pada mumnya terbagi menjadi:
1. Kesusastraan Lama
Karya sastra pada kesusastraan lama masih berkisar pada cerita yang disampaikan dari mulut
ke mulut (lisan). Hasil karya sastranya berupa dongeng, mantra, dan hikayat. Cerita pada
masa ini bersifat istana sentries (mengisahkan kehidupan raja-raja).
2. Kesusastraan Peralihan
Kesusastraan peralihan dipelopori oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Karya masa
peralihan telah meninggalkan kebiasaan lama yang bersifat istana sentries menjadi karya
yang lebih realistis. Hasil karya sastra yang terkenal, yaitu Hikayat Abdullah.
3. Kesusastraan Baru
Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pustaka berdiri pada tahun 1920 oleh penerbit Balai Pustaka. Balai
Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan
2. liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan
pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Karya sastra dan penulis
angkatan ini, yaitu Azab dan Sengsara karya Merari Seregar (1920), Siti Nurbaya karya
Marah Rusli (1920), dan Salah Asuhan karya Abdul Muis (1928).
Angkatan Pujangga Baru
Pujangga Baru adalah sebuah nama majalah yang dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Sastra Pujangga Baru cenderung kearah
nasionalis, tetapi termasuk juga sastra idealistik dan romantik. Karya sastra dan penulis
angkatan ini, yaitu Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana (1936), Di Bawah
Lindungan Ka’bah karya Hamka (1938), dan Belenggu karya Armijn Pane (1940).
Angkatan 1945
Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang
romantik – idealistik. Karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan
merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan ’45
memiliki konsep seni yang diberi judul “Surat Kepercayaan Gelanggang”. Konsep ini
menyatakan bahwa para sastrawan angkatan ’45 ingin bebas berkarya sesuai alam
kemerdekaan dan hati nurani. Karya Sastra angkatan ini, yaitu puisi berjudul Kerikil
Tajam karya Chairil Anwar (1949), Atheis karya Achdiat Karta Mihardja (1949), dan
Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Menuju Roma karya Idrus (1948).
Angkatan 1966
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar
Lubis. Menurut HB. Jassin karya sastra angkatan ini mempunyai konsepsi Pancasila,
menggemakan protes sosial, politik, dan membawa kesadaran nurani manusia yang
bertahun-tahun mengalami kezaliman dan perkosaan terhadap kebenaran dan rasa
keadilan serta kesadaran akan moral dan agama. Karya sastra angkatan ini, yaitu puisi
berjudul Malu Calzoum Bachri, dan Dukamu Abadi karya Sapardi Djoko Damono.
Periodisasi sastra H.B.Jassin
1. Sastra Melayu Lama
Periodisasi sastra adalah penggolongan sastra berdasarkan pembabakan waktu dari awal
kemunculan sampai dengan perkembangannya. Selain berdasarkan tahun kemunculan, juga
3. berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial, serta pandangan dan
pemikiran pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya kreatifnya. Pada masa itu
sastrad ipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha dan kebudayaan Islam di Indonesia.
Ciri-ciri sastra melayu lama adalah masih menggunakan bahasa Melayu, cerita seputar
istana sentris dan hal-hal tahayul, penggarang anonin, dan masih sangat terikat dengan
aturan-aturan dan adat-istiadat daerah setempat.
Karya sastra yang muncul pada masa ini misalnya adalah Hikayat Hang Tuah, Hikayat
Mahabarata, Hikayat Seribu Satu Malam, Cerita-cerita Panji, Tajussalatin, Bustanus Salatin.
2. Sastra Indonesia Modern
Karya sastra Indonesia modern ini muncul pada awal abad ke-20. Dipelopori oleh
gerakan nasionalis dari pejuang bangsa Indonesia. Sastra Indonesia modern ini dibagi lagi
menjadi 4, yaitu:
a. Angkatan Balai Pustaka, Angkatan balai pustaka merupakan titik tolak kesusastraan di
Indonesia. Dilatarbelakangi oleh munculnya penerbit Balai Pustaka pada tahun 1917
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Ciri-cirinya adalah:
1) Menggunakan bahasa Indonesia tapi masih terpengaruh bahasa Melayu.
2) Cerita mengusung adat-istiadat dan kawin paksa
3) Dipengaruhi tradisi lokal dan daerah setempat Seputar romantisme
4) Unsur nasionalisme belum jelas
5) Bersifat didaktis (harus memberikan pendidikan budi pekerti)
6) Pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda
7) Bahasa percakapan dimasukkan di antara baca tulisan.
Angkatan balai pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat sehingga banyak
karya sastra yang tidak diterbitkan bahkan ditarik dari pasar, seperti Salah Asuhan dan
Belenggu. Contoh karya sastra pada zaman ini adalah Azab dan Sengsara (Merari
Siregar), Sitti Nurbaya (Marah Rusli), Muda Teruna (M. Kasim), Salah Pilih (Nur St.
Iskandar), Dua Sejoli (M. Jassin, dkk.)
b. Angkatan Pujangga Baru (33)
Munculnya angkatan pujangga baru dilatarbelakangi oleh majalah sastra Pujangga
Baru (Juli 1933), selain itu juga sebagai reaksi dari ketatnya sensor di balai pustaka.
4. Angkatan pujangga baru menginginkan nasionalisme lebih dikobarkan agar bisa menjadi
penyemangat rakyat dalam perjuangan kemerdekaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra
intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "bapak" sastra modern Indonesia.Ciri-ciri
angkatan pujangga baru adalah:
a) Masalah yang diangkat ialah kehidupan modern
b) Nafas nasionalisme sudah jelas
c) Bahasa yang digunakan adalah “kata-kata pujangga” atau kata-kata indah dan
cenderung romantic
d) Kesamaan dengan angkatan 20 tendesius, didaktis
e) Angkatan ini telah bebas menentukan nasibnya sendiri.
Tokoh-tokoh terkenal pada masa pujangga baru seperti Sutan Takdir Alisjahbana,
Amir Hamzah, Armyn Pane, Sanusi Pane, Muhammad Yamin, J.E. Tatengkeng, Rustam
Effendi, dan Hamka.
c. Angkatan ‘45
Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba
keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Selain itu juga dilatarbelakangi oleh munculnya respons
terhadap Angkatan Pujangga Baru yang cenderung romantik.
Ciri-ciri karya sastra angkatan ’45 adalah:
a) Terbuka
b) Pengaruh unsur sastra asing lebih luas
c) Corak isi lebih realis, naturalis
d) Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis
e) Penghematan kata dalam karya
f) Ekspresif
g) Sinisme dan sarkasme
h) Karangan prosa berkurang, puisi berkembang
Sastrawan yang terkenal pada masa ini adalah Chairil Anwar, Idrus, Achdiat
Kartamihardja, dan Aoh Kartahadimaja. Karya sastra yang lahir pada angkatan ’45
seperti Deru Campur Debu, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma, Atheis, Zahra, dll.
5. d. Angkatan ‘66
Lahirnya Angkatan ’66 adalah aksi yang dilancarkan para pemuda dan seniman
pada tahun 1966 yang memprotes kesewenang-wenangan penguasa, dan terbitnya
majalah sastra Horison.
Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:
a) Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan
b) Bercorak membela keadilan
c) Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan
d) Berontak
e) Pembelaan terhadap Pancasila
f) Protes sosial dan politik
Contoh karya sastra pada Angkatan ’66 adalah Pabrik, Telegram, Stasiun, Ziarah,
Kering, dll. Banyak peranan periodisasi sastra di Indonesia, seperti sebagai tolakan
berkembangnya sastra di Indonesia. Sastra di zaman perjuangan juga digunakan sebagai
media pembangkit nasionalisme dan pengobar semangat.
Periodisasi Sastra Ajip Rosidi
Dalam bukunya Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1969), secara garis besar Ajip Rosidi
membagi sejarah sastra sebagai berikut.
1. Masa kelahiran atau masa kebangkitan yang mencakup kurun waktu 1900-1945, yang
dapat dibagi lagi menjadi beberapa periode:
a. Periode awal hingga 1933
Yang menonjol pada periode ini adalah persoalan adat yang sedang mengalami
akulturasi sehingga menjadi problem bagi kelangsungan eksistensi masing-masing.
b. Periode 1933-1942
Diwarnai dengan pencarian tempat ditengah pertarungan bangsa Timut dan Barat
dengan pandangan romantic-idealis.
c. Periode 1942-1945
Masa ini disebut juga masa pendudukan jepang yang melahirkan warna pelarian,
kegelisahan dan perjuangan.
6. 2. Masa Perkembangan (1945-1968) yang dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu:
a. Periode 1945-1953
Memiliki warna perjuangan dan pernyataan diri di tengah peradaban dunia.
b. Periode 1953-1961
Memiliki warna pencarian identitas diri dan sekaligus penilaian kembali terhadap
warisan leluhur.
c. Periode 1960-1968
Lebih menonjol warna perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat.
Periodisasi sastra Jakob Sumardjo
Pembagian sastra ini terdapat pada Lintas Sejarah Sastra Indonesia 1 (1992), yang
mengatakan bahwa pada kenyataannya telah tercatat lima angkatan yang muncul dengan
rentang waktu 10-15 tahun sehingga dapat disusun periodisasi sejarah sastra Indonesia
modern,sebagai berikut:
1. Sastra Awal (1900-an)
2. Sastra Balai Pustaka (1920-1930)
3. Sastra Pujangga Baru (1930-1942)
4. Sastra Angkatan 45 (1942-1955)
5. Sastra Generasi Kisah (1955-1965)
6. Sastra Generasi Horison (1966-).
Jakob mengatakan bahwa penamaan itu didasarkan pada nama badan penerbit yang
menyiarkan karya para sastrawan, kecuali angkatan 45 yang menggunakan tahun revolusi
Indonesia.
Kesimpulannya, dari ikhtisar 4 macam periodisasi diatas, nyatalah bahwa sebenarnya
tidak ada perbedaan yang prinsipil antara periodisasi yang satu dengan yang lain.
Kesemuanya mulai perkembangannya sastara Indonesia moderen sejak tahu 20-an.
Kesemuanya menempatakan tahun ’30, tahun ’45, dan tahun’66 sebagai tonggak-tonggak
penting dalam perkembangan sastra. Perasbedaanya hanya berkisar pada masa dan istilah
dan masalah peranan tahun 1942 dan tahu 1950 di dalam perkembangan sastra Indonesia.
7. Sesungguhnya periode-periode sastra itu tidak tersusun mutlak seperti balok-balok batu
yang dideretkan, yaitu periode satu digantikan dengan periode yang lain dengan batas tegas,
melainkan periode-periode ini saling bertumpang-tindih. Sebelum sebuah periode atau
angkatan lenyap sama sekali, sudah timbul benih-benih angkatan baru. Hal ini disebabkan
oleh situasi dan kondisi tertentu yang istimewa dan biasanya didukung oleh generasi sastra
baru yang mulai menampakkan diri. Sebelum angakatan baru tersebut terintegrasi, maka
angkatan lama masih mempunyai kekuatan, bahkan juga sesudah angkatan baru terintegrasi.
Dengan demikian, angkatan lama dan angkatan yang baru lahir itu hidup berdampingan.
Namun masing-masing menunjukkan ciri-ciri sastra yang berbeda !
Daftar Pustaka
Pradopo, Rahmat Djoko. (1984). Masalah angkatan dan penulisan sejarah sastra Indonesia.
Jakarta: Dewan Kesenian.
Yudhiono K.S. (2007). Pengantar sejatah sastra Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Nurmina. (2013). Makalah periodisasi sastra. Tersediad di
http://nurminabastra.blogspot.com/2013/10/makalah-periodisasi-sejarah-sastra.html,
diunduh: 3 Oktober 2014.