SlideShare a Scribd company logo
DND - 2005
Sistem Magnitudo
(Fotometri Bintang)
DND - 2005
 Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam
satuan magnitudo
 Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang
dalam 6 kelompok berdasarkan penampakannya dengan
mata telanjang,
 Bintang paling terang tergolong magnitudo ke-1
 Bintang yang lebih lemah tergolong magnitudo ke-2
 dst hingga bintang paling lemah yg masih bisa dilihat
dengan mata termasuk magnitudo ke-6
Makin terang sebuah bintang, makin kecil magnitudonya
magnitudo 1 2 3 4 5 6
DND - 2005
Dalam tabel bawah ini terdapat data magnitudo dari
lima buah bintang. Tentukanlah bintang nomor
berapa saja yang bisa diamati dengan mata telanjang
di malam yang gelap ? Tentukan juga bintang mana
yang paling terang dan bintang mana yang paling
lemah, jelaskanlah.
No. Magnitudo
1 6,5
2 5,2
3 7,3
4 -2,5
5 2,7
Contoh :
DND - 2005
 John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata
dalam menilai terang bintang bersifat logaritmik
 Bintang yang magnitudonya satu ternyata 100 kali
lebih terang daripada bintang yang magnitudonya
enam
 Berdasarkan kenyataan ini, Pogson pada tahun 1856
mendefinisikan skala satuan magnitudo secara lebih
tegas
 Tinjau dua bintang :
m1 = magnitudo bintang ke-1
m2 = magnitudo bintang ke-2
E1 = fluks pancaran bintang ke-1
E2 = fluks pancaran bintang ke-2
DND - 2005
Skala Pogson didefinisikan sebagai :
m1 – m2 = - 2,5 log (E1/E2) . . . . . . . . . . . .(4-1)
atau . . . . . . . . . . . . . . .(4-2)
Dengan skala Pogson ini dapat ditunjukkan bahwa
bintang bermagnitudo 1 adalah 100 kali lebih terang
daripada bintang bermagnitudo 6.
Jika m1 = 1 dan m2 = 6, maka
E1/E2 = 2,512
−(m1 − m2)
E1/E2 = 2,512 = 2,512 = 100
−(1 −
6)
5
E1 = 100 E2
DND - 2005
Secara umum rumus Pogson dapat dituliskan :
m = -2,5 log E + tetapan . . . . . . . . . . . . . . . . . (4-3)
 Harga tetapan ditentukan dengan mendefinisikan suatu
titik nol.
 Pada awalnya sebagai standar magnitudo digunakan
bintang Polaris yang tampak di semua Observatorium
yang berada di belahan langit utara. Bintang Polaris
ini diberi magnitudo 2 dan magnitudo bintang lainnya
dinyatakan relatif terhadap magnitudo bintang polaris
merupakan besaran lain untuk menyatakan
fluks pancaran bintang yang diterima di
bumi per cm2
, per detik
DND - 2005
 Cara terbaik untuk mengukur magnitudo adalah
dengan menggunakan bintang standar yang berada di
sekitar bintang yang di amati karena perbedaan
keadaan atmosfer Bumi tidak terlalu berpengaruh
dalam pengukuran.
 Pada saat ini telah banyak bintang standar yang bisa
digunakan untuk menentukan magnitudo sebuah
bintang, baik yang berada di langit belahan utara,
maupun di belahan selatan.
 Pada tahun 1911, Pickering mendapatkan bahwa
bintang Polaris, cahayanya berubah-ubah (bintang
variabel) dan Pickering mengusulkan sebagai standar
magnitudo digunkan kelompok bintang yang ada di
sekitar kutub utara (North Polar Sequence)
DND - 2005
 Magnitudo yang kita bahas merupakan ukuran terang
bintang yang kita lihat atau terang semu (ada faktor
jarak dan penyerapan yang harus diperhitungkan)
magnitudo semu magnitudo
Faktor jarak :
m = -2,5 log E + tetapan
magnitudo semu
kuat cahaya sebenarnya
. . . . . . . . . . . . . (4-4)E =
L
4 π d2
DND - 2005
 Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya
sebuah bintang, kita definisikan besaran magnitudo
mutlak, yaitu magnitudo bintang yang diandaikan
diamati dari jarak 10 pc.
M = -2,5 log E’ + tetapan
magnitudo mutlak
. . . . . . . . . . . . . (4-5)
 Skala Pogson untuk magnitudo mutlak ini adalah,
. . . . . . . . . . . . (4-6)E’ =
L
4 π 102
M = -2,5 log + tetapanL
4 π 102
. . . . . . . (4-7)
Jadi
DND - 2005
m = -2,5 log E + tetapanDari pers. (4-3) :
M = -2,5 log E’ + tetapanDari pers. (4-6) :
m – M = -2,5 log E/E’ . . . . . . . . (4-8)
Subtitusikan pers. (4-4) :
dan pers. (4-6) :
ke pers (4-7) diperoleh,
m – M = -5 + 5 log d . . . . . . . . . . . . . . . (4-9)
modulus jarak
d dalam pc
E =
L
4 π d2
E’ =
L
4 π 102
DND - 2005
Contoh :
Magnitudo mutlak sebuah bintang adalah M = 5 dan
magnitudo semunya adalah m = 10. Jika absorpsi oleh
materi antar bintang diabaikan, berapakah jarak
bintang tersebut ?
Jawab :
m = 10 dan M = 5, dari rumus Pogson
m – M = -5 + 5 log d
diperoleh, 10 – 5 = -5 + 5 log d
5 log d = 10
log d = 2 d = 100 pc
DND - 2005
Dari rumus Pogson dapat kita tentukan perbedaan
magnitudo mutlak dua bintang yang luminositasnya
masing-msing L1 dan L2, yaitu,
Dari rumus pers (4-7) M = -2,5 log + tetapanL
4 π 102
Untuk bintang ke-1 : M1 = -2,5 log + tetapanL1
4 π 102
M2 = -2,5 log + tetapanL2
4 π 102
Untuk bintang ke-2 :
M1 - M2 = -2,5 log L1
L2
. . . . . . . . . (4-10)Jadi :
DND - 2005
Sebelum perkembangan fotografi, magnitudo bintang
ditentukan dengan mata.
 Kepekaan mata untuk daerah panjang gelombang
yang berbeda tidak sama
 Mata terutama peka untuk cahaya kuning hijau di
daerah λ = 5 500 Å, karena itu magnitudo yang
diukur pada daerah ini disebut magnitudo visual atau
mvisDengan berkembangnya fotografi, magnitudo bintang
selanjutnya ditentukan secara fotografi.
 Pada awal fotografi, emulsi fotografi mempunyai
kepekaan di daerah biru-ungu pada panjang
gelombang sekitar 4 500 Å.
 Magnitudo yang diukur pada daerah ini disebut
magnitudo fotografi atau mfot
DND - 2005
Perbandingan hasil pengukuran magnitudo visual dangan
magnitudo fotografi untuk bintang Rigel dan Betelgeuse
 Rigel (berwarna biru)
 Temperatur permukaannya tinggi
 Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang
daripada diamati secara visual (mvis besar dan mfot
kecil).
 Akan memancarkan lebih banyak cahaya biru
daripada cahaya kuning.
DND - 2005
 Betelgeuse (berwarna merah)
 Temperatur permukaannya rendah
 Diamati secara visual akan tampak lebih terang
daripada diamati secara fotografi (mvis kecil dan
mfot besar).
 Akan memancarkan lebih banyak cahaya kuning
daripada cahaya biru
Jadi untuk suatu bintang, mvis berbeda dari mfot. Selisih
kedua magnitudi tersebut, yaitu magnitudo fotografi
dikurang magnitudo visual disebut indeks warna (Color
Index – CI).
 Makin panas atau makin biru suatu bintang, semakin
kecil indeks warnanya.
DND - 2005
mfot − mvis = indeks warna
mfot mvis
mag
mvis besar, mfot kecil
Distribusi energi bintang Rigel
 CI kecil
DND - 2005
Distribusi energi bintang Betelgeus
mvis kecil, mfot besar
mfot − mvis = indeks warna
mfot mvis
mag
 CI besar
DND - 2005
Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat
dibuat pelat foto yang peka terhadap daerah panjang
gelombang lainnya, seperti kuning, merah bahkan
inframerah.
Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan
mengajukan sistem magnitudo yang disebut sistem UBV,
yaitu
U = magnitudo semu dalam daerah ultraungu (λef = 3500 Å)
B = magnitudo semu dalam daerah biru (λef = 4350 Å)
V = magnitudo semu dalam daerah visual (λef = 5550 Å)
Dalam sistem UBV ini, indeks warna adalah U-B dan B-V
 Untuk bintang panas B-V kecil.
DND - 2005
Dewasa ini pengamatan fotometri tidak lagi
menggunakan pelat film, tetapi dilakukan dengan
kamera CCD, sehingga untuk menentukan
bermacam-macam sistem magnitudo nergantung
pada filter yang digunakan.
!
DND - 2005
Tiga bintang diamati magnitudo dalam panjang gelombang visual (V)
dan biru (B) seperti yang diperlihatkan dalam tabel di bawah.
a. Tentukan bintang nomor berapakah yang paling terang ?
Jelaskanlah alasannya
b. Bintang yang anda pilih sebagai bintang yang paling terang itu
dalam kenyataannya apakah benar-benar merupakan bintang yang
paling terang ? Jelaskanlah jawaban anda.
c. Tentukanlah bintang mana yang paling panas dan mana yang
paling dingin. Jelaskanlah alasannya.
No. B V
1 8,52 8,82
2 7,45 7,25
3 7,45 6,35
Contoh :
DND - 2005
Jawab :
a. Bintang paling terang adalah bintang yang magnitudo
visualnya paling kecil. Dari tabel tampak bahwa bintang
yang magnitudo visualnya paling kecil adalah bintang no.
3, jadi bintang yang paling terang adalah bintang no. 3
b. Belum tentu karena terang suatu bintang bergantung pada
jaraknya ke pengamat seperti tampak pada rumus
E =
L
4 π d 2
dimana E adalah terang bintang, L luminositas bintang
dan d adalah jarak bintang ke pengamat. Oleh karena itu
bintang yang sangat terang bisa tampak sangat lemah
cahayanya karena jaraknya yang jauh.
V = -2,5 log E + tetapan, dan
DND - 2005
c. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita tentukan
dahulu indeks warna ketiga bintang tersebut, karena
makin panas atau makin biru sebuah bintang maka
semakin kecil indeks warnanya.
No.
Btg
B V B-V
1 8,52 8,82 -0,30
2 7,45 7,25 0,20
3 7,45 6,35 1,10
Dari tabel di atas tampak bahwa bintang yang mempunyai
indeks warna terkecil adalah bintang no. 1. Jadi bintang
terpanas adalah bintang no. 1.

More Related Content

What's hot

79309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-200879309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-2008
eli priyatna laidan
 
Dinamika kisi kristal
Dinamika kisi kristalDinamika kisi kristal
Dinamika kisi kristal
Universitas Kanjuruhan, Malang
 
Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)
Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)
Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)Nailul Affida
 
Difraksi Sinar X (3)
Difraksi Sinar X (3)Difraksi Sinar X (3)
Difraksi Sinar X (3)
jayamartha
 
Astronomi fisika bab vb
Astronomi fisika bab vbAstronomi fisika bab vb
Astronomi fisika bab vb
eli priyatna laidan
 
Astronomi fisika bab i
Astronomi fisika bab iAstronomi fisika bab i
Astronomi fisika bab i
eli priyatna laidan
 
Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2keynahkhun
 
Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika Inti
FKIP UHO
 
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balikPpt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balik
windyramadhani52
 
Hamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordHamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherford
Nurochmah Nurdin
 
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
eli priyatna laidan
 
Fisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksiFisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksi
Ridho Pasopati
 
Partikel Elementer
Partikel ElementerPartikel Elementer
Partikel Elementer
Ryani Andryani
 
Menghitung jarak dalam astronomi
Menghitung jarak dalam astronomiMenghitung jarak dalam astronomi
Menghitung jarak dalam astronomi
Dena Utomo
 
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
eli priyatna laidan
 

What's hot (20)

79309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-200879309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-2008
 
Dinamika kisi kristal
Dinamika kisi kristalDinamika kisi kristal
Dinamika kisi kristal
 
Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)
Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)
Jurnal Seminar Praktikum Fisika Dasar II (Lensa)
 
Difraksi Sinar X (3)
Difraksi Sinar X (3)Difraksi Sinar X (3)
Difraksi Sinar X (3)
 
Peluruhan alfa
Peluruhan alfaPeluruhan alfa
Peluruhan alfa
 
Astronomi fisika bab vb
Astronomi fisika bab vbAstronomi fisika bab vb
Astronomi fisika bab vb
 
Astronomi fisika bab i
Astronomi fisika bab iAstronomi fisika bab i
Astronomi fisika bab i
 
Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2
 
Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika Inti
 
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balikPpt 2 difraksi kristal dan kisi balik
Ppt 2 difraksi kristal dan kisi balik
 
Hamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordHamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherford
 
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
 
Fisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksiFisika praktikum kisi difraksi
Fisika praktikum kisi difraksi
 
Difraksi Sinar-X
Difraksi Sinar-XDifraksi Sinar-X
Difraksi Sinar-X
 
Partikel Elementer
Partikel ElementerPartikel Elementer
Partikel Elementer
 
Sistem magnitudo
Sistem magnitudoSistem magnitudo
Sistem magnitudo
 
Menghitung jarak dalam astronomi
Menghitung jarak dalam astronomiMenghitung jarak dalam astronomi
Menghitung jarak dalam astronomi
 
Spektrum garis
Spektrum garisSpektrum garis
Spektrum garis
 
Laporan praktikum spektrometer atom
Laporan praktikum spektrometer atomLaporan praktikum spektrometer atom
Laporan praktikum spektrometer atom
 
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
 

Viewers also liked

Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)
Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)
Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)Annisa Khoerunnisya
 
Bab 5. evolusi bintang lanjut
Bab 5. evolusi bintang lanjutBab 5. evolusi bintang lanjut
Bab 5. evolusi bintang lanjut
eli priyatna laidan
 
Mekanika lagrangean
Mekanika lagrangeanMekanika lagrangean
Mekanika lagrangean
Barep Prakoso
 
Metode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasik
Metode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasikMetode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasik
Metode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasik
dzakiamin02
 
Persamaan lagrange
Persamaan lagrangePersamaan lagrange
Persamaan lagrange
Toni bukan TNI
 
Mekanika benda-langit
Mekanika benda-langitMekanika benda-langit
Mekanika benda-langit
eli priyatna laidan
 
Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)
Junaidi Abdilah
 
Astronomi dan
Astronomi danAstronomi dan
Astronomi dan
Vrndavan Dasa
 
Mekanika hamilton
Mekanika hamiltonMekanika hamilton
Mekanika hamilton
Barep Prakoso
 
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Annisa Khoerunnisya
 
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)Jo Jabal
 
Mekanika benda langit_rinto_anugraha
Mekanika benda langit_rinto_anugrahaMekanika benda langit_rinto_anugraha
Mekanika benda langit_rinto_anugrahaSyamsud Dhuha
 
Benda hitam astronomi
Benda hitam astronomiBenda hitam astronomi
Benda hitam astronomi
Ajeng Rizki Rahmawati
 
Astronomi hk.newton tentang gravitasi
Astronomi hk.newton tentang gravitasiAstronomi hk.newton tentang gravitasi
Astronomi hk.newton tentang gravitasi
yudi ananto
 
tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)
Ajeng Rizki Rahmawati
 
Persamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonPersamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonKira R. Yamato
 
Astronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalenderAstronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalender
Ajeng Rizki Rahmawati
 
ASTROFISIKA
ASTROFISIKAASTROFISIKA
ASTROFISIKA
MAFIA '11
 

Viewers also liked (20)

Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)
Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)
Materi ajar 5 (spektroskopi bintang)
 
Bab 5. evolusi bintang lanjut
Bab 5. evolusi bintang lanjutBab 5. evolusi bintang lanjut
Bab 5. evolusi bintang lanjut
 
Galaksi bimasakti
Galaksi bimasaktiGalaksi bimasakti
Galaksi bimasakti
 
Mekanika lagrangean
Mekanika lagrangeanMekanika lagrangean
Mekanika lagrangean
 
Metode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasik
Metode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasikMetode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasik
Metode lagrangean dalam pengembangan mekanika klasik
 
Persamaan lagrange
Persamaan lagrangePersamaan lagrange
Persamaan lagrange
 
Mekanika benda-langit
Mekanika benda-langitMekanika benda-langit
Mekanika benda-langit
 
Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)
 
Astronomi dan
Astronomi danAstronomi dan
Astronomi dan
 
Mekanika hamilton
Mekanika hamiltonMekanika hamilton
Mekanika hamilton
 
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
 
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
Astronomi dan astrofisika rev.3(1)
 
Mekanika benda langit_rinto_anugraha
Mekanika benda langit_rinto_anugrahaMekanika benda langit_rinto_anugraha
Mekanika benda langit_rinto_anugraha
 
Benda hitam astronomi
Benda hitam astronomiBenda hitam astronomi
Benda hitam astronomi
 
Astronomi hk.newton tentang gravitasi
Astronomi hk.newton tentang gravitasiAstronomi hk.newton tentang gravitasi
Astronomi hk.newton tentang gravitasi
 
tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)tata koordinat benda langit (astronomi)
tata koordinat benda langit (astronomi)
 
Persamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamiltonPersamaan lagrange dan hamilton
Persamaan lagrange dan hamilton
 
Astronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalenderAstronomi waktu dan kalender
Astronomi waktu dan kalender
 
Materi astronomi
Materi astronomiMateri astronomi
Materi astronomi
 
ASTROFISIKA
ASTROFISIKAASTROFISIKA
ASTROFISIKA
 

Similar to Materi ajar 4 (magnitudo-fotometri)

Bab iv fotometri bintang
Bab iv fotometri bintangBab iv fotometri bintang
Bab iv fotometri bintang
eli priyatna laidan
 
Bab i va
Bab i vaBab i va
Astronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDA
Astronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDAAstronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDA
Astronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDA
nurulmtech
 
astronomi fotometri bintang
astronomi fotometri bintangastronomi fotometri bintang
astronomi fotometri bintang
Ajeng Rizki Rahmawati
 
Bab i vb
Bab i vbBab i vb
Astronomi fisika bab i vb
Astronomi fisika bab i vbAstronomi fisika bab i vb
Astronomi fisika bab i vb
eli priyatna laidan
 
Besaran Mendasar Dalam Astrofisika
Besaran Mendasar Dalam AstrofisikaBesaran Mendasar Dalam Astrofisika
Besaran Mendasar Dalam Astrofisika
Muhamad Dzaki Albiruni
 
Bintang Ganda
Bintang GandaBintang Ganda
Bintang Ganda
Muhamad Dzaki Albiruni
 
Besaran Mendasar.ppt
Besaran Mendasar.pptBesaran Mendasar.ppt
Besaran Mendasar.ppt
ssuser9a63291
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Astronomi fisika bab iii
Astronomi fisika bab iiiAstronomi fisika bab iii
Astronomi fisika bab iii
eli priyatna laidan
 
Bab iii matahari
Bab iii matahariBab iii matahari
Bab iii matahari
eli priyatna laidan
 
Sistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptx
Sistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptxSistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptx
Sistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptx
sulistyo budhi
 
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai PutihBab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
Trisya Sukma
 
PPT 1.pdf
PPT 1.pdfPPT 1.pdf
PPT 1.pdf
HadisMariyo
 
LAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docx
LAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docxLAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docx
LAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docx
calvinirawan1
 
Presentasi materi 4 pfba
Presentasi materi 4 pfbaPresentasi materi 4 pfba
Presentasi materi 4 pfba
Annisa Wulandari
 
Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01
Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01
Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01
Dani Ibrahim
 

Similar to Materi ajar 4 (magnitudo-fotometri) (20)

Bab iv fotometri bintang
Bab iv fotometri bintangBab iv fotometri bintang
Bab iv fotometri bintang
 
Bab i va
Bab i vaBab i va
Bab i va
 
mangitudo
mangitudomangitudo
mangitudo
 
Astronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDA
Astronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDAAstronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDA
Astronomi Olimpiade SMA SMK IPA SAINS BINTANG GANDA
 
astronomi fotometri bintang
astronomi fotometri bintangastronomi fotometri bintang
astronomi fotometri bintang
 
Bab i vb
Bab i vbBab i vb
Bab i vb
 
Astronomi fisika bab i vb
Astronomi fisika bab i vbAstronomi fisika bab i vb
Astronomi fisika bab i vb
 
Besaran Mendasar Dalam Astrofisika
Besaran Mendasar Dalam AstrofisikaBesaran Mendasar Dalam Astrofisika
Besaran Mendasar Dalam Astrofisika
 
Materi ajar 7 (magnitudo)
Materi ajar 7 (magnitudo)Materi ajar 7 (magnitudo)
Materi ajar 7 (magnitudo)
 
Bintang Ganda
Bintang GandaBintang Ganda
Bintang Ganda
 
Besaran Mendasar.ppt
Besaran Mendasar.pptBesaran Mendasar.ppt
Besaran Mendasar.ppt
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Astronomi fisika bab iii
Astronomi fisika bab iiiAstronomi fisika bab iii
Astronomi fisika bab iii
 
Bab iii matahari
Bab iii matahariBab iii matahari
Bab iii matahari
 
Sistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptx
Sistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptxSistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptx
Sistem Magnitudo - Sulistyo Budhi.pptx
 
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai PutihBab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
 
PPT 1.pdf
PPT 1.pdfPPT 1.pdf
PPT 1.pdf
 
LAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docx
LAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docxLAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docx
LAPRAK PEMBIASAN CALVIN IRAWAN - Copy.docx
 
Presentasi materi 4 pfba
Presentasi materi 4 pfbaPresentasi materi 4 pfba
Presentasi materi 4 pfba
 
Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01
Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01
Analisisgarisspektrum 131018123556-phpapp01
 

More from Annisa Khoerunnisya

Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20
Annisa Khoerunnisya
 
Pajak bab 12 13 fix
Pajak bab 12 13 fixPajak bab 12 13 fix
Pajak bab 12 13 fix
Annisa Khoerunnisya
 
Akuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan pptAkuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan ppt
Annisa Khoerunnisya
 
Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4
Annisa Khoerunnisya
 
Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4
Annisa Khoerunnisya
 
Mi bab5 kel10_revisii
Mi bab5 kel10_revisiiMi bab5 kel10_revisii
Mi bab5 kel10_revisii
Annisa Khoerunnisya
 
Bab3 kel10 mi
Bab3 kel10 miBab3 kel10 mi
Bab3 kel10 mi
Annisa Khoerunnisya
 
Ekop bab15 kel4_akt2.ppt
Ekop bab15 kel4_akt2.pptEkop bab15 kel4_akt2.ppt
Ekop bab15 kel4_akt2.ppt
Annisa Khoerunnisya
 
Ekop bab12 kel4_akt2.ppt
Ekop bab12 kel4_akt2.pptEkop bab12 kel4_akt2.ppt
Ekop bab12 kel4_akt2.ppt
Annisa Khoerunnisya
 
Ekop bab9 kel4_akt2.ppt
Ekop bab9 kel4_akt2.pptEkop bab9 kel4_akt2.ppt
Ekop bab9 kel4_akt2.ppt
Annisa Khoerunnisya
 

More from Annisa Khoerunnisya (20)

Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20Pajak bab 19 20
Pajak bab 19 20
 
Pajak bab 12 13 fix
Pajak bab 12 13 fixPajak bab 12 13 fix
Pajak bab 12 13 fix
 
Akuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan pptAkuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan ppt
 
Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab9 kel10 manajemen investasi_akt4
 
Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4
Bab8 kel10 manajemen investasi_akt4
 
Mi bab5 kel10_revisii
Mi bab5 kel10_revisiiMi bab5 kel10_revisii
Mi bab5 kel10_revisii
 
Bab3 kel10 mi
Bab3 kel10 miBab3 kel10 mi
Bab3 kel10 mi
 
kerusakan bahan pangan
kerusakan bahan pangankerusakan bahan pangan
kerusakan bahan pangan
 
Ekop bab15 kel4_akt2.ppt
Ekop bab15 kel4_akt2.pptEkop bab15 kel4_akt2.ppt
Ekop bab15 kel4_akt2.ppt
 
Ekop bab14 kel4_akt2
Ekop bab14 kel4_akt2Ekop bab14 kel4_akt2
Ekop bab14 kel4_akt2
 
Ekop bab12 kel4_akt2.ppt
Ekop bab12 kel4_akt2.pptEkop bab12 kel4_akt2.ppt
Ekop bab12 kel4_akt2.ppt
 
Ekop bab11 kel4_akt2
Ekop bab11 kel4_akt2Ekop bab11 kel4_akt2
Ekop bab11 kel4_akt2
 
Ekop bab9 kel4_akt2.ppt
Ekop bab9 kel4_akt2.pptEkop bab9 kel4_akt2.ppt
Ekop bab9 kel4_akt2.ppt
 
Ekop bab8 kel4_akt2
Ekop bab8 kel4_akt2Ekop bab8 kel4_akt2
Ekop bab8 kel4_akt2
 
Ekop bab6 kel4_akt2
Ekop bab6 kel4_akt2Ekop bab6 kel4_akt2
Ekop bab6 kel4_akt2
 
Ekop bab3 kel4_akt2
Ekop bab3 kel4_akt2Ekop bab3 kel4_akt2
Ekop bab3 kel4_akt2
 
Ekop bab2 kel4_akt2
Ekop bab2 kel4_akt2Ekop bab2 kel4_akt2
Ekop bab2 kel4_akt2
 
Kombis bab16 kel9_akt2
Kombis bab16 kel9_akt2Kombis bab16 kel9_akt2
Kombis bab16 kel9_akt2
 
Kombis bab11 kel9_akt2
Kombis bab11 kel9_akt2Kombis bab11 kel9_akt2
Kombis bab11 kel9_akt2
 
Kombis bab7 kel9_akt2
Kombis bab7 kel9_akt2Kombis bab7 kel9_akt2
Kombis bab7 kel9_akt2
 

Materi ajar 4 (magnitudo-fotometri)

  • 1. DND - 2005 Sistem Magnitudo (Fotometri Bintang)
  • 2. DND - 2005  Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo  Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang dalam 6 kelompok berdasarkan penampakannya dengan mata telanjang,  Bintang paling terang tergolong magnitudo ke-1  Bintang yang lebih lemah tergolong magnitudo ke-2  dst hingga bintang paling lemah yg masih bisa dilihat dengan mata termasuk magnitudo ke-6 Makin terang sebuah bintang, makin kecil magnitudonya magnitudo 1 2 3 4 5 6
  • 3. DND - 2005 Dalam tabel bawah ini terdapat data magnitudo dari lima buah bintang. Tentukanlah bintang nomor berapa saja yang bisa diamati dengan mata telanjang di malam yang gelap ? Tentukan juga bintang mana yang paling terang dan bintang mana yang paling lemah, jelaskanlah. No. Magnitudo 1 6,5 2 5,2 3 7,3 4 -2,5 5 2,7 Contoh :
  • 4. DND - 2005  John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata dalam menilai terang bintang bersifat logaritmik  Bintang yang magnitudonya satu ternyata 100 kali lebih terang daripada bintang yang magnitudonya enam  Berdasarkan kenyataan ini, Pogson pada tahun 1856 mendefinisikan skala satuan magnitudo secara lebih tegas  Tinjau dua bintang : m1 = magnitudo bintang ke-1 m2 = magnitudo bintang ke-2 E1 = fluks pancaran bintang ke-1 E2 = fluks pancaran bintang ke-2
  • 5. DND - 2005 Skala Pogson didefinisikan sebagai : m1 – m2 = - 2,5 log (E1/E2) . . . . . . . . . . . .(4-1) atau . . . . . . . . . . . . . . .(4-2) Dengan skala Pogson ini dapat ditunjukkan bahwa bintang bermagnitudo 1 adalah 100 kali lebih terang daripada bintang bermagnitudo 6. Jika m1 = 1 dan m2 = 6, maka E1/E2 = 2,512 −(m1 − m2) E1/E2 = 2,512 = 2,512 = 100 −(1 − 6) 5 E1 = 100 E2
  • 6. DND - 2005 Secara umum rumus Pogson dapat dituliskan : m = -2,5 log E + tetapan . . . . . . . . . . . . . . . . . (4-3)  Harga tetapan ditentukan dengan mendefinisikan suatu titik nol.  Pada awalnya sebagai standar magnitudo digunakan bintang Polaris yang tampak di semua Observatorium yang berada di belahan langit utara. Bintang Polaris ini diberi magnitudo 2 dan magnitudo bintang lainnya dinyatakan relatif terhadap magnitudo bintang polaris merupakan besaran lain untuk menyatakan fluks pancaran bintang yang diterima di bumi per cm2 , per detik
  • 7. DND - 2005  Cara terbaik untuk mengukur magnitudo adalah dengan menggunakan bintang standar yang berada di sekitar bintang yang di amati karena perbedaan keadaan atmosfer Bumi tidak terlalu berpengaruh dalam pengukuran.  Pada saat ini telah banyak bintang standar yang bisa digunakan untuk menentukan magnitudo sebuah bintang, baik yang berada di langit belahan utara, maupun di belahan selatan.  Pada tahun 1911, Pickering mendapatkan bahwa bintang Polaris, cahayanya berubah-ubah (bintang variabel) dan Pickering mengusulkan sebagai standar magnitudo digunkan kelompok bintang yang ada di sekitar kutub utara (North Polar Sequence)
  • 8. DND - 2005  Magnitudo yang kita bahas merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat atau terang semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang harus diperhitungkan) magnitudo semu magnitudo Faktor jarak : m = -2,5 log E + tetapan magnitudo semu kuat cahaya sebenarnya . . . . . . . . . . . . . (4-4)E = L 4 π d2
  • 9. DND - 2005  Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya sebuah bintang, kita definisikan besaran magnitudo mutlak, yaitu magnitudo bintang yang diandaikan diamati dari jarak 10 pc. M = -2,5 log E’ + tetapan magnitudo mutlak . . . . . . . . . . . . . (4-5)  Skala Pogson untuk magnitudo mutlak ini adalah, . . . . . . . . . . . . (4-6)E’ = L 4 π 102 M = -2,5 log + tetapanL 4 π 102 . . . . . . . (4-7) Jadi
  • 10. DND - 2005 m = -2,5 log E + tetapanDari pers. (4-3) : M = -2,5 log E’ + tetapanDari pers. (4-6) : m – M = -2,5 log E/E’ . . . . . . . . (4-8) Subtitusikan pers. (4-4) : dan pers. (4-6) : ke pers (4-7) diperoleh, m – M = -5 + 5 log d . . . . . . . . . . . . . . . (4-9) modulus jarak d dalam pc E = L 4 π d2 E’ = L 4 π 102
  • 11. DND - 2005 Contoh : Magnitudo mutlak sebuah bintang adalah M = 5 dan magnitudo semunya adalah m = 10. Jika absorpsi oleh materi antar bintang diabaikan, berapakah jarak bintang tersebut ? Jawab : m = 10 dan M = 5, dari rumus Pogson m – M = -5 + 5 log d diperoleh, 10 – 5 = -5 + 5 log d 5 log d = 10 log d = 2 d = 100 pc
  • 12. DND - 2005 Dari rumus Pogson dapat kita tentukan perbedaan magnitudo mutlak dua bintang yang luminositasnya masing-msing L1 dan L2, yaitu, Dari rumus pers (4-7) M = -2,5 log + tetapanL 4 π 102 Untuk bintang ke-1 : M1 = -2,5 log + tetapanL1 4 π 102 M2 = -2,5 log + tetapanL2 4 π 102 Untuk bintang ke-2 : M1 - M2 = -2,5 log L1 L2 . . . . . . . . . (4-10)Jadi :
  • 13. DND - 2005 Sebelum perkembangan fotografi, magnitudo bintang ditentukan dengan mata.  Kepekaan mata untuk daerah panjang gelombang yang berbeda tidak sama  Mata terutama peka untuk cahaya kuning hijau di daerah λ = 5 500 Å, karena itu magnitudo yang diukur pada daerah ini disebut magnitudo visual atau mvisDengan berkembangnya fotografi, magnitudo bintang selanjutnya ditentukan secara fotografi.  Pada awal fotografi, emulsi fotografi mempunyai kepekaan di daerah biru-ungu pada panjang gelombang sekitar 4 500 Å.  Magnitudo yang diukur pada daerah ini disebut magnitudo fotografi atau mfot
  • 14. DND - 2005 Perbandingan hasil pengukuran magnitudo visual dangan magnitudo fotografi untuk bintang Rigel dan Betelgeuse  Rigel (berwarna biru)  Temperatur permukaannya tinggi  Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang daripada diamati secara visual (mvis besar dan mfot kecil).  Akan memancarkan lebih banyak cahaya biru daripada cahaya kuning.
  • 15. DND - 2005  Betelgeuse (berwarna merah)  Temperatur permukaannya rendah  Diamati secara visual akan tampak lebih terang daripada diamati secara fotografi (mvis kecil dan mfot besar).  Akan memancarkan lebih banyak cahaya kuning daripada cahaya biru Jadi untuk suatu bintang, mvis berbeda dari mfot. Selisih kedua magnitudi tersebut, yaitu magnitudo fotografi dikurang magnitudo visual disebut indeks warna (Color Index – CI).  Makin panas atau makin biru suatu bintang, semakin kecil indeks warnanya.
  • 16. DND - 2005 mfot − mvis = indeks warna mfot mvis mag mvis besar, mfot kecil Distribusi energi bintang Rigel  CI kecil
  • 17. DND - 2005 Distribusi energi bintang Betelgeus mvis kecil, mfot besar mfot − mvis = indeks warna mfot mvis mag  CI besar
  • 18. DND - 2005 Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat dibuat pelat foto yang peka terhadap daerah panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah bahkan inframerah. Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan mengajukan sistem magnitudo yang disebut sistem UBV, yaitu U = magnitudo semu dalam daerah ultraungu (λef = 3500 Å) B = magnitudo semu dalam daerah biru (λef = 4350 Å) V = magnitudo semu dalam daerah visual (λef = 5550 Å) Dalam sistem UBV ini, indeks warna adalah U-B dan B-V  Untuk bintang panas B-V kecil.
  • 19. DND - 2005 Dewasa ini pengamatan fotometri tidak lagi menggunakan pelat film, tetapi dilakukan dengan kamera CCD, sehingga untuk menentukan bermacam-macam sistem magnitudo nergantung pada filter yang digunakan. !
  • 20. DND - 2005 Tiga bintang diamati magnitudo dalam panjang gelombang visual (V) dan biru (B) seperti yang diperlihatkan dalam tabel di bawah. a. Tentukan bintang nomor berapakah yang paling terang ? Jelaskanlah alasannya b. Bintang yang anda pilih sebagai bintang yang paling terang itu dalam kenyataannya apakah benar-benar merupakan bintang yang paling terang ? Jelaskanlah jawaban anda. c. Tentukanlah bintang mana yang paling panas dan mana yang paling dingin. Jelaskanlah alasannya. No. B V 1 8,52 8,82 2 7,45 7,25 3 7,45 6,35 Contoh :
  • 21. DND - 2005 Jawab : a. Bintang paling terang adalah bintang yang magnitudo visualnya paling kecil. Dari tabel tampak bahwa bintang yang magnitudo visualnya paling kecil adalah bintang no. 3, jadi bintang yang paling terang adalah bintang no. 3 b. Belum tentu karena terang suatu bintang bergantung pada jaraknya ke pengamat seperti tampak pada rumus E = L 4 π d 2 dimana E adalah terang bintang, L luminositas bintang dan d adalah jarak bintang ke pengamat. Oleh karena itu bintang yang sangat terang bisa tampak sangat lemah cahayanya karena jaraknya yang jauh. V = -2,5 log E + tetapan, dan
  • 22. DND - 2005 c. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini kita tentukan dahulu indeks warna ketiga bintang tersebut, karena makin panas atau makin biru sebuah bintang maka semakin kecil indeks warnanya. No. Btg B V B-V 1 8,52 8,82 -0,30 2 7,45 7,25 0,20 3 7,45 6,35 1,10 Dari tabel di atas tampak bahwa bintang yang mempunyai indeks warna terkecil adalah bintang no. 1. Jadi bintang terpanas adalah bintang no. 1.