2. FOTOMETRI BINTANG
• Fotometri pun merupakan bagian dari astrofisika yang
mempelajari kuantitas, kualitas dan arah pancaran
radiasi elektromagnetik dari benda langit.
• Setiap benda langit yang memiliki cahaya sendiri akan
memancarkan gelombang elektromagnetik
• Pengukuran kuat cahaya bintang disebut Fotometri
Bintang
5. Ada dua macam terang bintang:
Terang sesungguhnya; seolah-olah kita berada di permu-
kaan bintang, sehingga pengamatan kita tidak dipengaruhi
jarak.
Terang semu; kita berada di permukaan Bumi, jadi pe-
ngamatan kita dipengaruhi jarak.
6.
7.
8. FLUKS PANCARAN
Kuantitas yang pertama kali langsung dapat
ditentukan dari pengamatan sebuah bintang
adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya
atau energi yang diterima permukaan kolektor
(mata atau teleskop) per satuan luas per satuan
waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt
per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik
per cm2 (satuan cgs).
9. Pancaran Gelombang Elektromagnet dapat
dibagi dalam beberapa jenis, bergantung pada
panjang gelombangnya () :
1. Pancaran gelombang radio, dengan antara
beberapa milimeter sampai 20 meter
2. Pancaran gelombang inframerah, dengan
sekitar 7500 Å hingga sekitar 1 mm (1 Å = 1
Angstrom = 10-8 cm)
10. merah : 6 300 – 7 500 Å
merah oranye : 6 000 – 6 300 Å
oranye : 5 900 – 6 000 Å
kuning : 5 700 – 5 900 Å
kuning hijau : 5 500 – 5 700 Å
hijau : 5 100 – 5 500 Å
hijau biru : 4 800 – 5 100 Å
biru : 4 500 – 4 800 Å
biru ungu : 4 200 – 4 500 Å
ungu : 3 800 – 4 200 Å
3. Pancaran Gelombang Optik atau Pancaran Kasatmata
dengan sekitar 3800 Å sampai 7500 Å
11.
12. Dengan mengamati pancaran gelombang
elektromagnet kita dapat mempelajari beberapa
hal yaitu,
Arah pancaran.
Kuantitas pancaran.
Kualitas pancaran.
13. Bintang sebagai Benda Hitam
Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini bisa dilihat dalam
gambar di bawah bahwa distribusi energi bintang kelas O5 dengan
Tef = 54 000 K sama dengan distribusi energi benda hitam yang
temparaturnya T = 54 000 K.
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
0.35 0.45 0.55 0.65 0.75 0.85
Panjang Gelombang (m m )
Intensitas
Black Body
T = 54 000 K
Bintang Kelas O5
Tef = 54 000 K
14. Besarnya fluks energi yang dipancarkan sebuah
benda hitam (F) dengan temperatur T Kelvin
adalah :
Dengan s : konstanta Stefan Boltzman : 5,67 x
10^-8 Watt/m2K4)
F = p B(T)
F = s T4
F =
L
4 p R2
15. • Sedangkan total energi per waktu / daya yang
dipancarkan sebuah benda hitam dengan luas
permukaan pemancar A dan temperatur T
Kelvin disebut dengan Luminositas. Besarnya
luminositas (L) dihitung dengan persamaan :
L = 4 p R2 sTef
4
16. • Benda hitam memancarkan radiasinya ke segala
arah. Kita bisa menganggap pancaran radiasi
tersebut menembus permukaan berbentuk bola
dengan radius d dengan fluks energi yang sama,
yaitu E. Besarnya E :
E =
L
4 p d2
Persamaan ini disebut juga hukum kuadrat kebalikan (invers
square law) untuk kecerlangan (brightness, E) karena
persamaan ini menyatakan bahwa kecerlangan (E)
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (d). Jadi, makin
jauh sebuah bintang, makin redup cahayanya.
17. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa permukaan seluas 1
cm2 di luar atmosfer bumi menerima energi yang berasal
dari matahari sebesar 1,37 x 106 erg/cm2/s. Apabila
diketahui jarak Bumi-Matahari adalah 150 juta kilometer,
tentukanlah luminositas matahari.
Contoh :
Jawab :
E = 1,37 x 106 erg /cm2/s
d = 1,50 x 1013 cm
Konstanta Matahari
E =
L
4 p d2
L = 4 p d2E
= 4 p (1,50 x 1013)2 (1,37 x 106)
= 3,87 x 1033 erg/s
18. Magnitudo adalah suatu sistem
skala ukuran kecerlangan bintang.
Hukum Pogson
1 2 3 4 5 6
19. • Dia membagi terang bintang menjadi 6 kelompok
berdasarkan penampakkannya dengan mata
telanjang.
• Bintang yang paling terang diberi magnitudo 1
• Bintang yang lebih lemah: bintang magnitudo 2.
• Sedangkan bintang yang paling lemah yang bisa
diamati oleh mata telanjang diberi magnitudo 6.
Sistem magnitudo ini dibuat pertama kali
oleh Hipparchus pada abad 2 sebelum
masehi.
20. • Jadi, semakin terang suatu
bintang, semakin kecil
magnitudonya.
21. Ilmuwan John Herschel mendapatkan
bahwa kepekaan mata dalam menilai
terang bintang bersifat logaritmik.
Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata
100 kali lebih terang dibandingkan
bintang yang bermagnitudo 6.
22. Berdasarkan fakta tersebut, Pogson
merumuskan skala magnitudo secara kuantitatif.
m1 – m2 = – 2,5 log (E1/E2)
dengan :
m1 : magnitudo bintang 1
m2 : magnitudo bintang 2
E1 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 1
E2 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 2
23. • Magnitudo yang kita bahas merupakan ukuran
terang bintang yang kita lihat atau terang
semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang
harus diperhitungkan)
Magnitudo Semu
m = -2,5 log E+ tetapan
Magnitudo semu
E =
L
4 p d2
24. Magnitudo Mutlak
• Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya
sebuah bintang, kita definisikan besaran magnitudo
mutlak, yaitu magnitudo bintang yang diandaikan
diamati dari jarak 10 pc
M = -2,5 log E’ + tetapan
magnitudo mutlak
E’ =
L
4 p 102
M = -2,5 log + tetapanL
4 p 102
25. m = -2,5 log E + tetapan
M = -2,5 log E’ + tetapan
m – M = -2,5 log E/E’ (3.8)
Subtitusikan :
dan :
Sehingga diperoleh:
m – M = -5 + 5 log d (3.9)
modulus jarak d dalam pc
E =
L
4pd 2
E’ =
L
4p102
26. Dari rumusan Pogson kita dapat me-
nentukan perbedaan magnitudo mutlak
dua buah bintang yang luminositasnya
masing-masing L1 dan L2, yaitu:
Untuk bintang ke-1: M1 = -2,5 log + tetapan
L1
4p102
M2 = -2,5 log + tetapan
L2
4p102
Untuk bintang ke-2:
M1 - M2 = -2,5log L1
L2
(3.10)Jadi:
27. •Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah
warna kuning disebut magnitudo visual (mvis).
•Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah
warna biru disebut magnitudo fotografi (mfot).
Sistem Magnitudo
28. • Sebagai contoh kita ambil perbandingan hasil
pengukuran magnitudo visual dengan
magnitudo fotografi untuk bintang Rigel dan
Betelgeuse yang berada di rasi Orion. Rigel
berwarna biru sedangkan Betelgeuse
berwarna merah.
29. • Menurut Hukum Planck dan Wien, temperatur
permukaan bintang Rigel lebih tinggi daripada
Betelgeuse.
• Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang
• Akan memancarkan lebih banyak cahaya biru
daripada cahaya kuning.
• Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang
daripada diamati secara visual (mvis besar dan
mfot kecil)
Rigel
(berwarna
biru)
• Temperatur permukaannya rendah
daripada Rigel
• Diamati secara visual akan tampak
lebih terang daripada diamati secara
fotografi (mvis kecil dan mfot besar).
• Akan memancarkan lebih banyak
cahaya kuning daripada cahaya biru
Betelgues
(berwarna
merah)
30. Jadi untuk suatu bintang, mvis berbeda dari m fot. Selisih
kedua magnitudo tersebut, disebut indeks warna (Color
Index – CI)
• semakin panas suatu
bintang semakin kecil
nilai CI-nya.
INDEKS WARNA
(Colour Index – CI):
CI = mfot – mvis
(3.11)
31. Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat
dibuat pelat potret yang peka terhadap daerah
panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah
bahkan inframerah.
Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan
mengajukan sistem magnitudo yang disebut sistem
UBV, yaitu:
U = magnitudo semu dalam daerah ultraungu (ef = 3500 Å)
B = magnitudo semu dalam daerah biru (ef = 4350 Å)
V = magnitudo semu dalam daerah visual (ef = 5550 Å)
32. Magnitudo Warna
Efektif
(Å)
Lebar Pita
(Å)
Sistem UGR
Becker
U Ultraviolet 3 690
500 – 700G Hijau 4 680
R Merah 6380
Sistem UBV
Johnson
dan Morgan
U Ultraviolet 3 500
800 – 1000B Biru 4 350
V Kuning 5 550
Sistem ubvy
Stromgren
u Ultraviolet 3 500
200
v Violet 4 100
b Biru 4 670
y Hijau 5 470
Berbagai Sistem Magnitudo
33. Magnitudo Warna
Efektif (Å) Lebar Pita
(Å)
Sistem
Stebbins dan
Withford
U Ultraviolet 3 550
600 - 1500
V Violet 4 200
B Biru 4 900
G Hijau 5 700
R Merah 7 200
I inframerah 10 300
Berbagai Sistem Magnitudo
34. Magnitudo Bolometrik
magnitudo bolometrik (mbol) yaitu magnitudo bintang
yang diukur dalam seluruh λ.
Rumus Pogson untuk magnitudo semu bolometrik
dituliskan sebagai,
mbol = -2,5 log Ebol + Cbol
tetapanFluks bolometrik E =
L
4 p d 2
. . . . . . . . . (4-14)
35. Magnitudo mutlak bolometrik mempunyai arti penting
karena kita dapat memperoleh informasi mengenai
energi total yang dipancarkan suatu bintang per detik
(luminositas) yaitu dari rumus,
Mbol – Mbol = -2,5 log L/L
Mbol : magnitudo mutlak bolometrik bintang
L : Luminositas bintang
Mbol : magnitudo mutlak bolometrik Matahari = 4,75
L : Luminositas Matahari = 3,83 x 1033 erg/det
. . . . . . . . (4-15)
Magnitudo mutlak bolometrik diberi simbol Mbol
36. Magnitudo bolometrik sukar ditentukan karena
beberapa panjang gelombang tidak dapat menembus
atmosfer Bumi.
Bintang yang panas sebagian besar energinya
dipancarkan pada panjang gelombang ultraviolet,
sedangkan bintang yang dingin, sebagian besar
energinya dipancarkan pada panjang gelombang
inframerah. Keduannya tidak dapat menembus
atmosfer Bumi.
Magnitudo bolometrik bintang-bintang panas dan
dingin ini ditentukan secara teori, atau penentuannya
dilakukan di luar atmosfer Bumi.
37. Cara lain adalah cara tidak langsung, yaitu dengan
memberikan koreksi pada magnitudo visualnya.
Magnitudo visual adalah, V = -2,5 log EV + CV
Magnitudo bolometrik adalah, mbol = -2,5 log Ebol + Cbol
Dari dua persamaan ini diperoleh,
V - mbol = -2,5 log EV / Ebol + C
Atau V – mbol = BC
BC disebut koreksi bolometrik (bolometric correction)
yang harganya bergantung pada temperatur atau
warna bintang
. . . . . . . . . . . . . . . . . (4-16)
38. Koreksi bolometrik dapat juga dituliskan sebagai,
mv – mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-17)
mv adalah magnitudo visual
Dalam magnitudo mutlak koreksi bolometrik dituliskan
sebagai,
Mv – Mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-18)
39. Untuk bintang yang sangat panas atau sangat dingin,
sebagian besar energinya dipancarkan pada
daerah ultraviolet atau inframerah, hanya sebagian
kecil saja dipancarkan pada daerah visual.
koreksi bolometriknya besar
Untuk bintang yang temperaturnya sedang, seperti
Matahari,
sebagian besar energinya dipancarkan dalam
daerah visual hingga perbedaan antara mbol dan V
kecil.
koreksi bolometriknya mencapai harga terkecil.
Koreksi bolometrik bergantung pada warna bintang !
40. Hubungan antara BC dengan B-V (Indeks Warna)
Koreksi bolometrik yang
minimum (BC = 0) terjadi
pada harga B – V = 0,30
Untuk bintang lainnya,
apabila B – V diketahui,
maka BC dapat ditentukan
Contoh, bintang Vega harga
B – V = 0,
Jadi harga koreksi bolome-
triknya adalah BC = 0,15
Bintang Deret Utama
Bintang Maharaksasa
B - V
0,0
0
-
0,20
0,4
0
0,8
0
1,2
0
0,0
0
0,0
0
1,0
0
1,5
0
2,0
0
BC
41. B - V
Bintang
Deret Utama
Bintang
Maharaksasa
Teff BC Teff BC
-0,25 24500 2,30 26000 2,20
-0,23 21000 2,15 23500 2,05
-0,20 17700 1,80 19100 1,72
-0,15 14000 1,20 14500 1,12
-0,10 11800 0,61 12700 0,53
-0,05 10500 0,33 11000 0,14
0,00 9480 0,15 9800 -0,01
0,10 8530 0,04 8500 -0,09
0,20 7910 0 7440 -0,10
B - V
Bintang
Deret Utama
Bintang
Maharaksasa
Teff BC Teff BC
0,30 7450 0 6800 -0,100
0,40 6800 0 6370 -0,090
0,50 6310 0,03 6020 -0,070
0,60 5910 0,07 5800 -0,003
0,70 5540 0,12 5460 0,003
0,80 5330 0,19 5200 0,100
0,90 5090 0,28 4980 0,190
1,00 4840 0,40 4770 0,300
1,20 4350 0,75 4400 0,590
Tabel 4.1. Temperatur efektif dan koreksi bolometrik untuk
bintang-bintang Deret Utama dan Bintang Maharaksasa.
42. Diagram Hertzprung-Rusell
Diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H-
R adalah diagram hubungan antara magnitudo
mutlak/luminositas dan kelas spektrum
bintang/indeks warna.
Diagram ini dikembangkan secara terpisah
oleh astronom Denmark, Eijnar
Hertzprung pada tahun 1911 dan
astronom Amerika Serikat, Henry Norris Russell
pada tahun 1913.
44. Sejarah Diagram Hertzprung Russell
Pada awal abad 20, astronom sudah menyadari adanya keteraturan
dalam klasifikasi Harvard
Mengarahkan pada sebuah teori evolusi bintang menyatakan “bintang
memulai hidupnya sebagai bintang kelas O yang terang dan panas
dan berakhir menjadi bintang kelas M yang dingin”
Ejnar Hertzsprung kemudian menganalisis bintang-bintang yang kelas
spektrum dan magnitudo mutlaknya sudah diketahui dengan pasti,
dan meng-konfirmasi hasilnya pada 1905
Pada 1913, Henry Norris Russel, secara terpisah tiba pada kesimpulan
yang sama dan menyajikan hasilnya dalam bentuk diagram.
45. Diagram H-R digunakan untuk menunjukkan
jenis-jenis bintang yang berbeda dan juga
untuk mencocokkan prediksi model teoritis
evolusi bintang dengan pengamatan.
Pengelompokan bintang pada jalur yang
berbeda menunjukkan adanya perbedaan
tahap evolusi bintang.
47. Deret Utama
Kelompok yang membentuk diagonal diagram dari kiri atas
(panas dan cemerlang) hingga kanan bawah (dingin dan
kurang cemerlang) yang disebut deret utama.
Makin tinggi suhu permukaannya makin terang cahayanya.
Bintang pada kelompok ini adalah bintang yang sedang
melangsungkan pembakaran hidrogen di intinya.
Hampir 90% usia bintang dihabiskan pada tahap deret
utama ini yang menjadi penyebab tingginya populasi.
Matahari terletak di Deret Utama dengan luminositas 1
(magnitudo sekitar 5), dan temperatur permukaan sekitar
5400K (kelas spektrum G2)