SlideShare a Scribd company logo
1 of 47
FOTOMETRI BINTANG
Kelompok 4:
Novi Suci Purwandari (4201412006)
Sigit Tri Prasetyo (4201412045)
Hani Dika Saputra (4201412 117)
FOTOMETRI BINTANG
• Fotometri pun merupakan bagian dari astrofisika yang
mempelajari kuantitas, kualitas dan arah pancaran
radiasi elektromagnetik dari benda langit.
• Setiap benda langit yang memiliki cahaya sendiri akan
memancarkan gelombang elektromagnetik
• Pengukuran kuat cahaya bintang disebut Fotometri
Bintang
Fotometri adalah studi tentang penguku-ran
intensitas cahaya dari suatu sumber.
Ada dua macam terang bintang:
Terang sesungguhnya; seolah-olah kita berada di permu-
kaan bintang, sehingga pengamatan kita tidak dipengaruhi
jarak.
Terang semu; kita berada di permukaan Bumi, jadi pe-
ngamatan kita dipengaruhi jarak.
FLUKS PANCARAN
Kuantitas yang pertama kali langsung dapat
ditentukan dari pengamatan sebuah bintang
adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya
atau energi yang diterima permukaan kolektor
(mata atau teleskop) per satuan luas per satuan
waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt
per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik
per cm2 (satuan cgs).
Pancaran Gelombang Elektromagnet dapat
dibagi dalam beberapa jenis, bergantung pada
panjang gelombangnya () :
1. Pancaran gelombang radio, dengan  antara
beberapa milimeter sampai 20 meter
2. Pancaran gelombang inframerah, dengan 
sekitar 7500 Å hingga sekitar 1 mm (1 Å = 1
Angstrom = 10-8 cm)
 merah  : 6 300 – 7 500 Å
 merah oranye  : 6 000 – 6 300 Å
 oranye  : 5 900 – 6 000 Å
 kuning  : 5 700 – 5 900 Å
 kuning hijau  : 5 500 – 5 700 Å
 hijau  : 5 100 – 5 500 Å
 hijau biru  : 4 800 – 5 100 Å
 biru : 4 500 – 4 800 Å
 biru ungu  : 4 200 – 4 500 Å
 ungu  : 3 800 – 4 200 Å
3. Pancaran Gelombang Optik atau Pancaran Kasatmata
dengan  sekitar 3800 Å sampai 7500 Å
Dengan mengamati pancaran gelombang
elektromagnet kita dapat mempelajari beberapa
hal yaitu,
 Arah pancaran.
 Kuantitas pancaran.
 Kualitas pancaran.
Bintang sebagai Benda Hitam
Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini bisa dilihat dalam
gambar di bawah bahwa distribusi energi bintang kelas O5 dengan
Tef = 54 000 K sama dengan distribusi energi benda hitam yang
temparaturnya T = 54 000 K.
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
0.35 0.45 0.55 0.65 0.75 0.85
Panjang Gelombang (m m )
Intensitas
Black Body
T = 54 000 K
Bintang Kelas O5
Tef = 54 000 K
Besarnya fluks energi yang dipancarkan sebuah
benda hitam (F) dengan temperatur T Kelvin
adalah :
Dengan s : konstanta Stefan Boltzman : 5,67 x
10^-8 Watt/m2K4)
F = p B(T)
F = s T4
F =
L
4 p R2
• Sedangkan total energi per waktu / daya yang
dipancarkan sebuah benda hitam dengan luas
permukaan pemancar A dan temperatur T
Kelvin disebut dengan Luminositas. Besarnya
luminositas (L) dihitung dengan persamaan :
L = 4 p R2 sTef
4
• Benda hitam memancarkan radiasinya ke segala
arah. Kita bisa menganggap pancaran radiasi
tersebut menembus permukaan berbentuk bola
dengan radius d dengan fluks energi yang sama,
yaitu E. Besarnya E :
E =
L
4 p d2
Persamaan ini disebut juga hukum kuadrat kebalikan (invers
square law) untuk kecerlangan (brightness, E) karena
persamaan ini menyatakan bahwa kecerlangan (E)
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (d). Jadi, makin
jauh sebuah bintang, makin redup cahayanya.
Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa permukaan seluas 1
cm2 di luar atmosfer bumi menerima energi yang berasal
dari matahari sebesar 1,37 x 106 erg/cm2/s. Apabila
diketahui jarak Bumi-Matahari adalah 150 juta kilometer,
tentukanlah luminositas matahari.
Contoh :
Jawab :
E  = 1,37 x 106 erg /cm2/s
d = 1,50 x 1013 cm
Konstanta Matahari
E =
L
4 p d2
L = 4 p d2E
= 4 p (1,50 x 1013)2 (1,37 x 106)
= 3,87 x 1033 erg/s
Magnitudo adalah suatu sistem
skala ukuran kecerlangan bintang.
Hukum Pogson
1 2 3 4 5 6
• Dia membagi terang bintang menjadi 6 kelompok
berdasarkan penampakkannya dengan mata
telanjang.
• Bintang yang paling terang diberi magnitudo 1
• Bintang yang lebih lemah: bintang magnitudo 2.
• Sedangkan bintang yang paling lemah yang bisa
diamati oleh mata telanjang diberi magnitudo 6.
Sistem magnitudo ini dibuat pertama kali
oleh Hipparchus pada abad 2 sebelum
masehi.
• Jadi, semakin terang suatu
bintang, semakin kecil
magnitudonya.
Ilmuwan John Herschel mendapatkan
bahwa kepekaan mata dalam menilai
terang bintang bersifat logaritmik.
Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata
100 kali lebih terang dibandingkan
bintang yang bermagnitudo 6.
Berdasarkan fakta tersebut, Pogson
merumuskan skala magnitudo secara kuantitatif.
m1 – m2 = – 2,5 log (E1/E2)
dengan :
m1 : magnitudo bintang 1
m2 : magnitudo bintang 2
E1 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 1
E2 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 2
• Magnitudo yang kita bahas merupakan ukuran
terang bintang yang kita lihat atau terang
semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang
harus diperhitungkan)
Magnitudo Semu
m = -2,5 log E+ tetapan
Magnitudo semu
E =
L
4 p d2
Magnitudo Mutlak
• Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya
sebuah bintang, kita definisikan besaran magnitudo
mutlak, yaitu magnitudo bintang yang diandaikan
diamati dari jarak 10 pc
M = -2,5 log E’ + tetapan
magnitudo mutlak
E’ =
L
4 p 102
M = -2,5 log + tetapanL
4 p 102
m = -2,5 log E + tetapan
M = -2,5 log E’ + tetapan
m – M = -2,5 log E/E’ (3.8)
Subtitusikan :
dan :
Sehingga diperoleh:
m – M = -5 + 5 log d (3.9)
modulus jarak d dalam pc
E =
L
4pd 2
E’ =
L
4p102
Dari rumusan Pogson kita dapat me-
nentukan perbedaan magnitudo mutlak
dua buah bintang yang luminositasnya
masing-masing L1 dan L2, yaitu:
Untuk bintang ke-1: M1 = -2,5 log + tetapan
L1
4p102
M2 = -2,5 log + tetapan
L2
4p102
Untuk bintang ke-2:
M1 - M2 = -2,5log L1
L2
(3.10)Jadi:
•Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah
warna kuning disebut magnitudo visual (mvis).
•Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah
warna biru disebut magnitudo fotografi (mfot).
Sistem Magnitudo
• Sebagai contoh kita ambil perbandingan hasil
pengukuran magnitudo visual dengan
magnitudo fotografi untuk bintang Rigel dan
Betelgeuse yang berada di rasi Orion. Rigel
berwarna biru sedangkan Betelgeuse
berwarna merah.
• Menurut Hukum Planck dan Wien, temperatur
permukaan bintang Rigel lebih tinggi daripada
Betelgeuse.
• Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang
• Akan memancarkan lebih banyak cahaya biru
daripada cahaya kuning.
• Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang
daripada diamati secara visual (mvis besar dan
mfot kecil)
Rigel
(berwarna
biru)
• Temperatur permukaannya rendah
daripada Rigel
• Diamati secara visual akan tampak
lebih terang daripada diamati secara
fotografi (mvis kecil dan mfot besar).
• Akan memancarkan lebih banyak
cahaya kuning daripada cahaya biru
Betelgues
(berwarna
merah)
Jadi untuk suatu bintang, mvis berbeda dari m fot. Selisih
kedua magnitudo tersebut, disebut indeks warna (Color
Index – CI)
• semakin panas suatu
bintang semakin kecil
nilai CI-nya.
INDEKS WARNA
(Colour Index – CI):
CI = mfot – mvis
(3.11)
Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat
dibuat pelat potret yang peka terhadap daerah
panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah
bahkan inframerah.
Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan
mengajukan sistem magnitudo yang disebut sistem
UBV, yaitu:
U = magnitudo semu dalam daerah ultraungu (ef = 3500 Å)
B = magnitudo semu dalam daerah biru (ef = 4350 Å)
V = magnitudo semu dalam daerah visual (ef = 5550 Å)
Magnitudo Warna
 Efektif
(Å)
Lebar Pita
(Å)
Sistem UGR
Becker
U Ultraviolet 3 690
500 – 700G Hijau 4 680
R Merah 6380
Sistem UBV
Johnson
dan Morgan
U Ultraviolet 3 500
800 – 1000B Biru 4 350
V Kuning 5 550
Sistem ubvy
Stromgren
u Ultraviolet 3 500
 200
v Violet 4 100
b Biru 4 670
y Hijau 5 470
Berbagai Sistem Magnitudo
Magnitudo Warna
 Efektif (Å) Lebar Pita
(Å)
Sistem
Stebbins dan
Withford
U Ultraviolet 3 550
600 - 1500
V Violet 4 200
B Biru 4 900
G Hijau 5 700
R Merah 7 200
I inframerah 10 300
Berbagai Sistem Magnitudo
Magnitudo Bolometrik
 magnitudo bolometrik (mbol) yaitu magnitudo bintang
yang diukur dalam seluruh λ.
 Rumus Pogson untuk magnitudo semu bolometrik
dituliskan sebagai,
mbol = -2,5 log Ebol + Cbol
tetapanFluks bolometrik E =
L
4 p d 2
. . . . . . . . . (4-14)
 Magnitudo mutlak bolometrik mempunyai arti penting
karena kita dapat memperoleh informasi mengenai
energi total yang dipancarkan suatu bintang per detik
(luminositas) yaitu dari rumus,
Mbol – Mbol = -2,5 log L/L
Mbol : magnitudo mutlak bolometrik bintang
L : Luminositas bintang
Mbol : magnitudo mutlak bolometrik Matahari = 4,75
L : Luminositas Matahari = 3,83 x 1033 erg/det
. . . . . . . . (4-15)
Magnitudo mutlak bolometrik diberi simbol Mbol
 Magnitudo bolometrik sukar ditentukan karena
beberapa panjang gelombang tidak dapat menembus
atmosfer Bumi.
 Bintang yang panas sebagian besar energinya
dipancarkan pada panjang gelombang ultraviolet,
sedangkan bintang yang dingin, sebagian besar
energinya dipancarkan pada panjang gelombang
inframerah. Keduannya tidak dapat menembus
atmosfer Bumi.
 Magnitudo bolometrik bintang-bintang panas dan
dingin ini ditentukan secara teori, atau penentuannya
dilakukan di luar atmosfer Bumi.
 Cara lain adalah cara tidak langsung, yaitu dengan
memberikan koreksi pada magnitudo visualnya.
Magnitudo visual adalah, V = -2,5 log EV + CV
Magnitudo bolometrik adalah, mbol = -2,5 log Ebol + Cbol
Dari dua persamaan ini diperoleh,
V - mbol = -2,5 log EV / Ebol + C
Atau V – mbol = BC
BC disebut koreksi bolometrik (bolometric correction)
yang harganya bergantung pada temperatur atau
warna bintang
. . . . . . . . . . . . . . . . . (4-16)
 Koreksi bolometrik dapat juga dituliskan sebagai,
mv – mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-17)
mv adalah magnitudo visual
 Dalam magnitudo mutlak koreksi bolometrik dituliskan
sebagai,
Mv – Mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-18)
 Untuk bintang yang sangat panas atau sangat dingin,
 sebagian besar energinya dipancarkan pada
daerah ultraviolet atau inframerah, hanya sebagian
kecil saja dipancarkan pada daerah visual.
 koreksi bolometriknya besar
 Untuk bintang yang temperaturnya sedang, seperti
Matahari,
 sebagian besar energinya dipancarkan dalam
daerah visual hingga perbedaan antara mbol dan V
kecil.
 koreksi bolometriknya mencapai harga terkecil.
Koreksi bolometrik bergantung pada warna bintang !
Hubungan antara BC dengan B-V (Indeks Warna)
Koreksi bolometrik yang
minimum (BC = 0) terjadi
pada harga B – V = 0,30
Untuk bintang lainnya,
apabila B – V diketahui,
maka BC dapat ditentukan
Contoh, bintang Vega harga
B – V = 0,
Jadi harga koreksi bolome-
triknya adalah BC = 0,15
Bintang Deret Utama
Bintang Maharaksasa
B - V
0,0
0
-
0,20
0,4
0
0,8
0
1,2
0
0,0
0
0,0
0
1,0
0
1,5
0
2,0
0
BC
B - V
Bintang
Deret Utama
Bintang
Maharaksasa
Teff BC Teff BC
-0,25 24500 2,30 26000 2,20
-0,23 21000 2,15 23500 2,05
-0,20 17700 1,80 19100 1,72
-0,15 14000 1,20 14500 1,12
-0,10 11800 0,61 12700 0,53
-0,05 10500 0,33 11000 0,14
0,00 9480 0,15 9800 -0,01
0,10 8530 0,04 8500 -0,09
0,20 7910 0 7440 -0,10
B - V
Bintang
Deret Utama
Bintang
Maharaksasa
Teff BC Teff BC
0,30 7450 0 6800 -0,100
0,40 6800 0 6370 -0,090
0,50 6310 0,03 6020 -0,070
0,60 5910 0,07 5800 -0,003
0,70 5540 0,12 5460 0,003
0,80 5330 0,19 5200 0,100
0,90 5090 0,28 4980 0,190
1,00 4840 0,40 4770 0,300
1,20 4350 0,75 4400 0,590
Tabel 4.1. Temperatur efektif dan koreksi bolometrik untuk
bintang-bintang Deret Utama dan Bintang Maharaksasa.
Diagram Hertzprung-Rusell
 Diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H-
R adalah diagram hubungan antara magnitudo
mutlak/luminositas dan kelas spektrum
bintang/indeks warna.
 Diagram ini dikembangkan secara terpisah
oleh astronom Denmark, Eijnar
Hertzprung pada tahun 1911 dan
astronom Amerika Serikat, Henry Norris Russell
pada tahun 1913.
Eijnar Hertzprung Henry Norris Russell
Sejarah Diagram Hertzprung Russell
Pada awal abad 20, astronom sudah menyadari adanya keteraturan
dalam klasifikasi Harvard
Mengarahkan pada sebuah teori evolusi bintang menyatakan “bintang
memulai hidupnya sebagai bintang kelas O yang terang dan panas
dan berakhir menjadi bintang kelas M yang dingin”
Ejnar Hertzsprung kemudian menganalisis bintang-bintang yang kelas
spektrum dan magnitudo mutlaknya sudah diketahui dengan pasti,
dan meng-konfirmasi hasilnya pada 1905
Pada 1913, Henry Norris Russel, secara terpisah tiba pada kesimpulan
yang sama dan menyajikan hasilnya dalam bentuk diagram.
 Diagram H-R digunakan untuk menunjukkan
jenis-jenis bintang yang berbeda dan juga
untuk mencocokkan prediksi model teoritis
evolusi bintang dengan pengamatan.
 Pengelompokan bintang pada jalur yang
berbeda menunjukkan adanya perbedaan
tahap evolusi bintang.
Diagram Hertzsprung-
Russell hasil plot dari 22
000 bintang yang datanya
berasal dari katalog
Hipparcos dan 1000
dari katalog Gliese
Deret Utama
 Kelompok yang membentuk diagonal diagram dari kiri atas
(panas dan cemerlang) hingga kanan bawah (dingin dan
kurang cemerlang) yang disebut deret utama.
 Makin tinggi suhu permukaannya makin terang cahayanya.
Bintang pada kelompok ini adalah bintang yang sedang
melangsungkan pembakaran hidrogen di intinya.
 Hampir 90% usia bintang dihabiskan pada tahap deret
utama ini yang menjadi penyebab tingginya populasi.
 Matahari terletak di Deret Utama dengan luminositas 1
(magnitudo sekitar 5), dan temperatur permukaan sekitar
5400K (kelas spektrum G2)

More Related Content

What's hot

Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika IntiFKIP UHO
 
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogenteori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom HidrogenKhotim U
 
Laporan lengkap geiger muller kelompok 1
Laporan lengkap geiger muller kelompok 1Laporan lengkap geiger muller kelompok 1
Laporan lengkap geiger muller kelompok 1Annis Kenny
 
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang EntropiStatistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang EntropiSamantars17
 
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gammaLaporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gammaMukhsinah PuDasya
 
Diktat fisika statistik mikrajuddin abdullah
Diktat fisika statistik   mikrajuddin abdullahDiktat fisika statistik   mikrajuddin abdullah
Diktat fisika statistik mikrajuddin abdullahPetrus Bahy
 
Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)kemenag
 
Model-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatModel-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatRisdawati Hutabarat
 
Hamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordHamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordNurochmah Nurdin
 

What's hot (20)

Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika Inti
 
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogenteori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
 
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINSTATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
 
Laporan lengkap geiger muller kelompok 1
Laporan lengkap geiger muller kelompok 1Laporan lengkap geiger muller kelompok 1
Laporan lengkap geiger muller kelompok 1
 
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang EntropiStatistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
Statistik Maxwell-Boltzmann & Interpretasi Statistik tentang Entropi
 
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gammaLaporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
 
Laporan praktikum Efek Fotolistrik
Laporan praktikum Efek FotolistrikLaporan praktikum Efek Fotolistrik
Laporan praktikum Efek Fotolistrik
 
Diktat fisika statistik mikrajuddin abdullah
Diktat fisika statistik   mikrajuddin abdullahDiktat fisika statistik   mikrajuddin abdullah
Diktat fisika statistik mikrajuddin abdullah
 
indeks miller
indeks millerindeks miller
indeks miller
 
Materi ajar 7 (magnitudo)
Materi ajar 7 (magnitudo)Materi ajar 7 (magnitudo)
Materi ajar 7 (magnitudo)
 
Astronomi fisika bab vi
Astronomi fisika bab viAstronomi fisika bab vi
Astronomi fisika bab vi
 
Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)Model inti atom (asti dewi n.)
Model inti atom (asti dewi n.)
 
Model-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatModel-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat Padat
 
Hamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherfordHamburan partikel alfa rutherford
Hamburan partikel alfa rutherford
 
Peluruhan alfa
Peluruhan alfaPeluruhan alfa
Peluruhan alfa
 
Hukum pancaran
Hukum pancaranHukum pancaran
Hukum pancaran
 
Sistem magnitudo
Sistem magnitudoSistem magnitudo
Sistem magnitudo
 
Soal latihan-olimpiade-fisika-sma
Soal latihan-olimpiade-fisika-smaSoal latihan-olimpiade-fisika-sma
Soal latihan-olimpiade-fisika-sma
 
Fisika inti diktat
Fisika inti diktatFisika inti diktat
Fisika inti diktat
 
Materi astronomi
Materi astronomiMateri astronomi
Materi astronomi
 

Similar to FOTOMETRI BINTANG (20)

PPT 1.pdf
PPT 1.pdfPPT 1.pdf
PPT 1.pdf
 
Fotometri bintang1
Fotometri bintang1Fotometri bintang1
Fotometri bintang1
 
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai PutihBab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
Bab iv Raksasa merah dan BIntang Katai Putih
 
Fotometri bintang
Fotometri bintangFotometri bintang
Fotometri bintang
 
Hukum pancaran
Hukum pancaranHukum pancaran
Hukum pancaran
 
Bab i va
Bab i vaBab i va
Bab i va
 
Materi ajar 4 (magnitudo-fotometri)
Materi ajar 4 (magnitudo-fotometri)Materi ajar 4 (magnitudo-fotometri)
Materi ajar 4 (magnitudo-fotometri)
 
Struktur Atom Presentation
Struktur Atom PresentationStruktur Atom Presentation
Struktur Atom Presentation
 
Fotometri Bintang
Fotometri BintangFotometri Bintang
Fotometri Bintang
 
Optical instrumentation system
Optical instrumentation systemOptical instrumentation system
Optical instrumentation system
 
Rangkuman Fisika Kelas XII Semester 1
Rangkuman Fisika Kelas XII Semester 1Rangkuman Fisika Kelas XII Semester 1
Rangkuman Fisika Kelas XII Semester 1
 
Evolusi bintang01
Evolusi bintang01Evolusi bintang01
Evolusi bintang01
 
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Bab iii matahari
Bab iii matahariBab iii matahari
Bab iii matahari
 
Astronomi fisika bab iii
Astronomi fisika bab iiiAstronomi fisika bab iii
Astronomi fisika bab iii
 
Pw point physic
Pw point physicPw point physic
Pw point physic
 
Radiasi benda hitam xii ipa 2
Radiasi benda hitam xii ipa 2Radiasi benda hitam xii ipa 2
Radiasi benda hitam xii ipa 2
 
Besaran Mendasar Dalam Astrofisika
Besaran Mendasar Dalam AstrofisikaBesaran Mendasar Dalam Astrofisika
Besaran Mendasar Dalam Astrofisika
 
Efek Rumah Kaca
Efek Rumah KacaEfek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca
 

More from Ajeng Rizki Rahmawati

RPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMP
RPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMPRPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMP
RPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMPAjeng Rizki Rahmawati
 
SINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMI
SINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMISINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMI
SINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMIAjeng Rizki Rahmawati
 
Soal soal materi gerak melingkar dan gerak parabola
Soal soal materi gerak melingkar dan gerak parabolaSoal soal materi gerak melingkar dan gerak parabola
Soal soal materi gerak melingkar dan gerak parabolaAjeng Rizki Rahmawati
 
Ppt gerak parabola dan gerak melingkar
Ppt gerak parabola dan gerak melingkarPpt gerak parabola dan gerak melingkar
Ppt gerak parabola dan gerak melingkarAjeng Rizki Rahmawati
 

More from Ajeng Rizki Rahmawati (20)

Pts FISIKA X MIPA 1920
Pts FISIKA X MIPA 1920 Pts FISIKA X MIPA 1920
Pts FISIKA X MIPA 1920
 
Pts bio lintas minat x ips 1920
Pts bio lintas minat x ips 1920 Pts bio lintas minat x ips 1920
Pts bio lintas minat x ips 1920
 
Kisi kisi fisika x pts 1 1920
Kisi kisi fisika x pts 1 1920Kisi kisi fisika x pts 1 1920
Kisi kisi fisika x pts 1 1920
 
RPP HAKIKAT FISIKA
RPP HAKIKAT FISIKA RPP HAKIKAT FISIKA
RPP HAKIKAT FISIKA
 
Rpp teks eksposisi
Rpp teks eksposisiRpp teks eksposisi
Rpp teks eksposisi
 
Rpp unsur zat senyawa smp
Rpp unsur zat senyawa smpRpp unsur zat senyawa smp
Rpp unsur zat senyawa smp
 
Rpp perubahan zat fisika smp
Rpp perubahan zat fisika smpRpp perubahan zat fisika smp
Rpp perubahan zat fisika smp
 
RPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMP
RPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMPRPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMP
RPP Sistem Pencernaan Manusia Kelas 8 VIII SMP
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 
SINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMI
SINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMISINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMI
SINOPSIS NYANYIAN SUNYI BUAT ADIKKU SAYANG, PARMI
 
Puisi jasamu
Puisi jasamuPuisi jasamu
Puisi jasamu
 
Tetaplah Tersenyum Indonesiaku
Tetaplah Tersenyum IndonesiakuTetaplah Tersenyum Indonesiaku
Tetaplah Tersenyum Indonesiaku
 
materi siapsiaga bencana PMR WIRA
materi siapsiaga bencana PMR WIRAmateri siapsiaga bencana PMR WIRA
materi siapsiaga bencana PMR WIRA
 
Suhu dan kalor
Suhu dan kalorSuhu dan kalor
Suhu dan kalor
 
Momentum dan impuls
Momentum dan impuls Momentum dan impuls
Momentum dan impuls
 
Soal soal materi gerak melingkar dan gerak parabola
Soal soal materi gerak melingkar dan gerak parabolaSoal soal materi gerak melingkar dan gerak parabola
Soal soal materi gerak melingkar dan gerak parabola
 
Ppt gerak parabola dan gerak melingkar
Ppt gerak parabola dan gerak melingkarPpt gerak parabola dan gerak melingkar
Ppt gerak parabola dan gerak melingkar
 
Gerak parabola fisika sma
Gerak parabola fisika smaGerak parabola fisika sma
Gerak parabola fisika sma
 
Gerak melingkar fisika sma
Gerak melingkar fisika smaGerak melingkar fisika sma
Gerak melingkar fisika sma
 
gelombang stasioner ppt
gelombang stasioner pptgelombang stasioner ppt
gelombang stasioner ppt
 

Recently uploaded

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 

Recently uploaded (20)

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 

FOTOMETRI BINTANG

  • 1. FOTOMETRI BINTANG Kelompok 4: Novi Suci Purwandari (4201412006) Sigit Tri Prasetyo (4201412045) Hani Dika Saputra (4201412 117)
  • 2. FOTOMETRI BINTANG • Fotometri pun merupakan bagian dari astrofisika yang mempelajari kuantitas, kualitas dan arah pancaran radiasi elektromagnetik dari benda langit. • Setiap benda langit yang memiliki cahaya sendiri akan memancarkan gelombang elektromagnetik • Pengukuran kuat cahaya bintang disebut Fotometri Bintang
  • 3. Fotometri adalah studi tentang penguku-ran intensitas cahaya dari suatu sumber.
  • 4.
  • 5. Ada dua macam terang bintang: Terang sesungguhnya; seolah-olah kita berada di permu- kaan bintang, sehingga pengamatan kita tidak dipengaruhi jarak. Terang semu; kita berada di permukaan Bumi, jadi pe- ngamatan kita dipengaruhi jarak.
  • 6.
  • 7.
  • 8. FLUKS PANCARAN Kuantitas yang pertama kali langsung dapat ditentukan dari pengamatan sebuah bintang adalah fluks pancarannya, yaitu jumlah cahaya atau energi yang diterima permukaan kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per satuan waktu. Biasanya dinyatakan dalam satuan watt per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).
  • 9. Pancaran Gelombang Elektromagnet dapat dibagi dalam beberapa jenis, bergantung pada panjang gelombangnya () : 1. Pancaran gelombang radio, dengan  antara beberapa milimeter sampai 20 meter 2. Pancaran gelombang inframerah, dengan  sekitar 7500 Å hingga sekitar 1 mm (1 Å = 1 Angstrom = 10-8 cm)
  • 10.  merah  : 6 300 – 7 500 Å  merah oranye  : 6 000 – 6 300 Å  oranye  : 5 900 – 6 000 Å  kuning  : 5 700 – 5 900 Å  kuning hijau  : 5 500 – 5 700 Å  hijau  : 5 100 – 5 500 Å  hijau biru  : 4 800 – 5 100 Å  biru : 4 500 – 4 800 Å  biru ungu  : 4 200 – 4 500 Å  ungu  : 3 800 – 4 200 Å 3. Pancaran Gelombang Optik atau Pancaran Kasatmata dengan  sekitar 3800 Å sampai 7500 Å
  • 11.
  • 12. Dengan mengamati pancaran gelombang elektromagnet kita dapat mempelajari beberapa hal yaitu,  Arah pancaran.  Kuantitas pancaran.  Kualitas pancaran.
  • 13. Bintang sebagai Benda Hitam Bintang dapat dianggap sebagai benda hitam. Hal ini bisa dilihat dalam gambar di bawah bahwa distribusi energi bintang kelas O5 dengan Tef = 54 000 K sama dengan distribusi energi benda hitam yang temparaturnya T = 54 000 K. 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 0.35 0.45 0.55 0.65 0.75 0.85 Panjang Gelombang (m m ) Intensitas Black Body T = 54 000 K Bintang Kelas O5 Tef = 54 000 K
  • 14. Besarnya fluks energi yang dipancarkan sebuah benda hitam (F) dengan temperatur T Kelvin adalah : Dengan s : konstanta Stefan Boltzman : 5,67 x 10^-8 Watt/m2K4) F = p B(T) F = s T4 F = L 4 p R2
  • 15. • Sedangkan total energi per waktu / daya yang dipancarkan sebuah benda hitam dengan luas permukaan pemancar A dan temperatur T Kelvin disebut dengan Luminositas. Besarnya luminositas (L) dihitung dengan persamaan : L = 4 p R2 sTef 4
  • 16. • Benda hitam memancarkan radiasinya ke segala arah. Kita bisa menganggap pancaran radiasi tersebut menembus permukaan berbentuk bola dengan radius d dengan fluks energi yang sama, yaitu E. Besarnya E : E = L 4 p d2 Persamaan ini disebut juga hukum kuadrat kebalikan (invers square law) untuk kecerlangan (brightness, E) karena persamaan ini menyatakan bahwa kecerlangan (E) berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya (d). Jadi, makin jauh sebuah bintang, makin redup cahayanya.
  • 17. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa permukaan seluas 1 cm2 di luar atmosfer bumi menerima energi yang berasal dari matahari sebesar 1,37 x 106 erg/cm2/s. Apabila diketahui jarak Bumi-Matahari adalah 150 juta kilometer, tentukanlah luminositas matahari. Contoh : Jawab : E  = 1,37 x 106 erg /cm2/s d = 1,50 x 1013 cm Konstanta Matahari E = L 4 p d2 L = 4 p d2E = 4 p (1,50 x 1013)2 (1,37 x 106) = 3,87 x 1033 erg/s
  • 18. Magnitudo adalah suatu sistem skala ukuran kecerlangan bintang. Hukum Pogson 1 2 3 4 5 6
  • 19. • Dia membagi terang bintang menjadi 6 kelompok berdasarkan penampakkannya dengan mata telanjang. • Bintang yang paling terang diberi magnitudo 1 • Bintang yang lebih lemah: bintang magnitudo 2. • Sedangkan bintang yang paling lemah yang bisa diamati oleh mata telanjang diberi magnitudo 6. Sistem magnitudo ini dibuat pertama kali oleh Hipparchus pada abad 2 sebelum masehi.
  • 20. • Jadi, semakin terang suatu bintang, semakin kecil magnitudonya.
  • 21. Ilmuwan John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata dalam menilai terang bintang bersifat logaritmik. Bintang yang bermagnitudo 1 ternyata 100 kali lebih terang dibandingkan bintang yang bermagnitudo 6.
  • 22. Berdasarkan fakta tersebut, Pogson merumuskan skala magnitudo secara kuantitatif. m1 – m2 = – 2,5 log (E1/E2) dengan : m1 : magnitudo bintang 1 m2 : magnitudo bintang 2 E1 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 1 E2 : Fluks pancaran yang diterima pengamat dari bintang 2
  • 23. • Magnitudo yang kita bahas merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat atau terang semu (ada faktor jarak dan penyerapan yang harus diperhitungkan) Magnitudo Semu m = -2,5 log E+ tetapan Magnitudo semu E = L 4 p d2
  • 24. Magnitudo Mutlak • Untuk menyatakan luminositas atau kuat sebenarnya sebuah bintang, kita definisikan besaran magnitudo mutlak, yaitu magnitudo bintang yang diandaikan diamati dari jarak 10 pc M = -2,5 log E’ + tetapan magnitudo mutlak E’ = L 4 p 102 M = -2,5 log + tetapanL 4 p 102
  • 25. m = -2,5 log E + tetapan M = -2,5 log E’ + tetapan m – M = -2,5 log E/E’ (3.8) Subtitusikan : dan : Sehingga diperoleh: m – M = -5 + 5 log d (3.9) modulus jarak d dalam pc E = L 4pd 2 E’ = L 4p102
  • 26. Dari rumusan Pogson kita dapat me- nentukan perbedaan magnitudo mutlak dua buah bintang yang luminositasnya masing-masing L1 dan L2, yaitu: Untuk bintang ke-1: M1 = -2,5 log + tetapan L1 4p102 M2 = -2,5 log + tetapan L2 4p102 Untuk bintang ke-2: M1 - M2 = -2,5log L1 L2 (3.10)Jadi:
  • 27. •Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah warna kuning disebut magnitudo visual (mvis). •Magnitudo bintang yang diukur dalam daerah warna biru disebut magnitudo fotografi (mfot). Sistem Magnitudo
  • 28. • Sebagai contoh kita ambil perbandingan hasil pengukuran magnitudo visual dengan magnitudo fotografi untuk bintang Rigel dan Betelgeuse yang berada di rasi Orion. Rigel berwarna biru sedangkan Betelgeuse berwarna merah.
  • 29. • Menurut Hukum Planck dan Wien, temperatur permukaan bintang Rigel lebih tinggi daripada Betelgeuse. • Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang • Akan memancarkan lebih banyak cahaya biru daripada cahaya kuning. • Diamati secara fotografi akan tampak lebih terang daripada diamati secara visual (mvis besar dan mfot kecil) Rigel (berwarna biru) • Temperatur permukaannya rendah daripada Rigel • Diamati secara visual akan tampak lebih terang daripada diamati secara fotografi (mvis kecil dan mfot besar). • Akan memancarkan lebih banyak cahaya kuning daripada cahaya biru Betelgues (berwarna merah)
  • 30. Jadi untuk suatu bintang, mvis berbeda dari m fot. Selisih kedua magnitudo tersebut, disebut indeks warna (Color Index – CI) • semakin panas suatu bintang semakin kecil nilai CI-nya. INDEKS WARNA (Colour Index – CI): CI = mfot – mvis (3.11)
  • 31. Dengan berkembangnya fotografi, selanjutnya dapat dibuat pelat potret yang peka terhadap daerah panjang gelombang lainnya, seperti kuning, merah bahkan inframerah. Pada tahun 1951, H.L. Johnson dan W.W. Morgan mengajukan sistem magnitudo yang disebut sistem UBV, yaitu: U = magnitudo semu dalam daerah ultraungu (ef = 3500 Å) B = magnitudo semu dalam daerah biru (ef = 4350 Å) V = magnitudo semu dalam daerah visual (ef = 5550 Å)
  • 32. Magnitudo Warna  Efektif (Å) Lebar Pita (Å) Sistem UGR Becker U Ultraviolet 3 690 500 – 700G Hijau 4 680 R Merah 6380 Sistem UBV Johnson dan Morgan U Ultraviolet 3 500 800 – 1000B Biru 4 350 V Kuning 5 550 Sistem ubvy Stromgren u Ultraviolet 3 500  200 v Violet 4 100 b Biru 4 670 y Hijau 5 470 Berbagai Sistem Magnitudo
  • 33. Magnitudo Warna  Efektif (Å) Lebar Pita (Å) Sistem Stebbins dan Withford U Ultraviolet 3 550 600 - 1500 V Violet 4 200 B Biru 4 900 G Hijau 5 700 R Merah 7 200 I inframerah 10 300 Berbagai Sistem Magnitudo
  • 34. Magnitudo Bolometrik  magnitudo bolometrik (mbol) yaitu magnitudo bintang yang diukur dalam seluruh λ.  Rumus Pogson untuk magnitudo semu bolometrik dituliskan sebagai, mbol = -2,5 log Ebol + Cbol tetapanFluks bolometrik E = L 4 p d 2 . . . . . . . . . (4-14)
  • 35.  Magnitudo mutlak bolometrik mempunyai arti penting karena kita dapat memperoleh informasi mengenai energi total yang dipancarkan suatu bintang per detik (luminositas) yaitu dari rumus, Mbol – Mbol = -2,5 log L/L Mbol : magnitudo mutlak bolometrik bintang L : Luminositas bintang Mbol : magnitudo mutlak bolometrik Matahari = 4,75 L : Luminositas Matahari = 3,83 x 1033 erg/det . . . . . . . . (4-15) Magnitudo mutlak bolometrik diberi simbol Mbol
  • 36.  Magnitudo bolometrik sukar ditentukan karena beberapa panjang gelombang tidak dapat menembus atmosfer Bumi.  Bintang yang panas sebagian besar energinya dipancarkan pada panjang gelombang ultraviolet, sedangkan bintang yang dingin, sebagian besar energinya dipancarkan pada panjang gelombang inframerah. Keduannya tidak dapat menembus atmosfer Bumi.  Magnitudo bolometrik bintang-bintang panas dan dingin ini ditentukan secara teori, atau penentuannya dilakukan di luar atmosfer Bumi.
  • 37.  Cara lain adalah cara tidak langsung, yaitu dengan memberikan koreksi pada magnitudo visualnya. Magnitudo visual adalah, V = -2,5 log EV + CV Magnitudo bolometrik adalah, mbol = -2,5 log Ebol + Cbol Dari dua persamaan ini diperoleh, V - mbol = -2,5 log EV / Ebol + C Atau V – mbol = BC BC disebut koreksi bolometrik (bolometric correction) yang harganya bergantung pada temperatur atau warna bintang . . . . . . . . . . . . . . . . . (4-16)
  • 38.  Koreksi bolometrik dapat juga dituliskan sebagai, mv – mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-17) mv adalah magnitudo visual  Dalam magnitudo mutlak koreksi bolometrik dituliskan sebagai, Mv – Mbol = BC . . . . . . . . . . . . . . (4-18)
  • 39.  Untuk bintang yang sangat panas atau sangat dingin,  sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet atau inframerah, hanya sebagian kecil saja dipancarkan pada daerah visual.  koreksi bolometriknya besar  Untuk bintang yang temperaturnya sedang, seperti Matahari,  sebagian besar energinya dipancarkan dalam daerah visual hingga perbedaan antara mbol dan V kecil.  koreksi bolometriknya mencapai harga terkecil. Koreksi bolometrik bergantung pada warna bintang !
  • 40. Hubungan antara BC dengan B-V (Indeks Warna) Koreksi bolometrik yang minimum (BC = 0) terjadi pada harga B – V = 0,30 Untuk bintang lainnya, apabila B – V diketahui, maka BC dapat ditentukan Contoh, bintang Vega harga B – V = 0, Jadi harga koreksi bolome- triknya adalah BC = 0,15 Bintang Deret Utama Bintang Maharaksasa B - V 0,0 0 - 0,20 0,4 0 0,8 0 1,2 0 0,0 0 0,0 0 1,0 0 1,5 0 2,0 0 BC
  • 41. B - V Bintang Deret Utama Bintang Maharaksasa Teff BC Teff BC -0,25 24500 2,30 26000 2,20 -0,23 21000 2,15 23500 2,05 -0,20 17700 1,80 19100 1,72 -0,15 14000 1,20 14500 1,12 -0,10 11800 0,61 12700 0,53 -0,05 10500 0,33 11000 0,14 0,00 9480 0,15 9800 -0,01 0,10 8530 0,04 8500 -0,09 0,20 7910 0 7440 -0,10 B - V Bintang Deret Utama Bintang Maharaksasa Teff BC Teff BC 0,30 7450 0 6800 -0,100 0,40 6800 0 6370 -0,090 0,50 6310 0,03 6020 -0,070 0,60 5910 0,07 5800 -0,003 0,70 5540 0,12 5460 0,003 0,80 5330 0,19 5200 0,100 0,90 5090 0,28 4980 0,190 1,00 4840 0,40 4770 0,300 1,20 4350 0,75 4400 0,590 Tabel 4.1. Temperatur efektif dan koreksi bolometrik untuk bintang-bintang Deret Utama dan Bintang Maharaksasa.
  • 42. Diagram Hertzprung-Rusell  Diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H- R adalah diagram hubungan antara magnitudo mutlak/luminositas dan kelas spektrum bintang/indeks warna.  Diagram ini dikembangkan secara terpisah oleh astronom Denmark, Eijnar Hertzprung pada tahun 1911 dan astronom Amerika Serikat, Henry Norris Russell pada tahun 1913.
  • 43. Eijnar Hertzprung Henry Norris Russell
  • 44. Sejarah Diagram Hertzprung Russell Pada awal abad 20, astronom sudah menyadari adanya keteraturan dalam klasifikasi Harvard Mengarahkan pada sebuah teori evolusi bintang menyatakan “bintang memulai hidupnya sebagai bintang kelas O yang terang dan panas dan berakhir menjadi bintang kelas M yang dingin” Ejnar Hertzsprung kemudian menganalisis bintang-bintang yang kelas spektrum dan magnitudo mutlaknya sudah diketahui dengan pasti, dan meng-konfirmasi hasilnya pada 1905 Pada 1913, Henry Norris Russel, secara terpisah tiba pada kesimpulan yang sama dan menyajikan hasilnya dalam bentuk diagram.
  • 45.  Diagram H-R digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis bintang yang berbeda dan juga untuk mencocokkan prediksi model teoritis evolusi bintang dengan pengamatan.  Pengelompokan bintang pada jalur yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan tahap evolusi bintang.
  • 46. Diagram Hertzsprung- Russell hasil plot dari 22 000 bintang yang datanya berasal dari katalog Hipparcos dan 1000 dari katalog Gliese
  • 47. Deret Utama  Kelompok yang membentuk diagonal diagram dari kiri atas (panas dan cemerlang) hingga kanan bawah (dingin dan kurang cemerlang) yang disebut deret utama.  Makin tinggi suhu permukaannya makin terang cahayanya. Bintang pada kelompok ini adalah bintang yang sedang melangsungkan pembakaran hidrogen di intinya.  Hampir 90% usia bintang dihabiskan pada tahap deret utama ini yang menjadi penyebab tingginya populasi.  Matahari terletak di Deret Utama dengan luminositas 1 (magnitudo sekitar 5), dan temperatur permukaan sekitar 5400K (kelas spektrum G2)