1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah
Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting di Indonesia
dalam mensejahterakan kehidupan penduduk Indonesia karena sebagian besar penduduknya
hidup dari hasil bertani. Padi merupakan salah satu komoditi pangan pokok di Indonesia dan
dapat mampu menstabilkan pembangunan nasional di Indonesia. Pada tahun 2009 peranan
sektor pertanian mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto
(PDB) sebesar 15,3% berdasarkan harga yang berlaku. Mempertahankan keamanan
merupakan kondisi sebagai syarat utama bagi negara yang berkembang maupun negara maju
agar keamanan dalam negerinya dapat diciptakan serta membantu dalam menjaga keamanan
dunia internasional. Upaya tersebut dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
dan mengembangkan kehidupan. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia
untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang
setiap waktu merupakan hak azasi yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut masalah
pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi
sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara. Indonesia sebagai negara
dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam
memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Ketahahan pangan merupakan bagian dari
ketahahan ekonomi nasional yang berdampak besar pada seluruh warga negara yang ada
dalam Indonesia. Dalam hal ketahanan pangan, bukan hanya sebatas pada sesuatu yang
dianggap mudah dan ia memiliki pengaruh besar terhadap pertahahanan keamanan.
Pertahanan pangan merupakan salah satu hal yang mendukung dalam mempertahankan
pertahanan keamanan, bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi, akan
tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun
global. Isu ketahanan pangan merupakan sebuah topik yang penting karena termasuk
kebutuhan paling hakiki yang menentukan kualitas sumber daya manusia dan stabilitas sosial
politik sebagai prasyarat pembangunan.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa pengaruh kebijakan sektor pertanian terhadap ketahanan pangan di Indonesia?
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kebijakan sektor pertanian terhadap ketahanan
pangan di Indonesia.
2. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kebijakan Pertanian
Kebijakan pertanian adalah salah satu dari kegiatan untuk masyarakat (public action)
yang bertujuan peningkatan taraf hidup secara umum, melalui perbaikan kesempatan
ekonomi bagi para petani dan pengembangan struktur progresif dalam kehidupan masyarakat,
termasuk rekayasa sistem kelembagaan yang diperlukan sebagai pendukung.
Merumuskan suatu kebijakan untuk pembangunan pertanian berarti menentukan strategi
untuk mengkondisikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan pertanian agar dapat
mencapai keadaan yang diinginkan. Upaya mencapai keadaan yang diinginkan ini harus
memenuhi kriteria berikut:
1. Secara teknis dapat dilaksanakan, artinya teknologi, alat dan keterampilan yang ada dapat
dan memadai untuk menjalankan strategi tersebut
2. Secara ekonomi menguntungkan, artinya penerapan strategi ini secara finansial memberikan
net benefit pihak-pihak yang terlibat di dalamnya
3. Secara sosiologis dapat dipertanggungjawabkan, artinya penerapan strategi ini tidak
membuat komunitas masyarakat menjadi terganggu keseimbangan harmoninya.
4. Secara ekologis berkelanjutan, artinya penerapan strategi ini ramah lingkungan dan tidak
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sistem keseimbangan lingkungan alami.
Secara garis besar kebijakan pertanian memberikan fokus penekanan pada tiga bidang utama
yaitu:
1. Farm (usaha tani) yaitu bidang kebijakan yang didasarkan pada kenyataan bahwa pertanian
adalah usaha keluarga dan karena itu pembangunan pertanian tidak bisa terlepas dari
pembangunan keluarga petani secara utuh.
2. Price Parity (pasangan harga) yaitu bidang kebijakan yang diarahkan untuk memperoleh
tingkat harga yang wajar bagi produk pertanian relatif terhadap produk-produk sektor lainnya
dalam perekonomian.
3. Bargaining Position (posisi tawar) yaitu bidang kebijakan yang dimaksudkan untuk
membantu memperkuat posisi petani sehingga mereka dapat memperoleh insentif yang layak
untuk usaha yang mereka jalankan.
Sedangkan menurut orientasinya kebijakan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
1. Kebijakan Pengembangan(development policy) dan
2. Kebijakan Kompensasi (compensating policy).
2.2 Kebijakan- Kebijakan yang Dijalankan Pemerintah dalam Rangka Pembangunan
Pertanian
2.2.1 Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak negara dan
biasanya digabung dengan pendapatan sehingga disebut kebijakan harga dan pendapatan
(price and income policy
Secara teoritis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu:
1. Stabilisasi harga-hasil hasil pertanian terutama pada tingkat petani.
2. Menin katkan pendapatan petani melalui perbaikan nilai tukar (term of trade).
3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
3. 2.2.2 Kebijakan Pemasaran
Badan-badan pemasaran yang dibentuk dimaksudkan untuk memberikan jaminan
harga yang minimum yang stabil pada petani. Sehubungan dengan usaha memperkuat
kedudukan pengusaha eksportir lemah telah diambil kebijakan kredit, yaitu dengan
memberikan kredit dengan bunga yang relatif rendah dan menyederhanakan prosedur ekspor
maka kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor maka kebijakan ini
meliputi pula pengaturan distribusi sarana-saran produksi bagi petani pemerintah berusaha
menciptakan persaingan yang sehat diantara para pedagang yang melayani kebutuhan petani
seperti pupuk, peptisida dan lain-lain sehingga petani akan dapat membeli saran-saran
produksi tersebut dengan harga yang tidak terlalu tinggi.
Kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam bekerjanya
kekuatan-kekuatan pasar. Disatu pihak pemerintah dapat mengurangi pengaruh kekuatan-
kekuatan pasar supaya tidak terlalu merugikan para pedagang dan petani, tetapi dipihak lain
persaingan dapat didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam hal yang
terakhir ini berarti pemerintah memberi arah tertentu di dalam bekerjanya gaya-gaya pasar.
Dalam praktek kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan kebijaksanaan
harga.
2.2.3 Kebijakan Struktural
Kebijakan strukturil dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki struktur
produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan penguasaan alat-alat pertanian yang
baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun sosial
ekonomi.
Kebijakan strukturil ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa
lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah mencapainya dan
biasanya memakan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena sifat fisik usaha tani yang
tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian kehidupan petani
dengan segala aspeknya. Oleh sebab itu tindakan ekonomi saja tidak akan mampu mendorong
perubahan struktur dalam sektor pertanian sebagai mana dapat dilaksanakan dengan
penyuluhan-penyuluhan yang intensif adalah merupakan pula satu contoh dari kebijakan ini.
Kebijakan pemasaran yang telah disebutkan di atas sebenarnya dimaksudkan pula untuk
mempercepat proses perubahan strukturil di sektor pertanian dalam komoditas komoditas
pertanian.
2.2.4 Kebijakan Inpres Desa Tertinggal (IDT)
Kebijakan IDT diperlukan untuk meningkatkan penanganan kemiskinan secara
berkelanjutan di desa-desa tertinggal. Karena itu perlu penyuluh yang terus-menerus agar
terjadi hubungan yang kuat antara petugas dan golongan miskin Ada 4 tujuan IDT yaitu:
1. Memadukan gerak langkah semua instansi,lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha
untuk mendukung program penanggulangan kemiskinan
2. Membuka peluang bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan produktif dengan
bantuan modal kerja
3. Mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan kehidupan ekonomi penduduk miskin
melalui penyediaan dana bantuan
4. 4. Meningkatkan kesadaran, kemauan, tanggungjawab, rasa kebersamaan, harga diri dan
percaya pada diri penduduk miskin di masyrakat. Dengan ini sumberdaya manusia dan
sumberdaya alam diharapkan akan mencapai suatu pembangunan yang berkesinambungan.
2.3 Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional yang
berdampak besar pada seluruh warga negara yang ada dalam Indonesia. Ketahanan pangan
ini pun dapat diartikan sebagai kondisi dimana terjadi ketersediaan pangan, akses masyarakat
terhadap pangan dan stabilitas harga dari pangan. Masalah kekurangan barang – barang
pertanian akan terjadi yang menyebabkan harga barang – barang tersebut naik sehingga
terjadilah inflasi. Dengan terjadinya kenaikan harga barang pertanian akan mendorong
kenaikan upah di sektor industri. Jika masalah krisi pangan ini tidak segera diatasi akan
merusak stabilitas negara dengan adanya masalah kelaparan nasional.
Sektor pertanian adalah sejenis proses produksi yang disasarkan pada pertumbuhan
tanaman yang dilakukan oleh petani. Sektor pertanian dalam arti luas meliputi pertanian,
perikanan serta kehutanan. Sedangkan pertanian dalam arti sempit meliputi tanaman pangan
dan holtikultura. Menurut pendapat Suparta (2010), sektor pertanian mempunyai peranan
penting dalam menyediakan bahan pangan bagi penduduk dan menyediakan bahan baku bagi
industri maupun perdagangan ekspor. Kebijakan pertanian menurut Snodgrass, Wallace dan
Hanafie dalam (Rifai, 2012) adalah upaya pemerintah dalam meningkatkan perekonomian
agar menjadi lebih baik sehingga mensejahterakan masyarakatnya yang dilakukan secara
bertahap melalui program pemilihan komoditi yang diprogramkan, produksi bahan pangan,
pemberian fasilitas serta perbaikan struktural. Kebijakan pertanian berkaitan erat dengan
pengembangan sumber daya manusia, peningkatan efisiensi, maupun pembangunan pedesaan
yang menyangkut aspek ekonomi, sosial, politik dan budaya penduduk pedesaan. Dalam
pembangunan nasional, sektor pertanian mempunyai berbagai peranan penting, antara lain
sebagai berikut :
1. Sektor pertanian dapat menghasilkan maupun menghemat devisa yang berasal dari ekspor
atau produk substitusi impor. Perolehan devisa dari ekspor pertanian dapat digunakan
membayar kebutuhan impor barang – barang teknologi untuk memodernisasikan serta
mampu memperluas sektor pertanian.
2. Sektor pertanian menghasilkan bahan pangan dan bahan baku untuk sektor industri barang
dan jasa. Apabila peningkatan pangan dapat dipenuhi oleh domestik maka tingkat inflasi dan
tingkat upah tenaga kerja yang diyakini dapat memacu pertumbuhan ekonomi.
3. Sektor pertanian merupakan pasar potensial bagi produk – produk industri sehingga apabila
sektor pertanian bisa tumbuh dan berkembang sehat akan menjadi stimulus permintaan
produk – produk yang dihasilkan oleh sektor industri.
2.4 Peran Pemerintah Dalam Upaya Memajukan Pertahanan Pangan
1. Memperkuat struktur ekonomi masyarakat berbasis agribisnis dan meningkatkan peranan
serta swadaya masyarakat lokal.
Strategi umum pembangunan pertahanan pangan misal dalam hal pertanian adalah
memajukan agribisnis, yaitu membangun secara sinergis dan harmonis aspek-aspek: (1)
industri hulu pertanian yang meliputi perbenihan, input produksi lainnya dan alat mesin
5. pertanian; (2) pertanian primer (on-farm); (3) industri hilir pertanian (pengolahan hasil); dan
(4) jasa-jasa penunjang yang terkait. Mengingat bahwa pelaku utama agribisnis adalah petani
dan pengusaha, dan tanpa adanya insentif pendapatan mereka akan enggan menekuni
agribisnis, maka kata kunci dalam meningkatkan kinerja sektor ini adalah menciptakan
insentif ekonomi yang menunjang daya tarik agribisnis.
2. Membuat kebijakan yang dapat memperkuat pertahan pangan
Dengan memperhatikan beberapa azas kebijakan ketahanan pangan di daerah tersebut,
beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut diantaranya meliputi:
Pemerintah daerah perlu menyadari akan pentingnya memperhatikan masalah ketahanan
pangan di wilayahnya.
Perlunya apresiasi tentang biaya, manfaat, dan dampak terhadap pembangunan wilayah dan
nasional program peningkatan ketahanan pangan di daerah kepada para penentu kebijakan di
daerah.
Pemerintah daerah perlu menyusun perencanaan dan strategi untuk menangani masalah
ketahanan pangan di daerah.
Perlu dikembangkan suatu wahana untuk saling tukar menukar informasi dan pengalaman
dalam menangani masalah ketahanan pangan antar pemerintah daerah.
3. pengembangan inovasi teknologi seperti pengembangan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT)
Pengembangan teknologi guna meningkatkan efisiensi akan mencakup spektrum teknologi
yang sangat luas dari teknologi yang terkait dengan teknologi pengembangan sarana produksi
(benih, pupuk dan insektisida), teknologi pengolahan lahan (traktor), teknologi pengelolaan
air (irigasi gravitasi, irigasi pompa, efisiensi dan konservasi air), teknologi budidaya (cara
tanam, jarak tanam, pemupukan berimbang, pola tanam, pergiliran varietas), teknologi
pengendalian hama terpadu (PHT).
4. Diversifikasi Produksi Pangan
Diversifikasi produksi pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam ketahanan
pangan. Diversifikasi produksi pangan bermanfaat bagi upaya peningkatan pendapatan petani
dan memperkecil resiko berusaha. Diversifikasi produksi secara langsung ataupun tidak juga
akan mendukung upaya penganekaragaman pangan (diversifikasi konsumsi pangan) yang
merupakan salah satu aspek penting dalam ketahanan pangan.
5. Pemerintah harus lebih memberikan dukungan dan kontribusi terhadap komoditas lokal.
Kebijakan pemerintah harus mengacu pada produksi dan konsumen dalam negri serta suplai
pangan dalam negri harus rutin. Harus ada teknologi yang mendukung seperti pengaturan
curah ujan, dll.
6. Menghimbau kelompok tani yang ada di daerah memanfaatkan lumbung pangan untuk
menabung hasil panen mereka. Lumbung pangan yang dibangun pemerintah tersebut
berfungsi untuk menyimpan hasil panen padi petani, caranya hasil panen mereka ditabung di
lumbung pangan ini, keamanan dan mutu padi atau berasnya akan terjamin. Pembangunan
lumbung pangan di setiap kecamatan di daerah .
7. Perlindungan lahan pertanian pangan
Adanya alih fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang diimbangi oleh upaya-
upaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru
yang potensial.
6. . BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kebijakan Sektor Pertanian Terhadap Persediaan Pangan
Dari data BPS, mencatat jumlah lahan pertanian menurun namun perusahaan
pertanian meningkat. Ia menghitung rata-rata kepemilikan lahan petani semakin mengecil
yaitu 0,3 hektar. Mengacu kondisi itu Iwan mengatakan melemahnya kaum tani
mempengaruhi posisi tawar pekerja. Sebab, jika petani tidak mampu mempertahankan
sumber penghidupannya maka berpotensi menjadi cadangan tenaga kerja baru yang akan
menyasar ke daerah industri. Atau malah para petani itu beralih profesi menjadi pekerja
migran dan untuk menciptakan ketahanan pangan, Menteri pertanian mengungkapkan bahwa
hal ini dapat dicapai dengan, (1) Intensifikasi dan ekstensifikasi produksi komoditas pangan
pokok, (2) pengembangan sumber daya alternatif local, (3) pengembangan konsumsi pangan
non beras, (4) fasilitasi subsidi input produksi, (5) perumusan dan penetapan harga pangan,
(6) pengembangan tata niaga pangan,(7) pengembangan system kewaspadaan pangan dan
gizi.
Padahal para petani kecil inilah yang menerima dampak yang besar akibat liberalisasi
pertanian itu sendiri, karena kemampuan modal serta kepemilikan lahan mereka yang kecil
dan keterbatasan informasi dan pengetahuan tentang pengembangan ilmu pertanian.
Massa pemerintahan SBY ini pun seolah masih bersetubuh mesra dengan Rezim Kapitalisme
dan neo-liberalisame Internasional. Itu dapat dilihat dari peratiran perundang-undangan yang
telah dibuat oleh pemeritah yaitu UU No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal yang
isinya adalah meluaskan kekuasaan modal pada pengusasaan dan kepemilikan agrarian.
Selanjutnya Intruksi presiden No. 5 tahun 2008 tentang focus program ekonomi 2008-2009
termasuk di dalamnya mengatur investasi pangan skala luas, yang telah membuka jalan
privatisasi dan monopoli di sector pangan menjadi semakin terbuka. (Rini, 2010:62, dalam
Winarno: 2012).
3.1.1 Kebijakan Pupuk Bersubsidi
Program pemberian pupuk bersubsidi sudah dimulai sejak tahun 1970-an, tujuannya
kebijakan ini adalah untuk meringankan beban petani agar ketika mereka memerlukan pupuk
untuk tanaman pangannya pupuk tersedia dengan harga yang terjangkau. Terdapat
argumentasi bahwa, pertama pemanfaatan teknologi pupuk sampai saat ini diakui sebagai
teknologi intensifikasi pertanian untuk meningkatkan hasil pangan. Kedua, petani Indonesia
umumnya tidak bisa memanfaatkan teknologi pupuk ini karena kurang mampu membeli
sesuai dengan harga pasar. Sehingga pemerintah Indonesia yang berkepentingan dalam
peningkatan produktifitas hasil pangan demi ketahanan pangan Nasional, kemudian memilih
opsi memberikan subsidi harga pupuk untuk petani.
Namun sampai sekarang petani sebagai penerima manfaat program ini masih sulit untuk
mengaksesnya. Petani kerap kali menemukan pupuk langka, harga pupuk diatas Harga
Eceran Tertinggi (HET), dan penyalahgunaan mekanisme distribusi pupuk. Padahal
berdasarkan regulasi saat ini, pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi telah ditetapkan
dan ditataniagakan dengan HET melalui penyaluran resmi.
7. 3.1.2 Kebijakan stabilisasi Harga
Berbeda dengan banyak negara, Indonesia hingga saat ini belum memiliki
perundangan yang menetapkan komoditas pangan strategis. Dalam UU No 18 Tahun 2012
tentang Pangan, DPR dan pemerintah tidak menetapkan pasal yang mewajibkan pemerintah
untuk menetapkan apa saja komoditas pangan yang dianggap strategis. Padahal, penetapan
jenis komoditas pangan strategis sangat penting karena pengendalian harga untuk pangan
strategis perlu kebijakan di sisi produsen dan konsumen yang komprehensif dan jelas.
Jadi, apabila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan juga presiden-presiden mendatang
ingin serius melakukan pengendalian harga pangan strategis, maka ada sederetan syarat
kebijakan yang tidak hanya difokuskan untuk melindungi konsumen, tetapi juga melindungi
kepentingan produsen. Pengendalian harga pangan tidak boleh lagi dilakukan dengan
komoditas pangan impor seperti saat ini, tetapi menjaga stok pangan dengan produksi petani
serta menstabilkan harga jual para petani melalui kebijakan yang komprehensif, baik
perdagangan, fiskal maupun dukungan infrastruktur, untuk mendorong produksi dan
mencapai swasembada pangan
3.2. Stagnasi Produksi
Keseimbangan permintaan dan penawaran komoditas pangan menjadi indikator
penting dalam perencanaan kebutuhan pangan masyarakat. Laju peningkatan kebutuhan
pangan, untuk beberapa komoditas, lebih cepat dari laju peningkatan produksi. Kapasitas
produksi pangan terbatas karena produktivitas tanaman di tingkat petani pada beberapa
komoditas pangan relatif stagnan, bahkan situasi terakhir, produktivitas kedelai dan gula
cenderung menurun. Stagnasi produktivitas antara lain disebabkan oleh lambatnya penemuan
dan pemasyarakatan teknologi inovasi, serta rendahnya insentif finansial untuk menerapkan
teknologi secara optimal. Melemahnya sistem penyuluhan pertanian juga merupakan
penyebab lambatnya adopsi teknologi oleh petani. Peningkatan kapasitas kelembagaan
petani, serta peningkatan kualitas penyuluhan merupakan tantangan pembangunan ketahanan
pangan ke depan.
Kapasitas produksi pangan yang terbatas, juga dipengaruhi oleh kerusakan jaringan irigasi di
sentra-sentra produksi pangan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dukungan operasional
dan pemeliharaan yang kurang memadai, terbatasnya tambahan investasi infrastruktur
sumber daya air baru, seperti waduk dan jaringan air, kerusakan di daerah tangkapan
(catchment area), alih fungsi lahan sawah, serta pengaruh dampak perubahan iklim yang
ekstrem (climate change). Kondisi tersebut diperparah lagi karena masih terjadinya alih
fungsi lahan pertanian yang tinggi, terutama pada lahan sawah, sehingga menimbulkan
kerugian investasi yang sudah dibangun oleh pemerintah dan mendorong terjadinya degradasi
agrosistem pertanian
Krisis yang sama sewaktu-waktu dapat berulang, dengan tingkat bahaya yang lebih
besar atau lebih luas, terutama pada komoditas yang ketergantungan tinggi seperti gandum,
gula, susu, kedelai atau jagung.
8. 3.2.1 Ancaman Krisis Pangan
Kapasitas produksi terbatas, karena petani menghadapi berbagai kendala dan masalah dalam
berusaha tani, terutama disebabkan : (a) lambatnya penemuan dan pemasyarakatan teknologi
inovasi; (b) rendahnya insentif finansial untuk menerapkan teknologi secara optimal; (c)
melemahnya sistem penyuluhan pertanian sehingga adopsi teknologi lambat; (d)
ketidakpastian penyediaan air untuk produksi pangan karena rusaknya lebih dari 50 persen
prasarana pengairan; (e) terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian;
(f) meningkatnya jumlah petani gurem (luas garapan < 0.5 ha) dari 10.7 juta menjadi 13.3
juta kepala keluarga.
Berdasarkan proyeksi kebutuhan pangan tahun 2010-2015, upaya peningkatan produksi untuk
memenuhi ketersediaan pangan diperkirakan meningkat sekitar 1,3-1,5 kali dibandingkan
tahun 2011. Bahkan untuk kedelai meningkat sampai 8,6 kali. Berbagai masalah dan
tantangan tersebut, apabila tidak segera dipecahkan secara tepat dan terencana bisa berubah
menjadi ancaman krisis pangan di masa depan.
9. BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Indonesia merupakan negara agraris dan menjadi lubung holtikultura, sebagai negara
yang memiliki dua musim sebenarnya Indonesia memiliki potensi sungguh besar, yaitu
memiliki kekayaan sumberdaya komoitas pertanian yang tinggi serta keserdiaan lahaan
pertanian yang lebih luas, namun anehnya malah mengalami kelangkaaan. Kelangkaan ini
dinilai karena pemerintah minim menerbitkan kebijakan yang mendukung kesejahteran kaum
petani.
Ketidakberpihakan pemerintah kepada petani membuat ketahanan pangan di dalam negeri
menjadi rapuh. Misalnya, terjadi krisis pangan, untuk mengatasi hal itu pemerintah bukan
melakukan pendistribusian tanah untuk menggenjot produksi pangan namun melakukan
impor. Pemerintah malah membuka kran impor pangan dengan alasan untuk menekan harga
pangan dan sifatnya jangka pendek. Padahal, jika pemerintah serius, untuk menanam bahan
pangan seperti kedelai dan jagung tidak membutuhkan masa panen yang lama. “Hanya butuh
3 bulan untuk panen. Ini berarti pemerintah tidak serius.
4.2.Saran
1) Pengembangan komoditas strategis harus terpadu, konsisten dan berkelanjutan, dengan lebih
memperhatikan peningkatan produktivitas dengan peningkatan adopsi teknologi unggul oleh
petani, peningkatan kualitas penyuluhan dan penguatan kelembagaan petani, perluasan areal
tanam dengan pencetakan lahan sawah baru dan pemanfatan lahan kering dan peningkatan
intensitas pertanaman, aspek distribusi pangan dan perdagangan, serta aspek tata niaga dan
harga pangan.
2) Stabilitas harga pangan strategis harus dijaga melalui penguatan pemantauan harga beberapa
pangan pokok dan strategis, khususnya pada bulan-bulan tertentu saat produksi menurun dan
saat kebutuhan meningkat, atau pada musim panen. Apabila terjadi gejolak harga yang
meresahkan masyarakat, pemerintah harus melakukan tindakan intervensi untuk
menstabilkan kembali pada tingkat yang dapat diterima.
3) Melindungi pasar domestik untuk komoditas pangan strategis terhadap praktek perdagangan
internasional yang tidak adil, dengan kebijakan promosi, sepeti subsidi produksi dan insentif
harga, serta kebijakan proteksi seperti pengenaan tarif, pengenaan kuota dan non-tarif.
10. DAFTAR PUSTAKA
Novianto, Arief.(2012).”Pengaruh Liberalisasi Pangan di Indonesia terhadap Ketahanan
Pangan Nasional
Rifai,Ade Indrawan. (2012).”Dampak Pembangunan sektor pertanian tanaman pangan
terhadap perekonomian indonesia”. Jakartar : UI.