1. LAPORAN PRAKTIKUM
PENENTUAN KADAR HCl
Disusun Oleh :
Alfian Zulfikar (05)
Aulia Rizky Putra (08)
Karina Septia R (15)
Li’isyatin Hidah (17)
Mailiyah Afifah (18)
Nur Islahah (25)
KELAS : XI.MIA.3
SMA NEGERI 1 SIDAYU
TAHUN 2016 / 2017
2. Menentukan Kadar HCl
A. Tujuan
Menentukan konsentrasi larutan asam atau basa untuk menghitung banyaknya
pereaksi dan hasil reaksi dalam larutan elektrolit menggunakan titrasi asam basa.
B. Dasar Teori
Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi
sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan
kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatkan reaksi asam-basa maka disebut sebagai titrasi asam-basa (khusus dibahas pada
laporan ini), titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakkan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan
biasanya di letakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Titrasi
asam-basa melibatkan asam maupun basa, sebagai titer maupun titrant. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrasi asam basa adalah reaksi penetralan. Dalam titrasi suatu larutan asam dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Kemudian, suatu titrant (larutan basa) yang telah diketahui konsentrasinya
ditambahkan hingga mencapai titik ekuivalen ( artinya secara stoikiometri, titrant dan titer tepat
habis bereaksi).
Ada 2 cara untuk mengetahui titik ekuivalen :
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik
tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen.
2. Memakai indicator asam-basa. Caranya dengan melihat perubahan warna ketika titer
diteteskan ke dalam titrant. Ketika warna berubah sesuai indicator, berarti pada saat inilah
titrasi kita hentikan. Karena telah tercapai titik ekuivalen.
Pada umumnya, cara kedua lebih sering digunakan. Karena kemudahan pengamatan serta tidak
diperlukan alat tambahan dan sangat praktis. Indicator yang dipakai dalam titrasi asam-basa
adalah indicator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Oleh karena itu, indicator yang
digunakan juga sesuai dengan daerah perubahan pH. Zat indicator dapat berupa asam atau basa
yang larut, stabil, dan menunjukkan perubahan warna yang kuat. Keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
3. Titrasi asam-basa dibedakan menjadi 5 jenis :
1. Asam kuat – Basa kuat
Contoh titrasi ini adalah HCl (asam kuat) dengan NaOH (basa kuat). Persamaan reaksinya :
HCl + NaOH ® NaCl + H20.
1. Asam kuat – Basa lemah
Contoh titrasi ini adalah HCl (asam kuat) dengan NH4OH (basa lemah). Persamaan reaksinya :
HCl + NH4OH ® NH4Cl + H2O
1. Asam lemah – Basa kuat
Contoh titrasi ini adalah CH3COOH (asam lemah) dengan NaOH (basa kuat). Persamaan
reaksinya :
CH3COOH + NaOH ® NaCH3COO + H2O
1. Asam kuat – garam dari asam lemah
Contoh titrasi ini adalah HCl (asam kuat) dengan NH4BO2 (garam dari asam lemah). Persamaan
reaksinya :
HCl + NH4BO2 ® HBO2 + NH4Cl
1. Basa kuat – garam dari basa lemah
Contoh titrasi ini adalah NaOH (basa kuat) dengan CH3COONH4 (garam dari basa lemah).
Persamaan reaksinya :
NaOH + CH3COONH4 ® CH3COONa + NH4OH
1. B. pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan
yang dimiliki oleh suatu larutan. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan
netral apabila memiliki nilai pH=7 nilai pH < 7 menunjukkan keasaman. Nilai pH > 7
menunjukkan larutan bersifat basa. Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara
matematis, pH didefinisikan dengan pH = – log 10
4. C. Alat dan Bahan
Alat Jumlah Bahan Jumlah
Buret (dapat diganti dengan
silinder ukur 50 cm3
)
Labu Erlenmeyer 100 cm3
Pipet tetes
Gelas kimia 200 cm3
Labu takar 100 cm3
Corong gelas
Pipet volumetric atau pipet labu
ukur 10 cm3
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Asam cuka
Larutan NaOH 0,100 M
Indikator PP
Beberapa
merek
5. D. Cara Kerja
a. Mengambil larutan HCl yang telah diencerkan sebanyak 20 mL, memasukkan ke
dalam labu etlenmeyer dan menambahkan 2 tetes indicator PP.
b. Titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH 0,100 M. Menghentikan titrasi apabila
larutan warnanya menjadi merah jambu.
c. Lakukan titrasi 3 – 4 kali sampai didapatkan minimal 2 hasil yang relative tetap (sama).
d. Menghitung kadar HCl tersebut dengan menganggap HCl mempunyai kemolaran
17,4 M.
Alternatif
Jika tidak ada buret, pipet volumetri, dan labu takar, dapat digunakan cara kerja berikut ini :
a. Ambil HCl yang akan ditentukan kadarnya sebanyak 2 mL dengan silinder ukur 10 mL,
kemudian menuangkan kedalam silinder ukur 100 cm3
dan tambahkan air sampai
volumenya 100 cm3
.
b. Mengambil 25 mL larutan tersebut kedalam labu Erlenmeyer 100 cm3
, tambahkan 2 tetes
PP.
c. Mengambil 100 cm3
larutan NaOH 0,100 M di dalam silinder ukur, dan dengan
menggunakan pipet tetes menambahkan NaOH 0,100 M tersebut kedalam larutan HCl yang
ada dalam labu Erlenmeyer sedikit demi sedikit sambal menggoyangkan labu.
d. Penambahan dihentikan apabila warna larutan sudah berubah menjadi merah muda. Catat
berapa volume NaOH yang telah dipakai.
e. Ulangi percobaan 3 – 4 kali sampai di dapatkan dua hasil yang relatif sama.
6. E. Data Hasil Pengamatan
a. Titrasi I
0 – 6,0 mL
t = 4 menit 30 sekon
b. Titrasi II
0 – 7,5 mL
t = 3 menit 5 sekon
c. Titrasi III
0 – 7,2 mL
t = 2 menit 10 sekon
Rata – rata volume NaOH = 6,0 + 7,5 + 7,2 mL = 6,9 mL
3
Evaluasi
Persamaan Reaksi
HCl + NaOH NaCl + H2O
NaOH yang terpakai = 0,1 M x 6,9 mL
= 0,69 mmol
Kadar HCl = 0,69 mmol = 0,0345 M
20 mL
Kadar HCl = 0,0345 x 100 % = 0,2 %
17,4