Laporan ini mendeskripsikan hasil pengukuran parameter fisikokimia di beberapa titik di Sungai Serayu untuk melihat pola perubahannya secara longitudinal. Parameter yang diukur antara lain oksigen terlarut, kecepatan arus, pH, temperatur, dan substrat dasar. Hasilnya akan membantu memahami kondisi ekosistem sungai dan digunakan sebagai alat pemantauan kualitas perairan."
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanamanshafirasalsa11
Laporan ini ditujukan kepada kamu yang malas membuat laporan praktikum, but sebaiknya jangan copas semua, karena yang dikhawatirkan disuruh untuk membuat laporan lagi, SEMANGAT pejuang laprak!
Laporan Praktikum IDENTIFIKASI & KLASIFIKASI TUMBUHAN || Biologi Tanamanshafirasalsa11
Laporan ini ditujukan kepada kamu yang malas membuat laporan praktikum, but sebaiknya jangan copas semua, karena yang dikhawatirkan disuruh untuk membuat laporan lagi, SEMANGAT pejuang laprak!
Laporan Fisiologi Tumbuhan I Difusi dan Osmosis (Penentuan Tekanan Osmosis Ca...UNESA
Substansi seperti elektrolit, gas, dan nutrisi harus bergerak ke seluruh tubuh. Hal ini dapat dapat dilakukan dengan sistem traspor pasif atau aktif. Difusi dan osmosis merupakan contoh dari sistem transpor pasif (James, dkk., 2008: 27). Partikel berpindah karena energi kinetik yang dimilikinya. Hal ini penting untuk memungkinkan partikel menyebrangi membran sel. Tidak diperlukan energi tambahan untuk proses ini. Difusi adalah pengaliran larutan dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasinya rendah dan hasil akhir dari proses difusi adalah konsentrasi di kedua kompartemen manjadi sama. Larutan tersebut adalah zat-zat atau pertikel-partikel yang berada dalam cairan seperti glukosa, elektrolit, oksigen, dan lain-lain.
Sedangkan osmosis adalah gerakan air melewati membran semipermeabel dari area dengan konsentrasi zat terlarut rendah ke area dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi (Horne & Swearingen, 2001). Pada osmosis, biasnya perpindahan terjadi hanya satu arah karena yang bergerak adalah air. Tujuan osmosis adalah melarutkan zat terlarut (solute) sampai terjadi ekuilibrium pada kedua larutan, suhu larutan, muatan listrik solute dan perbedaan tekanan osmotik. Tekanan osmotik ini bergantung pada konsentrasi molekul di dalam larutan. Bila konsentrasi molekulnya tinggi, maka tekanan osmotik pada larutan tersebut tinggi sehingga air akan tertarik masuk ke dalam larutan tersebut. (Asmadi, 2008: 52-53). Tekanan osmotik dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
TO sel = 22,4.M.T
273
Dengan:
TO = Tekanan osmotik
M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis
T = Temperatur mutlak (273 + t°C)
Kesimpulan
Semakin besar konsentrasi larutan sukrosa, semakin banyak prosentase sel yang terplasmolisis, pada konsentrasi sukrosa 0,14 M, prosentase sel yang terplasmolisis 45%, dimana mendekati 50%, dan nilai tekanan osmosis dari konsentrasi sukrosa 0,14 M adalah 3,48 atm.
Ciri-Ciri
Variasi suhu tidak mencolok
Tumbuhan yang paling banyak ditemui adalah jenis ganggang
Organisme yang hidup di dalam ekosistem ini telah mengalami adaptasi
Kadar garam sangat rendah
Ekosistem Lentik (Air Tenang)
Ekosistem Lotik (Air yang Mengalir)
Laporan Fisiologi Tumbuhan I Difusi dan Osmosis (Penentuan Tekanan Osmosis Ca...UNESA
Substansi seperti elektrolit, gas, dan nutrisi harus bergerak ke seluruh tubuh. Hal ini dapat dapat dilakukan dengan sistem traspor pasif atau aktif. Difusi dan osmosis merupakan contoh dari sistem transpor pasif (James, dkk., 2008: 27). Partikel berpindah karena energi kinetik yang dimilikinya. Hal ini penting untuk memungkinkan partikel menyebrangi membran sel. Tidak diperlukan energi tambahan untuk proses ini. Difusi adalah pengaliran larutan dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasinya rendah dan hasil akhir dari proses difusi adalah konsentrasi di kedua kompartemen manjadi sama. Larutan tersebut adalah zat-zat atau pertikel-partikel yang berada dalam cairan seperti glukosa, elektrolit, oksigen, dan lain-lain.
Sedangkan osmosis adalah gerakan air melewati membran semipermeabel dari area dengan konsentrasi zat terlarut rendah ke area dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi (Horne & Swearingen, 2001). Pada osmosis, biasnya perpindahan terjadi hanya satu arah karena yang bergerak adalah air. Tujuan osmosis adalah melarutkan zat terlarut (solute) sampai terjadi ekuilibrium pada kedua larutan, suhu larutan, muatan listrik solute dan perbedaan tekanan osmotik. Tekanan osmotik ini bergantung pada konsentrasi molekul di dalam larutan. Bila konsentrasi molekulnya tinggi, maka tekanan osmotik pada larutan tersebut tinggi sehingga air akan tertarik masuk ke dalam larutan tersebut. (Asmadi, 2008: 52-53). Tekanan osmotik dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
TO sel = 22,4.M.T
273
Dengan:
TO = Tekanan osmotik
M = Konsentrasi larutan yang menyebabkan 50% sel terplasmolisis
T = Temperatur mutlak (273 + t°C)
Kesimpulan
Semakin besar konsentrasi larutan sukrosa, semakin banyak prosentase sel yang terplasmolisis, pada konsentrasi sukrosa 0,14 M, prosentase sel yang terplasmolisis 45%, dimana mendekati 50%, dan nilai tekanan osmosis dari konsentrasi sukrosa 0,14 M adalah 3,48 atm.
Ciri-Ciri
Variasi suhu tidak mencolok
Tumbuhan yang paling banyak ditemui adalah jenis ganggang
Organisme yang hidup di dalam ekosistem ini telah mengalami adaptasi
Kadar garam sangat rendah
Ekosistem Lentik (Air Tenang)
Ekosistem Lotik (Air yang Mengalir)
FIuktuasi saIinitas dan terbentuknya karakteristik Iingkungan di muara perair...oryzaputri
Lahan rawa pasang surut umumnya terbentuk dari sedimen yang dibawa oIeh arus sungai dari huIu yang mengendap daIam keadaan dipengaruhi oIeh air Iaut atau daIam keadaan air yang mengandung garam. Menurut Departemen PU (1995), Edapan sedimen yang terbentuk akan semakin menebaI hingga akhirnya ditumbuhi oIeh rumput dan pohon-pohon yang merupakan vegetasi pantai. Sisa-sisa vegetasi yang mati dan membusuk Iama keIamaan membentuk Iapisan gambut yang menyebabkan warna airnya menjadi cokeIat atau kecokeIatcokeIatan dan mengurangi kadar oksigen di daIam air sehingga pH air turun dan menjadi asam. Menurut Dyer (1990), rawa yang terbentuk di daerah estuari memiIiki arti penting sebagai tempat penampungan sementara Iuapan air Iaut karena proses pasang surut dan berfungsi menampung air tawar pada saat terjadi banjir di daratan, sebeIum air tawar masuk ke Iautan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Pi-2 AGUS MULYADI. S.Pd (3).pptx visi giru penggerak dan prakrsa perubahan bagja
Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai
1. LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI
PERAIRAN KONDISI FISIKOKIMIA
EKOSISTEM SUNGAI (POLA
LONGITUDINAL DAS SERAYU)
Posted on 19 Desember 2014 by hikmatunalwiyah
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
KONDISI FISIKOKIMIA EKOSISTEM SUNGAI (POLA LONGITUDINAL DAS
SERAYU)
Oleh :
HIKMATUN ALWIYAH H1H013005
Asisten :
MUSLIKHA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2. 2014
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai yang cukup panjang, secara alami faktor fisika kimia air berbeda antara bagian hulu,
tengah dan hilir. Perbedaan yang jelas adalah pada keadaan dasar sungai, yaitu berbatu, berpasir
atau berlumpur, dan terkait dengan kecepatan arus sungai. Kecepatan arus juga berpengaruh
terhadap kandungan oksigen terlarut di air. (Odum,1971).
Mempublikasikan konsep “River Continuum Concept” yang menyatakan bahwa karena adanya
pengaruh ekosistem terestial,dari hulu ke hilir merupakan suatu continuum (perubahan dari hulu
kehilir terjadi secara gradual). Perubahan gradual ini akan diikuti penyesuaian biotenya.
Sehingga dapat diprediksi bahwa suatu struktur komunitas organisme akan berubah pula secara
gradual dari hulu kehilir, dengan demikian setiap taksa akan memiliki zonasi tersendiri secara
longitudinal. Di daerah sub tropikal, stude yang terkait dengan konsep ini telah banyak diteliti
namun untuk daerah tropikal studi ini masih sangat langka. (Nugroho,2008)
Studi zona longitudinal fakto fisiko kimia di suatu sungai perlu dilakukan karena akan membantu
interpreasi dari penggunaanya sebagai alat pemantau kualitas perairan dan manajemen
ekosistem. Dalam bidang perikanannya sebagaii alat pemantau kualitas perairan dan manajemen
ekosistem. Dalam bidang perikanan, karena faktor fisiko kimia merupakan faktor pembatas,
maka informasi zonasi longitudinal akan dapaat digunakan sebagai pengelolaan sungai.
(Nugroho, 2008).
Disungai Serayu dan anak-anak sungainya, sebagaimana sungailain didunia, secara alami
terdapat gradienfaktor fisika kimia perairan dari hulu kehilir (longitudinal). Sebagai contoh dapat
dikemukakan, temperatur, kondukifitas, nitrogen, phospat, lebar sungai, akan meningkat dari
hulu kehillir secara gradual. Sebaliknya, oksigen terlarut, ukuran median substrat, kejernihan air,
kecepataan arus, akan semakin menurun (Endri, et al, 2010).
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran oksigen terlarut, kecepatan arus, konduktivitas,
pH, temperatur, BOD, kejernihan air, dan substrat dasar
2. Untuk mengetahui kondisi fisikokimia ekosistem sungai (pola longitudinal sungai).
3. 1. TINJAUAN PUSTAKA
o Ekosistem
Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi dua, yaitu perairan lentik yang
disebut juga dengan perairan tenang dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras.
Perbedaan utama antara dua perairan lotik dan perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan
lentik mempunyai kecepatan arus yang lembut serta terjadi akumulasi massa air dalam periode
waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi,
disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2001).
Sungai
Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur
hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi daerah di sekitarnya, sehingga kondisi
suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan. Perairan
sungai mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk ekosistem
yang saling mempengaruhi. Komponen ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya
membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Endri,
2010).
Parameter Fisikokimia Perairan Sungai
Organisme yang dapat disesuaikan dengan kondisi sifat fisik-kimia yang akan mampu hidup.
Penyebaran jenis dan hewan akkuatik ditentukan oleh kualitas lingkungan yang ada seperti sifat
fisika, kimia, biologisnya. Kehidupan ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh volume air
mengalir, kecepatan arus, temperatur, pH dan konsentrasi oksigen terlarut (Barus,2001).
4. Dissolved Oxygen (DO)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi
atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen
yang terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi
anaerobic yang mungkin saja terjadi. Oksigen terlarut dibutuhkan untuk semua jasad hidup untuk
pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energy untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu
proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organism yang hidup dalam perairan
tersebut. Kadar oksigen dalam air akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurangnya dengan semakin tingginya salinitas (Odum, 1971).
Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan suatu pendekatan analisis secara empiris global pada proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organic terlarut dan
sebagai zat-zat organic yang tersuspensi dalam air. ( Tantowi,2002).
Temperatur
Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama
mengurangi perubahan suhu sampai tingkat yang paling kecil. Suhu biasanya sangat dipengaruhi
oleh banyak sedikitnya panas sinar matahari yang sampai menyentuh air. Umumnya suhu air di
permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28oC-310C. Sifat air yang terpenting adalah antara
lain:
1. Panas jenis yang tinggi, satu gram kalori (gkal) panas diperlukan untuk menaikan suhu 1
derajat lebih tinggi (antara 150-160)
2. Kerapatan air yang tinggi terjadi pada suhu 4oC, diatas dan dibawah suhu tersebut air
akan berkembang menjadi lebih ringan (Odum, 1996).
Derajat keasaman air (pH)
pH merupakan suatu indeks konsentrasi ion hydrogen dan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kehidupan organism perairan, sehingga dapat dipergunakan sebagai petunjuk baik
buruknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup (Tantowi,2002).
Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan air serta
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia (Effendi, 2003). Derajat keasaman (pH) berkaitan
erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, semakin tinggi pH, semakin tinggi alkalinitas dan
semakin rendah kadar kandungan dioksida bebas (Sofiya,2010).
Lebar Sungai
5. Lebar adalah jarak antara sisi yang kiri dengan sisi yang kanan. Lebar sungai sangatlah
dipengaruhi oleh riparian vegetation yang menjaga terjadinya pengikisan (Angelier, 2003).
Kedalaman Sungai
Kedalaman adalah parameter fisika yang mendasar dan berpengaruh pada aspek lainnya seperti
kejernihan air, suhu, dan kelarutan oksigen. Pada sungai dapat dijumpai tingkat yang lebih tua
dari hulu ke hilir, perubahan lebih terlihat pada bagian atas aliran air, dan komposisi kimia
berubah dengan cepat. Dan komposisi komunitas berubah sewajarnya yang lebih jelas jelas pada
kilometer pertama dibanding lima puluh (50) kilometer terakhir (Odum, 1988).
Kejernihan Air
Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona
fotosintesa di mana habitat akuatik di batasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama bila
disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap pada dasar perairan, hal ini sering
kali penting untuk dijadikan sebagai faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan
oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktivitas. Kejernihan dapat diukur
dengan alat yang amat sederhana yang disebut cakram secchi (dinamakan menurut penemunya
A. Secchi seorang Italia yang memperkenalkannya pada tahun 1865). Cakram secchi adalah
sebuah cakram putih bundar yang memiliki garis tengah kira-kira 20 cm yang cara kerjanya
adalah dengan memasukan cakram secchi ke dalam air sampai tidak terlihat lagi perbedaan
hitam dan putih dari permukaan air. Kedalaman itu disebut kejernihan cakram secchi yang dapat
berkisar antara beberapa cm pada air yang amat keruh, sampai 40m pada air yang amat jernih
(Odum, 1996).
Pada daerah sungai terdapat 2 macam zona aliran air, zona itu adalah zona air deras dan zona air
tenang. Zona air deras adalah zona dimana daerah aliran sungai yang dangkal dan biasanya
terletak pada hulu sungai. Arus tersebut berfungsi untuk membuat dasar sungai bersih dari
endapan dan materi lainnya. Oleh karena itu daerah pada hulu sungai memiliki tingkat kecerahan
yang tinggi. Sedangkan pada zona air tenang adalah bagian sungai yang dalam yang kecepatan
arusnya telah berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air cenderung mengendap
pada dasar perairan, sehingga memiliki tingkat kecerahan yang rendah. Zona ini biasanya
terdapat pada hilir sungai (Odum, 1996).
Kecepatan Arus
Arus merupakan faktor fisika yang mempengaruhi keberadaan dan distribusi organisme perairan
dari suatu habitat tempat hidupnya. Arus adalah faktor utama yang membuat kehidupan antara
kolam, danau dan perairan mengalir (sungai) menjadi berbeda dan mengatur perbedaan di
beberapa tempat dari suatu perairan mengalir. Sehinggga, arus amat penting dipertimbangkan
sebagai faktor pembatas. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran, kedalaman dan
kelebaran dasar dari suatu sungai (Odum, 1996).
Pada daerah sungai terdapat 2 macam zona aliran air, zona itu adalah zona air deras dan zona air
tenang. Zona air deras adalah zona dimana daerah aliran sungai tersebut memliki kedalaman
6. yang dangkal, kecepatan aus yang cepat dan biasanya terletak pada hulu sungai yang dipengaruhi
oleh kemiringan dan topografinya. Sedangkan pada zona air tenang adalah bagian sungai yang
dalam yang kecepatan arusnya telah berkurang, maka lumpur dan materi yang berada dalam air
cenderung mengendap pada dasar perairan, sehingga dasarnya lunak. Zona ini biasanya terdapat
pada hilir sungai (Odum, 1996).
Substart Dasar
Substrat dasar adalah kondisi dasar dari perairan yang menjadi tempat tinggal bagi benthos dan
menjadi kisaran toleransi bagi beberapa makhluk hidup. Setiap ekosistem tergantung dan dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat, waktu dan masing-masing membentuk basis-basis
perbedaan diantara ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas (Odum,
1996). Substrat dasar termasuk faktor yang mempengaruhi keberadaan organisme. Substrat ini
merupakan bagian dasar perairan yang terdiri dari batuan besar, kerikil lumpur, tanah liat
berpasir. Substrat dasar berupa batu besar, kerikil biasanya banyak ditemukan didaerah hulu
yang ditempati oleh banyak organisme. Hal ini disebabkan oleh bentuk topografi dari sungai
tersebut, dimana arus deras biasanya membawa endapan-endapan pada dasar sungai. Sedangkan
substrat dasar yang berupa lumpur, tanah liat berpasir biasanya ditemukan didaerah hilir yang
ditempati oleh sedikit organism. (Siahaan, 2011).
Konduktivitas dan Salinitas
Konduktivitas air yang baik bagi kehidupan suatu mahluk hidup di perairan yaitu di bawah
400μs. Konduktivitas perairan yang melebihi atau diatas 400μs mahluk hidup atau organisme
yang hidup di perairan akan stress dan akan mati. Jika di perairan sungai terdapat banyak partikel
maka hantaran listrik tinggi (Barus,2001).
Skor Fisik Habitat
Skor fisik habitat adalah nilai dari kondisi yang terdapat pada suatu lingkungan habitat sungai
tertentu. Dari nilai fisik tersebut dapat diperoleh bagaimana kondisi pada lingkungan tersebut,
apakah lingkungan tersebut dalam keadaan Sub optimal, optimal, marginal atau buruk bagi
organisme yang hidup didalamnya maupun yang ada disekitar sungai tersebut. Untuk dapat
mendeskripsikan berapa skor fisik habitat dari suatu ekosistem dapat menggunakan tabel
Barbour dan Stribling tahun 1991.
MATERI DAN METODE
o Materi
Alat
7. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, kertas pH, botol Winkler, tali rafia,
keping secchii, pipet ukur, labu erlenmeyer. thermometer, kertas pH, rolling meter, tongkat
penduga yang telah diberi skala panjang.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4 pekat, amilum dan
Na2S2O3.
Metode
Parameter Fisika-Kimia meliputi, Oksigen terlarut (OD), pengukuran Biological Oxygen
Demand (BOD), temperatur, derajat keasaman air (pH), lebar sungai, kedalaman, kejernihan air,
substrat dasar, kecepatan arus, dan skor fisik habitat.
Dissolved Oxygen (DO)
Air diambil menggunakan botol winkler sebanyak 250ml tanpa ada gelembung. Kemudian
ditambahkan berturut-turut larutan MnSO4 dan KOH-KI masing-masing sebanyak 1ml dengan
menggunakan pipet ukur atau jarum suntik. Biarkan sesaat sampai endapan terbentuk. Setelah
itu, H2SO4 pekat ditambahkan kedalam botol lalu dikocok sampai endapan larut. Larutan tersebut
diambil sebanyak 100ml dan dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer. Larutan dititrasi dengan
Na2S2O3 sampai larutan bewarna kuning muda. Ditambahkan 10 tetes indikator amilum hingga
bewarna biru. Larutan dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai warna biru hilang.
Dihitung dengan rumus :
Oksigen terlarut = x p x q x 8
Keterangan :
p = volume larutan Na2S2O3
q = normalitas larutan
8 = bobot setara larutan
Pengukuran Biological Oxygen Demand (BOD) (MetodeWinkler)
Sampel dimasukkan ke dalam botol winkler volume 250 ml sampai penuh. Botol winkler
pertama segera diperiksa kandungan oksigennya, sedangkan botol kedua diinkubasi selama
selama 5 hari dengan suhu 20oC kemudian setelah diinkubasi, diperiksa kandungan oksigennya.
BOD dapat dihitung dengan rumus :
8. BOD =
Keterangan :
A0 : Oksigen terlarut sampel pada nol hari
A5 : Oksigen terlarut sampel pada lima hari
S0 : Oksigen terlarut blanko pada nol hari
S5 : Oksigen terlarut blanko pada lima hari
T : Persen perbandingan antara A0 : S0
P : Derajat pengenceran
Pengukuran Temperatur
Termometer dicelupkan pada perairan, tunggu beberapa menit sampai pengukuran angka stabil.
Kemudian dilakukan pengukuran di tiga titik lalu dirata-ratakan.
Pengukuran Derajat keasaman air (pH)
Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan kertas pH kedalam air. Kemudian, samakan
warna kertas pH yg telah dicelupkan ke air dengan skala pH yang tercantum.
Pengukuran Lebar Sungai
Dalam menentukan lebar dari sungai yang diamati digunakan estimasi (pendugaan) secara visual
Pengukuran Kedalaman Sungai
Dilakukan pengukuran pada tiap 2 meter lebar sungai dengan tongkat penduga yang telah diberi
skala panjang.
Pengukuran Kejernihan air
Keping sechii dimasukan ke dalam air. Diukur kedalaman sampai batas antara hitam dan putih
tidak dapat di bedakan. Jika dasar sungai masih dapat di bedakan catat kedalaman sampai dasar
tersebut.
Pengukuran Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Botol yang berisi air setengah atau
sepertiga dari ukuran botol kemudian di ikat dengan tali rafia sepanjang 10 meter. Setelah diikat
9. botol tersebut dilemparkan ke sungai. Catat waktu yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut
dibawa oleh arus sungai sejauh 10 meter.
Pengukuran Substart Dasar
Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaur dan stribing, dan dilakukan perhitungan skor
fisik habitat setiap stasiun pengamatan. Diestimasi secara visual persentasi bagian dasar sungai
yang tertutup lumpur, pasir, kerikil, batu.
Pengukuran Konduktivitas dan Salinitas
Dengan menggunakan conductivitymeter ukurlah daya hantar listrik dan salinitas perairan.
Pengukuran Skor Fisik Habitat
Menggunakan Tabel Barbour dan Stribling, lakukan perhitungan skor fisik habitat tiap stasiun
pengamatan.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Kondisi Fisik Habitat Barbour dan Stribling
Habitat
parameter
Optimal
SKOR: 20
Suboptimal
SKOR: 15
Marginal
SKOR: 10
Poor
SKOR: 5
Substrat dasar
Lebih dari 60%
dasar perairan
terdiri atas
kerikil, batu, cadas
dengan porsi yang
kurang lebih sama.
30-60% dari
dasar perairan
berupa bebatuan
atau cadas
didominasi oleh
salah satu kelas
ukuran tersebut.
10-30%
merupakan
salah satu
materi yang
besar tetapi
lumpur atau
pasir
70-90%
mendominasi
substrat dasar.
Substrat
didominasi oleh
lumpur dan
pasir kerikil dan
materi yang
besar <10%.
Kekomplek
kan habitat
Berbagai macam
tipe kayu pohon,
cabang, tumbuhan
akuatik, terdapat
pada segmen
sungai membentuk
habitat yang
bervariasi. Segmen
sungai tertutup
kanopi.
Substrat cukup
bervariasi.
Segmen sungai
cukup
terlindungi.
Habitat
didominasi 1
atau 2 macam
substrat,
Tumbuhan tepi
yang dinaungi
segmen sungai
sedikit.
Habitat
monoton pasir
dan lumpur
menyebabkan
habitat tidak
bervariasi.
10. Kualitas
bagian
menggenang
25% dari bagian
yang menggenang
sama atau lebih
lebar dari setengah
lebar sungai,
kedalaman >1m.
<5% bagian yang
menggenang
kedalamannya
>1m dan lebih ½
lebar sungai.
Umumnya bagian
yang dalam ini
lebih kecil dari
setengah sungai
dan
kedalamannya >
1m.
<1% bagian
yang
menggenang
kedalamannya
>1m dan lebih
lebar sungai
bagian yang
menggenang ini
mungkin sangat
dalam/ dangkal.
Habitat tidak
bervariasi.
Bagian yang
menggenang
kecil dan
dangkal bahkan
mungkin tidak
terdapat bagian
yang
menggenang.
Kestabilan
tepi sungai
Tidak pernah ada
bukti-bukti bahwa
tempat tersebut
pernah terjadi erosi
atau berpotensi
erosi.
Jarang terjadi
bagian tepi yang
gugur,
kemungkinan
gugur ada tetapi
rendah.
Bagian tepi ada
ynag
mengalami
erosi pada saat
banjir.
Bagian tepi
tidak stabil,
sering terjadi
erosi.
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 2-3 November 2014 di sepanjang daerah aliran sungai
(DAS) Di Sungai Serayu Banjarnegara dengan tempat Cowakan semar, Kembangan, Mandiraja,
Mrican, Singomerto, Prigi, Garung, Kejajar.
Analisis Data
Parameter yang digunakan pada praktikum yaitu mengukur oksigen terlarut (DO), BOD,
Konduktivitas, pH, Temperatur, Kecepatan arus, Lebar sungai, Kecerahan sungai, Kedalaman
sungai, Skor fisik habitat, dan tipe substrat.
11. 1. HASIL DAN PEMBAHASAN
o Hasil Pengamatan Kondisi Fisikokimia Ekosistem Sungai (Pola Longitudinal
Das Serayu)
Tabel 2. Kondisi Fisikokimia Ekosistem Sungai (Pola Longitudinal DAS Banjaran).
Stasiun
Temp
(OC)
Kec.
arus
(m)
pH
Lebar
sungai
(m)
O2 BOD
Tipe
subs trat
Skor
fisik
habitat
Keda
laman
(m)
Kece
rahan
Konduktivity
(mmhos)
Kejajar 24
0,63-
0,77
7 6,5 7 2.2
Pasir
kerikil
batu
65 23 8,30 97
Garung 22
0,62-
0,71
7 17 5 1.9 batu 80 60 22,5 99
Prigi 27
0,30-
1,66
6 32 6,4 1.3
batu,
pasir,
lumpur
55 35,67 34 102
Singomerto 26,3 0,298 7 50 7 2.1 berbatu 65 50,8 50,8 116
Mrican 26 0,357 6 18 5,3 3.4
batu dan
kerikil
60 88,3 41 160
Mandiraja 28,3
0,67-
1,67
7 85 6 1.9
kerikil,
batu
55 40 28,5 114
Kembangan 27,2 0,595 7 44 5,6 2.7 berbatu 63 50,9 50,9 110
Cowakan
Semar
29
0,1-
0,2
7 32 5,2 2.6
lumpur,
pasir
50 45,5 20 124
4.2 Pembahasan
Dissolved Oxygen (DO)
12. Bedasarkan data pengamatan yang telah diperoleh stasiun yang memiliki nilai kandungan
oksigen terlarut paling tinggi adalah pada stasiun Kejajar dan Singometro yaitu 7. Sedangkan
stasiun yang paling rendah kandungan oksigen terlarutnya adalah pada stasiun Garung yaitu 5.
Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air semakin baik. Dari hasil di atas sungai di stasiun
Kejajar, Prigi, Singomerto, Mrican, Mandiraja, Kembangan dan Cowakan Semar memili DO
diatas 5 yang mengidikasikan tingkat pencemaran yang tinggi. Sedangkan pada stasiun Garung
memiliki nilai DO diatas 5 yang berarti tingkat pencemaran rendah.
Tingkat pencemaran berdasarkan DO menurut Effendi (2003), dapat dilihat pada Table :
Tingkat
Pencemaran
Parameter
DO BOD
Rendah > 5 0 – 10
Tinggi 0 – 5 10 – 20
Sedang 0 25
Pada stasiun garung merupakan stasiun dengan nilai DO terendah, hal itu di sebabkan oleh
banyaknya tumpukan sampah bendungan dekat dengan PLTA. Semakin banyak sampah maka
semakin banyak mikroorganisme yang hidup maka semakin banyak pula oksigen yang
dibutuhkan untuk melakukan proses metabolisme. Menurut Effendi (2003), Oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan
anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu
proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan
tersebut.
Gambar 1. Dissolved Oxygen (DO) sungai serayu
Biological Oxygen Demand (BOD)
Kriteria pencemaran berdasarkan nilai BOD5 yaitu konsentrasi BOD5 < 2,90 mg/l tergolong
perairan yang tidak tercemar, konsentrasi BOD5 3,00 – 5,00 mg/l menandakan perairan berada
dalam kondisi tercemar ringan, konsentrasi BOD5 5,00 – 14,00 mg/l tergolong perairan tercemar
sedang dan konsentrasi BOD5 > 15,00 mg/l mengindikasikan perairan berada dalam kondisi
tercemar berat (Endri et al, 2010).
Gambar 2. BOD Sungai Serayu
Berdasarkan hasil yang didapatkan dan dibandingkan dengan referensi yang ada, sungai Mrican
merupakan perairan yang tercemar ringan karena memiliki BOD sebesar 3,4 mg/l. Sedangkan
sungai lain termasuk kedalam sungai yang tidak tercemar karena nilai BOD-nya kurang dari 2,90
mg/l.
Temperatur
13. Hasil praktikum menunjukkan bahwa temperatur di setiap sungai berbeda-beda. Temperatur
tertinggi pada sungai Cowakan Semar dan Mandiraja yaitu 290C dan 28,30C temperatur terendah
pada sungai garung yaitu 220C. Hal ini disebabkan oleh lokasi sungai yang terletak di dataran
tinggi dan jarang mendapatkan sinar matahari yang banyak. Ini sesuai dengan tinjauan pustaka
yang menyatakan bahwa temperatur sangatlah dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang
sampai pada air sungai. Temperatur yang stabil dalam perairan adalah 25°C-30°C. Temperatur
optimum yang layak untuk kehidupan organisme yaitu 25°C-28°C. (Irwan,1992).
Gambar 3. Temperatur sungai serayu
Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitute),
ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran
serta kedalaman. Suhu air di permukaan di Indonesia umumnya berkisar 23 – 31° C. Suhu air di
permukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan
angin dan intensitas radiasi matahari.
Derajat keasaman air (pH)
Hasil praktikum menunjukkan bahwa pH memiliki nilai 6-7 yang berarti bahwa kondisi airnnya
netral sehingga dapat memungkinkan ikan untuk hidup. Semakin tinggi nilai ph semakin tinggi
pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebasnya.
Gambar 4. pH sungai serayu
Berdasarkan standar baku mutu air dalam PP Nomor 82 Tahun 2001, nilai pH yang sesuai untuk
sungai berkisar 6-9. Boyd (1990) menyatakan bahwa nilai pH berubah sepanjang hari akibat
proses fotosintesis tumbuhan air yang menurunkan CO2 pada siang hari sehingga mengakibatkan
pH meningkat. Nilai pH dalam perairan dapat menggambarkan tingkat produktivitas perairan,
yaitu pH 5,5-6,5 dikatakan tidak produktif; pH 6,5-7 dikatakan produktif; dan pH 7,5-8,5
dikatakan sangat produktif (Nugroho, 2008).
Lebar Sungai
Berdasarkan Dari data grafik lebar sungai pada sungai Serayu dari hilir ke hulu memiliki
perbedaan, semakin ke hilir lebar sungainya semakin besar dibandingkan pada bagian hulu. Hal
ini mungkin disebabkan oleh bentuk topografi, substrat dasar, erosi dan arus sungai yang
membawa endapan dari dasar sungai tersebut. Data tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang
diperoleh. (Macan, 1978). Hasil praktikum menunjukan bahwa stasiun yang memiliki lebar
sungai yang paling besar adalah pada sungai Mandiraja dengan lebar 85 m. Dan stasiun yang
memiliki lebar sungai yang paling kecil adalah pada sungan Kejajar yaitu 6,5 m.
Gambar 5. Lebar sungai serayu
Kedalaman Sungai
14. Hasil praktikum menunjukkan sungai Mrican merupakan sungai yang terdalam yaitu 88,3 m dan
sungai yang terdangkal pada sungai Kejajar yaitu 23 m. kedalaman di sungai serayu pada setiap
stasiun bervariasi, disebabkan oleh adanya perbedaan suatu substrat dasar, kecepatan arus dan
topografi dari sungai tersebut. Berdasarkan data yang telah kami peroleh, aliran sungai yang
berada pada bagian hulu memiliki kedalaman yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian
hilir yang memiliki kedalaman yang dalam. Data tersebut sesuai dengan tinjauan pustaka yang
didapat.
Gambar 6. Kedalaman sungai serayu
Kejernihan Air
Kejernihan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya. Penetrasi cahaya sering kali dihalangi
oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa di mana habitat akuatik di batasi
oleh kedalaman dan kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat
mengendap pada dasar perairan, hal ini sering kali penting untuk dijadikan sebagai faktor
pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan
indikasi produktivitas (Odum, 1994).
Hasil praktikum menunjukkan bahwa sungai dengan kecerahan tertinggi pada sungai
Kembangan yaitu 50,9 dan kecerahan terendah pada sungai Kejajar yaitu 8,30.
Gambar 7. Kejernihan air sungai serayu
Kecepatan Arus
Hasil praktikum menunjukkan sungai Mandiraja memiliki kecepatan arus tertinggi yaitu 0,67-
1,67 m/s dan sungai Cowakan sungai memiliki kecepatan arus terendah yaitu 0,1-0,2 m/s.
Kecepatan arus penting diamati sebab menurut Angelier (2003) merupakan faktor pembatas
kehadiran organisme didalam sungai. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan odum bahwa zona
air dearas memiliki kecepatan arus yang besar dan berada pada hulu sungai. Stasiun kembangan
berada di hilir sungai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Pertama sungai
kembangan memiliki kedalam yang dangkal hal itu sesuai dengan pernyataan odum bahwa arus
dipengaruhi oleh kedalaman. Selain itu pada saat pengukurun sedang terjadi hujan yang
mengakibatkan kenaikan massa air yang menyebabkan betambahnya kecepatan air di bagian
hilir.
Gambar 8. Kecepatan arus sungai serayu
Substart dasar
Substart dasar adalah kondisi dasar dari perairan yang menjadi tempat tinggal bagi benthos dan
menjadi kisaran toleransi bagi beberapa makhluk hidup. Setiap ekosistem tergantung dan dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat, waktu dan masing-masing membentuk basis-basis
perbedaan diantara ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifat yang khas (Odum,
1994).
15. Hasil praktikum menunjukkan bahwa substrat dasar di sungai Kejajar adalah berpasir, kerikil,
batu, substrat dasar di sungai Garung, Singomerto dan Kembangan adalah batu, substrat dasar di
sungai Prigi adalah batu, berpasir, berlumpur, substrat dasar di sungai Mrican dan Mandiraja
adalah batu dasn kerikil, dan substrat dasar di sungai Cowakan Semar adalah lumpur dan pasir.
Konduktivitas dan Salinitas
Konduktivitas bertambah dengan jumlah yang sama dengan bertambahnya salinitas sebesar 0,01,
temperatur sebesar 0,01 dan kedalaman sebesar 20 meter. Secara umum, faktor yang paling
dominan dalam perubahan konduktivitas di air adalah temperatu. Salinitas sungai yang semakin
kearah laut akan menigkat, hal ini menyebabkan distribusi salinitas di hulu sungai, muara hingga
ke arah laut menunjukkan nilai yang cenderung naik. (Nugroho. 2008).
Gambar 9. Konduktivitas sungai serayu
4.2.11. Skor Fisik Habitat
Hasil praktikum menunjukkan bahwa skor fisik habitat tertinggi terdapat di sungai Garung yaitu
80, sedangkan skor fisik habitat terendah terdapat di sungai Cowakan Semar yaitu 50. Dalam
penentuan skor fisik habitat tersebut ditentukan dengan melihat habitat parameternya berupa
substrat dasar, kekomplekan habitat, kualitas bagian yang menggenang dan kestabilan tepi
sungai. Skor fisik habitat yang paling tinggi terdapat pada stasiun sungai Garung.
Gambar 10. Skor fisik habitat sungai serayu
1. KESIMPULAN DAN SARAN
o Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil pengamatan Kondisi Fisikokimia Ekosistem
Sungai Serayu (Pola Longitudinal Sungai) adalah sebagai berikut:
1. Pengamatan kondisi fisikokimia ekosistem Sungai Serayu berdasarkan pola Longitudinal
dapat dilakukan dengan pengukuran indikator : oksigen terlarut (DO), BOD, temperatur,
pH, lebar sungai, kedalaman, kejernihan air, substrat dasar, kecepatan arus, konduktivitas
dan salinitas, serta skor fisik habitat.
2. Faktor fisikokimia yang menunjukkan pola Longitudinal sungai adalah DO, BOD,
kedalaman, temperatur, pH, substrat dasar, kecepatan arus, kejernihan air, lebar sungai,
konduktivitas, salinitas, dan skor fisik habitat.
o Saran
16. 1. Diharapkan asisiten selalu mengawasi dan membimbing praktikan dalam praktikum,
sehingga praktikum dapat terselesaikan dengan lancar.
2. Pada praktikum Ekologi Perairan ini seharusnya pemerintah harus menindak lanjuti
tentang pencemaran limbah di DAS Serayu.
DAFTAR PUSTAKA
Angelier E. 2003. Ecology of streams and rivers. Science publisher,inc., Enfield & plymouth.
Barus, T, A. 2001. Limnologi : Ekosistem Sungai dan Danau. Fakultas MIPA USU MEDAN.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisus.Yogyakarta. 258 hal.
Eko Harsono. 2010. Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum
Hulu. Jurnal Limnotek. Vol 17.
Endri, et al, 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas
Irwan, Zoer’aini Djamal. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas
dan Lingkungan. Bandung : Bumi Aksara.
Macan TT. 1978. Freshwater Ecology. London : Longman
Nugroho, S.P. 2008. Analisis Kualitas Air Danau Kaskade Sebagai Sumber Imbuhan Waduk
Resapan di Kampus UI Depok. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 10. 99-105
Nybakken, W. J. (1992). Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia.
Odum, E, P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Terj. T. Samingan & B. Sriganono Yogyakarta : Edisi
ketiga. Gajah Mada University-Press. Hal 412.
Odum, E.P 1998. Dasar Ekologi. (terjemahan) edisi 3. Gajah Mada Univ. Press: Yogyakarta.
Odum, P. E. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Sanders Company and Toppan Company Ltd.
London.
17. Siahaan, R.,A. Indawan, D. Shoedarma, dan L.B. Prasetyo.2011. Kualitas Air Sungai
Cisadane,Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah Sains, 11. 268-273.
Sofiya, dkk. 2010. Biology of Freshwater Pollution, Third Edition, Longman Group UK Limited,
UK
Tantowi, Y. Sofiya. 2002. Pemantauan Kualitas Air yang Baik dan Efisien Kasus Studi
Sungai Citarum. Bul Pusair 11 (37) : 21-33