2. Tujuan Pembelajaran Umum
(TPU)
Tujuan pembelajaran mata pendidikan dan
pelatihan Percepatan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi secara umum adalah, setelah
mengikuti pembelajaran ini, peserta
diharapkan mampu memahami dan
mengetahui Tindak Pidana Korupsi yang
dapat terjadi di unit kerjanya.
3. Tujuan Pembelajaran Khusus
(TPK)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta
diharapkan mampu:
a. menguraikan pengertian dan unsur-unsur tindak
pidana korupsi;
b. mengidentifikasi tindakan-tindakan pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang merupakan tindak
korupsi;
c. menjelaskan dan melaksanakan peran masyarakat
dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi;
d. memberikan latihan tata cara menganalisis suatu
kejadian / feit sebagai tindak pidana korupsi.
4. PENGERTIAN TINDAK
PIDANA KORUPSI
PENGERTIAN TINDAK PIDANA
Pembentuk undang-undang di Indonesia
menerjemahkan “straafbaarfeit” (Belanda) sebagai
tindak pidana, akan tetapi tidak menjelaskan lebih
lanjut mengenai straafbaarfeit itu sendiri.
Straafbaarfeit
Straafbaar feit.
Feit dalam bahasa Belanda mempunyai arti “sebagian
dari kenyataan”, sedangkan straafbaar mempunyai arti
“dapat dihukum”. Sehingga kalau diterjemahkan secara
harafiah maka straafbaarfeit mempunyai arti “sebagian
dari kenyataan yang dapat dihukum”
5. PENDAPAT BEBERAPA PAKAR HUKUM
MENGENAI PENGERTIAN TINDAKAN
PIDANA :
1. Prof. Muljatno
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang hukum dan diancam pidana.
Untuk adanya perbuatan pidana harus ada
unsur-unsur:
a. Perbuatan manusia;
b. Memenuhi rumusan dalam undang-undang
(syarat formil)
c. Bersifat melawan hukum (syarat materiil).
6. 2. E. Utrecht
Menerjemahkan straafbaarfeit dengan istilah
peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik,
karena peristiwa itu sebagai perbuatan handelen
atau doen-positif atau suatu melalaikan – negatif,
maupun akibatnya (keadaan yang
ditimbulkan karena perbuatan atau
melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan
peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu peristiwa
kemasyarakatan yang membawa akibat yang
diatur oleh hukum.
7. 3. Simon
“Tindakan melanggar hukum
yang telah dilakukan dengan
sengaja ataupun tidak dengan
sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan
atas tindakannya dan oleh
undang-undang telah
dinyatakan sebagai tindakan
8. UNSUR-UNSUR TINDAK
PIDANA
Unsur Subjektif
1. Setiap orang
2. Penyelenggara Negara
Pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, atau judikatif, dan pejabat lain yang fungsi
dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal
1 UU No 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN).
9. Penyelenggara Negara :
a. Pejabat Negara dalam Lembaga Negara,
b. Menteri,
c. Gubernur atau wakil pemerintah pusat di Daerah
d. Hakim, di semua tingkat pengadilan
e. Pejabat Negara yang lain : Dubes, Wakil Gubenur, dan
Bupati/Walikota, dan
f. Pejabat yang memiliki fungsi strategis
g. (yang rawan praktek KKN) ; Direktur/Komisaris, dan
pejabat struktural lainnya di BUMN/BUMD,
Pimpinan BI, Pimpinan Perguruan Tinggi, Pejabat
Eselon I, Jaksa, Panitera Pengadilan, dan Pimpinan,
Bendaharawan Proyek (Pasal 2 UU No 28 Tahun 1999).
10. 3. PEGAWAI NEGERI
a. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud
dalam UU Tentang Kepegawaian.
Pasal 1 angka 1 UU No 8 Tahun 1974 jo UU No 43 Tahun 1999
: Setiap WNI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan ,
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas
dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UU No 8 Tahun 1974 jo UU No 43
Tahun 1999 :
Pegawai Negeri terdiri dari :
1). PNS Pusat dan PNS Daerah
2). Anggota TNI, dan
3). Anggota POLRI
11. b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU
Hukum Pidana;
c. orang yang menerima gaji atau upah dari
keuangan
negara atau daerah;
d. orang yang menerima gaji atau upah dari
korporasi
yang menerima bantuan dari keuangan negara
atau
daerah ; atau
e. orang yang menerima gaji atau upah dari
12. 4. Korporasi
kumpulan orang dan kekayaan
yang terorganisasi baik yang
berbentuk badan hukum maupun
yang bukan berbentuk badan
hukum.
Unsur Objektif Tindak Pidana
a. Janji
b. Kesempatan
c. Kemudahan
13. PENGERTIAN KORUPSI
1. Menurut Fockema Andreae kata korupsi dari bahasa
Latin corruptio atau corruptus (Webster Student
Dictionary, 1960). Selanjutnya disebutkan bahwa
corruptio itu berasal dari kata asal
corrumpere, yaitu
suatu kata Latin yang lebih tua.
Dari bahasa latin inilah diserap kedalam banyak bahasa
di negara-negara Eropa, seperti Inggris yaitu
Corruption,
corrupt, dan Belanda Corruptie (korruptie). Dari
bahasa Belanda inilah kita menerjemahkan ke dalam
14. 2. Secara harafiah korupsi mempunyai arti kebusukan, keburukan,
kebejatan, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,
kata-kata atau ucapan yang menghina dan memfitnah.
3. The Lexicon Webster Dictionary “Corruption (L. Corruption (n-)): The act
of corrupting, or the state of being corrupt; depravity, pervesion of
integrity, corrupt or dishonest proceedings, bribery, pervesion from a
state of purity.
4. Kamus umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwodarminto):
Korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok dan sebagainya.
5. Kamus Lengkap Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris, S. Wojowasito –
W.J.S. Poerwodarminto: Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak
bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran.
6. Economic Development Institute of the World Bank,
“National Integrity System Country Studies” mengatakan: “an abuse of
entrused power by politicians of civil servant for personal gain”.
15. PERATURAN PEMBERANTASAN
KORUPSI
Masa Peraturan Militer
Salah satunya Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 yang dikeluarkan oleh Penguasa
Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan Angkatan Darat.
Masa Undang-Undang No 24/Prp/Tahun 1960 Tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
Masa Undang-Undang No 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (LNRI 1971-19; TLNRI 2958).
Masa Undang-Undang no 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
pidana Korupsi yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun
2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang no 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
16. TINDAKAN/KEBIJAKAN YANG
DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI
Definisi Korupsi telah diuraikan dengan jelas dalam 13 buah
pasal dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan
dalam 30 (tiga puluh) bentuk / jenis tindak pidana korupsi.
Pasal-pasal tersebut menerangkan dengan rinci mengenai
perbuatan / tindakan / kebijakan yang bisa dikenakan
pidana mati, pidana penjara, dan pidana denda karena
korupsi.
Selain itu ada 6 (enam) jenis Tindak Pidana lain yang
berkaitan dengan perkara korupsi.
17. Ke-30 delik tersebut dapat
dikelompokkan dalam 7 (tujuh)
kelompok :
1.Kerugian Keuangan Negara
2. Suap Menyuap
3. Penggelapan Dalam Jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan Curang
6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
7. Gratifikasi
18. ke 6 (enam) tindak pidana lain yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
yang tidak benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening
tersangka
4. Saksi atau akhli yang tidak memberi keterangan atau
memberi keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
19. TINDAK PIDANA KORUPSI
Tindak Pidana Korupsi Yang Menyebabkan Kerugian
Keuangan Negara
a. Melawan hukum untuk memperkaya
diri sendiri dan orang lain dan
korporasi dan dapat merugikan
keuangan negara.
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi
3. Dengan cara melawan hukum
4. Dapat merugikan keuangan negara
20. b. Menyalahgunakan Kewenangan
untuk
menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dan korporasi, dan dapat
merugikan keuangan negara.
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana
4. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara
21. 2. Korupsi yang terkait dengan Suap-Menyuap
a. Menyuap pegawai negeri atau
penyelenggara negara.
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara
4. Dengan maksud supaya berbuat atau tidak
berbuat sesuatu karena jabatannya sehingga
bertentangan dengan kewajibannya.
22. b. Menyuap pegawai negeri atau
penyelenggara negara
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Memberi sesuatu
3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
4. Karena berhubungan dgn sesuatu yg bertentangan
dgn kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatan
23. c. Memberi hadiah kepada pegawai
negeri
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Memberi hadiah atau janji
3. Kepada pegawai negeri
4. Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yg melekat pada jabatan atau janji dianggap
Melekat pada jabatan atau kedudukan tsb.
24. d. Pegawai negeri dan penyelenggara
negara menerima suap
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima pemberian atau janji
3. Sebagaimana di maksud dalam Pasal 5
ayat (1) huruf a atau huruf b.
25. e. Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
menerima suap
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dgn kewajibannya
4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkannya agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dgn kewajibannya.
26. f. Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
menerima suap
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima hadiah
3. Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau karena telah melakukan
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dgn kewajibannya.
4. Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai atau karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dgn kewajibannya.
27. g. Pegawai negeri atau penyelenggara
negara menerima
hadiah yang berhubungan dengan
jabatannya.
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahuinya
4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dgn jabatannya dan menurut pikiran
orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut
ada hubungannya dgn jabatannya.
28. h. Menyuap Hakim
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Memberi atau menjanjikan sesuatu
3. Kepada Hakim
4. Dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili.
29. i. Menyuap Advokat
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Memberi atau menjanjikan sesuatu
3. Kepada advokat yang menghadiri sidang
pengadilan
4. Dengan maksud mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili
30. j. Hakim dan advokat
menerima suap
Unsur tindak pidana :
1. Hakim atau advokat
2. Yang menerima pemberian atau janji
3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a dan huruf b.
31. k. Hakim Menerima suap.
Unsur tindak pidana :
1. Hakim
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili.
32. l. Advokat menerima suap
Unsur tindak pidana :
1. Advokat yang menghadiri sidang di
pengadilan
2. Menerima hadiah atau janji
3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut untuk mempengaruhi
nasihat-nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubung dgn perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
33. 3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam
jabatan
a. PEGAWAI NEGERI MENGGELAPKAN UANG ATAU
MEMBIARKAN PENGGELAPAN
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu.
2. Dengan sengaja
3. Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu
dalam melakukan perbuatan itu.
4. Uang atau surat berharga
5. yang disimpan karena jabatannya.
34. b. Pegawai negeri memalsukan buku
untuk
pemeriksaan administrasi
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai
negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau
untuk sementara waktu.
2. Dengan sengaja
3. Memalsu
4. Buku-buku atau daftar-daftar khusus untuk
pemeriksaan administrasi.
35. c. Pegawai negeri merusakkan
barang bukti
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu.
2. Dengan sengaja
3. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau
membuat tidak dapat dipakai.
4. Barang akta, surat, dan daftar yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang.
5. yang dikuasai karena jabatannya.
36. d. Pegawai negeri membiarkan orang
lain
merusakkan bukti
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu
2. Dengan sengaja
3. Membiarkan orang lain , menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai.
4. Barang, akta, surat atau daftar sebagaimana tersebut
pada pasal 10 huruf a.
37. e. Pegawai negeri membantu orang
lain
merusakkan barang bukti
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yg
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu
2. Dengan sengaja
3. Membantu orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak
dapat dipakai lagi
4. Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana
disebut Pasal 10 huruf a.
38. 4. Korupsi yang terkait dengan perbuatan
pemerasan
Unsur tindak pidana :
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras
1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
2. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain
3. Secara melawan hukum
4. Memaksa seseorang, memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya.
39. b. Pegawai negeri atau
penyelenggara negara memeras
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
2. Pada waktu menjalankan tugas
3. Meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang
4. Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya
5. Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang.
40. c. Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
memeras pegawai negeri yang
lain
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
2. Pada waktu menjalankan tugas
3. Meminta, menerima, atau memotong
pembayaran.
4. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang lain atau kas umum mempunyai
utang.
41. 5. Korupsi yang terkait dengan
perbuatan curang
a. Pemborong berbuat curang
Unsur tindak pidana :
1. Pemborong, ahli bangunan atau penjual bahan
bangunan
2. Melakukan perbuatan curang
3. Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan
bahan bangunan
4. Yang dapat membahayakan keamanan orang
atau keamanan barang atau keselamatan negara
dalam keadaan perang.
42. b. Pengawas proyek membiarkan
perbuatan curang
Unsur tindak pidana :
1. Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan
bahan bangunan
2. Membiarkan dilakukannya perbuatan curang
pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan
bahan bangunan
3. Dilakukan dengan sengaja
4. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)
huruf a.
43. c. Rekanan TNI / POLRI berbuat
curang
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Melakukan perbuatan curang
3. Pada waktu menyerahkan barang keperluan
TNI dan atau POLRI
4. Dapat membahayakan keselamatan negara
dalam keadaan perang.
44. d. Pengawas rekanan TNI / POLRI
berbuat curang.
Unsur tindak pidana :
1. Orang yg bertugas mengawasi penyerahan
barang keperluan TNI dan POLRI
2. Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana
dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf c)
3. Dilakukan dengan seng.aja
45. e. Penerima barang TNI / POLRI
membiarkan
perbuatan curang.
Unsur tindak pidana :
1. Orang yg bertugas mengawasi penyerahan
barang keperluan TNI dan POLRI
2. Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana
dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf a atau huruf c)
3. Dilakukan dengan sengaja.
46. f. Pegawai negeri atau penyelenggara
negara
menyerobot tanah negara sehingga
merugikan
orang lain.
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah
negara yang diatasnya ada hak pakai
3. Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
4. Telah merugikan yang berhak
5. Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan.
47. 6. Korupsi yang berkaitan dengan
benturan
kepentingan dalam pengadaan
a. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan
yang diurusnya.
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Dengan sengaja
3. Langsung atau tidak langsung turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau persewaan
4. Pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
48. 7. Korupsi yang terkait dengan
Gratifikasi
a. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan
tidak lapor KPK.
Unsur tindak pidana :
1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
2. Menerima gratifikasi
3. Yang berhubungan dengan jabatan dan
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
4. Penerimaan gritifikasi tersebut tidak
dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari
sejak diterimanya gratifikasi.
49. B. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan
Tindak
Pidana Korupsi
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
Unsur tindak pidana :
1. Setiap orang
2. Dengan sengaja
3. Mencegah, merintangi atau menggagalkan
4. Secara langsung atau tidak langsung
5. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang terdakwa maupun saksi.
50. 2. Tersangka tidak memberikan
keterangan mengenai
harta kekayaannya.
Unsur tindak pidana :
1. Tersangka
2. Dengan sengaja
3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan palsu
4. Tentang keterangan harta bendanya atau harta benda
istri/suaminya, atau harta benda anaknya atau harta
benda setiap orang atau korporasi yang diketahui atau
patut diduga mempunyai hubungan dengan tindak
pidana korupsi yang dilakukan tersangka.
51. 3. Bank tidak memberikan
keterangan rekening
tersangka
Unsur tindak pidana :
1. Orang yang ditugaskan oleh bank
2. Dengan sengaja
3. Tidak memberikan keterangan atau
Memberikan keterangan palsu tentang
keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
52. 4. Saksi atau ahli yang tidak
memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu.
Unsur tindak pidana :
1. Saksi atau ahli
2. Dengan sengaja
3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan
keterangan yang isinya palsu.
53. 5. Orang yang memegang rahasia
jabatan tidak
memberikan keterangan atau
memberi keterangan
palsu
Unsur tindak pidana :
1. Orang yg karena pekerjaan harkat,
martabat atau jabatannya yang diwajibkan
menyimpan rahasia
2. Dengan sengaja
3. Tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan yang isinya palsu
54. 6. Saksi yang membuka identitas
pelapor
Unsur tindak pidana :
1. Saksi
2. Menyebut nama atau alamat pelapor atau
hal-hal lain yang memungkinkan diketahuinya
identitas pelapor.
55. PERAN SERTA MASYARAKAT
Peran masyarakat diwujudkan dengan:
1. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
2. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari,
memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi pada penegak hukum yang menangani perkara
tindak pidana korupsi;
3. hak menyampaikan saran dan pendapat secara
bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak
pidana korupsi;
4. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang
laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari.
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal:
a. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang
56. masyarakat dalam berperan serta
memberantas korupsi menyampaikan
bukti-bukti adanya tindak pidana korupsi.
Alat bukti itu dapat berupa :
1. Pemeriksaan setempat
2. Surat/Akta (Surat Keputusan, Sertifikat Tanah, Disposisi,
Surat Perjanjian dll)
3. Keterangan Saksi (Saksi Ahli, saksi yang memberatkan,
dan saksi yang meringankan)
4. Sumpahan
5. Persangkaan
6. Pengakuan (dari saksi, tersangka, terdakwa, orang yang
melihat, mengetahui peristiwa tersebut).
57. KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI
Badan-badan pemberantasan korupsi yang sudah
ada sebelum Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi :
1. Tim Pemberantasan Korupsi
Dasar Hukum: Keppres Nomor 228 Tahun 1967
Tanggal 2 Desember 1967 dan Undang-
Undang No 24 Tahun 1960
Pelaksana: Ketua tim Sugiharto (Jaksa Agung)
Penasihat: Menteri Kehakiman, Panglima ABRI, Kastaf
Angkatan dan KAPOLRI
Tugas: Membantu Pemerintah memberantas korupsi
dengan tindakan preventif dan represif.
58. 2. Komite Anti Korupsi
Komite ini dibentuk pada tahun 1970
Pelaksana: Angkatan 66, Akbar Tanjung, Michael Setiawan, Thoby Mutis,
Jacob Kendang, Imam Waluyo, Tutu T.W., Soeriwijono, Agus Jun
Batuta, M Surachman, Alwi Nurdin Lucas, Luntungan, Asmara
Nababan, Sjahrir, Amir Karamoy, Pasik Vitue, Mangandang
Napitupulu dan Chaidir Makarim.
3. Komite Empat
Dasar Hukum: Keppres No 12 Tahun 1970 Tanggal 31 Januari 1970
Pelaksana: Wilopo, S.H. (Ketua merangkap anggota), IJ Kasimo, A. Anwar
Tjokroaminoto dan Prof . Johanes.
Tugas: a. Menghubungi pejabat, atau instansi swasta sipil,
atau militer;
b. Memeriksa administrasi pemerintah dan swasta
c. Meminta bantuan aparatur pemerintah pusat dan daerah.
59. 4. Obstib
Dasar Hukum: Inpres No 9 Tahun 1977
Pelaksana: Koordinator Pelaksana Tingkat Pusat, MenPAN, Pelaksana
Operasi Tertib, Pangkopkamtib.
Ketua I: Kapolri
Ketua II: Jaksa Agung dan Para Irjen Tingkat Daerah
Pelaksana Operasional: Laksusda
Ketua I: Kapolda
Ketua II: Kajati dan Irwilda
Tugas :
a. Pada awalnya pembersihan pungutan liar di jalan-jalan, penertiban
uang siluman di pelabuhan, baik pungutan tidak resmi maupun
resmi, tetapi tidak sah menurut hukum.
b. Pada tahun 1977 diperluas sasaran penertiban, beralih dari jalan-
jalan ke aparat departemen dan daerah.
60. 5. Tim Pemberantasan Korupsi
Dibentuk pada tahun 1982
Dasar Hukum: menghidupkan kembali TPK tanpa diikuti Keppres
atau Inpres
Pelaksana: JB Sumarlin, Pangkopkamtib Sudomo, Ketua MA
Mudjono, Menteri Kehakiman Ali Said, Jaksa Agung
Ismail Saleh, Kapolri Jenderal Awaludin Djamin, M.P.A.
6. KPKPN
Dasar Hukum: Undang-Undang No 28 Tahun 1999 dan Keppres
No 27 Tahun 1998 Tentang Komisi Pemeriksaan
Kekayaan Negara.
Pelaksana: Adi Andojo Soetjipto, S.H. didukung oleh 25 anggota
Polisi, Kejaksaan dan aktivis kemasyarakatan.
Tugas: mengungkap kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani
Kejaksaan Agung.
61. KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi)
Undang-Undang No 31 tahun 1999
jo. Undang-Undang No 20 tahun
2001 dalam Pasal 43 memerintahkan
dibentuknya badan khusus yang
disebut dengan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang mempunyai tugas
dan wewenang melakukan
koordinasi dan supervisi,
termasuk melakukan
penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
62. Tugas KPK
(Pasal 6 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002)
1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang
berwenang melakukan tindak pidana korupsi
2. Melaksanakan supervisi terhadap instansi
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan
tindakan pidana korupsi
5. Melakukan monitor terhadap pelanggaran
pemerintahan negara.
63. Wewenang KPK
1. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
tindak pidana korupsi;
2. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi kepada instansi terkait;
4. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
5. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan
tindak pidana korupsi; dan
6. wewenang lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 12, 13, dan
14 Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
64. Kewenangan KPK dalam melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana
korupsi yang :
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara,
dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara.
b. Mendapat perhatian dan yang meresahkan
masyarakat;
dan/atau
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
65. Dari uraian tersebut, dan dengan undang-undang
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
maka KPK dapat:
1. Menyusun jejaring kerja (networking) yang kuat
dan
memperlakukan institusi yang ada sebagai “counterpartner” yang
kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara
efisien.
2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan
3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi
yang telah ada dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism)
4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau
institusi yang telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat
mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan kepolisian dan /