Sektor minyak dan gas bumi (Migas) merupakan salah satu sektor industri strategis yang dianggap rentan oleh praktik korupsi. Pandangan tersebut terkonfirmasi oleh hasil Survei Persepsi Korupsi tahun 2015 oleh The Transparency International yang menempatkan migas di urutan ketiga setelah bisnis konstruksi dan jasa, sebagai sektor usaha yang memiliki persentase suap terbesar. Kendati begitu, industri migas memiliki prevalensi (tingkat intensitas) yang paling tinggi bersama sektor tambang dan hutan, baik di level nasional maupun lokal.
Pada temuan lain di akhir tahun 2014, Lembaga Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis laporan yang menyatakan industri eksploitasi sumber daya alam atau ekstraktif, seperti minyak dan gas, adalah industri terkorup di dunia. Laporan OECD Foreign Bribery menunjukkan dari 427 kasus korupsi di 2014, 19% berasal dari sektor industri ekstraktif. Dari 176 kasus yang dituntut di bawah Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) atau Undang-undang Praktek Korupsi Luar Negeri Amerika Serikat, sebanyak 23% kasus berasal dari sektor minyak.
emka_Slide Recall Modul Melakukan Perencanaan PBJP Level 1 V3.1.pptx
Industri migas dan tantangan pencegahan celah korupsi di indonesia
1. 1 www.pwypindonesia.org
Maret 2018
www.pwypindonesia.org
Policy Brief
Industri Migas dan Tantangan Pencegahan
Celah Korupsi di Indonesia
1) Program Manager, PWYP Indonesia
2) Aggota Tim Perumus RUU Migas versi Masyarakat Sipil
3) Koordinator Nasional PWYP Indonesia
Penulis: Agung Budiono1
, Dessy Eko Prayitno2
, Maryati Abdullah3
Penyunting dan Pereview: Maryati Abdullah
Sektor minyak dan gas bumi (migas) merupakan
salah satu sektor industri strategis yang dianggap
rentan oleh praktik korupsi. Pandangan tersebut
terkonfirmasi oleh hasil survei dari Transparancy
International yang berjudul Survei Persepsi Ko-
rupsi Tahun 2015. Survei tersebut menempatkan
migas di urutan ketiga setelah bisnis konstruk-
si dan jasa, sebagai sektor usaha yang memiliki
persentase suap terbesar. Kendati begitu, indus-
tri migas memiliki prevalensi (tingkat intensitas)
yang paling tinggi bersama sektor tambang dan
hutan, baik di level nasional maupun lokal.
Pada temuan lain di akhir tahun 2014, lembaga
Organization for Economic Co-operation and De-
velopment (OECD) merilis laporan yang menya-
takan industri eksploitasi sumber daya alam atau
ekstraktif seperti minyak dan gas adalah industri
terkorup di dunia. Laporan OECD Foreign Brib-
ery menunjukkan dari 427 kasus korupsi di 2014,
19% berasal dari sektor industri ekstraktif. Dari
176 kasus yang dituntut di bawah Foreign Cor-
rupt Practices Act (FCPA) atau Undang-Undang
Praktek Korupsi Luar Negeri Amerika Serikat, se-
banyak 23% kasus berasal dari sektor minyak.
Brief kebijakan ini disusun oleh sekretariat nasi-
onal bersama anggota koalisi Publish What You
Pay Indonesia guna menyoroti celah-celah dan
praktek korupsi yang dapat terjadi di sepanjang
rantai bisnis industri ekstraktif migas. Brief kebi-
jakan ini mengulas aspek korupsi dari berbagai
sumber penelitian, laporan, serta putusan peng-
adilan dan studi kasus yang terjadi di beberapa
negara, termasuk di Indonesia. Brief kebijakan
ini disusun dengan maksud untuk memberikan
rekomendasi kebijakan bagi pencegahan celah-
-celah korupsi yang dapat terjadi di sepanjang
rantai bisnis migas, khususnya di Indonesia.
A. Migas dalam Perekonomian Nasional
Sebagai industri yang sangat strategis, aturan
main dalam bisnis migas di Indonesia terbilang
highly regulated dibanding industri lain. Namun,
hal itu tetap tidak menutup kemungkinan terbu-
kanya celah korupsi. Hal tersebut didukung oleh
karakteristik dari industri migas yang padat mo-
dal (capital intensive) sehingga nilai perputar-
an uang di sektor migas sangat tinggi. Sebagai
gambaran data yang menguatkan argumen ter-
sebut, berdasarkan data paparan Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas
menyebutkan nilai seluruh komitmen pengada-
an barang dan jasa, baik yang dilakukan melalui
persetujuan SKK Migas maupun diadakan oleh
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sendiri,
per Januari-Desember 2015 mencapai US$6,519
2. 2 www.pwypindonesia.org
miliar dengan persentase Tingkat Komponen Da-
lam Negeri (TKDN) sebesar 64,49% (cost basis)
(SKK Migas, 2016).
Rantai bisnis migas yang panjang, mulai dari hulu
ke hilir membutuhkan dukungan infrastruktur
yang besar serta melibatkan aktor dan berba-
gai pemangku kepentingan, mulai dari pemerin-
tah pusat, pemerintah daerah, serta KKKS- baik
yang merupakan BUMN, swasta nasional ma-
upun perusahaan multinasional (Multinational
Company-MNC)- termasuk juga pelaku dari bis-
nis di rantai industri penunjang hulu migas seper-
ti dalam penyediaan transportasi, pipa, konsultan
bisnis dan investasi, catering, perbankan dan se-
bagainya. Sebagai contoh, peran signifikan dari
sektor perbankan misalnya, komitmen tahun-
an transaksi pembayaran melalui Bank BUMN/
BUMD saja sejak April 2009 sampai dengan De-
sember 2015 diperkirakan mencapai US$47.859
Miliar (SKK Migas, 2016).
Penerimaan negara dari sektor migas di tahun
2015 tetap didominasi dari bisnis hulu migas yang
terdiri atas PPh migas, Penerimaan negara Bukan
Pajak (PNBP) migas, dan PNBP lainnya, nilainya
mencapai US$12,86 miliar atau Rp177,47 triliun.
Capaian itu masih merupakan yang terendah
dalam lima tahun terakhir. Pencapaian ini hanya
85% dari target Anggaran Pendapatan dan Be-
lanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar
US$14,99 miliar. Dari sisi operasional, produk-
si minyak bumi sepanjang 2015 adalah 777.560
barel per hari (bph) atau 94,2% dari target yang
ditetapkan pemerintah sebesar 825.000 bph.
Sementara untuk gas, produksinya juga di ba-
wah target yakni sebesar 6.933,27 billion british
thermal unit (BBTU) atau 97,9% dari target 7.079
BBTU. Selain itu, cost recovery yang dibebankan
dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terca-
tat sebesar US$13,9 miliar atau mencapai 96,8%
dari yang ditetapkan sebesar US$14,1 miliar.
Sementara di sisi lain, kontribusi signifikan migas
dalam perekonomian nasional menimbulkan ke-
tergantungan sekaligus kerentanan. Resiko fluk-
tuasi harga minyak mentah di pasar dunia sangat
berdampak pada neraca perdagangan Indone-
sia. Penurunan harga minyak dunia akan sangat
mempengaruhi tingkat pendapatan negara dan
daerah dari penjualan dan bagi hasil dari produk-
si minyak (lifting). Sementara di sektor hilir, ka-
rena Indonesia juga merupakan importir minyak,
kenaikan harga minyak sebaliknya dapat menye-
babkan defisit transaksi neraca perdagangan na-
sional yang akan berpengaruh pada belanja fis-
kal bagi subsidi BBM serta subsidi sektor publik
lainnya.
B. Korupsi di Sektor Migas
Untuk memudahkan dalam membedah potensi
korupsi di sektor industri migas, dapat dilaku-
kan penelusuran melalui rantai bisnis dan proses
dari industri tersebut (extractive business chain).
Rantai bisnis industri migas bermula dari proses
investasi dalam tender sebuah blok atau Wila-
yah Kerja (WK) migas, yang kemudian dilanjutkan
pada proses negosiasi kontrak, proses ‘deals’
dari isi kontrak, proses pengembangan lapangan
dan produksi, hingga blok migas tersebut ber-
produksi dan melakukan perdagangan (trading),
serta aspek belanja dari aliran pendapatan migas
dari pusat ke daerah, hingga ke level desa dan
komunitas. Termasuk dalam pengadaan barang
dan jasa dari rantai pasok hingga belanja sosial
dari industri tersebut.
Secara garis besar, ada dua pihak utama dalam
setiap industri yaitu pemerintah dan swasta, ka-
renanya korupsi sangat ditentukan oleh adanya
faktor permintaan dan penawaran (supply and
demand), sehingga desain institusi serta regula-
si turunannya sangat menentukan ada tidaknya
celah korupsi.
Center for International Private Enterprise (CIPE)
dalam laporannya yang berjudul Overview of An-
ti-Corruption Compliance Challages in The Oil
and Gas Sector - A Guide for Mid-Sized Compa-
3. 3 www.pwypindonesia.org
nies in the Oil & Gas Industri in Indonesia tahun
2015 menyebutkan ada lima faktor kunci yang
membuka celah korupsi. Pertama, ketidakjelas-
an kompleksitas dan sering berubah hukum dan
aturan main dalam bisnis. Tidak adanya kepasti-
an hukum membuat pelaku usaha sulit untuk me-
nyesuaikan dan mematuhi aturan sehingga celah
korupsi akan terbuka.
Kedua, kurangnya transparansi dan akuntabili-
tas. Ketika kesepakatan sering terjadi "di bawah
meja dan tertutup," maka menjadi mustahil publik
tahu apakah pemerintah dan swasta benar-benar
mewakili kepentingan publik dan menghormati
hukum yang ada atau tidak. Ketiga, kurangnya
kompetisi, perusahaan yang memonopoli bisnis
dan mendominasi pasar dengan kartel bisnisnya
biasanya memiliki insentif yang tinggi sehingga
cenderung untuk melakukan penyimpangan ka-
rena kontrol pemerintah kuat dan sering memo-
nopoli (biasa terjadi di negara yang kontrol pe-
merintahnya kuat – Indonesia tidak termasuk).
Keempat, rendahnya upah, ketika lembaga pe-
merintah dan para pejabatnya tidak dapat me-
menuhi kebutuhan mereka sehari-hari melalui
gaji mereka, mereka sering melakukan korupsi
untuk melengkapi penghasilan dari celah atur-
an yang mereka pahami. Kelima, tidak memadai,
tidak konsisten, dan tidak adilnya penegakan
hukum dan peraturan. Faktor ini seringkali mem-
buat aturan main menjadi tidak ampuh. Bah-
kan ketika hukum untuk memberantas korupsi
ada, namun lemahnya penegakan hukum dapat
mengakibatkan penyalahgunaan sistem. Peradil-
an yang lemah, hukuman atau vonis yang rendah,
dan praktik ekonomi biaya tinggi dapat membuat
hukum menjadi tidak efektif.
Berdasarkan rantai bisnisnya, migas terdiri atas
beberapa sektor yaitu hulu (upstream), me-
nengah/madya (midstream), dan hilir (down-
stream). Kegiatan usaha sektor migas, dari usa-
ha hulu (eksplorasi dan eksploitasi) hingga usaha
hilir (pengolahan, pengangkutan, penyimpanan,
dan niaga) diatur oleh UU No. 22/2001 tentang
4) Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). (2016). Corruption in the Extractive Value Chain: Typology of risk, mitigation
measures and incentives. (http://www.oecd.org/dev/Corruption-in-the-extractive-value-chain.pdf)
Migas beserta aturan turunannya. Sedangkan
untuk aliran penerimaan dari hasil migas berupa
dana bagi hasil kepada daerah, berlaku UU No.
33/2004 tentang Perimbangan Keuangan anta-
ra Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU
No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Pro-
vinsi Papua, dan UU No. 11/2006 tentang Peme-
rintahan Aceh.
OECD pada Mei 2016 merilis sebuah instrumen
(toolkit) yang diberi nama “Typology of risks, mit-
igation measures and incentives in the extractive
chain.”4
Alat ini secara khusus bertujuan memiti-
gasi korupsi pada sektor ekstraktif, khususnya
minyak dan gas, serta pertambangan. Instrumen
ini berasal dari analisis berbasis bukti agar lebih
implementatif dalam memahami bagaimana ko-
rupsi bekerja. Laporan itu memberikan pilihan
praktis untuk mengatasi risiko korupsi melalui
tindakan kolektif (collective action) baik di ting-
kat pemerintah maupun swasta, yang dapat di-
lakukan di OECD dan negara-negara non-OECD,
perusahaan ekstraktif, dan masyarakat sipil.
Instrumen ini juga menghasilkan tipologi pemeta-
an skema korupsi dan kendaraan yang digunakan
untuk melakukan praktik korupsi. Dari temuan
itu, tipologi menunjukkan bagaimana pembayar-
an ilegal disalurkan, menyamar melalui offshore
transaction dan struktur perusahaan yang kom-
pleks serta sering melibatkan perusahaan cang-
kang yang membuat deteksi dan sanksi atas
praktik korupsi ini lebih sulit ditindak.
Praktik korupsi yang terungkap di antaranya
adalah penyuapan pejabat asing, penggelapan,
penyalahgunaan dan penyelewengan dana pub-
lik, penyalahgunaan jabatan, perdagangan pe-
ngaruh, pilih kasih (favouritism) dan pemerasan,
penyuapan pejabat negeri, dan pembayaran/me-
nyediakan fasilitas. Berdasarkan temuan tipologi
itu, celah korupsi timbul pada setiap titik di se-
panjang rantai nilai ekstraktif, mulai dari pembe-
rian hak untuk melakukan operasi ekstraksi, ran-
tai aliran penerimaan, pengeluaran, dan investasi
sosial.
4. 4 www.pwypindonesia.org
McPeherson dan MacSearraigh (2007) pernah melakukan studi yang membedah celah korupsi berda-
sarkan rantai bisnis (value chain), yang diklasifikasikan pada tabel di bawah ini (Tabel 1).
Table 1.
Rantai Bisnis
Industri Migas
(Business Chain)
Wilayah Rentan Korupsi
Tanda Peringatan
(warning sign)
Rekomendasi Contoh di Indonesia
Eksplorasi • Penyusunan Kebijak-
an (Policy Formula-
tion)
• Legal, kontrak, dan
term fiskal (law, con-
tracts, fiscal term)
• Perolehan izin/kon-
trak (licensing/con-
tract awards)
• Pemberian izin dan
persetujuan (permits,
approvals)
• Kurangnya kejelasan
kebijakan (lack of
policy clarity)
• Kerangka kerja fiskal,
legal yang tidak
lengkap (opaque, in-
complete legal, fiscal
framework)
• Negosiasi izin secara
langsung dan tidak
transparan (direct,
nontransparent nego-
tiation of licenses)
• Pemberian izin yang
tidak seimbang dan
aneh (unbalanced,
“odd” Award),
• Keterlambatan perse-
tujuan izin (delays on
permits approvals)
• Kebijakan yang jelas
dan diumumkan secara
publik (clear, publicly
announced policies)
• Praktek terbaik legal
dan kerangka kerja fiskal
(best practice legal,
fiscal framework)
• Lelang perolehan izin se-
cara transparan dan se-
derhana, publikasi hasil
(transparent, simplified
bids for license awards,
published results)
• Laporan publik yang
transparan dari izin-izin
yang disetujui (trans-
parent public reports on
permitting approvals)
Kasus perizinan alo-
kasi penggunaan gas
bumi yang melibatkan
Bupati Sampang
Pengembangan
lapangan dan Pro-
duksi (development
and production)
• Pengadaan dan per-
setujuan izin (permit,
approvals procure-
ment)
• Pencurian/kebocoran
produksi dan penda-
patan (theft of pro-
duction or revenues)
• Penundaan perizinan
(permitting delays)
• Keterbatasan lelang
internasional yang
kompetitif (limited
international competi-
tive bidding)
• Lelang yang ti-
dak transparan
(non-transparent
bids)
• Pemenang penga-
daan yang aneh dan
berulang-ulang (odd
or repeat procure-
ment awards)
• Rumors penyalah-
gunaan (rumors of
abuse)
• Retorika muatan lokal
yang agresif (aggres-
sive local content
rhetoric)
• Perbedaan volume
(volume discrepan-
cies)
• Ketiadaan meteran
(absence of metering)
• Pengadaan yang trans-
paran dan kompetitif
(transparent, competitive
procurment)
• Publikasi hasil (publica-
tion of results)
• Saluran yang kredibel
untuk komplain atau
pertanyaan (credible
channels for complaint or
challenges)
• Audit volume dan re-
konsiliasi secara reguler
(regular volume audits
and reconciliations)
5. 5 www.pwypindonesia.org
Perdagangan dan
Pengangkutan/
Transportasi (Trad-
ing and Transport)
• Pelaporan volume
dan nilai penjualan
yang kurang lengkap
(underreporting of
value or volume)
• Ekstraksi sewa ilegal
untuk akses infra-
struktur (illegal rent
extraction for infra-
structure access)
• Harga di bawah
referensi harga acuan
(prices below refer-
ence benchmarks)
• Perbedaan volume
(volume discrepan-
cies)
• Kekaburan atau ada
celah penjualan yang
tidak dilaporkan
(opaque or lack of
reporting on sales)
• Ketergantungan pada
perantara (unusual
reliance on middle-
man)
• rumor penyalahgu-
naan kewenangan
(rumors of abuse)
• Antrian untuk meng-
akses infrastruktur
(queues for access to
infrastructure)
• Laporan perdagangan
dan penjualan yang pe-
nuh dan transparan (full
transparent reporting of
trades, sales)
• Lelang yang transpa-
ran dalam menyeleksi
perantara (transparent
bidding for selection of
middleman)
• Audit regular penjualan
(regular audit of sales)
• Audit volume, rekonsiliasi
(volume audits, reconcil-
liations)
• Aturan publik dan tarif
untuk mengakses infra-
struktur yang transparan
(transparent public rules
and tarifs for infrastruc-
ture access)
• Prosedur gugatan dan
komplain (appeal, com-
plaint procedure)
Kasus lelang trader
minyak mentah yang
melibatkan Kepala
SKK Migas, Rudi Ru-
biandini
Pengolahan dan
Pemasaran (Refin-
ing and Marketing)
• Formulasi kebijakan
hilir, seperti kontrol
harga (downstream
policy formulation,
such us price control)
• Pemasar gelap,
penyelundupan (black
marketers, sumg-
gling)
• Pemalsuan product
(product adultera-
tions)
• Pengadaan produk
(product procure-
ment)
• Pengendalian harga
(price control)
• Pengadaan produk
yang tidak transpa-
ran (nontransparent
product procurement)
• Antrian produk,
kekurangan produk
(queues for product,
product shortages)
• Kejelasan kebijakan (poli-
cy clarity)
• Liberalisasi harga/alo-
kasi dan pemrosesan
yang transparan (price
liberalization-transparent
allocation of proceeds)
• Proses lelang yang kom-
petitif dan transparan
(competitive transparent
tendering)
Kasus dugaan kartel
harga BBM; (trader
bertingkat distributor
gas bumi)
Akuntansi dan
Keuangan Peru-
sahaan (corporate
accounting and
finance)
• Laporan yang tidak
akurat (inaccurate
reporting)
• Penghindaran pajak
(tax evasion)
• Pengalihan dana (di-
versions of funds)
• Pencucian uang
(money laundering)
• Minimnya transpa-
ransi, kerahasiaan
(limited transparency,
secrecy)
• Kekebalan pajak (tax
immunity or unusually
low tax burdens)
• Audit yang tidak
lengkap (inadequate
audit)
• Publikasi audit yang
transparan dan menye-
luruh (full, transparent
publicized audits)
• Audit pajak dan bia-
ya yang independen,
berkualitas (qualified,
independent tax and cost
audits)
Temuan BPK atas du-
gaan penyimpangan
dana cost recovery,
kendati terdapat de-
bat antara SKK Migas
dan BPK.
Sumber: McPeherson dan MacSearraigh (2007), tambahan olahan data dari PWYP Indonesia
6. 6 www.pwypindonesia.org
C. Bagaimana Celah Korupsi Migas di Indonesia?
5) Robby Irfani. (2015). KPK: Ini 13 Titik Rawan Korupsi Usaha Hulu Migas. (Mei 21, 2015). (https://bisnis. tempo.co/read/668224/kpk-ini-13-titik-
rawan-korupsi-usaha-hulu-migas)
6) Komisi Pemberantasan Korupsi. (2015). Laporan Tahunan 2015. (https://www.kpk.go.id/images/Annual%20Report%202015%20low.pdf)
7) Komisi Pemberantasan Korupsi. (2014). Laporan Tahunan 2014. (https://www.kpk.go.id/images/pdf/laptah/Laporan%20Tahunan%20KPK%20
2014.pdf)
Dalam kepemimpinan Menteri ESDM Sudirman
Said, isu mafia migas menyita perhatian publik.
Dugaan kerugian negara hingga triliunan rupiah
membuat Sudirman membentuk Tim Reforma-
si Tata Kelola Migas (TRTKM). Publik dan media
sering menyebut tim itu sebagai Tim Anti-Mafia
Migas. Tim ini terdiri dari beberapa ahli di sek-
tor migas dan diketuai oleh Faisal Basri, ekonom
Universitas Indonesia. Tim memiliki empat tugas
utama, diantaranya me-review seluruh proses
perijinan dari hulu ke hilir; menata ulang kelem-
bagaan yang terkait dengan pengelolaan migas;
mempercepat revisi UU migas; merevisi seluruh
proses bisnis untuk mencegah adanya pemburu
rente dalam setiap industri migas.
Setidaknya ada 12 (dua belas) rekomendasi de-
ngan 26 (dua puluh enam) poin turunan yang di-
hasilkan dalam laporan TRTKM mulai dari sektor
hulu, midstream hingga hilir. 40% di antaranya
adalah rekomendasi yang berusaha untuk menu-
tup celah kerugian negara akibat praktik korupsi
di sektor migas. Salah satu yang menjadi sorotan
utama adalah perusahaan trading minyak milik
Pertamina, yakni Petral, anak perusahan PT Per-
tamina itu dianggap ‘dikuasai’ oleh mafia migas,
khususnya dalam pengadaan impor minyak men-
tah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah
melakukan kajian dan menyebutkan ada seba-
nyak 13 (tiga belas) titik rawan korupsi dalam
rantai bisnis migas. Pada tahap eksplorasi, titik
yang rawan praktek rasuah adalah pada pene-
tapan wilayah potensi migas, perjanjian kontrak
kerja sama, proses perizinan, persetujuan plan of
development (POD), persetujuan work plan and
budget (WPB), proses persetujuan authorization
for expenditure (AFE), dan proses persetujuan
procurement plan. Tahap pengawasan eksplora-
si juga dianggap KPK rawan penyimpangan. Se-
mentara pada tahap eksploitasi, korupsi rawan
terjadi pada proses pengendalian aset serta pe-
ngendalian cost of production. Utamanya pada
pengendalian cost recovery pada investment
credit dan interest recovery.5
KPK dalam laporan tahun 2015 menyebutkan, di
tahun 2008 KPK melakukan pengkajian terhadap
pengelolaan migas oleh BP MIGAS (sekarang
SKK Migas), salah satu rekomendasinya adalah
BP Migas mengembangkan sistem pengawasan
yang berbasis pada sistem teknologi dan infor-
masi yang terintegrasi, sehingga dapat diketahui
data-data produksi primer pada masing-masing
KKKS dan mutasinya setiap saat dengan akurat.
SKK Migas mengembangkan sistem informasi
untuk menunjang integrasi dan pengelolaan data
terkait kegiatan operasional KKKS, yaitu Sistem
Operasi Terpadu (SOT). Infrastruktur SOT su-
dah terimplementasi 100% namun kelengkapan
dan keakuratan data SOT pada triwulan IV-2015
belum mencapai 100% (43% KKKS minyak dan
kondensat dan 45% KKKS gas), sehingga dinilai
belum terlaksana.6
Saat ini, KPK juga telah me-
lakukan langkah pencegahan lebih jauh dengan
koordinasi dan supervisi di sektor energi.
Selain itu, di laporan KPK tahun 2014 juga me-
nyampaikan hasil kajian di sektor hilir migas. Ling-
kup kajian menyentuh keseluruhan proses bisnis
secara komprehensif, terkait tata kelola penjualan
gas bagian negara, terkait dengan Perjanjian Jual
Beli Gas (PJBG) yang allocated dan nonallocated;
tata kelola pengolahan kondensat (tolling agree-
ment) bagian negara oleh PT Pertamina melalui
kilang milik PT TPPI; tata kelola transportasi dan
niaga, yang hingga saat ini belum terungkap se-
cara jelas. Temuannya yang penting adalah be-
lum adanya pedoman atau panduan tata laksana
penjualan minyak dan kondensat bagian negara
di internal PT Pertamina (Persero).7
7. 7 www.pwypindonesia.org
D. Studi Kasus Korupsi Sektor Hulu dan Hilir
Kasus Rudi Rubiandini (Hulu)
Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta
(dua ratus juta rupiah) subsider tiga bulan kurungan oleh Majelis hakim. Rudi terbukti bersalah
melakukan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bersama-sama
sebagaimana dakwaan ke-satu primair pertama, Pasal 12 huruf a, dakwaan kedua, Pasal 11
UU Tipikor, dan dakwaan ketiga, Pasal 3 UU TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat
(1) KUHP. Putusan itu tertuang pada persidangan di PN Jakarta Pusat dengan No.85/PID.SUS/
TPK/2013/PN.JKT.PST Tahun 2014.
Berdasarkan fakta dan alat bukti di persidangan, majelis menganggap Rudi terbukti menerima
hadiah secara langsung maupun melalui Deviardi. Rudi menerima uang AS$900 ribu (sembi-
lan ratus ribu dolar Amerika Serikat) dan Sing$200 ribu (dua ratus ribu dolar Singapura) dari
pemilik Kernel Oil Pte Ltd, Widodo Ratanachaitong untuk kepentingan sejumlah perusahan
Widodo dalam lelang di SKK Migas.
Setelah Deviardi menyerahkan pemberian AS$300 ribu (tiga ratus ribu dolar Amerika Serikat)
dari Widodo kepada Rudi di Gedung Plaza Mandiri, Rudi memberikan AS$200 ribu (dua ratus
ribu dolar Amerika Serikat) kepada Ketua Komisi VII DPR Suthan Batoegana melalui Tri Yul-
ianto. Kemudian, Rudi terbukti menerima AS$522,5 ribu (lima ratus dua puluh dua ribu lima
ratus dolar Amerika Serikat) dari Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (KPI) Artha Meris
Simbolon. Majelis menyebutkan, pemberian uang dari Artha dimaksudkan agar Rudi mereko-
mendasikan penurunan formula harga gas PT KPI kepada Menteri Energi Sumber Daya dan
Mineral (ESDM).
Selain itu, Rudi terbukti menerima uang dari sejumlah pejabat SKK Migas, sebesar Sing$600
ribu (enam ratus ribu dolar Amerika Serikat) dari Wakil Kepala SKK Migas, Yohanes Wijanarko,
AS$200 ribu (dua ratus ribu dolar Amerika Serikat) dari Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis
SKK Migas, Gerhard Rumesser, dan AS$150 ribu (seratus lima puluh ribu dolar Amerika Seri-
kat) dari Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas, Iwan Ratman.
Dalam pertimbangan majelis, Hakim Anggota Anwar menguraikan, Deviardi dihubungi Iwan
Ratman untuk datang ke rumahnya di Kemang pada Januari 2013. Iwan memberikan uang
tanda terima kasih untuk Rudi sebesar AS$50 ribu (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat).
Deviardi menyerahkan uang kepada Rudi. Namun, Rudi meminta Deviardi menyimpan uang
tersebut. Pada Februari 2013, Rudi meminta Deviardi bertemu Johanes Widjanarko di ruang
kerjanya. Johanes memberikan amplop berisi uang Sing$600 ribu (enam ratus ribu dolar Si-
ngapura) kepada Deviardi. Saat perjalanan pulang, Rudi membuka amplop pemberian Jo-
hanes. Rudi mendapati enam buah amplop putih berisi uang masing-masing Sing$100 ribu
(seratus ribu dolar Singapura).
8. 8 www.pwypindonesia.org
Rudi kembali meminta Deviardi bertemu Gerhard Rumesser. Dari Gerhard, Deviardi menerima
amplop berisi uang AS$200 ribu (dua ratus ribu dolar Amerika Serikat) untuk Rudi. Atas per-
mintaan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno, Rudi memberikan AS$150 ribu (seratus
lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dari Gerhard untuk kebutuhan Kemen ESDM dalam
rangka rapat APBN-P 2013. Menurut Anwar, Deviardi selalu melaporkan pemberian-pemberi-
an itu kepada Rudi. Setelah Deviardi melapor, Rudi meminta Deviardi untuk menyimpan uang
pemberian tersebut. Atas arahan Rudi, Deviardi menyimpan di safe deposit box miliknya di
CIMB Niaga. Majelis menyimpulkan semua pemberian atas sepengetahuan Rudi.
Kasus Fuad Amin (Hilir)
Hukuman atas Fuad Amin, mantan Bupati Bangkalan diperberat menjadi 15 (lima belas) tahun
dikurangi masa tahanan dan denda tiga miliar rupiah subsidair 11 (sebelas) bulan kurungan.
Hal itu tertuang berdasarkan vonis Pengadilan Tinggi Jakarta dengan nomor putusan No.
43/PID/TPK/2015/PT.DKI. Sebelumnya, Fuad Amin pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat divonis 8 (delapan) tahun dikurangi masa tahanan dan denda satu miliar subsider 6
(enam) bulan kurungan.
Hukuman Fuad diperberat setelah majelis hakim menolak banding yang diajukan. Fuad ter-
bukti melakukan korupsi saat masih menjabat sebagai bupati Bangkalan dan melakukan pen-
cucian uang (money laundering). Putusan terhadap Fuad dijatuhkan pada 3 Februari 2016,
dengan Ketua Majelis Hakim, Elang Prakoso Winowo.
Selama menjadi Bupati Bangkalan dan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad disebut telah menerima
uang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi terkait jabat-
annya, yaitu menerima dari bos PT MKS, Antonius Bambang Djatmiko sebesar Rp18,05 miliar
(delapan belas miliar koma nol lima rupiah).
Uang suap diberikan Bambang agar Fuad yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan
memuluskan perjanjian konsorsium kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya, serta
memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran
gas alam ke Gili Timur.
Fuad juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan mengalihkan harta ke-
kayaannya ke sejumlah rekening di bank. Selain itu, terdapat juga pembelian sejumlah aset
berupa tanah dan bangunan serta mobil yang diatasnamakan istri dan anak Fuad. Dalam per-
sidangan terungkap bahwa Fuad menggunakan identitas berbeda untuk membuka sejumlah
rekening di bank.
Selain menggunakan identitas dengan namanya sendiri, Fuad juga menggunakan identitas
orang lain dalam membuka rekening untuk menyimpan harta kekayaannya. Fuad meminjam
kartu identitas orang lain, dan mengajak orang tersebut untuk membuka rekening di bank. Ia
kemudian menyerahkan kartu identitas atas nama orang tersebut untuk membuka rekening.
Kemudian, semua buku rekening dan kartu ATM dikuasai oleh Fuad.
9. 9 www.pwypindonesia.org
D. Rekomendasi Kebijakan
Untuk menutup celah potensi korupsi di sektor migas, koalisi PWYP Indonesia merumuskan beberapa
poin rekomendasi kebijakan, sebagai berikut:
(1) Kejelasan dan konsistensi regulasi sektor migas, dari hulu hingga hilir. Kejelasan
dan konsistensi regulasi dapat menciptakan kepastian hukum dalam industri migas yang
akan menumbuhkan kepercayaan pemangku kepentingan serta menutup celah suap dan
bentuk-bentuk korupsi lainnya akibat dari celah regulasi yang kabur atau tidak transpa-
ran. Regulasi yang transparan, sederhana dan tidak mudah berubah-ubah memberikan
kepastian prosedur dan tahapan-tahapan proses bisnis industri migas bagi pelaku usa-
ha, investor, serta memudahkan pemangku kepentingan masyarakat untuk melakukan
kontrol pelaksanaan regulasi bagi indusri migas, agar tidak melanggar hukum dan hak-
-hak masyarakat serta publik secara luas.
(2) Transparansi dan akuntabilitas di sepanjang rantai bisnis migas. Transparansi dan
akuntabilitas harus dipastikan terjadi di sepanjang rantai proses industri migas, baik dari
fase eksplorasi, pengembangan lapangan dan produksi, perdagangan dan transportasi,
pengolahan dan pemasaran di hilir, pajak-penerimaan negara dan bagi hasil, hingga as-
pek keuangan dan pelaporan akuntansi. Transparansi data dan informasi publik membu-
tuhkan pengawasan dan penegakan hukum dari pemerintah, masyarakat dan penegak
hukum. Transparansi dan akuntabilitas juga memastikan adanya partisipasi publik dalam
proses tata kelola industri migas.
(3) Proses pengadaan yang transparan dan kompetitif. Proses pengadaan yang baik
dalam lelang blok/wilayah kerja migas di fase awal; pengadaan barang dan jasa dalam
pengembangan lapangan maupun eksplorasi dan produksi; pengadaan dalam penjual-
an, transportasi dan marketing; serta pengadaan di sektor hilir dan pemasaran harus
dilakukan secara transparan dan kompetitif, agar celah korupsi yang seringkali disertai
nepotisme (conflict of interest) dapat ditutup dan diawasi.
(4) Pengembangan muatan lokal dan efek berganda ekonomi yang partisipatif, trans-
paran, dan kompetitif. Hal ini dapat mencegah adanya monopoli dan persaingan yang
tidak sehat serta korupsi di rantai pasok (supply chain) dari industri migas, dari hulu
hingga hilir. Hal ini juga penting untuk mengatasi kecemburuan ekonomi dan mencipta-
kan dampak berganda dari industri migas.
1
2
3
4
(5) Pengawasan dan penegakan hukum industri migas yang menyeluruh dan konsis-
ten. Pada sepanjang rantai bisnis migas dari hulu ke hilir, diperlukan pengawasan dan
penegakan hukum yang konsisten dan menyeluruh. Misalnya, pengawasan volume pro-
duksi migas (lifting), pengawasan penjualan dan pengadaan transportasi, pengawasan
tender penentuan trader dan perantara, pengendalian harga, pengawasan dalam kepa-
tuhan pajak dan pembayaran penerimaan negara serta bagi hasil ke daerah penghasil
migas.
5
10. 10 www.pwypindonesia.org
Daftar Referensi
McPherson,Charles, and Stephen MacSearraigh. (2007). Corruption in the Petroleum Sector.
Center for International Private Enterprise (CIPE). (2015). Overview of Anti-Corruption Compliance
Challenges in The Oil and Gas Sector - A Guide for Mid-Sized Companies in the Oil & Gas Industry in
Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2014). Laporan Tahunan 2014. (https://www.kpk.go.id/images/pdf/
laptah/Laporan%20Tahunan%20KPK%202014.pdf)
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). (2016). Corruption in the Extractive
Value Chain: Typology of risk, mitigation measures and incentives. (http://www.oecd.org/dev/Corrup-
tion-in-the-extractive-value-chain.pdf)
Tim Reformasi tata Kelola Migas. (2015). Laporan dan Rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
Irfani, Robby. (2015). KPK: Ini 13 Titik Rawan Korupsi Usaha Hulu Migas. (Mei 21, 2015). (https://bisnis.
tempo.co/read/668224/kpk-ini-13-titik-rawan-korupsi-usaha-hulu-migas)
SKK Migas. (2016). Bahan Presentasi Kinerja Sektor Hulu Migas.
Transparansi International. (2015). Indeks Persepsi Korupsi Tahun 2015.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2015). Laporan Tahunan 2015. (https://www.kpk.go.id/images/Annu-
al%20Report%202015%20low.pdf)
11. 11 www.pwypindonesia.org
Penyusunan policy brief ini terselenggara atas dukungan dari The Natural Resource Governance Insti-
tute (NRGI) melalui Indonesia Centre for Environmental Law (ICEL). Proses diskusi, penulisan, review,
editing dan penyusunan policy brief dilakukan oleh tim penulis dan tim program ICEL bersama-sama
dengan anggota koalisi Publish What You Pay Indonesia. Isi tulisan dan rekomendasi kebijakan tidak
mencerminkan sikap dan pandangan NRGI.
Jakarta, Policy Brief, Edisi Maret, 2018
Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang.
Alamat
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No. 12, RT 001/009,
Tebet Timur, Tebet, Kota Jakarta Selatan, DKI
Jakarta 12820
Social Media
pwypindonesia — Instagram
pwyp_indonesia — Twitter
Publish What You Pay Indonesia — Facebook
Kontak
sekretariat@pwypindonesia.org — Email
www.pwypindonesia.org — Website
Alamat
Jl. Dempo II No.21, RW.3, Gunung, Kec. Kby.
Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibu-
kota Jakarta 12120
Kontak
info@icel.or.id — Email
www.icel.or.id — Website
Publish What You Pay Indonesia
[Yayasan Transparasi Sumberdaya Ekstraktif]
Indonesia Centre for Enviromental Law (ICEL)
Social Media
icel_indo — Instagram
icel_indo — Twitter
Indonesian Center for Environmental Law — Facebook
12. 12 www.pwypindonesia.org
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan lembaga koalisi nasional yang concern
pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan, dan sumber
daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun
2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampa-
nye Publish What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akun-
tabilitas di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan ope-
rasi pertambangan (publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan
dari industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and how you spent).