Original file name: _PERLINDUNGAN KONSUMEN2.ppt
Field of Study : Accounting, Management
Subject : Hukum Bisnis II
Author : Nurti Widayati, SH., MH.
Filetype : ppt
powerpoint mengenai hukum perusahaan yang meliputi pengertian, dasar huku, perusahaan perseorangan dan persekutuan perdata, dan jenis-jenis dari badan usaha
Original file name: _PERLINDUNGAN KONSUMEN2.ppt
Field of Study : Accounting, Management
Subject : Hukum Bisnis II
Author : Nurti Widayati, SH., MH.
Filetype : ppt
powerpoint mengenai hukum perusahaan yang meliputi pengertian, dasar huku, perusahaan perseorangan dan persekutuan perdata, dan jenis-jenis dari badan usaha
Hbl, dimas triadi, hapzi ali, anti monopoli dan persainagn bisnis tidak sehat...Dimas Triadi
Hbl, dimas triadi, hapzi ali, anti monopoli dan persainagn bisnis tidak sehat, pada suatu aktivitas bisnis atau pada suatu perusahaan, universitas mercu buana, 2018, pdf
10. hbl, maghfira arsyfa ganivy, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisn...Maghfira Arsyfa Ganivy
PENGERTIAN MONOPOLI Dalam UU No. 5 Tahun 1999
Pengertian monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha
PENGERTIAN PRAKTEK MONOPOLI dalam UU no. 5 Tahun 1999
UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur tentang praktek monopoli yang pengertiannya sebagai berikut.
“Praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasanya produksi dan pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”
PENGERTIAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
“Persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”
AN NISA RIZKI YULIANTI
UNIVERSITAS MERCU BUANA (mercu buana university) 2019 JAKARTA, INDONESIA
Prof. Dr. Hapzi Ali,CMA (Dosen Pengampu)
HUKUM BISNIS dan LINGKUNGAN
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
2. Persaingan Usaha di Indonesia, diatur dengan UU-RI
Nomor 5 Tahun 1999, tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kata Monopoli berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“Penjual Tunggal”, di Amerika sering digunakan dengan
istilah “Antitrust”, di masyarakat Eropa menggunakan
bahasa “Dominasi”, dan masyarakat bisnis juga sering
menyebut dengan “Kekuatan Pasar”. Keempat istilah
tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu
keadaan dimana seseorang telah menguasai pasar,
dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk
subsitusi yang potensial, serta terdapatnya kemampuan
pelaku pasar untuk menerapkan harga produk yang
lebih tinggi tanpa mengikuti hukum pasar atau hukum
tentang permintaan dan penawaran pasar.
3. Sementara yang dimaksud dengan “Praktek Monopoli” adalah suatu
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan
jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Sedangkan pengertian “Persaingan Usaha Tidak Sehat” adalah suatu
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan/atau pemasaran barang dan jasa yang dilakukan dengan cara-cara
yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha. Untuk itu tindakan “anti monopoli dan anti persaingan
sehat” adalah dampak negatif terhadap : “Harga, Kualitas & Kuantitas”
barang & jasa.
Selanjutnya pengertian “Pemusatan Kekuatan Ekonomi” adalah
penguasaan yang nyata atas suatu pasar oleh satu atau lebih pelaku usaha
sehingga dapat menentukan harga barang dan jasa.
Pengertian “Posisi Dominan” adalah suatu keadaan dimana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam
kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai
poisisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan
atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang dan jasa tertentu.
4. Yang dimaksud dengan “Pelaku Usaha” adalah setiap orang atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang
didirikan atau berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah RI yang menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam
bidang ekonomi, jadi yang termasuk pelaku usaha adalah :
1. Orang Perorang;
2. Badan Usaha yang berbadan hukum;
3. Badan Usaha yang tidak berbadan hukum;
Dalam ilmu hukum monopoli dikenal beberapa sikap dan tindakan
monopolistik adalah sebagai berikut :
1. Mempersulit masuknya para pesaing kedalam bisnis yang
bersangkutan;
2. Melakukan pemasungan sumber suplai yang penting atau suatu
outlet distribusi yang penting;
3. Mendapatkan hak paten yang dapat mengakibatkan pihak
pesaingnya sulit untuk menandingi produk atau jasa tersebut;
5. 4. Integrasi ke atas atau ke bawah yang dapat menaikkan
persediaan modal bagi pesaingnya atau membatasi akses
pesaingnya kepada konsumen atau supplier;
5. Mempromosikan produk secara besar-besaran;
6. Menyewa tenaga-tenaga ahli yang berlebihan;
7. Pembedaan harga yang dapat mengakibatkan sulitnya
bersaing dari pelaku pasar lain;
8. Kepada pihak pesaing disembunyikan informasi tentang
pengembangan produk, tentang waktu atau skala
produksi;
9. Memotong harga secara drastis;
10. Membeli atau mengakuisisi pesaing-pesaing yang
tergolong kuat atau tergolong prospektif;
11. Menggugat pesaing-pesaingnya atas tuduhan
pemalsuan hak paten, pelanggaran hukum anti
monopoli dan tuduhan-tuduhan lainnya.
6. Dengan demikian yang menjadi sasaran utama
mengapa pasar harus diatur, sehingga dapat
tercapai suatu kompetisi di pasar adalah agar
tercapainya suatu efisiensi pasar. Alasan utama
pasar diatur secara yuridis adalah :
1. Alasan Moral;
2. Alasan Reaksi Kapitalisme;
3. Alasan Utilitarian (demi kemaslahatan umat);
4. Alasan Berdasarkan Hak dan Kebebasan;
5. Alasan Yuridis-Konstitusional;
Untuk itulah, tidak dapat disangkal bahwa cara yang
paling ampuh untuk mengendalikan persaingan
bisnis adalah dengan cara “Mengaturnya dengan
UU”.
Termasuk di Indonesia telah berlaku UU-RI Nomor 5
Tahun 1999, tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang
berlandaskan kepada Demokrasi Pancasila dan UUD
1945.
7. UU Nomor 5 Tahun 1999, mempunyai TUJUAN :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi serta melindungi konsumen;
2. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui
terciptanya persaingan usaha yang sehat dan
menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama
bagi setiap orang;
3. Mencegah praktek-praktek monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
pelaku usaha;
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat;
8. Disamping tujuan, maka Unsur-Unsur pendukung yang wajib
untuk diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan dan mendorong terjadinya suatu
persaingan yang efektif;
2. Mempromosikan minat konsumen, pembeli, dan
pengguna lain dari barang dan jasa dalam hubungannya
dengan harga, mutu, dan variasi produk yang tersedia;
3. Mempromosikan melalui persaingan yang mengurangi
biaya serta mengembangkan dan menggunakan teknik
baru dan memberikan kemudahan masuknya pesaing baru ke
dalam pasar yang ada;
4. Mempertahankan dan mendorong keseimbangan
penyaluran industri dan ketenagakerjaan;
5. Mempertahankan dan mendorong kegiatan
persaingan dalam pasar di luar negeri;
9. RUANG LINGKUP HUKUM ANTI MONOPOLI :
1. Perjanjian yang dilarang;
2. Kegiatan yang dilarang;
3. Penyalahgunaan posisi dominan;
4. Komisi Pengawas persaingan usaha;
5. Tata cara penanganan perkara;
6. Sanksi-sanksi;
7. Perkecualian-Perkecualian.
HAL-HAL YANG DILARANG adalah :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk
persaingan pasar, yang terdiri dari :
a. Oligopoli;
b. Penetapan Harga;
c. Pembagian Wilayah;
d. Pemboikotan;
e. Kartel;
f. Trust;
g. Oligopsoni;
h. Integrasi vertikal;
i. Perjanjian tertutup;
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri;
10. 2. Kegiatan-Kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik
untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan :
a. Monopoli;
b. Monopsoni;
c. Penguasaan Pasar;
d. Persekongkolan;
3. Posisi dominan di Pasar, yang meliputi :
a. Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang
atau jasa yang bersaing;
b. Pembatasan pasar dan Pengembangan Teknologi;
c. Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar;
d. Jabatan Rangkap;
e. Pemilikan Saham;
f. Merger, Akuisisi dan konsolidasi;
11. Hal-Hal Yang Dikecualikan Oleh UU Anti Monopoli :
1. Bisnis Franchise; dan
2. Hak Paten;
Ruang Lingkup Pengecualian :
1. Perjanjian yang dikecualikan, adalah sebagai berikut :
a. Perjanjian yang berkaitan HaKI, pengecualian ini hanya
terbatas sebab tidak semua aturan main tentang monopoli
dan persaingan sehat dapat dilanggar mentang-mentang
pelaku bisnis tersebut mempunyai hak milik intelektual;
b. Perjanjian yang berkaitan dengan Waralaba,
pengecualian ini juga bersifat terbatas, sebab tidak semua
aturan main tentang monopoli dan persaingan sehat
dapat dilanggar mentang-mentang oleh pelaku bisnis
tersebut melaksanakan bisnisnya secara waralaba;
c. Perjanjian penetapan dalam rangka standar teknis
barang dan/atau jasa yang tidak mengekang dan/atau
menghalangi persaingan;
12. d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat
ketentuang untuk memasok kembali barang dan/atau jasa dengan
harga yang lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan;
e. Perjanjian kerjasama penelitian untuk meningkatkan atau
perbaikan standar hidup masyarakat luas;
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah
Republik Indonesia;
Perbuatan yang dikecualikan oleh UU Anti Monopoli, adalah :
1. Perbuatan pelaku usaha yang tergolong ke dalam usaha kecil,
tentunya juga perkecualian tersebut harus ditafsirkan dengan sangat
terbatas, karena apakah dengan ini berarti bahwa yang namanya
pengusaha kecil dapat seenaknya melanggar aturan main tentang
monopoli atau persaingan curang;
2. Kegiatan usaha Koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani
anggota, perkecualian ini juga banyak memendam masalah, karena
dengan dikecualikan hal ini berarti pihak koperasi dengan seenaknya
dapat melanggar aturan main tentang monopoli dan/atau persaingan
curang.
13. HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA :
Tidak banyak yang tercatat dalam sejarah hukum di Indonesia seputar kelahiran dan
perkembangan hukum persaingan usaha, yang banyak dicatat dalam sejarah justru
tindakan-tindakan atau perjanjian dalam bisnis yang sebenarnya dilarang dalam UU Anti
Monopoli. Pada masa Pemerintahan Orde Baru, terjadi banyak persaingan usaha yang
tidak sehat. Pada masa itu banyak terjadi monopoli, oligopoli dan perbuatan lain yang
menjurus kepada persaingan curang. Setelah berakhirnya rezim orde baru, hukum
persaingan lebih dimarakkan dengan diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1999.
Oleh karena itulah sebelum adanya UU Nomor 5 Tahun 1999, maka Praktek Anti Monopoli
dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat di Indonesia diatur dalam :
1. UU nomor 5 Tahun 1984, tentang Perindustrian, dimana pada prinsipnya
juga melarang industri-industri yang mengakibatkan terjadinya monopoli atau
persaingan curang. Hanya makna dan konsep larangan tersebut dalam UU
yang bersangkutan sangat terfokus dan tidak jelas, sehingga larangan tersebut
sangat jarang dipraktekkan. Ketentuan tentang larangan persaingan curang terdapat
dalam Pasal 7 ayat (2) dan (3) UU Perindustrian, yang menentukan bahwa Pemerintah
melakukan pengaturan, pembinaan dan pengembangan terhadap industri untuk
mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta mencegah persaingan
yang tidak jujur dan mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu
kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat. Selebihnya dalam Pasal 9 ayat (2) UU Perindustrian ditentukan lebih lanjut
bahwa pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan
memperhatikan penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri dan
pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan- perusahaan yang
melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindari pemusatan atau penguasaan
industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.
14. 2. KUHP, Pasal 382 bis, yang menyatakan “Bahwa barang siapa untuk
mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau
perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang
untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam
karena persaingan curang dengan penjara pidana paling lama 1 tahun 4
bulan, atau pidana denda paling banyak Rp. 300.500,--, bila perbuatan
itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-
konkuren orang lain”.
Perbuatan-perbuatan yang dimaksud harus memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut :
a. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang;
b. Perbuatan persaingan curang tersebut dilakukan dalam rangka
mendapatkan hasil perdagangan atau perusahaan, melangsungkan hasil
perdagangan atau perusahaan, memperluas hasil perdagangan atau
perusahaan;
c. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang tersebut baik
perusahaan si pelaku ataupun perusahaan lain;
d. Perbuatan pidana persaingan curang tersebut dilakukan dengan cara
menyesatkan khalayak umum atau menyesatkan orang tertentu;
e. Akibat dari perbuatan pidana persaingan curang tersebut, menimbulkan
kerugian bagi konkuren-konkuren dari si pelaku, atau menimbulkan
kerugian bagi konkuren-konkuren dari orang lain yang diuntungkan dengan
perbuatan si pelaku tersebut.
15. 3. UU PT, terdapat ketentuan tentang persaingan curang
dalam perdagangan yaitu yang berkaitan dengan
ketentuan merger, akuisisi dan konsolidasi. Dalam
bagian umum penjelasan atas UU PT ditegaskan bahwa
tujuan utama pengaturan tentang merger, akuisisi dan
konsolidasi perusahaan tersebut adalah untuk
mencegah konsentrasi kekuasaan perdagangan dalam
satu tangan dengan cara melakukan monopoli ataupun
monopsoni. Selebihnya dalam Pasal 109 ayat (1) UU PT
dinyatakan bahwa perbuatan hukum penggabungan,
peleburan dan pengambil alihan perseroan harus
memperhatikan :
a. Kepentingan perseroan, pemegang saham
minoritas dan karyawan perseroan;
b. Kepentingan masyarakat dan persaingan sehat
dalam melakukan usaha.
4. UU Nomor 5 Tahun 1999, tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat.
16. PENJELASAN PERJANJIAN YANG DILARANG, TERKAIT DENGAN
PERSAINGAN TIDAK SEHAT :
1. Oligopoli, disebut juga Shared monopoly dilarang, sesuai
dengan isi Pasal 4 UU Anti Monopoli, jika terpenuhinya unsur-
unsur sebagai berikut :
a. Adanya suatu perjanjian;
b. Perjanjian tersebut dibuat antar pelaku usaha;
c. Tujuan dibuatnya perjanjian tersebut adalah untuk secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau
pemasaran barang dan jasa;
d. Perjanjian tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan/atau persaingan curang;
e. Praktek monopoli atau persaingan curang patut diduga telah
terjadi jika 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar dari 1 jenis
barang atau jasa.
Jadi dapat dikatakan bahwa pasar yang di oligopolis adalah pasar
yang dikuasai oleh beberapa produsen saja (untuk produksi satu
jenis barang).
17. 2. Penetapan Harga, diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8 UU Anti
Monopoli. Penetapan Harga yang dilarang tersebut adalah meliputi :
a. Penetapan harga antar pelaku usaha;
b. Penetapan harga yang berbeda terhadap barang dan/atau jasa yang
sama;
c. Penetapan Harga dibawah pasar dengan pelaku usaha lain;
d. Penetapan harga jual kembali;
3. Pembagian Wilayah, diatur dalam Pasal 9 UU Anti Monopoli, unsur- unsurnya
bahwa Pelaku Usaha telah melakukan pembagian wilayah adalah :
a. Perjanjian tersebut dilakukan dengan Pelaku Usaha Pesaing;
b. Tujuannya untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar;
c. Tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Dalam penjelasan Pasal 9 UU Anti Monopoli, yang dimaksud dengan Pembagian
Wilayah Pemasaran Atau Alokasi Pasar adalah :
a. Membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok barang dan/atau
jasa;
b. Menetapkan dari siapa saja dapat memperoleh atau memasok barang
dan/atau jasa.
Jadi tujuan dilarangnya perjanjian yang membagi wilayah pemasaran atau alokasi
pasar, karena dapat meniadakan atau membatasi persaingan pasar, sehingga
pihak konsumen maupun pihak pesaing akan sangat dirugikan.
18. 4. Pemboikotan, diatur dalam Pasal 10 UU Anti Monopoli,
bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku
usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Dan
Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang
dan/atau Jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan
tersebut :
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku
usaha lain;
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau
membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar yang
bersangkutan.
5. Kartel, diatur dalam Pasal 11 UU Anti Monopoli, yang
menetukan bahwa pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dimaksud
untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi
dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
19. 6. Trust, suatu kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-
masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan
untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang
dan/atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan/tau persaingan usaha tidak sehat.
Ketentuan tentang Trust ini terdapat dalam Pasal 12 UU Anti
Monopoli, yang menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-
masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan
untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang
dan/atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
20. 7. Oligopsoni, adalah keadaan pasar dimana hanya 2 atau 3
perusahaan saja yang menjadi penjual terhadap produk tertentu,
maka sebaliknya dengan oligopsoni di pasar hanya ada 2 atau 3
pembeli yang membeli produk tertentu. Oligopsoni diatur dalam
Pasal 13 UU Anti Monopoli yang menentukan bahwa pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
untuk secara bersama-sama, menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang
dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
8. Integrasi Vertikal, adalah suatu penguasaan serangkaian proses
produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau
proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku
usaha tertentu. Integrasi Vertikal ini diatur dalam Pasal 14
UU Anti Monopoli, ditentukan bahwa pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian langsung
maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat atau merugikan masyarakat.
21. 9. Perjanjian Tertutup, yang membatasi kebebasan pelaku
usaha tertentu untuk memilih sendiri pembeli, penjual atau
pemasok. Perjanjian tertutup ini diatur dalam Pasal 15 UU
Anti Monopoli. Yang menyatakan bahwa Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau
jasa hanya akan memasok kembali barang dan/atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan/atau pada tempat
tertentu. Dan Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak
yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
Serta Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian harga
atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa,
yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima
barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok :
a. Harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari
pelaku usaha pemasok;
b. Tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama
atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing
dari pelaku usaha pemasok.
22. 10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri, diatur dalam
Pasal 16 UU Anti Monopoli, yang menyebutkan bahwa
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak
lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian dengan pihak
luar negeri sebenarnya dibolehkan asal perjanjian tersebut
tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau
persaingan bisnis yang tidak sehat.
23. PENJELASAN KEGIATAN-KEGIATAN YANG DILARANG
DALAM HUKUM ANTI MONOPOLI :
1. Monopoli, adalah suatu kegiatan penguasaan atas produksi
dana atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha. Adapun praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Diatur dalam Pasal
17 UU Anti Monopoli.
Unsur-unsur Praktek Monopoli yang dilarang :
a. Melakukan penguasaan atas produksi suatu produk;
b. Melakukan penguasaan atas pemasaran suatu produk;
c. Penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli;
d. Penguasaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
praktek persaingan usaha tidak sehat.
24. Pelaku Usaha dianggap melakukan tindakan
penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau
jasa, apabila :
a. Barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada
substansinya;
b. Mengakibakan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke
dalam persaingan usaha barang dan/atau jasa yang
sama;
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha menguasai
lebih dari 50% pangsa pasar dari suatu jenis barang atau
jasa tertentu;
d. Memiliki kemampuan bersaing yang signifikan dalam
pasar yang bersangkutan;
Pengecualian terhadap kegiatan monopoli yang dilarang,
adalah :
a. Praktek keagenan tunggal;
b. Perlindungan hak milik intelektual;
c. Bisnis franchise;
25. 2.Monopsoni, keadaan dimana seseorang atau satu
kelompok usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa, keadaan
dimana seseorang atau satu kelompok usaha menguasai
pangsa pasar yang besar untuk membeli suatu produk.
Monopsoni ini diatur dalam Pasal 18 UU Anti Monopoli.
Indikasi seseorang dianggap menguasai pangsa pasar
yang besar untuk membeli suatu produk (melakukan
monopsoni) adalah apabila satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai dari 50% pangsa pasar
dari satu jenis barang atau jasa tertentu.
3.Penguasaan pangsa pasar, diatur dalam Pasal 19-21 UU
Anti Monopoli, Kegiatan Penguasaan Pasar dapat berupa :
a. Penolakan pesaing, dengan menolak atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha
yang sama;
b. Menghalangi konsumen dari pelaku usaha lain (Pesaing)
untuk tidak melakukan atau meneruskan hubungan
usaha;
26. c. Pembatasan peredaran produk dan/atau penjualan barang
dan/atau jasa pada pasar yang bersangkutan;
d. Melakukan diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu
(Pesaing);
e. Melakukan pemasokan barang dan/atau jasa dengan cara
melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah
dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha
pesaingnya di pasar bersangkutan;
f. Melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan
biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga
barang dan/atau jasa.
4. Persekongkolan (Konspirasi Usaha), suatu bentuk kerjasama
dagang diantara pelaku usaha dengan maksud untuk menguasai
pasar yang bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol. Dalam persengkokolan belum tentu terdapat
perjanjian. Praktek persaingan usaha tidak sehat dengan cara
persengkokolan, diatur dalam Pasal 22-24 UU Anti Monopoli.
Jenis-jenis persengkokolan yang dilarang adalah :
a. Persengkokolan untuk mengatur pemenang tender;
b. Persengkokolan untuk memperoleh rahasia perusahaan;
c. Persengkokolan untuk menghambat pasokan produk.
27. PENJELASAN POSISI DOMINAN YANG DILARANG DALAM UU ANTI
MONOPOLI :
1. Penyalahgunaan Posisi Dominan, diatur dalam Pasal 25 UU
Anti Monopoli, penyalahgunaan posisi dominan dapat
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
cara :
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan
untuk mencegah dan/atau menghalangi konsumen
memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari
segi harga maupun kualitas;
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi;
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi
pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Pelaku Usaha dikatakan memiliki Posisi Dominan, Apabila :
a. Menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu;
b. Menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
28. 2. Jabatan Rangkap Yang Dilarang, diatur dalam Pasal 26 UU Anti
Monopoli, seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi
atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang
bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris
pada perusahaan lain bila perusahaan-perusahaan tersebut :
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama;
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan/atau
jenis usaha;
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar.
3. Pemilikan Saham Yang Dilarang, Pelaku usaha dilarang memiliki
saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang
melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa
perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan :
a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha menguasai
lebih dari 50% pangsa pasar dari satu jenis barang atau jasa
tertentu;
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% pangsa pasar dari satu jenis
barang atau jasa tertentu.
29. 4.Merger, Akuisisi dan Konsolidasi, dapat
menimbulkan efek negatif kepada persaingan pasar
yang sehat, hal ini karena dapat :
a. Terciptanya atau bertambahnya konsentrasi pasar
yang dapat menyebabkan harga produk semakin
tinggi;
b. Kekuatan pasa menjadi besar yang dapat
mengancam pelaku bisnis kecil.
Konsentrasi pasar dapat dilihat dari dua faktor, yaitu
banyaknya pelaku pasar untuk produk yang
bersangkutan dan besarnya pangsa pasar yang
dikuasai.
30. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA :
Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 37 UU Anti Monopoli,
dinyatakan bahwa guna mewujudkan dan melaksanakan UU ini
dibutuhkan suatu badan yang bertugas pokok untuk mengawasi
pelaksanaan dari UU Anti Monopoli yang diberi nama “Komisi
Pengawas Persaingan Usaha”, berdasarkan Pasal 35 UU Anti
Monopoli, mempunyai Tugas-Tugas :
1. Melakukan penilaian terhadap kontrak-kontrak yang
dapat menimbulkan praktek monopoli dan/atau
persaingan curang;
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau
tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktek
monopoli dan/atau persaingan curang;
3. Melakukan penilaian terhadap penyalahgunaan posisi
dominan yang menimbulkan praktek monopoli dan
persaingan curang;
31. 4. Mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan wewenang
Komisi Persaingan Usaha sebagaimana diatur dalam UU ini;
5. Memberikan saran dan rekomendasi terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan
persaingan curang;
6. Menyusun pedoman dan publikasi yang berkaitan dengan UU ini;
7. Mengajukan laporan berkala atas hasil kerja Komisi Persaingan
Usaha, kepada Presiden RI dan DPR-RI.
Sedangkan Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, adalah :
1. Menampung laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha
tentang dugaan telah terjadinya praktek monopoli dan/atau
persaingan curang;
2. Melakukan penelitian mengenai dugaan adanya kegiatan usaha
atau tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktek
monopoli dan/atau persaingan curang;
3. Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus-
kasus dugaan praktek monopoli dan/atau persaingan curang yang
didapatkan karena : Laporan Masyarakat, Laporan Pelaku Usaha &
Diketemukan sendiri oleh Komisi Pengawas dari hasil survey &
penelitiannya;
32. 4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau
pemeriksaan tentang adanya suatu praktek monopoli
dan/atau persaingan curang;
5. Melakukan pemanggilan terhadap pelaku usaha yang
diduga telah melakukan pelanggaran terhadap UU Anti
Monopoli;
6. Melakukan pemanggilan dan menghadirkan saksi-saksi,
saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan UU Anti Monopoli;
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku
usaha, saksi-saksi, saksi ahli atau pihak lainnya yang
tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi Pengawas;
8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam
kaitannya dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU
ini;
33. 9. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat,
dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan
dan/atau pemeriksaan;
10. Memberikan keputusan atau ketetapan tentang ada
atau tidaknya kerugian bagi pelaku usaha lain atau
masyarakat;
11. Menginformasikan putusan komisi kepada pelaku usaha
yang diduga melakukan praktek monopoli dan/atau
persaingan curang;
12. Memberikan sanksi berupa tindakan administratif
kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam
UU Anti Monopoli.
34. DUMPING DAN SUBSIDI :
Dasar Hukum yang mengatur adalah,
a.UU Nomor 10 Tahun 1995, tentang Kepabeanan;
b.PP Nomor 34 Tahun 1996, tentang Bea Masuk Anti
Dumping dan Bea Masuk Imbalan;
c.Keputusan Menteri Perindustrian & Perdagangan RI
Nomor : 430/MPP/Kep/9/1999, tentang Komite Anti
Dumping Indonesia dan Tim Operasional Anti Dumping.
Suatu produk dianggap sebagai produk yang didumping,
bila produk tersebut dipasarkan ke negara lain dengan
harga yang lebih rendah dari harga normal.
Tindakan dumping menyebabkan atau berpotensi
menyebabkan terjadinya kerugian materiil industri yang
ada di negara tempat barang dumping itu dipasarkan
atau secara materiil menyebabkan terpuruknya industri
domestik.
35. Kerugian materiil akibat dumping : harus ada bukti
positif (bukan sekedar asumsi) dan pemeriksaan tentang
volume barang-barang impor yang didumping dan efek dari
barang-barang impor yang didumping terhadap harga pasar
domestik atas produk-produk sejenis dan akibat dari
impor terhadap produsen domestik yang meproduksi barang
yang sama tersebut.
Bea masuk anti dumping dikenakan terhadap barang
dumping yang menyebabkan kerugian bagi industri dalam
negeri, besarnya bea masuk anti dumping adalah
setinggi-tingginya sama dengan margin dumping yaitu
selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari
barang dumping tersebut. Nilai normal adalah harga yang
sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis
di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan
konsumtif.
36. Subsidi :
a. Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh
Pemerintah atau badan pemerintah baik secara langsung
atau tidak langsung kepada perusahaan, industri,
kelompok industri atau eksportir;
b. Setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau
harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung
untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan impor
dari atau ke negara yang bersangkutan.
Bentuk subsidi dapat berupa kontribusi keuangan dengan :
a. Memberikan pembiayaan, hibah ke perusahaan
individu, kredit, penyertaan modal, loan guarantee
kepada perusahaan swasta;
b. Pembebasan Pajak;
c. Penyediaan barang & jasa selain infrastruktur;
d. Membayar kewajiban Badan Hukum Privat.
37. Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang yang mengandung
subsidi yang menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri.
Besarnya Bea Masuk Imbalan adalah : setinggi-tingginya sama dengan
subsidi netto. Subsidi Netto adalah selisih antara subsidi dengan :
a. Biaya permohonan, tanggungan atau penguatan lain yang
dikeluarkan untuk memperoleh subsidi; dan/atau
b. Penguatan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti
subsidi yang diberikan kepada barang ekspor tersebut.
Dalam hal impor barang, yang bersangkutan dapat dikenakan Bea
Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan secara bersamaan, dan
dalam pelasanaannya bila bersamaan harus dikenakan salah satu jenis
saja yang terkena paling tinggi.
KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA :
Guna menangani masalah dumping dan subsidi, Pemerintah melalui
Menteri Perindustrian dan Perdagangan membentuk Komite Anti
Dumping Indonesia (KADI) yang beranggotakan : Unsur Deperindag,
Depkeu dan Dep lain atau Lembaga Non Departemen Terkait.
38. KADI tersebut bertugas :
1. Melakukan penyelidikan terhadap barang dumping dan barang
yang mengandung subsidi;
2. Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti informasi;
3. Mengusulkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping dan Bea
Masuk Imbalan;
4. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri
Perindustrian dan Perdagangan;
5. Membuat laporan pelaksanaan tugas.
PROSEDUR HUKUM, BERKAITAN DENGAN DUMPING DAN SUBSIDI :
Tahap pertama adalah penyelidikan oleh KADI yang dilaksanakan oleh
Tim Operasional Anti Dumping (TOAD) atas barang impor yang diduga
sebagai barang dumping dan/atau barang yang mengandung subsidi
yang menyebabkan kerugian. Bagi industri dalam negeri inisiatif untuk
melakukan penyelidikan tersebut dapat dilakukan atas inisiatif dari
komite sendiri atau karena permohonan industri dalam negeri.
39. Dalam hal adanya permohonan dari industri dalam negeri,
maka komite harus memberikan keputusan menolak atau
menerima dan memulai penyelidikan atas permohonan
tersebut paling lama 30 hari sejak diterimanya permohonan
tersebut. Keputusan diambil berdasarkan penelitian atas
bukti yang diajukan dan dianggap memenuhi persyaratan.
Penyelidikan harus diakhiri dalam waktu 12 bulan sejak
keputusan dimulainya penyelidikan, namun dalam hal
tertentu dapat diperpanjang menjadi selama-lamanya
18 bulan.
Dalam hal adanya dumping, Komite menyampaikan
besarnya margin dumping dan/atau subsidi netto dan
mengusulkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping atau Bea
Masuk Imbalan kepada Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI. Menteri memutuskan besarnya nilai
tertentu untuk pengenaan Bea Masuk Anti Dumping atau
Bea Masuk Imbalan yang besarnya sama dengan atau lebih
kecil dari marjin dumping dan/atau subsidi netto.
Atas dasar keputusan Menteri tersebut, Menteri Keuangan
RI menetapkan besarnya Bea Masuk Anti Dumping atau Bea
Masuk Imbalan.
40. Dalam hal tidak terbukti, Komite menghentikan
penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri Perindustrian
dan Perdagangan RI. Dalam melakukan penyelidikan, TOAD
memberitahukan kepada pihak yang berkepentingan
mengenai informasi yang diperlukan dan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan bukti-
bukti secara tertulis. Khusus untuk eksportir atau produsen
luar negeri, diberi kesempatan untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan komite dalam waktu maksimal 30
hari. Untuk kepentingan penelitian kebenaran informasi,
Komite dapat melakukan penyelidikan di luar negeri,
sepanjang mendapat persetujuan dari perusahaan yang
akan diselidiki dan memberitahukan kepada perwakilan
negara yang bersangkutan, kecuali negara yang
bersangkutan menolak.
41. TINDAKAN SEMENTARA TERHADAP DUMPING & SUBSIDI :
a. Dumping;
Pengenaan tindakan sementara, ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, beupa :
1. Pembayaran Bea Masuk Anti Dumping Sementara;
2. Atau Penyerahan Jaminan dalam bentuk uang tunai,
jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi
sebesar Bea Masuk Anti Dumping Sementara.
Tindakan sementara tersebut dikenakan paling cepat 60
hari sejak dimulainya penyelidikan. Masa berlaku
tindakan sementara tersebut paling lama 4 hari atau
bila ada permintaan dari eksportir yang mewakili sebagian
besar eksportir yang mengekspor barang yang
diselidiki, dapat ditetapkan paling lama 6 bulan.
42. Bea Masuk Anti Dumping Sementara dapat ditetapkan
lebih rendah dari margin dumping sementara. Dalam
hal tersebut, maka masa berlaku tindakan sementara
paling lama 6 bulan atau atas permintaan eksportir
yang mewakili sebagian besar eksportir yang
mengekspor barang yang diselidiki, dapat ditetapkan
paling lama 9 bulan.
b. Subsidi;
Pengenaan tindakan sementara, ditetapkan oleh
Menteri Keuangan RI, berupa :
1. Pembayaran Bea Masuk Imbalan Sementara;
2. Atau Penyerahan Jaminan dalam bentuk Uang
Tunai, Jaminan Bank atau Jaminan dari
Perusahaan Asuransi, sebesar Bea Masuk
Imbalan Sementara.
Tindakan sementra tersebut dikenakan paling cepat 60
hari sejak dimulainya penyelidikan dan berlaku paling
lama 4 hari.
43. Tindakan sementara tidak diberlakukan lagi dalam hal
penyelidikan berakhir, dan dilakukan berdasarkan keputusan
Menteri Kuangan RI, berupa :
1. Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping atau Bea Masuk
Imbalan;
2. Pencabutan keputusan tindakan sementara dan
pengembalian pembayaran Bea Masuk Anti Dumping
Sementara atau Pengembalian Jaminan.
TINDAKAN LANJUTAN :
Eksportir barang dumping atau Pemerintah Negara Pengekspor
dan/atau eksportir barang yang mengandung subsidi dapat
mengajukan tawaran untuk melakukan tindakan penyesuaian
kepada Komite selama masa penyelidikanm yaitu berupa
penyesuaian harga atau penghentian ekspor barang dumping atau
barang mengandung subsidi serta penghapusan atau pembatasan
subsidi atau tindakan lainnya. Tujuan dari tindakan penyesuaian
tersebut adalah untuk menghilangkan kerugian industri dalam
negeri.
44. Komite menilai tawaran tersebut dan melaporkannya
kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
untuk ditolak atau diterima. Walaupun tawaran
diterima, penyelidikan tetap dilanjutkan hingga selesai.
Selama tindakan penyesuaian diberlakukan, eksportir
diharuskan menyampaikan laporan pelaksanaan secara
berkala kepada komite dan dapat dilakukan verifikasi
data. Komite dapat mengeluarkan inisiatif untuk
menyarankan eksportir atau negara pengekspor untuk
melakukan tindakan penyesuaian.