1. Modul ke:
Fakultas
Program Studi
HUKUM BISNIS
DAN LINGKUNGAN
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN BISNIS TIDAK
SEHAT
NAMA : Agnes Monica (43217010166)
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
10EKONOMI &
BISNIS
Akuntansi
2. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Anti Monopoli Persaingan Usaha Tidak
Sehat
Lahirnya Undang-undang Antimonopoli
dan Persaingan Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun
1999) merupakan perangkat hukum dalam dunia
usaha yang didasarkan sebagai kebutuhan yang
mendesak. Desakan eksternal bisa karena
tuntutan keadaan dan tekanan eksternal
misalnya dari IMF sebagai lembaga pemberi
kredit.
3. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Keberadaan Undang-undang Antimonopoli ini selain
adanya desakan IMF, juga sebagai respons atas tuntutan
masyarakat yang mengutuk konglomerat di mana mereka
diperlakukan istimewa selama rezim orde baru, sedangkan di lain
pihak pengusaha kecil dan menengah tidak mendapatkan
perhatian yang memadai. Dalam tulisan ini diulas tentang
Undang-Undang Antimonopoli Nomor 5 Tahun 1999.
Mencermati topik pembahasan kali ini, ada dua isu
penting, yakni masalah praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Keduanya merupakan permasalahan dunia ekonomi
yang seharusnya diatur oleh dunia hukum agar terjadi persaingan
yang sehat dan menghindari praktik monopoli. Bagaimana hukum
mengatur kedua persoalan di atas dalam konteks nasional
maupun global, di mana sistem ekonomi suatu negara akan
dipengaruhi dan saling mempengaruhi kondisi perekonomian
negara lain.
4. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Pengertian Pelaku Usaha
Pelaku usaha dalam UU No. 5 Tahun 1999 didefinisikan sebagai berikut :
“setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”
Dengan mencermati definisi pelaku usaha diatas, ternyata hanya
menyebutkan semua kegiatan yang dijalankan di dalam wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, pembuat undang-undang
tidak mempertimbangkan aspek globalisasi, dimana pelaku usaha sangat
dimungkinkan untuk melintas batas-batas kontekstual di kandung maksud
bahwa pelaku usaha ini tidak melakukan kegiatan monopolistik di wilayah
negara kesatuan RI yang merusak iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
5. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Berdasarkan sifatnya, PKPU dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1) PKPU sementara
Merupakan PKPU yang penetapannya dilakukan sebelum sidang dimulai, dan
harus dikabulkan oleh pengadilan setelah pendaftaran dilakukan.
2) PKPU tetap
Merupakan PKPU yang ditetapkan setelah sidang berdasarkan persetujuan
dari para kreditor.
6. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
PARA PIHAK DALAM PKPU
• Debitor
Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
debitor adalah orang yang mempunyai hutang karena perjanjian atau Undang-undang yang
pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan.
• Kreditor
Berdasarkan pada ketentuan pasal 1 angka (2) UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud dengan
kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang yang
dapat ditagih di muka pengadilan.
• Bank Indonesia
Apabila debitor adalah sebuah bank, maka bank Indonesia yang berwenang mengajukan
PKPU. (Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)
• Badan pengawas pasar modal
Apabila yang menjadi pihak debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004)
• Menteri Keuangan
Apabila yang menjadi debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana
pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. (Pasal 223 UU No. 37 Tahun
2004)
I
7. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
PENGERTIAN MONOPOLI
Dalam UU No. 5 Tahun 1999, pengertian monopoli secara
singkat didefinisikan sebagai berikut.
“suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh
satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha”
8. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
TIDAK SEHAT
Selain definisi monopoli dan persaingan, UU No.
5 Tahun 1999 mengatur tentang praktek
monopoli yang pengertiannya sebagai berikut.
“Praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi
oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasanya produksi dan pemasaran atas barang dan atau jasa
tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikan kepentingan umum.”
9. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Dari definisi tersebut dapat dicermati bahwa suatu praktik
monopoli tersebut harus dibuktikan adanya unsur mengakibatkan
persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum.
Sedangkan pengertian persaingan usaha tidak sehat diartikan
sebagai berikut.
“Persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum
atau menghambat persaingan usaha.”
10. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
MONOPSONI
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan
praktik monopsoni, yaitu sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
11. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
PENGUASAAN PASAR
Pelaku usaha dilarang melakukan peguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa:
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingannya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau membatasi
peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Dalam ketentuan pasal berikutnya, yakni Pasal 20 dan 21 pelaku usaha dilarang
melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau
menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau
mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat
mengakibatkan terjadi praktik monopoli dan pesaingan tidak sehat. Selain itu,
pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi
dan biaya lainnya yang menjadi bagian atau komponen harga barang dan atau jasa.
Hal ini sering terjadi dalam perang dagang internasional berupa praktik dumping.
12. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
• PERSEKONGKOLAN
Beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh Undang-undang
adalah sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain
untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga
mengakibatkan terjadi persaingan tidak sehat.
2. Pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia
perusahaan.
3. Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
menghambat produksi dan ataupemasaran barang dan atau jasa pelaku
usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang
ditawarkan atau dipasok dipasar bersangkutan menjadi berkurang, baik
baik dari jumlah, kualitas, maupun kecepatan waktu yang di persyaratkan.
13. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
POSISI DOMINAN
Pergertian posisi dominan dapat dilihat dalam
Pasal 1 angka 4 yang menyebutkan bahwa posisi
dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau
pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang dan
jasa tertentu.
14. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Mengenai pengaturan suatu pelaku usaha menggunakan posisi dominan
dituangkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan (2). Pelaku usaha dapat dikategorikan
menggunakan posisi dominan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Menetapkan syarat-syarat perdagangan
dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh
barang dan atau jasa yang bersaing, baik
dari segi harga maupun kualitas.
2. Membatasi pasar dan pengembangan
teknologi atau menghambat palaku usaha
lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk
memasuki pasar bersangkutan.
15. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
• Dalam ayat (2) secara kuantitatif ditentukan berapa persentase
penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan
menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan diatas,
yaitu sebagai berikut.
1. Satu pelaku atau satu kelompok peAlaku
usaha menguasai 50% (lima puluh persen)
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
2. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh
lima persen) atau lebih pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
16. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
JABATAN RANGKAP
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris
dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang
merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain,
apabila perusahaan-perusahaan tersebut :
1. Berada dalam pasar bersangkutan
yang sama,
2. Memilik keterkaitan yang erat
dalam bidang dan atau jenis
usaha,
3. Secara bersama dapat menguasai
pangsa pasar barang dan atau jasa
tertentu; yang dapat
mengakibatkan monopoli dan atau
pesaingan usaha tidak sehat.
17. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Pemilik Saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada
beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha
dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan yang
sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki
kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan yang
sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%
(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
18. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
PENGGABUNGAN, PELEBURAN,
DAN PENGAMBILALIHAN
Sebelum menjelaskan penggabungan dan peleburan
bahkan sampai pengambilalihan perusahaan, perlu ditekankan
bahwa yang di maksud dengan pelaku usaha di sini adalah pelaku
usaha yang berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum,
yang menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus dengan tujuan untuk memperoleh laba. Secara garis
bahwa tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
yang akan secara tegas dilarang. Dalam undang-undang ini hanya
menegaskan bentuk penggabungan yang bersifat vertikal (lihat
Pasal 14)
19. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Tugas dan wewenang KPPU meliputi
beberapa hal berikut :
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap ada tidaknya
penyalahgunaan posisi dominan.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
sebagaimana diatur dala Pasal 36.
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan
dengan Undang-undang ini.
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi
20. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Sanksi
Ketentuan penjatuhan sanksi terhadap pelaku usaha yang melanggar undang-
undang ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu :
1. Sanksi Administrasi
Dapat berupa penetapan pembatalan perjanjian,
penghentian integrasi vertikal sebagaimana diatur
dalam Pasal 14, perintah kepada pelaku usaha
untuk menghentikan posisi dominan, penetapan
pembatalan atas penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan badan usaha, penetapan
pembayaran ganti rugi, penetapan denda
serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah) atau setinggi-tingginya
Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar
rupiah).
21. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Sanksi Pidana Pokok, dan Pidana Tambahan
Ketentuan penjatuhan pidana pokok dan tambahan
dimungkinkan dalam undang-undang ini. Apabila
pelaku usaha melanggar Pasal 14 (integrasi vertikal),
Pasal 16 (perjanjian dengan luar negeri yang
mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat), Pasal 17 (melakukan monopoli), Pasal 18
(melakukan monopsoni), Pasal 19 (penguasaan pasar),
Pasal 25 (posisi dominan), Pasal 27 (pemilikan saham),
dikenakan denda minimal Rp. 25.000.000.000,- (dua
puluh lima milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.
100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah).
22. Hukum Bisnis & Lingkungan, hapzi.ali@mercubuana.ac.id
Sedangkan untuk pelanggaran terhadap Pasal 5-8 (mengenai penetapan
harga), Pasal 15 (mengenai perjanjian tertutup), Pasal 20-24 (mengenai
penguasaan pasar dan persekongkolan), dan Pasal 26 (tantang jabatan rangkap)
dikenakan denda minimal Rp. 5 milyar dan maksimal Rp. 25 milyar.
Sedangkan bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran
berat juga dikenakan pidana tambahan sesuai dengan Pasal 10 KUHP, berupa
sebagai berikut :
1. Pencabutan Izin usaha
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah
terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki
jabatan direksi atau komisaris sekurang-
kurangnya dua tahun dan selama-lamanya
lima tahun.
3. Penghentian kegiatan atau tindakan
tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain