Modul ini membahas tentang anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat. Materi ini menjelaskan pengertian anti monopoli dan persaingan tidak sehat, asas dan tujuan larangan monopoli, kegiatan dan perjanjian yang dilarang dalam monopoli, serta sanksi yang berlaku."
1. Hbl,chives radin,prof.hapzi ali,anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat ,universitas mecubuana 2018
1. MODUL PERKULIAHAN
Anti Monopoli dan Persainagn Bisnis Tidak
sehat
Pendahuluan
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode NIM Disusun Oleh
Ekonomi & Bisnis Akuntansi 43216010223 Chives radin
Abstract : Kompetensi
Materi ini akan membahas tentang Anti
Monopoli dan Persainagn Bisnis Tidak sehat
dan ,asas tujuan monopoli tidak sehat hal
hal yang di kecualikan dalam Monopoli,
perjanjian yang dilarang dalam Monopoli dan
Persaingan Usaha
Mahasiswa mampu menjelaskan tetang
asas ,tujuan , hal hal dikecualikan dalam
monopoli, dan perjanjian yang dilarang
dalam monopoli dalam persaingan usaha
2. 2 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Isi
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................... 1
1.3 Tujuan Permasalahan............................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat........................ 3
2.2 Asas dan Tujuan Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat...................... 4
2.3 Kegiatan yang Dilarang dalam Monopoli.............................................. 4
2.4 Perjanjian yang Dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat 7
2.5 Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli......................................... 10
2.6 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha.................................................. 10
2.7 Sanksi dalam Monopoli dan Persaingan Usaha..................................... 11
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................. 13
3.1 Simpulan................................................................................................ 13
3.2 Kata Penutup......................................................................................... 13
3. 3 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara besar di Asia Tenggara dan juga
negara Indonesia merupakan negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang memiliki tingkat
populasi penduduk yang tinggi sehingga perekonomian di Indonesia harus selalu baik guna dapat
meningkatkan taraf hidup penduduknya. Semakin banyaknya bermunculan pelaku-pelaku bisnis baru
maka dipastikan makin ketatnya persaingan diantara pelaku bisnis tersebut, sehingga diharapkan
terjadinya pembangunan dalam bidang ekonomi yang mengarah terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Sejak dahulu juga masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat senang dan mudah gotong-
royong Terkadang tindakan bersaing atau berkompetisi secara tidak sehat tidak memiliki tempat di
masyarakat kita suka bergotong-royong. Namun pada kenyataannya, pada era globalisasi dan
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi membuat semakin banyak pelaku usaha
berlomba-lomba meningkatkan taraf hidup masing-masing, semakin banyak timbul persaingan usaha
yang tidak sehat. Salah satu hal yang terjadi mengenai timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat
contohnya para pengusaha yang dekat dengan atau memiliki koneksi dengan elit kekuasaan memiliki
kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kesenjangan sosial. Munculnya
sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung dengan semangat kewirausahaan sejati
merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan perekonomian menjadi sangat rapuh dan tidak
mampu bersaing secara sehat.
Melihat kondisi tersebut diatas, kita dituntut untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di
Indonesia yang sudah tidak sesuai dengan cita-cita dan tujuan perekonomian Indonesia yaitu yang
tertera dalam Undang-undang no.5 tahun 1999 yaitu tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, agar dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan
benar sehingga terciptanya iklim persaingan yang sehat sehingga terhindar dari bentuk praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian anti monopoli dan persaingan tidak sehat?.
2. Bagaimana asas dan tujuan monopoli dan persaingan tidak sehat?.
3. Kegiatan seperti apa yang dilarang dalam monopoli?.
4. Perjanjian seperti apa yang dilarang dalam monopoli dan persaingan tidak sehat?.
5. Hal-hal apa saja yang dikecualikan dalam monopoli?.
6. Bagaimana sistem kerja komisi pengawasan persaingan usaha?.
7. Sanksi apa saja yang akan dikenakan dalam masalah monopoli dan persaingan tidak sehat?.
1.3 Tujuan Permasalahan
4. 4 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Adapun tujan permasalahan dalam makalah ini, diantaranya:
1. Untuk mengetahui definisi anti monopoli dan persaingan tidak sehat.
2. Untuk mengetahui asas dan tujuan dalam monopoli dan persaingan tidak sehat.
3. Untuk mengetahui kegiatan yang dilarang dalam melakukan monopoli.
4. Untuk mengetahui perjanjian yang dilarang dalam monopoli dan persaingan tidak sehat.
5. Untuk mengetahui hal-hal yang dikecualikan dalam monopoli.
6. Untuk mengetahui sistem kerja pengawasan persaingan usaha.
7. Sanksi yang dikenakan dalam monopoli dan persaingan tidak sehat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan
‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi
pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan
(supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002).
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang
sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang
artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”. Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir
sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”,
“antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat
istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai
pasar, dimana di pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa
mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan
usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum
dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu
rupiah atas tindakan persaingan curang bila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.
2. Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan, dan
memperluas hasil dagangan atau perusahaan.
3. Perusahaan, baik milik pelaku maupun perusahaan lain, diuntungkan karena persaingan curang
tersebut.
4. Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang
tertentu.
5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut menimbulkan kerugian bagi konkruennya dari
orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan pelaku.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang-
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
5. 5 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha
dapat dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang
atau jasa, jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan dahulu adanya unsur yang mengakibatkan
persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur
atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
2.2 Asas dan Tujuan Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku usaha. Sementara itu tujuan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan
kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
2.3 Kegiatan yang Dilarang dalam Monopoli
Dalam UU No.5 Tahun 1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24.
Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian,
dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah
aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum
dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Undang-undang no.5 tahun 1999 merumuskan
beberapa kriteria sebagai berikut :
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa sebagaimana maksud dalam ayat (a) apabila: barang dan atau jasa yang bersangkutan
belum ada subtitusinya;
Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan dan atau jasa yang sama; atau,
Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % (lima puluh persen)
pasangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
6. 6 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak. Pasal 28
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopsoni, yaitu sebagai
berikut.;
Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas
barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (a) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat yaitu :
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama
pada pasar yang bersangkutan;
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk
persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu
sbb:
Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan rahasia perusahaan.
Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi
berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi
dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang menduduki
7. 7 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris
perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
Berada dalam pasar bersangkutan yang sama.
Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.
Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan
praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan
kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa
perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang
dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan
hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba,
secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang
berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya
penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999
Pasal 14.
2.4 Perjanjian yang Dilarang dalam Monopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5 tahun 1999 lebih menyebutkan
secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian
didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap
satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini
namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut
sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat
diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5
Tahun 1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian
(contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya
memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive
behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang Anti Monopoli
. Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk
sebagai berikut, ;
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit
sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara bersama-sama
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa bila
dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
2. Penetapan harga
8. 8 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang
harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga
yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa
tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
dari harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam
negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual
setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat:
Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain,
Membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar
bersangkutan.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama
dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga
dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau peseroan anggotanya yang
bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas, diantaranya:.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama agar dapat mengendalikan harga barang atau
jasa dalam pasar yang bersangkutan.
Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75%
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu
yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam
satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. 9 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok
kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak
yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari
pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas
barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan
atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
Harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,
Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi
pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.5 Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang
dikecualikan,yaitu
Pasal 50
Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang,
hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang
berkaitan dengan waralaba;
Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau
menghalangi persaingan;
Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali
barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan
atau pasokan pasar dalam negeri;
Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan
atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
10. 10 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
2.6 Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama
mengontrol produksi dan pemasaran barang atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian
tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian
dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan pemasaran melalui pengaturan
pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk
membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian perseillegal, yaitu sekedar membuktikan
ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi
perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker.
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan.
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam.
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui
pada pasar monopoli.
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya.
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi.
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak.
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan.
2.7 Sanksi dalam Monopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan
dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam
sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi
pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan
dalam Pasal 49.
Pasal 48
1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan
Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000
(dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan
Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000
(lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana
penjara pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
11. 11 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1. Pencabutan izin usaha; atau
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-
lamanya 5 (lima) tahun; atau
3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Antimonopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara
tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
12. 12 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang-
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Adapun kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli, diantaranya: monopoli, monopsoni, penguasaan
pasar, persengkongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham, penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan.
Perjanjian yang dilarang dalam anti monopoli dan persaingan usaha, diantaranya: oligopoli,
penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal,
perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan
dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam
sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi
pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan
dalam Pasal 49.
13. 13 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
3.2 Kata Penutup
Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan telah dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih
jauh dari kesempurnaan. Namun inilah yang mampu penyusun rangkai karena keterbatasan.
14. 14 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA http://www.mercubuana.ac.id
Dafar Pustaka
www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1999_5.pdf
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/