2. Pengertian Agraria
• Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif,
yakni arti agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan
pengertian agraria berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria.
• Pertama dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa
Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti
perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan
pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka
sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu dairtikan
dengan tanah dan dihubungakan dengan usaha pertanian.
Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk
kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan
mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih
meratakan penguasaan dan pemilikannya.
•
3. • Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai
dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.
• Tetapi Agrarisch Recht atau Hukum Agraria di lingkungan administrasi
pemerintahan dibatasi pada perangkat peraturan perundang-undangan yang
memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam melaksanakan kebijakannya di
bidang pertanahan. Maka perangkat hukum tersebut merupakan bagian dari
hukum administrasi negara.
• Sebutan agrarische wet, agrarische besluit, agrarische inspectie pada
departemen Van Binnenlandsche Bestuur, agrarische regelingan dalam
himpunan Engelbrecht, bagian agraria pada kementerian dalam negeri, menteri
agraria, kementerian agraira, departemen agraria, menteri pertanian dan agraria,
departemen pertanian dan agraria, direktur jenderak agraria, direktorat jenderal
agraria pada departemen dalam negeri, semuanya menunjukan pengertian
demikian.
•
4. • Pengertian agraria meliputi bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dalam batas-batas seperti yang ditentukan
dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang
angkasa. Yaitu ruang di atas bumi dan air yang
mengandung : tenaga dan unsur-unsur yang
dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara
dan memperkembangkan kesuburan bumi, air
serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan
dengan itu.
5. • Pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh
bumi di bawahnya serta yangberada di bawah air (Pasal 1 ayat (4) jo.Pasal
4 ayat(1)). Dengan demikian pengertian tanah meliputi permukaan bumi
yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air,
termasuk air laut.
• Sehubungan dengan itu bumi meliputi juga apa yang dikenal dengan
sebutan Landas Kontinen Indonesia (LKI). LKI ini merupakan dasar laut dan
tubuh bumi di bawahnya di luar perairan wilayah Republik Indonesia yang
ditetapkan dengan Undang-undang Nomor : 4 Prp Tahun 1960, sampai
kedalaman 200 meter atau lebih, di mana masih meungkin
diselenggarakan eksplorasi dan sksploitasi kekayaan alam. Penguasaan
penuh dan hak ekslusif atas kekayaan alam di LKI tersebut serta
pemilikannya ada pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-
undang Nomor :1 Tahun 1973)(LN. 1973-1, TLN 2994).
•
6. • Pengertian air meliputi baik perairan pedalaman maupun laut
wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat (5)). Dalam Undang-undang Nomor
11 Tahun 1974 tentang : Pengairan (LN 1974-65) pengertian air
tidak dipakai dalam arti yang seluas itu. pengertiannya meliputi air
yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air,
baik yang meliputi air yang terdapat di laut (Pasal 1 angka 3).
• Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi sidebut bahan-
bahan galian, yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih
dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang
merupakan endapan-endapan alam. Undang-undang Nomor :11
Tahun 1967 tentang : Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
(LN 1967-227, TLN 2831).
•
7. • Kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah ikan dan lain-lain
kekayaan alam yang berada di dalam perairan pedalaman dan laut
wilayah Indonesia. (Undang-undang Nomor : 9 Tahun 1985 tentang :
Perikanan, LN. 1985-46).
• Dalam hubungan dengan kekayaan alam di dalam tubuh bumi dan air
tersebut perlku dimaklumi adanya pengertian dan lembaga Zone
Ekonomi Eksklusif, yaitu meliputi jalur perairan dengan batas terluar 200
mili laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini
hak berdaulat untuk melakukamn eksplorasi, eksploitasi dan lain-lainnya
atas segala sumber daya alam hayati dan non hayati yang terdapat di
dasar laut serta tuuh bumi di bawahnya dan air di atasnya, ada pada
Negara Republik Indonesia. (Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1983
tentang : Zone Ekonomi Eksklusif LN. 1983-44).
•
8. • Sementara, A.P. Parlindungan menyatakan bahwa pengertian
agraria mempunyai ruang lingkup, yaitu dalam arti sempit, bisa
terwujud hak-hak atas tanah, atupun pertanian saja, sedangkan
Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA telah mengambil sikap dalam pengertian
yang meluas, yakni bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.
• Dari batasan agraria yang diberikan UUPA dalam ruang lingkupnya
di atas mirip dengan pengertian ruang dalam undang-undang
Nomor : 24 Tahun 1992 tentang : Penataan Ruang. Menurut Pasal 1
angka 1 dinyatakan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang
daratan, ruang lautan, dan ruang udata sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
•
9. • Dari uraian pengertian agraria di atas, maka dapat
disimpulkan pengertian agraria dengan membedakan
pengertian agraria dalam arti luas dan pengertian
agraria dalam arti sempit. Dalam arti sempit, agraria
hanyalah meliputi bumi yang disebut tanah, sedangkan
pengertian agraria dalam arti luas adalah meliputi
bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Pengertian tanah yang
dimaksudkan di sini adalah bukan dalam arti fisik,
melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak.
Pengertian agraria yang dimuat dalam UUPA adalah
pengertian agraria dalam arti luas.
10. Pengertian Hukum Agraria
• Beberapa pakar hukum memberikan pengertian tentang apa yang
dimaksud dengan hukum agraria, antara lain beberapa disebutkan di
bawah ini.
• Subekti dan Tjitro Subono, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan
yang hukum perdata, tata negara, tata usaha negara, yang mengatur
hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh
wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada
huungan tersebut.
• Prof. E. Utrecht, S.H. menyatakan bahwa hukum agraria adalah menjadai
bagian dari hukum tata usaha negaram karena mengkaji hubungan-
hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang
meliatakan pejabat yang bertugas mengurus masalah agraria.
•
11. • Daripada itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran Hukum Agraria
meliputi : bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya, sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. Oleh karenanya
pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum agraria
dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang mengatur
hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi :
• Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti
permukaan bumi;
• Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
• Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan
galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan;
• Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang
terkandung di dalam air;
•
12. • Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas
penguasaan atas hutan dan hasil hutan;
• Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam
ruang angkasa (bukan space law), mengatur hak-hak
penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
• Sedangkan pengertian hukum agraria dalam arti
sempit, hanya mencakup Hukum Pertanahan, yaitu bidang
hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah.
•
13. • Yang dimaksud tanah di sini adalah sesuai
dengan Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah permukaan
tanah, yang dalam penggunaannya menurut
Pasal 4 ayat (2), meliputi tubuh bumi, air dan
ruang angkasa, yang ada di atasnya, sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunan tanah itu dalam
batas menurut UUPA, dan peraturan-perturan
hukum lain yang lebih tinggi.
14. Hukum Tanah
• Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling
luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah di
sini buakan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya
mengatur salah satu aspeknya saja yaitu aspek yuridisnya yang disebut
dengan hak-hak penguasaan atas tanah.
• Dalam hukum, tanah merupakan sesuatu yang nyata yaitu berupa
permukaan fisik bumi serta apa yang ada di atasnya buatan manusia yang
disebut fixtures. Walaupun demikian perhatian utamanya adalah bukan
tanahnya itu, melainkan kepada aspek kepemilikan dan penguasaan tanah
serta perkembangannya. Objek perhatiannya adalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban berkenaan dengan tanah yang dimiliki dan dikuasai
dalam berbagai bentuk hak penguasaan atas tanah.
• Dengan demikian, jelaslah bahwa tanah dalam artu yuridis adalah
permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah hak atas sebagiaan tertentu
permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang
dan lebar.
15. Hak Atas Tanah
• Yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk
mempergunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Atas ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA,
kepda pemegang hak atas tanah diberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian
pula tubuh bumi dan air serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung yang
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum
lain yang lebih tinggi.
• Hirarki hak-hak atas penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah :
• 1. Hak bangsa Indonesia atas tanah;
• 2. Hak menguasai negara atas tanah;
• 3. Hak ulayat masyarakat hukum adat;
• 4. Hak-hak perseorangan, meliputi :
• a. Hak-hak atas tanah, meliputi :
• 1). Hak milik atas;
• 2). Hak guna usaha;
• 3). Hak guna bangunan;
• 4). Hak pakai;
• 5). Hak sewa;
• 6). Hak membuka tanah;
• 7). Hak memungut hasil hutan;
• 8). Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang
serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 (UUPA).
•
16. • b. Wakaf tanah hak milik;
• c. Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan);
• d. Hak milik atas satuan rumah susun.
• Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya
mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak-hak penguasaan
atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan
hukum konkrit, beraspek publik dan privat, yang dapat disusun dan
dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu
kesatuan yang merupakan suatu sistem.
• Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah yang dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu:
•
17. • a) Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum;
• Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan
tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai
subjek atau pemegang hak.
• b) Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum
yang konkrit;
• Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan
hak tertentu sebagai obyeknya dan atau orang atau badan
hukum tertentu sebagai subjek pemegang haknya.
•
18. • Dalam kaitannya dengan hubungan hukum antara pemegang hak dengan
hak atas tanahnya, ada 2 (dua) macam asas dalam dalam hukum tanah,
yaitu : asas pemisahan horisontal dan asas pelekatan vertikal.
• 1) Asas pemisahan horisontal yaitu suatu asas yang mendasrkan
pemilikan tanah dengan memisahakan tanah dari segala benda yang
melekat pada tanah tersebut. Sedangkan asas pelekatan vertikal yaitu
asas yang mendasrkan pemilikan tanah san segala benda yang melekat
padanya sebagai suatu kesatuan yang tertancap menjadi satu.
• 2) Asas pemisahan horisontal merupakan alas atau dasar yang
merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang berlaku dalam
bidang hukum pertanahan dalam pengaturan hukum adat dan asas ini
juga dianut oleh UUPA. Sedangkan asas pelekatan vertikal merupakan alas
atau dasar pemikiran yang melandasi hukum pertanahan dalam
pengaturan KUHPerdata.
•
19. • Dalam bukunya, Djuhaendah Hasan mengemukakan bahwa sejak
berlakunya KUHPerdata kedua asas ini diterapkan secara
berdampingan sesuai dengan tata hukum yang berlaku dewasa itu
(masih dualistis) pada masa sebelum adanya kesatuan hukum
dalam hukum pertanahan yaitu sebelum UUPA. Sejak berlakunya
UUPA, maka ketentuan Buku II KUHPerdata sepanjang mengenai
bumi, air serta kekayaan di dalamnya telah dicabut, kecuali tentang
hipotik. Dengan demikian pengaturan tentang hukum tanah
dewasa ini telah merupakan satu kesatuan hukum (unifikasi hukum)
yaitu hanya ada satu hukum tanah saja yang berlaku yaitu yang
diatur dalam UUPA dan berasaskan hukum adat (lihat Pasal 5
UUPA).
20. Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indon
• Menurut UUPA Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang bertujuan:
• a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional
• b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan
dalam hukum pertanahan
• c. Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat.
• Berdasarkan tujuan pembentukan UUPA tersebut maka seharusnyalah kaidah-
kaidah hukum agraria dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang berdiri
sendiri, yaitu cabang ilmu hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa untuk
dapat menjadi suatu cabang ilmu harus memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:
• a. Persyaratan obyek materiil Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya.
• b. Persyaratan obyek formal Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam
penyusunan hukum agraria nasional.
•
21. • Berdirinya cabang ilmu hukum agraria kiranya menjadi
sebuah tuntutan atau keharusan, karena:
• a. Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi
bangsa dan negara agraris.
• b. Dengan adanya kesatuan/kebulatan, akan
memudahkan bagi semua pihak untuk
mempelajarainya.Disamping masalah agraria yang
mempunyai sifat religius, masalah tanah adalah soal
masyarakat bukan persoalan perseorangan.
•
22. Sumber Hukum Agraria
• Sumber Hukum Tertulis.
• a. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 33 ayat
(3). Di mana dalam Pasal 33 ayat (3) ditentukan :
• “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.
• b. Undang-undang Pokok Agraria.
• Undang-undangg ini dimuat dalam Undang-undang Nomor : 5
Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
tertanggal 24 September 1960 diundangkan dan dimuat dalam
Lembaran Negara tahun 1960-140, dan penjelasannya dimuat
dalam Tambahan Lembaran Negara nomor 2043.
•
23. • c. Peraturan perundang-undangan di bidang
agraria :
• 1. Peraturan pelaksanaan UUPA
• 2. Pertauran yang mengatur soal-soal yang
tidak diwajibkan tetapi diperlukan dalam praktik.
• d. Peraturan lama, tetapi dengan syarat
tertentu berdasarkan peraturan/Pasal Peralihan,
masih berlaku.
•
24. • Sumber Hukum Tidak Tertulis.
• a. Kebiasaan baru yang timbul sesudah
berlakunya UUPA, misalnya :
• 1. Yurisprudensi;
• 2. Praktik agraria.
•
25. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM
AGRARIA DI INDONESIA
• 1. Sebelum Indonesia Merdeka
• Dalam membicarakan sejarah hukum agraria,kita perlu meninjau dahulu sejarah kehidupan
manusia dan dalam lintasan sejarah inipulalah hukum agraria itu lahir dan berkembang. Sejarah
kehidupan manusia pada dasarnya dapat dijabarkan melalui tahap-tahap berikut ini.
• Dalam tahap I, manusia dalam kehidupan yang dikatakan primitif,baru mengenal meramu sebagai
sumber penghidupannya yang pertama kali dan satu-satunya pula.Pada tahap ini oarang tentu saja
masih secara nomaden atau mengembara tanpa tempat tinggal yang tetap dari hutan yang satu ke
hutan yang lain dan dari daerah satu ke daerah yang lain.
• Dalam tahap II, manusia telah menemukan mata pencaharian baru yakni berburu yang biasanya
juga masih dilakukan oleh nomden yakni mengembara dari hutan ke hutan mengikuti hewan
buruan yang ada.
• Dalam tahap III manusia menemukan mata pencaharian yang baru lagi, yakni berternak meskipun
sistem pelaksanaannya pun masih primitif dan nomaden pula. Dalam tahap ini, mata pencaharian
manusia masih tetap berternak namun pola hiup manusia kemudian berubah dari hidup
mengembara menjadi pola hidup menetap. Tetapi dalam pola ternak yang menetap ini, manusia
tidak mempersoalkan pengetahuannya dalam bidang pertanahan megingat sebagian besar
pemikiran mereka masih berpusat pada bidang peternakan.
•
26. • Dalam tahap IV yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari pola hidup
menetap, barulah manusia mulai bercocok tanam sebagai mata penchariannya.
Pada tahap inilah baru manusia memikirkan an mempersoalkan keadaan tanah
mengingat kepentingannya sehubungan dengan mata pencahariannya yang baru
itu. Tetapi pengetahuan tentang hal pertanahan manusia pada masa itu tentu saja
masih sangat sederhana dan sepit, terbatas hanya pada hal-hal yang berkenaan
dengan keperluan atau masalah yang tengah dihadapnya saja. Disamping itu
kehidupan manusia dalam tahap ini pun masih bersifat sangat pasif terhadap
alam, artinya manusia hanya bias menerima saja segala akibat yang ditimbulkan
oleh alam tanpa sedikitpun bisa berusaha mencegahnya, misalnya dalam hal
terjadi bencana alam seperti banjir dan sebagainya.
Manusia pada masa itu paling-paling hanya dapat mengelakkannya saja dengan
satu-satunya cara mengembara atauberpindah-pindah ke daerah yang lain dan
memulaimata pencaharian mereka itu dari awal lagi. Jadi pada masa itu manusia
memang telah mengenal hal-ihwal pertanahan, tetapi belum mampu mengubah
alam yang tentunya disebabkan karena masih kurangnya atau sangat terbatasnya
pengetahuan dan ketiadaan alat.
27. • Dalam tahap V, pola hidup berkelompok sudah semakin umum mewarnai
kehidupan manusia. Dalam tahap ini manusia telah mengenal mata pencaharian
berdagang barter tetapi tentu masih dalam taraf,pola dan system sederhana,
yakni tukar-menukar barang. Dalam system atau pola perdagangan ini, uang
sebagai alat tukar umum belum dikenal orang karena pembayaran atas pembelian
suatu barang dilakukan melalui pertukarannya dengan barang lain yang harganya
dianggap sebanding.
• Bersamaan dengan berkembangnya perdagangan ini, kian berkembang pula mata
pencaharian bercocok tanam sehingga dengan demikian berarti bahwa perhatian
dan pengetahuan orang pada bidang pertanahan kian berkembang pula. Dalam
tahap inilah Hukum Agraria mulai lahir meskipun belum secara formal maupun
material dapat dikatakan masih sangat primitive, masih sangat jauh dari
memadahi. Hal ini tentu saja disebabkan karena dalam hukum agraria yang masih
primitif itu pengaturan hak dan kewajiban timbal-balik antara penguasa dan warga
masih belum serasi.
•
28. • Melalui perkembangan zaman, Hukum Agraria tersebut menjadi kian berkembang
mengalami berbagai penempurnaan dan pembaharuan setahap demi setahap
hingga sekarang ini. Jadi riwayat sejarah Hukum Agraria sebagamana juga bidang
hukum lainnya mulai lahir dan berkembang melalui suatu evolusi yang lama dan
panjang, sejak mulai adanya pengetahuan dan inisiatif manusia untuk
menciptakan kehidupan serasi melalui hokum yang berkenaan dengan
pertanahan, yang dalam hal ini dapat kita anggap sebagai “embrio” Hukum Agraria
itu sendiri.
• Selanjutnya pada zaman Hindia Belanda, Hukum Agraria dibentuk berdasarkan
tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan Belanda dahulu yang merupakan dasar
politik Agraria Pemerntah Hindia Belanda dengan tujuan untuk mengembangkan
penanaman modal asing lainnya diperkebunan-perkebunan .Utuk mencapai tujuan
ini pemerintah Hindia Belanda telah menciptakan pasal 51 dari Indische
Staatregeling dengan 8 ayat. Ke-8 ayat ini kemudian dituangkan ke dalam undang-
undang dengan nama “Agrariche Wet” dan dimuat dalam Stb. 1870-55. Kemudian
dikeluarkan keputusan Raja dengan nama “Agrarisch Besluit” yang dikeluarkan
tahun 1870.
•
29. • Agrarisch Besluit ini dalam pasal 1 memuat suatu asas yang sangat penting yang
merupakan asas dari semua peraturan Agraria Hindia Belanda. Asas ini disebut
“Domein Verklaring” atau juga bisa disebut asas domein, yaitu asas bahwa “semua
tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya adalah domein Negara” yaitu tanah
milik negera.
• Setelah Proklamasi kemerdekaan Negara kita tahun 1945, undang-undang Agraria
diatas dengan segala peraturan organiknya dan buku ke-2 KUHS tentang benda,
kecuali peratuaran-peraturan mengenai hipotek, telah dinyatakan tidak berlaku
lagi oleh undan-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang mulai berlaku sejak
tanggal 24 September 1960 hingga sekarang hanya berlaku satu undang-undang
yang mengatur agraia, yaitu Undang-undang Pokok Agraria No.5/1960. Ini berarti
bahwa dalam bidang hukum agraria telah tercapai keseragaman hukum, atau
dengan istilah hukumnya telah terdapat unifikasi hukum agrarian yang berarti
bahwa berlaku satu hukum agraria bagi semua warga Indonesia. Jadi dualisme dan
pluralisme dalam bidang hukum agrarian telah dapat dihapuskan.
•
30. a. Masa Pra-Kolonial
• Pola pembagian wilayah yang menonjol pada masa awal kerajaan-
kerajaan di Jawa adalah berupa pembagian tanah ke dalam
beragam penguasaan atau pengawasan,yang diberikan ke
tangan pejabat-pejabat yang ditunjuk oleh raja atau yang
berwenang di istana.Agaknya,pada masa itu konsep³pemilikan
´menurut konsep Barat (³property´,´eigendom´) memang tidak
dikenal,bahkan juga bagi penguasa.Karena itu tanah-tanah tersebut
bukannya ³dimiliki´ oleh pejabat-pejabat atau penguasa,melainkan
bahwa para penguasa itu dalam artian politik mempunyai hak
jurisdiksi atastanah-tanah dalam wilayahnya yang dengan
kekuasaan dan pengaruhnya dapat mereka pertahankan,dan secara
teoritis juga mempunyai hak untuk menguasai ,menggunakan
ataupun menjual hasil-hasil buminya sesuai dengan adat yang
berlaku.
31. • Pada awal abad ke-19 VOC bangkrut dan penguasaannya digantikan
oleh pemerintahKerajaan Belanda.Gubernur Jendral Daendels
memprakarsai perubahan ±perubahan administrasi
untuk meniptakan kekuasaan politik yang lebih sistematis .Tetai
sejauh itu masalah penguasaan tanah secaraformal belum
memperoleh perhatian sepenuhnya.Barulah ketika pemerintahan
Inggrismenggantikannya (1811-1816) saat Raffles memperkenalkan
teorinya yang terkenal itu ,yaitu teoridomein, masalah keagrariaan
memperoleh perhatian yang sebenarnya.Zaman Raffles inilah yang
dapatdianggap sebagai ³tonggak sejarah´ yang pertama dalam soal
keagrariaan ,di Indonesia.
32. Masa Pemerintah Inggris (1811-1816)
• Sebagai Gubernur Jendral di Indonesia,Raffles menginginkan agar
langkah politiknyamemperoleh pembenaaran,yaitu ³teori domein
´nya.Maka pada tahun 1811,dibentuklah sebuah
PanitiaPenyelidikan yang diketuai oleh Mackenzie dengan tugas
³melakukan penyelidikan statistik mengenaikeadaan agraria
´.Berdasarkan hasil peenyelidikan inilah Raffles menarik kesimpulan
bahwa ³semuatanah adalah milik raja atau pemerintah´.Inilah yang
dikenal sebagai teori domein dariRaffles.Sehingga dibuatlah system
penarikan pajak bumi (landrente),yaitu setiap petani
diwajibkanmembayar pajak sebesar 2/5 dari hasil tanah
garapannya.Teori Raffles ini ternyata mempengaruhikebijakan
agraria selama sebagian besar abad ke -19
33. zaman ³cultuurstelsel´ (1830)
• Gubernur Jenderal Van den Bosch melaksanakan apa yang disebut
cultuurstel sel atau tanam paksa.Dasarnya adalah teori Raffles
(domein),yaitu bahwa tanah adalah milik pemerintah.Para
KepalaDesa dianggap menyewa kepada Pemerintah,dan
selanjutnya Kepala Desa meminjamkan kepada petani.Maka isi
pokok Cultuurstelsel bahwa 1/5 daari tanah si pemilik tanah harus
ditanami dengantanaman tertentu yang dikehendaki oleh
pemerintah,seperti nila,kopi,tembakau,dansebgainya,kemudian
harus diserahkan kepada Pemerintah(untuk di ekspor ke Eropa).
• Hasil politik ³Tanam Paksa´ini ternyata melimpah bagi Pemerintah
Belanda,sehingga menimbulkan iri hati bagikaum pemilik modal
swasta.
•
34. Perubahan undang-undang dasar
belanda (1848)
• Terjadi pertentangan antar kaum liberal yang menentang Cultuurstelsel
dengan kaumkonservatif.Kemenangan pertama dipetik oleh golongan
liberal ketika pada tahun 1848 akhirnyaUndang-Undang Dasar Belanda
dirubah yaitu dengan adanya ketentuan di dalamnya yangmenyebutkan
bahwa pemerintahan di tanah jajahan harus di atur dengan undang
±undang.Undang-Undang yang dimaksud ternyata baru selesai pada
tahun 1954,yaitu dengan keluarnya RegeringsRegelment (RR) 1854.Pada
tahun 1865 Menteri Jajahan Frans Van de Putte,seorang
liberal,mengajukan RancanganUndang-Undang ,yang isi nya antara lain
adalah bahwa Gubernur Jenderal akan memberikan hak erfpacht selam 99
tahun ; hak milik pribumi diakui sebagai hak milik mutlak(eigendom) ; dan
tanahkomunal dijadikan hak milik perorangan eigendom.Ternyata RUU ini
ditolak oleh parlemen,demikianlah sampai saat itu tujuan golongan
swasta Belanda untuk menanam modalnya di bidang pertanian di
Indonesia,belum tercapai.
35. Zaman liberal (1870)
• Menteri Van de Putte jatuh karena dianggap terlalu tergesa-gesa
memberikan hak eigendomkepada pribumi.Pada tahun
1867/1868,pemerintah jajahan lalu mengadakan suatu penelitian
tentanghak-hak penduduk Jawa atas tnah,yang dilakukan di 808
desa di seluruh Jawa.Namunternyata,pemerintah Belanda tidak
sabar menunggu hasil penelitian tersebut.Pada tahun
1870,enamtahun sebelum laporan itu terbit,Menteri Jajahan de
wall mengajukan RUU yang akhirnya diterimaoleh parlemen.Isinya
terdiri dari 5 ayat.Kelima ayat ini kemudian ditambahkan kepada 3
ayat dari pasal62 RR,yang kemudian dijadikan pasal 51 dari Indische
Staatsreggeling (IS).Inilah yang disebut denganAgrarische Wet
1870, yang diundangkan dalam Lembaran Negara (Staatsblad)
BO.55, 1870.
36. • Dengan demikian tahun 1870 merupakan tonggak yang sangat penting dalam sejarah agraria di
Indonesia.Karena sejak itu maka berduyun-duyunlah modal swasta Eropa masuk
keIndonesia.Muncullah perkebunan swasta besar di Sumatera dan juga Jawa.Tujuan Undang-
Undang Agraria 1870 untuk memberikan kesempatan luas bagi modal swastaasing memang
berhasil.Tapi tujuan lainnya,yaitu melindungi dan memperkuat hak tanah bagi bangsaIndonesia asli
ternyata jauh dari harapan.Hal ini terjadi karena banyak para sultan sultan yangmemberikan
konsesi atas tanah nya kepada pihak asing,dengan kata lain mengabaikan kepentinganrakyat
nya,Hal ini menyebabkan kemiskinan masyarakat Indonesia asli.Menanggapi hal
tersebut,Pemerintah Kolonial membentuk Panitia Penyelidik Kemiskinan(Mindere
WelvaartCommissie) pada tahun 1902.Namun laporan lengkap penelitian itu (MindereWelvaart
Onderzoek)) ternyata baru selesai tahun 1920.Pencerminan rasa bersalah pemerintah
Belandaditunjukkan dengan di bentuknya kebijakan baru yang terkenal dengan istilah ³Politik Etis´
dengantokoh utamanya C.Th. van Deventer.Mulai awal abad ke-20 itu pemerintah berusaha
memperbaikikeadaan melalui enam bidang yaitu,irigasi,reboisasi,transmigrasi,system
perkreditan,pendidikan dankesehatan masyarakat.Walaupun disana sini usah tersebut memang
dirasakan hasilnya,namunkebijaksanaan ini secara fundamental tidak berhasil mentransformasikan
masyarakat pedesaan.Kebijaksanaan perkreditan misalnya,dianggap tidak bersifat memacu
perubahan dan perkembangan ekonomi ,melainkan sekedar mempertahankan ³statusquo´.
37. Masa Kemerdekaan
• Hukum Agraria Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1960.
• Diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia mengakibatkan bangsa Indonesia
memperoleh kedaulatan di tangan sendiri. Pada masa itu pendudukan tanah oleh
masyarakt sudah menjadi hal yang sangat komplek karena masyarakat yang belum
berkesempatan menduduki tanah perkebunan dalam waktu singkat berusaha
untuk menduduki tanah.
• Sejak pengakuan keadulatan oleh Belanda atas negara Indonesia, barulah
pemerintah mulai menata kembali pendudukan tanah oleh rakyat dengan
melakukan hal-hal berikut :
• 1. Mendata kembali berapa luas tanah dan jumlah penduduk yang
mengusahakan tanah-tanah perkebunan untuk usaha pertanian. Di daerah Malang
luasnya tanah perkebunan ± 20.000 Ha. pendudukan oleh rakyat seluas ± 8.000
Ha. Daerah Kediri luas tanah perkebunan ± 23.000 Ha. pendudukan oleh rakyat
seluas ± 13.000 Ha. dan menurut perkiraan dari luas tanah perkebunan di Jawa
yang seluas ± 200.000 Ha. telah diduduki rakyat seluas ± 80.000 Ha
•
39. • a. Kepentingan rakyat dan kepentingan penduduk, letak perkebunan yangbersangkutan;
• b. Kedudukan perusahaan perkebunan di dalam susunan perekonomuian negara.
• Agar pelaksanaan dari keputusan tersebut dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka diatur
ketentuan sebagai berikut :
• 1. Kemungkinan pencabutan dan pembatalan hak atas tanah perkebunan milik para pengusaha,
baik sebagian meupun seluruhnya, jika mereka dengan sengaja menghalangi upaya penyelesaian;
• 2. Ancaman hukum terhadap mereka yang melanggar atau menghalangi;
• 3. Ancaman hukuman terhadap mereka yang tidak dengan seizin pemilik perkebunan, masih
terus memakai tanah perkebunan sesudah tuntutan ini diberlakukan;
• 4. Ketentuan tentang harus mengadakan pengosongan.
• Untuk mencegah pendudukan kembali tanah perkebunan oleh rakyat, maka pemerintah
megeluarakan perarturan tentang larangan pendudukan tanah tanpa izin yang berhak yaitu
Undang-undang Nomor : 51 Prp. Tahun 1960.
•
41. Setelah Indonesia Merdeka
• a. Masa orde lama
• Setelah 15 tahun Indonesia merdeka, maka pada tanggal 24 September 1960, lahirlah Undang-
Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,yang kemudianterkenal
dengan istilah UUPA.Lahirnya UUPA bukan proses yang pendek.Karena setelah Indonesiamerdeka,
sejak awal sebenarnya pemerintah telah mulai memperhatikan masalah agraria.Mulai
PanityaAgraria Yogya (1948), Panitya Jakarta (1951), Panitya Suwahjo(1956), Rancangan
Soenarjo(1958),dan akhirnya Rancangan Sadjarwo(1960).Lahirnya UUPA-1960,yang diikuti dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, No.56 tahun 1960 (yang dikenal sebagai
Undang-Undang ³Landreform´) sebenarnya merupakan hasildari usaha untuk meletakkan dasar
strategi pembangunan seperti yang dianut juga oleh berbagai Negara Asia pada masa awal sesudah
Perang Dunia kedua (Jepang,Korea,Tiwan,India,Iran,dan lain-lain).Namun dalam kurun waktu
kurang lebih 22 tahun setelah Indonesia merdeka,kondisi social politik serta kurangnya dana
memang tidak memungkinkan untuk melaksanakan pembangunan ekonomisecara
teratur.Demikian pula program Landreform mengalami hambatan besar.
•
43. Masa Orde Baru
• Belum sampai terlaksana sepenuhnya apa yang diprogramkan dalam Reformasi
Agraria padamasa Orde Lama,terjaditragedi nasional dalam tahun 1965,yang
melahirkan Orde Baru.Penguasa OrdeBaru mewarisi situasi nasional dalam
keadaan perekonomiaan Negara yang menyedihkan dankonstelasi politik yang
dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan Undang-
UndangDasar 1945.Ciri kebijakan pemerintah Orde Baru ditandai oleh dua hal
pokok.Pertama : Secara umum,strategi pembanguannya mengandalkan kepada
bantuan, hutang, dan investasi dari luar negeri, dan bertumpu kepada ³yang besar
´(betting on the strong), tidak berbasis pada potensi rakyat.Kedua :Khusus dalam
hal kebijakan masalah Agraria,dsadari oleh tidak oleh para perumus kebijakan
padamasa awal Orde Baru itu, Indonesia mengambil jalan apa yang sekarang
dikenal sebagai By-passApproach, atau pendekatan jalan pintas.Alur pemikiran
pendekatan ini adalah sebagai berikut :reforma agraria umumnya lahir sebagai
respon terhadap suatu stuktur agraria yang terasa tidak adil,yang pada gilirannya
berpotensi bagi terjadinya konflik agraria.Untuk menangani konflik agraria , orang
harus memahami dulu apa maknanya.Penganut pendekatan jalan pintas
berpandangan bahwa(sebagai asumsi dasar) makna konflik agraria adalahmasalah
pangan.
47. Pengertian Tanah dan Hukum tanah /
Agraria
• Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam
bahasas latin agre berarti tanah atau sebidang tanah .agrarius
berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah
pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris
agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian,
sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi
bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
• Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi
karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan
menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar.
Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang
baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi
habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan
darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.
49. • Definisi hukum agraria menurut para ahli :
• · Mr. Boedi Harsono ,Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung didalamnya.
• · Drs. E. Utrecht SH, Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan
memungkinkan para pejabat administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria,
melakukan tugas mereka.
• · Bachsan Mustafa SH, Hukum agrarian adalah himpunan peraturan yang mengatur bagaimana
seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan
• · Subekti menjelaskan bahwa “Agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di
dalamnya dan di atasnya, seperti telah diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria.
• · Menurut Lemaire, hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi bagian
hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara.
• · S.J. Fockema Andreae merumuskan Agrarische Recht sebagai keseluruhan peraturan-
peraturan hukum mengenai usaha dan tanah pertanian, tersebar dalam berbagai bidang hukum
(hukum perdata, hukum pemerintahan) yang disajikan sebagai satu kesatuan untuk keperluan
studi tertentu.
•
50. Azaz-azaz Hukum Agraria
• 1. Asas nasionalisme
• Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak
milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan
tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun
keturunan.
• 2. Asas dikuasai oleh Negara
• Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA).
• 3. Asas hukum adat yang disaneer
• Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang
sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya
• 4. Asas fungsi social
• Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan
hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA)
• 5. Asas kebangsaan atau ( demokrasi )
• Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa setiap WNI baik asli maupun keturunan berhak
memilik hak atas tanah.
52. • 9. Asas pemisahan horizontal (horizontale
scheidings beginsel)
• Yaitu suatu asas yang memisahkan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau
bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini
merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale
scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu
asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada
suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan
kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu
artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau
bangunan-bangunan yang ada diatasnya.
53. Landasan Hukum Tanah/Agraria
• Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan
sumber hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional. Hubungan
Pasal 33 (3) UUD 45 dengan UUPA:
• 1. Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3) dijadikan dasar hukum bagi
pembentukan UUPA dan merupakan sumber hukum (materiil) bagi
pengaturannya.
• “bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari
pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-
undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan
dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk
mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah
diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong”
• 2. Dalam penjelasan UUPA angka 1
• “hukum agraria nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas
kerokhanian, Negara dan cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya
harus merupakan pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-
undang Dasar dan Garis-garis besar dari pada haluan Negara….”
55. Hukum Agraria Dalam Tata Hukum
Indonesia
• Menurut UUPADengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang bertujuan:
• Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional.
• Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan.
• Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi rakyat.
•
Berdasarkan tujuan pembentukan UUPA tersebut maka seharusnyalah
kaidah-kaidah hukum agraria dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang
berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa
untuk dapat menjadi suatu cabang ilmu harus memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:
• · Persyaratan obyek materiil
• Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.
• · Persyaratan obyek formal
• Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam penyusunan hukum agraria
nasional.
57. HAK PENGUASAAN ATAS TANAH
• Pengertian Penguasaan dan Menguasai
• Pengertian “penguasaan” dan “menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis.
Dan juga beraspek perdata dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan
yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada
pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah
mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak
lain.
• Ada penguasaan yuridis, biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara
fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, seseorang memiliki
tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri melainkan disewakan kepada pihak lain, dalam hal
ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah, akan tetapi secara fisik dilakukan oleh
penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik. Misalnya, kreditor (bank) memegang jaminan
atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan
tetapi secara fisik penguasaan tanahnya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan
yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan yuridis yang
beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA
59. Pengaturan Hak Penguasaan Atas
Tanah
• Dalam tiap hukum tanah terdapat pengaturan mengenai berbagai hak
penguasaan atas tanah. Dalam UUPA misalnya diatur dan sekaligus ditetapkan tata
jenjang atau hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah
Nasional kita, Yaitu:
• 1. Hak Bangsa Indonesia atas Tanah
• Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua
tanah yang ada dalam wilayah Negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat
abadi dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah.
pengaturan ini termuat dalam Pasal 1 ayat (1)-(3) UUPA.
• Hak Bangsa Indonesia atas tanah mempunyai sifat komunalistik, artinya semua
tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan tanah bersama rakyat Indonesia,
yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA). selain itu
juga mempunyai sifat religius, artinya seluruh tanah yang ada dalam wilayah NKRI
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (2) UUPA). Hubungan
antara Bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi, atinya selama rakyat
Indonesia masih bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah tersebut
masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan
yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut (Pasal 1 ayat
(3).
60. • Hak menguasai dari Negara atas Tanah
• Hak ini bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah, yang
hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan
bangsa yang mengandung hukum publik. Tugas mengelola seluruh
tanah bersama ini dikuasakan sepenuhnya kepada NKRI sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA).
• Isi wewenang hak menguasai dari Negara Atas Tanah sebagai mana
dimuat di dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA adalah:
• a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan tanah.
• b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan tanah.
• c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai tanah.
61. • Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat
• Hak ini diatur dalam Pasal 3 UUPA. Yang dimaksud hak ulayat masyarakat hukum
adat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat,
yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
• Menurut Boedi Harsono, Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih
apabila memenuhi 3 unsur, yaitu:
• a. Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan
hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat.
• b. Masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat
tersebut, yang disadari sebagai kepunyaan bersama para warganya.
• c. Masih ada penguasa adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh para
warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari
sebagai pelaksana hak ulayat.
•
62. Hak-hak atas Tanah
• Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 Jo 53 UUPA, yang
dikelompokkkan menjadi 3 bidang, yaitu:
• a. Hak atas tanah yang bersifat tetap
• Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau
belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU,
HGB, HP, Hak Sewa untuk Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan.
• b. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang
Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan
undang-undang.
• c. Hak atas tanah yang bersifat sementara
• Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan
dihapus dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan
bertentangan dengan jiwa UUPA. Contoh: Hak Gadai,, Hak Usaha Bagi
Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
•
63. • Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu:
• a) Hak atas tanah yang bersifat primer
• Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah negara. Contoh: HM,
HGU, HGB Atas Tanah Negara, HP Atas Tanah Negara.
• b) Hak atas tanah yang bersifat sekunder.
• Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Contoh: HGB
Atas Tanah Hak Pengelolaan, HGB Atas Tanah Hak Milik, HP Atas
Tanah Hak Pengelolaan, HP Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk
Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan
Hak Sewa Tanah Pertanian.
•
65. • 1) Hak –hak atas tanah.
• Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk
menggunakan tanah atau mengambil mamfaat dari tanah yang dihakinya (lihat pasal 16 dan 53
UUPA Jo. PP No 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah).
• 2). Wakaf tanah Hak Milik.
• Wakaf tanah hak milik adalah hak penguasaan atas tanah bekas tanah hak milik, yang oleh
pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam (lihat pasal 49
ayat (3) UUPA Jo. PP No.28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Jo. Permendagri No. 6/1977
tentang Tata cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik).
• 3). Hak Tanggungan.
• Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas tanah termasuk atau tidak
termasuk benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.
• Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada Hak Milik, HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah Negara
(lihat pasal 25, 33, 39 dan 51 UUPA Jo. UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah)