SlideShare a Scribd company logo
1 of 102
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
OUTLINE
HKEK FORENSIK
1. KELALAIAN DAN PELANGGARAN MEDIS
2. INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
3. INFORMED CONSENT
4. REKAM MEDIS
1. THANATOLOGI
2. KEKERASAN TUMPUL DAN TAJAM (JENIS LUKA)
3. VISUM ET REPERTUM, SURAT KETERANGAN
MEDIS (TERMASUK SURAT KEMATIAN)
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
1. KELALAIAN MEDIS DAN
PELANGGARAN MEDIS
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Jenis Kelalaian Medis
Intentional
(Sadar/Sengaja)
Negligence
(Tidak sadar/Tidak sengaja)
Malfeasance Misfeasance Nonfea
sance
• Professional Misconduct ==
Malpraktik
Henry Campell Black :
Malpractice is professional misconduct
on the part of a professional person
such as physician, dentist, vetenarian,
malpractice may be the result of skill or
fidelity in the performance of
professional duties, intentionally wrong
doing or illegal or unethical practice.
Kesengajaan yang dilakukan dalam
bentuk pelanggaran etik, ketentuan
disiplin profesi, hukum administratif,
hukum pidana atau perdata yg dapat
merugikan pasien, Misal : aborsi ilegal,
euthanasia, keterangan palsu, praktek
tanpa SIP
• Melakukan tindakan
yang melanggar
hukum atau tidak
tepat atau layak
(unlawful atau
improper)
• Contoh: melakukan
tindakan medis
tanpa indikasi yang
memadai
• Melakukan pilihan
tindakan medis yang
tepat tetapi
dilaksanakan
dengan tidak tepat
(improper
performance)
• Contoh: melakukan
tindakan medis
dengan menyalahi
prosedur
• tidak melakukan
tindakan medis
yang merupakan
kewajiban baginya
Lack of Skill
• Melakukan
tindakan di bawah
standar kompetensi
• Melakukani
tindakan diluar
kompetensi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Insiden Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident)
Medical Error
Process of Care
(Non-Error)
Pasien tidak
cedera
Pasien
cedera
Near
miss
Preventable
adverse event
Acceptable risk
Pasien
cedera
Unpreventable
adverse event
malpraktik
Unforseeable
risk
Complication of
disease
Commision
Ommision
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Pelanggaran Medis
Pelanggaran Medis =
Malpraktik
Malpraktik
Kedokteran
• Malpraktik: kesalahan dalam menjalankan profesi sebagai
dokter, dokter gigi, dokter hewan.
• Akibat dari sikap tidak peduli, kelalaian, atau kurang
keterampilan, kurang hati-hati dalam melaksanakan
tugas profesi → berupa pelanggaran yang disengaja,
pelanggaran hukum atau pelanggaran etika.
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Pelanggaran Medis
Pelanggaran Medis =
Malpraktik
Malpraktik
Kedokteran
• Malpraktik Kedokteran: dokter/orang yang ada di bawah
perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan
perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada
pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar
profesi, standar prosedur, prinsip profesional kedokteran,
melakukan tindakan tanpa informed consent, tanpa SIP (Surat
Ijin Praktik), tanpa STR (Surat Tanda Registrasi), tidak sesuai
dengan kebutuhan medis pasien → menimbulkan (causal
verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, mental, dan
atau nyawa pasien
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Unsur Malpraktik
Duty
(kewajiban)
•Terkait dengan
kewajibannya
mempergunakan segala
ilmu dan kepandaiannya
untuk
menyembuhkan/meringan
kan beban penderitaan
pasien
Derelection of duty
(Penyimpangan
kewajiban)
•Sehubungan dengan
kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa
yang seharusnya
dilakukan
•Contoh : Tidak mencatat
tingkat kesadaran pasien
ketika melakukan
pengkajian awal
Proximate caused
(sebab-akibat):
•Pelanggaran terhadap
kewajibannya
menyebabkan/terkait
dengan cedera yang
dialami klien
•Contoh : dokter gagal
memberikan penjelasan
tentang cara pengaman
yang tepat yang
menyebabkan klien jatuh
dan mengalami fraktur
Injury/Damage
(Cedera/Kerusakan)
•Seseorang mengalami
cedera/kerusakan yang
dapat dituntut secara
hukum
•Contoh : Fraktur karena
jatuh dari bed waktu
rawat inap lama dan
rehabilitasi
Dokter dianggap melakukan kelalaian medik jika memenuhi unsur –unsur diatas
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Jenis Malpraktik Medis
dari segi etika profesi dan segi hukum
Jenis
Malpraktik
Medis
Ethical Malpractice
(Malpraktik Etik)
Yuridical Malpractice
(Malpraktik Yuridis)
Civil Malpractice
(Malpraktik Perdata)
Criminal Malpractice
(Malpraktik Pidana)
Administrative Malpractice
(Malpraktik Administratif)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Pelanggaran Medis
Malpraktik Etik
Malpraktik
Yuridis
• Tenaga kesehatan melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika profesinya.
• Contoh : seorang dokter umum di suatu klinik selalu
meresepkan obat paten yang sebenarnya tidak
diperlukan oleh pasien, karena dokter tersebut dijanjikan
bonus besar oleh perusahaan obat
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Pelanggaran Medis
Malpraktik Perdata Malpraktik Pidana Malpraktik
Administratif
Malpraktik Etik
Malpraktik
Yuridis
• Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) dalam transaksi
terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad)→ menimbulkan
kerugian kepada pasien
Contoh : seorang dokter yang melakukan operasi ternyata
meninggalkan sisa perban di dalam tubuh pasien→
dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang
tertinggal.
Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat
diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang
berkepanjangan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Pelanggaran Medis
Malpraktik Perdata Malpraktik Pidana Malpraktik
Administratif
Malpraktik Etik
Malpraktik
Yuridis
• Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau
mengalami cacat akibat tenaga kesehatan
kurang hati-hati.
Contoh :
• Bayi berumur 3 bulan yang jarinya terpotong
pada saat tenaga Kesehatan akan melepas
bidai yang digunakan untuk memfiksasi infus
• Meresepkan obat salep kulit padahal pasien
mengalami kelainan mata sehingga terjadi
kebutaan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Pelanggaran Medis
Malpraktik Perdata Malpraktik Pidana Malpraktik
Administratif
Malpraktik Etik
Malpraktik
Yuridis
• Tenaga kesehatan melakukan pelanggaran
terhadap hukum administrasi negara yang
berlaku
Contoh :
• menjalankan praktek dokter tanpa lisensi/SIP
• menjalankan praktek dengan izin yang sudah
kadaluarsa
• menjalankan praktek tanpa membuat catatan
medik
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
KUHP Pasal 359 KUHP Pasal 360
Barang siapa karena
kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain mati,
diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun
atau pidana kurungan paling
lama 1 tahun
(1) Barangsiapa karena kesalahannya
(kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat
luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling
lama 1 tahun
(2) Barangsiapa karena kesalahannya
(kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau
halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau
pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana
dendapaling tinggi Rp.4500
KUHP yang Berlaku
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Pasal 75 Pasal 76 Pasal 79
(1) Setiap dokter/
dokter gigi yang
dengan sengaja
melakukan praktik
kedokteran tanpa
memiliki surat tanda
registrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) dipidana
dengan pidana
penjara paling lama 3
tahun atau denda
paling banyak
Rp100.000.000
Setiap dokter/dokter gigi yang
dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3
tahun atau denda paling
banyak Rp100.000.000
Dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 tahun
atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 setiap dokter atau
dokter gigi yang :
a.dengan sengaja tidak
memasang papan nama
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1);
b.dengan sengaja tidak membuat
rekam medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1); atau
c.dengan sengaja tidak
memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, atau huruf e.
UU Praktek Kedokteran yang Berlaku
Undang-Undang Praktek Kedokteran ( UU PK)
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
2. INSIDEN
KESELAMATAN PASIEN
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Klasifikasi Insidens
Keselamatan Pasien
Kondisi Potensial
Cedera (KPC)
Kejadian Nyaris
Cedera (KNC)
Kejadian Tidak
Cedera (KTC)
Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD)
Kejadian sentinel
menurut Permenkes No.11
Tahun 2017
Peraturan Menteri Kesehatan No 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Kondisi Potensial
Cedera (KPC
Kejadian Nyaris
Cedera (KNC)
Kejadian Tidak
Cedera (KTC)
Insiden Keselamatan Pasien/Patient Safety
Kejadian Tidak
Diharapkan
(KTD)
Kejadian
sentinel
Peraturan Menteri Kesehatan No 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
1. kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi insiden. Misalnya: ventilator di ICU rusak,
tetapi belum ada pasien yang membutuhkan ventilator
2. Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
Misalnya: hendak salah memberikan obat tetapi diketahui
sebelum terlanjur terjadi.
3. Insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera. Misalnya: pasien salah diberi obat, sudah terlanjur
diminum pasien, tetapi tidak muncul efek samping apapun.
4. Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
Misalnya: pasien salah diberi obat, sudah terlanjur diminum
pasien, timbul gangguan fungsi hati
5. KTD yang menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa
atau kecacatan.
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Medical Error
Process of Care
(Non-Error)
Pasien tidak
cedera
Pasien
cedera
Near
miss
Preventable
adverse event
Acceptable risk
Pasien
cedera
Unpreventable
adverse event
Malpraktik
Unforseeable
risk
Complication of
disease
Commision
Ommision
Insiden Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Kejadian Nyaris Cedera/Near Miss
melaksanakan suatu
tindakan (commission)
tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Adverse Event
Preventable Adverse
Event
Unpreventable Adverse Event
Unforseeable
Risk
Acceptable
Risk
Complication of
Disease
• Suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera
yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu
tindakan (commission)
atau karena tidak
bertindak (ommision), dan
bukan karena “underlying
disease”.
• Adverse event yang
menimbulkan akibat fatal,
misalnya kecacatan atau
kematian, disebut juga
sentinel event.
• Kejadian tidak
diharapkan yang
merupakan risiko
yang harus
diterima dari
pengobatan yang
tidak dapat
dihindari. Contoh:
• Pasien Ca
mammae muntah-
muntah pasca
kemoterapi
• Kejadian tidak
diharapkan yang
tidak dapat diduga
sebelumnya. Contoh:
• Terjadi Steven
Johnson Syndrome
pasca pasien minum
paracetamol, tanpa
ada riwayat alergi
obat sebelumnya
• Kejadian tidak
diharapkan yang
merupakan bagian
dari perjalanan
penyakit atau
komplikasi
penyakit. Contoh:
• Sepsis yang dialami
oleh pasien luka
bakar dalam
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
3. INFORMED CONSENT
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Persetujuan Tindakan Medis (PTM)/Informed Consent
Definisi Tujuan Yang Berkompeten
• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily assault ) =
Informed consent/ persetujuan tindakan medis dibutuhkan
• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
–Keadaan gawat (emergensi) → dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa
–Keadaan mental/emosi pasien yang sangat labil
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Proxy
Consent
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Persetujuan Tindakan Medis (PTM)
Definisi Tujuan Yang Berkompeten
Proxy
Consent
• Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan yang bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa risiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu risiko
• Khusus setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi
(bedah/invasif), harus diberikan persetujuan tertulis oleh
pasien atau yang berhak mewakili (sesuai UU No.29 tahun
2004 pasal 45)
Permenkes No 290 Tahun 2008, Pasal 3
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Persetujuan Tindakan Medis (PTM)
Definisi Tujuan Yang Berkompeten
Proxy
Consent
• Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan/ penolakan tindakan
medis = pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien tidak dalam kondisi
yang stabil → persetujuan/penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh
keluarga terdekat.
• Jika pasien adalah anak-anak/orang yang tidak sadar → penjelasan diberikan
kepada keluarganya/yang mengantar.
• Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan
tindakan medis harus dilakukan =penjelasan diberikan kepada pasien tersebut
atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar.
• Dalam keadaan gawat = untuk menyelamatkan jiwa pasien → tidak diperlukan
persetujuan. Namun, setelah pasien sadar/ dalam kondisi yang sudah
memungkinkan = segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan.
Undang-Undang Praktek Kedokteran No 29 tahun 2004, Pasal 45 (UU PK)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Persetujuan Tindakan Medis (PTM)
Definisi Tujuan Yang Berkompeten
Proxy
Consent
• Pasien yang:
– Dewasa (> 21 tahun) atau telah menikah
– Dalam keadaan sadar (compos mentis dan tidak ada
gangguan kejiwaan)
• Jika tidak memenuhi syarat di atas = keluarga atau
wali dari pasien yang belum dewasa dapat
memberikan informed consent
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Persetujuan Tindakan Medis (PTM)
Definisi Tujuan Yang Berkompeten
Proxy
Consent
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
• Consent yang tidak diberikan oleh pasien sendiri,
dengan syarat pasien tidak dapat memberikan
consent secara pribadi.
• Urutan proxy consent:
1. Suami/istri (kalau sudah menikah)
2. Ayah/ibu kandung (ayah/ibu adopsi jika tidak ada
kandung)
3. Anak-anak kandung
4. Saudara-saudara kandung
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Jenis Persetujuan Tindakan Medis (PTM)/Informed Consent
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Implied
consent
Informed consent yang diberikan secara implisit (tersirat) oleh pasien dengan menarik
kesimpulan dari sikap pasien yang menyatakan persetujuan
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien mengulurkan lengan untuk
diambil sampel darah.
Expressed
consent
Informed consent yang dinyatakan secara eksplisit, baik dinyatakan dalam bentuk
tertulis (written consent-ttd persetujuan), maupun dalam bentuk lisan (oral consent-
”Ya, Dok, Saya setuju”).
Khusus setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan persetujuan
tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai UU No.29 tahun 2004 pasal 45)
• Persetujuan tindakan medis yang diberikan pasien (consent) setelah
pasien mendapat informasi tentang jenis tindakan, tujuan, efek samping,
komplikasi, alternatif, risiko
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Jenis Persetujuan Tindakan Medis (PTM)/Informed Consent
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Presumed
Consent
Informed consent yang diberikan secara implisit (tersirat) oleh pasien dengan menarik
kesimpulan dari sikap pasien yang tidak melakukan penolakan.
Consent jenis ini biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan
Contoh: pasien yang datang ke IGD karena luka di kaki, lalu lukanya dibersihkan.
Dianggap bahwa pasien luka yang datang ke IGD → pasti ingin dibersihkan lukanya,
hal ini dianggap “general knowledge”
Proxy
Consent
Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua, suami/istri, anak, saudara
kandungnya dsb) karena pasien tidak kompeten untuk memberikan consent (misalnya
pada pasien anak).
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Informed Refusal
• Penolakan tindakan medis → dinyatakan oleh pasien
(refusal) setelah pasien diinformasikan tentang risiko
tindakan dan konsekuensi (informed).
• Penolakan harus eksplisit tertulis (written)
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
4. REKAM MEDIS
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/2008
Tentang Rekam Medis
Berdasar :
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
Yang boleh dimiliki
oleh pasien
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Rekam Medis
UU No 29 Tahun 2004
Tentang Praktek
Kedokteran (UU PK)
Permenkes No
269/Menkes/PER/III/
2008 Tentang Rekam
Medis
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
5. DIAGNOSIS
KEMATIAN/THANATOLOGI
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Thanatologi
Definisi Istilah
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
• Bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari
kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut
4
Sistem saraf
pusat
Sistem
kardiovaskular
Sistem
pernapasan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Definisi Istilah
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mati Somatis
(Mati Klinis)
Mati Suri/suspended
animation apparent
death
• Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf
pusat, sistem kardiovaskular dan sistem
pernapasan, yang menetap (irreversible).
• Secara klinis tidak ditemukan refleks, EKG
mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung
tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan
dan suara nafas tidak terdengar pada
auskultasi
Mati Seluler /Mati
Molekuler
Mati Serebral
Mati Batang Otak
Thanatologi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Definisi Istilah
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mati Somatis
(Mati Klinis)
Mati Suri/suspended
animation apparent
death
• Terhentinya ketiga sistem kehidupan diatas
yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana.
• Dengan peralatan kedokteran canggih masih
dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut
masih berfungsi.
• Mati suri seringditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan
tenggelam.
Mati Seluler /Mati
Molekuler
Mati Serebral
Mati Batang Otak
Thanatologi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Definisi Istilah
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mati Somatis
(Mati Klinis)
Mati Suri/suspended
animation apparent
death
• Kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian
somatis.
• Daya tahan hidup masing-masing organ atau
jaringan berbedabeda → terjadinya kematian
seluler pada tiap organ atau jaringan tidak
bersamaan
• Pengetahuan ini penting dalam transplantasi
organ
Mati Seluler /Mati
Molekuler
Mati Serebral
Mati Batang Otak
Thanatologi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Definisi Istilah
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mati Somatis
(Mati Klinis)
Mati Suri/suspended
animation apparent
death
• Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel
kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi
dengan bantuan alat
Mati Seluler /Mati
Molekuler
Mati Serebral
Mati Batang Otak
Thanatologi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Definisi Istilah
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mati Somatis
(Mati Klinis)
Mati Suri/suspended
animation apparent
death
• Telah terjadi kerusakan seluruh isi neuron
intrakranial yang ireversibel, termasuk batang
otak dan serebelum
• Dengan diketahuinya mati otak (mati batang
otak) → seseorang secara keseluruhan tidak
dapat dinyatakan hidup lagi →alat bantu
dapat dihentikan
Mati Seluler /Mati
Molekuler
Mati Serebral
Mati Batang Otak
Thanatologi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Cara, Penyebab, Mekanisme Kematian
Cara Kematian
• Bagaimana
kematian itu
datang pada
korban
• Misal : wajar,
pembunuhan,
bunuh diri,
kecelakaan,
tidak dapat
dijelaskan
Penyebab
Kematian
• Perlukaan atau
penyakit yang
menimbulkan
kekacauan fisik
yang
mengakibatkan
kematian
• Misal: luka
tembak, luka
tusuk,
tenggelam,
kanker
Mekanisme
Kematian
• Kekacauan
fisiologis (alur
patofisiologi)
yang
diakibatkan
dari penyebab
kematian
• Misal : asfiksia,
perdarahan
hebat
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tanda Kematian
Tanda Kematian Tidak Pasti
• Pernafasan berhenti lebih dari 10
menit
• Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan
relaksasi
• Pembuluh darah retina mengalami
segmentasi
• Pengeringan kornea menimbulkan
kekeruhan dalam waktu 10 menit
yang masih dapat dihilangkan
dengan menggunakan air
Tanda Pasti Kematian
• Lebam Mayat (Livor
mortis)
• Kaku Mayat (Rigor
mortis)
• Penurunan suhu tubuh
(algor mortis)
• Pembusukan
(decomposition)
Tanda pasti
kematian lanjut
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tanda Pasti Kematian
Lebam Mayat
(Livor mortis)
Kaku Mayat
(Rigor Mortis)
Penurunan
Suhu Tubuh
(Algor Mortis)
Pembusukan
(Dekomposisi)
• Akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berhentinya sirkulasi
dan adanya gravitasi bumi
• Eritrosit akan menempati bagian
terbawah badan dan terjadi pada
bagian yang bebas dari tekanan
• Muncul pada menit ke 20-30 sampai
dengan 2 jam postmortem
• Intensitas lebam jenazah meningkat
dan menetap 8-12 jam (tidak hilang
dengan penekanan)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tanda Pasti Kematian
Lebam Mayat
(Livor mortis)
Kaku Mayat
(Rigor Mortis)
Penurunan
Suhu Tubuh
(Algor Mortis)
Pembusukan
(Dekomposisi)
• Terjadi akibat hilangnya ATP → aktin myosin menggumpal
• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem
semakin bertambah hingga mencapai maksimal/
lengkap pada 12 jam postmortem
• Dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan berangsur-
angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya
• Faktor-faktor yang mempengaruhi: suhu tubuh, volume
otot dan suhu lingkungan
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku mayat
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi
fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tanda Pasti Kematian
Lebam Mayat
(Livor mortis)
Kaku Mayat
(Rigor Mortis)
Penurunan
Suhu Tubuh
(Algor Mortis)
Pembusukan
(Dekomposisi)
• Proses pemindahan panas dari badan ke benda-
benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi,
konduksi, evaporasi dan konveksi
• Dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh,
pakaian, kelembaban, posisi
• Suhu lingkungan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis → suhu badan akan menurun
lebih cepat
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama
dengan suhu lingkungan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tanda Pasti Kematian
Lebam Mayat
(Livor mortis)
Kaku Mayat
(Rigor Mortis)
Penurunan
Suhu Tubuh
(Algor Mortis)
Pembusukan
(Dekomposisi)
• Degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri
(Clostridium welchii)
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan
dimulai dari daerah sekum yaitu perut kanan bawah. Lalu
menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena
terbentuk gas seperti HCN, H2S
• Larva lalat muncul 36-48 jam postmortem, lalu menetas 24 jam
berikutnya
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan
udara: air: tanah = 8:2:1
• Suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila
dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators,
dan rendahnya oksigen
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Timeline Thanatologi
20 30
mnt mnt
2
jam
6
jam
8
jam
12
jam
36
jam
Livor mortis
mulai muncul (20-30 menit)
[masih hilang dengan penekanan]
Livor mortis lengkap dan menetap
(8-12 jam)
[tidak hilang dengan penekanan]
Rigor mortis mulai
muncul
[masih bisa dilawan]
Rigor mortis
lengkap (12 jam)
[tidak bisa dilawan]
24
jam
Pembusukan
mulai tampak
di caecum
Pembusukan
tampak di
seluruh tubuh
4
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tanda Lain dari Kematian Lanjut (Selain Dekomposisi)
Adipocere/saponifikasi Mumifikasi Skletonisasi
▪Bahan berwarna keputihan,
lunak, berminyak, berbau
tengik yg terjadi di dalam
jaringan lunak tubuh post
mortem
▪Terdiri dari asam lemak tak
jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak & mengalami
hidrogenisasi→ terbentuk asam
lemak jenuh post mortem yang
tercampur dgn sisa otot,
jaringan ikat, jaringan saraf
yang termumifikasi
▪Proses penguapan
cairan/dehidrasi jaringan
yang cepat → terjadi
pengeringan
jaringan→menghentikan
pembusukan.
▪Jaringan menjadi keras,
kering, gelap & berkeriput.
▪Terjadi bila : suhu hangat,
kelembaban rendah, aliran
udara yang baik, tubuh yang
dehidrasi & waktu lama (12-
14 minggu)
Jaringan lunak
(kulit,otot) dan organ
sudah hancur,
waktunya sekitar 1-3
bulan.
Dipengaruhi oleh suhu
dan hewan di sekitar
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tanda Lain dari Kematian Lanjut (Selain Dekomposisi)
Adipocere/saponifikasi Mumifikasi Skletonisasi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Perbedaan
Rigor Mortis Cadaveric
Spasme
Heat Stiffening Cold Stiffening
• Baru terjadi pada 2
jam postmortem
• Terjadi secara
komplit pada 12
jam postmortem
• Terutama terlihat
jelas pada otot –
otot kecil.
• Segera setelah
terjadi kematian
somatis
• Menunjukan posisi
terakhir sebelum
meninggal
• Kekakuan yang
terjadi akibat
suhu tinggi,
misalnya pada
kasus kebakaran
→ menimbulkan
pugilistic attitude
• kekakuan yang terjadi
akibat suhu rendah,
dapat terjadi bila
tubuh korban
diletakkan dalam
freezer/bila suhu
keliling rendah →
cairan tubuh
terutama yang
terdapat sendi-sendi
akan membeku
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
6. KEKERASAN TUMPUL & TAJAM
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Traumatologi
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
4
Ilmu yang mempelajari
tentang luka dan cedera
serta hubungannya
dengan berbagai
kekerasan
Kekerasan
Mekanik
Kekerasan tajam
Kekerasan tumpul
Tembakan
Fisika
Suhu, listrik, petir
Perubahan tekanan
udara, akustik, radiasi
Kimia Asam atau basa
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Luka Memar
Pecahnya pembuluh darah kapiler atau
vena di bawah kutis
Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong
Proses penyembuhan menyebabkan
warna bercak awalnya kemerahan
berubah menjadi kebiruan, kehijauan,
kecoklatan, kekuningan dan akhirnya
hilang saat terjadi penyembuhan
sempurna dalam > 14 hari
Tumpul :
tepi luka tidak
rata, ada
jembatan
jaringan
Tajam : tepi
luka rata,
tidak ada
jembatan
jaringan
Hari 1: merah
Hari 2-3 : ungu, biru
Hari 4-5: hijau
Hari 7-10: kuning
Hari > 14 : hilang
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Tumpul :
tepi luka tidak
rata, ada
jembatan
jaringan
Tajam : tepi
luka rata,
tidak ada
jembatan
jaringan
Luka Lecet
Cedera epidermis yang bersentuhan
dengan permukaan kasar atau runcing
lecet gores
(scratch)
luka lecet serut
(graze)
luka lecet tekan
(impression,
impact
abrasion)
luka lecet geser
(friction
abrasion).
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Kekerasan
Tumpul
Luka Lecet Gores
Akibat benda runcing yang
menggores lapisan epidermis (misalnya
kuku jari)
dapat menunjukkan arah kekerasan
yang terjadi
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Kekerasan
Tumpul
Luka Lecet Tekan
Penjejakkan benda tumpul pada kulit
Gambaran bagian kulit sedikit kaku,
mencekung, berwarna kecoklatan
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka, yaitu
benda tumpul yang permukaannya
relatif rata dan relatif lunak
•Terlihat dengan baik pada korban
meninggal = karena terjadi
pengeringan epidermis
•Pada korban hidup tidak terlalu jelas
karena ada perfusi jaringan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Luka Lecet Geser
Akibat tekanan linier pada kulit disertai
gerakan menggeser, biasanya
permukaan relative tidak rata
Bagian yang pertama bergeser
memberikan batas yang lebih rata, dan
saat benda tumpul meninggalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar
Kekerasan
Tumpul
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Luka Robek
Ketika kulit sangat teregang ke satu arah,
elastisitas kulit terlampaui
Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah satu
sisi dapat ditemukan jejas berupa luka
lecet/memar di sisi luka
Masih terdapat jembatan jaringan
Mudah terjadi pada kulit yang ada tulang di
bawahnya
Kerusakan dapat pada seluruh tebal kulit dan
jaringan di bawah kulit
Tumpul :
tepi luka tidak
rata, ada
jembatan
jaringan
Tajam : tepi
luka rata,
tidak ada
jembatan
jaringan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Tumpul :
tepi luka tidak
rata, ada
jembatan
jaringan
Tajam : tepi
luka rata,
tidak ada
jembatan
jaringan
Luka Sayat = Luka iris
•Akibat kekerasan tajam yang
bergerak sejajar dengan
permukaan kulit
•Kedua sudut luka lancip
•Panjang luka jauh melebihi
dalamnya luka
•Panjang > kedalaman sebab
terjadi akibat tekanan ringan
benda tajam sewaktu digeserkan
pada permukaan kulit
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Tumpul :
tepi luka tidak
rata, ada
jembatan
jaringan
Tajam : tepi
luka rata,
tidak ada
jembatan
jaringan
Luka Tusuk
•Mengenai kulit dengan arah kekerasan
tegak terhadap permukaan kulit
•Karena elastisitas kulit, dalamnya luka
tidak sepenuhnya menggambarkan
panjangnya pisau
•Estimasi ukuran benda tajam :
•Dalam Luka = panjang minimum
senjata
•Panjang Luka = lebar maksimum
senjata
• Kedua sudut lancip → bermata dua
• Salah satu sudut tumpul → bermata
satu
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Tumpul :
tepi luka tidak
rata, ada
jembatan
jaringan
Tajam : tepi
luka rata,
tidak ada
jembatan
jaringan
Luka Bacok
•Akibat kekerasan tajam dengan
bagian “mata” senjata yang
mengenai kulit dengan arah
tegak.
•Kedua sudut luka lancip
dengan luka yang cukup
dalam.
•Diakibatkan oleh benda berat :
parang, kapak, pemotong
daging
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Luka Akibat Kekerasan
Derajat Luka
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis
4
Luka Ringan
Pasal 352 KUHP
Luka Sedang
Pasal 351 (1) dan 353 (1)
KUHP
Luka Berat
Pasal 90 KUHP
Tidak menimbulkan
penyakit/halangan
untuk menjalankan
pekerjaan/akivitas
•Mengganggu
aktivitas/menimbulkan
penyakit, namun tidak
menimbulkan ancaman
kematian
•Luka yang tidak memenuhi
kriteria luka ringan dan luka
berat
Luka yang memenuhi setidaknya salah
satu dari kriteria di bawah ini :
•Jatuh sakit atau mendapat luka yang
tidak memberi harapan sembuh sama
sekali
•Menimbulkan bahaya maut
•Tidak mampu secara terus-menerus
menjalankan tugas/pekejaan/aktivitas
•Kehilangan salah 1 panca indera
•Mendapat cacat berat
•Menderita sakit lumpuh
•Terganggu daya pikir selama > 4
minggu
•Gugur/matinya kandungan seorang
perempuan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Tambahan..
• Vulnus punctum = luka tusuk
• Vulnus insivum (vulnus scissum) =luka sayat
• Vulnus excoriatum = luka lecet
• Vulnus laceratum =luka robek
• Vulnus mortiatum (vulnus morsum) = luka gigitan
• Vulnus schlopetorum = luka tembak
• Vulnus amputatum = luka terpotong
• Vulnus contusum = luka memar akibat benturan
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
7. VeR DAN SURAT
KETERANGAN MEDIS
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk
• keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan
medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun
bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk
kepentingan peradilan
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
VeR Perlukaan
(termasuk keracunan)
VeR Kejahatan Susila VeR Psikiatrik
Tujuan pada korban
hidup = untuk
mengetahui
penyebab luka/sakit
dan derajat
parahnya luka atau
sakitnya tersebut.
Hal ini dimaksudkan
untuk memenuhi
rumusan delik dalam
KUHP
Korban kejahatan
susila yang dimintakan
VeR-nya kepada
dokter adalah kasus
dugaan adanya
persetubuhan yang
diancam hukuman
oleh KUHP
Dibuat oleh karena adanya pasal 44(1) KUHP
yang berbunyi: “Barangsiapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya disebabkan
karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu
karena penyakit (ziekelijke storing), tidak
dipidana”.
Yang dapat dikenakan pasal ini = psikosis dan
retardasi mental
Apabila psikosis yang ditemukan= harus
dibuktikan apakah penyakit itu telah ada
sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
VeR Hidup
VeR Definitif
Dibuat saat itu, korban tidak
memerlukan pemeriksaan dan
perawatan lanjutan →luka
ringan
VeR Sementara
Dibuat untuk sementara karena
korban memerlukan
pemeriksaan dan perawatan
lanjutan. Kualifikasi luka belum
ditulis
VeR Lanjutan
Dibuat dokter saat luka,
sudah meninggal,
sembuh/pindah
RS/pulang paksa/pulang
dengan izin. Kualifikasi
luka disimpulkan dan
ditulis
VeR Jenazah
(VeR mati)
Dibuat terhadap korban
meninggal. Meliputi PL
jenazah saja
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
KUHAP Pasal 133
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat
Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata (KUHAP)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
• Pasal 133 KUHAP : penyidik berwenang untuk mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan
dokter spesialis forensik membuat dan mengeluarkan
visum et repertum→ penjelasan pasal 133 KUHAP :
keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang
dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan.
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
• Dapat digunakan tidak hanya dalam pemeriksaan
pidana, namun juga pada kasus perdata, misalnya untuk
perkara permohonan pengesahan perubahan status
kelamin, klaim atas asuransi, dan pembuktian status anak
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
•Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
•Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya
untuk keperluan peradilan
•Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada
penyidik yang memintanya.
•Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui
aparat peradilan, termasuk keluarga korban
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum
Yang Berhak
Membuat
Kegunaan Rahasia Bagian
Bagian Keterangan
1. Pro Justitia Diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa VeR khusus dibuat untuk tujuan
peradilan. VeR tidak membutuhkan meterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan
sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
2. Pendahuluan Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat VeR dan institusi kesehatannya, instansi
penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa
3. Pemberitaan Bagian ini berjudul "Hasil pemeriksaan" dan berisi hasil pemeriksaan medik tentang keadaan
kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik
yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/perawatan
4. Kesimpulan Bagian ini berjudul "Kesimpulan" dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya,
mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat
penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya.
Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi persetubuhan dan kapan
perkiraan kejadiannya, serta usia korban atau kepantasan korban untuk dikawin.
4. Penutup Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini saya
buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah
sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Deskripsi Luka
Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK
Urutan Penulisan Deskripsi Luka
• Cara dalam membahasakan gambaran luka pada tubuh
manusia, baik hidup maupun mati
• Deskripsi dituangkan dalam bagian pemberitaan dan disusun
menjadi kesimpulan pada VeR
• Tidak boleh menggunakan istilah/jargon hukum,
contoh : diperkosa, dipukul, dianiaya atau istilah/jargon
medis, seperti : anus, regio oksipital
• Dalam membuat kesimpulan Visum et Repertum,
hanya dapat menggunakan istilah seperti :“persetubuhan”
maupun “kekerasan tumpul
Kasus yang Dimintakan VeR
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Deskripsi Luka
Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK
Urutan Penulisan Deskripsi Luka
1. Regio
•Menunjukkan bagian
tubuh mana yang
terkena luka (dada,
leher,kepala
•Lebih baik jika
menggunakan
bagian spesifik mana
dari bagian tubuh
tersebut yang
terdampak luka
(misal : dada bagian
atas)
2. Koordinat
•Menggunakan patokan
titik-titik tertentu dari
tubuh, diikuti ukuran
jarak.(dalam cm)
•Menentukan letak luka
berdasar jarak
berdasar
sumbu x (horizontal)
dan y (vertikal).
•Untuk anggota
gerak/ekstremitas,
sumbu x digantikan
dengan bagian
depan/belakang/luar/
dalam. Misal : “pada
lengan atas bagian
luar, lima sentimeter
dari bahu……”
•Sumbu Z untuk luka
kekerasan tajam dan
tembak (ditentukan
jdari jarak pusat luka di
atas tumit)
3. Jenis Luka
•Tuliskan jenis luka
yang ditemukan.
•Pada luka robek dan
iris, jika ragu →ditulis
“luka terbuka”
terlebih dahulu.
4. Kondisi
•Warna : kemerahan,
coklat, pucat,dll
•Bentuk : bulat,
lonjong, tidak
beraturan,dll.
•Dasar luka : kulit,
jaringan bawah kulit,
otot, atau tulang
•Kotor jika terdapat
kontaminasi luka
•Bersih jika luka
terlihat tidak
terkontaminasi
dan/atau rapi.
•Arah luka
5. Ukuran/Dimensi
•Dengan satuan yang
konsisten, sebaiknya
seluruh ukuran
dengan cm
•Panjang luka :jarak 2
titik terpanjang pada
tepi luka.
•Lebar luka : jarak 2
titik yang kurang dari
titik terpanjang pada
tepi luka.
•Untuk luka multipel :
jarak dua titik
terpanjang.
Kasus yang Dimintakan VeR
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Regio Luka
Safitry O. Mudah membuat visum et
repertum kasus luka. Jakarta:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal FKUI; 2013.
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Patokan Koordinat Luka
Safitry O. Mudah membuat visum et repertum
kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI;
2013.
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Pada lengan atas kanan sisi luar, sepuluh
sentimeter dari puncak bahu terdapat
memar berbentuk dua garis sejajar
dengan daerah pucat di tengahnya.
Lebar daerah pucat satu sentimeter, luas
memar seluruhnya dua koma lima
sentimeter kali sepuluh sentimeter
Contoh Deskripsi Luka
Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka.
Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal FKUI; 2013.
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Contoh Penulisan VeR
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Deskripsi Luka Urutan Penulisan Deskripsi Luka Kasus yang Dimintakan VeR
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan Kerja
Penganiayaan
Percobaan pembunuhan
Kekerasan terhadap
perempuan
Kekerasan terhadap anak
Dugaan Malpraktik
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Yang Wajib
Memberikan Ket VeR
Urutan Alat Bukti
Yang Berhak Menjadi
Penyidik
• Pasal 179 KUHAP (1) : Setiap orang yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan.
Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Universitas Riau
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Yang Wajib
Memberikan Ket VeR
Urutan Alat Bukti
Yang Berhak Menjadi
Penyidik
Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Universitas Riau
KUHAP Pasal 184 (1) : Alat bukti yang sah adalah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Visum et Repertum (VeR)
Yang Wajib
Memberikan Ket VeR
Urutan Alat Bukti
Yang Berhak Menjadi
Penyidik
Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Universitas Riau
Pejabat Polri
• Pangkat terendah = Pembantu
Letnan Dua (Letda) atau AIPDA
• Pengecualian di sektor kepolisian
yang tidak memiliki pejabat polisi
dengan pangkat Letda/ =
komandan sektor kepolisian yang
berpangkat Bintara (Brigadir
dua/bripda) akan menjabat
sebagai penyidik
Pejabat PNS
• Pangkat terendah = Pengatur Muda
Tingkat 1 (Golongan II/B) atau yang
disamakan dengan itu
Sesuai KUHAP pasal 7 ayat 2 dan pasal 11
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Yang Perlu Diperhatikan sebelum Membuat Pemeriksaan Visum
Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan
permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang
Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan
benda bukti. Kalau korban datang sendiri dengan membawa
surat permintaan dari polisi, maka jangan diperiksa, minta korban
kembali kepada polisi
Setiap VeR harus dibuat berdasarkan keadaan yang
didapatkan pada tubuh korban pada waktu
permintaan visum diterima oleh dokter
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Yang Perlu Diperhatikan sebelum Membuat Pemeriksaan Visum
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
• Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang
ke RS/tempat praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas
permintaan polisi → dokter harus menolak, karena segala
sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban
sebelum ada permintaan untuk dibuatkan VeR →
merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya
(Pasal 322 KUHP)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Yang Perlu Diperhatikan sebelum Membuat Pemeriksaan Visum
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
• Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta
kepada polisi supaya korban dibawa kembali kepadanya
dan VeR dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan
pada waktu permintaan diajukan.
• Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan dalam bentuk
VeR, tetapi dalam bentuk surat keterangan medis
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Surat Keterangan Medis
Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi
• Surat keterangan yang diberikan oleh seorang dokter secara
profesional mengenai keadaan tertentu yang diketahuinya
dan dapat dibuktikan kebenarannya
• Isi surat keterangan medis adalah milik pasien, sehingga jika
ingin diberikan ke pihak ketiga, harus seizin pasien
• Berbeda dengan VeR, dokter tidak akan dipidana atas
membuka rahasia pasien, jika diberikan ke penyidik, walau
tanpa persetujuan pasien
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Surat Keterangan Medis
Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi
1. Surat Keterangan Lahir
2. Surat Keterangan Kematian
3. Surat Keterangan Sehat
4. Surat Keterangan Sakit
5. Surat Keterangan Cacat
6. Surat Keterangan pelayanan medis
untuk menggantian askes
7. Surat Keterangan Cuti Hamil
8. Surat Keterangan Ibu hamil
bepergian dengan pesawat udara
9. Laporan penyakit menular
Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Surat Keterangan Medis
Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi
Pasal 7 KODEKI Pasal 12 KODEKI
Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
Setiap dokter wajib merahasiakan
segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien bahkan juga
setelah pasien meninggal dunia
Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI)
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
Surat Keterangan Medis
Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi
KUHP Pasal 263 KUHP Pasal 267 KUHP Pasal 268
1) Barang siapa membuat surat palsu
atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan
atau pembebasan hutang, atau
yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal dengan
maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar· dan
tidak dipalsu, diancam jika
pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena
pemalsuan surat, dengan pidana
penjara paling lama 6 tahun.
2) Diancam dengan pidana yang sama,
barang siapa dengan sengaja
memakai surat palsu atau yang
dipalsukan seolah-olah sejati, jika
pemakaian surat itu dapat
menimbulkan kerugian.
(1) Seorang dokter yang dengan
sengaja memberikan surat
keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau
cacat, diancam dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun
(2) Jika keterangan diberikan dengan
maksud untuk memasukkan
seseorang ke dalam RS jiwa atau
untuk menahannya di situ, dijatuhkan
pidana penjara paling lama 8 tahun 6
bulan.
(3) Diancam dengan pidana yang sama,
barang siapa dengan sengaja
memakai surat keterangan palsu itu
seolah-olah isinya sesuai dengan
kebenaran.
(1) Barang siapa membuat secara palsu
atau memalsu surat keterangan
dokter tentang ada atau tidak
adanya penyakit, kelemahan atau
cacat, dengan maksud untuk
menyesatkan penguasa umum atau
penanggung, diancam dengan
pidana penjara paling lama 4 tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama,
barang siapa dengan maksud yang
sama memakai surat keterangan
yang tidak benar atau yang dipalsu,
seolah-olah surat itu benar dan tidak
dipalsu.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Jika Memberikan Ket Palsu
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
• Merujuk pada International Form of
Medical Certification Cause of Death
(WHO 1979)
• Penyebab kematian: penyakit atau
cedera yang menginisiasi kematian
• Ditulis berdasarkan ICD 10
• Penyebab langsung (direct or immediate
cause of death)
• Penyebab antara (antecedent cause of
death)
• Penyebab dasar (underlying cause of death)
• Kejadian terminal (misalnya henti jantung
atau henti napas) sebaiknya tidak digunakan
Surat Kematian
F
E
B
R
4
8
2
0
F
U
T
U
R
E
D
O
C
T
O
R
I
N
D
O
N
E
S
I
A
.
C
O
M
© FDI
• Penyebab kematian makin kebawah
waktunya makin lampau
• Contoh:
• Perdarahan otak – 1 hari
• Disebabkan oleh
• Hipertensi – 2 tahun
• Disebabkan oleh
• Pielonefritis kronik – 4 tahun
• Disebabkan oleh
• Adenoma prostat (UCoD) – 7 tahun
• Apabila etiologi kematian tidak
diketahui, baris berikutnya sebaiknya
tidak dikosongkan tetapi ditulis “tidak
diketahui”, “tidak dapat ditentukan”,
“etiologi tidak spesifik”, atau “probable”
Surat Kematian
F
E
B
R
4
8
2
0
FUTUREDOCTORINDONESIA.COM
Terima Kasih ☺
F
E
B
R
4
8
2
0

More Related Content

Similar to Hukum Kesehatan

Ppt. mall praktek
Ppt. mall praktekPpt. mall praktek
Ppt. mall praktekMelda RD
 
Law enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia Rahmi
Law enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia RahmiLaw enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia Rahmi
Law enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia Rahmisafirinaauliarahmi1
 
Kodeki dan Praktek kedokteran sehari-hari
Kodeki dan Praktek kedokteran sehari-hariKodeki dan Praktek kedokteran sehari-hari
Kodeki dan Praktek kedokteran sehari-hariCharlie Windri
 
DOKTER-PASIEN.rev22.pdf
DOKTER-PASIEN.rev22.pdfDOKTER-PASIEN.rev22.pdf
DOKTER-PASIEN.rev22.pdfwyantono
 
materi_sintak.pptx
materi_sintak.pptxmateri_sintak.pptx
materi_sintak.pptxssuser36294c
 
Rahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etika
Rahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etikaRahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etika
Rahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etikaShantti1
 
PENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUS
PENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUSPENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUS
PENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUSmataharitimoer MT
 
hubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokter
hubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokterhubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokter
hubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokterLetitia Kale
 
Ppt etika dan hukum kesehatan
Ppt etika dan hukum kesehatanPpt etika dan hukum kesehatan
Ppt etika dan hukum kesehatansumardi AMK
 
Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...
Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...
Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...Pratiwi66
 
PRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.ppt
PRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.pptPRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.ppt
PRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.pptyanti826906
 
SLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptx
SLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptxSLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptx
SLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptxHalimFINASIM
 
Etika, disiplin & hukum kesehatan dr. adji
Etika, disiplin & hukum kesehatan   dr. adjiEtika, disiplin & hukum kesehatan   dr. adji
Etika, disiplin & hukum kesehatan dr. adjiAnjang Kusuma Netra
 
Etika (2).pptx
Etika (2).pptxEtika (2).pptx
Etika (2).pptxJituJoao
 
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran IndonesiaMajelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran IndonesiaGina Rothera
 
KP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetika
KP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetikaKP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetika
KP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetikaCarlo Prawira
 
Praktik mandiri keperawatan
Praktik mandiri keperawatanPraktik mandiri keperawatan
Praktik mandiri keperawatanSandra Aja
 
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).pptmik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).pptIanRossalia
 

Similar to Hukum Kesehatan (20)

Ppt. mall praktek
Ppt. mall praktekPpt. mall praktek
Ppt. mall praktek
 
Law enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia Rahmi
Law enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia RahmiLaw enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia Rahmi
Law enforcement bidang kesehatan-Safirina Aulia Rahmi
 
Kodeki dan Praktek kedokteran sehari-hari
Kodeki dan Praktek kedokteran sehari-hariKodeki dan Praktek kedokteran sehari-hari
Kodeki dan Praktek kedokteran sehari-hari
 
DOKTER-PASIEN.rev22.pdf
DOKTER-PASIEN.rev22.pdfDOKTER-PASIEN.rev22.pdf
DOKTER-PASIEN.rev22.pdf
 
materi_sintak.pptx
materi_sintak.pptxmateri_sintak.pptx
materi_sintak.pptx
 
Rahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etika
Rahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etikaRahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etika
Rahasia Medis Vs Keterbukaan Informasi dari perpektif etika
 
Pem 2 albert.pptx
Pem 2 albert.pptxPem 2 albert.pptx
Pem 2 albert.pptx
 
PENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUS
PENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUSPENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUS
PENEGAKAN DISIPLIN KEDOKTERAN OLEH MKDKI & CONTOH KASUS
 
hubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokter
hubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokterhubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokter
hubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokter
 
Ppt etika dan hukum kesehatan
Ppt etika dan hukum kesehatanPpt etika dan hukum kesehatan
Ppt etika dan hukum kesehatan
 
Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...
Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...
Etika Perilaku Profesional dan Bermartabat (dr Hj Abla Ghanie, Sp THTKL(K), F...
 
PRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.ppt
PRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.pptPRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.ppt
PRAKTEK DRG TERHINDAR GUGATAN HUKUM.ppt
 
SLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptx
SLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptxSLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptx
SLIDE DR Dr HALIM PERLINDUNGAN HUKUM_IDI WILAYAH KALSEL.pptx
 
Etika, disiplin & hukum kesehatan dr. adji
Etika, disiplin & hukum kesehatan   dr. adjiEtika, disiplin & hukum kesehatan   dr. adji
Etika, disiplin & hukum kesehatan dr. adji
 
Etika (2).pptx
Etika (2).pptxEtika (2).pptx
Etika (2).pptx
 
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran IndonesiaMajelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
 
KP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetika
KP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetikaKP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetika
KP 1.1.3.3 Kaidah dasar-bioetika
 
UU Pradok.pptx
UU Pradok.pptxUU Pradok.pptx
UU Pradok.pptx
 
Praktik mandiri keperawatan
Praktik mandiri keperawatanPraktik mandiri keperawatan
Praktik mandiri keperawatan
 
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).pptmik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
mik_4_10_informed-consent-medical-record_BARU10 (1).ppt
 

More from bocil9

UU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdfUU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdfbocil9
 
alfiya.docx
alfiya.docxalfiya.docx
alfiya.docxbocil9
 
THT.pdf
THT.pdfTHT.pdf
THT.pdfbocil9
 
CARDIO PULMO.pdf
CARDIO PULMO.pdfCARDIO PULMO.pdf
CARDIO PULMO.pdfbocil9
 
NEURO PSIKIATRI.pdf
NEURO PSIKIATRI.pdfNEURO PSIKIATRI.pdf
NEURO PSIKIATRI.pdfbocil9
 
MATA.pdf
MATA.pdfMATA.pdf
MATA.pdfbocil9
 

More from bocil9 (6)

UU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdfUU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
UU Nomor 50 Tahun 2009.pdf
 
alfiya.docx
alfiya.docxalfiya.docx
alfiya.docx
 
THT.pdf
THT.pdfTHT.pdf
THT.pdf
 
CARDIO PULMO.pdf
CARDIO PULMO.pdfCARDIO PULMO.pdf
CARDIO PULMO.pdf
 
NEURO PSIKIATRI.pdf
NEURO PSIKIATRI.pdfNEURO PSIKIATRI.pdf
NEURO PSIKIATRI.pdf
 
MATA.pdf
MATA.pdfMATA.pdf
MATA.pdf
 

Recently uploaded

2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 

Recently uploaded (20)

2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 

Hukum Kesehatan

  • 2. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI OUTLINE HKEK FORENSIK 1. KELALAIAN DAN PELANGGARAN MEDIS 2. INSIDEN KESELAMATAN PASIEN 3. INFORMED CONSENT 4. REKAM MEDIS 1. THANATOLOGI 2. KEKERASAN TUMPUL DAN TAJAM (JENIS LUKA) 3. VISUM ET REPERTUM, SURAT KETERANGAN MEDIS (TERMASUK SURAT KEMATIAN) F E B R 4 8 2 0
  • 3. FUTUREDOCTORINDONESIA.COM 1. KELALAIAN MEDIS DAN PELANGGARAN MEDIS F E B R 4 8 2 0
  • 4. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Jenis Kelalaian Medis Intentional (Sadar/Sengaja) Negligence (Tidak sadar/Tidak sengaja) Malfeasance Misfeasance Nonfea sance • Professional Misconduct == Malpraktik Henry Campell Black : Malpractice is professional misconduct on the part of a professional person such as physician, dentist, vetenarian, malpractice may be the result of skill or fidelity in the performance of professional duties, intentionally wrong doing or illegal or unethical practice. Kesengajaan yang dilakukan dalam bentuk pelanggaran etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, hukum pidana atau perdata yg dapat merugikan pasien, Misal : aborsi ilegal, euthanasia, keterangan palsu, praktek tanpa SIP • Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat atau layak (unlawful atau improper) • Contoh: melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai • Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance) • Contoh: melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur • tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya Lack of Skill • Melakukan tindakan di bawah standar kompetensi • Melakukani tindakan diluar kompetensi F E B R 4 8 2 0
  • 5. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Insiden Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident) Medical Error Process of Care (Non-Error) Pasien tidak cedera Pasien cedera Near miss Preventable adverse event Acceptable risk Pasien cedera Unpreventable adverse event malpraktik Unforseeable risk Complication of disease Commision Ommision F E B R 4 8 2 0
  • 6. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Pelanggaran Medis Pelanggaran Medis = Malpraktik Malpraktik Kedokteran • Malpraktik: kesalahan dalam menjalankan profesi sebagai dokter, dokter gigi, dokter hewan. • Akibat dari sikap tidak peduli, kelalaian, atau kurang keterampilan, kurang hati-hati dalam melaksanakan tugas profesi → berupa pelanggaran yang disengaja, pelanggaran hukum atau pelanggaran etika. F E B R 4 8 2 0
  • 7. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Pelanggaran Medis Pelanggaran Medis = Malpraktik Malpraktik Kedokteran • Malpraktik Kedokteran: dokter/orang yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, prinsip profesional kedokteran, melakukan tindakan tanpa informed consent, tanpa SIP (Surat Ijin Praktik), tanpa STR (Surat Tanda Registrasi), tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien → menimbulkan (causal verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, mental, dan atau nyawa pasien F E B R 4 8 2 0
  • 8. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Unsur Malpraktik Duty (kewajiban) •Terkait dengan kewajibannya mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan/meringan kan beban penderitaan pasien Derelection of duty (Penyimpangan kewajiban) •Sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan •Contoh : Tidak mencatat tingkat kesadaran pasien ketika melakukan pengkajian awal Proximate caused (sebab-akibat): •Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan cedera yang dialami klien •Contoh : dokter gagal memberikan penjelasan tentang cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh dan mengalami fraktur Injury/Damage (Cedera/Kerusakan) •Seseorang mengalami cedera/kerusakan yang dapat dituntut secara hukum •Contoh : Fraktur karena jatuh dari bed waktu rawat inap lama dan rehabilitasi Dokter dianggap melakukan kelalaian medik jika memenuhi unsur –unsur diatas F E B R 4 8 2 0
  • 9. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Jenis Malpraktik Medis dari segi etika profesi dan segi hukum Jenis Malpraktik Medis Ethical Malpractice (Malpraktik Etik) Yuridical Malpractice (Malpraktik Yuridis) Civil Malpractice (Malpraktik Perdata) Criminal Malpractice (Malpraktik Pidana) Administrative Malpractice (Malpraktik Administratif) F E B R 4 8 2 0
  • 10. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Pelanggaran Medis Malpraktik Etik Malpraktik Yuridis • Tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya. • Contoh : seorang dokter umum di suatu klinik selalu meresepkan obat paten yang sebenarnya tidak diperlukan oleh pasien, karena dokter tersebut dijanjikan bonus besar oleh perusahaan obat F E B R 4 8 2 0
  • 11. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Pelanggaran Medis Malpraktik Perdata Malpraktik Pidana Malpraktik Administratif Malpraktik Etik Malpraktik Yuridis • Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) dalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)→ menimbulkan kerugian kepada pasien Contoh : seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban di dalam tubuh pasien→ dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan F E B R 4 8 2 0
  • 12. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Pelanggaran Medis Malpraktik Perdata Malpraktik Pidana Malpraktik Administratif Malpraktik Etik Malpraktik Yuridis • Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Contoh : • Bayi berumur 3 bulan yang jarinya terpotong pada saat tenaga Kesehatan akan melepas bidai yang digunakan untuk memfiksasi infus • Meresepkan obat salep kulit padahal pasien mengalami kelainan mata sehingga terjadi kebutaan F E B R 4 8 2 0
  • 13. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Pelanggaran Medis Malpraktik Perdata Malpraktik Pidana Malpraktik Administratif Malpraktik Etik Malpraktik Yuridis • Tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku Contoh : • menjalankan praktek dokter tanpa lisensi/SIP • menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa • menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik F E B R 4 8 2 0
  • 14. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta F E B R 4 8 2 0
  • 15. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI KUHP Pasal 359 KUHP Pasal 360 Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun (1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun (2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana dendapaling tinggi Rp.4500 KUHP yang Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) F E B R 4 8 2 0
  • 16. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Pasal 75 Pasal 76 Pasal 79 (1) Setiap dokter/ dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000 Setiap dokter/dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 setiap dokter atau dokter gigi yang : a.dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1); b.dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1); atau c.dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e. UU Praktek Kedokteran yang Berlaku Undang-Undang Praktek Kedokteran ( UU PK) F E B R 4 8 2 0
  • 18. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Klasifikasi Insidens Keselamatan Pasien Kondisi Potensial Cedera (KPC) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Kejadian Tidak Cedera (KTC) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Kejadian sentinel menurut Permenkes No.11 Tahun 2017 Peraturan Menteri Kesehatan No 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien F E B R 4 8 2 0
  • 19. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Kondisi Potensial Cedera (KPC Kejadian Nyaris Cedera (KNC) Kejadian Tidak Cedera (KTC) Insiden Keselamatan Pasien/Patient Safety Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) Kejadian sentinel Peraturan Menteri Kesehatan No 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien 1. kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Misalnya: ventilator di ICU rusak, tetapi belum ada pasien yang membutuhkan ventilator 2. Terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya: hendak salah memberikan obat tetapi diketahui sebelum terlanjur terjadi. 3. Insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. Misalnya: pasien salah diberi obat, sudah terlanjur diminum pasien, tetapi tidak muncul efek samping apapun. 4. Insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Misalnya: pasien salah diberi obat, sudah terlanjur diminum pasien, timbul gangguan fungsi hati 5. KTD yang menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa atau kecacatan. F E B R 4 8 2 0
  • 20. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Medical Error Process of Care (Non-Error) Pasien tidak cedera Pasien cedera Near miss Preventable adverse event Acceptable risk Pasien cedera Unpreventable adverse event Malpraktik Unforseeable risk Complication of disease Commision Ommision Insiden Keselamatan Pasien (Patient Safety Incident) F E B R 4 8 2 0
  • 21. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Kejadian Nyaris Cedera/Near Miss melaksanakan suatu tindakan (commission) tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) F E B R 4 8 2 0
  • 22. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Adverse Event Preventable Adverse Event Unpreventable Adverse Event Unforseeable Risk Acceptable Risk Complication of Disease • Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena “underlying disease”. • Adverse event yang menimbulkan akibat fatal, misalnya kecacatan atau kematian, disebut juga sentinel event. • Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko yang harus diterima dari pengobatan yang tidak dapat dihindari. Contoh: • Pasien Ca mammae muntah- muntah pasca kemoterapi • Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat diduga sebelumnya. Contoh: • Terjadi Steven Johnson Syndrome pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada riwayat alergi obat sebelumnya • Kejadian tidak diharapkan yang merupakan bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi penyakit. Contoh: • Sepsis yang dialami oleh pasien luka bakar dalam F E B R 4 8 2 0
  • 24. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Persetujuan Tindakan Medis (PTM)/Informed Consent Definisi Tujuan Yang Berkompeten • Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily assault ) = Informed consent/ persetujuan tindakan medis dibutuhkan • Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah: –Keadaan gawat (emergensi) → dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa –Keadaan mental/emosi pasien yang sangat labil Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Proxy Consent F E B R 4 8 2 0
  • 25. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Persetujuan Tindakan Medis (PTM) Definisi Tujuan Yang Berkompeten Proxy Consent • Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter • Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan yang bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa risiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu risiko • Khusus setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi (bedah/invasif), harus diberikan persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai UU No.29 tahun 2004 pasal 45) Permenkes No 290 Tahun 2008, Pasal 3 F E B R 4 8 2 0
  • 26. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Persetujuan Tindakan Medis (PTM) Definisi Tujuan Yang Berkompeten Proxy Consent • Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan/ penolakan tindakan medis = pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien tidak dalam kondisi yang stabil → persetujuan/penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat. • Jika pasien adalah anak-anak/orang yang tidak sadar → penjelasan diberikan kepada keluarganya/yang mengantar. • Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan =penjelasan diberikan kepada pasien tersebut atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar. • Dalam keadaan gawat = untuk menyelamatkan jiwa pasien → tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar/ dalam kondisi yang sudah memungkinkan = segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. Undang-Undang Praktek Kedokteran No 29 tahun 2004, Pasal 45 (UU PK) F E B R 4 8 2 0
  • 27. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Persetujuan Tindakan Medis (PTM) Definisi Tujuan Yang Berkompeten Proxy Consent • Pasien yang: – Dewasa (> 21 tahun) atau telah menikah – Dalam keadaan sadar (compos mentis dan tidak ada gangguan kejiwaan) • Jika tidak memenuhi syarat di atas = keluarga atau wali dari pasien yang belum dewasa dapat memberikan informed consent Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta F E B R 4 8 2 0
  • 28. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Persetujuan Tindakan Medis (PTM) Definisi Tujuan Yang Berkompeten Proxy Consent Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta • Consent yang tidak diberikan oleh pasien sendiri, dengan syarat pasien tidak dapat memberikan consent secara pribadi. • Urutan proxy consent: 1. Suami/istri (kalau sudah menikah) 2. Ayah/ibu kandung (ayah/ibu adopsi jika tidak ada kandung) 3. Anak-anak kandung 4. Saudara-saudara kandung F E B R 4 8 2 0
  • 29. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Jenis Persetujuan Tindakan Medis (PTM)/Informed Consent Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Implied consent Informed consent yang diberikan secara implisit (tersirat) oleh pasien dengan menarik kesimpulan dari sikap pasien yang menyatakan persetujuan Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah. Expressed consent Informed consent yang dinyatakan secara eksplisit, baik dinyatakan dalam bentuk tertulis (written consent-ttd persetujuan), maupun dalam bentuk lisan (oral consent- ”Ya, Dok, Saya setuju”). Khusus setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai UU No.29 tahun 2004 pasal 45) • Persetujuan tindakan medis yang diberikan pasien (consent) setelah pasien mendapat informasi tentang jenis tindakan, tujuan, efek samping, komplikasi, alternatif, risiko F E B R 4 8 2 0
  • 30. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Jenis Persetujuan Tindakan Medis (PTM)/Informed Consent Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Presumed Consent Informed consent yang diberikan secara implisit (tersirat) oleh pasien dengan menarik kesimpulan dari sikap pasien yang tidak melakukan penolakan. Consent jenis ini biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan Contoh: pasien yang datang ke IGD karena luka di kaki, lalu lukanya dibersihkan. Dianggap bahwa pasien luka yang datang ke IGD → pasti ingin dibersihkan lukanya, hal ini dianggap “general knowledge” Proxy Consent Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua, suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena pasien tidak kompeten untuk memberikan consent (misalnya pada pasien anak). F E B R 4 8 2 0
  • 31. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, 2002, Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Informed Refusal • Penolakan tindakan medis → dinyatakan oleh pasien (refusal) setelah pasien diinformasikan tentang risiko tindakan dan konsekuensi (informed). • Penolakan harus eksplisit tertulis (written) F E B R 4 8 2 0
  • 33. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis Berdasar : F E B R 4 8 2 0
  • 34. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 35. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 36. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 37. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 38. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis Yang boleh dimiliki oleh pasien F E B R 4 8 2 0
  • 39. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 40. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 41. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 42. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Rekam Medis UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran (UU PK) Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 Tentang Rekam Medis F E B R 4 8 2 0
  • 44. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Thanatologi Definisi Istilah Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut 4 Sistem saraf pusat Sistem kardiovaskular Sistem pernapasan F E B R 4 8 2 0
  • 45. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Definisi Istilah Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mati Somatis (Mati Klinis) Mati Suri/suspended animation apparent death • Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irreversible). • Secara klinis tidak ditemukan refleks, EKG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi Mati Seluler /Mati Molekuler Mati Serebral Mati Batang Otak Thanatologi F E B R 4 8 2 0
  • 46. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Definisi Istilah Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mati Somatis (Mati Klinis) Mati Suri/suspended animation apparent death • Terhentinya ketiga sistem kehidupan diatas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. • Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. • Mati suri seringditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam. Mati Seluler /Mati Molekuler Mati Serebral Mati Batang Otak Thanatologi F E B R 4 8 2 0
  • 47. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Definisi Istilah Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mati Somatis (Mati Klinis) Mati Suri/suspended animation apparent death • Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. • Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbedabeda → terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan • Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ Mati Seluler /Mati Molekuler Mati Serebral Mati Batang Otak Thanatologi F E B R 4 8 2 0
  • 48. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Definisi Istilah Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mati Somatis (Mati Klinis) Mati Suri/suspended animation apparent death • Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan alat Mati Seluler /Mati Molekuler Mati Serebral Mati Batang Otak Thanatologi F E B R 4 8 2 0
  • 49. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Definisi Istilah Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mati Somatis (Mati Klinis) Mati Suri/suspended animation apparent death • Telah terjadi kerusakan seluruh isi neuron intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum • Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) → seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi →alat bantu dapat dihentikan Mati Seluler /Mati Molekuler Mati Serebral Mati Batang Otak Thanatologi F E B R 4 8 2 0
  • 50. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Cara, Penyebab, Mekanisme Kematian Cara Kematian • Bagaimana kematian itu datang pada korban • Misal : wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, tidak dapat dijelaskan Penyebab Kematian • Perlukaan atau penyakit yang menimbulkan kekacauan fisik yang mengakibatkan kematian • Misal: luka tembak, luka tusuk, tenggelam, kanker Mekanisme Kematian • Kekacauan fisiologis (alur patofisiologi) yang diakibatkan dari penyebab kematian • Misal : asfiksia, perdarahan hebat F E B R 4 8 2 0
  • 51. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tanda Kematian Tanda Kematian Tidak Pasti • Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit • Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit • Kulit pucat • Tonus otot menghilang dan relaksasi • Pembuluh darah retina mengalami segmentasi • Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat dihilangkan dengan menggunakan air Tanda Pasti Kematian • Lebam Mayat (Livor mortis) • Kaku Mayat (Rigor mortis) • Penurunan suhu tubuh (algor mortis) • Pembusukan (decomposition) Tanda pasti kematian lanjut F E B R 4 8 2 0
  • 52. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tanda Pasti Kematian Lebam Mayat (Livor mortis) Kaku Mayat (Rigor Mortis) Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis) Pembusukan (Dekomposisi) • Akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berhentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi • Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan • Muncul pada menit ke 20-30 sampai dengan 2 jam postmortem • Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam (tidak hilang dengan penekanan) F E B R 4 8 2 0
  • 53. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tanda Pasti Kematian Lebam Mayat (Livor mortis) Kaku Mayat (Rigor Mortis) Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis) Pembusukan (Dekomposisi) • Terjadi akibat hilangnya ATP → aktin myosin menggumpal • Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal/ lengkap pada 12 jam postmortem • Dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan berangsur- angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya • Faktor-faktor yang mempengaruhi: suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan • Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku mayat • Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh F E B R 4 8 2 0
  • 54. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tanda Pasti Kematian Lebam Mayat (Livor mortis) Kaku Mayat (Rigor Mortis) Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis) Pembusukan (Dekomposisi) • Proses pemindahan panas dari badan ke benda- benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi • Dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh, pakaian, kelembaban, posisi • Suhu lingkungan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis → suhu badan akan menurun lebih cepat • Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan F E B R 4 8 2 0
  • 55. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tanda Pasti Kematian Lebam Mayat (Livor mortis) Kaku Mayat (Rigor Mortis) Penurunan Suhu Tubuh (Algor Mortis) Pembusukan (Dekomposisi) • Degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri (Clostridium welchii) • Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum yaitu perut kanan bawah. Lalu menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S • Larva lalat muncul 36-48 jam postmortem, lalu menetas 24 jam berikutnya • RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara: air: tanah = 8:2:1 • Suhu di dalam tanah yang lebih rendah terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari predators, dan rendahnya oksigen F E B R 4 8 2 0
  • 56. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Timeline Thanatologi 20 30 mnt mnt 2 jam 6 jam 8 jam 12 jam 36 jam Livor mortis mulai muncul (20-30 menit) [masih hilang dengan penekanan] Livor mortis lengkap dan menetap (8-12 jam) [tidak hilang dengan penekanan] Rigor mortis mulai muncul [masih bisa dilawan] Rigor mortis lengkap (12 jam) [tidak bisa dilawan] 24 jam Pembusukan mulai tampak di caecum Pembusukan tampak di seluruh tubuh 4 F E B R 4 8 2 0
  • 57. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tanda Lain dari Kematian Lanjut (Selain Dekomposisi) Adipocere/saponifikasi Mumifikasi Skletonisasi ▪Bahan berwarna keputihan, lunak, berminyak, berbau tengik yg terjadi di dalam jaringan lunak tubuh post mortem ▪Terdiri dari asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak & mengalami hidrogenisasi→ terbentuk asam lemak jenuh post mortem yang tercampur dgn sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi ▪Proses penguapan cairan/dehidrasi jaringan yang cepat → terjadi pengeringan jaringan→menghentikan pembusukan. ▪Jaringan menjadi keras, kering, gelap & berkeriput. ▪Terjadi bila : suhu hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi & waktu lama (12- 14 minggu) Jaringan lunak (kulit,otot) dan organ sudah hancur, waktunya sekitar 1-3 bulan. Dipengaruhi oleh suhu dan hewan di sekitar F E B R 4 8 2 0
  • 58. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tanda Lain dari Kematian Lanjut (Selain Dekomposisi) Adipocere/saponifikasi Mumifikasi Skletonisasi F E B R 4 8 2 0
  • 59. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Perbedaan Rigor Mortis Cadaveric Spasme Heat Stiffening Cold Stiffening • Baru terjadi pada 2 jam postmortem • Terjadi secara komplit pada 12 jam postmortem • Terutama terlihat jelas pada otot – otot kecil. • Segera setelah terjadi kematian somatis • Menunjukan posisi terakhir sebelum meninggal • Kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi, misalnya pada kasus kebakaran → menimbulkan pugilistic attitude • kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer/bila suhu keliling rendah → cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan membeku F E B R 4 8 2 0
  • 61. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Traumatologi Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 4 Ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan Kekerasan Mekanik Kekerasan tajam Kekerasan tumpul Tembakan Fisika Suhu, listrik, petir Perubahan tekanan udara, akustik, radiasi Kimia Asam atau basa F E B R 4 8 2 0
  • 62. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Luka Memar Pecahnya pembuluh darah kapiler atau vena di bawah kutis Tampak sebagai bercak, biasanya berbentuk bulat/lonjong Proses penyembuhan menyebabkan warna bercak awalnya kemerahan berubah menjadi kebiruan, kehijauan, kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi penyembuhan sempurna dalam > 14 hari Tumpul : tepi luka tidak rata, ada jembatan jaringan Tajam : tepi luka rata, tidak ada jembatan jaringan Hari 1: merah Hari 2-3 : ungu, biru Hari 4-5: hijau Hari 7-10: kuning Hari > 14 : hilang F E B R 4 8 2 0
  • 63. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Tumpul : tepi luka tidak rata, ada jembatan jaringan Tajam : tepi luka rata, tidak ada jembatan jaringan Luka Lecet Cedera epidermis yang bersentuhan dengan permukaan kasar atau runcing lecet gores (scratch) luka lecet serut (graze) luka lecet tekan (impression, impact abrasion) luka lecet geser (friction abrasion). F E B R 4 8 2 0
  • 64. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Kekerasan Tumpul Luka Lecet Gores Akibat benda runcing yang menggores lapisan epidermis (misalnya kuku jari) dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi F E B R 4 8 2 0
  • 65. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Kekerasan Tumpul Luka Lecet Tekan Penjejakkan benda tumpul pada kulit Gambaran bagian kulit sedikit kaku, mencekung, berwarna kecoklatan Bentuknya memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka, yaitu benda tumpul yang permukaannya relatif rata dan relatif lunak •Terlihat dengan baik pada korban meninggal = karena terjadi pengeringan epidermis •Pada korban hidup tidak terlalu jelas karena ada perfusi jaringan F E B R 4 8 2 0
  • 66. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Luka Lecet Geser Akibat tekanan linier pada kulit disertai gerakan menggeser, biasanya permukaan relative tidak rata Bagian yang pertama bergeser memberikan batas yang lebih rata, dan saat benda tumpul meninggalkan kulit yang tergeser berbatas tidak rata Tampak goresan epidermis yang berjalan sejajar Kekerasan Tumpul F E B R 4 8 2 0
  • 67. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Luka Robek Ketika kulit sangat teregang ke satu arah, elastisitas kulit terlampaui Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet/memar di sisi luka Masih terdapat jembatan jaringan Mudah terjadi pada kulit yang ada tulang di bawahnya Kerusakan dapat pada seluruh tebal kulit dan jaringan di bawah kulit Tumpul : tepi luka tidak rata, ada jembatan jaringan Tajam : tepi luka rata, tidak ada jembatan jaringan F E B R 4 8 2 0
  • 68. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Tumpul : tepi luka tidak rata, ada jembatan jaringan Tajam : tepi luka rata, tidak ada jembatan jaringan Luka Sayat = Luka iris •Akibat kekerasan tajam yang bergerak sejajar dengan permukaan kulit •Kedua sudut luka lancip •Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka •Panjang > kedalaman sebab terjadi akibat tekanan ringan benda tajam sewaktu digeserkan pada permukaan kulit F E B R 4 8 2 0
  • 69. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Tumpul : tepi luka tidak rata, ada jembatan jaringan Tajam : tepi luka rata, tidak ada jembatan jaringan Luka Tusuk •Mengenai kulit dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit •Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak sepenuhnya menggambarkan panjangnya pisau •Estimasi ukuran benda tajam : •Dalam Luka = panjang minimum senjata •Panjang Luka = lebar maksimum senjata • Kedua sudut lancip → bermata dua • Salah satu sudut tumpul → bermata satu F E B R 4 8 2 0
  • 70. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Tumpul : tepi luka tidak rata, ada jembatan jaringan Tajam : tepi luka rata, tidak ada jembatan jaringan Luka Bacok •Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. •Kedua sudut luka lancip dengan luka yang cukup dalam. •Diakibatkan oleh benda berat : parang, kapak, pemotong daging F E B R 4 8 2 0
  • 71. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Luka Akibat Kekerasan Derajat Luka Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis 4 Luka Ringan Pasal 352 KUHP Luka Sedang Pasal 351 (1) dan 353 (1) KUHP Luka Berat Pasal 90 KUHP Tidak menimbulkan penyakit/halangan untuk menjalankan pekerjaan/akivitas •Mengganggu aktivitas/menimbulkan penyakit, namun tidak menimbulkan ancaman kematian •Luka yang tidak memenuhi kriteria luka ringan dan luka berat Luka yang memenuhi setidaknya salah satu dari kriteria di bawah ini : •Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan sembuh sama sekali •Menimbulkan bahaya maut •Tidak mampu secara terus-menerus menjalankan tugas/pekejaan/aktivitas •Kehilangan salah 1 panca indera •Mendapat cacat berat •Menderita sakit lumpuh •Terganggu daya pikir selama > 4 minggu •Gugur/matinya kandungan seorang perempuan F E B R 4 8 2 0
  • 72. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Tambahan.. • Vulnus punctum = luka tusuk • Vulnus insivum (vulnus scissum) =luka sayat • Vulnus excoriatum = luka lecet • Vulnus laceratum =luka robek • Vulnus mortiatum (vulnus morsum) = luka gigitan • Vulnus schlopetorum = luka tembak • Vulnus amputatum = luka terpotong • Vulnus contusum = luka memar akibat benturan F E B R 4 8 2 0
  • 73. FUTUREDOCTORINDONESIA.COM 7. VeR DAN SURAT KETERANGAN MEDIS F E B R 4 8 2 0
  • 74. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk • keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian F E B R 4 8 2 0
  • 75. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian VeR Perlukaan (termasuk keracunan) VeR Kejahatan Susila VeR Psikiatrik Tujuan pada korban hidup = untuk mengetahui penyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi rumusan delik dalam KUHP Korban kejahatan susila yang dimintakan VeR-nya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP Dibuat oleh karena adanya pasal 44(1) KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana”. Yang dapat dikenakan pasal ini = psikosis dan retardasi mental Apabila psikosis yang ditemukan= harus dibuktikan apakah penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan F E B R 4 8 2 0
  • 76. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian VeR Hidup VeR Definitif Dibuat saat itu, korban tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan lanjutan →luka ringan VeR Sementara Dibuat untuk sementara karena korban memerlukan pemeriksaan dan perawatan lanjutan. Kualifikasi luka belum ditulis VeR Lanjutan Dibuat dokter saat luka, sudah meninggal, sembuh/pindah RS/pulang paksa/pulang dengan izin. Kualifikasi luka disimpulkan dan ditulis VeR Jenazah (VeR mati) Dibuat terhadap korban meninggal. Meliputi PL jenazah saja F E B R 4 8 2 0
  • 77. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian KUHAP Pasal 133 (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP) F E B R 4 8 2 0
  • 78. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian • Pasal 133 KUHAP : penyidik berwenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya. • Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et repertum→ penjelasan pasal 133 KUHAP : keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia F E B R 4 8 2 0
  • 79. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Dapat digunakan tidak hanya dalam pemeriksaan pidana, namun juga pada kasus perdata, misalnya untuk perkara permohonan pengesahan perubahan status kelamin, klaim atas asuransi, dan pembuktian status anak F E B R 4 8 2 0
  • 80. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia •Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran •Penggunaan keterangan ahli, atau VeR hanya untuk keperluan peradilan •Berkas VeR hanya boleh diserahkan kepada penyidik yang memintanya. •Untuk mengetahui isi VeR, pihak lain harus melalui aparat peradilan, termasuk keluarga korban F E B R 4 8 2 0
  • 81. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Definisi Bentuk Jenis Landasan Hukum Yang Berhak Membuat Kegunaan Rahasia Bagian Bagian Keterangan 1. Pro Justitia Diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa VeR khusus dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak membutuhkan meterai untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum 2. Pendahuluan Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat VeR dan institusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa 3. Pemberitaan Bagian ini berjudul "Hasil pemeriksaan" dan berisi hasil pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya selesai pengobatan/perawatan 4. Kesimpulan Bagian ini berjudul "Kesimpulan" dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya. Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi persetubuhan dan kapan perkiraan kejadiannya, serta usia korban atau kepantasan korban untuk dikawin. 4. Penutup Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK F E B R 4 8 2 0
  • 82. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Deskripsi Luka Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Urutan Penulisan Deskripsi Luka • Cara dalam membahasakan gambaran luka pada tubuh manusia, baik hidup maupun mati • Deskripsi dituangkan dalam bagian pemberitaan dan disusun menjadi kesimpulan pada VeR • Tidak boleh menggunakan istilah/jargon hukum, contoh : diperkosa, dipukul, dianiaya atau istilah/jargon medis, seperti : anus, regio oksipital • Dalam membuat kesimpulan Visum et Repertum, hanya dapat menggunakan istilah seperti :“persetubuhan” maupun “kekerasan tumpul Kasus yang Dimintakan VeR F E B R 4 8 2 0
  • 83. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Deskripsi Luka Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Urutan Penulisan Deskripsi Luka 1. Regio •Menunjukkan bagian tubuh mana yang terkena luka (dada, leher,kepala •Lebih baik jika menggunakan bagian spesifik mana dari bagian tubuh tersebut yang terdampak luka (misal : dada bagian atas) 2. Koordinat •Menggunakan patokan titik-titik tertentu dari tubuh, diikuti ukuran jarak.(dalam cm) •Menentukan letak luka berdasar jarak berdasar sumbu x (horizontal) dan y (vertikal). •Untuk anggota gerak/ekstremitas, sumbu x digantikan dengan bagian depan/belakang/luar/ dalam. Misal : “pada lengan atas bagian luar, lima sentimeter dari bahu……” •Sumbu Z untuk luka kekerasan tajam dan tembak (ditentukan jdari jarak pusat luka di atas tumit) 3. Jenis Luka •Tuliskan jenis luka yang ditemukan. •Pada luka robek dan iris, jika ragu →ditulis “luka terbuka” terlebih dahulu. 4. Kondisi •Warna : kemerahan, coklat, pucat,dll •Bentuk : bulat, lonjong, tidak beraturan,dll. •Dasar luka : kulit, jaringan bawah kulit, otot, atau tulang •Kotor jika terdapat kontaminasi luka •Bersih jika luka terlihat tidak terkontaminasi dan/atau rapi. •Arah luka 5. Ukuran/Dimensi •Dengan satuan yang konsisten, sebaiknya seluruh ukuran dengan cm •Panjang luka :jarak 2 titik terpanjang pada tepi luka. •Lebar luka : jarak 2 titik yang kurang dari titik terpanjang pada tepi luka. •Untuk luka multipel : jarak dua titik terpanjang. Kasus yang Dimintakan VeR F E B R 4 8 2 0
  • 84. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Regio Luka Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2013. F E B R 4 8 2 0
  • 85. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Patokan Koordinat Luka Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2013. F E B R 4 8 2 0
  • 86. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Pada lengan atas kanan sisi luar, sepuluh sentimeter dari puncak bahu terdapat memar berbentuk dua garis sejajar dengan daerah pucat di tengahnya. Lebar daerah pucat satu sentimeter, luas memar seluruhnya dua koma lima sentimeter kali sepuluh sentimeter Contoh Deskripsi Luka Safitry O. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2013. F E B R 4 8 2 0
  • 89. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Deskripsi Luka Urutan Penulisan Deskripsi Luka Kasus yang Dimintakan VeR Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kecelakaan lalu lintas Kecelakaan Kerja Penganiayaan Percobaan pembunuhan Kekerasan terhadap perempuan Kekerasan terhadap anak Dugaan Malpraktik F E B R 4 8 2 0
  • 90. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Yang Wajib Memberikan Ket VeR Urutan Alat Bukti Yang Berhak Menjadi Penyidik • Pasal 179 KUHAP (1) : Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Universitas Riau F E B R 4 8 2 0
  • 91. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Yang Wajib Memberikan Ket VeR Urutan Alat Bukti Yang Berhak Menjadi Penyidik Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Universitas Riau KUHAP Pasal 184 (1) : Alat bukti yang sah adalah : 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa F E B R 4 8 2 0
  • 92. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Visum et Repertum (VeR) Yang Wajib Memberikan Ket VeR Urutan Alat Bukti Yang Berhak Menjadi Penyidik Afandi, Dedi, 2017, Tatalaksana dan Teknik Pembuatan VeR, Edisi Kedua,Pekanbaru : Penerbit FK Universitas Riau Pejabat Polri • Pangkat terendah = Pembantu Letnan Dua (Letda) atau AIPDA • Pengecualian di sektor kepolisian yang tidak memiliki pejabat polisi dengan pangkat Letda/ = komandan sektor kepolisian yang berpangkat Bintara (Brigadir dua/bripda) akan menjabat sebagai penyidik Pejabat PNS • Pangkat terendah = Pengatur Muda Tingkat 1 (Golongan II/B) atau yang disamakan dengan itu Sesuai KUHAP pasal 7 ayat 2 dan pasal 11 F E B R 4 8 2 0
  • 93. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Yang Perlu Diperhatikan sebelum Membuat Pemeriksaan Visum Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, maka jangan diperiksa, minta korban kembali kepada polisi Setiap VeR harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada waktu permintaan visum diterima oleh dokter Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia F E B R 4 8 2 0
  • 94. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Yang Perlu Diperhatikan sebelum Membuat Pemeriksaan Visum Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang ke RS/tempat praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi → dokter harus menolak, karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelum ada permintaan untuk dibuatkan VeR → merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (Pasal 322 KUHP) F E B R 4 8 2 0
  • 95. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Yang Perlu Diperhatikan sebelum Membuat Pemeriksaan Visum Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia • Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban dibawa kembali kepadanya dan VeR dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. • Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan dalam bentuk VeR, tetapi dalam bentuk surat keterangan medis F E B R 4 8 2 0
  • 96. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Surat Keterangan Medis Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi • Surat keterangan yang diberikan oleh seorang dokter secara profesional mengenai keadaan tertentu yang diketahuinya dan dapat dibuktikan kebenarannya • Isi surat keterangan medis adalah milik pasien, sehingga jika ingin diberikan ke pihak ketiga, harus seizin pasien • Berbeda dengan VeR, dokter tidak akan dipidana atas membuka rahasia pasien, jika diberikan ke penyidik, walau tanpa persetujuan pasien Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia F E B R 4 8 2 0
  • 97. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Surat Keterangan Medis Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi 1. Surat Keterangan Lahir 2. Surat Keterangan Kematian 3. Surat Keterangan Sehat 4. Surat Keterangan Sakit 5. Surat Keterangan Cacat 6. Surat Keterangan pelayanan medis untuk menggantian askes 7. Surat Keterangan Cuti Hamil 8. Surat Keterangan Ibu hamil bepergian dengan pesawat udara 9. Laporan penyakit menular Budiyanto, A, dkk, Ilmu Kedokteran Forensik , Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia F E B R 4 8 2 0
  • 98. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Surat Keterangan Medis Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi Pasal 7 KODEKI Pasal 12 KODEKI Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) F E B R 4 8 2 0
  • 99. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI Surat Keterangan Medis Definisi Jenis Landasan Hukum Sanksi KUHP Pasal 263 KUHP Pasal 267 KUHP Pasal 268 1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar· dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun. 2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun (2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam RS jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama 8 tahun 6 bulan. (3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. (1) Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jika Memberikan Ket Palsu F E B R 4 8 2 0
  • 100. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI • Merujuk pada International Form of Medical Certification Cause of Death (WHO 1979) • Penyebab kematian: penyakit atau cedera yang menginisiasi kematian • Ditulis berdasarkan ICD 10 • Penyebab langsung (direct or immediate cause of death) • Penyebab antara (antecedent cause of death) • Penyebab dasar (underlying cause of death) • Kejadian terminal (misalnya henti jantung atau henti napas) sebaiknya tidak digunakan Surat Kematian F E B R 4 8 2 0
  • 101. F U T U R E D O C T O R I N D O N E S I A . C O M © FDI • Penyebab kematian makin kebawah waktunya makin lampau • Contoh: • Perdarahan otak – 1 hari • Disebabkan oleh • Hipertensi – 2 tahun • Disebabkan oleh • Pielonefritis kronik – 4 tahun • Disebabkan oleh • Adenoma prostat (UCoD) – 7 tahun • Apabila etiologi kematian tidak diketahui, baris berikutnya sebaiknya tidak dikosongkan tetapi ditulis “tidak diketahui”, “tidak dapat ditentukan”, “etiologi tidak spesifik”, atau “probable” Surat Kematian F E B R 4 8 2 0