1. HAK ASASI PENDAMPINGAN
DOKTER TERHADAP TUNTUNAN
MASALAH HUKUM DALAM UU KES OBL
PERAN BHP2A IDI
DR Dr ABD HALIM SpPD SH MH MM FINASIM CMED CLA
Purna ASN Pembina Utama /4e
Ketua BHP2A IDI WILAYAH KALIMANTAN SELATAN
Ketua Bidang Etik Medikolegal PAPDI Kalimantan Selatan
Pengurus Pusat PERDAHUKKI Bidang Litbang dan SDM
Dosen Hukum Kesehatan dan Manajemen RS Prodi MM.RS Pasca ARS University Bandung
Founder Firma Hukum IDAMAN JUSTITIA LF Banjarbaru
Rakorwil IDI Kalsel
11 Okt 2023
3. ETIKA PROFESI adalah Etika profesi adalah kode etik dokter dan kode etik dokter gigi
yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia
(PDGI). (penjelasan ps 8 huruf f)
Norma Praktik
KEDOKTERAN
DISIPLIN
HUKUM
ETIKA
A
TURANPENERAP
AN
KEILMUANKEDOKTERAN
A
TURANHUKUM
KEDOKTERAN
A
TURANPENERAP
AN
ETIKAKEDOKTERAN
Tanggungjawab Etika
• Lahir dari
Sumpah Dokter
Indonesia
• Dikawal dan
dimahkamahi MKEK
Tanggung Jawab Profesi
- Asas Kompetensi,
- Asas Kepatutan dan
- Taat pada Standard yg disepakati
- DIKAWAL MKDKI
Tanggung Jawab Hukum
- Hkm Perdata (PMH & Kelalaian)
- Hkm Pidana (Kelalaian berat, Pembiaran)
Hukum Administrsi
4. BHP2A IDI Wilayah Kalimantan Selatan
Next Page
Tanggung Jawab Hukum
Ada
Kewajiban
tidak dipenuhi
SENGKETA
MEDIS
Ada
kerugian
materil bagi
pasien
Ada Luka /
Cacat Terjadi
Ada
KEMATIAN
5. Pelanggaran atas tanggungjawab Hukum
Kelalaian Strict liability Pembiaran Medik Penelantaran
Kelalaian
TANGGUNG JAWAB HUKUM
DENGAN UNSUR
KELALAIAN.
Pembiaran Medik
TANGGUNG JAWAB HUKUM
KARENAPEMBIARAN (304
KUHP & 531 KUHP)
Strict Liability
TANGGUNG JAWAB HUKUM
TANPA UNSUR KESENGAJAAN
& KELALAIAN (STRICT
LIABILTY)
Penelantaran Medik
TANGGUNG JAWAB HUKUM
KARENA PENELANTARAN
(Pasal 438 UU No 17/2023)
Kesengajaan
Kesengajaan
TANGGUNG JAWAB HUKUM
DENGAN UNSUR
KESENGAJAAN
UU 1 2023 DAN UU 17 23
6. BHP2A IDI Wilayah Kalimantan Selatan
Next Page
Sengketa Medis
Ketidaksepahaman antara pihak dokter dengan pihak
pasien/klien atau keluarganya keduanya disebut para
pihak) di dalam atau pasca hubungan dokter-pasien/klien
yang berwujud diadukannya dokter tersebut kepada sarana
kesehatan, IDI, MKEK atau lembaga disiplin dan peradilan
lainnya (Organisasi dan Tata Kelola MKEK 2018)
• Tidak melulu permasalahan hukum (dugaan pelanggaran hukum)
• Dokter (pelayan kesehatan) “dimintakan” pertanggungjawaban atas
layanan yang diberikan
• Pemahaman hak dan kewajiban
• Memperjuangkan “keadilan” sebagai hak seluruh warga negara
9. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
HAK ASASI PERLINDUNGAN HUKIUM
PASAL 28 E
1. Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang
sama dihadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja.
UUD 1945
10. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
HAK ASASI PERLINDUNGAN HUKIUM
KUHAP
Pasal 54
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa
berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih
penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam
undang-undang ini.
Pasal 55
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal
54, tersangka atau terdakwa berhak memiih sendiri penasihat
hukumnya.
11. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
HAK ASASI PERLINDUNGAN HUKIUM
UU KES 17 2023
12. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
HAK ASASI PERLINDUNGAN HUKIUM
RPP
UU KES 17 2023
13. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
HAK ASASI PERLINDUNGAN HUKIUM
RPP
UU KES 17 2023
17. Pasal 302
HAK MELAPORKAN KEPADA APH
UU 17/2023 mengatur tentang hak kepada
tenaga Kesehatan dan tenaga medis untuk
melaporkan kepada aparat penegak
hukum. mengetahui atau patut menduga
adanya tindak pidana pada Pasien yang
diberi Pelayanan Kesehatan, disebutkan
dalam pasal 302
HAK melaporkan & menghentikan yankes
Dalam hal Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang
mengetahui atau patut menduga adanya tindak pidana
pada Pasien yang diberi Pelayanan Kesehatan, Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan berhak melaporkannya
kepada aparat penegak hukum. Tenaga Medis dan
Tenaga Kesehatan yang melaporkan dugaan tindak pidana
pada Pasien yang diberi Pelayanan Kesehatan wajib
mendapatkan pelindungan hukum.
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan
Pelayanan Kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang
tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai sosial budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f (mendapatkan pelindungan atas perlakuan
yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
• kesusilaan, serta nilai sosial budaya), termasuk
tindakan kekerasan, pelecehan, dan
perundungan.
• Pasal 273
• Hak MENGHENTIKAN PELAYANAN
• UU ini mengatur tentang hak kepada
tenaga medis dan tenaga Kesehatan untuk
menghentikan pelayanan Kesehatan,
apabila memperoleh perlakuan yang tidak
sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, moral, kesusilaan, serta nilai
sosial budaya termasuk tindakan
kekerasan, pelecehan, dan perundungan,
diatur dalam pasal 273 ayat (2)
18. Penegakkan disiplin
Pasal 304 ayat (1)
Dalam rangka mendukung
profesionalitas Tenaga Medis dan
Tenaga Kesehatan, perlu diterapkan
penegakan disiplin profesi Pasal 304 ayat (4)
Majelis dapat bersifat permanen
atau ad.hoc
Pasal 304 ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tugas dan fungsi majelis dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 304 ayat (2)
Dalam rangka penegakan disiplin
profesi Menteri membentuk majelis
yang melaksanakan tugas di
bidang disiplin profesi.
Pasal 304 ayat (3)
Majelis menentukan ada
tidaknya pelanggaran disiplin
profesi yang dilakukan Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan.
UU KES
24. SANKSI Disiplin
Pasal 306
UU 17/2023
Pelanggaran disiplin Tenaga Medis atau Tenaga
Kesehatan diberikan sanksi disiplin berupa:
a. Peringatan tertulis
b. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
penyelenggara pendidikan di bidang Kesehatan
atau Rumah Sakit pendidikan terdekat yang memiliki
kompetensi untuk melakukan pelatihan tersebut
c. penonaktifan STR untuk sementara waktu; dan/
atau
d. rekomendasi pencabutan SIP
RESTORATIF JUSTICE
Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang
telah melaksanakan sanksi disiplin yang
dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana,
aparat penegak hukum mengutamakan
penyelesaian perselisihan dengan mekanisme
keadilan restoratif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.
(ps 306 ayat (3)
Bersifat Mengikat
Hasil pemeriksaan bersifat mengikat Tenaga
Medis dan Tenaga Kesehatan (ps 306 ayat (2)
25. Sanksi PIDANA & Rekomendasi Majelis
diduga melakukan perbuatan yang melanggar
hukum dalam pelaksanaan Pelayanan Kesehatan yang
PERBUATAN MELANGGAR HUKUM
Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang
dimintai pertanggungiawaban atas tindakan/
perbuatan berkaitan dengan pelaksanaan
Pelayanan Kesehatan yang merugikan
Pasien secara perdata, harus dimintakan
dapat dikenai sanksi pidana, terlebih dahulu harus
dimintakan rekomendasi dari majelis (ps 308 ayat (1)
KASUS PERDATA
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang
mengajukan permohonan secara tertulis atas gugatan
PERMOHONAN TERTULIS
Rekomendasi dari majelis diberikan setelah Tenaga
Medis, Tenaga Kesehatan, atau orang yang diberikan
kuasa oleh Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
sesuai atau tidak sesuai dengan standar
yang diajukan oleh Pasien, keluarga Pasien, atau orang
yang diberikan kuasa oleh Pasien atau keluarga Pasien
LANJUT/TIDAK PROSES PENYIDIKAN
Rekomendasi berupa rekomendasi dapat atau
tidak dapat dilakukan penyidikan karena
pelaksanaan praktik keprofesian yang dilakukan
oleh Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
profesi, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional. (ps 308 ayat (5)
ISI REKOMENDASI
Rekomendasi berupa rekomendasi pelaksanaan praktik
keprofesian yang dilakukan oleh Tenaga Medis atau
Tenaga Kesehatan sesuai atau tidak sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional. (ps 308 ayat (6)
Rekomendasi dari majelis diberikan setelah
Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengajukan
permohonan secara tertulis. (ps 308 ayat (3)
rekomendasi dari majelis (ps 308 ayat (2)
REKOMENDASI MAJELIS
Pasal 308 UU KES
26. Sanksi PIDANA & rekomendasi Majelis
Rekomendasi diberikan paling lama dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan
diterima.
dalam jangka waktu majelis dianggap telah
memberikan rekomendasi untuk dapat dilakukan
JIKA TIDAK MEMBERIKAN DLM WAKTU 14 HARI
Dalam hal majelis tidak memberikan rekomendasi
penyidikan atas tindak pidana
tidak berlaku
Ketentuan diatas untuk pemeriksaan Tenaga
Medis atau Tenaga Kesehatan yang dapat dimintai
pertanggungiawaban atas dugaan tindak pidana yang tidak
berkaitan dengan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan .
Pasal 308
WAKTU 14 HARI
TIDAK BERLAKU UNTUK KASUS BUKAN PIDAN MEDIK
27. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
Dugaan
Pidana Medis
UU 17 tahun 2023
UU 1 tahun 2023
28. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
SANKSI ADMINISTRASI
UU KES 17 2023
BELUMA ADA
DI RPP
29. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
Dugaan Pidana Medis Kelalaian
UU KES 17 2023
30. PIDANA melakukan KEALPAAN
Dalam KUHP 2023
Pasal 475 UU 1/2023
Jika Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 474 dilakukan
dalam menjalankan jabatan, mata
pencaharian, atau profesi, pidananya
dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
04
Pasal 475 UU 1/2023
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa
pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c dan pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
05
Pasal 80 UU 1/2023
Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib
mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan
penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata, Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi penerapan
minimum khusus pidana denda yang ditetapkan.
06
Pasal 474 ayat (1) UU 1/2023
Setiap Orang yang karena kealpaannya
orang lain luka sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan
jabatan, mata pencaharian, atau profesi selama waktu tertentu,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori II.
01
Pasal 474 ayat (2)
Setiap Orang yang karena kealpaannya
mengakibatkan orang lain Luka Berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori III.
02
Pasal 474 ayat (3)
Setiap Orang yang karena kealpaannya
matinya orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V
03
31. Pelayanan GAWAT Darurat
Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat wajib memberikan Pelayanan Kesehatan bagi seseorang
Gawat Darurat
yang berada dalam kondisi untuk mendahulukan penyelamatan
nyawa dan pencegahan kedisabilitasan.
Pasal 174 ayat 1
Gawat Darurat
Dalam kondisi , Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat dilarang
menolak Pasien dan/atau meminta uang muka serta dilarang
mendahulukan segala urusan administratif sehingga menyebabkan
tertundanya Pelayanan Kesehatan
Pasal 174 ayat 2
memberikan pelayanan Gawat Darurat kepada Pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
Pasal 189 ayat 1 huruf c
melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan bagi Pasien tidak mampu atau miskin, pelayanan Gawat Darurat
tanpa uang muka, ambulans gratis, pelayanan bagi korban bencana dan
KLB, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
Pasal 189 ayat 1 huruf f
32. PASAL
424 AYAT (1)
Pejabat penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia berwenang dan
bertanggung jawab melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang
Kesehatan berdasarkan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
PASAL 424
AYAT (2)
Selain penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia pejabat pegawai negeri sipil tertentu
dilingkungan pemerintahan yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan juga diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang Kesehatan.
UU 17 2023
PENYIDIKAN
33. Penyelesaian
DUGAAN
Melakukan
KESALAHAN
Pasal 310 UU 17/2023
Dalam hal Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan
diduga melakukan kesalahan dalam
menjalankan profesinya yang menyebabkan
kerugian kepada Pasien, perselisihan yang
timbul akibat kesalahan tersebut diselesaikan
terlebih dahulu melalui alternatif penyelesaian
sengketa di luar pengadilan.
34. UU No 1/2023 - KUHP
Setiap Orang yang menempatkan atau membiarkan orang
dalam keadaan terlantar, sedangkan menurut hukum yang
berlaku baginya atau karena persetujuan wajib memberi nafkah,
merawat, atau memelihara orang tersebut, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) Bulan atau
pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 428 ayat 1 KUHP
Setiap Orang sbgm dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan:
a. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut
mengakibatkan Luka Berat; atau
b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut
mengakibatkan mati.
Pasal 428 ayat 3 KUHP
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 428 dan Pasal
429 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d.
Pasal 431 KUHP
Setiap Orang yang ketika menyaksikan ada orang yang sedang
menghadapi bahaya maut tidak memberi pertolongan yang
dapat diberikan kepadanya tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya
atau orang lain, jika orang tersebut mati, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda
paling banyak kategori II.
Pasal 432 KUHP
Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan Pelayanan Kesehatan apabila
memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f (mendapatkan
pelindungan atas perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan,
serta nilai sosial budaya), termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.
PENELANTARAN
35. Pasal 395 ayat (1) UU 1/2023
Dokter yang memberi Surat keterangan tentang
keadaan kesehatan atau kematian seseorang yang tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV.
Pasal 395 ayat (2) UU 1/2023
Jika keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan maksud untuk memasukkan atau
menahan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
berlaku juga bagi Setiap Orang yang menggunakan
Surat keterangan palsu tersebut seolah-olah isinya
sesuai dengan yang sebenarnya
Pasal 395 ayat (3) UU 1/2023
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
SANKSI PIDANA
Surat KETERANGAN Dokter
KUHP
BARU
37. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
PERAN BHP2A
RESTORATIVE JUSTICE SYSTEM
38. BHP2A IDI Wilayah Kalimantan Selatan
Next Page
Kedudukan Hukum (Status) BHP2A
1. Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A)
adalah badan kelengkapan Ikatan Dokter Indonesia.
2. Ketua BHP2A adalah anggota pleno Pengurus Ikatan Dokter
Indonesia sesuai tingkatannya.
3. BHP2A dapat dibentuk pada tingkat Wilayah dan Cabang.
SK PB IDI No. 1078/PB/A.4/02/2019 tentang Penetapan Berlakunya
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Dokter Indonesia –
Pasal 28
43. BHP2A IDI Wilayah Kalimantan Selatan
Next Page
Tindak Lanjut
Analisa
Masalah/Kasus
Putih
• Tidak ada
unsur etika,
disiplin dan
hukum
• Dilakukan
pendampin
gan dan
pembelaan
Abu-abu (unsur
kasus belum jelas)
• Dokter
teradu/terlapor
dipanggil
• Kasus etika
kedokteran:
dilimpahkan ke
MKEK – BHP2A
pendampingan dan
pembelaan
• Kasus disiplin:
dilimpahkan ke
MKDKI
pendampingan,
pembelaan, dan
menyiapkan saksi
ahli – pembinaan
BHP2A setelah ada
keputusan MKDKI
• Kasus hukum -
HITAM
Hitam – Kasus hukum
(pidana/perdata)
• Cek administrasi
(keanggotaan dan ijin
praktik)
• Arahan dan petunjuk
proses penegakan
hukum
• IDI menyiapkan saksi
setara
• Kasus ditangani
pengadilan
• BHP2A bersama PH
yang memahami
hukum
kesehatan/kedokteran
(diutamakan yang
bekerja sama dengan
IDI)
• Pendampingan dan
pembelaan sampai
selesai kasus/masalah
44. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
KEWAJIBAN APH
APS NON LITIGASI
OLEH SIAPA ??
45. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
KEWAJIBAN APH
APS NON LITIGASI
OLEH SIAPA ??
RESTORATIVE JUSTICE
DALAM PIDANA MEDIK
PERUNDANG SAAT INI
46. KEADILAN RESTORATIF
Konsep Keadilan Restoratif adalah model
pendekatan baru dalam upaya penyelesaian
perkara pidana.
Konsep keadilan restoratif merupakan suatu
pendekatan adanya partisipasi langsung pelaku,
korban, & masyarakat dalam proses penyelesaian
perkara pidana.
MODEL PENYELESAIAN
PARTISIPASI
PENGHUKUMAN PIDANA
MENGABAIKAN KEPENTINGAN
PASIEN / KELUARGA SBG
KORBAN
KEADILAN PASIEN
KONSEP PENYELESAIAN
PERKARA PIDANA DENGAN CARA
PENGHUKUMAN
(PEMIDANAAN)
ALTERNATIF
PIDANA
47. Legal Standing
Terhadap Penerapan
Restorative Justice
pada Tindak Pidana
KUHP ???
Dalam Pasal 364, Pasal
373, Pasal 379, Pasal
384, Pasal 407, dan Pasal
482, KUHP
Konsep restorative
justice bisa diterapkan
dalam kasus-kasus tindak
pidana ringan dengan
hukuman pidana penjara
paling lama tiga bulan
dan denda Rp 2,5 juta.
1. PERATURAN KEJA
KSAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
15 T
AHUN 2020 TENTANG PENGHENTIAN PENUNTUTAN
BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF (21 JULI 2020)
2. SK DIRJEN BADAN PERADILAN UMUM MA NO 1692 /
2020 TTG PEMBERLAKUAN PEDOMAN RESTORATIVE
JUSTICE (22 DES 2020)
NEGARA REPUBLIK
TENTANG
3. PERATURAN KEPOLISIAN
INDONESIA NOMOR 8
PENANGANAN TINDAK
TAHUN 2021
PIDANA BERDASARKAN
KEADILAN RESTORATIF ( 19 AGUSTUS 2021 )
Konggres PBB ke-9 tahun 1995 khususnya yang berkorelasi
dengan manajemen peradilan pidana (dokumen A/CONF 169/6)
disebutkan perlunya semua negara mempertimbangkan
“privatizing somelawenforcement and justice functions”dan
Alternative Dispute Resolution/ADR) berupa mediasi, konsiliasi,
restitusi dan kompensasi dalamsistemperadilanpidana
49. SURAT KAPOLRI Nomor : B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember
2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternatif Dispute Resolution
(“ADR”) (Surat Kapolri 8/2009”).
SURAT EDARAN KAPOLRI Nomor : SE/8/VII/ 2018 tanggal 27 Juli 2018
tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam
Penyelesaian Perkara Pidana.
PERATURAN POLRI Nomor : 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak
Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice)
1. Nota Kesepahaman IDI dan KAPOLRI Nomor : 40/PB/A.3-PKS/04/2022/
NK.II/IV/2022 tentang Sinergisitas dalam pelayanan kesehatan dan praktik
kedokteran, Tanggal 19April 2022
2. Perjanjian Kerja sama IDI dan KAPOLRI Nomor : 42/PB/A.3-PKS/03/2022/
PKS/6/III, 2022 tanggal 25 Maret 2022
50. PERATURAN KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8
TAHUN 2021
TENTANG PENANGANAN
TINDAK PIDANA
BERDASARKAN KEADILAN
RESTORATIF
Dr. dr.ABD.HALIM, SpPD,,S.H.,M.H.,M.M
1. Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif
dilaksanakan pada kegiatan:
a. penyelenggaraan fungsi Reserse Kriminal;
b. penyelidikan;atau
c. penyidikan.
2. Penyelenggaraan fungsi Reserse Kriminal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh pengemban
fungsi Pembinaan Masyarakat dan Samapta Polri sesuai
dengan tugas dan kewenangannya.
3. Penyelidikan atau penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dan huruf c, dilakukan oleh penyidik Polri.
4. Penanganan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, dapat dilakukan penyelesaian TindakPidana
Ringan.
5. Penanganan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan huruf c, dapat dilakukanpenghentian
Penyelidikan atauPenyidikan.
PASAL 2
51. Peraturan
Jaksa Agung No.
15 Tahun 2020
Dr. dr.ABD.HALIM, SpPD,,S.H.,M.H.,M.M
Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun
2020, syarat dalam melakukan restorative
justice, yaitu:
1. Tindak pidana yang baru pertama kali
dilakukan
2. Kerugian dibawah Rp 2,5 juta
3. Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban
4. Tindak pidana hanya diancam dengan pidana
denda atau dianca, dengan pidana penjara
tidak lebih dari 5 tahun
5. Tersangka mengembalikan barang yang
diperoleh dari tindak pidana kepada korban
6. Tersangka mengganti kerugian korban
7. Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan
dari akibat tindak pidana dan atau
memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari
akibat tindak pidana
52. PERSYARATAN
RESTORATIVE
JUSTICE
MATERIIL : PASAL 5
Dr. dr.ABD.HALIM, SpPD,,S.H.,M.H.,M.M
FORMIL : PASAL 6
Pasal 5
Persyaratan materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf a, meliputi:
a) tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan
dari masyarakat;
b) tidak berdampak konflik sosial;
c) tidak berpotensi memecah belah bangsa;
d) tidak bersifat radikalisme dan separatisme;
e) bukan pelaku pengulangan Tindak Pidana
berdasarkan Putusan Pengadilan; dan
f) bukan Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana
terhadap keamanan negara, Tindak Pidana Korupsi
dan Tindak Pidana terhadap nyawa orang
Pasal 6
1. Persyaratan formil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b, meliputi:
a) Perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali untuk
Tindak Pidana Narkoba; dan
b) Pemenuhanhak-hak korban dan tanggung jawab
pelaku, kecuali untuk Tindak Pidana Narkoba
53. PENGERTIAN
TIDAK PIDANA
Pasal 1 angka 2 dan 3
Perkapolri nomor
8/2021
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan
melawan hukum berupa kejahatan atau
pelanggaran yang diancam dengan
hukuman pidana penjara, kurungan atau
denda
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian
Tindak Pidana dengan melibatkan pelaku,
korban, keluarga pelaku, keluarga korban,
tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat atau pemangku kepentingan untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang
adil melalui perdamaian dengan
menekankan pemulihan kembali pada
keadaan semula.
54. • Tindak pidana medis (criminal malpractice) adalah
tindakan medis yang memenuhi unsur pidana yang
dilakukan oleh tenaga medis:
1. Adanya perbuatan/tindakan medis yang
bersifat melawan hukum;
2. Dilakukan oleh tenaga medis yang mampu
bertanggung jawab;
3. Dilakukan dengan sengaja atau alpa;
4. Tidak ada alasan pemaaf.
• Tindakan medis yang bersifat melawan hukum
adalah tindakan yang bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan praktik kedokteran.
• Tenaga medis yang mampu bertanggung jawab
adalah tenaga medis yang dalam menjalankan
tugasnya dalam keadaan
Dr. dr.ABD.HALIM, SpPD,,S.H.,M.H.,M.M
Tindak
Pidana Medis
(criminal
malpractice)
55. KELALAIAN MEDIS
Duty of Care
Dereliction of Duty
Damage
Direct Causation
KEWAJIBAN
hubungan perjanjian tenaga
kesehatan dengan pasien,
tenaga kesehatan haruslah
bertindak berdasarkan
indikasi, spo, hati2, & IC
KERUGIAN
Kerugian yang diderita pasien
berwujud dalam bentuk fisik,
financial, emosional atau ber-
bagai kategori kerugian lain- nya.
PENYIMPANGAN
pelanggaran yang meng-
akibatkan timbulnya kerugian
kepada pasien artinya tidak
memenuhinya standard
profesi medik
SEBAB LANGSUNG
Ada kaitan kausal antara tin-
dakan yang dilakukan dan ke-
rugian yang diderita. Penggugat
harus membuktikan bah-wa
terdapat suatu “breach of duty”
56. PERADILAN DOKTER
PENEGAK HUKUM dituntut melihat dengan penuh
ketelitian ketika menimbang-nimbang antara
perlindungan hukum terhadap nyawa dan badan
dari kemungkinan kelalaian tindakan kedokteran
pada satu sisi,
dengan
Perlindungan profesi kedokteran yang telah
dilaksanakan dengan memperhatikan kewajiban
bertindak cermat dan hati-hati pada sisi yang
lain
(Jan Remmelink, Hukum Pidana, 20
57.
58. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
menyebutkan: “alternative penyelesaian sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli”.
APS NON LITIGASI
Penyelesaian sengketa non litigasi
Secara non litigasi lebih mengutamakan musyawarah
mufakat, win-win solution, misalnya mediasi.
Dalam mediasi kedua pihak sesuai dengan hakikat
perundingan atau musyawarah, maka tidak boleh ada
paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu
gagasan atau penyelesaian, selama proses mediasi
berlangsung
59. Konsultasi & Negosiasi
• Konsultasi merupakan suatu tindakan yang
bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu
(klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak
konsultan yang memberikan pendapatnya kepada
klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan
kliennya. Keputusan tetap berada di tangan klien.
• Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat
kedua belah pihak memiliki kepentingan yang
sama maupun berbeda. Negosiasi merupakan
sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk
mendiskusikan penyelesaiannya tanpa
melibatkan pihak ketiga.
60. Konsiliasi dalam UU No. 30/1999 adalah suatu
tindakan atau proses untuk mencapai
perdamaian di luar pengadilan, untuk
mencegah dilaksanakannya proses litigasi
(peradilan).
Namun bisa juga terjadi di tiap tingkat
peradilan yang sedang berlangsung, baik di
dalam maupun di luar pengadilan, kecuali
untuk sengketa atau hal – hal yang telah di
putus dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Konsiliasi & Perdamaian
61. Mediasi
• Mediasi adalah suatu proses alternatif penyelesaian
sengketa dimana pihak ketiga yang dimintakan
bantuannya untuk membantu proses penyelesaian
sengketa bersifat pasif dan sama sekali tidak berhak
atau berwenang untuk memberikan suatu masukan,
terlebih lagi untuk memutuskan perselisihan yang
terjadi.
• Jadi mediator hanya berfungsi sebagai penyambung
lidah dari para pihak yang bersengketa.
• MEDIATOR NON HAKIM Bersertifikat MA
• KASUS PERDATA WAJIB MEDIASI BAIK di Non Litigasi
maupun Litigasi
• KASUS PIDANA : RESTORATIVE JUSTICE
63. Mediasi mengandung
unsur-unsur:
1. proses penyelesaian
sengketa berdasarkan
perundingan;
2. mediator terlibat dan
diterima oleh para pihak
yang bersengketa di dalam
perundingan;
3. mediator bertugas
membantu para pihak yang
bersengketa untuk mencari
penyelesaian;
4. tujuan mediasi untuk
mencapai atau
menghasilkan kesepakatan
yang dapat diterima pihak-
pihak yang bersengketa
guna mengakhiri sengketa.
Tugas Mediator:
1. bertindak sebagai seorang
fasilitator sehingga terjadi
pertukaran informasi yang dapat
dilaksanakan;
2. menemukan dan merumuskan
titik-titik persamaan dari
argumentasi para pihak dan
berupaya untuk mengurangi
perbedaan pendapat yang timbul
65. Perkara yang masuk Restorative Justice, yaitu:
1. Perkara-perkara yang menjadikan perhatian secara manusiawi dan sosial:
a. Tersangka sudah lanjut usia;
b. Tersangka masih anak-anak;
c. Tersangka untuk kepentingan perut/hidup, bukan sebagai mata pencaharian;
d. Tersangka dan korban ada hubungan keluarga, dan hanya faktor kelalaian saja
2. Perkara-perkara tindak pidana yang ringan yang kerugian dibawah Rp. 2,5juta:
Pasal 373 KUHP (penggelapan ringan);
d. Pasal 384 KUHP (kejahatan surat ringan);
a. Pasal 364 KUHP (pencurian ringan); b.
c. Pasal 379 KUHP (penipuan ringan);
e. Pasal 407 KUHP (pengrusakan ringan); f. Pasal 482 KUHP (penadahan ringan).
3. Perkara-perkara kecelakaan lalu lintas yang mempunyai kriteria:
a. kelalaiannya berkendaraan di jalan raya, korban meninggal dunia namun tersangka masih ada
hubungan keluarga;
b. Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan massa.
4. Perkara–perkara pidana namun atas pertimbangan kemanusiaan dan mengedepankan pembinaan antara lain:
b. Penipuan; c. Penggelapan; d. Penadahan; e. Penganiayaan;
a. Pencurian;
f. Bersama-bersama melakukan kekerasan dimuka umum.
5. Perkara-perkara yang rentan melibatkan kekuatan massa dan terjadi konflik antara lain:
a. Pengelolaan sumber daya; b. Pembagian hasil sumber daya yang dikelola; c. Sengketa tanah;
d. Politik; e. SARA. f. Sengketa Medis
66. a. Terpenuhinya syarat materiil, yaitu :
1) Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan masyarakat,
2) Tidak berdampak konflik sosial,
3) Pernyataan semua pihak terlibat, untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak
menuntut dihadapan hukum
4) Prinsip Pembatasan :
a) Pada pelaku :
1) Tingkat kesalahan pelaku tidak berat, yakni kesalahan atau mensrea dalam
bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) terutama kesengajaan sebagai maksud
atau tujuan (opzet als oogmerk);
2) Pelaku bukan residivis;
b) Pada tindak pidana dalam proses :
1) Penyelidikan
2) Penyidikan sebelum SPDP dikirim ke Penuntut Umum;
67. b. Terpenuhinya syarat formil, yaitu :
1) Surat Permohonan perdamaian kedua belah pihak (Pelapor dan Terlapor);
2) Surat Pernyataan Perdamaian (akta dading) dan penyelesaian perselisihan para pihak
yang berperkara (Pelapor dan/atau keluarga pelapor, terlapor dan/atau keluarga
terlapor dan perwakilan dari tokoh masyarakat) diketahui oleh atasan penyidik;
3) Berita Acara Pemeriksaan Tambahan pihak yang berperkara setelah dilakukan
penyelesaian perkara melalui keadilan restorative (Restorative Justice);
4) Rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui penyelesaian keadilan
restorative;
5) Pelaku tidak keberatan atas tanggungjawab, ganti rugi, atau dilakukan dengan suka
rela;
6) Semua tindak pidana dapat dilakukan Restorative Justice terhadap kejahatan umum
yang tidak menimbulkan korban manusia;
68.
69.
70.
71.
72.
73. KEADILAN RESTORATIF
PERLINDUNGAN BAGI DOKTER
KERAHASIAAN AKAN
SENGKETA MEDIS YG
DIHADAPI TERJAGA
RAHASIA
PRAKTEK DOKTER
MASIH
BERLANGSUNG,
EKONOMI TERJAGA
SOSIO-EKONOMI
WAKTU SINGKAT,
TIDAK BERTELE,
BERBIAYA RINGAN,
GANTI RUGI.
CEPAT, SIMPEL
KEUNTUNGAN
RJ
74. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
KEWAJIBAN APH
APS NON LITIGASI
OLEH SIAPA ??
Dalam proses mediasi, penanganan perkara dapat memilih
mediator yang akan memediasi mereka. Mediator yang dapat
dipilih adalah sebagai berikut:
1. Hakim bukan pemeriksa perkara pada penngadilan yang
bersangkutan, Mediator Hakim
2. Advokat atau akademisi hukum, Mediator Non Hakim
3. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak
menguasai atau berpengalaman dalam pokok
sengketa sebagai Mediator Non Hakim
4. Gabungan antara mediator.
75. BHP2A IDI Wilayah Kalsel
Next Page
KEWAJIBAN APH
APS NON LITIGASI
OLEH SIAPA ??
• Sesuai Pasal 26 PERMA No. 1/2016, dimungkinkan
keterlibatan ahli dan Tokoh Masyarakat dalam mediasi.
• Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator
dapat mengundang seorang atau lebih ahli, Tokoh Agama,
Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat dalam bidang tertentu untuk
memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat
membantu meyelesaikan perbedaan pendapat di antara para
pihak.
• Para pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan
tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat dari
penjelasan dan atau penilaian seorang ahli.
• Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam
proses mediasi, ditanggung oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan.
76. MEDIATOR NON HAKIM BESERTIFIKAT MA
BHP2A WILAYAH DAN CABANG
DOKTER ADA YANG JUGA AHLI /PROFESI
SEBAGAI
MEDIATOR DAN ADVOKAT
ATAU
BEKERJASAMA DENGAN FIRMA HUKUM