Obat pada masa kehamilan: uteretonik dan tokolitik
Hafshah binti Umar.doc
1. *Perjalanan Cinta Sang Penjaga Alquran*
Oleh: Ummu Naira (Forum Muslimah Indonesia / ForMind)
“Dia adalah seorang ahli puasa dan salat. Dia adalah istrimu di surga.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan
an-Nasa’i)
Dialah Hafshah binti Umar bin Khaththab, semoga Allah meridai mereka berdua. Sekuntum bunga yang
dianugerahi oleh Allah ta’ala dengan keutamaan dan keistimewaan yang sulit dilukiskan oleh pena ini.
Hafshah dikenal memiliki keluasan ilmu dan pemahaman, juga ketakwaan yang tinggi. Dia menjadi
rujukan dalam masalah hadis dan ibadah. Dia ditunjuk oleh khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq untuk
menjaga lembaran-lembaran tulisan Alquran yang telah berhasil dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit
radhiyallahu ‘anhu. Dia pandai membaca dan menulis, sebuah kemampuan yang jarang sekali dimiliki
oleh laki-laki, apalagi perempuan. Dia adalah murid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam yang cerdas
dan berperan besar dalam syiar dakwah Islam.
Hafshah adalah seorang perempuan muda, cantik, bertakwa, dan juga disegani. Bagaimana tidak?
Ayahnya adalah Al-Faaruuq, sang pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Seorang tokoh besar yang
sederhana, sederhana tapi kuat, sosok kuat yang tetap adil dan penuh kasih sayang. Pada mulanya,
Hafshah dinikahi oleh salah seorang sahabat yang mulia bernama Khunais bin Khudzafah bin Qais as-
Sahmi al-Quraisyi yang pernah berhijrah dua kali, ikut dalam perang Badar dan perang Uhud. Namun
setelah itu Khunais wafat karena sakit akibat luka parah yang dia alami sewaktu perang Uhud. Khunais
meninggalkan seorang janda muda dan bertakwa yakni Hafshah yang ketika itu masih berusia 18 tahun.
Umar benar-benar gelisah dengan keadaan putrinya yang masih muda tapi sudah menjadi janda, dikala
usia pernikahannya masih berjalan enam bulan lamanya. Hafshah pun dirundung pilu. Akhirnya, Umar
memutuskan untuk mencarikan seorang suami yang dapat mendampingi Hafshah.
Untuk itu, langkah pertama yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab adalah menawarkan putrinya
kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Tapi, Abu bakar tidak merespons sedikitpun. Lalu,
2. Umar menawarkannya kepada Utsman bin Affan. Tapi, jawaban Utsman tidak kalah mengenaskan.
“Tampaknya, aku tidak berhasrat menikah pada saat ini.”
Umar sakit hati kepada kedua sahabatnya itu. Maka dia menyampaikan hal itu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasalam dan beliau pun bersabda, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih
baik dari Utsman. Sedangkan Utsman akan menikah dengan perempuan yang lebih dari Hafshah.” Tak
lama kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam meminang Hafshah, sehingga Umar pun
menikahkannya dengan suka cita tak bertepi. Hafshah diberi mahar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasalam dengan 400 dirham. Masya Allah walhamdulillah. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasalam menikahkan Utsman dengan putrinya, Ummu Kultsum setelah Ruqayyah (istri Utsman bin
Affan) meninggal dunia.
Setelah pernikahan Hafshah selesai, Abu Bakar menemui Umar dan meminta maaf. “Janganlah engkau
marah kepadaku wahai Umar, karena aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam
menyebut-nyebut Hafshah, hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasalam. Seandainya beliau menolak Hafshah pastilah aku mau menikahinya.” (HR. Bukhari)
Hafshah radhiyallahu ‘anha memiliki kedudukan yang sangat tinggi di hati Nabi shallallahu ‘alaihi
wasalam, bahkan termasuk istri yang istimewa. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, “Hafshah
termasuk salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam yang nyaris setara denganku” ( _Siyar
A’laam An-Nubalaa’, Adz-Dzahabi, vol. 2 hlm. 227_ ).
Hafshah radhiyallahu ‘anha melewati masa-masa indah dalam rumahtangganya. Setiap hari ilmu dan
pemahamannya bertambah. Ketaatannya juga berbanding lurus dengan semakin bertambahnya ilmu.
Dia meneguk semua itu dari sumbernya langsung, yang jernih dan murni, yaitu dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasalam.
Begitulah, Hafshah bergabung dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersama Saudah
dan ‘Aisyah. Ketika cemburu melanda, dia mendekati ‘Aisyah yang dianggapnya lebih pantas untuk
cemburu. Hafshah senantiasa mendekati dan mengalah dengan ‘Aisyah mengikuti pesan bapaknya
(Umar) yang berkata, “Betapa kerdilnya engkau bila dibandingkan dengan ‘Aisyah dan betapa kerdilnya
ayahmu ini apabila dibandingkan dengan ayahnya.”
3. Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam menceraikan Hafshah dengan menjatuhkan talak
satu. Hafshah menyebabkan kesusahan dan penderitaan Nabi karena telah menyebarkan rahasia Nabi.
Hafshah sangat terpukul. Dunia tiba-tiba terasa gelap baginya. Langitnya runtuh seketika. Namun tak
lama kemudian, Jibril ‘alaihi salam turun dengan membawa perintah Allah ‘Azza wa jalla agar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasalam merujuk Hafshah kembali. Jibril ‘alaihi salam berkata, “Dia (Hafshah) adalah
seorang ahli puasa dan salat. Dia adalah istrimu di surga.”
Sungguh, sebuah kemuliaan yang tidak dapat disetarakan dengan bentuk kemuliaan apapun. []
#featurebiografi
Bahan bacaan:
1. Al-istanbuli, Mahmud Mahdi dan Musthafa Abu An nashr Asy Syalabi. 2011. Mereka Adalah
Para Shahabiyat. At-Tibyan. Solo
2. Al Mishri, Mahmud. 2015. 35 Sirah Shahabiyah Jilid 1. Al-I’tishom Cahaya Umat. Jakarta Timur.